Anda di halaman 1dari 5

Nama : Riadatul Jannah

NIM : K1A018068
Kelas : Farmasi B

Tugas Enzim 3

1. a. Kofaktor adalah bahan kimia yang membantu (molekul atau ion), yang terikat enzim untuk
meningkatkan aktivitas biologis enzim. Sebagian besar enzim membutuhkan kofaktor
untuk mengerahkan aktivitas mereka, sedangkan beberapa enzim mungkin tidak
membutuhkan mereka. Sebuah enzim tanpa kofaktor yang disebut apoenzim. Ketika
apoenzim bersama-sama dengan kofaktor, ia dikenal sebagai holoenzim. Beberapa enzim
dapat mengaitkan dengan satu kofaktor sementara beberapa dapat mengaitkan dengan
beberapa kofaktor. Tanpa kofaktor, aktivitas enzim akan hilang.

b. Koenzim adalah senyawa organik yang berasosiasi dengan apoenzim dan bersifat sesaat
(tidak permanen), biasanya berlangsung pada saat katalisis. Secara katalitik koenzim
bersifat tidak aktif, sehingga dapat disebut kosubstrat. Koenzim mudah dipisahkan secara
dialisis. Selanjutnya, koenzim yang sama dapat menjadi kofaktor pada enzim yang
berbeda. Pada umumnya, koenzim tidak hanya membantu enzim memecah substrat tetapi
juga bertindak sebagai aseptor sementara untuk produk yang terjadi. Kebanyakan
komponen kimia koenzim merupakan derivat dari vitamin B.

c. Gugus prostetik adalah senyawa organik yang berikatan kuat dengan apoenzim, dan selama
reaksi berlangsung tidak akan dilepaskan, sulit terurai. Contoh gugus prostetik adalah heme
dan FAD. Heme merupakan gugus prostetik yang terikat permanen pada tapak aktif dari
enzim peroksidase dan katalase. Flavin adenin dinukleotide (FAD) merupakan gugus
prostetik dari enzim suksinat dehidrogenase (yaitu enzim yang mengkatalisis perubahan
suksinat menjadi fumarat pada reaksi siklus Kreb’s).

d. Holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein.

e. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein

2
a. Teori kinetika enzim menurut Michaelis-Menten yaitu laju awal reaksi enzimatis dapat
ditentukan berdasarkan fungsi terhadap konsentrasi substrat dan parameter yang
berpengaruh dalam enzim. Persamaan Michaelis-Menten menunjukkan hubungan
kuantitatif antara kecepatan awal, kecepatan maksimum, konsentrasi awal substrat dan
Km. Kecepatan reaksi pada awal reaksi tergantung pada konsentrasi substrat. Semakin
tinggi konsentrasi, kecepatan reaksi semakin lambat dan akhirnya tidak dipengaruhi lagi
oleh konsentrasi. Dengan pola tersebut, maka kurva kecepatan reaksi vs konsentrasi
substrat akan berbentuk hiperbolik. Hal ini merupakan karakteristik reaksi enzim dalam
model Michaelis-Menten. Persamaan kinetika enzim menurut Michaelis-Menten adalah
sebagai berikut.
V=
b. Persamaan Michaelis-Menten sulit untuk digunakan menentukan nilai konstanta
Michaelis-Menten (Km) dan kecepatan maksimum (Vmax). Hans Lineweaveer dan Dean
Burk membuat transformasi persamaan tersebut ke dalam bentuk persamaan linier. Pada
persamaan Lineweaver-Burk, persamaan Michaelis-Menten ditransformasi menjadi garis
lurus dengan cara mengatur kembali kedua sisi persamaan pada Michaelis-Menten. Plot
Lineweaver-Burk merupakan hubungan garis lurus antara 1/V sumbu y dengan 1/[S] pada
sumbu x. Dengan persamaan garis lurus akan lebih mudah diperoleh informasi untuk
mendapatkan Vmax atau Km. Nilai Vmax dapat diperoleh dari kebalikan nilai intersept
(1/Vmax), sedangkan nilai Km dapat diperoleh dari nilai slope (Km/Vmax). Berikut
adalah persamaan kinetika reaksi menurut Lineweaver-Burk.
= +

3. Konstanta Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum (Vmaks) merupakan parameter
dalam kinetika reaksi enzim. Nilai KM didefinisikan sebagai konsentrasi substrat tertentu
pada saat enzim mencapai kecepatan setengah kecepatan maksimum. Setiap enzim memiliki
nilai Vmaks dan KM yang khas dengan substrat spesifik pada suhu dan pH tertentu. Nilai KM
yang kecil menunjukkan bahwa kompleks enzim-substrat sangat mantap dengan afinitas
tinggi terhadap substrat, sedangkan jika nilai KM suatu enzim besar maka enzim tersebut
memiliki afinitas rendah terhadap substrat.
Laju reaksi enzimatik akan meningkat dengan bertambahnya konsentrasi substrat, bagian aktif
enzim hanya menampung substrat yang sedikit. Bila konsentrasi substrat diperbesar, maka
makin banyak substrat yang berhubungan dengan enzim pada bagian aktif, sehingga
konsentrasi enzim-substrat makin besar dan menyebabkan besarnya laju reaksi. Namun pada
batas konsentrasi substrat tertentu, semua bagian aktif telah dipenuhi substrat. Dalam kondisi
ini, bertambahnya konsentrasi enzim–substrat, sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak
bertambah.

4.

[substrat] (mM) kecepatan awal reaksi 1/[S] 1/V


(mmol/menit)
3 10,4 0,333333 0,096154
5 14,5 0,2 0,068966
10 22,5 0,1 0,044444
30 33,8 0,033333 0,029586
90 40,5 0,011111 0,024691
Hubungan antara 1/[S] dengan 1/V
0.12
y = 0.224x + 0.0224
0.1 R² = 0.9988

0.08
1/V

0.06

0.04

0.02

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4
1/[S]

Menentukan nilai Km dan Vmax

y = 0,224x + 0,0224
Vmaks = 1/0,0224
= 44,64286

Km = Vmaks x 0,224
Km = 44,64286 x 0,224
Km = 10

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim


Aktivitas enzim tergantung pada macam dan konsentrasi substrat, temperatur, pH, serta
susunan dan jumlah bahan/cairan lain yang ditambahkan.
a. Macam substrat dan kadar (konsentrasi) substrat
Jika konsentrasi substrat kecil, maka reaksinya ditentukan oleh substratnya, sehingga
tercapai keseimbangan antara kecepatan reaksi dan konsentrasi substrat. Jika konsentrasi
substrat kecil, terdapat aktivitas enzim yang kecil pula. Jika substrat dalam keadaan
berlebih, maka reaksinya tergantung pada jumlah/konsentrasi enzim yang ada. Kecepatan
reaksi enzim tidak tergantung pada konsentrasi substrat yang ada. Hubungan antara enzim
dan substrat dapat diperumpamakan sebagai berlangsungnya hubungan penawaran dan
permintaan.
Pada kondisi substrat terbatas, akan terbentuk kurva pS (parametersubstrat) yaitu
suatu kurva kejenuhan dan setelah dihitung secara semi logaritme merupakan kurva
disosiasi yang kita kenal sebagai kurva jenuh yang berbentuk S adalah kecepatan reaksi.
Pada kondisi substrat yang konsentrasinya berlebih dibandingkan dengan enzim, terdapat
kejenuhan substrat, maka pengaruh ini disebut konstantanta Michaelis (Km) atau konstanta
substrat (Ks). Kurva yang terbentuk ditentukan menurut anjuran Lineweaver dan Burk.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penentuan aktivitas enzim secara in vitro hendaknya
dalam keadaan substrat yang berlebih (substrat optimum), sehingga menunjukkan kurva
linier.

b. Temperatur
Seperti pada reaksi kimia lainnya, reaksi-reaksi enzim sangat tergantung pada
temperatur. Temperatur dapat menentukan aktivitas maksimum enzim. Tercapainya
temperataur optimum tergantung pula pada macam enzim, susunan cairan (milieu) dan
lamanya percobaan. Aktivitas enzim tergantung pada temperatur percobaan. Jalannya
reaksi enzimatis pada bermacam-macam temperatur menunjukkan bahwa lebih tinggi
temperatur, lebih kuat lekukan kurva waktu penguraian. Pada percobaan in vitro, enzim
masih dapat beraktivitas pada temperatur 30 oC, dan enzim menjadi inaktif pada temperatur
40oC. Masa inkubasi enzim pada 37oC dapat dilakukan, namun lebih aman jika diinkubasi
pada suhu kamar (25oC ).

c. Konsentrasi ion hidrogen H+


Kondisi pH dimana aktivitas tertinggi enzim tercapai disebut pH optimum. Nilai pH
optimum pada masing-masing enzim berbeda karena setiap enzim mempunyai karakteristik
tertentu, juga tergantung pada macam dan konsentrasi substrat yang digunakan serta
syarat-syarat percobaan lainnya. Pada umumnya pH optimum untuk beberapa enzim
terdapat antara netral atau asam lemah. Nilai ekstrim pH optimum terdapat pada enzim
pencernaan, misalnya pepsin (pH 1,22,5) dan tripsin (pH8-11).

d. Banyak dan susunan cairan yang ditambahkan


Substansi-substansi yang mempertinggi aktivitas suatu enzim disebut aktivator dan
yang menghambat disebut inhibitor. Tiap percobaan dengan enzim mempunyai aktivator
dan inhibitor dalam jumlah dan macam yang berbeda. Aktivitas enzim merupakan
resultanta pengaruh aktivator dan inhibitor.

6. Inhibitor adalah molekul yang dapat menghambat bahkan menghentikan reaksi enzimatik
dengan mengotori permukaan katalis. Berdasarkan reaksi kimianya, ada dua macam
inhibitor, yaitu inhibitor irreversible dan reversible. Setelah berikatan dengan enzim,
inhibitor irreversible tidak dapat dipisahkan lagi dari enzim. Inhibitor irreversible
menyebabkan enzim tidak dapat bekerja lagi. Sementara inhibitor reversible dapat
dipisahkan dari molekul enzim, setelah berikatan dengan enzim.
Ada 3 macam jenis inhibitor reversible, yaitu inhibitor yang bekerja secara
kompetitif, non kompetitif, dan unkompetitif.
 Inhibitor kompetitif memiliki struktur yang mirip dengan substrat asli enzim, dan
berkompetisi dengan substrat untuk berikatan dengan tapak/sisi aktif enzim. Penambahan
substrat dapat mengurangi daya hambat dari inhibitor kompetitif, karena inhibitor
bersaing dengan substrat untuk mengikat sisi aktif enzim. Contohnya adalah malonat
merupakan inhibitor kompetitif enzim suksinat dehidrogenase yang mengkatalisis
oksidasi asam suksinat menjadi fumarat. Penambahan asam suksinat sebagai substrat
reaksi, akan menormalkan kembali kecepatan aktivitas enzim. Aktivitas inhibitor
kompetitif sangat bergantung pada konsentrasi inhibitor, konsentrasi substrat, dan afinitas
relatif inhibitor dan substrat.
 Inhibitor non-kompetitif dapat mengikat pada bagian enzim tetapi bukan pada sisi aktif
(tempat terikatnya substrat), sehingga molekul inhibitor tidak bersaing dengan substrat.
Inhibitor ini dapat mengikat enzim bebas atau substrat dan inhibitor mengikat enzim
secara bersamaan membentuk kompleks enzimsubstrat-inhibitor. Substrat dan molekul
inhibitor non-kompetitif masing-masing berikatan pada bagian yang berbeda dari molekul
enzim. Namun, dengan terikatnya molekul inhibitor pada enzim, akan mengubah
konformasi bagian tapak/sisi aktif enzim sehingga substrat tidak dapat terikat secara fit
pada enzim. Dengan demikian, penambahan substrat tidak akan dapat menghambat
aktivitas inhibitor jenis ini. Daya kerja inhibitor sangat tergantung pada konsentrasi
inhibitor dan afinitas inhibitor terhadap enzim. Secara kinetika, karena inhibitor tidak
dapat diatasi dengan peningkatan konsentrasi substrat, maka Vmax reaksi berubah.
Namun, karena substrat masih dapat mengikat enzim, maka Km tetap sama. Pada
inhibitor non-kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas, namun
hanya dapat dengan komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian menjadi tidak
aktif. Jenis inhibitor ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik.
 Inhibitor un-kompetitif adalah inhibitor yang hanya dapat berikatan dengan komplesk
enzim substrat tidak dengan enzim bebas. Hal ini membuat kompleks inhibitor-enzim
substrat yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif. Kompleks inhibitor- enzim substrat
disebut juga kompleks buntu yang hanya punya satu tujuan, yaitu untuk kembali ke
kompleks enzim-substrat. Pada inhibitor un-kompetitif, Vmax akan menurun dan Km
akan menurun juga.

Anda mungkin juga menyukai