Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi.

Proses itu ada yang lambat dan ada yang cepat. Contohnya bensin terbakar lebih
cepat dibandingkan dengan minyak tanah. Ada reaksi yang berlangsung sangat
cepat, seperti membakar dinamit yang menghasilkan ledakan, dan yang sangat
lambat adalah seperti proses berkaratnya besi. Pembahasan tentang kecepatan
(laju) reaksi disebut kinetika kimia. Dalam kinetika kimia ini dikemukakan cara
menentukan laju reaksi dan faktor apa yang mempengaruhinya (Syukri,1999).
Kinetika reaksi merupakan cabang ilmu kimia yang membahas tentang laju
reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Laju (kecepatan) reaksi dinyatakan
sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi terhadap satuan waktu.
Laju rekasi suatu reaksi kimia dapat dinyatakan dengan persamaan laju reaksi.
Ada beberapa alasan mengenai pentingnya mempelajari kinetika kimia,
diantaranya adalah sebagai jalan untuk memahami lebih dalam sifat dari sistem
reaksi, untuk memahami bagaimana pemutusan ikatan kimia dan terbentuknya
ikatan kimia yang baru, dan untuk memperkirakan energi dan kestabilan suatu
produk. Di samping itu, kinetika suatu reaksi harus diketahui jika kita ingin
merancang peralatan untuk menghasilkan reaksi yang baik pada skala keteknikan.
Kinetika juga merupakan teori dasar yang penting dalam proses pembakaran dan
pelarutan serta melengkapi proses perpindahan massa dan perpindahan panas, dan
memberikan masukan pada metode pemecahan masalah fenomena laju dalam
studi yang lain.
Selain itu pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksi
berguna dalam mengontrol reaksi yang berlangsung cepat, seperti pembuatan
amoniak dari nitrogen dan hidrogen, atau dalam pabrik menghasilkan zat tertentu
yang kadangkala diperlambat laju reaksinya, seperti pada proses mengatasi

berkaratnya besi, memperlambat pembusukan makanan oleh bakteri, dan


sebagainya.
1.2

Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh suhu

dan perubahan konsentrasi terhadap laju reaksi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Laju Reaksi
Laju atau kecepatan didefinisikan sebagai jumlah suatu perubahan tiap
satuan waktu. Laju reaksi adalah kecepatan (laju) berkurangnya pereaksi (reaktan)
atau terbentuknya produk reaksi. Dapat dinyatakan dalam satuan mol/L atau
atm/s. Laju reaksi dipelajari karena pentingnya kemampuan untuk mengetahui
kecepatan campuran reaksi yang mendekati kesetimbangan (Kahar, 2005).
Laju reaksi kimia terlihat dari perubahan konsentrasi molekul reaktan atau
konsentrasi molekul produk terhadap waktu. Laju reaksi tidak tetap melainkan
berubah terus menerus seiring dengan perubahan konsentrasi (Chang, 2005).
2.2 Faktor-faktor yang memepengaruhi laju reaksi.
Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
2.2.1 Konsentrasi
Konsentrasi adalah banyaknya zat terlarut di dalam sejumlah pelarut.
Semakin banyak zat terlarut, maka akan semakin besar pula konsentrasi
larutan. suatu larutan dengan konsentrasi tinggi mengandung partikel yang
lebih banyak, jika dibandingkan dengan larutan dengan konsentrasi yang
lebih rendah. Pada konsentrasi tinggi, memungkinkan tumbukan yang
terjadi akan lebih banyak, sehingga membuka peluang semakin banyak
tumbukan efektif yang menyebabkan laju reaksi menjadi lebih cepat.
Akibatnya, hasil reaksi akan lebih cepat terbentuk (Petrucci, 1987).
2.2.2 Suhu.
Peningkatan suhu meningkatkan fraksi molekul yang memiliki energi
melebihi

energi

aktivasi.

Frekuensi

tumbukan

meningkat

dengan

meningkatnya suhu, dan diharapkan hal tersebut sebagai faktor untuk


mempercepat suatu reaksi kimia (Petrucci, 1987).
2.2.3 Luas permukaan
Luas permukaan memiliki peranan yang penting dalam laju reaksi. Apabila
semakin kecil luas permukaan, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi
antar partikel, sehingga laju reaksi semakin lambat. Begitupun sebaliknya.
Karakteristik kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu
semakin halus kepingan itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan
untuk bereaksi (Oxtoby, 2001).
2.2.4 Katalis
Katalis ialah zat yang mengambil bagian dalam reaksi kimia dan
mempercepatnya, tetapi ia sendiri tidak mengalami perubahan kimia yang
permanen. Jadi, katalis tidak muncul dalam persamaan kimia secara
keseluruhan, tetapi kehadirannya sangat mempengaruhi hukum laju,
memodifikasi, dan mempercepat lintasan yang ada, atau lazimnya, membuat
lintasan yang sama sekali baru bagi kelangsungan reaksi. Katalis
menimbulkan efek yang nyata pada laju reaksi, meskipun dengan jumlah
yang sangat sedkit. (Oxtoby, 2001)
2.2.5 Sifat zat yang bereaksi.
Semakin reaktif sifat dari pereaksi maka laju reaksi akan semakin
bertambah atau reaksi berlangsung semakin cepat. (Petrucci, 1987).
2.2.6 Tekanan.
Tekanan sangat berpengaruh terhadap laju reaksi. Laju reaksi akan
bertambah dengan mengaktifkan tekanan. Tekanan menyebabkan molekul
tersebut semakin cepat dalam mengalami tumbukan.

2.3 Persamaan Arhenius.


Persamaan Arrhenius mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara
energi aktivasi dengan konstanta laju reaksi

sesuai dengan persamaan yang

diusulkan oleh arrhenius pada tahun 1889 :


k =A . e

Ea
RT

k = konstanta laju reaksi


A = faktor frekuensi
Ea = energi aktivasi
Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :
ln k =ln A

Ea 1

R T

Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering


disimbolkan dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan
laju reaksi dapat dianalisis dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien
(Ea/RT) dan intersep ln A (Tim Dosen Kimia Fisik : 2013).
2.4 Energi aktivasi (Ea)
Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi
yang disuplai dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi
(dalam kimia, disebut juga sebagai energi permulaan). Pada reaksi endoterm
ataupun eksoterm, keduanya memiliki energi aktivasi yang positif, karena keadaan
transisi kompleks memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan.
(Castellan, 1982).
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi
kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E
menotasikan energi dan a yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata
aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia membutuhkan tambahan
energi untuk dapat berlangsung (Vogel,1994).
5

Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut :


a) suhu
Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan
peningkatan suhu sebesar 10oC. Hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat
ganda.
b) Faktor frekuensi
Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang
kecil. Perlu dilihat bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama
atau lebih dari energi aktivasi.
c) Katalis
Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi
aktivasi yang lebih rendah (Castellan , 1982).
Dalam reaksi endoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan
dan sebagainya disuplai dari luar sistem. Pada reaksi eksoterm, yang
membebaskan energi, ternyata juga membutuhkan suplai energi dari luar untuk
mengaktifkan reaksi tersebut. (Atkins,1999).
2.5 Orde reaksi.
Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi, reaksi yang
berlangsung dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut
orde reaksi nol. Reaksi orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi
tunggal dalam hukum laju, dan konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan
yang paling umum dari hukum laju reaksi orde dua adalah konsentrasi tunggal
berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing berpangkat satu. Salah satu
metode penentuan orde reaksi memerlukan pengukuran laju reaksi awal dari
sederet percobaan. Metode kedua membutuhkan pemetaan yang tepat dari fungsi
konsentrasi pereaksi terhadap waktu. Untuk mendapatkan grafik garis lurus
(Hiskia, 1992).

BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
3.1

Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Gelas ukur 25 ml dan 50 ml


Stopwatch
Gelas kimia 100 ml
Gelas kimia 500 ml
Termometer 0-100oC
Hot Plate
Tabung reaksi
Pipet tetes
Spatula

masing-masing 1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah

3.1.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. HCl 1 M
2. Na2S2O3 0,04; 0,035; 0,030; 0,025; 0,020; 0,015; dan 0,010 M

3.2

Prosedur Percobaan

3.2.1 Pengaruh Konsentrasi


1. Larutan Na2S2O3 0,040 M dalam 50 ml H2O dibuat.
2. Larutan Na2S2O3 0,040 M diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan
kedalam gelas ukur besar serta diletakkan di atas kertas yang diberi tanda
silang hitam.
3. Diukur suhu larutan Na2S2O3 sebelum direaksikan dengan HCl.
4. Dibuat larutan HCl 1 M dalam 50 ml H2O.

5. Sebanyak 2 ml HCl 1 M ditambahkan kedalam larutan Na 2S2O3 dan tepat


6.

ketika penambahan dilakukan, stopwatch dihidupkan.


Pengamatan dilakukan dan dicatat waktu sampai tanda silang hitam

menjadi kabur.
7. Diukur suhu larutan Na2S2O3 sesudah reaksi, dan dijaga suhunya agar suhu
sesudah reaksi sama dengan suhu sebelum reaksi.
8. Langkah 1-7 diulang untuk variasi konsentrasi Na 2S2O3 0,035; 0,030;
0,025; 0,020; 0,015; dan 0,010 M
3.2.2 Pengaruh Suhu.
1. Dibuat larutan Na2S2O3 0,025 M dalam 250 ml H2O.
2. Larutan Na2S2O3 0,025 M sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam gelas
kimia.
3. Sebanyak 2 ml HCl 1 M diukur, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, yang
selanjutnya diletakkan di dalam gelas kimia, gelas kimia dan tabung reaksi
tersebut diletakkan di atas penangas air pada suhu 35C. Dibiarkan
beberapa lama sampai mencapai suhu kesetimbangan, suhunya diukur
dengan termometer dan hasilnya dicatat
4. Diukur suhu larutan Na2S2O3 sebelum direaksikan dengan HCl.
5. HCl ditambahkan ke dalam larutan Na2S2O3 tersebut, pada saat yang
bersamaan hidupkan stopwatch. Waktu yang dibutuhkan sampai tanda
silang hitam menjadi kabur dicatat.
6. Diukur suhu larutan Na2S2O3 sesudah reaksi, dan dijaga suhunya agar suhu
sesudah reaksi sama dengan suhu sebelum reaksi.
7. Langkah 2 sampai dengan langkah 6 diulangi untuk variasi suhu yang
berbeda yaitu 40C, 45C, 50C, 55C dan 60C.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengolahan Data.
8

Tabel 4.1 Hasil pengolahan data perhitungan orde reaksi dan konstanta laju reaksi.
Konstanta laju reaksi (L.mol-1s-1)
Orde reaksi
1,517 10-1

Na2S2O3

HCl

0,629

Total
1,629
2

Tabel 4.2 Hasil pengolahan data energi aktivasi (Ea) dan nilai faktor frekuensi
(A).
Energi aktivasi, Ea (J/mol)

15547,18

Faktor frekuensi, A (-)

3,206

4.2 Pembahasan.
Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisika yang mempelajari laju reaksi
dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi tersebut, serta pada akhirnya
tentang mekanisme reaksi, yaitu analisis tentang suatu reaksi yang menjadi
rangkaian (tahap-tahap) reaksi dasar (Kahar, 2005).
Reaksi kimia berlangsung dengan laju yang berbeda-beda. Ada yang cepat
ada yang lambat. Laju atau kecepatan didefinisikan sebagai jumlah suatu
perubahan tiap satuan waktu. Laju reaksi adalah kecepatan (laju) berkurangnya
pereaksi (reaktan) atau terbentuknya produk reaksi. Dapat dinyatakan dalam
satuan mol/L atau atm/s. Laju reaksi dipelajari karena pentingnya kemampuan
untuk mengetahui kecepatan campuran reaksi yang mendekati kesetimbangan
(Kahar, 2005).
Laju reaksi hanya dapat berlangsung bila partikel-partikel dalam larutan
saling bertumbukan. Menurut teori tumbukan sederhana, laju reaksi didasarkan
pada jumlah tumbukan per satuan volume per satuan waktu dan molekul-molekul
yang bertumbukan harus mempunyai energi yang cukup (Energi Aktivasi)
sebelum molekul-molekul tersebut dapat diubah menjadi produk (Azizah, 2004).

Laju reaksi bergantung pada beberapa faktor, yaitu: konsentrasi, tekanan,


temperatur, luas permukaan/bidang sentuh partikel, katalis, suhu, pengadukan dan
jenis zat yang bereaksi/sifat alami pereaksi (Sukardjo, 1985).
Berdasarkan judul praktikum maka dalam percobaan ini hanya akan ditinjau
pada dua faktor, yaitu konsentrasi dan suhu.
4.2.1 Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi.
Konsentrasi adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi.
Konsentrasi merupakan perbandingan jumlah zat terlarut terhadap jumlah larutan.
Jalannya reaksi akan berlangsung cepat pada awal reaksi dan akan semakin lambat
setelah waktu tertentu, dan akan berhenti pada waktu yang tak terhingga.
Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi dapat dilihat pada Gambar 4.1.

0.03
0.02
0.02
1/Waktu ( s-1)

0.01
0.01
0
0.01 0.01 0.02 0.02 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05
Konsentrasi Na2S2O3 (M)

Gambar 4.1 Hubungan konsentrasi terhadap laju reaksi


Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu
larutan maka laju reaksi yang dihasilkan semakin cepat. Pada konsentrasi natrium
thiosulfat (Na2S2O3) 0,01; 0,015; 0,020; 0,025; 0,030; 0,035; dan 0,040 M
dihasilkan laju reaksi masing-masing 0,00833; 0,011111; 0,01281; 0,014085;
0,01664; 0,018399; 0,020517 s-1. dinyatakan bahwa konsentrasi lar

10

Dari data yang diperoleh dapat utan berbanding lurus dengan laju reaksi.
Hal ini disebabkan semakin besar konsentrasi pereaksi (Na 2S2O3) maka partikelpartikel yang tersusun lebih rapat jika dibandingkan dengan zat yang
konsentrasinya rendah. Partikel yang susunannya rapat akan sering bertumbukan
dibandingkan dengan partikel yang susunannya renggang. Sehingga kemungkinan
terjadinya reaksi semakin besar.
4.2.2 Orde reaksi dan nilai k
Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi. Reaksi yang
berlangsung dengan konstan disebut reaksi orde nol. Reaksi orde pertama lebih
sering disebut dengan orde berpangkat satu. Sedangkan orde reaksi dua adalah
konsentrasi tunggal berpangakat dua atau dua konseentrasi masing-masing
berpangakat satu (Hiskia,1987).
Hubungan kuantitatif antara konsentrasi pereaksi dan laju reaksi dapat
ditentukan berdasarkan persamaan

V =k [ A ] [ B]

. Dari hubungan ini dapat

ditentukan konstanta laju reaksi (k) dan orde reaksinya dengan menurunkan
persamaan tersebut menjadi:
V =k [Na 2 S 2 O 3 ]m [HCl]n .
Dikarenakan konsentrasi HCl adala 1 M, maka :
V =k [Na2 S 2 O3 ]m [1]n .
V =k [Na2 S 2 O3 ]m [1]
[ Na2 S 2 O3 ]
log V =log k +m log
[ Na2 S2 O3]
1
log =log k +m log
t
y=a+bx

11

Berdasarkan persamaan diatas, dapat dibuat grafik hubungan log konsentrasi

Na2S2O3 sebagai sumbu x dan

log

1
t

sebagai sumbu y seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 4.2.

-2.1

-2

-1.9

-1.8

-1.7

-1.6

-1.5

0
-1.4 -1.3
-0.5
-1

Log 1/Waktu
-1.5
f(x) = 0.63x - 0.82
R = 0.99

-2
-2.5

Log CA

Gambar 4.2. Hubungan log CA terhadap log

1
t .

Berdasarkan Gambar 4.2 diperoleh persamaan garis linear yaitu y = 0,629x 0,819. Dari persamaan ini dapat ditentukan nilai konstanta laju reaksi (k) dan orde
reaksi, yaitu:
[ Na2 S 2 O3 ]+ log k
1
log =m log
t
1
log =0,629 x0,819
t

log k =0,819

k =0,1517

12

1,517 101
Orde reaksi terhadap Na2S2O3

slope(m)
0,629

Pada percobaan ini tidak dilakukan variasi konsentrasi HCl dan konsentrasi
HCl yang digunakan adalah 1 M, sehinggan orde reaksi terhadap HCl dapat
diasumsikan berilai 1. Orde reaksi total merupakan penjumlahan orde reaksi
terhadap Na2S2O3 dan orde reaksi terhadap HCl, sehingga:
Orde reaksi total m+ n
0,629+1

1,629

Laju reaksi dapat ditulis:


V =k [Na2 S 2 O3 ]m [HCl]n .
1

0,629

V =1,517 10 [Na2 S 2 O3 ]

[HCl ] .

4.2.3 Pengaruh suhu terhadap laju reaksi.


Selain konsentrasi, laju reaksi juga dipengaruhi oleh suhu. Dengan kenaikan
suhu molekul-molekul menjadi lebih mudah bertumbukan dengan danpak yang
lebih besar, karena molekul tersebut bergerak lebih cepat, yang memiliki energi
yang cukup untuk bereaksi (Arbetty,1983).
Hubungan suhu terhadap laju reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

13

0.01
0.01
0.01
0.01
1/Waktu (detik-1) 0.01
0
0
0
305

310

315

320

325

330

335

Suhu (K)

Gambar 4.3 Hubungan suhu terhadap terhadap laju reaksi


Dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu larutan maka laju reaksi yang
dihasilkan semakin besar. Pada suhu 308; 313; 318; 323; 328; 333 K dengan
konsentrasi yang sama yaitu: 0,025 M dihasilkan laju reaksi masing-masing
0,007246; 0,008333; 0,00885; 0,01; 0,010526; 0,011628 s-1. Dari data yang
didapat menyatakan kenaikan suhu larutan berbanding lurus dengan laju reaksi.
Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu maka energi kinetik zat-zat yang
bereaksi akan semakin besar sehingga reaksi yang berlangsung akan semakin
cepat.
4.2.4 Energi aktivasi (Ea) dan faktor frekuensi (A)
Energi yang diperlukan untuk menghasilkan tumbukan yang efektif disebut
energi pengaktifan. Energi kinetik molekul-molekul tersebut tidaklah sama, ada
yang besar dan ada yang kecil. Oleh karena itu, pada suhu tertentu ada molekulmolekul yang bertumbukan secara efektif dan ada yang bertumbukan secara tidak
efektif, sehingga ada tumbukan yang menghasilkan reaksi kimia dan ada yang
tidak menghasikan reaksi kimia (Azizah,2004).

14

ln

Untuk hubungan antara

1
t

terhadap 1/suhu (K-1) dapat dilihat pada

Gambar 4.4.
1.5
0.5
-0.5 0

-1.5

ln 1/t

-2.5
-3.5
-4.5

f(x) = - 1870.68x + 1.16


R = 0.99

-5.5
1/T (K-1)

Gambar 4.4 Hubungan 1/suhu (K-1) terhadap ln laju reaksi (1/t)


Dapat dilihat bahwa persamaan linear yang diperoleh yaitu y = -1870,x +
1,165. Dari persamaan linear tersebut dapat diperoleh nilai energi aktivasi (Ea)
dan nilai faktor frekuensi (A). Persamaan linear tersebut berasal dari :
Ea
RT

k =A . e

Dimana : V =k [ Na2 S 2 O3 ] [HCl]

V =k [Na2 S 2 O3 ]m [1]1 .
V =k [Na2 S 2 O3 ]m
k=

V
[Na2 S 2 O 3 ]m

Sehingga,

V
=A.e
m
[Na 2 S 2 O3 ]

Ea
RT

15

V = A [Na 2 S 2 O 3 ]m . e

Ea
RT

ln V =ln A [ Na2 S 2 O3 ]m + ln e

Ea
RT

1
Ea 1
m
ln =ln A [ Na2 S 2 O3 ]
.
t
R T
y=b +ax
Maka

Ea
R

merupakan slope dari persamaan linear dimana R adalah

ketetapan gas 8,314 J/mol.K, sehingga didapat nilai Ea:


a=

1870=

Ea
R
Ea
J
8,314
.K
mol

Ea=1554,18

J
mol

Jadi harga energi aktivasi (Ea) dari Na2S2O3 untuk bereaksi dengan HCl
sebesar 15547,18 J/mol.
ln A=b

ln A=1,165
A=3,206

Maka nilai faktor frekuensi (A) yang didapat adalah : 3,206


4.2.5 Kesalahan yang terjadi pada praktikum.
Pada praktikum Pengaruh Suhu dan Konsentrasi terhadap Kecepatan
Reaksi ini terjadi ketidaksesuain hasil yang didapat dengan teori yang ada.
Kesalahan yang terjadi yaitu kecepatan reaksi Na2S2O3 konsentrasi 0,025 M pada

16

suhu 35oC lebih kecil daripada suhu 30oC. Sedangkan berdasarkan teori, jika suhu
reaksi dinaikkan maka reaksi akan berlangsung lebih cepat. Kesalahan ini terjadi
karena

kekurangtelitian

praktikan

dalam

melakukan

praktikum,

seperti

ketidakcermatan ketika mengamati berlangsungnya reaksi antara Na 2S2O3 dengan


HCl.

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka didapat beberapa
kesimpulan sebagai berikut:

17

1. Konsentrasi berbanding lurus dengan laju reaksi, sehingga semakin tinggi


konsentrasi maka laju reaksi akan semakin cepat.
2. Berdasarkan grafik hubungan antara log CA terhadap log 1/t diperoleh nilai
konstanta laju reaksi (K) sebesar 0,1517 L.mol-1.s-1. Nilai orde reaksi
terhadap Na2S2O3 adalah 0,629, dan nilai orde reaksi terhadap HCl
diasumsikan 1, karena tidak dilakukan variasi konsentrasi terhadap HCl,
sehingga orde reaksi totalnya sebesar 1,629 atau dibulatkan menjadi 2
(1,629 2).
3. Suhu berbanding lurus dengan laju reaksi, sehingga jika suhu larutan
dinaikkan maka laju reaksi akan semakin meningkat pua.
4. Berdasarkan grafik hubungan antara 1/T terhadap ln 1/t diperoleh nilai
energi aktivasi (Ea) yaitu sebesar 15547,18 J/mol dan faktor frekuensi
sebesar 3,206.

DAFTAR PUSTAKA

Arbetty, R.A. 1983. Kimia Fisika. Erlangga: Jakarta


Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. Edisi ke-2. Erlangga: Jakarta
18

Azizah, U. 2004. Laju reaksi. Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta

Castellan, GW. 1982. Physichal Chemistry. Third Edition. General Graphic


Services: New York

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti. Edisi Ketiga Jilid 2.
Erlangga: Jakarta
Hiskia, R. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jilid 2. Erlangga:
Jakarta
Kahar, A. 2005. Laju Reaksi dan Mekanisme Reaksi Kimia. Universitas
Mulawarman: Samarinda
Oxtoby, dkk. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Edisi Keempat Jilid 1.
Erlangga: Jakarta
Petrucci, R. H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jilid 2.
Erlangga: Jakarta
Tim Dosen Kimia Fisik. 2012. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Jurusan
Kimia FMIPA UNNES: Semarang

Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran


(EGC): Jakarta

19

LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.1 Menentukan massa Na2S2O3 0,04 M dalam 250 ml H2O.

M=

m 1000

mr
V

0,04=

m 1000

158 250

0,04=

m1000
39500

m 1000=1580
m=1,580 gram

A.2 Menentukan massa Na2S2O3. 5H2O 0,04 M dalam 250 ml H2O


n Na 2 S2 O3=n Na 2 S2 O3 .5 H 2 O
m Na2 S 2 O3 m Na2 S2 O3 . 5 H 2 O
=
mr Na 2 S2 O3 mr Na2 S 2 O3 .5 H 2 O
m Na2 S 2 O3 .5 H 2 O
1,580 gram
=
158 gram/mol
248 gram/mol
m Na2 S 2 O 3 .5 H 2 O=2,48 gram

A.3 Menentukan Volume HCl untuk membuat Larutan HCl 1 M dalam 50 ml


larutan

20

M=

10
mr

37 1,19 10
36,5

12,06 M

A.4 Menentukan berbagai konsentrasi Na2S2O3.


A.4.1 Konsentrasi 0,035 Na2S2O3 dalam 50 ml larutan.
M 1 V 1 =M 2 V 2
0,04 M V 1=0,035 M 50 ml
V 1=43,75ml

A.4.2 Konsentrasi 0,030 Na2S2O3 dalam 50 ml larutan.


M 1 V 1 =M 2 V 2
0,04 M V 1=0,030 M 50 ml
V 1=37,5 ml

A.4.3 Konsentrasi 0,025 Na2S2O3 dalam 50 ml larutan.


M 1 V 1 =M 2 V 2
0,04 M V 1=0,025 M 50 ml
V 1=31,25 ml

21

A.4.4 Konsentrasi 0,020 Na2S2O3 dalam 50 ml larutan.


M 1 V 1 =M 2 V 2
0,04 M V 1=0,020 M 50 ml
V 1=25 ml

A.4.5 Konsentrasi 0,015 Na2S2O3 dalam 50 ml larutan.


M 1 V 1 =M 2 V 2
0,04 M V 1=0,015 M 50 ml
V 1=18,75 ml
A.4.6 Konsentrasi 0,010 Na2S2O3 dalam 50 ml larutan.
M 1 V 1 =M 2 V 2
0,04 M V 1=0,010 M 50 ml
V 1=12,5 ml

A.5 Menghitung orde reaksi dan konstanta reaksi dari konsentrasi Na2S2O3.
V =k [Na 2 S 2 O 3 ]m [HCl]n
m

V =k [Na2 S 2 O3 ]

log V =log{k [ Na2 S2 O3 ] }

22

[ Na2 S 2 O3 ]
log V =log k +m log
[ Na2 S2 O3]
1
log =log k +m log
t
y=a+bx

y=0,629 x0,819
log k =0,819

k =0,1517 L. mol1 s1
m=0,629
Orde reaksi total: 0,629+1=1,629 2

Persamaan akhir laju reaksi berdasarkan orde dan konstanta reaksi yang
didapat dari persamaan adalah:
0,629

V =1,517 10 [Na 2 S 2 O3 ]

[HCl ]

A.6. Perhitungan pengaruh suhu terhadap laju reaksi.


V =k [Na2 S 2 O3 ]m
k=

V
[Na2 S 2 O 3 ]m
Ea

k =A . e RT
V
=A.e
[Na 2 S 2 O3 ]m

Ea
RT

23

V = A [Na 2 S 2 O 3 ]m . e

Ea
RT

ln V =ln A [ Na2 S 2 O3 ]m + ln e
m

ln V =ln A [ Na2 S 2 O3 ]

V dinyatakan sebagai

1
t

Ea
RT

Ea 1
.
R T

, sehingga:

1
Ea 1
ln =ln A [ Na2 S 2 O3 ]m
.
t
R T
1 Ea 1
m
ln =
+ln A[ Na2 S2 O3 ]
t
R
T
y=ax+b
y=1870 x+1,165

ln k =ln A

a=

Ea 1

R T

Ea
R

1870=

Ea
J
8,314
.K
mol

Ea=15547,18
Ea=15547,18

J
mol

ln A=b

24

ln A=1,165
A=3,206

LAMPIRAN B
GRAFIK

0.03
0.02
0.02
1/Waktu ( s-1)

0.01
0.01
0
0.01 0.01 0.02 0.02 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05
Konsentrasi Na2S2O3 (M)

Grafik B.1 Hubungan konsentrasi terhadap laju reaksi

25

-2.1

-2

-1.9

-1.8

-1.7

-1.6

-1.5

0
-1.4 -1.3
-0.5
-1

Log 1/Waktu
-1.5
f(x) = 0.63x - 0.82
R = 0.99

-2
-2.5

Log CA

Grafik B.2. Hubungan log CA terhadap log

1
t .

0.01
0.01
0.01
0.01
1/Waktu (detik-1) 0.01
0
0
0
305

310

315

320

325

330

335

Suhu (K)

1
Grafik B.3 Hubungan suhu (T) terhadap terhadap laju reaksi ( t ).

26

1.5
0.5
-0.5 0
ln 1/t

-1.5
-2.5
-3.5
-4.5

f(x) = - 1870.68x + 1.16


R = 0.99

-5.5
1/T (K-1)

Grafik B.4 Hubungan 1/suhu (K-1) terhadap ln laju reaksi (1/t)

LAMPIRAN C
GAMBAR

C.1 Foto pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi.

27

(a)

(b)

Gambar C.1 Pengaruh laju reaksi pada konsentrasi Na2S2O3 0,040 M sebelum
direaksikan (a) dan sesudah direaksikan dengan HCl.

(a)

(b)

Gambar C.2 Pengaruh laju reaksi pada konsentrasi Na2S2O3 0,035 M sebelum
direaksikan (a) dan sesudah direaksikan dengan HCl.

28

(a)

(b)

Gambar C.3 Pengaruh laju reaksi pada konsentrasi Na2S2O3 0,030 M sebelum
direaksikan (a) dan sesudah direaksikan dengan HCl (b).

(a)

(b)

Gambar C.4 Pengaruh laju reaksi pada konsentrasi Na2S2O3 0,025 M sebelum
direaksikan (a) dan sesudah direaksikan dengan HCl (b).

29

(a)

(b)

Gambar C.5 Pengaruh laju reaksi pada konsentrasi Na2S2O3 0,020 M sebelum
direaksikan (a) dan sesudah direaksikan dengan HCl (b).

Gambar C.6 Pengaruh laju reaksi pada konsentrasi Na2S2O3 0,015 M sesudah
direaksikan dengan HCl.

30

(a)

(b)

Gambar C.7 Pengaruh laju reaksi pada konsentrasi Na2S2O3 0,010 M sebelum
direaksikan (a) dan sesudah direaksikan dengan HCl (b).

C.2 Foto pengaruh suhu terhadap laju reaksi.

Gambar C.8 Larutan Na2S2O3 0,025 M sebelum direaksikan dengan HCl

31

(a)

(b)

Gambar C.9. HCl 1 M pada suhu 35oC (a) dan Na2S2O3 0,025 M setelah
direaksikan dengan HCl suhu 35oC (b).

(a)

(b)

Gambar C.10 HCl 1 M pada suhu 40 oC (a) dan Na2S2O3 0,025 M setelah
direaksikan dengan HCl suhu 40oC (b).

32

(a)

(b)

Gambar C.11 HCl 1 M pada suhu 45oC (a) dan Na2S2O3 0,025 M setelah
direaksikan dengan HCl suhu 45oC (b).

(a)

(b)

Gambar C.12 HCl 1 M pada suhu 50oC (a) dan Na2S2O3 0,025 M setelah
direaksikan dengan HCl suhu 50oC (b).

33

(a)

(b)

Gambar C.13 HCl 1 M pada suhu 55oC (a) dan Na2S2O3 0,025 M setelah
direaksikan dengan HCl suhu 55oC (b).

(b)
Gambar C.14 HCl 1 M pada suhu 60oC (a) dan Na2S2O3 0,025 M setelah
direaksikan dengan HCl suhu 60oC (b).

34

Anda mungkin juga menyukai