JUDUL PERCOBAAN
Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi
B. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan yang ingin dicapai setelah melakukan percobaan ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk dapat menjelaskan hubungan laju reaksi dengan temperatur.
2. Untuk dapat menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan
persamaan Arrhenius.
C. TINJAUAN PUSTAKA
Bidang kimia yang mengkaji kecepatan, atau laju terjadinya reaksi kimia
dinamakan kinetika kimia (chemical kinetics). Kata “kinetik” menyiratkan
gerakan atau perubahan. Di sini kinetika merujuk pada laju reaksi (reaction rate),
yaitu perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu (M/s). Kita telah
mengetahui bahwa setiap rekais dapat dinyatakan dengan persamaan:
reaktan produk
A B
d [D ] 1 d [C ] d[A] 1 d [ B]
= =− =−
dt 3 dt dt 2 dt
(Atkins dan Paula, 2006: 794).
Teori tumbukan menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi laju
reaksi. Konsep dasar yang digunakan adalah bahwa dalam reaksi harus ada
perubahan kimia. Ikatan dalam reaktan putus dan ikatan pada produk terbentuk.
Dalam teori tumbukan ditekankan adanya 2 hal yang menentukan laju raksi yaitu
frekuansi tumbukan dan orientasi molekul yang menyebabkan faktor sterik.
Semakin banyak frekuansi tumbukan dan kesesuaian oriantasi molekul reaktan,
laju reaksi semakin tinggi. Dalam reaksi dibutuhkan energi minimal agar molekul
reaktan bertumbukan dan menghasilkan produk. Energi minimal tersebut dapat
dikaitkan dengan pola reaksi kesetimbangan (Fatimah, 2015: 183).
Arhenius percaya bahwa agar molekul bereaksi setelah berbenturan molekul
itu harus menjadi teraktivasi dan parameter Ea kemudian dikenal sebagai energi
aktivasi. Gagasannya dikemukakan oleh ilmuwan pengikutnya dan pada tahun
1915 A. Marcelin menunjukkan bahwa meski molekul banyak membuat benturan,
tidak semua benturannya reaktif. Hanya benturan energi (artinya : energi kinetik
transisi relatif dari molekul berbenturan) melebihi energi kristilah yang
menghasilkan reaksi. Jadi, Marcelin memberikan penafsiran dinamik pada energi
aktivasi yang disimpulkan dari laju reaksi. Ketergantungan tetapan laju yang kuat
pada suhu, seperti yang dinyatakan oleh Hukum Arhenius dapat dikaitkan dengan
distribusi Maxwell. Bolztman mengenai energi molekul. Jika Ea merupakan
energi benturan relatif yang kritis, yaitu harus dimiliki oleh sepasang molekul agar
reaksi dapat terjadi, hanya sebagian kecil molekul saja yang mempunyai energy
tinggi itu (atau lebih). Jika suhu cukup rendah, fraksi ini berkaitan dengan luas
dibawah kurva distribusi Maxwell Bolzman, yaitu anatara Ea dan ∞. Jika suhu
ditingkatkan fungsi distribusi bergerak kearah energi dimana energinya yang lebih
tinggi (Oxtoby, 2008: 435- 436).
Laju reaksi meningkat (sering sangat tajam) dengan peningkatan suhu. Hubungan
antara tingkat k dan suhu konstan pertama kali diusulkan oleh Arrhenius:
k = A e-E * / RT (32.48)
jelas bahwa dengan menentukan nilai k pada beberapa suhu, plot log lO k versus
IjT akan menghasilkan energi aktivasi dari kemiringan kurva dan faktor frekuensi
dari intercept. Meskipun faktor frekuensi mungkin sedikit bergantung pada suhu,
kecuali kisaran suhu sangat besar, efek ini biasanya bisa saja dapat diabaikan
(Castellan, 1983: 813).
Energi aktivasi merupakan suatu energi minimum yang harus dilewati oleh
suatu reaksi.
Misalnya A produk.
NO + O3 = NO2 + O2
dan
telah terbukti memiliki konstanta tingkat orde kedua k = 6,3 × 107√Te − 2300/ RT
dan k = 5,2 × 1010√Te − 33.000 / RT, masing-masing. Menganalisis dua hasil ini,
dapat disimpulkan bahwa reaksi pertama memiliki penghalang aktivasi rendah
relatif terhadap yang kedua dan memiliki reaksi yang lebih rendah sebelum reaksi
kedua. Entropi aktivasi lebih negatif untuk oksidasi oksida nitrat daripada
abstraksi iodin, menunjukkan struktur terikat ketat untuk kompleks pertama yang
diaktifkan dan struktur longgar untuk kompleks yang diaktifkan kedua (Rogers,
2011: 355).
DAFTAR PUSTAKA