com
Sejauh ini kita telah mempelajari reaksi kesetimbangan. Dalam reaksi-reaksi ini, laju kedua
reaksi yang berlawanan adalah sama dan konsentrasi reaktan atau produk tidak berubah
seiring berjalannya waktu. Namun sebagian besar reaksi kimia merupakan reaksi spontan.
Reaksi ini terjadi dari kiri ke kanan hingga semua reaktan diubah menjadi produk. Reaksi
spontan mungkin lambat atau cepat. Misalnya, reaksi antara larutan natrium klorida dan
perak nitrat merupakan reaksi yang cepat. Endapan AgCl terbentuk secepat larutan AgNO3
ditambahkan ke dalam larutan NaCl. Sebaliknya, karat pada besi merupakan reaksi lambat
yang terjadi selama bertahun-tahun.
Cabang kimia Fisika yang mempelajari laju reaksi disebut Kinetika Kimia. Kajian Kinetika
Kimia meliputi :
(1) Laju reaksi dan hukum laju.
(2) Faktor-faktor seperti suhu, tekanan, konsentrasi dan katalis, yang mempengaruhi laju
reaksi.
(3) Mekanisme atau urutan langkah terjadinya reaksi.
Pengetahuan tentang laju reaksi sangat berharga untuk memahami sifat kimia suatu reaksi.
Hal ini juga sangat penting dalam memilih kondisi optimal untuk suatu proses industri
sehingga proses tersebut berjalan pada kecepatan yang memberikan hasil maksimum.
LAJU REAKSI
Laju suatu reaksi menunjukkan seberapa cepat reaksi itu terjadi. Mari kita perhatikan reaksi
sederhana
A ⎯⎯→ B
Konsentrasi reaktan A berkurang dan konsentrasi B meningkat seiring berjalannya waktu.
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk per satuan
waktu. Untuk reaksi tertentu laju reaksi mungkin sama dengan laju hilangnya A dan sama
dengan laju munculnya B.
UNIT HARGA
Laju reaksi mempunyai satuan konsentrasi dibagi waktu. Kami menyatakan konsentrasi
dalam mol per liter (mol/liter atau mol/1 atau mol 1–1) tetapi waktu dapat diberikan dalam
satuan yang sesuai, detik (s), menit (menit), jam (h), hari (d) atau mungkin bertahun-tahun.
Oleh karena itu, satuan laju reaksi mungkin
Reaksinya memang melambat seiring berjalannya waktu. Kita akan melihat bahwa tarif rata-
rata tidak selalu berguna. Mereka mencakup interval waktu yang besar di mana laju reaksi
berubah secara signifikan. Jadi, cara yang lebih baik untuk memperkirakan laju reaksi
adalah dengan membuat interval waktu sekecil mungkin.
Jadi setiap saat laju sesaat sama dengan kemiringan garis lurus yang ditarik bersinggungan
dengan kurva pada saat itu. Misalnya, pada Gambar 20.2 laju sesaat pada 10 detik adalah
0,0022 mol l–1 s–1.
HUKUM TINGKAT
Pada suhu tetap, laju reaksi tertentu bergantung pada konsentrasi reaktan. Hubungan yang
tepat antara konsentrasi dan laju ditentukan dengan mengukur laju reaksi dengan
konsentrasi reaktan awal yang berbeda. Melalui studi terhadap berbagai reaksi ditunjukkan
bahwa : laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan, setiap konsentrasi
dipangkatkan.
Jadi untuk zat A yang mengalami reaksi, laju laju ∝ [A]n atau laju = k [A]n
Untuk reaksi 2A + B ⎯⎯→ produk, laju reaksi terhadap A atau B ditentukan dengan
memvariasikan konsentrasi salah satu reaktan, menjaga konsentrasi reaktan lainnya
konstan. Jadi laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju = k [A]m [B]n ...(2)
Ekspresi seperti (1) dan (2) menunjukkan hubungan antara laju reaksi dan konsentrasi
reaktan.
Ekspresi yang menunjukkan bagaimana laju reaksi berhubungan dengan konsentrasi
disebut hukum laju atau persamaan laju.Pangkat (eksponen) konsentrasi n atau m dalam
hukum laju biasanya berupa bilangan bulat kecil (1, 2, 3) atau pecahan. Konstanta
proporsionalitas k disebut konstanta laju reaksi. Contoh hukum laju :
Dalam hukum laju ini dimana hasil bagi atau konsentrasi tidak ditampilkan, maka dipahami
sebagai 1.
Artinya [H2] 1 = [H2].
Jelaslah bahwa hukum laju suatu reaksi harus ditentukan melalui eksperimen. Hal ini tidak
bisa ditulis hanya dengan melihat persamaan tersebut dengan latar belakang pengetahuan
kita tentang Hukum Aksi Massa. Namun, untuk beberapa reaksi elementer, pangkat dalam
hukum laju mungkin sesuai dengan koefisien dalam persamaan kimia. Namun biasanya
pangkat konsentrasi dalam hukum laju berbeda dengan koefisien. Jadi untuk reaksi (4) di
atas, lajunya sebanding dengan [H2] meskipun hasil bagi H2 dalam persamaan adalah 2.
Untuk NO, lajunya sebanding dengan [NO]2 dan pangkat '2' sesuai dengan koefisien.
ORDERAN REAKSI
Orde reaksi didefinisikan sebagai jumlah pangkat konsentrasi dalam hukum laju.
Mari kita perhatikan contoh reaksi yang mempunyai hukum laju laju = k [A]m [B]n ...(1)
Orde reaksi tersebut adalah (m + n).
Orde suatu reaksi juga dapat ditentukan terhadap suatu reaktan. Jadi orde reaksi terhadap
A adalah m dan terhadap B adalah n. Orde reaksi keseluruhan (m + n) dapat berkisar dari 1
hingga 3 dan dapat berbentuk pecahan.
Reaksi dapat diklasifikasikan menurut urutannya. Jika pada hukum laju (1) di
atas m + n = 1 maka reaksi tersebut merupakan reaksi orde satu
m + n = 2, reaksi orde dua m + n = 3,
reaksi orde tiga
MOLEKULERITAS REAKSI
Reaksi kimia dapat digolongkan menjadi dua jenis:
(a) Reaksi dasar
(b) Reaksi kompleks
Reaksi elementer adalah reaksi sederhana yang terjadi dalam satu langkah. Reaksi
kompleks adalah reaksi yang terjadi dalam dua tahap atau lebih. Molekularitas Suatu Reaksi
Elementer Molekulalitas suatu reaksi elementer didefinisikan sebagai : jumlah molekul
reaktan yang terlibat dalam suatu reaksi.
Jadi molekuleritas suatu reaksi elementer adalah 1, 2, 3, dst., tergantung pada satu,
dua, atau tiga molekul reaktan yang ikut serta dalam reaksi tersebut. Reaksi elementer yang
mempunyai molekularitas 1, 2 dan 3 masing-masing disebut unimolekuler, bimolekuler, dan
termolekuler. Jadi kita punya:
(a) Reaksi unimolekular : (molekulalitas = 1) A ⎯⎯→ produk
Di sini air yang digunakan berlebih dan hukum laju dapat dituliskan
sebagai laju = k [CH3 COOH] [H2 O]
= k′ [CH3COOH]
Reaksinya sebenarnya adalah reaksi orde kedua tetapi dalam prakteknya ditemukan reaksi
orde pertama. Jadi ini adalah reaksi orde pertama semu.
(2) Hidrolisis sukrosa. Sukrosa jika dihidrolisis dengan adanya asam mineral encer
menghasilkan glukosa dan fruktosa.
C12H22O11 + H2O ⎯⎯→ C6H12O6 + C6H12O6
sukrosa (kelebihan) glukosa fruktosa
Jika terdapat air berlebih dalam jumlah besar, [H2O] praktis konstan dan hukum laju dapat
dituliskan
laju = k [C12H22O11] [H2O]
= k [C12H22O11]
Reaksi orde kedua secara eksperimental ditemukan sebagai reaksi orde pertama. Jadi itu
adalah a
Jika Vt adalah volume O2 setiap saat t dan V∞ adalah volume akhir oksigen ketika reaksi
selesai, V∞ adalah ukuran konsentrasi awal N2O5 dan (V∞ – Vt ) adalah ukuran N2O5 yang
belum terurai (a – x) tersisa pada waktu t.
Jadi, 10 2,303 log – t V kt VV ∞ ∞ =
Saat mensubstitusi nilai V∞, (V∞ – Vt ) pada interval waktu yang berbeda, t, nilai k didapat
konstan. Jadi ini adalah reaksi orde pertama. (Contoh)
(2) Penguraian H2O2 dalam larutan air. Penguraian H2O2 dengan adanya Pt sebagai
katalis merupakan reaksi orde satu.
H O H O + O 22 2 ⎯⎯Pt→
Kemajuan reaksi diikuti dengan titrasi campuran reaksi dengan volume yang sama terhadap
larutan standar KMnO4 pada interval waktu yang berbeda.
(contoh)
(3) Hidrolisis Ester. Hidrolisis etil asetat atau metil asetat dengan adanya asam mineral
sebagai katalis merupakan reaksi orde pertama.
CH3COOC2H5 + H2 O H+ ⎯⎯→ CH3 COOH + C2H5OH
etil asetat asam asetat Untuk mempelajari kinetika reaksi, etil asetat dengan volume tertentu
dicampur dengan larutan asam dalam jumlah yang relatif besar, misalnya N/2 HCl. Pada
interval waktu yang berbeda-beda, campuran reaksi yang volumenya diketahui dititrasi
dengan larutan alkali standar. Hidrolisis ester menghasilkan asam asetat. Oleh karena itu
seiring berjalannya reaksi, volume alkali yang diperlukan untuk titrasi terus meningkat.
(4) Inversi gula tebu (sukrosa). Inversi gula tebu atau sukrosa yang dikatalisis dengan
dil HCl,
+ HCHO +HOCHO 12 22 11 2 6 12 6 ⎯⎯→ + C6H12O6
D-glukosa D-fruktosa mengikuti kinetika orde pertama.
Laju reaksi diikuti dengan mencatat putaran optik campuran reaksi dengan bantuan
polarimeter pada interval waktu yang berbeda. Rotasi optik terus berubah sejak D-glukosa
memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan dan D-fruktosa ke kiri. Perubahan putaran
sebanding dengan jumlah gula yang terurai.
Misalkan putaran akhir adalah r∞, putaran awal r0 sedangkan putaran pada
sembarang waktu t adalah rt Konsentrasi awal, a adalah ∞ (r0 – r∝).
Konsentrasi pada waktu t, (a – x) adalah ∝ (rt – r∝)
Mengganti persamaan laju orde pertama,
10 2.303 = log – akt ax kita mempunyai 0 10 2.303 (–)
= log (–) trrkt rr ∝∝
Jika nilai eksperimen t (r0 – r∝) dan (rt – r∝) disubstitusikan ke persamaan di atas, maka
diperoleh nilai konstanta k.
Jelas dari hubungan ini bahwa: (1) waktu paruh reaksi orde pertama tidak bergantung pada
konsentrasi awal. (2) berbanding terbalik dengan k, konstanta laju.
Perhitungan Waktu untuk Menyelesaikan Setiap Fraksi Reaksi
Sedangkan untuk setengah perubahan, kita dapat menghitung waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan setiap fraksi reaksi. Sebagai ilustrasi, mari kita hitung waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan dua pertiga reaksi. Persamaan laju terintegrasi orde
pertama adalah
dan kita punya 1/2 0 0 1 1 – 1 [A] [A] 2 kt = atau 1/2 0 0 2 1 – [A] [A] kt = Menyelesaikan t
1/2 kita mendapatkan 1/2 0 1 [A] t = k
Seperti pada reaksi orde pertama, waktu paruh reaksi orde kedua berbanding
terbalik dengan konstanta laju k. Waktu paruh reaksi orde pertama tidak bergantung pada
konsentrasi awal, sedangkan waktu paruh reaksi orde kedua bergantung pada konsentrasi
awal. Fakta ini dapat digunakan untuk membedakan antara reaksi orde pertama dan reaksi
orde kedua.
(5) Metode Isolasi Ostwald Metode ini digunakan untuk menentukan orde reaksi rumit
dengan 'mengisolasi' salah satu reaktan sejauh pengaruhnya terhadap laju reaksi.
Misalkan reaksi yang dipertimbangkan adalah : A + B + C ⎯⎯→ produk Orde reaksi
terhadap A, B dan C ditentukan. Untuk penentuan orde reaksi terhadap A, B dan C
diambil dalam jumlah berlebih sehingga konsentrasinya tidak terpengaruh selama reaksi.
Urutan reaksi kemudian ditentukan dengan menggunakan salah satu metode yang
dijelaskan sebelumnya. Demikian pula, orde reaksi terhadap B dan C ditentukan. Jika
nA, nB dan nC masing-masing adalah orde reaksi terhadap A, B dan C, maka orde
reaksi n diberikan oleh persamaan.
(1) Molekul-molekul tersebut harus bertumbukan dengan energi kinetik yang cukup
Mari kita perhatikan reaksi A – A + B – B ⎯⎯→ 2A – BA reaksi kimia terjadi dengan memutus
ikatan antar atom molekul yang bereaksi dan membentuk ikatan baru pada molekul produk.
Energi pemutusan ikatan berasal dari energi kinetik yang dimiliki molekul-molekul yang
bereaksi sebelum tumbukan. Gambar 20.9 menunjukkan energi molekul A2 dan B2 seiring
berlangsungnya reaksi A2 + B2 → 2AB.
Gambar 20.9 juga menunjukkan energi aktivasi, Ea, yaitu energi minimum yang diperlukan
untuk menyebabkan reaksi antara molekul-molekul yang bertabrakan. Hanya molekul yang
bertumbukan dengan energi kinetik lebih besar dari Ea, yang mampu melewati penghalang
dan bereaksi. Molekul-molekul yang bertumbukan dengan energi kinetik lebih kecil sehingga
Ea gagal melewati penghalang. Tabrakan di antara mereka tidak produktif dan molekul-
molekulnya saling memantul satu sama lain.
(2) Molekul harus bertabrakan dengan orientasi yang benar
Molekul-molekul reaktan harus bertumbukan dengan orientasi yang menguntungkan (posisi
relatif). Orientasi yang benar adalah yang memastikan kontak langsung antara atom-atom
yang terlibat dalam pemutusan dan pembentukan ikatan. (Gbr. 20.10) Dari pembahasan di
atas jelas bahwa : Hanya molekul yang bertumbukan dengan energi kinetik lebih besar dari
Ea dan dengan orientasi yang benar yang dapat menimbulkan reaksi.
Teori Tumbukan dan Ekspresi Laju Reaksi Dengan mempertimbangkan dua postulat teori
tumbukan, laju reaksi untuk proses dasar. A + B ⎯⎯→ C + D diberikan oleh persamaan laju =
f × p × z di mana f = fraksi molekul yang memiliki energi yang cukup untuk bereaksi; p =
pecahan kemungkinan tumbukan dengan orientasi efektif, dan z = frekuensi tumbukan.
Telah ditemukan bahwa umumnya peningkatan suhu meningkatkan laju reaksi. Umumnya,
kenaikan suhu sebesar 10°C akan meningkatkan laju reaksi menjadi dua kali lipat.
Ketergantungan Temperatur Laju Reaksi dan Persamaan Arrhenius
Kita tahu bahwa energi kinetik suatu gas berbanding lurus dengan suhunya. Jadi ketika
suhu suatu sistem meningkat, semakin banyak molekul yang memperoleh energi yang
diperlukan lebih besar dari Ea untuk menyebabkan tumbukan produktif. Hal ini
meningkatkan laju reaksi. Pada tahun 1889, Arrhenius mengusulkan hubungan sederhana
antara konstanta laju, k, untuk suatu reaksi dan suhu sistem. – / E RT ak Ae = ...(1) Ini
disebut
Persamaan Arrhenius di mana A adalah besaran yang ditentukan secara eksperimental, Ea
adalah
REAKSI SIMULTAN
Terkadang ada beberapa reaksi samping yang menyertai reaksi kimia utama. Reaksi seperti
ini dikenal sebagai reaksi kompleks karena reaksi ini tidak terjadi dalam satu langkah.
Dengan kata lain, reaksi kompleks tersebut berlangsung dalam serangkaian langkah, bukan
satu langkah, dan laju reaksi keseluruhan sesuai dengan persamaan stoikiometri untuk
reaksi tersebut. Umumnya, jenis komplikasi berikut terjadi. (1) Reaksi yang berurutan (2)
Reaksi paralel (3) Reaksi reversibel atau reaksi berlawanan dibahas sebagai berikut: (1)
Reaksi Berurutan Reaksi yang menghasilkan produk akhir melalui satu atau lebih tahap
antara disebut reaksi berurutan. Ini juga dikenal sebagai reaksi berurutan. Dalam reaksi
seperti itu, produk yang terbentuk pada salah satu reaksi elementer bertindak sebagai
reaktan untuk beberapa reaksi elementer lainnya. Berbagai langkah reaksi dapat dituliskan
untuk reaksi keseluruhan seperti gambar di bawah ini : (reaksi)
Pada reaksi di atas produk C terbentuk dari reaktan A melalui zat antara B. Pada reaksi ini
setiap tahap mempunyai tetapan laju yang berbeda, k1 untuk tahap pertama dan k2 untuk
tahap kedua. Laju reaksi bersih atau keseluruhan bergantung pada besarnya kedua
konstanta laju ini. Konsentrasi awal dan konsentrasi setelah waktu t ditunjukkan di bawah
setiap spesies dalam reaksi yang dipertimbangkan di atas.