Oleh :
Nama : Ni Made Susita Pratiwi
Nim : 1008105005
Kelompok : II
Tanggal Praktikum : 10 Oktober 2012
I. TUJUAN
Dalam percobaan ini akan ditunjukkan bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion
hidroksida
CH3COOC2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH
adalah orde kedua. Disamping itu akan ditentukan pula tetapan laju reaksinya. Penentuan
ini dilakukan dengan cara titrasi.
Reaksi itu berlangsung lambat sehingga konsentrasi asam asetat yang terbentuk
dengan mudah dapat ditentukan dengan menggunakan suatu larutan basah. Cara yang
lebih umum ialah menggunakan suatu alat yang dapat menunjukkan secara kontinu salah
satu perubahan fisis yang menyertai reaksi, misalnya untuk reaksi yang membebaskan
gas, alat dirancang agar dapat mencatat volume gas yang terbentuk ; untuk reaksi yang
diserati perubahan warna, alat dirancang agar dapat mengukur perubahan itensitas warna,
untuk reaksi gas yang disertai perubahan jumlah mol, alat dirancang agar dapat
mengukur perubahan tekanan gas.
Dalam laju reaksi dikenal juga laju reaksi sesat, yaitu laju reaksi rata-rata yang
dihitung dalam selang waktu yang berbeda-beda dan diperlukan perhitungan laju reaksi
yang berlaku dalam setiap saat. Lajureaksi juga dapat ditentukan melalui cara grafik.
Laju reaksi sesaat merupkan gradient dari kurva antara waktu dengan perubahan
konsentrasi pada selang waktu tertentu. Oleh karena itu, terdapat suatu bilangan tetap
yang merupakan angka faktor perkalian terhadap konsentrasi yang disebut sebagai
tetapan laju reaksi (K). dengan demikian, laju reaksi sesaat secara umum dapat
dinyatakan sebagai :
Laju reaksi ≈ K [Konsentrasi Zat]
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yaitu :
1. Konsentrasi
Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi adalah khas untuk setiap reaksi.
Semakin tinggi konsentrasi berarti makin banyak molekul-molekul dalam setiap
satuan luas ruangan, dengan demikian tumbukan antar molekul makin sering
terjadi. Semakin banyak tumbukan yang terjadi berarti kemungkinan untuk
menghasilkan tumbukan efektif semakin besar dan reaksi berlangsung lebih cepat.
2. Luas Permukaan
Reaksi yang berlangsung dalam system homogen sangat berbeda dengan reaksi
yang berlangsung dalam system heterogen. Pada reaksi yang homogen, campuran
zatnya bercampur seluruhnya. Hal ini dapat mempercepat berlangsungnya reaksi
kimia karena molekul-molekul ini dapat bersentuhan satu sama lainnya. Dalam
sistem heterogen, reaksi hanya berlangsung pada bidang-bidang perbatasan dan
pada bidang-bidang yang bersentuhan dari kedua fase. Reaksi kimia dapat
berlangsung jika molekul-molekul, atom-atom atau ion-ion dari zat-zat yang
bereaksi terlebih dahulu bertumbukan. Makin halus suatu zat maka makin luas
permukaannya sehingga makin besar kemungkinan bereaksi dan makin cepat
reaksi itu berlangsung.
3. Temperatur
Harga tetapan laju reaksi (K) akan berubah bila suhunya berubah. Laju reaksi
meningkat dengan naiknya suhu. Biasanya kenaikkan suhu sebesar 100C akan
menyebabkan kenaikan laju reaksi dua atau tiga kali. Kenaikkan laju reaksi ini
disebabkan dengan kenaikkan suhu akan menyebabkan makin cepatnya molekul-
molekul pereaksi bergerak, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya
tabrakan antar molekul. Energi yang diperlukan untuk menghasilkan tabrakan yang
efektif atau untuk menghasilkan suatu reaksi disebut energi pengaktifan kinetik.
Perumusan laju reaksi sebagai berikut:
t−t 0
V t =V 0 . 210
Dimana:
Vt = laju reaksi akhir t = suhu akhir
Vo = laju reaksi awal to = suhu awal
4. Katalisator
Beberapa reaksi kimia yang berlangsung lambat dapat dipercepat dengan
menambahkan suatu zat kedalamnya, tetapi zat tersebut setelah reaksi selesai
ternyata tidak berubah. Katalisator adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju
reaksi, tanpa dirinya mengalami perubahan yang kekal. Suatu katalisator mungkin
akan terlibat dalam proses reaksi atau mengalami perubahan selama reaksi
berlangsung, tetapi setelah reaksi itu selesai maka katalisator akan diperoleh
kembali dalam jumlah yang sama. Katalisator mempercepat reaksi dengan cara
mengubah jalannya reaksi. Jalur reaksi yang ditempuh tersebut mempunyai energi
aktivasi yang lebih rendah dari pada jalur reaksi yang biasa ditempuh. Jadi dapat
dikatakan bahwa katalisator berperan dalam menurunkan energi aktivasi.
5. Tekanan gas
Jika tekanan gas diperbesar, maka volume gas itu diperkecil, sehingga letak
partikel makin berdekatan dan makin mudah bertumbukkan. Jadi, makin besar
tekanan gas maka makin cepat reaksinya.
6. Teori tumbukan
Pengaruh dari berbagai faktorterhadap laju reaksi dapat dijaleaskan dengan
teori tumbukan. Menurut teori ini, suatu reaksi berlangsung sebagai hasil tumbukan
antar partikel pereaksi. Akan tetapi, tidaklah setiap tumbukan menghasilkan reaksi,
melainkan hanya tumbukan antar partikel yang memiliki energi cukup serta arah
tumbukan yang tepat. Tumbukan yang menghasilkan reaksi, kita sebut tumbukan
efektif. Energi minimum yang harus dimiliki oleh partikel pereaksi sehingga
menghasilkan tumbukan efektif disebut energi pengaktifan (Ea = energi aktivasi).
Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu tumbukan adalah sebagai berikut :
Jumlah partikel atau konsentrasi,
Temperatur
Luas permukaan
Menambah katalisator
Dari percobaan penentuan laju reaksi menunjukkan bahwa laju reaksi akan menurun
dengan bertambahnya waktu. Hal itu berari ada hubungan antara konsentrasi zat yang
tersisa saat itu dengan laju reaksi. Umumnya laju reaksi tergantung pada konsentrasi
awal dari zat-zat pereaksi. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum laju reaksi atau
persamaan laju reaksi .
Secara umum untuk reaksi pA qB + rC
V = K[A]m[B]n
dengan, V = Laju reaksi (mol dm-3 det-1)
K = tetapan laju reaksi
m = tingkat reaksi (orde reaksi) terhadap A
n = tingkat reaksi (orde reaksi) terhadap B
[A] = Konsentrasi awal A (mol dm-3)
[B] = Konsentrasi awal B (mol dm-3)
Tingkat reaksi total adalah jumlah total dari tingkat reaksi semua pereaksi. Tingkat
reaksi nol (0) berarti laju reaksi tersebut tidak terpengaruh oleh konsentrasi pereaksi,
tetapi hanya tergantung pada harga tetapan laju reaksi (K). Pangkat konsentrasi pereaksi
pada persamaan laju reaksi disebut orde atau tingkat pereaksi. Pada reaksi diatas berorde
X terhadap A dan berorde Y terhadap B, orde reaksi keseluruhan X+Y. Jadi, jika disebut
orde reaksi maka yang dimaksud adalah orde reaksi keseluruhan. Orde reaksi juga bisa
dikatakan sebagai besarnya pengaruh konsentrasi pereaksi pada laju reaksi. Orde reaksi
memiliki beberapa makna diantaranya :
a. Orde Nol
Reaksi dikatakan berorde nol terhadap salah satu pereaksinya apabila perubahan
konsentrasi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Artinya, asalkan terdapat dalam
jumlah tertentu, perubahan konsentrasi pereaksi itu tidak mempengaruhi laju reaksi.
Reaksi yang berorde nol dapat dijelaskan juga seperti gambar grafik berikut :
[X]
Untuk reaksi ini jarang ditemukan. Secara matematis hukum kecepatan reaksi berorde
nol ini adalah:
0
V =k [ A ]
V = k
b. Orde satu
Suatu reaksi berorde satu dapat dinyatakan dengan:
A produk
Δ[A]
V =−
Sehingga Δt = k[A]
Dalam hukum laju terintegrasi, diketahui bahwa untuk reaksi berorde satu:
dC
=−kC
dt
1
dt =−k dt
C
t 1 t
∫0 dt=k ∫0 dt
ln C – ln C = - k t
C
ln =−Kt
C0
C = Co e-k t
Suatu reaksi dikatakan berorde satu terhadap salah satu pereaksinya jika laju
reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi itu. Jika konsentrasi pereaksi itu
dilipat-tigakan maka laju reaksi akan menjadi 31 atau 3 kali lebih besar. Orde satu
dapat dijalaskan dengan grafik dibawah :
[X]
c. Orde Dua
Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksi jika laju reaksi
merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu. Apabila konsentrasi zat itu
dilipat-tigakan, maka laju pereaksi akan menjadi 32 atau 9 kali lebih besar.orde dua
dapat juga dijelaskan seperti grafik berikut :
[X]
Reaksi berorde dua memiliki dua tipe yaitu:
a. Reaksi umum :
A produk
Δ[A]
V =− 2
Maka: Δt = k [A]
b. Reaksi umum:
A + B produk
Δ[A] Δ[ B]
V =− =−
Maka : Δt Δt
V =k [ A ][ B ]
d. Orde Negatif
Laju reaksi berbanding terbalik terhadap konsentrasi pereaksi.
[X]
[X]
2. Jika a ≠ b
dx
=k(a−x )(b−x )
dt
dx
=kdt
(a-x)( b-x)
1 1 1
[
(a−b) b−x a−x
− ]
dx=k dt
(a−b)k t=ln (a−x )−ln ( b−x)+tetapan
b
ln
Jika x = 0, t = 0, maka tetapan = a
1 b (a−x )
kt= ln
(a−b ) a (b−x )
atau
(a−x ) a
ln =k (a−b )t+ ln
(b−x ) b
V. DATA PENGAMATAN
Massa piknometer awal = 11,55 gram
Massa piknometer + etil asetat = 20,37 gram
Massa etil asetat = 8,82 gram
VI. PERHITUNGAN
6.1 Pembuatan Larutan Etilasetat 0,02 M
Diketahui : Mr etil asetat = 88,00 g/mol
Massa piknometer awal = 11,55 gram
Massa piknometer + etil asetat = 20,37 gram
Massa etil asetat = 8,82 gram
Ditanya : V1 = . . . . . . . . ?
Jawab :
0 ,0882 gram
Mol etil asetat = 88 gram/mol
= 0,01 mol
0,01mol
x1000
M etilasetat dalam 1000 mL = 10mL
= 1M
V1 . M1 = V2 . M2
V 2M2
V1 = M1
250mLx 0 , 02 M
= 1M = 5 mL
Jadi, volume etil asetat yang harus dipipet untuk membuat larutan etil asetat 0,02 M
sebanyak 250 mL adalah 5 mL.
6.2 Penentuan Konsentrasi Awal dari Larutan Etil Asetat
Diketahui : [NaOH] = 0,02 M
[HCl] = 0,02 M
V NaOH = 50 mL
V HCl = 10 mL
V NaOH titrasi = 20,80 mL
Ditanya : Konsentrasi etil asetat awal = . . . . . . .?
Jawab :
mol NaOH titrasi = [NaOH] x V NaOH titrasi
= 0,02 M x 20,80 mL
= 0,4160 mmol
mol HCl sisa = mol NaOH titrasi
= 0,4160 mmol
mol HCl total = [HCl] x V HCl
= 0,02 M x 10 mL
= 0,20 mmol
mol HCl bereaksi = mol HCl total - mol HCl sisa
= 0,20 mmol – 0,4160 mmol
= -0,2160 mmol
Reaksi penghentian dari reaksi etil asetat + NaOH :
OH-sisa + HCl bereaksi Cl- + H2O
mol OH-sisa = mol HCl bereaksi
= - 0,2160 mmol
mol NaOH total = mol NaOH yang direaksikan dengan etil asetat
mol NaOH total = [NaOH] x V NaOH
= 0,02 M x 50 mL
= 1 mmol
mol NaOH bereaksi = mol NaOH total - mol OH-sisa
= 1 mmol – (-0,2160) mmol mmol
= 1,2160 mmol
Reaksi : etil asetat (100 mL) + NaOH (100 mL) Na asetat + etil OH
Sehingga mol etil asetat mula-mula = mol NaOH bereaksi
= 1,2160 mmol
mol etil asetat mula-mula = 1,2160 mmol
Volume campuran = 100 mL
mol
Konsentrasi etil asetat mula-mula =
V campuran
1,2160 mmol
= 100 mL
= 0,0122 M (sebagai a)
Jadi, konsentrasi etil asetat mula-mula adalah 0,0122 M
6.3 Harga k dari Konsentrasi OH- yang Bereaksi pada Waktu (t)
Untuk t1 = 5 menit = 300 s
V NaOH titrasi = 10,00mL
mol OH-titrasi = V NaOH titrasi x [NaOH]
= 10,00 mL x 0,02 M
= 0,2000 mmol
mol HCl sisa = mol OH-titrasi
= 0,2000 mmol
mol HCl bereaksi = mol HCl total - mol HCl sisa
= 0,20 mmol - 0,20 mmol
= 0 mmol
mol OH-sisa = mol HCl bereaksi
= 0 mmol
mol OH-bereaksi = mol NaOH total - mol OH-sisa
= 1 mmol – 0 mmol
= 1,00 mmol
−
mol OH bereaksi
x (konsentrasi OH- bereaksi) = V campuran
1,00 mmol
= 100 mL
= 0,0100 M
x
k1 = t a ( a−x )
0 ,01 M
= 300 s0 ,0122 M ( 0,0122−0, 01 ) M
0,01
mol−1 Ls−1
= 3,66(0,0022)
0 ,01
−3
mol−1 Ls−1
= 8,052 x10
= 1,2419 mol -1 L s-1
Untuk t2 = 15 menit = 900 s
V NaOH titrasi = 10,55mL
mol OH-titrasi = V NaOH titrasi x [NaOH]
= 10,55 mL x 0,02 M
= 0,2110 mmol
mol HCl sisa = mol OH-titrasi
= 0,2110 mmol
mol HCl bereaksi = mol HCl total - mol HCl sisa
= 0,20 mmol - 0,2110 mmol
= -0,0110 mmol
mol OH-sisa = mol HCl bereaksi
= -0,0110 mmol
mol OH-bereaksi = mol NaOH total - mol OH-sisa
= 1 mmol – (-0,0110) mmol
= 1,0110 mmol
−
mol OH bereaksi
x (konsentrasi OH- bereaksi) = V campuran
1,0110 mmol
= 100 mL
= 0,0101 M
x
K2 = t a ( a−x )
0, 0101 M
= 900 s 0, 0122 M ( 0 ,0122−0 ,0101 ) M
0,0101
mol−1 Ls−1
= 10,98(0,0021)
0,01
mol−1 Ls−1
= 0,0231
= 0,4329 mol -1 L s-
Untuk t3 = 30 menit = 1800 s
V NaOH titrasi = 11,00 mL
mol OH-titrasi = V NaOH titrasi x [NaOH]
= 11,00 mL x 0,02 M
= 0,2200 mmol
mol HCl sisa = mol OH-titrasi
= 0,2200 mmol
mol HCl bereaksi = mol HCl total - mol HCl sisa
= 0,20 mmol - 0,2200 mmol
= -0,0200 mmol
mol OH-sisa = mol HCl bereaksi
= -0,0200 mmol
mol OH-bereaksi = mol NaOH total - mol OH-sisa
= 1 mmol – (-0,0200) mmol
= 1,0200 mmol
−
mol OH bereaksi
x (konsentrasi OH- bereaksi) = V campuran
1,0200 mmol
= 100 mL
= 0,0102 M
x
K3 = t a ( a−x )
0 ,0102 M
= 1800 s0 , 0122 M ( 0 ,0122−0 , 0102 ) M
0,0101
mol−1 Ls−1
= 21,96(0,0020)
0,01
mol−1 Ls−1
= 0,0439
= 0,2278 mol -1 L s-
Untuk t4 = 45 menit = 2700 s
V NaOH titrasi = 11,05 mL
mol OH-titrasi = V NaOH titrasi x [NaOH]
= 11,05 mL x 0,02 M
= 0,2210 mmol
mol HCl sisa = mol OH-titrasi
= 0,2210 mmol
mol HCl bereaksi = mol HCl total - mol HCl sisa
= 0,20 mmol - 0,2210 mmol
= -0,0210 mmol
mol OH-sisa = mol HCl bereaksi
= -0,0210 mmol
mol OH-bereaksi = mol NaOH total - mol OH-sisa
= 1 mmol – (-0,0210) mmol
= 1,0210 mmol
−
mol OH bereaksi
x (konsentrasi OH- bereaksi) = V campuran
1,0210 mmol
= 100 mL
= 0,0102 M
x
K4 = t a ( a−x )
0 ,0102 M
= 2700 s0 ,0122 M ( 0 ,0122−0 , 0102 ) M
0,0101
mol−1 Ls−1
= 32,94(0,0020)
0,0101 −1 −1
mol Ls
= 0,0659
= 0,1533 mol -1 L s-
Untuk t5 = 60 menit = 3600 s
V NaOH titrasi = 11,10 mL
mol OH-titrasi = V NaOH titrasi x [NaOH]
= 11,10 mL x 0,02 M
= 0,2220 mmol
mol HCl sisa = mol OH-titrasi
= 0,2220 mmol
mol HCl bereaksi = mol HCl total - mol HCl sisa
= 0,20 mmol - 0,2220 mmol
= -0,0220 mmol
mol OH-sisa = mol HCl bereaksi
= -0,0220 mmol
mol OH-bereaksi = mol NaOH total - mol OH-sisa
= 1 mmol – (-0,0220) mmol
= 1,0220 mmol
−
mol OH bereaksi
x (konsentrasi OH- bereaksi) = V campuran
1,0220 mmol
= 100 mL
= 0,0102 M
x
K5 = t a ( a−x )
0 ,0102 M
= 3600 s0 ,0122 M ( 0 ,0122−0 , 0102 ) M
0,0102
mol−1 Ls−1
= 43,92(0,0020 )
0,0102 −1 −1
mol Ls
= 0,0878
= 0,1162 mol -1 L s-
x
Tabel yang berisi harga a(a−x ) dengan waktu
Dimana : a = b = 0,01220
T x
x
(menit) a(a−x )
5 0,0100 M 372,5782
15 0,0101 M 394,2233
30 0,0102 M 98,0392
45 0,0102 M 98,0392
60 0,0102 M 98,0392
=
( 1, 2419+0 , 4329+0 ,2278+0
5
,1533+0 ,1162
) mol −1
. L. s−1
( 2, 1721
5 )
mol −1
.L .s−1
0,4344mol−1 . L.s−1
=
VII.PEMBAHASAN
Praktikum kali ini yaitu penentuan orde reaksi dan laju reaksi. Laju reaksi adalah
cepat lambatnya suatu reaksi berlangsung atau dapat juga dinyatakan sebagai perubahan
konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi per satuan waktu. Konsentrasi biasanya dinyatakan
dalam mol per liter. Orde reaksi adalah bilangan pangkat yang menyatakan naiknya laju
reaksi akibat naiknya reaksi. Menentukan orde reaksi dari suatu reaksi kimia pada
prinsipnya menentukan seberapa besar pengaruh perubahan konsentrasi pereaksi
terhadap laju reaksinya.tumbukan efektif merupakan tumbukan yang menghasilkan
reaksi, dan energi minimum yang diperlukan supaya reaksi dapat berlangsung disebut
energi aktifasi(Ea). Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui orde reaksi dan tetapan
laju reaksi yang terjadi pada reaksi penyabuan antara etil asetat (C 2H5COOH) dengan ion
hidroksida (OH-). Adapun reaksi yang terjadi adalah:
CH3COOC2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH
Berdasarkan reksi diatas dapat dilihat bahwa reaksi yang terlibat adalah reaksi orde
2. Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksi jika laju reaksi
merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu. Untuk mengetahui tetapan laju
reaksi pada reaksi penyabunan tersebut, dilakukan percobaan dengan menggunakan
metode titrasi yaitu titrasi asam basa. Reaksi yang akan diamati dalam percobaan kali ini
adalah reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida.
Percobaan ini dimulai dengan melakukan penimbangan, dimana massa piknometr
yang telah berisi etil asetat dikurangi dengan massa piknometer awal sehingga
memperoleh berat dari etil asetat sebesar 8,82 gram. Etil asetat kemudian diencerkan
sampai volumenya 250 mL. Dalam percobaan ini, konsentrasi awal etil asetat dengan
konsentrasi awal NaOH sama (a = b). Volume NaOH dan Etil Asetat yang dipergunakan
dalam praktikum ini juga sama yaitu 50 mL berbanding 50 mL. Larutan etil asetat 0,02
M direaksikan dengan larutan NaOH 0,02 M masing-masing sebanyak 50 mL. Larutan
etil asetat dibiarkan bereaksi dengan larutan NaOH, setelah 3 menit campuran larutan
direaksikan dengan 20 mL HCL hal itu dilakukan juga selama selang waktu 5 menit, 15
menit, 30 menit, 45menit dan 60 menit. Selama selang waktu tersebut, etil asetat akan
bereaksi dengan NaOH, dan selanjutnya setelah selang waktu yang ditentukan, NaOH
yang tersisa dalam campuran direaksikan dengan larutan HCl 0,02 M. Setelah sisa NaOH
dalam campuran dinetralkan oleh larutan HCl, maka kelebihan HCl dititrasi dengan
menngunakan basa kuat yaitu larutan NaOH 0,02. Pada titrasi Larutan NaOH bertindak
sebagai titran, sedangkan campuran yang mengandung sisa HCl sebagai titrat. Dalam
proses titrasi ditambahkan indikator fenolftalein yang berguna untuk mendeteksi titik
akhir titrasi, dimana akan terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
Proses titrasi dilakukan pada selang waktu reaksi 5, 15, 30, 45, dan 60 menit serta setelah
pemanasan (waktu tak terhingga), tujuannya untuk megetahui jumlah HCl yang telah
bereaksi dalam campuran etil asetat-NaOH pada selang waktu tersebut. Apabila terlalu
lama, maka etil asetat dalam campuran dapat menguap, sehingga volume NaOH yang
didapat dalam titrasi tidak tepat.
Pemanasan pada campuran etil asetat-NaOH setelah selang waktu 60 menit untuk
waktu tak terhingga bertujuan untuk mempercepat reaksi sehingga reaksi penyabunan
cepat selesai dan mengetahui konsentrasi awal etil asetat dalam campuran. Etil asetat
memiliki sifat yang mudah menguap, sehingga proses titrasi harus dilakukan secepat
mungkin. Demikian pula saat proses memipet maupun saat mereaksikan larutan tersebut
harus dilakukan secepat mungkin agar tidak terjadi penguapan yang dapat menurunkan
volume etil asetat. Pada proses pemanasan sebaiknya indikator PP ditambahkan setelah
dilakukan proses pemanasan, hal ini bertujuan agar dapat menunjukkan titik akhir titrasi
karena apabila PP ditambahkan sebelum pemanasan maka PP akan menguap.
Adapun volume NaOH yang diperlukan untuk menetralkan sisa HCl selama selang
waktu reaksi 5, 15, 30, 45 dan 60 menit serta setelah pemanasan (waktu tak terhingga)
secara berturut-turut adalah 10,00 mL, 10,55 mL , 11,00 mL , 11,05 mL, 11,10 mL dan
20,80 mL. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin banyak sisa asam (HCl) dalam
campuran maka volume NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam tersebut juga
semakin banyak, demikian juga apabila semakin sedikit sisa asam (HCl) dalam campuran
makan volume NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam tersebut semakin sedikit.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan data yang telah diperoleh, maka diketahui
bahwa konsentrasi etil asetat mula-mula yang akan bereaksi dengan NaOH adalah sebesar
0,0122 M. Nilai ini merupakan nilai a yang akan digunakan dalam perhitungan selanjutnya,
dimana nilai a = b. Dari perhitungan selanjutnya, diperoleh nilai x (konsentrasi OH- bereaksi)
selama selang waktu yang ditentukan yaitu berturut-turut sebesar 0,0100 M; 0,0101 M;
0,0102 M; 0,0102 M dan 0;0102 M. Dari nilai x ini dapat dihitung tetapan laju reaksi (k)
yang merupakan jumlah molar (M) konsentrasi ion OH − yang bereaksi pada waktu t. Adapun
x
nilai tetapan k ini dihitung dengan menggunakan persamaan :k = t a ( a−x ) . Dari
persamaan ini diperoleh nilai tetapan k untuk waktu 5, 15, 30, 45 dan 60 menit secara
-1
berturut-turut adalah sebesar 1,2419; 0,4329; 0,2278; 0,1533 dan 0,1162 mol L s-1.
Sehingga diperoleh nilai tetapan k rata-rata sebesar 0,4344 mol -1 L s-1 .
x
Dari perhitungan, juga diperoleh harga a(a−x ) yang nantinya dipergunakan
x
untuk membuat grafik hubungan antara a(a−x ) (sebagai ordinat) terhadap waktu
(sebagai absis) seperti yang terlihat dibawah ini.
70
60
Dalam
50 praktikum ini ada
40 beberapa faktor
yang dapat
30
mempengaruhi laju
20 reaksi antara ion
10
hidroksida dengan
etil asetat yaitu
0
372.58 394.22 98.04 98.04 98.04 konsentrasi, luas
permukaan, teori
tumbukan, waktu serta temperatur. Dengan bertambahnya suatu konsentrasi zat maka laju
reaksinya akan semakin cepat pula, sehingga waktu yang diperlukan pun lebih sedikit
dibandingkan dengan kecilnya konsentrasi suatu zat. Karena zat yang konsentrasinya
kecil atau rendah mengandung jumlah pertikel yang lebih sedikit, sehingga partikel-
partikelnya lebih renggang dibandingkan dengan zat yang konsentrasinya besar. Partikel
yang susunannya lebih renggang akan jarang bertumbukan sehingga kemungkinan terjadi
reaksi kecil. Dapat dilihat perbedaan antara larutan yang dipanaskan dan lautan yang
tidak dipanaskan atau antara yang dipengaruhi oleh konsentrasi atau temperatur. Pada
larutan yang tidak dipanaskan (dipengaruhi konsentrasi), reaksi larutan berlangsung
lambat dan laju reaksinya pun lebih kecil, sebaliknya pada larutan yang dipanaskan
(dipengaruhi oleh temperatur), reaksi larutan berlangsung dengan cepat dan laju reaksinya
pun lebih besar. Dalam melakukan percobaan laju reaksi terdapat berbagai kesalahan
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kurang teliti dalam melakukan perhitungan
waktu yang menggunakan stopwatch dan saat memanaskan larutan tidak sesuai dengan
suhu yang ditentukan.
VIII. KESIMPULAN
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yaitu luas permukaan, konsentrasi,
temperatur, waktu dan teori tumbukan.
2. Laju reaksi menyatakan ukuran kelajuan berlangsungnya reaksi kimia, dan dapat
ditentukan dengan mengukur laju berkurangnya salah satu pereaksi atau laju
terbentuknya suatu produk.
3. Reaksi penyabuan antara etil asetat (C2H5COOH) dengan ion hidroksida (OH-)
merupakan reaksi orde reaksi dua.
4. Titrasi asam basa dilakukan bertujuan untuk mengetahui tetapan laju reaksi pada
reaksi penyabunan tersebut.
5. Semakin banyak sisa asam (HCl) dalam campuran maka volume NaOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam tersebut juga semakin banyak, demikian pula
sebaliknya.
6. Konsentrasi awal etil asetat yang digunakan sebesar 0,01220 M
7. Nilai x (konsentrasi OH- bereaksi) selama selang waktu yang ditentukan yaitu
berturut-turut sebesar 0,0121 M; 0,0121 M; 0,01275 M; 0,0129 M dan 0,01298 M
8. Nilai tetapan k untuk waktu 5; 15; 30; 45 dan 60 menit secara berturut-turut adalah
sebesar 1,2419; 0,4329; 0,2278; 0,1533 dan 0,1162 mol -1 L s-1. Sehingga diperoleh
nilai tetapan k rata-rata sebesar 0,4344 mol -1 L s-1.
DAFTAR PUSTAKA
Karlohadiprodjo, Irma. 1990. Kimia Fisik Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia.
Keenan, CW. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Tim Laboratorium Kimia Fisika. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Fisika III. Bukit
Jimbaran: Jurusan Kimia F.MIPA Universitas Udayana.
LAMPIRAN
A. Jawaban Pertanyaan
1. Karena harga k konstan, maka reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida
adalah reaksi orde kedua.
2. Pada suatu sistem yang dapat mengalirkan listrik (kawat atau larutan elektrolit) akan
Δφ
memiliki tahanan,(resistance, R) yang mengikuti Hk. Ohm R= i
Pada umumnya tahanan hanya bergantung pada temperatur dan jenis media dan tidak
tergantung pada besarnya potensial dan arus yang diberikan, tahanan seperti ini
disebut sebagai tahanan yang bersifat ohmic. Beberapa tahanan dalam elektrokimia
bersifat non-ohmic, namun untuk kemudahan dalam pendekatan maka tahanan dalam
suatu sistem elektrolit dianggap bersifat ohmic. Tahanan adalah suatu besaran yang
bersifat ekstensif : karena tahanan merupakan fungsi dari ukuran (dan bentuk). Untuk
sistem yang memiliki penampang yang seragam (uniform) dapat berlaku tahanan
A
jenis, (resistivity, ρ ) yang besarnya adalah ρ=¿ R , dengan A adalah luas area, L
L
adalah panjang, dan R adalah tahanan. Tahanan jenis adalah suatu besaran yang
bersifat intensif. Pada sistem elektrolit lebih mudah bila digunakan pengertian
1
hantaran (conductance, S S= ) yang merupakan kebalikan dari tahanan, dan juga
R
hantaran jenis, (conductivity, K) yang merupakan kebalikan dari tahanan jenis.
Hantaran jenis di rumuskan sebagai
1 L
K= =
ρ RA