Anda di halaman 1dari 19

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Fisik II dengan judul “Penentuan Orde


Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi” disusun oleh :
nama : Amelia Kartika
NIM : 18130420020
Kelas/kelompok : Pendidikan Kimia B / I (satu)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka
dinyatakan diterima.

Makassar, November 2020


Koordinator Asisten , Asisten,

Nurul Annisa Fitri Sulfiah Nur


NIM. 1713141003 NIM. 1713142004

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Suriati Eka Putra, S.Si.,M.Si


NIP. 19880305 2012122 002
A. JUDUL PERCOBAAN
Penentuan Orde Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi

B. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida adalah
reaksi orde dua.
2. Menentukan tetapan laju reaksi penyabuanan etil asetat oleh ion hidroksida
dengan cara titrasi.

C. LANDASAN TEORI
Bidang Kimia yang mengkaji kecepatan atau laju terjadinya reaksi kimia
dinamakan Kinetika Kimia. Kata “Kinetik” menyiratkan gerakan atau perubahan.
Energi kinetik dapat didefinisikan sebagai energi yang tersedia karena gerakan
suatu benda. Di sini, kinetika merujuk pada laju reaksi yaitu perubahan
konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu (M/s).Dapat diketahui bahwa
suatu rekasi dapat dinyatakan dengan suatu persamaan umum yaitu
Reaktan Produk
Persamaan ini memberitahukan bahwa , selama berlangsungnya suatu reaksi,
molekul reaktan bereaksi sedangkan molekul produk terbentuk. Sebagai hasilnya,
dapat mengamati jalannya reaksi dengan cara memantau menurunnya konsentrasi
reaktan atau meningkatnya konsentrasi produk (Chang, 2005: 30).
Laju suatu reaksi kimia di dalam larutan encer sebanding dengan
konsentrasi berbagai macam pereaksi yang masing-masingnya dipangkatkan
dengan jumlah mol pereaksi di dalam persamaan kimia yang setara. Hal ini
kedengarannya mudah dan memang demikian. Dalam praktiknya, laju suatu reaksi
kimia hanya bergantung pada beberapa konsentrasi dan jumlah perpangkatan
konsentrasi ini diistilahkan dengan orde reaksi. Hal ini dikarenakan reaksi kimia
terjadi dalam beberapa langkah atau tahap (disebut mekanisme) dan laju
keseluruhan reaksi sering ditentukan oleh laju tahap yang paling lambat (disebut
tahap penentu laju), laju reaksi secara keseluruhannya tidak dapat melebihi laju
dari tahap yang paling lambat tersebut. Suatu contoh, jika laju reaksi kimia hanya
bergantung pada konsentrasi senyawa A, dapat dituliskan sebagai:
Laju α[ A ]
Jika laju reaksi bergantung pada konsentrasi A dan B atau konsentrasi A yang
dikuadratkan dapat dituliskan sebagai

laju α [ A ][ B ] atau Laju α[ A ] 2


Dan reaksinya merupakan orde dua (Cairns, 2008:195-196).
Kinetika reaksi orde dua terjadi bila laju reaksi sebanding terhadap kuadrat
konsentrasi dari reagen tunggal, r= k [A]2 atau juga sebanding terhadap hasil kali
konsenrasi dua reaktannya, r= k[A] [B] dimana pangkat konsentrasi A B adalah
satu (Arryanto, Yateman. 2009:53).
Reaksi orde kedua ialah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi
salah satu reaktan dipangkatkan dua atau pada kosentrasi dua reaktan berbeda
yang masing-masing dipangkatkan satu. Jenis yang paling sederhana melibatkan
hanya satu molekul reaktan,
A Produk
Dengan
Δ[ A ]
Laju =−
Δt
Dari hukum laju
Laju = k[A]2
Seperti sebelumnya kita dapat menentukan satuan k dengan menuliskan
laju M/detik
k= = =1/M .detik
[ A ]2 M2
(Chang, 2005: 41).
Laju reaksinya adalah orde satu untuk masing-masing pereaksi dan orde
dua untuk keseluruhan. Persamaan laju integral yang berguna dapat diperoleh
melalui proses yang serupa pada penurunan persamaan sebagai berikut :

dx
=k (a−x )2
dt
Oleh karena itu,
dx
∫ (a−x)2 =∫ k dt
Maka,
1
+c=kt
(a−x)
Pada t = 0 , x = 0, oleh karena itu, 1/a + c = 0 dan c = -1/a dan memberikan
1 1
− =kt
(a−x ) a
Persamaan diatas adalah persamaan garis lurus jenis y – c= mx, sehingga plot
1/(a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus dengan kemiringan k, dan intersep
pada sumbu vertikal 1/a. Persamaan umum orde dua juga dapat diturunkan untuk
reaksi jenis A + B produk ketika [A] tidak sama dengan [B], tapi dapat
dilakukan pengaturan konsentrasi pereaksi agar menjadi sama. Istilah k sekali lagi
merupakan tetapan laju reaksi tetapi pada proses orde dua, k memiliki dimensi
konsentrasi/ waktu. Hubungan antara waktu paruh dan tetapan laju reaksi orde
dua, k untuk reaksi yang kosentrasi awal pereaksinya sama dapat diperoleh
dengan mensubstitusikan t = t1/2 (Cairns, 2008:200).
Suku k ialah konstanta laju (rate constant) yaitu konstantsa kesebandingan
antara laju reaksi dan konsentrasi reaktan. Persamaan ini disebut dengan hokum
laju (rate law) yaitu persamaan yang menghubungkan laju reaksi dan konstanta
laju dan konsentrasi reaktan. Dari konsentrasi reaktan dan laju awal, kita dapat
menghitung konstanta laju. Untuk reaksi umum dengan jenis
Aa + Bb Cc + Dd
Hukum lajunya berbentuk
Laju = k[A]X[B]Y
Jika kita mengetahui nilai k, x dan y serta konsentrasi A dan B dapat
menggunakan hukum laju untuk menghitung laju reaksi. Jumlah dari pangkat-
pangkat setiap kosentrasi reaktan yang ada dalam hukum laju disebut orde reaksi
keseluruhan. Orde reaksi selalu ditentukan oleh konsentrasi reaktan dan tidak
pernah oleh konsentrasi produk (Chang, 2005: 34).
Prinsip yang mendasari semua ilmu kinetika adalah hokum aksi massa
yang diperkenalkan. Hukum ini menyatakan bahwa reaksi kimia (yaitu kecepatan
reaksi, atau secara sederhana, seberapa cepat reaksinya) sebanding dengan massa
aktif senyawa yang bereaksi. Massa aktif merupakan suatu istilah yang rumit
untuk ditentukan, tetapi untungnya, jika larutan yang diujikan merupakan larutan
encer, massa aktif dapat digantikan dengan konsentrasi, yang jauh lebih mudah
untuk ditangani. Jika konsentrasi zat terlarut lebih besar dari kira-kira 0,1 mol/l,
akan terjadi interaksi yang signifikan di antara molekul-molekul zat-zat terlarut
atau ion-ion. Pada kasus seperti ini, konsentrasi efektif dan konsentrasi terukur
tidak sama, dan lebih baik menggunakan aktivitas pada konsentrasi suatu larutan
yang memiliki konsentrasi encer (Cairns, 2008: 195).
Molekul A yang diubah menjadi molekul B dapat ditunjukkan dengan
persamaan sebagai berikut:
A B
Δ [ A] Δ[ B ]
− atau laju=
Laju= Δt Δt

Dengan Δ [ A ] dan Δ [ B] adalah perubahan kosentrasi dalam molaritas

selama waktu Δt . Karena kosentrasi A menurun selama selang waktu tersebut.


Perubahan konsentrasi A merupakan kuantitas negatif. Laju reaksi adalah
kuantitas positif sehingga tanda minus diperlukan dalam rumus laju agar lajunya
positif. Sebaliknya,laju pembentukan produk tidak memerlukan tanda minus
sebab perubahan kosentrasi B adalah kuantitas positif (konsentrasi B meningkat
seiring waktu) (Chang, 2005: 30).
Dengan cara yang sama, laju reaksi rerata diperoleh dengan membagi
perubahan kosentrasi reaktan atau produk dengan interval waktu terjadinya reaksi
jarak yang ditempuh perubahan lokasi
kecepatan rerata= =
waktu tempuh perubahan waktu
perubahan konsentrasi
laju reaksi rerata=
perubahan waktu
Jika kosentrasi diukur dalam mol/liter dan waktu dalam satuan detik maka laju
reaksi mempunyai satuan mol/L/s/ . Laju sesaat suatu reaksi diperoleh dengan
menganggap waktu yang sangat kecil. Sewaktu Δt mendekati laju menjadi
kurva maka dapat ditulis persamaannya terhadap waktu. Sekali lagi pangkat m
dan n tidak berasal dari koofisien dalam persamaan dasar reaksi yang
bersangkutan melainkan harus diteatpkan secara eksperimen dan biasanya berupa
bilangan bulat atau pecahan. Pangkat m dan n menyatakan orde reaksi sama saja
seperti kasus sederhana yang melibatkan satu konsentrasi dalam hukum laju.
Misalnya, reaksi yang baru ini disebut memiliki orde ke m untuk A berarti bahwa
perubahan kosentrasi A sebesar faktor tertentu menghasilkan perubahan laju
sebesar faktor tersebut dipangkatkan m. reaksi tadi mempunyai orde n untuk B
sehingga orde reaksi keseluruhan menjadi m + n (Oxtoby, 2001: 416 & 420).
Orde reaksi dalam kinetika kimia, urutan reaksi berkenaan dengan zat
yang diberikan (seperti reaktan, katalis atau produk) didefinisikan sebagai indeks
atau eksponen, dimana istilah konsentrasi dalam persamaan laju dinaikkan. Urutan
reaksi adalah hubungan antara konsentrasi reaktan , produk dan laju reaksi. Ini
memberikan detail tentang stoikimetri langkag penentuan laju raksi dalam
keseluruhan reaksi. Suatu reaksi dapat memiliki lebih dari satu urutan tergantung
pada konsentrasi reaktan yang berbeda tetapi urutan reaksi harus dalam kisaran
(+3,-3). Ini menunjukkan bahwa sejauh mana konsentrasi reaktan
mempengaruhi laju reaksi serta komponen mana yang memiliki efek
tertinggi (Mukhtar, dkk, 2017: 4).
Ada sejumlah variabel yang mempengaruhi laju reaksi, yang utamanya
adalah sebagai berikut: Konsentrasi, paling sedikit ada satu reaktan dalam suatu
reaksi. Untuk terbentuknya suatu produk akibat reaksi katalisis atau autokatalisis.
Adakala suatu produk boleh menghambat suatu reaksi, hal ini tidak diinginkan,
karena reaksi tidak menyajikan hasil yang sempurna. Kondisi Fisika, yaitu suhu
dan tekanan mempengaruhi laju reaksi. Keduaduanya biasanya dijaga konstan
Intensitas Radiasi, yaitu sinar matahari atau sinar lampu juga dapat mempengaruhi
laju reaksi. Sifat-Sifat Pelarut, yaitu laju reaksi tergantung dari kepolaran pelarut,
viskositas, jumlah donor elektron, dan sebagainya. Penambahan suatu elektrolit
dapat memperkecil atau menaikkan suatu laju reaksi (pengaruh garam), dan
demikian pula adanya buffer (Siregar, 2008: 11-12).
Proses ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ekstrak etil asetat daun
adalah dengan metode ekstraksi maserasi menggunakan pelarut etil asetat teknis
dengan perbandingan simplisia dengan pelarut adalah 1:5. Proses maserasi
dilakukan dengan bantuan ultrasonikator selama 15 menit. Proses pengadukan
dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan proses difusi pelarut kedalam simplisia
dan dilakukan dalam waktu yang relatif singkat (Rochmat, 2017: 18).
Pada proses pembuatan sabun, digunakan jenis alkali KOH. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu lama waktu pengadukan dan jumlah alkali
yang digunakan. Waktu pengadukannya yaitu 30 menit, 40 menit, dan 50 menit.
Jumlah alkali yang digunakan yaitu 15 ml, 20 ml, 25 ml,dan 30 ml dan yang
ditinjau pada penelitian ini adalah kinetika reaksi kimia yang terjadi pada
saponifikasi (Naomi, 2013:45).
D. ALAT DAN BAHAN
1. 1 Alat
a. Erlenmeyer bertutup asah 250 mL 8 buah
b. Erlenmeyer 250 mL 5 buah
c. Erlenmeyer 500 mL 1 buah
d. Buret 50 mL 2 buah
e. Gelas kimia 250 mL 1 buah
f. Gelas kimia 100 mL 1 buah
g. Gelas ukur 10 mL 1 buah
h. Botol semprot 1 buah
i. Pipet tetes 1 buah
j. Termometer 110oC 1 buah
k. Pipet volume 5 mL 1 buah
l. Pipet volume 20 mL 1 buah
m. Pipet volume 25 mL 1 buah
n. Stopwatch 1 buah
o. Ball pipet 1 buah
p. Statif 2 buah
q. Klem 2 buah
r. Batang pengaduk 1 buah
s. Lap kasar 1 buah
t. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,02 M
b. Larutan etil asetat (CH3COOC2H5) 0,02 M
c. Larutan asam klorida (HCl) 0,02 M
d. Indikator phenolptalein (PP)
e. Aquades (H2O)
f. Label
g. Tissu

E. PROSEDUR KERJA
1. Sebanyak 15 mL larutan NaOH 0,02 M dan 15 mL larutan CH3COOC2H5
masing-masing dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL bertutup asa
yang berbeda.
2. Sebanyak 10 mL HCl 0,02 M dimasukkan pada 6 buah labu erlenmeyer 250
mL dan diberi label 5,10,15,20,25, dan 30 menit.
3. Larutan NaOH dan CH3COOC2H5 disamakan suhunya kemudian dicampur
dan dikocok. Stopwatch dijalankan pada saat larutan telah bercampur.
4. Pada menit ke-5 sebanyak 5 mL campuran dimasukkan kedalam labu
erlenmeyer berlabel menit ke-5 yang telah diisi dengan larutan HCl.
5. Larutan kemudian ditambahkan dengan 3 tetes indikator phenolftalein dan
dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 M hingga larutan berubah warna dari
bening menjadi merah muda.
6. Volume NaOH yang digunakan dicatat.
7. Prosedur 4-6 diulangi untuk labu erlenmeyer berisi HCl pada menit ke
10,15,20,25,dan 30 menit.

F. HASIL PENGAMATAN
NO Aktivitas Hasil
15 mL NaOH 0,02 M + 15
1. Larutan bening
mLCH3COOC2H5 0,02 M
2. 5 mL campuran + 10 mL HCl Larutan bening
Ditambah 3 tetes indikator PP Larutan bening
3.
Dititrasi dengan NaOH 0,02 M Larutan merah muda

Proses titrasi
Volume NaOH yang
No Menit ke-
digunakan (mL)
1 Labu erlenmeyer 1 (menit ke-5) 5,5 mL
2 Labu erlenmeyer 2 (menit ke-10) 5,3 mL
3 Labu erlenmeyer 3 (menit ke-15) 5,6 mL
4 Labu erlenmeyer 4 (menit ke-20) 5,8 mL
5 Labu erlenmeyer 5 (menit ke-25) 5,5 mL
6 Labu erlenmeyer 6 (menit ke-30) 5,7 mL

G. ANALISIS DATA
1. Penentuan Tetapan Laju Reaksi
Diketahui: [CH3COOC2H5] = 0,02 M
[NaOH] = 0,02 M
V CH3COOC2H5 = 15 mL
V NaOH = 15 mL
Ditanyakan: k =..................?
Penyelesaian :
a. Titrasi I
V NaOH1 = 5,5 mL
t = 5 menit = 300 s
n NaOH = ( M x V ) NaOH
= 0,02 mmol/mL x 5,5 mL
= 0,11 mmol
n NaOH
x =
V NaOH
0,11 mmol
¿
15 mL
= 0,0073 M
1 x
k = .
t a (a− x)
1 0,0073 M
= .
300 s 0,02 M (0,02 M −0,0073 M )
1 0,0073 M
= .
300 s 0,000254 M 2
= 0,0958 M-1s-1
x
Untuk =
a(a−x)
0,0073 M
= 0,02 M ( 0,02 M −0,0073 M )

¿ 28,74 M
b. Titrasi II
V NaOH2 = 5,3 mL
t = 10 menit = 600 s
n NaOH = ( M x V ) NaOH
= 0,02 mmol/mL x 5,3 mL
= 0,106 mmol
n NaOH
x =
V NaOH
0,106 mmol
¿
15 mL
= 0,007 M
1 x
k = .
t a (a− x)
1 0,007 M
= .
600 s 0,02 M (0,02 M −0,007 M )
1 0,007 M
= .
600 s 0,00026 M 2
= 0,0448 M-1s-1
x
Untuk =
a ( a− x )
0,007 M
¿
0,02 M ( 0,02 M −0,007 M )
¿26,92 M
c. Titrasi III
V NaOH3 = 5,6 mL
t = 15 menit = 900 s
n NaOH = ( M x V ) NaOH
= 0,02 mmol/mL x 5,6 mL
= 0,112 mmol
n NaOH
x =
V NaOH
0,112 mmol
¿
15 mL
= 0,0074 M
1 x
k = .
t a (a− x)
1 0,0074 M
= .
900 s 0,02 M (0,02 M −0,0074 M )
1 0,0074 M
= .
900 s 0,000252 M 2
= 0,0326 M-1s-1
x
Untuk =
a ( a− x )

0,0074 M
¿
0,02 M ( 0,02 M −0,0074 M )

¿29,36 M
d. Titrasi IV
V NaOH4 = 5,8 mL
t = 20 menit = 1200 s
n NaOH = ( M x V ) NaOH
= 0,02 mmol/mL x 5,8 mL
= 0,116 mmol
n NaOH
x =
V NaOH
0,116 mmol
¿
15 mL
= 0,0077 M
1 x
k = .
t a (a− x)
1 0,0077 M
= .
1200 s 0,02 M (0,02 M −0,0077 M )
1 0,0077 M
= .
1200 s 0,000246 M 2
= 0,0260 M-1s-1
x
Untuk =
a ( a− x )
0,0077 M
¿
0,02 M ( 0,02 M −0,0077 M )
¿ 31,3 M
e. Titrasi V
V NaOH5 = 5,5 mL
t = 25 menit = 1500 s
n NaOH = ( M x V ) NaOH
= 0,02 mmol/mL x 5,5 mL
= 0,11 mmol
n NaOH
x =
V NaOH
0,11 mmol
¿
15 mL
= 0,0073 M
1 x
k = .
t a (a− x)
1 0,0073 M
= .
1500 s 0,02 M ( 0,02 M −0,0073 M )
1 0,0073 M
= .
1500 s 0,000254 M 2
= 0,0191 M-1s-1
x
Untuk =
a(a−x)
0,01 M
= 0,02 M ( 0,02 M −0,01 M )

¿ 28,74 M
f. Titrasi VI
V NaOH6 = 5,1 mL
t = 30 menit = 1800 s
n NaOH = ( M x V ) NaOH
= 0,02 mmol/mL x 5,1 mL
= 0,102 mmol
n NaOH
x =
V NaOH
0,102mmol
¿
15 mL
= 0,0068 M
1 x
k = .
t a (a− x)
1 0,0068 M
= .
1800 s 0,02 M (0,02 M −0,0068 M )
1 0,0068 M
= .
1800 s 0,000264 M 2
= 0,0143 M-1s-1
x
Untuk =
a(a−x)
0,0103 M
= 0,02 M ( 0,02 M −0,0103 M )

¿25,75 M
2. Tabel perbandingan nilai k dengan t
No K t
1 0,0958 M-1s-1 300 s
2 0,0448 M-1s-1 600 s
3 0,0326 M-1s-1 900 s
-1 -1
4 0,0260 M s 1200 s
5 0,0191 M-1s-1 1500 s

6 0,0143 M-1s-1 1800 s

3. Grafik hubungan tetapan laju (k) dengan


waktu (t)

Hubungan tetapan laju K dengan T


0.12

0.1

0.08
f(x) = − 0 x + 0.09
Nilai K

0.06 R² = 0.77 Linear ()


0.04

0.02

0
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
t (waktu)

H. PEMBAHASAN
Laju reaksi (reaction rate) yaitu perubahan konsentrasi reaktan atau
produk [A] terhadap waktu (M/s). Orde reaksi (reaction order) adalah jumlah dari
pangkat-pangkat setiap konsentrasi reaktan yang ada dalam hukum laju. Tetapan
laju reaksi atau kostanta laju (rate costanta) adalah kostanta kesebandingan antara
laju reaksi dan konsentrasi reaktan. Sedangkan reaksi orde kedua (second-order
reaction) adalah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi salah satu
reaktan dipangkatkan dua atau pada konsentrasi dua reaktan berbeda yang
masing-masing dipangkatkan satu (Chang, 2004: 34-41).
Percobaan penentuan orde reaksi dan tetapan orde reaksi bertujuan untuk
menjelaskan bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida adalah reaksi
orde dua serta menentukan laju reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida
dengan cara titrasi. Adapun prinsip dasar dari percobaan ini yaitu suatu reaksi
penyabunan yang tidak mengalami reaksi lebih lanjut. Sedangkan prinsip kerja
dari percobaan ini yaitu, pencampuran, pengocokan, serta penitrasian. Pada
percobaan ini larutan CH3COOC2H5 direaksikan dengan NaOH. Adapun
reaksinya:
CH3COOC2H5 (aq) + NaOH (aq)  CH3COONa (aq) +C2H5OH(aq)
(Etilasetat) (Natrium hidroksida) (Natrium asetat) (Etanol)
Berdasarkan persamaan reaksi diatas, dihasilkan senyawa C2H5OH dan
CH3COONa, reaksi inilah yang disebut reaksi penyabunan atau esterifikasi.
Penambahan larutan CH3COOC2H5 berfungsi sebagai senyawa yang ditentukan
orde raksinya dan NaOH berfungsi sebagai penyedia ion hidroksida. Sebelum
kedua larutan tersebut direaksikan, maka diusahakan suhu kedua larutan sama.
Karena salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah suhu. Dimana
semakin tinggi suhu maka semakin cepat laju reaksi, begitu pun sebaliknya.
Larutan NaOH dan CH3COOHC2H5 harus direaksikan dengan cepat karena
CH3COONa bersifat volatil (mudah menguap) dan jika menguap akan
mempengaruhi jumlah konsentrasinya dimana konsentrasinya berkurang.
Campuran larutan CH3COOC2H5 dan NaOH dikocok dengan tujuan agar reaksi
kedua larutan dapat berlangsung dengan baik. Lima menit setelah reaksi
CH3COOC2H5 dan NaOH dimulai, lalu larutan tersebut diambil dan direaksikan
dengan HCl. Adapun fungsi dari HCl adalah untuk menetralkan campuran yang
bersifat basa akibat penambahan NaOH. Larutan HCl ini akan bereaksi dengan
sisa basa (NaOH) sehingga larutan dalam keadaan netral. Adapun reaksinya:
NaOH(aq) + HCl(aq)  NaCl(aq) + H2O(l)
(Natrium hidroksida) (Asam klorida) (Natrium klorida) (air)
Sisa HCl berlebih dinetralkan dengan cara dititrasi dengan NaOH. Titrasi
atau titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan cara
analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stokiometri reaksi kimia.
Larutan yang akan dititrasi direaksikan dengan indikator PP yang berfungsi untuk
memberikan warna merah muda pada larutan yang menandakan bahwa telah
tercapai titi akhir titrasi. Titrasi atau titrimetri yang dikenal juga sebagai metode
volumetri merupakan cara analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip
stokiometri reaksi kimia (Ibnu, dkk. 2004: 93).
Pengambilan larutan campuran pada waktu yang berbeda-beda bertujuan
untuk mengetahui pengaruh waktu terhadap laju reaksi serta hubungannya dengan
tetapan laju (k). Adapun waktunya yaitu pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25, dan 30.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, semakin lama waktu yang diperlukan
CH3COOC2H5 dan NaOH untuk bereaksi maka semakin banyak pula volume
NaOH yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi. Hal ini dikarenakan
semakin lama waktu yang diperlukan CH3COOC2H5 dan NaOH untuk bereaksi
maka semakin banyak pula ion OH- yang beraksi membentuk H2O, sehingga pada
saat direaksikan dengan HCl, pH larutan semakin asam yang mengakibatkan
volume NaOH yang digunakan semakin banyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah konsentrasi, suhu,
katalis, dan luas permukaan sentuhan. Semakin besar konsentrasi, semakin besar
kemungkinan terjadinya tumbukan antar molekul yang bereaksi sehingga laju
reaksi semakin cepat berlangsung. Kenaikan suhu dapat mempercepat laju reaksi
karena dengan naiknya suhu energi kinetik partikel zat-zat meningkat sehingga
memungkinkan semakin banyaknya tumbukan efektif yang menghasilkan
perubahan. Reaksi akan semakin cepat terjadi apabila ditambahkan katalis.
Semakin luas permukaan sentuhan antara zat-zat yang bereaksi, semakin
banyak molekul-molekul yang bertumbukan dan semakin cepat reaksinya.
Volume NaOH yang digunakan untuk menitrasi campuran larutan CH3COOC2H5
dan NaOH pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 secara berturut-turut adalah 5,5
ml; 5,3 ml; 5,6 ml; 5,8 ml; 5,5 ml dan 5,7. Pada percobaan ini volume NaOH
yang diguanakn pada saat titrasi tidak sesuai dengan teori karena pada saat titrasi
ada larutan yang melewati titik titrasi..Tetapan laju reaksi yang diperoleh
berdasarkan analisis data secara berturut-turut 0.0958M-1s-1; 0,0448 M-1s-1; 0 , 0074
M-1s-10,0260 M-1s10,0191 M-1s-1 dan 0,0143 M-1S-1 .

I. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan analisis data dapat disimpulkan bahwa:
a. Reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida merupakan reaksi orde dua.
Artinya jika Apabila konsentrasi zat pereaksi dinaikkan misalnya 2 kali, maka
laju reaksi akan menjadi 22 atau 4 kali lebih besar.
b. Tetapan laju reaksi antara etilasetat dengan ion hidroksida ditentukan dengan
cara titrasi berturut-turut dari menit ke-5, 10, 15, 20, 25, dan 30 diperoleh
secara berturut-turut 0.0958M-1s-1; 0,0448 M-1s-1; 0 , 0074 M-1s-10 , 0260 M-1s1
0,0191 M-1s-1 dan 0,0143 M-1S-1 .
2. Saran
Sebaiknya praktikan harus lebih teliti dan fokus dalam percobaan agar
tidak terjadi kesalahan dan dalam melakukan titrasi lebih teliti dalam
memperhatikan volume titran.

DAFTAR PUSTAKA

Arrianto Yateman. 2009. Mekanisme Reaksi Anorganik. Yogyakarta: UGM

Cairns, Donald. 2008. Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Jakarta: Penerbit


Kedokteran EGC.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mukhtar A, Shafiq U, Qazi M, Qadir HA, Qizilbash M dan Awan BA. 2017.
Kinetics of Alkaline Hydrolysis of Ethyl Acetate by Conductometric
Measurement Approach Over Temperature Ranges (298.15-343.15 K).
Aistin Publishing Group. Vol. 4. No. 1.

Naomi. Phalina, Anna M.Lumban Gaol, M.Yusuf Toha. 2013. Pembuatan Sabun
Lunak Dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau Dari Kinetika Reaksi Kimia.
Jrnal Teknik Kimia. No 2. Vol 19.

Oxtoby,dkk. 2001. Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1.Jakarta: Penerbit


Erlangga.

Rochmat, Agus., Mita Napitasari., Dan Afdwiyarni Metta Karina. 2017. Efikasi
Granul Biolarvasida Nyamuk Aedes Aegipty dari Ekstrak Etil Asetat Daun
Beluntas. Vol. 22, No.1.

Siregar, Tirena Bahnur. 2008. Kinetika Kimia: Reaksi Elementer. Medan: USU
Press.

JAWABAN PERTANYAAN

1. Orde reaksi adalah pangkat dari konsentarsi yang terlibat dalam persamaan
laju.
2. Orde reaksi adalah pangkat konsentrasi yang terlibat dalam persamaan laju
sedangkan kemolekulan suatu reaksi menyatakan jumlah molekul yang terlibat
dalam suatu reaksi.
3. Kenyataan yang membuktikan bahwa reaksi penyabunan etil asetat merupakan
reaksi orde kedua yaitu berdasarkan dari grafik yang merupakan garis lurus
yang memotong pada sumbu titik (0,0).
4. Hantaran jenis (k)
A
L =k
I
LI = K A
LI
K =
A
K = Ω-1 M-1
Hantaran molar (ΔM)
k
ΔM =
c
Ω M −1
−1
=
mol L−1
Ω−1 M −1
=
mol dm−1
Ω−1 M −1
= mol
10−3 m3
−1 −1
Ω M
=
1000 mol
= Ω −1 m 2 mol−1
5. Apabila titrasi ditunda maka sulit untuk menentukan konsentrasi basa yang
bereaki pada waktu tertentu karena NaOH akan terus bereaksi dengan etil
asetat.
6. Cara menentukan orde reaksi
a. Metode differensial yaitu data tidak dikumpulkan dalam bentuk konsentrasi
terhadap waktu tetapi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi waktu
terhadap konsentrasi reaktan.
b. Metode integral yaitu metode trial dan eror yakni perubahan konsentrasi
dengan waktu yang diukur dan harga k dihitung dengan menggunakan
persamaan terintegrasi yang berbeda untuk orde reaksi yang berbeda.
c. Metode waktu paruh yaitu laju reaksi dapat diperoleh dari waktu yang
diperlukan untuk konsentrasi reaksi menjadi setengah.

Anda mungkin juga menyukai