Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

PENGUKURAN LAJU REAKSI

Nama : Munawaroh
NIM : 1622230031
Kelompok : 4 (empat)

Asisten : Sholeha
Dosen : Pandu Jati Laksono, M.Pd.

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2018
I. Judul Praktikum
Pengukuran Laju Reaksi
II. Tanggal Praktikum
Praktikum Pengukuran Laju Reaksi dilaksanakan pada Jum’at, 20 April 2018.
III. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat memahami reaksi dekomposisi Hidrogen Peroksida/(reaksi
antara Mg/CaCO3 dengan HCl).
2. Mahasiswa dapat mengukur volume gas yang dihasilkan.
3. Mahasiswa dapat menghitung laju reaksi awal pembentukan suatu gas.
4. Mahasiswa dapat menghitung laju reaksi rata-rata pembentukan suatu gas dari
awal sampai akhir reaksi.
5. Mahasiswa dapat menghitung laju reaksi rata-rata pembentukan suatu gas
dengan selang waktu tertentu.
6. Mahasiswa dapat menghitung laju reaksi rata-rata pembentukan suatu gas
pada waktu tertentu.
IV. Dasar Teori
A. Pengertian laju reaksi
Menurut (Atkins, 1999), laju reaksi adalah laju penurunan reaktan
(pereaksi) atau laju bertambahnya produk (hasil reaksi). Laju reaksi ini juga
menggambarkan cepat lambatnya suatu reaksi kimia, sedangkan reaksi kimia
merupakan proses mengubah suatu zat (pereaksi) menjadi zat baru yang
disebut sebagai produk. Reaksi kimia digambarkan seperti pada bagan
berikut.
Beberapa reaksi kimia ada yang berlangsung cepat. Natrium yang
dimasukkan ke dalam air akan menunjukkan reaksi hebat dan sangat cepat,
begitu pula dengan petasan dan kembang api yang disulut. Bensin akan
terbakar lebih cepat daripada minyak tanah. Namun, ada pula reaksi yang
berjalan lambat. Proses pengaratan besi, misalnya, membutuhkan waktu
sangat lama sehingga laju reaksinya lambat. Cepat lambatnya proses reaksi
kimia yang berlangsung dinyatakan dengan laju reaksi (Horale, Mika, &
Parning, 2005).
Laju reaksi atau kecepatan reaksi menyatakan banyaknya reaksi kimia
yang berlangsung per satuan waktu. Laju reaksi menyatakan molaritas zat
terlarut dalam reaksi yang dihasilkan tiap detik reaksi. Perkaratan besi
merupakan contoh reaksi kimia yang berlangsung lambat, sedangkan
peledakan mesiu atau kembang api adalah contoh reaksi yang cepat (Unggul,
2004).
Setiap molekul yang bergerak memiliki energi kinetik, semakin cepat
gerakannya, semakin besar pula energi kinetiknya. Ketika molekul-molekul
bertumbukan, sebagian besar dari energi kinetiknya diubah menjadi energy
vibrasi. Jika energi kinetik awalnya besar, molekul yang bertumbukan akan
bergetar kuat sehingga memutuskan beberapa ikatan kimianya. Putusnya
ikatan merupakan langkah pertama ke pembentukan produk. Jika energi
kinetik awalnya kecil, molekul hanya akan terpental, tetapi masih utuh. Dari
segi energi, ada semacam energi minimum yang harus dicapai agar terjadinya
reaksi. energi tersebut adalah energi aktivasi (Atkins, 1999).
Ukuran jumlah zat dalam reaksi kimia umumnya dinyatakan sebagai
konsentrasi molar atau Kemolaran (M) sehingga dapat dinyatakan juga
bahwa laju reaksi menyatakan berkurangnya konsentrasi pereaksi untuk
setiap satuan waktu atau bertambahnya jumlah hasil reaksi setiap satuan
waktu.
B. Molaritas sebagai Satuan Konsentrasi dalam Laju Reaksi
Menurut (Waldjinah, 2012), molaritas menyatakan jumlah mol zat
dalam 1 L larutan, sehingga molaritas yang dinotasikan dengan M, dan
dirumuskan sebagai berikut.
M = n/V

Keterangan :
M = molaritas
n = jumlah mol dalam satuan mol atau mmol
V = volume dalam satuan L atau mL

C. Rumus laju reaksi


Menurut (Unggul, 2004), laju reaksi kimia bukan hanya sebuah teori,
namun dapat dirumuskan secara matematis untuk memudahkan
pembelajaran. Pada reaksi kimia: A → B, maka laju berubahnya zat A
menjadi zat B ditentukan dari jumlah zat A yang bereaksi atau jumlah zat B
yang terbentuk per satuan waktu. Pada saat pereaksi (A) berkurang, hasil
reaksi (B) akan bertambah. Perhatikan diagram perubahan konsentrasi
pereaksi dan hasil reaksi pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram perubahan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi.

Berdasarkan gambar tersebut, maka rumusan laju reaksi dapat kita


definisikan sebagai:
a. berkurangnya jumlah pereaksi (konsentrasi pereaksi) per satuan waktu.
b. bertambahnya jumlah produk (konsentrasi produk) per satuan waktu.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
Berikut ini Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi menurut
(Waldjinah, 2012), sebagai berikut:
1. Konsentrasi Pereaksi
Konsentrasi memiliki peranan yang sangat penting dalam laju
reaksi, sebab semakin besarkonsentrasi pereaksi, maka tumbukan yang
terjadi semakin banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat.
Begitu juga, apabila semakin kecil konsentrasi pereaksi, maka semakin
kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun
semakin kecil.
2. Suhu
Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila
suhu pada suatu rekasi yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan
partikel semakin aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin
sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu
diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin
kecil.
3. Tekanan
Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan
dari pereaksi seperti itu juga dipengaruhi tekanan. Penambahan tekanan
dengan memperkecil volume akan memperbesar konsentrasi, dengan
demikian dapat memperbesar laju reaksi.
4. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada
suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu
sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi
ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat
atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang
dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan
dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang
dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
5. Luas Permukaan Sentuh
Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting
dalam laju reaksi, sebab semakin besar luas permukaan bidang sentuh antar
partikel, maka tumbukan yang terjadi semakin banyak, sehingga
menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil
luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi
antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik
kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus
kepingan itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi;
sedangkan semakin kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu yang
dibutuhkan untuk bereaksi.
E. Sifat-sifat katalis
Sifat-sifat katalis menurut (Horale, Mika, & Parning, 2005), sebagai berikut :
1. Katalis tidak mengalami perubahan yang kekal dalam reaksi, tetapi
mungkin terlibat dalam mekanisme reaksi.
2. Katalis mempercepat laju reaksi,tetapi tidak mengubah perubahan entalpi
reaksi.
3. Katalis mengubah mekanisme reaksi dengan menyediakan tahap-tahap
yang mempunyai energi pengaktifan lebih rendah.
4. Katalis mempenyai aksi spesifik, artinya hanya dapat mengatalis
suatureaksi tertentu.
5. Katalis hanya diperlukan dalam jumlah sedikit.
6. Katalis dapat diracuni oleh zat tertentu.
F. Orde reaksi
Dalam bidang kinetika kimia, orde reaksi suatu substansi (seperti
reaktan, katalis atau produk) adalah banyaknya faktor konsentrasi yang
mempengaruhi kecepatan reaksi. Untuk persamaan laju reaksi ) ([A], [B], ...
adalah konsentrasi), orde reaksinya adalah x untuk A dan y untuk B. Orde
reaksi secara keseluruhan adalah jumlah sum x + y + .... Perlu diingat bahwa
orde reaksi seringkali tidak sama dengan koefisien stoikiometri. Contohnya,
reaksi kimia antara raksa (II) klorida dengan ion oksalat:
Persamaan laju reaksinya adalah
r = k[HgCl2]1[C2O42−]2
Dalam contoh ini, orde reaksi reaktan HgCl2 adalah 1 dan orde reaksi
ion oksalat adalah 2; orde reaksi secara keseluruhan adalah 1 + 2 = 3. Orde
reaksi di sini (1 dan 2) berbeda dengan koefisien stoikiometrinya (2 dan 1).
Orde reaksi hanya bisa ditentukan lewat percobaan. Dari situ dapat ditarik
kesimpulan mengenai mekanisme reaksi. Di sisi lain, reaksi dasar memiliki
orde reaksi yang sama dengan koefisien stoikiometri untuk setiap reaktan.
Orde reaksi secara keseluruhan (jumlah koefisien stoikiometri reaktan) selalu
sama dengan molekularitas reaksi dasar. Orde reaksi untuk setiap reaktan
seringkali memiliki angka positif, tetapi ada pula orde reaksi yang negatif,
berupa pecahan atau nol (Waldjinah, 2012).
V. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Gelas ukur 25 mL
2. Erlenmeyer
3. Sumbat gabus
4. Pipa kaca bengkok
5. Gelas ukur 250 mL
6. Statif
7. Klem
8. Plastik
9. Karet gelang
10. Stopwatch
11. Baki
B. Bahan
1. Sepotong pita magnesium (bisa diganti dengan CaCO3/(H2O2 tanpa
digunakan HCl))
2. HCl 1 M
3. Air keran
VI. Prosedur Percobaan
A. HCl + Pita Magnesium

Pipa kaca bengkok/sedang

- Dihubungkan ke

Gelas ukur Erlenmeyer

- Diisi - diisi

90 ml air 15 HCl + Pita Magnesium

- Dimasukkan

Baki berisi 8 cm air

- amati
Perubahan volume gas H2
Amati
tiap 10 detik
B. HCl + CaCO3 (Kalsium Karbonat)

Pipa kaca bengkok/sedang

- Dihubungkan ke

Gelas ukur Erlenmeyer

- Diisi - diisi

90 ml air 15 HCl + CaCO3


CuCO3
- Dimasukkan

Baki berisi 8 cm air

- amati
Perubahan volume gas H2
Amati
tiap 10 detik
VII. Hasil Pengamatan
Tabel 1. HCl + Pita Magnesium (Mg)
No Waktu (detik) Volume (mL)
1. 10 90
2. 20 90
3. 30 90
4. 40 90

Tabel 2. HCl + CaCO3


No Waktu Volume
1. 10 90
2. 20 90
3. 30 90
4. 40 90

VIII. Reaksi dan Perhitungan


A. Reaksi
1. Pita Magnesium + asam klorida
Mg(s) + 2HCl(aq) → MgCl2(aq) + H2(g)
2. Kalsium karbonat + asam klorida
CaCO3 (aq) + HCl (aq)→ CaCl2 (aq) + CO2 (g) + H2O (l)
IX. Pembahasan
Pada percobaan kami mengenai pengukuran laju reaksi dengan
menggunakan pita magnesium (Mg) dan juga Asam Klorida (HCl). Pita
magnesium dimasukkan ke dalam larutan asam klorida menghasilkan gas
hidrogen yang bisa kita lihat dari hasil reaksi.
Mg(s) + 2HCl(aq) → MgCl2(aq) + H2(g)
Dari reaksi itu didapatkan gas H2 (hidrogen) ketika kita masukkan pita
magnesium pada larutan HCl. Larutan HCl yang digunakan tidak dalam berbagai
konsentrasi sehingga tidak bisa menjelaskan secara jelas mengenai pengaruh
konsentrasi pada percepatan laju reaksi. Pada percobaan yang kami lakukan ini
tidak berhasil, volume dari awal sembialn puluh ml ketika sudah dimasukkan pita
magnesium (Mg) volume tetap tidak berubah samapi ke empat puluh detik
terakhir volume tetap sembilan puluh ml.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat dimungkinkan karena sumbat
gabus yang digunakan tidak rapat atau tidak benar-benar menutupi erlenmeyer
secara baik. Dapat terjadi juga karena gabus yang digunakan bukanlah sterofoam
yang kami gunakan dalam praktikum ini, namun menggunakan gabus yang tebal,
seperti gabus tv, kulkas, dan lain sebagainya.
Kesalahn ini juga bisa dikarenakan antara lubang pada gabus untuk
meletakkan selang tidak rapat atau ada yang belum tertutupi sehingga percobaan
yang dilakukan tidak ada perubahan sama sekali. Hal ini juga bisa terjadi karena
selang yang digunakan terlalu panjang, juga bisa dikarenakan selangnya terjetit
diantara gelas ukur yang sebelumnya dibalikkan.
Ketika dimasukkan pita magnesium pada larutan HCl (Asam Klorida), pita
magnesium perlahan-lahan hilang, pada percobaan kami pita magnesium habis
atau hilang pada menit ke lima. Pada percobaan ini gagal, sehingga kami
memutuskan untuk melakukan percobaan dengan menggunakan Kalsium
Karbonat (CaCO3).
Pada percobaan menggunakan Kalsium Karbonat kami mereaksikannya
dengan Asam Klorida (HCl). Asam Klorida yang digunakan juga volume dan
kosentrasinya sama yang digunakan pada percobaan yang pertama. Pada
percobaan yang kedua ini ketika Kalsium Karbonat (CaCO3) dimasukkan ke
dalam larutan HCl (Asam Klorida), banyak sekali gelembung-gelembung yang
dihasilkan. Sayangnya percobaan ini juga gagal.
Keggagalan pada percobaan ini juga bisa dikarenakan ketika memasukkan
Kalsium Karbonat (CaCO3) ke dalam larutan HCl (Asam Klorida), itu tidak
dilakukan dengan cepat karena menggunakan gelas arloji sehingga
memasukkannya lebih lambat, jika kita antisipasi dengan menggunakn kertas
bisa langsung cepat pergerakan untuk memasukkannya ke dalam larutan Asam
Klorida, sehingga gas yang dihasilkan juga tidak terbuang.
Selaim dikarenakan hal itu juga, dikarenakan sumbat gabus yang baru lebih
longgar jadi tidak benar-benar menutupi erlenmeyer, sehingga gas yang
dihasilkan tidak terhubung sempurna pada selang di gelas ukur. Kemungkinan
yang lain juga bisa dikarenakan selang terlalu panjang atau selang yang terjepit
pada gelas ukur.
Pada percobaan ini pita magnesium (Mg) hilang secara perlahan-lahan, hal
ini dikarenakan ketika pita Magnesium (Mg) bereaksi dengan Asam Klorida
(HCl) akan terjadi reaksi eksoterm atau pelepasan kalor, yang menyebabkan
adanya rasa panas pada erlenmeyer dan gelas ukur bagian bawah. Yang kita
ketahui pita Magnesium (Mg) termasuk ke dalam jenis logam dan Asam Klorida
(HCl) termasuk larutan asam, sehingga ketika pita magnesium dimasukkan ke
dalam HCl akan meleleh/larut secara perlahan-lahan.
Dari reaksi antara larutan HCl (Asam Klorida) dan Kalsium Karbonat
(CaCO3) dihasilkan gas karbon dioksida, dapat dilihat dari reaksi.
CaCO3 (aq) + HCl (aq)→ CaCl2 (aq) + CO2 (g) + H2O (l)
Pada reaksi tersebut jelas terlihat terbentunya gas karbon dioksida pada
reaksi antara larutan HCl (Asam Klorida) dan Kalsium Karbonat (CaCO3), dan
juga uap air. Pada percobaan kami juga awalnya ketika direaksikan banyak
gelembung yang dihasilkan namun lama kelamaan berubah kembali menjadi uap
air (H2O).
Dari percobaan satu dan juga percobaan dua. Gelembung yang dihasilkan
ketika direaksikan lebih banyak reaksi antara larutan HCl (Asam Klorida) dan
Kalsium Karbonat (CaCO3), dibandingkan dengan reaksi antara larutan HCl
(Asam Klorida) dan pita Magnesium (Mg). Hal ini dikarenakan konsentrasi dari
reaksi Kalsium Karbonat (CaCO3), lebih besar dari konsentrasi reaksi Mg
(Magnesium) sehingga, gelembung yang dihasilkan lebih banyak, seperti yang
kita ketahui bahwa konsentrasi mempengaruhi laju reaksi. Di sini terlihat jelas
pengaruh konsentrasi pada percobaan ini. Hal ini disebabkan semakin
besarkonsentrasi pereaksi, maka tumbukan yang terjadi semakin banyak,
sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin
kecil konsentrasi pereaksi, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar
partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil.
X. Kesimpulan
1. Semakin tinggi suhu larutan, laju reaksinya semakin cepat dan sebaliknya.
2. Semakin tinggi konsentrasi suatu zat berarti semakin banyak molekul-molekul
dalam setiap satuan luas ruangan, akibatnya tumbukan antar molekul sering
terjadi dan reaksi berlangsung semakin cepat.
3. Semalin halus ukuran kepingan zat padat, semakin luas permukaannya,
sehingga semakin cepat laju reaksinya.
4. Dari hasil pengamatan dan percobaan, hal-hal yang dapat mempengaruhi laju
reaksi antara lain: suhu, konsentrasi zat dan luas permukaan suatu zat padat.
XI. Daftar Pustaka
Atkins, P. (1999). Kimia Fisika Jilid 1. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Horale, Mika, & Parning. (2005). Kimia. Jakarta: Yudistira.

Unggul, S. (2004). Kimia SMA. Surakarta: Erlangga.

Waldjinah. (2012). Kimia SMA. Jakarta: Intan Pariwara.


DAFTAR GAMBAR

NO GAMBAR NO KETERANGAN
1. 3.

Gelembung yang dihasilkan Pengukuran volume air pada gelas


ketika 15 mL HCl + CuCO3 ukur ketika dibalikkan
2. 4.

Erlenmeyer dihubungkan Menghitung perubahan volume

dengan gelas ukur pada setiap menit ketika

menggunakan pipa

Anda mungkin juga menyukai