Anda di halaman 1dari 16

Sejauh Mana Pemahaman Kita?

Tak terasa, sudah sejak lama sekali (mungkin sudah 20-an tahun atau bahkan
lebih) kita menjadi sebagai seorang muslim. Nikmat yang besar ini patutlah kita
syukuri, karena banyak diantara manusia yang tidak memperoleh nikmat ini.
Dan nikmat inilah yang sangat menentukan bahagia atau sengsaranya kita di
hari akhir nanti.

Pada kesempatan ini, tidaklah kami ingin menanyakan ‘Sejak kapan kita masuk
islam?’ atau ‘Bagaimana ceritanya kita masuk islam?’ karena jawaban
pertanyaan ini bukanlah suatu yang paling mendasar dan paling penting.
Namun pertanyaan paling penting yang harus kita renungkan dan kita jawab
pada setiap diri kita adalah: ‘Sudah sejauh manakah kita telah memahami dan
mengamalkan ajaran kita ini?’ Pertanyaan inilah yang paling penting yang
harus direnungkan dan dijawab, karena jawaban pertanyaan inilah yang
nantinya sangat menentukan kualitas keislaman dan ketakwaan seseorang.

Alloh berfirman, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam


kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati di dalam kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al Ashr: 1-3)

Alloh berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Alloh ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (Al Hujurot: 13)

Pokok Ajaran Islam

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa ajaran Islam ini adalah ajaran yang
paling sempurna, karena memang semuanya ada dalam Islam, mulai dari
urusan buang air besar sampai urusan negara, Islam telah memberikan
petunjuk di dalamnya. Alloh berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)

Salman Al-Farisi berkata,“Telah berkata kepada kami orang-orang musyrikin,


‘Sesungguhnya Nabi kamu telah mengajarkan kepada kamu segala sesuatu
sampai buang air besar!’ Jawab Salman, ‘benar!” (Hadits Shohih riwayat
Muslim). Semua ini menunjukkan sempurnanya agama Islam dan luasnya
petunjuk yang tercakup di dalamnya, yang tidaklah seseorang itu butuh kepada
petunjuk selainnya, baik itu teori demokrasi, filsafat atau lainnya; ataupun
ucapan Plato, Aristoteles atau siapa pun juga.

Meskipun begitu luasnya petunjuk Islam, pada dasarnya pokok ajarannya


hanyalah kembali pada tiga hal yaitu tauhid, taat dan baro’ah/berlepas diri.
Inilah inti ajaran para Nabi dan Rosul yang diutus oleh Alloh kepada ummat
manusia. Maka barangsiapa yang tidak melaksanakan ketiga hal ini pada
hakikatnya dia bukanlah pengikut dakwah para Nabi. Keadaan orang semacam
ini tidak ubahnya seperti orang yang digambarkan oleh seorang penyair,

Semua orang mengaku punya hubungan cinta dengan Laila,


namun laila tidak mengakui perkataan mereka

Berserah Diri Kepada Alloh Dengan Merealisasikan


Tauhid

Yaitu kerendahan diri dan tunduk kepada Alloh dengan tauhid, yakni
mengesakan Alloh dalam setiap peribadahan kita. Tidak boleh menujukan satu
saja dari jenis ibadah kita kepada selain-Nya. Karena memang hanya Dia yang
berhak untuk diibadahi. Dia lah yang telah menciptakan kita, memberi rizki kita
dan mengatur alam semesta ini, pantaskah kita tujukan ibadah kita kepada
selain-Nya, yang tidak berkuasa dan berperan sedikitpun pada diri kita?

Semua yang disembah selain Alloh tidak mampu memberikan pertolongan


bahkan terhadap diri mereka sendiri sekali pun. Alloh berfirman, “Apakah
mereka mempersekutukan dengan berhala-berhala yang tak dapat
menciptakan sesuatu pun? Sedang berhala-berhala itu sendiri yang diciptakan.
Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada para
penyembahnya, bahkan kepada diri meraka sendiripun berhala-berhala itu tidak
dapat memberi pertolongan.” (Al -A’rof: 191-192)

Semua yang disembah selain Alloh tidak memiliki sedikitpun kekuasaan di alam
semesta ini. Alloh berfirman, “Dan orang-orang yang kamu seru selain Alloh
tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru
mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar,
mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu, dan pada hari kiamat
mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi
keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha
Mengetahui.” (Fathir: 13-14)

Tunduk dan Patuh Kepada Alloh Dengan Sepenuh


Ketaatan

Pokok Islam yang kedua adalah adanya ketundukan dan kepatuhan yang
mutlak kepada Alloh. Dan inilah sebenarnya yang merupakan bukti kebenaran
pengakuan imannya. Penyerahan dan perendahan semata tidak cukup apabila
tidak disertai ketundukan terhadap perintah-perintah Alloh dan Rosul-Nya dan
menjauhi apa-apa yang dilarang, semata-mata hanya karena taat kepada Alloh
dan hanya mengharap wajah-Nya semata, berharap dengan balasan yang ada
di sisi-Nya serta takut akan adzab-Nya.

Kita tidak dibiarkan mengatakan sudah beriman lantas tidak ada ujian yang
membuktikan kebenaran pengakuan tersebut. Alloh berfirman, “Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan: “Kami telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Alloh
mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-
orang yang dusta.” ( Al-Ankabut: 2-3)
Orang yang beriman tidak boleh memiliki pilihan lain apabila Alloh dan Rosul-
Nya telah menetapkan keputusan. Alloh berfirman, “Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang beriman dan tidak pula perempuan yang beriman, apabila Alloh
dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-
Nya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (Al Ahzab:
36)

Orang yang beriman tidak membantah ketetapan Alloh dan Rosul-Nya akan
tetapi mereka mentaatinya lahir maupun batin. Alloh berfirman, “Sesungguhnya
jawaban orang-orang beriman, bila mereka diseru kepada Alloh dan Rosul-Nya
agar rosul menghukum di antara mereka ialah ucapan. ‘Kami mendengar, dan
kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (An Nur: 51)

Memusuhi dan Membenci Syirik dan Pelakunya

Seorang muslim yang tunduk dan patuh terhadap perintah dan larangan Alloh,
maka konsekuensi dari benarnya keimanannya maka ia juga harus berlepas diri
dan membenci perbuatan syirik dan pelakunya. Karena ia belum dikatakan
beriman dengan sebenar-benarnya sebelum ia mencintai apa yang dicintai
Alloh dan membenci apa yang dibenci Alloh. Padahal syirik adalah sesuatu
yang paling dibenci oleh Alloh. Karena syirik adalah dosa yang paling besar,
kedzaliman yang paling dzalim dan sikap kurang ajar yang paling bejat
terhadap Alloh, padahal Allohlah Robb yang telah menciptakan, memelihara
dan mencurahkan kasih sayang-Nya kepada kita semua.

Alloh telah memberikan teladan kepada bagi kita yakni pada diri Nabiyulloh
Ibrohim ‘alaihis salam agar berlepas diri dan memusuhi para pelaku syirik dan
kesyirikan. Alloh berfirman, “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik
bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika
mereka berkata kepada kaum mereka: ‘Sesungguhnya kami berlepas diri
daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Alloh, kami
mengingkari kamu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja.'” (Al-
Mumtahanah: 4)

Jadi ajaran Nabi Ibrohim ‘alaihis salam bukan mengajak kepada persatuan
agama-agama sebagaimana yang didakwakan oleh tokoh-tokoh Islam Liberal,
akan tetapi dakwah beliau ialah memerangi syirik dan para pemujanya.
Inilah millah Ibrohim yang lurus! Demikian pula Nabi Muhammad shollallohu
‘alaihi wa sallamsenantiasa mengobarkan peperangan terhadap segala bentuk
kesyirikan dan memusuhi para pemujanya. Inilah tiga pokok ajaran Islam yang
harus kita ketahui dan pahami bersama untuk dapat menjawab pertanyaan di
atas dengan jawaban yang yakin dan pasti. Dan di atas ketiga pokok inilah
aqidah dan syari’ah ini dibangun. Maka kita mohon kepada Alloh semoga Alloh
memberikan taufiq kepada kita untuk dapat memahami agama ini, serta
diteguhkan di atas meniti din ini. Wallohu a’lam…

***

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/415-3-pokok-ajaran-islam.html


Garis Besar Risalah Islam itu terkandung dalam pokok-pokok ajaran islam yang diklasifikasikan dalam
ajaran tentang:
A. Akidah/Iman
B. Syari'at/Islam
C. Akhlak/Ihsan.

Akidah, Syariat, dan Akhlak dalam Risalah Islam merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lain.

A. Akidah/Iman
Di bidang akidah, Risalah Islam mengajarkan kepercayaan atau keimanan terhadap enam hal berikut yang
dikenal dengan sebutan Rukun Iman (Arkan al-Iman).

(1) Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang menciptakan dan mengatur seluruh alam semesta (tauhid
rububiyah) dan satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan dipatuhi ajaran-Nya (tauhid uluhiyah).

(2) Para Malaikat-Nya, antara lain Jibril sebagai penyampai wahyu, Mikail sebagai penyampai rezeki,
Israfil sebagai peniup sangkakala tanda kiamat, Azroil sebagai pencabut nyawa, Munkar dan Nakir
sebagai penanya di Alam Kubur, Rakib dan Atid sebagai pencatat amal baik dan buruk manusia, Malik
sebagai penjaga neraka, dan Ridwan sebagai penjaga surga.

(3) Kitab-Kitab-Nya, yakni Kitab Zabur yang diturunkan pada Nabi Daud, Taurat (Nabi Musa), Injil
(Nabi Isa), dan Al-Quran (Nabi Muhammad).

(4) Para Rasul-Nya sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad sebagai pembawa agama wahyu bagi
manusia.

(5) Hari Akhirat, yakni alam kehidupan sesudah mati atau setelah hancurnya alam dunia beserta isinya
yang merupakan alam kekal.

(6) Qodho dan Qodar (Takdir), yakni ketentuan Allah tentang segala hal bagi manusia dan makhluk lain.

“Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan Hari
Akhir, serta percaya kepada ketetapan Allah (takdir), baik yang bagus maupun yang buruk” (H.R. Muslim
dari Umar).

Keimanan terhadap enam hal tersebut harus ditindaklanjuti dengan amal atau tindakan nyata dan bersikap
memegang teguh (istiqomah) keimamannya itu.

“Iman itu meyakini dalam hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan” (H.R.
Muslim).

“Katakanlah, Aku beriman kepada Allah kemudian pegang teguh (istiqamah) keimanan itu”

"Sesungguhnya orang-orang yang berkata 'Tuhan kami ialah Allah', kemudian mereka tetap lurus (istiqamah)
dalam keimanannya, niscaya turun kepada mereka malaikat menyampaikan pesan kepada mereka bahwa
janganlah kalian takut dan bersedih, dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepada
kalian!" (Q.S. Fushilat:30).

B. Syari’at/Islam
Di bidang syari'at, Risalah Islam mengajarkan tatacara beribadah yang meliputi:
(a) Hubungan langsung dengan Allah SWT (hablum minallah)
(b) Hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas).

Hablum minallah dikenal pula dengan sebutan ibadah mahdhah, yakni ibadah shalat, zakat, puasa,
dan haji.

Hablum minannass dikenal dengan sebutan ibadah ghair mahdhah dan mu'amalah, meliputi ajaran
tentang aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, hukum, keluarga, dan aspek kehidupan duniawi
lainnya.

Ibadah mahdhoh disebut pula lima pondasi Islam (Rukun Islam, Arkanul Islam), yakni ikrar
syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Dengan kelima hal itulah keislaman seseorang dibangun.

“Islam itu dibangun oleh lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan beribadah haji” (H.R. Bukhori dan
Muslim),

Ibadah ghair mahdhoh atau mu’amalah meliputi dua hal:


(a) Al-Qanunul Khas (Hukum Perdata) meliputi mu’amalah hukum niaga, munakahat (hukum nikah),
waratsah (pewarisan), dll.

(b) Al-Qanunul ‘Am (Hukum Publik) meliputi jinayah (hukum pidana), khilafah (hukum negara), jihad
(hukum perang dan damai), dan sebagainya. Di dalam hukum publik ini juga termasuk konsep-
konsep sosial, ekonomi, budaya, dan politik Islam.

C. Akhlak/Ihsan.
Di bidang akhlak, Islam mengajarkan pedoman sikap mental atau budi-pekerti dalam bergaul atau
berhubungan dengan Allah SWT sebagai Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan alam
sekitarnya. Bahkan, bidang akhlak ini menjadi sasaran inti misi Islam, sebagaimana dinyatakan oleh
Nabi Muhammad dalam sebuah haditsnya, "Sesungguhnya aku diutus (Allah SWT) untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia".

Akhlak adalah penentu baik-buruk perilaku seseorang. “Penentu” itu adalah ada atau tiadanya
kesadaran dalam diri seseorang tentang pengawasan dari Allah atas segala perilakunya.
Sebagaimana disebutkan dalam Nabi Saw ketika mendefinisikan ihsan:

“(Ihsan adalah) kamu berbakti kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-
Nya, maka (yakinlah) bahwa Allah melihatmu” (H.R. Bukhori dan Muslim).

Akhlak dalam Risalah Islam meliputi:


(a) Akhlak terhadap diri sendiri, yakni bagaimana kita memperlakukan diri sendiri dalam menjalani
hidup ini.
(b) Akhlak terhadap Allah, yakni bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap Alllah SWT.
(c) Akhlak terhadap sesama manusia, yakni tata cara bergaul dengan sesama manusia.
(d) Akhlak terhadap alam semesta, yakni bagaimana seharusnya kita memperlakukan flora dan
fauna, termasuk sikap kita terhadap makhluk-makhluk gaib (jin, setan, dan malaikat). Wallahu a'lam.
(www.risalahislam.com).***
Referensi:
Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pustaka Bandung, 1978.
Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989

POKOK-POKOK AJARAN
ISLAM
Pokok ajaran Islam ada 3, yaitu:

1. Iman,
2. Islam dan
3. Ihsan.

ISLAM

Islam adalah menjalankan syari’at Nabi Muhammad saw dengan anggota


dzahir (anggota badan) kita, dengan cara mengikuti apa yang dijalankannya
dan taat terhadao apa yang diperintahkannya.

Rukun Islam itu ada lima yaitu :

1. bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan nabi Muhammad utusan
Allah.

Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, artinya kita meyakini Allah itu
ada. Kita juga yakin Allah itu Satu dan Tidak ada Tuhan selain Allah.

Kita harus mengenal siapa itu Allah . Apa itu sifat-sifat Allah . Kita juga
harus memahami nama-nama Allah yang baik dalam Asma’ul Husna.

Kita hanya menyembah Allah saja. Tidak menyembah yang lainnya seperti
keris, bendera, negara, dan sebagainya. Semua itu makhluk Allah yang
fana/akan musnah.
Kita juga harus mentaati Allah di atas yang lainnya. Jangan sampai Allah
memerintahkan hukum qishash bagi pembunuh, kita justru mengabaikannya.
Malah menjalankan hukum lain buatan manusia seperti dari penjajahan
Belanda yang dipengaruhi kaum Yahudi dan Nasrani.

Kita juga harus meminta, memohon, dan berdoa kepada Allah saja. Bukan
kepada yang lain.
Tidak pantas seorang Muslim meminta kekayaan, jabatan, kesaktian, dsb ke
dukun, orang pintar, paranormal, dan sebagainya. Meski awalnya mereka
mungkin dapat apa yang diminta, namun siksa neraka yang pedih menanti
mereka karena meminta kepada selain Allah.
Kita wajib menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah yang
tercantum dalam Al Qur’an.

Mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan Allah juga artinya meski Allah
menurunkan banyak Nabi, namun Nabi yang kita ikuti hanya Nabi
Muhammad. Ada pun Nabi-Nabi lainnya, hanya ajarannya yang tercantum
dalam Al Qur’an saja yang bisa kita ikuti. Ada pun diluar itu, sudah
diselewengkan oleh para pengikutnya. Sudah tidak murni lagi.

Kita mengikuti perintah-perintah Nabi kita dengan mempelajari


sunnah/hadits Nabi. Kita juga harus meyakini bahwa Nabi Muhammad
adalah nabi yang terakhir dan tidak ada Nabi sesudahnya.

2. mendirikan shalat lima waktu.

Shalat adalah tiang agama. Siapa yang tidak mengerjakannya berarti dia
meruntuhkan agama.

“Shalat adalah tiang agama, barang siapa yang mengerjakannya berarti ia


menegakkan agama, dan barang siapa meninggalkannya berarti ia
meruntuhkan agama” (HR. Baihaqi)

Pembeda antara orang muslim dengan kafir adalah shalat. Barang siapa tidak
shalat berarti dia kafir:
“Batas antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah
meninggalkan shalat.” (HR. Muslim)

“Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang
meninggalkan shalat berarti ia kafir.” (HR. Ahmad 5/346, At-Tirmidzi no.
2621, Ibnu Majah no. 1079

Amal yang pertama dihisab adalah shalat. Begitu dia tidak shalat, meski
puasa, zakat, haji, rajin sedekah, dia langsung dimasukkan ke neraka:
”Amal yang pertama kali akan dihisab untuk seseorang hamba nanti pada hari
kiamat ialah shalat, maka apabila shalatnya baik (lengkap), maka baiklah
seluruh amalnya yang lain, dan jika shalatnya itu rusak (kurang lengkap)
maka rusaklah segala amalan yang lain (Thabrani)

Orang yang tidak mengerjakan shalat disiksa di neraka:

“Apakah yang memasukkan kalian ke dalam neraka Saqar?” Mereka


menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan
shalat….” (Al-Muddatstsir: 42-43)

3. mengeluarkan zakat.

Secara harfiah Zakat berarti “Tumbuh”, “Berkembang”, “Menyucikan” atau


“Membersihkan”. Zakat artinya memberikan sebagian kekayaan untuk orang
yang berhak menerimanya (mustahiq) jika sudah mencapai nisab (jumlah
kekayaan minimal) dan haul (batas waktu) zakat.

Mencapai haul artinya harta tersebut sudah dimiliki selama setahun. Berlaku
bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedangkan hasil pertanian, buah-
buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul. Begitu dapat
langsung dizakati.

Juga mengeluarkan zakat fitrah yaitu zakat yang diwajibkan kepada setiap
muslim sebagai santunan kepada orang-orang miskin, tanda berakhirnya
bulan Ramadhan sebagai pembersih dari hal-hal yang mengotori puasa.
Kewajiban membayar zakat fitrah bersamaan dengan disyariatkan puasa
Ramadhan, yaitu pada tahun kedua Hijriyah. Kewajiban membayar zakat
fitrah dibebankan kepada setiap muslim dan muslimah, baligh atau belum,
kaya atau tidak, dengan ketentuan bahwa ia masih hidup pada malam hari
raya dan memiliki kelebihan dari kebutuhan pokoknya untuk sehari.

4. berpuasa di bulan Romadhan.

Berpuasa adalah menahan hawa nafsu berupa tidak melakukan makan,


minum dan perbuatan terlarang lainnya dari sejak Adzan Subuh hingga
Adzan Maghrib. Sebagian fa’idahnya adalah untuk mengendalikan hawa
nafsu kita.

5. berhaji ke Baitullah bagi orang yg mampu akan perjalanannya.

Haji menurut pengertian Syara` ialah mengunjungi ka`bah untuk


mengerjakan sebuah ibadah yang telah ditetapkan ketentuan-ketentuannya
demi memenuhi panggilan Allah swt dan mengharap ridha-Nya.

Haji ke Baitullah setiap tahun adalah fardhu kifayah bagi ummat Islam
seluruhnya. Wajib bagi setiap muslim yang terpenuhi olehnya syarat-syarat
wajibnya haji sekali seumur hidupnya. Lebih dari sekali hukumnya sunnat.

IMAN

Iman adalah kepercayan hati kita pada apa yang telah difirmankan Allah swt
kepada Nabi Muhammad saw (kalamullah) dan yang disabdakan oleh Nabi
Muhammad saw sendiri (hadits).

Rukun Iman ada enam, yaitu :

1. Beriman kepada Allah

Artinya kita meyakini adanya Allah dan tidak ada Tuhan selain Allah.

2. Beriman kepada Malaikat-Malaikat Allah.


Kita yakin bahwa Malaikat adalah hamba Allah yang selalu patuh pada
perintah Allah

3. Beriman kepada Kitab-Kitab Allah.

Kita yakin bahwa Allah telah menurunkan Taurat kepada Musa, Zabur
kepada Daud, Injil kepada Isa, dan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad.
Namun kita harus yakin juga bahwa semua kitab-kitab suci di atas (Taurat,
Injil dan Zabur) telah dirubah oleh manusia sehingga Allah menurunkan Al
Qur’an yang dijaga kesuciannya sebagai pedoman hingga hari kiamat nanti.

4. Beriman kepada Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul.

Rasul/Nabi merupakan manusia yang terbaik yang pantas dijadikan suri


teladan yang diutus Allah untuk menyeru manusia ke jalan Allah. Ada 25
Nabi yang disebut dalam Al Qur’an yang wajib kita imani di antaranya
Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad.

5. Beriman kepada Hari Akhirat (Kiamat/Akhirat).

Kita harus yakin bahwa dunia ini fana. Suatu saat akan tiba hari Kiamat. Pada
saat itu manusia akan dihisab. Orang yang beriman dan beramal saleh masuk
ke surga. Orang yang kafir masuk neraka.
Selain kiamat besar kita juga harus yakin akan kiamat kecil yaitu mati. Setiap
orang pasti mati. Untuk itu kita harus selalu hati-hati dalam bertindak.

6. Beriman kepada qadha’ dan qadar yang baik atau pun yang buruk.

Meski manusia wajib berusaha dan berdoa, namun apa pun hasilnya kita
harus menerima dan mensyukurinya sebagai takdir dari Allah.

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan
berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” [Al Hadiid
22-23]

“Katakanlah: “Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika
Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?”
[Al Ahzab 17]

IHSAN

Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya,


dan jika kamu tidak merasa begitu, ketahuilah bahwa Dia melihat-Mu
(Hadits)

Dengan adanya rasa dilihat, diawasi dan diperhatikan oleh Allah, seseorang
dengan sendirinya akan memperbagus dan memperbaiki ibadahnya. Ibarat
seorang pembantu yang bekerja dengan serius, telaten, dan rapi karena
merasa diawasi majikannya. Berbeda jika tidak adanya perasaan demikian,
tentu akan membuat seseorang bermalas-malasan dan tidak sungguh-sungguh
dalam melakukan pekerjaan.

Ihsan adalah cara bagaimana seharusnya kita beribadah kepada Allah.

Cara ini akan membawa ibadah kita ke maqam (tingkat) yang lebih dekat
kepada Allah dengan perasaan penuh harap, takut, khusyu’, ridlo dan ikhlas
kepada Allah. Perasaan tersebut menjadikan ibadah yang kita lakukan tidak
hanya sekadar menjadi kewajiban, tetapi merupakan kebutuhan jiwa dalam
penghambaan diri kepada Allah.

Ihsan ini harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga jika kita
berbuat baik, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya
jika terbersit niat kita untuk berbuat keburukan, kita tidak mengerjakannya
karena Ihsan tadi.

Ihsan terbagi menjadi dua macam:

1. Ihsan di dalam beribadah kepada Sang Pencipta.


Ihsan di dalam beribadah kepada pencipta memiliki dua tingkatan :

Tingkatan pertama

Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya , ini adalah


ibadah dari seseorang yang mengharapkan rahmat dan ampunan-Nya. Nama
lain dari perbuatan ini disebut Maqam al-Musyahadah ( ‫ ) ﺓﺪﻫﺎﺸﻤﻟﺍ ﻡﺎﻘﻣ‬. Dan
keadaan ini merupakan tingkatan ihsan yang paling tinggi, karena dia
berangkat dari sikap membutuhkan, harapan dan kerinduan. Dia menuju dan
berupaya mendekatkan diri kepada-Nya. Sikap seperti ini membuat hatinya
terang-benderang dengan cahaya iman dan merefleksikan pengetahuan hati
menjadi ilmu pengetahuan, sehingga yang abstrak menjadi nyata.

Tingkatan kedua

Jika kamu tidak mampu beribadah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka


sesungguhnya Dia melihatmu, dan ini ibadah dari seseorang yang lari dari
adzab dan siksanya. Dan hal ini lebih rendah tingkatannya daripada tingkatan
yang pertama, karena sikap ihsannya didorong dari rasa diawasi, takut akan
hukuman. Sehingga, dari sini, ulama berpendapat bahwa,

Barangsiapa yang beramal atas dasar seakan-akan melihat Allah Subhanahu


wa Ta’ala, maka dia seorang yang arif , sedang siapapun yang beramal
karena merasa diawasi Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia seorang yang
ikhlas (mukhlis ).

Maka suatu ibadah yang dibangun atas dua hal ini, puncak kecintaan dan
kerendahan, maka pelakunya akan menjadi orang yang ikhlas kepada Allah.
Dengan ibadah yang seperti itu seseorang tidak akan bermaksud supaya di
lihat orang (riya’ ), di dengar orang (sum’ah ) maupun menginginkan pujian
dari orang atas ibadahnya tersebut. Tidak peduli ibadahnya itu nampak oleh
orang maupun tidak diketahui orang, sama saja kualitas kebagusan
ibadahnya. Muhsinin (seseorang yang berbuat ihsan) akan selalu
membaguskan ibadahnya disetiap keadaan.

2. Ihsan kepada makhluk ciptaan Allah


Ihsan kepada makhluk ciptaan Allah adalah bisa dengan harta, kedudukan,
ilmu, dan badan (tenaganya)

HUBUNGAN ANTARA IMAN, ISLAM DAN IHSAN

Orang yang telah bersifat Islam, maka ia dinamakan muslim, dan orang yang
bersifat Iman, maka ia dinamai orang mukmin.

Apabila seorang Islam tetapi tidak Iman, maka ia tidak akan mendapat faedah
di akhirat, walapun dhahirnya Islam. Begitu juga sebaliknya, jika seorang
ber-iman tetapi tidak Islam, maka ia tidak selamat dari siksa neraka.

Antara iman, islam dan ihsan di samping saling berhubungan, juga terdapat
perbedaan yang merupakan ciri di antara ketiganya. Iman lebih menekankan
pada segi keyakinan di dalam hati. Islam adalah sikap aktif untuk
berbuat/beramal. Ihsan merupakan perwujudan dari iman dan islam, yang
sekaligus merupakan cerminan dari kadar iman dan islam itu sendiri.

Maka agama yang diajarkan jibril adalah Islam, agama juga disebut Iman jika
yang diamati adalah aspek batinnya. Kemudian agama baru disebut Ihsan jika
aspek batin (iman) dan lahirnya (amal saleh) telah di penuhi secara utuh dan
sempurna.

———

Untuk mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut ( Islam, Iman, Ihsan)
para ulama mengelompokkannya lewat 3 cabang ilmu pengetahuan.

Rukun Islam berupa praktek amal lahiriah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu
ilmu mengenai perbuatan amal lahiriah manusia sebagai hamba Allah.

Iman dipelajari melalui ilmu Tauhid yg menjelaskan tentang pokok-pokok


keyakinan.

Sedangkan untuk mempelajari ihsan sebagai tata cara beribadah adalah


bagian dari ilmu akhlaq dan Tasawuf.
Ditulis dari WordPress untuk Android

Anda mungkin juga menyukai