Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU TERHADAP LAJU REAKSI

I. TUJUAN : 1. Mengetahui pengaruh perubahan konsentrasi natrium tiosulfat (Na2S2O3) terhadap laju reaksi. 2. Mengetahui pengaruh suhu pada natrium tiosulfat (Na2S2O3) terhadap laju reaksi. 3. Menentukan orde reaksi larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3).

II. DASAR TEORI : Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Reaksi kimia ada yang berlangsung lambat dan ada yang cepat. Pada umumnya, reaksi-reaksi yang terjadi pada senyawa anorganik biasanya berlangsung secara cepat sehingga sulit dipelajari mekanisme reaksi yang terjadi. Sedangkan reaksi-reaksi pada senyawa organik berlangsung lambat. Pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi disebut kinetika kimia (Sukardjo, 1997). Kinetika kimia membahas tentang laju reaksi dan mekanisme reaksi. Laju reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi persatuan waktu. Sementara itu, mekanisme adalah serangkaian reaksi sederhana yang menerangkan reaksi keseluruhan. Laju reaksi dan mekanisme reaksi memiliki hubungan, di mana untuk mengetahui mekanisme reaksi, dipelajari perubahan laju reaksi yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi pereaksi, hasil reaksi, katalis, suhu, dan tekanan (Suardana, dkk, 2002). Misalkan untuk reaksi, A + 2B 3C laju reaksi, r, dalam bentuk diferensial dapat dinyatakan sebagai berikut:
r d [ A] 1 d [ B] 1 d [C ] atau r [ A]m [ B]n dt 2 dt 3 dt

dimana m adalah tingkat (orde) reaksi terhadap A dan n adalah orde reaksi terhadap B. m + n adalah orde reaksi total. Orde reaksi tidak selalu sama dengan koefisien reaksi, tetapi dapat berupa bilangan bulat maupun pecahan. Hal ini terjadi karena orde reaksi diturunkan dari percobaan, bukan dari persamaan stoikiometri reaksi. Dengan demikian orde reaksi dapat didefinisikan sebagai jumlah pangkat faktor konsentrasi pada persamaan laju reaksi bentuk diferensial. Laju reaksi dapat ditentukan dengan mengikuti perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi sejalan dengan waktu. Ada 2 cara untuk menentukan laju reaksi (Suardana, 2002), yaitu cara kimia dan cara fisika.

1. Pada cara kimia, konsentrasi salah satu yang terlibat dalam reaksi ditentukan dengan zat lain yang diketahui jumlahnya. Sebagai contoh laju hidrolisis ester dapat diikuti dengan mereaksikan asam yang terbentuk pada waktu-waktu tertentu dengan larutan basa standar (analisis volumetri). 2. Pada cara fisika, konsentrasi ditentukan dengan mengukur sifat fisik dan zat yang terlibat dalam reaksi, misalnya dengan mengukur tekanan, indeks bias, intensitas warna, sifat optik aktif, daya hantar, dan viskositas. Pada umumnya laju reaksi akan meningkat jika konsentrasi (molaritas) pereaksi ditingkatkan. Molaritas adalah banyaknya mol zat terlarut tiap satuan volum zat pelarut. Hubungannya dengan laju reaksi adalah bahwa semakin besar molaritas suatu zat, maka semakin cepat suatu reaksi berlangsung. Dengan demikian pada molaritas yang rendah suatu reaksi akan berjalan lebih lambat daripada molaritas yang tinggi. Hubungan antara laju reaksi dengan molaritas adalah: v = k [A]m [B]n dengan:

v = Laju reaksi k = Konstanta kecepatan reaksi m = Orde reaksi zat A n = Orde reaksi zat B Hubungan antara laju reaksi dari konsentrasi dapat diperoleh melalui data eksperimen

(Basuki, 2009). Untuk reaksi: aA + bB produk dapat diperoleh bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan [A]m dan [B]n. Ungkapan laju reaksi, r, dapat dinyatakan: r = k [A]
m

[B]n disebut hukum laju atau persamaan laju

dengan k adalah tetapan laju, m dan n masing-masing adalah orde reaksi terhadap A dan B yang dapat berupa bilangan bulat atau pecahan. Orde reaksi diperoleh secara eksperimen, tidak dapat persamaan stoikometrinya. Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Banyak hal yang mempengaruhi kecepatan reaksi biasanya kecepatan suatu reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor sekaligus dan adakalanya faktor-faktor ini saling mempengaruhi satu sama lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi adalah luas permukaan, suhu, katalis dan konsentrasi. Faktor yang dipelajari dalam praktikum ini yaitu pengaruh konsentrasi dan suhu pada laju reaksi. Konsentrasi

Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makin besar kemungkinan terjadinya tumbukan. Hal ini mengakibatkan makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi. Hubungan antara konsentrasi zat dengan laju reaksi dapat bermacam-macam. Ada reaksi yang berlangsung dua kali lebih cepat bila konsentrasi pereaksi dinaikkan dua kali dari konsentrasi sebelumnya. Ada juga reaksi berlangsung empat kali lebih cepat jika konsentrasi pereaksi dinaikkan dua kali. Untuk laju reaksi yang mengikuti persamaan: aA + bB C + D secara matematik laju reaksinya dapat dinyatakan dengan: V = k[A]m[B]n. Pangkat-pangkat pada faktor konsentrasi dalam persamaan laju reaksi disebut dengan orde reaksi. Jadi, m adalah orde terhadap zat A dan n adalah orde terhadap zat B. Disini, tidak ada hubungan antara orde reaksi dengan koefisien reaksi (a dan b) karena orde reaksi diperoleh dari eksperimen. Dalam percobaan ini akan dipelajari penentuan laju reaksi dan tetapan laju dari reaksi antara Na2S2O3 dengan HCl. Tiosulfat bereaksi dengan asam membentuk endapan kuning belerang dan gas belerang dioksida. Adapun reaksi yang terjadi antara natrium tiosulfat dengan asam adalah sebagai berikut. S2O32-(aq) + 2H3O+(aq) H2S2O3(aq) + 2H2O(l) H2S2O3(aq) 2H2O(l) + S(s) +SO2(g) Suhu Pada tahun 1889, Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empiris yang menyatakan kebergantungan konstanta laju reaksi terhadap suhu yang berlaku pada interval suhu yang tidak begitu lebar. Persamaan itu adalah sebagai berikut. k = Ae-Ea/RT k adalah konstanta laju untuk reaksi orde satu yang memiliki satuan detik. A adalah faktor frekuensi yang memiliki satuan sama dengan satuan konstanta laju, dan Ea adalah energi aktivasi. Faktor e-Ea/RT menunjukkan fraksi molekul yang memiliki energi yang melebihi energi aktivasi. Persamaan k = Ae-Ea/RT sering ditulis dalam bentuk logaritma sebagai berikut. In k = In A -

Ea RT

Plot In k sebagai fungsi 1/T akan membentuk garis lurus dengan slop memotong sumbu In k pada titik In A ( lihat Gambar 1) (Suardana, 2002)
In A In k

Ea

dan akan

Slop = -Ea/R 1/T Gambar 1. Kurva In k vs 1/T

Orde Reaksi 1. . Reaksi Orde Nol Suatu reaksi disebut orde nol terhadap pereksi jika laju reaksi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi tersebut. Untuk reaksi. A produk Persamaan laju bentuk diferensial adalah r = d[A] k[A] . Jika [A] adalah dt

konsentrasi A pada waktu tertentu dan [A]o adalah konsentrasi maka hasil integrasi persamaan di atas sebagai berikut.
A t 1

d[A] - k dt
t 0

A0

[A] [A]o = -kt atau [A] = [A]o kt Reaksi orde nol biasanya berupa reaksi heterogen yang berlangsung pada permukaan logam (seperti reaksi penguraian amonia pada katalis wolfram) atau reaksi fotokimia yang terkatalisis (reaksi fotosintesis). 2. Reaksi Orde Satu Untuk reaksi: A produk, persamaan laju dinyatakan sebagai berikut
d[A] k[A] dt

Hasil integrasi untuk memperoleh hubungan antara konsentrasi pereaksi terhadap waktu, yaitu:

A0

d[A] - k dt [A] t 0

t 1

ln [A] ln [A]0 = - kt

ln

[A] - kt [A]0

[A] = [A]0 e-kt Kurva ln [A] sebagai fungsi waktu atau [A] sebagai fungsi waktu untuk reaksi orde satu dapat dilihat pada gambar 2. Apabila yang ingin ditentukan adalah konsentrasi produk pada waktu tertentu, maka penurunan rumus di atas harus diubah sebagai berikut. Misalkan konsentrasi awal [A]0 dari pada waktu t tertentu, x mol reaktan diubah menjadi produk. Persamaan laju reaksinya adalah sebagai berikut.

d[A] dx k ([A]0 - x) dt dt
[A ] Slop = -k

ln[A]

t (a) (b) Gambar 2. Kurva (a) ln [A] vs t dan (b) [A] vs t untuk reaksi orde pertama Dengan menyusun dengan mengintegrasikan persamaan diperoleh
xt

d[A] dx k ([A]0 - x) akan dt dt

dx k dt ([A]0 - x) x 0 0

- ln ([A]0 x) + ln [A]0 = kt
[A] 0 e -kt [A] 0 - x

Kurva hubungan ln dilihat pada gambar 2.

[A]0 1 terhadap waktu , t dan ln terhadap waktu, dapat [A]0 x [A]0 x

Ao ln Ao x
Slop = k

ln

1 Ao x
Slop = k

t (a) Gambar 2. (a) Kurva t (b)

ln

Ao 1 vs t dan (b) kurva ln Ao x Ao x

Reaksi orde satu meliputi peluruhan radioaktif (juga bersifat unimolekuler) dan reaksi-reaksi berikut. 2 N2O5(g) 4 NO2(g) + O2(g) (tidak unimolekuler) CH2 CH2 CH2 CH2 2 C2H4(g) (reaksi unimolekuler)

Suatu besaran yang penting dalam reaksi orde satu adalah waktu paruh (t ) dari suatu reaksi. Waktu paruh adalah adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi reaktan menjadi setengah dari konsentrasi semula. Waktu paruh untuk reaksi orde pertama adalah sebagai berikut.
ln 2 t1 2 k

3. Reaksi Orde Dua Untuk reaksi orde dua, yaitu (i) reaksi orde dua yang hanya melibatkan satu jenis pereaksi dan (ii) reaksi orde dua yang melibatkan dua jenis pereaksi. 4. Reaksi Orde Tiga Suatu reaksi orde tiga dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi : A+B+C produk Penentuan Orde Reaksi Ada dua cara utama penentuan orde reaksi, yaitu : (a) Cara Diferensial (b) Cara Integral

Cara Diferensial Dalam metode diferensial laju diukur secara langsung dengan penentuan slop/lereng

pada kurva konsentrasi pereaksi terhadap waktu, dan analisis dilakukan untuk mengetahui ketergantungan slop terhadap konsentrasi pereaksi. Metode ini pertama kali disarankan oleh Vant Hoff tahun 1884. Untuk satu jenis pereaksi, persamaan laju reaksi, r, dalam bentuk diferensial dapat dinyatakan sebagai berikut. r = k [A]n Agar mendapatkan persamaan garis lurus, persamaan di atas menjadi bentuk logaritma, yaitu: ln r = ln k + n ln [A] Plot r vs ln [A] memberikan garis lurus dengan slop n dan intersep pada ln c = 0 adalah ln k. Hal ini tampak pada gambar di bawah : Untuk lebih dari satu jenis pereaksi, penentuan orde reaksi dapat dilakukan dengan cara isolasi dan cara laju awal. Pada cara isolasi, hanya salah satu pereaksi dibuat berubahubah sementara yang lain dibuat tetap (dibuat berlebih). Sedangkan cara laju awal, laju reaksi diukur pada konsentrasi awal yang berbeda-beda. (i) Cara Isolasi Untuk reaksi, A+B produk, maka persamaan laju dalam bentuk diferensial adalah sebagai berikut : r = k[A]m[B]n ln r = ln k + m ln [A] + n ln [B] Apabila [A] berlebih maka perubahan [A] sangat kecil dan dapat diabaikan, sehingga [A] dianggap tetap. Plot ln r terhadap [B] akan memberikan garis lurus dengan slop sama dengan harga n. Ini dapat dilihat pada gambar di bawah : Di pihak lain, apabila [B] jauh lebih besar dari [A] maka perubahan [B] sangat kecil dan dapat diabaikan sehingga [B] dianggap tetap. Plot ln r terhadap ln [A] akan memberikan garis lurus dengan slop sama dengan harga m. Hal ini tampak pada gambar di bawah : (ii) Cara Laju Awal Untuk reaksi : A+B produk, persamaan laju dalam bentuk diferensial adalah sebagai berikut : r = k[A]m[B]n ln r = ln k + m ln [A] + n ln [B]

Untuk memperoleh nilai m dan n maka dilakukan dengan cara mengukur laju reaksi awal yang berbeda-beda. Konsentrasi awal A, [A]o pertama-tama dibuat tetap sementara konsentrasi awal B, [B]o dibuat berubah-ubah. Jika dibuat kurva laju reaksi awal terhadap konsentrasi awal B, maka akan diperoleh garis lurus dengan slop sama dengan n. Untuk mendapatkan nilai m maka dilakukan hal yang sebaliknya yaitu konsentrasi awal B dibuat tetap sedangkan konsentrasi awal A dibuat berubah-ubah. Cara Integral Cara ini merupakan coba-coba dengan jalan mencocokkan persamaan laju bentuk integral dengan data percobaan yaitu data konsentrasi dan waktu. Dalam hal ini, yang dihitung adalah harga k. Sebelum cara ini digunakan, perlu dilakukan perkiraan terhadap orde reaksinya. Untuk reaksi orde satu dan dua harga k dapat dihitung dari persamaan berikut :
[ A] o 1 Orde satu, k ln t [ A]o x

1 x Orde dua, k ln t [ A]o([ A]o x)


Harga [A]o adalah konstan tetapi harga ([A]o x) bergantung pada waktu. Jika harga k yang diperoleh dari berbagai waktu adalah konstan misalnya dari persamaan reaksi orde satu, maka orde reaksinya adalah orde satu.

Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika Jilid I. Jakarta: Erlangga Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid Satu. Alih bahasa Muhamad Abdulkadir, dkk. Jakarta: Erlangga. Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Retug, Nyoman dan Dewa Sastrawidana. 2004. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. Singaraja: IKIP N Singaraja.

Anda mungkin juga menyukai