Anda di halaman 1dari 12

MODUL KULIAH BIOKIMIA

KINETIKA ENZIM

JURUSAN FARMASI KLINIK DAN KOMUNITAS


STIKES WIDYA DHARMA TANGERANG
2022
1
MODUL PERTEMUAN 5
KINETIKA ENZIM

1.1 Tujuan Pembelajaran


Mahasiswa mampu memahami tentang Kinetika Enzim seperti Karakteristik
dan penggolongan enzim, Regulasi aktivitas enzim, Km dan Vmax, Katalitik dan
alosterik enzim, serta Inhibisi enzim.

2.1 Pengertian Kinetika Enzim


Kinetika enzim adalah studi reaksi kimia yang dikatalisis oleh enzim. Pada
enzim, laju reaksi diukur dan dampak dari berbagai kondisi reaksi.Kinetika enzim
merupakan bidang biokimia yang terkait dengan pengukuran kuantitatif dari kecepatan
reaksi yang dikatalisis enzim dan pemeriksaan sistematik faktor-faktor yangg
mempengaruhi kecepatan tersebut. Analisis kinetik memungkinkan para ahli
merekonstruksi jumlah dan urutan tahap-tahap individual yang merupakan perubahan
substrat oleh enzim menjadi produk.
Reaksi enzima :

Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan


mengubahnya menjadi produk. Analisis kinetika reaksi enzimatis meliputi laju reaksi
maksimum (Vmaks) dan konstanta Michaelis-Menten (KM). Dalam reaksi enzim
dikenalkecepatan reaksi hidrolisis, penguraian atau reaksi katalisasi lain yang disebut
velocity (V). Harga V dari suatu reaksi enzimatis akan meningkat dengan bertambahnya
konsentrasi substrat [S], akan tetapi setelah [S] meningkat lebih lanjut akan sampai
pada kecepatan yang tetap. Pada konsentrasi enzim tetap (tertentu) harga V hampir
linier dengan [S]. Pada kondisi dimana V tidak dapat bertambah lagi dengan
bertambahnya [S] disebut kecepatan maksimum (Vmaks). Vmaks merupakan salah
satu parameter kinetika enzim. Parameter kinetika enzim yang lain adalah konstanta
Michaelis-Menten, yang lebih dikenal dengan Km. Km merupakan konsentrasi substrat
yang separuh dari lokasi aktifnya telah terisi, yaitu bila kecepatan reaksi enzim telah
mencapai ½ Vmaks (Wiseman, 1989dalam Widowati et al., 2014).

2
Analisa kuantitatif kinetika reaksi enzim dapat dilakukan dengan dua azas
pendekatan : azas keseimbangan menurut Michaelis- Menten, dan azas teori keadaan
tunak (steady state theory) menurut Briggs-haldane. Laju reaksi kimia sebanding
dengan konsentrasi senyawa dalam keadaan transisi. Tingkat reaksi kimia akan sangat
tinggi ketika sebagian besar molekul reaktan dalam keadaan transtition yang kaya
energi.

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerja Kinetika Enzim

1. Suhu
Oleh karena reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi
yang menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu
rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih
tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim itu adalah
suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses
denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan
terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang
dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. Kenaikan suhu sebelum
terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi.

Peningkatan suhu meningkatkan reaksi enzim yang terkatalisis dan


yang tidak terkatalisis dengan cara meningkatkan energi kinetik dan frekuensi
tubrukan dari besarnya molekul. Bagaimanapun energi panas dapat
meningkatkan energy kinetic dari enzim ke titik yang mana kelebihan energy
pelindung untuk dapat mengganggu interaksi non-kovalen yang berfungsi
mengatur struktur tiga dimensi dari enzim. Cincin polipeptida kemudian mulai
terbuka atau terdenaturasi, yang disertai dengan pengurangan kecepatan dari
aktivitas katalisis. Pada temperatur tertentu sebuah enzim berada dalam
keadaan stabil, konformasi.

Enzim pada umumnya stabil pada temperatur 45-55°C. Sebaliknya,


enzim pada mikroorganisme termofilik yang berada pada sumber mata air
panas gunung berapi, atau pada lubang hidrotermal bawah laut dapat stabil
pada suhu kurang lebih 100°C.

Enzim tersusun oleh protein, sehingga sangat peka terhadap suhu.


Peningkatan suhu menyebabkan energi kinetik pada molekul substrat dan
enzim meningkat, sehingga kecepatan reaksi juga meningkat. Namun suhu
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan rusaknya enzim yang disebut

3
denaturasi, sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menghambat kerja
enzim. Pada umumnya enzim akan bekerja baik pada suhu optimum, yaitu
antara 30° – 40°C. Q10 atau koefisien suhu yaitu faktor yang meningkatkan
proses biologis bila suhu naik 100 C. Umumnya enzim yang stabil pada
peningkatan suhu maka Q10 = 2.

2. pH
Perubahan pH dapat mempengaruhi perubahan asam amino kunci
pada sisi aktif enzim, sehingga menghalangi sisi aktif bergabung dengan
substratnya. Setiap enzim dapat bekerja baik pada pH optimum, masing-
masing enzim memiliki pH optimum yang berbeda. Sebagai contoh :
enzim amilase bekerja baik pada pH 7,5 (agak basa), sedangkan pepsin
bekerja baik pada pH 2 (asam kuat/sangat asam).

Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH


lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif, atau ion
bermuatan ganda. Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan
berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk
kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada
enzim, pH rendah, atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses
denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktifitas enzim. Terdapat
suatu nilai pH tertentu atau daerah pH yang dapat menyebabkan kecepatan
reaksi paling tinggi. pH tersebut dinamakan pH optimum.

Enzim intrasel bekerja optimum antara pH 5-9. Hilangnya atau


tambahnya muatan akan merugikan atau membuat enzim tidak aktif. (Gambar
8-2. Efek pH pada aktivitas enzim. Sebagai contoh, suatu enzim bermuatan
negatif (EH-) berikatan dengan substrat bermuatan positif (SH+). Dalam
gambar, proporsi (%) SH+ [\\\] dan EH- [///] diperlihatkan sebagai fungsi pH.
Hanya di daerah berarsir silang baik enzim maupun substrat memiliki muatan
yang sesuai.).

3. Konsentrasi Enzim
Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, makin besar
konsentrasi enzim, makin tinggi pula kecepatan reaksi, dengan kata lain
konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi.

4. Aktifator dan Inhibitor

4
Aktivator merupakan molekul yang mempermudah ikatan antara enzim
dengan substratnya, misalnya ion klorida yang bekerja pada enzim amilase.
Inhibitor merupakan suatu molekul yang menghambat ikatan enzim dengan
substratnya. Inhibitor akan berkaitan dengan enzim membentuk kompleks
enzim-inhibitor.

Ada dua jenis inhibitor yaitu:

1. Inhibitor Tidak Dapat Balik


Inhibitor tak dapat balik adalah golongan yang bereaksi dengan,
atau merusakkan suatu gugus fungsional pada molekul enzim yang
penting bagi aktivitas katalitiknya. Inhibitor ini akan merusak enzim
sehingga enzim tidak akan dapat menempel dengan substrat secara
permanen. Inhibitor tidak dapat bolak-balik dapat menyebabkan cacat
hingga kematian. Contohnya adalah senyawa diisoprofilfluorophospat
(DFP), yang menghambat enzim asetilkolinesterase, yang penting
didalam transmisi impuls syaraf. Asetilkolinesterase mengkatalisa
hidrolisis asetilkolin, suatu senyawa neurotransmitter yang berfungsi di
dalam bagian tertentu system syaraf. Asetilkolin dibebankan oleh sel
syaraf yang telah menerima rangsangan menuju sinaps, atau
sambungan dengan sel syaraf yang lain. Sekali asetilkolin telah
dikeluarkan ke dalam sinaps, molekul ini berkaitan dengan reseptor
pada sel syaraf selanjutnya, menyebabkan sel tersebut untuk
menggandakan impuls syaraf. Akan tetapi, sebelum impuls kedua
dapat dipancarkan melalui sinaps, asetilkolin yang dikeluarkan setelah
impuls pertama harus dihidrolisa oleh asetilkolinesterase pada
sambungan sel syaraf. Produk aktivitas ini adalah asetat dan kolin dan
tidak memiliki aktivitas transmitter. Inhibitor DFP tak dapat balik sangat
reaktif dan bereaksi dengan gugus hidroksil dari residu serin esensial
pada sisi aktif asetilkolinesterase, untuk membentuk turunan yang tidak
aktif mengkatalisa. Sekali turunan ini telah terbentuk, molekul enzim
tidak lagi dapat berfungsi (Lehninger, 1982). Contoh lain adalah kasus
keracunan logam berat seperti Pb yang akan menghambat system
pembentukan Hb dalam menyebabkan kelainan darah dapat berujung
kematian.

2. Inhibitor Dapat Balik

5
Inhibitor dapat balik atau reversible merupakan inhibitor yang
efeknya dapat dikembalikan ke semula atau dapat dikurangi, sehingga
enzim dapat bekerja sepert sediakala. Inhibitor dapat balik dapat
dibedakan menjadi inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif.
a. Inhibitor Kompetitif
Inhibitor kompetitif menurut Lehninger (1982) adalah inhibitor
bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim,
tetapi sekali terikat tidak dapat diubah oleh enzim tersebut. Ciri
penghambat kompetitif adalah penghambatan ini dapat
dibalikkan dan diatasi dengan meningkatkan konsentrasi
substrat. Sebagai contoh jika suatu enzim 50% dihambat pada
konsentrasi tertentu dari substrat dan penghambat kompetitif,
kita dapat mengurangi persen penghambat dengan menambah
konsentrasi substrat.Jadi cara mengatasi inhibitor kompetitif
adalah dengan menambahkan konsentrasi substrat.

Penghambat kompetitif biasanya menyerupai substrat


normal pada struktur tiga dimensi. Karena persamaan ini
penghambat kompetitif “menipu” enzim untuk berikatan
dengannya. Penghambat kompetitif I hanya berikatan secara
dapat balik dengan enzim, membentuk suatu kompleks EI.Akan
tetapi, penghambat I tidak dapat dikatalisa oleh enzim untuk
menghasilkan produk reaksi yang baru.

6
E + I ⇌EI

Contoh klasiknya adalah penghambatan kompetitif


dehidrogenase suksinat oleh anion malonat.
Dehifrogenasesuksinat adalah anggota golongan enzim yang
mengkatalis siklus asam sitrat, lintas akhir metabolik bagi
degradasi oksidatif karbohidrat dan lemak didalam mitokondria.
Enzim ini mengkatalisa pembebasan dua atom hidrogen dari
suksinat, satu dari masing masing kedua gugus metil (-CH2-).
Dehidrogenase suksinat dihambat oleh malonat, yang
menyerupai suksinat karena sama sama memiliki dua gugus
karboksil yang mengion pada pH 7.0, hanya berbeda pada tiga
karbonnya. Malonat tidak terhidrogenasi oleh dehidrogenasi
suksinat, malonat hanya menempati sisi aktif enzim dan
menguncinya sehingga tidak dapat bekerja pada substrat
normalnya. Sifat dapat balik dari pengahambatan malonat
diperlihatkan pada kenyataan bahwa peningkatan konsentrasi
suksinat akan menurunkan tingkat penghambatan oleh
konsentrasi malonat tertentu.

Penghambat kompetitif paling mudah dikenal didalam


percobaan percobaan dengan menentukan pengaruh
konsentrasi penghambat terhadap hubungan diantara
konsentrasi substrat dan kecepatan awal. Transformasi
kebalikan ganda dari persamaan Michaelis-Manten amat

7
bermanfaat dalam menentukan apakah penghambatan enzim
yang dapat balik itu bersifat kompetitif atau non kompetitif.

b. Inhibitor Nonkompetitif
Inhibitor nonkompetitif adalah zat penghambat yang
dapat bergabung dengan enzim bebas atau dengan kompleks
ES pada sisi di luar sisi aktifnya. Penghambat berikatan pada
sisi non aktif enzim, mengubah konformasi molekul enzim
sehingga mengakibatkan inaktivasi dapat balik sisi katalitik.
Penghambatan ini berikatan pada kedua molekul enzim bebas
dan kompleks ES, membentuk kompleks EI dan ESI yang tidak
aktif.

E + I⇌ EI

ES + I ⇌ESI

Besarnya penghambatan tidak dapat dikurangi dengan


menaikkan kadar substrat. Penghambatan enzim secara
nonkompetitif dibedakan dari kompetitif oleh pemetaan
kebalikan ganda terhadap data kecepatan reaksi.

Contoh: ion logam berat (Ag+, Hg+, Pb+) , pestisida


(DDT) dan parathion yang menghambat kerja enzim dalam

8
sistem syaraf (mengganggu keseimbangan ion kalium-natrium
di dalam jaringan syaraf.), serta antibiotik dan penisilin pada sel
bakteri. Inhibitor irreversible non kompetitif ini melekat pada sisi
aktif enzim dengan sangat kuat (ikatan kovalen) sehingga tidak
lepas dari enzim (irreversible). Akibatnya enzim tidak aktif
(Ismadi, 1992).

c. Inhibitor Uncompetitive
Pada inhibitor tak kompetitif, inhibitor tidak dapat
berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat dengan
komples ES (enzim-substrat). Kompleks EIS yang terbentuk
kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibitor ini sangat jarang,
namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik (Saryono,
2011).

2.3 Hubungan Kinetika Enzim dengan Persamaan Michaelis-Menten

2.3.1 Pendekatan dengan Azas Keseimbangan Menurut Michaelis-Menten


Laju reaksi enzim tergantung pada konsentrasi enzim dan substrat
berbanding lurus dengan konsentrasi rendah. Namun seringkali tidak
bergantung pada konsentrasi substrat yang tinggi. Dapat dikatakan bahwa
substrat enzim (ES) yang dapat terurai membentuk produk (P) dan substrat (S)
lagi. Untuk itu laju reaksi membatasi langkah dalam reaksi enzimatik adalah
tahap dekomposisi kompleks ES ke dalam produk dan enzim bebas.

Bentuk kurva kejenuhan substrat yang khas bagi suatu enzim dapat
dinyatakan secara matematik oleh persamaan Michaelis- Menten (Abe et al,
1979 dalam Kanti, 2005):

Vmaks [𝑆]
vo = KM +[𝑆]
9
Dengan vo = kecepatan awal pada konsentrasi substrat [𝑆]
vmaks = kecepatan maksimum
KM = tetapan Michaelis-Menten enzim bagi substrat tertentu
S = substrat

Michaelis dan Menten mendefinisikan suatu tetapan yang sekarang


dinyatakan sebagai KM, yang bermanfaat dalam menyatakan hubungan yang
tepat diantara konsentrasi substrat dan kecepatan enzimatik, KM atau tetapan
Michaelis-Menten dapat didevinisikan secara sederhana sebagai konsentrasi
substrat tertentu pada saat enzim mencapai setengah kecepatan
maksimumnyan. (Lehninger, 1982).

Persamaan ini yang diturunkan oleh Michaelis-Menten berawal dari


hipotesis dasar bahwa tahap pembatas kecepatan di dalm reaksi enzimatik
adalah tahap penguraian kompleks ES, menjadi produk dan enzim
bebas(Lehninger, 1982).
Persamaan Michaelis-Menten merupakan dasar bagi semua aspek
kinetika kerja enzim. Jika kita mengetahui KM dan vmaks, kita dapat menghitung
kecepatan reaksi suatu enzim pada setiap konsentrasi substrat. Hampir semua
reaksi enzimatik, termasuk dengan reaksi satu atau dua substrat, dapat
dianalisa secara kuantitatif dengan teori Michaelis-Menten. Kenyataan ini telah
memberikan bukti kuat bahwa enzim mengkatalisis reaksi dengan
menggabungkan substratnya dalam waktu sementara, jadi menurunkan energi
aktivasi keseluruhan reaksi. Pembentukan enzim-substrat seringkali dapat

10
dideteksi secara langsung dengan metoda fisiko-kimia, yaitu melalui
perubahan spektrum absorbsi enzim tersebut, yang bersifat khas, ketika
substratnya ditambahkan. (Lehninger, 1982).

Grafik hubungan antara laju reaksi enzim dengan konsentrasi substrat menurut
persamaan Michaelis-Menten.

Tiap-tiap enzim memiliki KM yang khas bagi substrat tertentu


Unsur kunci dalam persamaan Michaelis-Menten adalah KM yang
besifat khas bagi enzim tertentu, dengan substrat spesifik pada kondisi Ph dan
suhu tertentu. KM beberapa enzim:
Enzim Substrat KM, mM
Katalase H2O2 25
ATP 0,4
Heksokinase (otak) D-Glukosa 0,05
D-Fruktosa 1,5
Anhidrase Karbohidrat HCO3- 9
Glisiltirosinlglisin 108
Khimotripsin
N-benzoiltirosinamida 2,5
β-Galaktosidase D-laktosa 4,0
Dehidrase treonin L-treonin 5,0

11
2.3.2 Pendekatan dengan Prinsip ‘Teori Keadaan Tunak’ menurut Briggs-
Haldane
Pada prinsip teori keadaan tunak (steady state theory), laju reaksi
pembentukan komples ES sama dengan laju reaksi penguraiaan ES menjadi
P dan E. Dalam keadan tuak, bertambahnya ES persatuan waktu adalah nol.

Vmaks [𝑆]
vo= KM +[𝑆]

Jadi, jelaslah bahwa hasil analisa dengan kedua cara pendekatan


tersebut di atas, menghasilkan persamaan yang sam untuk hubungan antara
laju reaksi enzima dan konsentrasi substrat.

DAFTAR PUSTAKA

Ismadi, M. 1992. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus Jilid 1. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Kanti, Atit. 2005. Actinomycetes Selulolitik dari Tanah Hutan Nasional Bukit Duableas, Jambi.
Journal of Biological Diversity. Bogor. Vol. 6 Nomor 2: 85-89.
Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1 (diterjemahkan oleh Maggy Thenawijaya).
Bogor: Erlangga.
Widowati, Esti., Rohula Utami, Edi Nurhatadi, M.A.M. Andriani, dan Ambar Wuru Wigati. 2014.
Produksi dan Karakterisasi Enzim Paktinase oleh Bakteri Pektinolitik dalam
Klarifikasi Jus Jeruk Manis (Citrus cinensis). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan.
Vol. 3 Nomor 1: 16-20.
Wirahadikusumah, Muhamad. 1977. Biokimia Protein, enzim & asam nukleat. Bandung :
Penerbit ITB.

12

Anda mungkin juga menyukai