KINETIKA ENZIM
2
Analisa kuantitatif kinetika reaksi enzim dapat dilakukan dengan dua azas
pendekatan : azas keseimbangan menurut Michaelis- Menten, dan azas teori keadaan
tunak (steady state theory) menurut Briggs-haldane. Laju reaksi kimia sebanding
dengan konsentrasi senyawa dalam keadaan transisi. Tingkat reaksi kimia akan sangat
tinggi ketika sebagian besar molekul reaktan dalam keadaan transtition yang kaya
energi.
1. Suhu
Oleh karena reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi
yang menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu
rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih
tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim itu adalah
suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses
denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan
terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang
dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. Kenaikan suhu sebelum
terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi.
3
denaturasi, sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menghambat kerja
enzim. Pada umumnya enzim akan bekerja baik pada suhu optimum, yaitu
antara 30° – 40°C. Q10 atau koefisien suhu yaitu faktor yang meningkatkan
proses biologis bila suhu naik 100 C. Umumnya enzim yang stabil pada
peningkatan suhu maka Q10 = 2.
2. pH
Perubahan pH dapat mempengaruhi perubahan asam amino kunci
pada sisi aktif enzim, sehingga menghalangi sisi aktif bergabung dengan
substratnya. Setiap enzim dapat bekerja baik pada pH optimum, masing-
masing enzim memiliki pH optimum yang berbeda. Sebagai contoh :
enzim amilase bekerja baik pada pH 7,5 (agak basa), sedangkan pepsin
bekerja baik pada pH 2 (asam kuat/sangat asam).
3. Konsentrasi Enzim
Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, makin besar
konsentrasi enzim, makin tinggi pula kecepatan reaksi, dengan kata lain
konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi.
4
Aktivator merupakan molekul yang mempermudah ikatan antara enzim
dengan substratnya, misalnya ion klorida yang bekerja pada enzim amilase.
Inhibitor merupakan suatu molekul yang menghambat ikatan enzim dengan
substratnya. Inhibitor akan berkaitan dengan enzim membentuk kompleks
enzim-inhibitor.
5
Inhibitor dapat balik atau reversible merupakan inhibitor yang
efeknya dapat dikembalikan ke semula atau dapat dikurangi, sehingga
enzim dapat bekerja sepert sediakala. Inhibitor dapat balik dapat
dibedakan menjadi inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif.
a. Inhibitor Kompetitif
Inhibitor kompetitif menurut Lehninger (1982) adalah inhibitor
bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim,
tetapi sekali terikat tidak dapat diubah oleh enzim tersebut. Ciri
penghambat kompetitif adalah penghambatan ini dapat
dibalikkan dan diatasi dengan meningkatkan konsentrasi
substrat. Sebagai contoh jika suatu enzim 50% dihambat pada
konsentrasi tertentu dari substrat dan penghambat kompetitif,
kita dapat mengurangi persen penghambat dengan menambah
konsentrasi substrat.Jadi cara mengatasi inhibitor kompetitif
adalah dengan menambahkan konsentrasi substrat.
6
E + I ⇌EI
7
bermanfaat dalam menentukan apakah penghambatan enzim
yang dapat balik itu bersifat kompetitif atau non kompetitif.
b. Inhibitor Nonkompetitif
Inhibitor nonkompetitif adalah zat penghambat yang
dapat bergabung dengan enzim bebas atau dengan kompleks
ES pada sisi di luar sisi aktifnya. Penghambat berikatan pada
sisi non aktif enzim, mengubah konformasi molekul enzim
sehingga mengakibatkan inaktivasi dapat balik sisi katalitik.
Penghambatan ini berikatan pada kedua molekul enzim bebas
dan kompleks ES, membentuk kompleks EI dan ESI yang tidak
aktif.
E + I⇌ EI
ES + I ⇌ESI
8
sistem syaraf (mengganggu keseimbangan ion kalium-natrium
di dalam jaringan syaraf.), serta antibiotik dan penisilin pada sel
bakteri. Inhibitor irreversible non kompetitif ini melekat pada sisi
aktif enzim dengan sangat kuat (ikatan kovalen) sehingga tidak
lepas dari enzim (irreversible). Akibatnya enzim tidak aktif
(Ismadi, 1992).
c. Inhibitor Uncompetitive
Pada inhibitor tak kompetitif, inhibitor tidak dapat
berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat dengan
komples ES (enzim-substrat). Kompleks EIS yang terbentuk
kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibitor ini sangat jarang,
namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik (Saryono,
2011).
Bentuk kurva kejenuhan substrat yang khas bagi suatu enzim dapat
dinyatakan secara matematik oleh persamaan Michaelis- Menten (Abe et al,
1979 dalam Kanti, 2005):
Vmaks [𝑆]
vo = KM +[𝑆]
9
Dengan vo = kecepatan awal pada konsentrasi substrat [𝑆]
vmaks = kecepatan maksimum
KM = tetapan Michaelis-Menten enzim bagi substrat tertentu
S = substrat
10
dideteksi secara langsung dengan metoda fisiko-kimia, yaitu melalui
perubahan spektrum absorbsi enzim tersebut, yang bersifat khas, ketika
substratnya ditambahkan. (Lehninger, 1982).
Grafik hubungan antara laju reaksi enzim dengan konsentrasi substrat menurut
persamaan Michaelis-Menten.
11
2.3.2 Pendekatan dengan Prinsip ‘Teori Keadaan Tunak’ menurut Briggs-
Haldane
Pada prinsip teori keadaan tunak (steady state theory), laju reaksi
pembentukan komples ES sama dengan laju reaksi penguraiaan ES menjadi
P dan E. Dalam keadan tuak, bertambahnya ES persatuan waktu adalah nol.
Vmaks [𝑆]
vo= KM +[𝑆]
DAFTAR PUSTAKA
Ismadi, M. 1992. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus Jilid 1. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Kanti, Atit. 2005. Actinomycetes Selulolitik dari Tanah Hutan Nasional Bukit Duableas, Jambi.
Journal of Biological Diversity. Bogor. Vol. 6 Nomor 2: 85-89.
Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1 (diterjemahkan oleh Maggy Thenawijaya).
Bogor: Erlangga.
Widowati, Esti., Rohula Utami, Edi Nurhatadi, M.A.M. Andriani, dan Ambar Wuru Wigati. 2014.
Produksi dan Karakterisasi Enzim Paktinase oleh Bakteri Pektinolitik dalam
Klarifikasi Jus Jeruk Manis (Citrus cinensis). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan.
Vol. 3 Nomor 1: 16-20.
Wirahadikusumah, Muhamad. 1977. Biokimia Protein, enzim & asam nukleat. Bandung :
Penerbit ITB.
12