Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

[ KIMIA HAYATI ]

TEKNIK – TEKNIK ANALISIS SEL

DISUSUN OLEH :
INTAN PRATAMA PUTRA 10318017
JANUAR NURHADIYAT 10318019
NANDAR SULAEMAN 10318022

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
INTERNATIONAL WOMEN UNIVERSITY
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan
makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak
akan sanggup menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang
“Teknik – Teknik Analisis Sel”, yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Makalah ini kami susun dengan berbagai rintangan, baik itu yang
datang dari diri saya sendiri, maupun yang datang dari luar. Namun demikian,
dengan penuh kesabaran dan pertolongan Allah Swt. akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membuka wawasan yang lebih luas
kepada pembaca. Saya sadar bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan,
untuk itu saya mohon saran dan kritik dari pembaca.

Bandung, Maret 2020

Penyusun

i
DAFRTAR ISI
KATA PENGANTAR …..……………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………............... 1
1.2 Rumusan Masalah...…………………………........................................ 2
1.3 Tujuan Masalah ………………………………..................................... 2

BAB II PEMBAHASAN..………………………………………………… 3
2.1 Teknik Analisis Sel Flow Cytoketri…..................................................... 3
2.2 Teknik Analisis Sel Tunggal……………………………........................ 7
2.3 Tenik Analisis Sel Dalam Jaringan.…………………………................. 19
2.4 Teknik Analisis Sel Spektrofotometri Sel/Konvensional...…………….. 25
BAB III PENUTUP……………………………………………………….
30
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………….
30
3.2 Saran …………………………………………………………………… 30
DAFTAR PUSTAKA..……………………………………………………..
31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan analisis sel dalam kehidupan makhluk hidup dirasa semakin penting.
Kebutuhan analisis sel misalnya dibutuhkan untuk menemukan pengendalian suatu
penyakit, pengamatan komponen-komponen makhluk hidup yang belum diketahui
sebelumnya, inovasi-inovasi yang memanfaatkan sel untuk kebutuhan manusia,
seperti bidang pangan, industri, farmasi, dan sebagainya. Oleh karena itu banyak
orang berlombalomba untuk menemukan teknik analisis sel. Namun sel memiliki
bentuk yang sangatlah kecil dan rumit, oleh karena itu sulit untuk melihat struktur
dan menentukan komposisi molekulnya, atau memahami kerja setiap komponennya.
Pada tahun 1930 ditemukan suatu prinsip dasar analisis sel, yaitu dengan metode
imunohistokimia. Penggunaan metode ini terus berkembang dan meluas pada tahun
1942. Selanjutnya diketahui bahwa teknik imunohistokimia bermanfaat untuk
identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan
diagnosis, terapi, dan prognosis kanker sehingga masih dipakai dalam analisis sel
pada saat sekarang.

Dalam perkembangan ilmu biologi telah banyak ditemukan cara untuk


menganalisis sel baik jenis sel, ukuran sel dan jumlah sel yang dapat diaplikasikan
untuk berbagai bidang termasuk biologi molekuler, patologi, imunologi, biologi
tanaman, dan biologi kelautan. Dalam makalah kali ini dibahas mengenai beberapa
teknik analisis sel yaitu teknik flow cytometry, analisis sel tunggal, analisis sel
dalam jaringan dan teknik analisis sel dengan spektrofotometer/konvensinal. Teknik
flow cytometry memanfaatkan metode pengukuran sel yang disertai dengan aliran
cairan melalui suatu celah yang ditembus dengan sinar laser. Teknik flow cytometry
pada umumnya digunakan untuk pemisahan sel limfosit, pemisahan sel hidup dan
sel mati serta menganalisis sel dengan kandungan DNA dan RNAnya. Terdapat 3
sistem dasar pada teknik flow cytometry yaitu sistem fluida, optik, dan elekronik.
Teknik analisis sel tunggal mengacu pada studi dari sel individu diisolasi dari
jaringan dalam organisme multi-selular pendekatan yang lebih spesifik untuk
mempelajari suatu organisme misalnya mengenai migrasi dari sel, pembagian sel
menjadi beberapa divisi tertentu, mengenai pembelahan sel. Analisis sel tunggal
menggunakan mikroskop yang membantu manusia untuk mengamati organisme
yang kecil. Mikroskop yang digunakan mulai dari mikroskop cahaya, mkroskop
Ultraviolet (UV), mikroskop fluoresen, mikroskop akustik hingga mikroskop
elektron. Teknik analisis sel dalam jaringan adalah metode yang melakukan analisis
satu atau lebih sel dalam suatu jaringan. Teknik analisis sel dalam jaringan
menggunakan teknik analisis sitologi dan sitokimia untuk mengidentifikasi
komponen kimiawi dalam sel. Aplikasi teknik analisis sel dalam jaringan yang
terkena adalah immunohistokimia Teknik immunohistokimia bermanfaat untuk

1
identifikasi, lokalisasi, dan mengidentifikasi marker. Teknik analisa yang dipakai
dalam menganalisa sel dalam jaringan adalah teknik Analisa Sitologi dan Sitokimia
dan pembuatan sediaan (preparat). Metode analisis sel dalam Jaringan yang
digunakan adalah metode Backpropagation dan metode Carcinoembryonicantigen
(CEA). Anaklisis sel dengan spektrofotometri adalah metode yang menggunakan
gelombang (terutama gelombang cahaya) untuk menentukan
kandungan/karakteristik dari suatu sampel. Metode ini menggunakan hubungan
antara energi yang dibawa oleh gelombang cahaya dan zat yang terkandung dalam
sampel. spektrofotmetri secara umum dibagi menjadi 2, yaitu spektrofotometri
absorbsi (AAS), dan emisi (AES). Spektrofotometri yang biasa dilakukan pada sel
adalah spektrofotometri fluoresens dan spektrofotometri inframerah.
Spektrofotmetri fluoresens ini dilakukan dalam metode fluorescent microscopy.
Metode ini dilakukan dengan menandai molekul yang akan dianalisis dengan
fluorophore, lalu mendeteksi keberadaan dan kondisi molekul tersebut dengan
mengikuti emisi fluoresens yang muncul. Untuk spektrofotometri inframerah,
prinsip dasarnya adalah adanya perbedaan daya absorbsi inframerah tiap molekul.
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi, teknik analisis sel masih terus
dikembangkan dan terus disempurnakan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
penelitian tentang sel yang lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa teknik-teknik yang digunakan dalam menganalisis sel ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui teknik-teknik yang digunakan dalam menganalisis sel.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TEKNIK ANALISIS DEL FLOW CYTOMETRY


Flow cytometry adalah metode pengukuran (metri) jumlah dan sifat-sifat sel
(cyto) yang dibungkus oleh aliran cairan (flow) melalui celah sempit yang ditembus
oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas sinar laser menimbulkan
sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan.
Setiap karakteristik molekul pada permukaan sel maupun yang terdapat di dalam sel
dapat diidentifikasi dengan menggunakan satu atau lebih probe. Oleh karena itu,
instrumen dapat mengidentifikasi setiap jenis aktivitas sel dan menghitung jumlah
masih-masing dalam suatu populasi campuran.
Setiap sel yang melewati berkas sinar laser akan menyebabkan sinar laser
terpencar (scattered) ke dua arah, yaitu forward scatter (FSC) yang pararel dengan
arah sinar dan side scatter (SSC) yang arahnya tegak lurus pada arah sinar laser.
Besarnya FSC berbanding lurus dengan atau menggambarkan volume atau ukuran
sel. Sel yang mati (walaupun penampakan mikroskopis sebaliknya), terlihat lebih
kecil dibanding sel hidup. Sel darah merah juga berbeda dengan sebenarnya,
umumnya lebih kecil dari semua sel darah. Adapun SSC ditentukan oleh morfologi
dan emisi sinar fluoresen yang dipancarkan oleh fluorokrom yang digunakan untuk
mewarnai sel. Sinyal-sinyal itu dikonversikan menjadi angka digital dan
diperlihatkan pada suatu histogram yang dapat dianalisis untuk memperoleh
informasi tentang karakteristik sel bersangkutan.

Kegunaan Teknik Flow Cytometry


Flow cytometry merupakan sebuah metode yang secara luas digunakan untuk
meneliti ekspresi permukaan sel dan molekul selular, menggolongkan dan
mendeskripsikan tipe sel yang berbeda dalam populasi sel yang heterogen,
menaksirkan kemurnian subpopulasi yang terisolasi, dan menganalisis ukuran dan
jumlah sel. Flow cytometry dengan cell sorting (fluorescence activated cell sorter ,
FACS) memiliki aplikasi dalam sejumlah bidang, termasuk biologi molekuler,
patologi, imunologi, biologi tanaman, dan biologi kelautan. Beberapa di antaranya,
meliputi:
• Analisis dan pemisahan subpopulasi limfosit dengan menggunakan antibodi
monoklonal terhadap antigen permukaan yang diberi label dengan zat warna
fluorokrom.
• Pemisahan limfosit yang memproduksi berbagai kelas imunoglobulin dengan
menggunakan antibodimonoklonal terhadap kelas dan subkelas Ig spesifik dan tipe
Lchain.
• Memisahkan sel hidup dari sel mati.
• Analisis kinetik atau siklus sel dan kandungan DNA atau RNA.

3
Prinsip Dasar Analisis Teknik Flow Cytometry
Flow Cytometry secara umum mempunyai 3 sistem dasar yaitu:
• Sistem Fluida
Sistem fluida mengarahkan sel melalui cahaya (laser) untuk dianalisis,
terdiri dari Sheath fluid dan central channel. Tenaga hidrodinamik mengakibatkan
sel satu per satu melewati central channel. Fluida merupakan bagian yang paling
sensitive pada flow cytometer. Jika terjadi kesalahan, semuanya akan salah dan
fatal.

• Sistem Optik
Sistem optik terdiri atas laser sebagai sumber cahaya dan mengeksitasi
(fluorokrom) sel dalam aliran sampel, serta filter optik untuk mengarahkan sinyal
cahaya yang dihasilkan ke detektor yang sesuai. Alasan penggunaan laser, karena
kemampuannya untuk difokuskan menjadi berkas cahaya elliptis. Ini terkait dengan
komponen-komponen fluida terkait. Laser memancarkan cahaya koheren dan
merupakan berkas sangat pararel. Hal ini memungkinkan dasar pengukuran yang
berbasis pada gangguan berkas (beam disturbance) dapat dilakukan (orward
scatter,side scatter). Penggunaan berkas terfokus yang elliptis dapat menghasilkan
hanya cahaya fluoresensi dari single cell (size dependent) yang dapat diukur setiap
saat.
Pengukuran sel pada flow cytometer menggunakan prinsip pendar cahaya
(light scattering). Prinsip light scattering adalah metode di mana sel dalam suatu
aliran melewati celah di mana berkas cahaya difokuskan ke sel (sensing area).
Apabila cahaya tersebut mengenai sel, akan dihamburkan, dipantulkan, atau
dibiaskan ke semua arah. Beberapa detektor yang diletakkan pada sudut-sudut
tertentu akan menangkap berkas-berkas sinar sesudah melewati sel. satu detektor
diletakkan berhadapan dengan sumber sinar (FSC), beberapa diletakkan dengan
membentuk sudut (SSC), dan detektor fluoresen. FSC berkorelasi dengan volume
atau ukuran sel, sedangkan SSC berhubungan dengan kompleksitas bagian dalam
partikel, seperti ukuran nukleus, tipe granula sitoplasma, dan kekasaran membran
plasma.
Deteksi sinyal dilaksanakan dengan menggunakan kombinasi
photomultiplier (cathode-ray) dan rangkaian elektronika. Sinyal yang dibangkitkan
oleh setiap sel pada dasarnya merupakan oscilloscope trace. Dengan melakukan
integrasi sinyal ini, akan dihasilkan suatu nilai numerik bagi fluoresensi maupun
nilai SSC.

• Sistem Elektronik
Sistem elektronik berfungsi untuk mendeteksi cahaya dan mengubahnya ke
bentuk sinyal digital. Data yang dihasilkan oleh flow cytometer dapat diplot dalam
satu dimensi, untuk menghasilkan histogram atau dalam dua dimensi plot titik, atau
bahkan dalam tiga dimensi. Plot sering dibuat pada skala logaritmik, karena emisi
pewarna fluoresen yang berbeda. Data akumulasi menggunakan flow cytometer

4
dapat dianalisis menggunakan perangkat lunak komputer, seperti WinMDI Flowjo,
FCS Ekspres, VenturiOne, CellQuest Pro, atau Cytospec.
Mekanisme metode flow cytometry yaitu sebagai berikut. Di dalam flow
cytometry suspensi sel dibuat menjadi suatu aliran yang dibentuk dengan
melingkupi penutup fluida isotonic yang membentuk laminar flow, memungkinkan
sel melewati interrogation point satu per satu. Di interrogation point, suatu sinar
monokromatik biasanya dari laser menembus sel yang berlabel fluorokhrom. Sinar
emisi kemudianditangkap optic yang akan meneruskan sinar ke beberapa filter dan
cermin dichroic yang mengisolasi ikatan dengan panjang gelombang tertentu.
Sinyal sinar dideteksi menggunakan photomultiplier tubes dan dilakukan digitalisasi
untuk analisis komputer.

Perkembangan Teknik Flow Cytometry


Pada 1934, Moldavan pertama kali memperkenalkan alat hitung sel darah
otomatik dengan metode flow through. Kemudian, pada 1950 dikomersialkan alat
dengan metode impedansi, tetapi masih menggunakan pengenceran bahan di luar
alat. Sepuluh tahun kemudian, pengenceran tidak dilakukan di luar alat, tapi secara
otomatis.
Pada 1953, Crossland and Taylor memperkenalkan teknik penghitungan sel
darah, di mana sel dialirkan dalam saluran tunggal, menggunakan bahan cair
sebagai laminar sheat flow, dan sel diperiksa dengan metode pendar cahaya.
Pada 1965, diperkenalkan pengukuran sel dengan pendar cahaya yang
ditangkap oleh detektor di lebih dari satu sudut dan menggunakan sinar dengan
intensitas kuat, yaitu sinar laser. Sinar ini oleh sel itu dapat dipantulkan, dibias,
bahkan tembus ke dalam sel, sehingga dapat mendeteksi intrasel.
Metode flow cytometry terus berkembang dengan perkembangan elektrik
komputer dan reagen, termasuk digunakannya monoklonal antibodi. Sampai saat
ini, pengukuran dengan metode flow cytometry menggunakan label fluoresensi,
selain mengukur jumlah, ukuran sel, juga dapat mendeteksi petanda dinding sel,
granula intraselular, struktur intra sitoplasmik, dan inti sel.

Contoh-contoh Analisis Sel oleh Teknik Flow Cytometry


Analisis DNA (Pengukuran kinetik sel)
Pengukuran kinetik pertumbuhan sel diperlukan untuk menentukan prognosis
kanker, mengetahui dinamika sel T pada infeksi HIV, dan sebagainya. Kinetik sel
dapat dipelajari dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengukur
indeks proliferasi. Pengukuran indeks proliferasi sel dapat dilakukan dengan
menentukan proporsi atau fraksi sel dalam fase-S (yaitu: suatu fraksi dari populasi
sel total dalam siklus sel) dan mengukur kandungan DNA. Salah satu metode yang
dapat digunakan adalah metode flow cytometry. Prinsip metode ini adalah
mengukur emisi fluoresen fluorokrom yang terikat pada DNA dalam sel apabila sel
itu dilewatkan berkas sinar dengan panjang gelombang yang sesuai (laser). Zat

5
warna fluorokrom dapat mengikat DNA secara stokiometris. Pengikatan zat warna
fluorokrom pada DNA dapat memberikan informasi tentang kandungan DNA total
dan fraksi sel yang berada pada siklus sel secara cepat, akurat, dan praktis.
Fluorokrom yang digunakan untuk kuantifikasi DNA adalah propidium iodide (PI)
dan ethidium bromida. Interkalasi fluorokrom ini di antara pasangan basa dsDNA
atau RNA menghasilkan suatu kompleks dengan fluoresensi efisien yang dapat
dideteksi dengan sinar laser dengan kekuatan relatif rendah. Kandungan DNA
relatif (status ploidi) dari satu populasi sel dinyatakan dengan indeks DNA dalam
fraksi Go/G1 populasi sel bersangkutan dibandingkan terhadap populasi sel kontrol
diploidi. Indeks DNA populasi sel normal ploidi adalah 1.0. Sel ganas, walaupun
tidak selalu, biasanya menunjukkan kandungan DNA abnormal (aneuploidi) dan
pada histogram, populasi abnormal akan menunjukkan puncak ekstra
(hiperdiploidi). Fraksi sel yang berada pada fase Go/G1, S dan G2M dapat dihitung
dari distribusi DNA.

Uji fungsi neutrofil


Uji fungsi neutrofil merupakan parameter penting dalam menganalisis respon
imun seluler nonspesifik. Pengujian ini dapat dilakukan dengan cara uji fagositosis
partikel bakteri dan uji aktivitas phagocyte respiratory burst menggunakan metode
flow cytometry. Prinsip uji fagositosis adalah menganalisis jumlah neutrofil yang
mengandung bakteri berlabel yang dibubuhkan.
Pengukuran fungsi fagositosis dan respiratory burst secara simultan dapat
dilakukan menggunakan darah yang diinkubasi dengan kuman Stafilococcus aureus
atau E. coli yang telah diberi label fluorescein FITC selama waktu tertentu
(biasanya 60 menit) guna menganalisis proporsi sel yang berisi bakteri. Fungsi
respiratory burst dievaluasi dengan mengukur banyaknya ethidium bromide (EB)
berfluoresensi merah yang dihasilkan oleh oksidasi hidroethidin yang terjadi akibat
dibentuknya produk oksidatif oleh PMN atas rangsangan bakteri yang difagositosis.
Jadi, yang diukur oleh flow cytometer adalah proporsi sel yang berisi bakteri yang
berfluoresensi hijau dan intensitas fluoresensi merah yang dihasilkan EB dalam sel
PMN bersangkutan. Fluorokrom yang dapat digunakan, antara lain propidium
iodide yang berfluoresensi merah untuk melabel Stafilococcus dan
dihidrorhodamine 123 yang akan berubah menjadi rhodamine 123 yang
berfluoresensi hijau setelah dioksidasi.

Monitoring penderita terinfeksi virus HIV (Pengukuran limfosit T)


Monitoring status imunologi pada infeksi HIV bisa dilakukan dengan metode
flow cytometry. Pemeriksaan menggunakan flow cytometer yang berbasis flow
cytometry merupakan pemeriksaan yang paling baik untuk limfosit T helper/inducer
(CD4+) atau limfosit T supressor/cytotoxic (CD8+).
Virus HIV menginfeksi limposit T helper atau melalui antigen CD4 +.
Limposit yang terinfeksi ini kemudian lisis ketika virion baru dilepaskan atau
dipindahkan oleh sistem imun selular. Pada infeksi HIV yang progresif, jumlah
CD4+ dan limposit T menurun. Jumlah absolut CD4+ merupakan pengukuran yang

6
penting untuk memprediksi, menentukan derajat, dan monitoring progresivitas serta
respons terhadap pengobatan pada infeksi HIV. Pemeriksaan jumlah virus
melengkapi pemeriksaan laboratorium untuk monitoring penyakit. Besarnya
berbanding terbalik dengan jumlah CD4+. Jadi, jumlah CD4+ dan jumlah virus
secara langsung menunjukkan status imun penderita. Ini berguna untuk menentukan
diagnosa, prognosa, dan manajemen pengobatan pada penderita yang terinfeksi
HIV. Nilai normal limfosit T Dewasa:
-Limfosit T CD4 absolut :lebih besar dari
500/cmm3 -Limfosit T CD4 % :lebih besar dari
25% Bayi ≥ 12 bulan:
-Limfosit T CD4 absolut :lebih besar dari
1.500/cmm3 -Limfosit T CD4 % :lebih besar dari
25% Anak-anak 1-5 tahun:
-Limfosit T CD4 absolut :lebih besar dari 1.000/cmm3
-Limfosit T CD4 % :lebih besar dari 25%

2.2 TEKNIK ANALISIS SEL TUNGGAL


Dalam bidang biologi sel, analisis-sel tunggal mengacu pada studi dari sel
individu diisolasi dari jaringan dalam organisme multi-selular.. Analisis sel tunggal
merupakan suatu langkah pendekatan yang lebih spesifik untuk mempelajari suatu
organisme. Pemantauan mengenai sel misalnya mengenai migrasi dari sel,
pembagian sel menjadi beberapa divisi tertentu, mengenai pembelahan sel. Salah
satu sel tunggal yang menarik untuk diteliti misalnya sel kanker. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali bila dibandingkan
dengan sel normal.
Pada perkembangan awal sel, diasumsikan bahwa populasi sel adalah suatu
populasi yang homogen, misalnya mengenai signalling, interaksi sel masih sering
diabaikan karena dirasa sulit untuk melihat fenomena tersebut dalam skala yang
sangat rinci. Namun sengiring perkembangan ilmu pengetahuan menunjukkan
bahwa heterogenitas terjadi pada sel bahkan dalam populasi sel kecil sekalipun.
Heterogenitas ini akan semakin jelas terlihat dalam sel eukariotik. Pengukuran
ekspresi gen yang menyatakan suatu homogenitas dapat dinyatakan tidak begitu
valid, karena tidak memperhitungkan perbedaan-perbedaan dalam skala yang sangat
kecil pada sel-sel tunggal. Sel-sel tunggal memiliki perbedaan misalnya dalam
ukuran, jenis protein, dalam transkri RNA, dan lainnya. Penelitian mengenai sel
tunggal ini menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum terpecahkan sebelumnya
seperti pada penelitian kanker, imunologi, biologi perkembangan, dan neurologi.
Dengan analisis sel tunggal memungkikan kita mengetahui ekspresi-ekspresi gen
dalam sel tunggal, menghindari kesalahan apabila adanya pengambilan rata-rata
dari seluruh populasi sel, dan menemukan subpopulasi sel yang tidak terdeteksi
sebelumnya.

7
Prinsip Dasar Analisis Sel Tunggal
Prinsip dasar analisis sel tunggal merupakan analisis yang menggunakan
mikroskop. Mikroskop merupakan suatu alat bantu yang memungkinkan kita untuk
dapat mengamati obyek yang berukuran sangat kecil salah satu contohnya yaitu sel
tunggal. Alat ini membantu memecahkan persoalan manusia tentang organisme
yang berukuran kecil.
Antonie Van Leeuwenhoek (1632-1723) adalah orang yang pertama kali
mengetahui adanya dunia mikroorganisme tersebut (Dwidjoseputro, 1978). Bentuk
kehidupan dari dunia mikroba yang pertama kali beliau amati adalah bekteri atau
kuman. Dari pengamatan tersebut Anthonie Van leeuwenhoek berhasil menemukan
suatu bentuk kehidupan yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Bentuk
kehidupan tersebut kemudian dinamakan animal cules, yang tidak lain adalah
bakteri atau kuman. Leeuwenhoek menggambarkan bentuk kehidupan temuannya,
yaitu bulat atau kokus, batang atau basil, dan spiral yang sampai saat ini digunakan
sebagai bentuk dasar morfologi bakteri. Dengan mikroskop ciptaannya ia dapat
melihat bentuk makhlukmakhluk kecil yang sebelumnya tidak diduga sama sekali
keberadaannya. Mikroskop buatan Leeuwenhoek itu memberikan pembesaran
sampai 300 kali. Hasil pengamatan tersebut berasal dari berbagai objek seperti air
selokan, air hujan, kotoran gigi, potongan rambut, dan kerokan kuku (Dzen, 2003).
Antara tahun 1674 sampai 1683 ia terus menerus mengadakan hubungan
dengan lembaga Royal Society di Inggris. Ia melaporkan hal-hal yang diamatinya
dengan mikroskop itu kepada lembaga tersebut. Laporan-laporan itu disertai dengan
gambar-gambar mikroorganisme yang beraneka ragam. Di dalam sejarah
mikrobiologi, Leeuwenhoek dapat dianggap sebagai penemu mikroskop
(Dwidjoseputro, 1978).
Sementara itu, Robert Hooke (1665) seorang ilmuan asal Inggris, juga
melakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop terhadap sel tumbuhan
dan jaringan hewan (Gabriel, 1996). Selanjutnya pada tahun 1838-1839, Mathias
Schleiden dan Theodor Schwann melakukan penelitian terhadap sel makhluk hidup
dan disimpulkan bahwa semua makhluk hidup tersusun dari sel-sel (Dzen, 2003).
Pada abad XIX ahli optika menawarkan mikroskop untuk dijual ke segala
penjuru kota-kota Eropa (Gabriel, 1996). Pada tahun 1880 telah dibuat mikroskop
kompoun (compound microscope), dan pada tahun 1903 diperkenalkan mikroskop
medan gelap (dark-field microskope), ultraviolet illumination (1925), electron
microscope yang diperkenalkan pada tahun 1940, dan phase contrast microscope
pada tahun 1944 (Gabriel, 1996).
Prinsip mikroskop secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :

8
Sumber
Cermin Kondensor
Sinar

Lensa Lubang
Preparat
Objektif Meja Objek

Lensa Tampak
Mata Kita
Okuler Bayangan
Gambar 1. Prinsip Kerja Mikroskop secara Umum
Sumber :

Setelah kemajuan dalam bidang teknologi maka bermunculanlah berbagai


tipe mikroskop modern. Mikroskop modern meliputi mikroskop cahaya, mikroskop
ultraviolet, mikroskop fluerense, mikroskop elektron, dan mikroskop akustik.

Perkembangan Alat/Metode Analisis Sel Tunggal


Mikroskop Cahaya/Mikroskop Optik
Cara kerja dari mikroskop optik adalah dari cahaya lampu yang dibiaskan
oleh lensa condenser, setelah melewati lensa kondenser sinar mengenai spesimen
dan diteruskan oleh lensa objektif. Lensa objektif ini merupakan bagian yang paling
penting dari mikroskop karena dari lensa ini dapat diketahui perbesaran yang
dilakukan mikroskop. Sinar yang diteruskan oleh lensa objektif ditangkap oleh lensa
okuler dan diteruskan pada mata atau kamera. Pada mikroskop ini mempunyai
batasan perbesaran yaitu dari 400 X sampai 1400 X.
Mikroskop cahaya menggunakan satu atau lebih lensa lensa untuk pemusatan
mengatur cahaya. Mikroskop cahaya sederhana menggunakan satu lensa sedangkan
mikroskop cahaya kompleks ( compound light microscope ) menggunakan dua set
lensa. Mikroskop cahaya sederhana Mikroskop cahaya, berlensa okuler tungga
dikenal dengan nama mikroskop monokuler sedangkan yang berlensa okuler ganda
dikenal dengan nama mikroskop binokuler . Bagian-Bagian dari mikroskop
cahaya :
 Bagian Optik :
• Lensa Okuler, yaitu lensa yang terdapat di bagian ujung atas tabung pada gambar,
pengamat melihat objek melalui lensa ini. Lensa okuler berfungsi untuk
memperbesar kembali bayangan dari lensa objektif. Lensa okuler biasanya memiliki
perbesaran 6, 10, atau 12 kali.

9
• Lensa Objektif, yaitu lensa yang dekat dengan objek. Biasanya terdapat 3 lensa
objektif pada mikroskop, yaitu dengan perbesaran 10, 40, atau 100 kali. Saat
menggunakan lensa objektif pengamat harus mengoleskan minyak emersi ke bagian
objek, minyak emersi ini berfungsi sebagai pelumas dan untuk memperjelas
bayangan benda, karena saat perbesaran 100 kali, letak lensa dengan objek yang
diamati sangat dekat, bahkan kadang bersentuhan.
• Kondensor, yaitu bagian yang dapat diputar naik turun yang berfungsi untuk
mengumpulkan cahaya yang dipantulkan oleh cermin dan memusatkannya ke objek.
• Diafragma, yaitu bagian yang berfungsi untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya
yang masuk dan mengenai preparat.
• Cermin, yaitu bagian yang berfungsi untuk menerima dan mengarahkan cahaya
yang diterima. Cermin mengarahkan cahaya dengan cara memantulkan cahaya
tersebut.

 Bagian-Bagian Mekanik (Non-Optik)


• Revolver, yaitu bagian yang berfungsi untuk mengatur perbesaran lensa objektif
yang diinginkan.
• Tabung Mikroskop, yaitu bagian yang berfungsi untuk menghubungkan lensa
objekti dan lensa okuler mikroskop.
• Lengan Mikroskop, yaitu bagian yang berfungsi untuk tempat pengamat memegang
mikroskop.
• Meja Benda, yaitu bagian yang berfungsi untuk tempat menempatkan objek yang
akan diamati, pada meja benda terdapat penjepit objek, yang menjaga objek tetap
ditempat yang diinginkan.
• Makrometer (pemutar kasar), yaitu bagian yang berfungsi untuk menaikkan atau
menurunkan tabung secara cepat untuk pengaturan mendapatkan kejelasan dari
gambaran objek yang diinginkan.
• Mikrometer (pemutar halus), yaitu bagian yang berfungsi untuk menaikkan atau
menurunkan tabung secara lambat untuk pengaturan mendapatkan kejelasan dari
gambaran objek yang diinginkan.
• Kaki Mikroskop, yaitu bagian yang berfungsi sebagai penyagga yang menjaga
mikroskop tetap pada tempat yang diinginkan, dan juga untuk tempat memegang
mikroskop saat mikroskop hendak dipindahkan.

10
Gambar 2. Bagian-bagian Mikroskop Cahaya
Sumber : rumushitung.com

Mikroskop Ultraviolet (UV)


Mikroskop UV menggunakan sinar UV dengan panjang gelombang lebih
pendek dari cahaya putih untuk melihat organisme. Mikroskop UV dapat melihat
objek yang lebih kecil dari objek yang terlihat oleh mikroskop cahaya. Bayangan
yang dihasilkan tercatat pada film fotografi, sehingga mikroskopis tidak melihat
bayangan objek secara langsung. Perbesaran yang mungkin dengan mikroskop UV
kira-kira sama dengan perbesaran mikroskop cahaya.

Gambar 3. Mikroskop Ultraviolet


Sumber : www.warsash.com.au
Mikroskop Fluoresen
Mikroskop fluoresen juga menggunakan UV. Penggunaan mikroskop ini
melibatkan pemakain zat warna fluoresen untuk mewarnai objek. Pewarnaan akan
mempermudah kita dalam mendeteksi dan mengidentifikasi tipe sel tertentu.

11
Mikroskop fluoresen membantu mikroskopis melihat objek secara langsung dan
dapat memperbesar objek hingga 1000 kali ukuran sebenarnya.

Gambar 4. Mikroskop Fluoresen


Sumber : zeiss-campus.magnet.fsu.edu

Mikroskop Elektron
Mikroskop elektron pertama kali dibuat oleh Knoll dan Rusha pada tahun
1932. Mikroskop elektron tergantung pada teknologi memperoleh panjang
gelombang yang sangat pendek dengan meningkatkan tegangan listrik. Hal tersebut
memberikan harapan besar untuk kemajuan penelitian dibidang ilmu pengetahuan
biologi seluler. Jenis-jenis mikroskop elektron, yaitu mikroskop elektron transisi
dan mikroskop elektron scanning yang mempunyai keuntungan yaitu diperoleh
bayangan tiga dimensi dengan memberikan gambaran kontur permukaan jaringan
atau struktur dalam sel, mikroskop elektron pemindai lingkungan, mikroskop
refleksi elektron, dan spin-polarized low-energy electron microscopy

 Mikroskop Scanning Electron (SEM)


Pada mikroskop scanner elektron mempunyai bagian-bagian seperti pada skema
yang tergambar pada gambar

12
Gambar 5. Anatomi Mikroskop Scanning Elektron
Sumber : Khan, E.B

Gambar 6. Skema Mikroskop Scanning Elektron


Sumber : Khan, E.B

Cara kerja dari mikroskop scanning elektron adalah sinar dari lampu dipancarkan
pada lensa kondensor, sebelum masuk pada lensa kondensor ada pengatur dari
pancaran sinar elektron yang ditembakkan. Sinar yang melewati lensa kondensor
diteruskan lensa objektif yang dapat diatur maju mundurnya. Sinar yang melewati
lensa objektif diteruskan pada spesimen yang diatur miring pada pencekamnya,
spesimen ini disinari oleh deteksi x-ray yang menghasikan sebuah gambar yang
diteruskan pada layar monitor.

 Mikroskop Transmission Elektron (TEM)


Pada mikroskop transmission elektron, skematik dari mikroskop dapat dilihat dari
gambar:

13
Gambar 7. Anatomi TEM
Sumber : Karlik, M

Gambar 8. Skema TEM


Sumber : Karlik, M

Dari skema diatas dapat diterangkan elektron ditembakkan dari electron gun
yang kemudian melewati oleh dua lensa kondenser yang berguna menguatkan dari
elektron yang ditembakkan. Setelah melewati dua lensa kondenser elektron diterima
oleh spesimen yang tipis dan berinteraksi, karena spesimen tipis maka elektron yang
berinteraksi dengan specimen diteruskan pada tiga lensa yaitu lensa objektif, lensa
intermediate dan lensa proyektor.
Lensa objektif merupakan lensa utama dari TEM karena batas
penyimpangannya membatasi dari redolusi mikroskop, lensa intermediate sebagai
penguat dari lensa objektif dan untuk lensa proyektor gunanya untuk
menggambarkan pada layar flourescent yang ditangkap film fotografi atau kamera
CCD.

14
Gambar 9. Persiapan Spesimen TEM Sumber : Karlik, M

Dari gambar diatas dapat dijelaskan tahapan pembuatan spesimen.


- Spesimen dipotong dengan ukuran 3 mm dan ketebalan 300 μm
- Spesimen digerinda dan dipoles sampai ketebalan 100 μm
- Spesimen digerinda tengahnya sampai ketebalan 20 μm - Spesimen ditembak
dengan ion argon sampai berlubang - Pada bagian yang tipis digunakan untuk
melihat.

 Mikroskop Elektron Pemindai Lingkungan (ESEM)


Environmental Scanning Electron Microscope (ESEM) ini merupakan
pengembangan dari SEM, yang dikembangkan guna mengatasi obyek pengamatan
yang tidak memenuhi syarat sebagai obyek TEM maupun SEM. Obyek yang tidak
memenuhi syarat seperti ini biasanya adalah spesimen alami yang ingin diamati
secara detil tanpa merusak atau menambah perlakuan yang tidak perlu terhadap
obyek, yang apabila menggunakat alat SEM konvensional perlu ditambahkan
beberapa trik yang memungkinkan hal tersebut bisa terlaksana. Teknologi ESEM ini
dirintis oleh Gerasimos D. Danilatos, seorang kelahiran Yunani yang bermigrasi ke
Australia pada akhir tahun 1972 dan memperoleh gelar Ph.D dari Universitas New
South Wales (UNSW) pada tahun 1977 dengan judul disertasi Dynamic Mechanical
Properties of Keratin Fibres . Dr. Danilatos dikenal sebagai pionir dari teknologi
ESEM, yang merupakan suatu inovasi besar bagi dunia mikroskop elektron serta
merupakan kemajuan fundamental dari ilmu mikroskopi. Dengan teknologi ESEM
ini dimungkinkan bagi seorang peneliti untuk meneliti sebuah objek yang berada
pada lingkungan yang menyerupai gas yang betekanan rendah (low-pressure
gaseous environments) misalnya pada 10-50 Torr serta tingkat humiditas diatas
100%.
Dalam arti kata lain ESEM ini memungkinkan dilakukannya penelitian
obyek baik dalam keadaan kering maupun basah. Sebuah perusahaan di Boston
yaitu Electro Scan Corporation pada tahun 1988 (perusahaan ini diambil alih oleh

15
Philips pada tahun 1996- sekarang bernama FEI Company) telah menemukan suatu
cara guna menangkap elektron dari obyek untuk mendapatkan gambar dan
memproduksi muatan positif dengan cara mendesain sebuah detektor yang dapat
menangkap elektron dari suatu obyek dalam suasana tidak vakum sekaligus menjadi
produsen ion positif yang akan dihantarkan oleh gas dalam ruang obyek ke
permukaan obyek. Beberapa jenis gas telah dicoba untuk menguji teori ini, di
antaranya adalah beberapa gas ideal dan gas lain. Namun, yang memberikan hasil
gambar yang terbaik hanyalah uap air. Untuk sample dengan karakteristik tertentu
uap air kadang kurang memberikan hasil yang maksimum.

Gambar 10. Mikroskop ESEM


Sumber : www.azom.com

 Mikroskop refleksi elektron (REM)


Reflection Electron Microscope (REM), adalah mikroskop elektron yang
memiliki cara kerja yang serupa dengan cara kerja TEM, namun sistem ini
menggunakan deteksi pantulan elektron pada permukaan objek. Teknik ini secara
khusus digunakan dengan menggabungkannya dengan tehnik refleksi difraksi
elektron energi tinggi (Reflection High Energy Electron Diffraction) dan teknik
Refleksi pelepasan spektrum energi tinggi (reflection high-energy loss spectrum –
RHELS)

 Spin-Polarized Low-Energy Electron Microscopy (SPLEEM)


Spin-Polarized Low-Energy Electron Microscopy (SPLEEM) ini adalah
merupakan Variasi lain yang dikembangkan dari teknik yang sudah ada
sebelumnya, dan digunakan untuk melihat struktur mikro dari medan magnet.

16
Gambar 11. Mikroskop SPLEEM
Sumber : www.brl.ntt.co.jp

Mikroskop Akustik
Mikroskop ini menggunakan komputer untuk menganalisis gelombang suara
untuk malihat objek. Mikroskop akustik menghasilkan bayangan objek secara
elektronik pada layar televisi. Mikroskop ini dapat memperbesar objek sampai 5000
kali ukuran sebenarnya.

Gambar 12. Mikroskop Akustik


Sumber : www.hellotrade.com

17
Contoh Analisis dengan Metode Analisis Sel Tunggal
Pengamatan dengan mikroskop cahaya

Gambar 13. Epidermis Bawang Merah dengan pewarnaan metilen blue


(lingkaran di tengah menyatakan inti sel)
Sumber : http://praktikumbiologi.com

Gambar 14. Sel Epitel Pipi Manusia dengan pewarnaan metilen blue dan perbesaran 100x
Sumber : http://praktikumbiologi.com

Pengamatan dengan mikroskop elektron

18
Gambar 15. Hasil dari SEM yang merupakan pengamatan bagian mulut cacing nematoda
(perbesaran 350x) Sumber : Khan, E.B

Gambar 16. Hasil pengamatan sel darah merah dengan mikroskop cahaya, mikroskom TEM dan
SEM
Sumber : Karlik, M

2.3 TEKNIK ANALISIS SEL DALAM JARINGAN


Analisis sel dalam jaringan adalah metode yang melakukan analisis satu
atau lebih sel dalam suatu jaringan. Contoh penggunaan metode analisis sel dalam
jaringan adalah immunohistokimia. Immunohistokimia merupakan suatu cara
pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi atau antigen
dalam sediaan jaringan. Prinsip dasar proses imunohistokimia adalah penggunaan
antibodi dan histo yang menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Pemeriksaan ini
membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan yang bervariasi tergantung
dari tujuan pemeriksaan.
Teknik immunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan
mengidentifikasi marker. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
khususnya dunia biologi, teknik immunohistokimia dapat langsung diamati tanpa
perlu direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna dibawah
mikroskop fluorescense. Langkah-langkah dalam melakukan immunohistokimia
terbagi menjadi 2, yaitu preparasi sampel dan labeling.
- Preparasi sampel merupakan persiapan pembentukan preparat jaringan yang masih
segar, fiksasi jaringan biasanya menggunakan formaldehid, embedding jaringan
dengan parafin atau dibekukan pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan
menggunakan mikrotom, deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan
epitop jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik lain.
- Sampel labeling adalah pemberian bahan-bahan untuk dapat mewarnai preparat.
Sampel labeling terdiri dari imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan

19
sekunder, pemberian substrat, dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di
sekitarnya.
Antibodi adalah imunoglobulin yang dihasilkan oleh sistem imun dalam
merespon kehadiran suatu antigen tertentu. Antibodi dibentuk berdasarkan antigen
yang menginduksinya. Antigen adalah suatu zat atau substansi yang dapat
merangsang sistem imun untuk bereaksi secara spesifik dengan antibodi membentuk
kompleks terkonjugasi.
Metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan histokimia terbagi menjadi
2, yaitu metode langsung dan tidak langsung.
- Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah. Metode ini hanya
melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel seperti antiserum
terkonjugasi fuorescein isothiocyanate (FITC) atau rodhamin.
- Metode tidak langsung merupakan metode yang menggunakan 2 macam antibodi
yaitu antibodi primer (tidak berlabel) yang bertugas mengenali antigen yang
diidentifikasi pada jaringan dan antibodi sekunder (berlabel) yang akan berikatan
dengan antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan
substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa
kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa
tertentu.
- Metode Peroxidase-anti-Peroxidase (PAP) merupakan analisis imunohistokimia
menggunakan tiga molekul peroksidase dan dua antibodi yang membentuk seperti
roti sandwich. Teknik ini memanfaatkan afinitas antibody terhadap antigen
(enzim) untuk membentuk kompleks imun stabil sebagai perlawanan terhadap
proses kimia terkonjugasi Fitur unik dari prosedur ini adalah larutan enzim-antibodi
dan kompleks imun PAP. Enzim Horseradish Peroksidase, protein imunogenik,
digunakan untuk menyuntik spesies tertentu dan merespon imun poliklonal yang
dihasilkan terhadap enzim. Antiserum ini dipanen dan ditempatkan dalam larutan
pada enzim sehingga membentuk kompleks imun yang larut.
- Metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) adalah metode analisis imunohistokimia
menggunakan afinitas terhadap molekul avidin- biotin oleh tiga enzim
peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam molekul avidin tetravalen
bertujuan untuk amplifikasi dan merespon sinyal yang disampaikan oleh antigen
target.
- IHC merupakan teknik deteksi yang sangat baik dan efektif untuk memeriksa
jaringan. IHC memiliki keuntungan yang luar biasa untuk dapat menunjukkan
secara tepat di dalam jaringan mana protein tertentu yang diperiksa. Teknik ini telah
digunakan dalam ilmu saraf, yang memungkinkan peneliti untuk memeriksa
ekspresi protein dalam struktur otak tertentu. Kekurangan dari teknik ini adalah
kurang spesifik terhadap protein tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang
dapat mendeteksi berat molekul protein dan sangat spesifik terhadap protein
tertentu. Teknik ini banyak digunakan dalam diagnostik patologi bedah terhadap
kanker, tumor, dan sebagainya. Marker yang digunakan dalam diagnosa IHC adalah
sebagai beriku
1. Carcinoembryonic antigen (CEA): digunakan untuk
identifikasi adenocarcinoma.

20
2. Cytokeratins: digunakan untuk identifikasi carcinoma tetapi juga dapat terekspresi
dalam beberapa sarkoma.
3. CD15 and CD30 : digunakan untuk identifikasi Hodgkin's disease
4. Alpha fetoprotein: untuk tumor yolk sac dan karsinoma hepatoselluler
5. CD117 (KIT): untuk gastrointestinal stromal tumors (GIST)
6. CD10 (CALLA): untuk renal cell carcinoma dan acute lymphoblastic leukemia
7. Prostate specific antigen (PSA): untuk prostate cancer estrogens dan progesterone
staininguntuk identifikasi tumor
8. Identifikasi sel B limfa menggunakan CD20
9. Identifikasi sel T limfa menggunakan CD 3

Prinsip Dasar Analisa Sel dalam Jaringan


Teknik analisa yang dipakai dalam menganalisa sel dalam jaringan adalah sebagai
berikut.
- Teknik Analisa Sitologi dan Sitokimia
Sitologi berasal dari akar kata cytos yang artinya cel dan logos artinya ilmu
pengetahuan. Jadi sitologi berarti ilmu yang mempelajari tentang sel. Tujuan utama
mempelajari sitokimia adalah untuk identifikasi dan lokalisasi komponen kimiawi
sel, baik yang sifatnya kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu juga adalah untuk
mempelajari dinamika perubahan dan dinamika organisasi sitokimianya yang terjadi
atas perbedaan fungsinya.
- Pembuatan Sediaan (Preparat)
Cara pembuatan sediaan histologis disebut mikroteknik. Pembuatan sediaan
dari suatu jaringan dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi. Jaringan yang
diambil kemudian diproses dengan fiksatif yang akan menjaga agar sediaan tidak
akan rusak (bergeser posisinya, membusuk, atau rusak). Fiksatif yang paling umum
digunakan untuk jaringan hewan (termasuk manusia) adalah formalin (10%
formaldehida yang dilarutkan dalam air). Larutan Bouin juga dapat digunakan
sebagai fiksatif alternatif meskipun hasilnya tidak akan sebaik formalin karena akan
meninggalkan bekas warna kuning dan artefak. Artefak adalah benda yang tidak
terdapat pada jaringan asli, namun tampak pada hasil akhir sediaan. Artefak ini
terbentuk karena kurang sempurnanya pembuatan sediaan.
Sampel jaringan yang telah terfiksasi direndam dalam cairan etanol
(alkohol) bertingkat untuk proses menghilangkan air dalam jaringan (dehidrasi).
Selanjutnya sampel dipindahkan ke dalam toluena untuk menghilangkan alkohol
(dealkoholisasi). Langkah terakhir yang dilakukan adalah memasukkan sampel
jaringan ke dalam parafin panas yang menginfiltrasi jaringan. Selama proses yang
berlangsung selama 12-16 jam ini, jaringan yang awalnya lembek akan menjadi
keras sehingga lebih mudah dipotong menggunakan mikrotom. Pemotongan dengan
mikrotom ini akan menghasilkan lapisan dengan ketebalan 5 mikrometer. Lapisan
ini kemudian diletakkan di atas kaca objek untuk diwarnai.
Pewarnaan perlu dilakukan karena objek dengan ketebalan 5 mikrometer
akan terlihat transparan meskipun di bawah mikroskop. Pewarna yang biasa
digunakan adalahhematoxylin dan eosin. Hematoxylin akan memberi warna biru

21
pada nukelus, sementara eosin memberi warna merah muda pada sitoplasma. Masih
terdapat berbagai zat warna lain yang biasa digunakan dalam mikroteknik,
tergantung pada jaringan yang ingin diamati. Ilmu yang mempelajari pewarnaan
jaringan disebut histokimia.

Metode Analisis Sel dalam Jaringan


- Metode Backpropagation
Perambatan galat mundur (Backpropagation) adalah sebuah metode
sistematik untuk pelatihan multiplayer jaringan saraf tiruan. Metode ini memiliki
dasar matematis yang kuat, obyektif dan algoritma ini mendapatkan bentuk
persamaan dan nilai koefisien dalam formula dengan meminimalkan jumlah
kuadrat galat error melalui model yang dikembangkan (training set).
o Dimulai dengan lapisan masukan, hitung keluaran dari setiap elemen pemroses
melalui lapisan luar. o Hitung kesalahan pada lapisan luar yang merupakan selisih
antara data aktual dan target.
o Transformasikan kesalahan tersebut pada kesalahan yang sesuai di sisi masukan
elemen pemroses. o Propagasi balik kesalahan-kesalahan ini pada keluaran setiap
elemen pemroses ke kesalahan yang terdapat pada masukan. Ulangi proses ini
sampai masukan tercapai.
o Ubah seluruh bobot dengan menggunakan kesalahan pada sisi masukan elemen dan
luaran elemen pemroses yang terhubung.
- Metode Carcinoembryonicantigen (CEA)
CEA merupakan antigen spesifik untuk adenocarcinoma pada saluran cerna
yang ditemukan pada tahun 1965. Kadar CEA pada serum perokok lebih tinggi
dibandingkan bukan perokok.

Perkembangan Metode Analisis Sel dalam Jaringan


Perkembangan Histologi
Histologi adalah ladang penelitian yang sangat gencar dilakukan pada abad
ke-19, yang sebelumnya telah dirintis oleh Malpighi dan Bichat. Marcello Malpighi
(1628-1694), seorang ahli anatomi dari Italia atau yang sering disebut sebagai bapak
anatomi mikroskopis ini adalah orang pertama yang menjelaskan alveolus paru-
paru, kapiler, sel-sel limpa, sel-sel ginjal, dan lapisan kulit malpighi yang
merupakan unit sebenarnya pembentuk jaringan tubuh.
Marie François Xavier Bichat (1771-1802), seorang ahli patologi Perancis,
atau yang sering disebut bapak histologi ini adalah orang pertama yang secara
sistematis mempelajari jaringan yang dianggap sebagai blok penyusun unsur tubuh.
Namun, dalam penelitiannya Bichat tidak menggunakan mikroskop melainkan
pembedahan/ pemotongan dan berhasil mengidentifikasi 21 jaringan yang kemudian
disebut sebagai 21 jaringan Bichat. Akan tetapi, histologi modern kini lebih
mengenal empat macam jaringan, yaitu jaringan ikat, otot, saraf, dan epitel.
August Mayer(1787-1865) menciptakan istilah histologi yang berarti studi
tentang jaringan tubuh yang berasal dari bahasa Yunani yaitu histos (jaringan) dan

22
logos (ilmu). Kemudian Richard Owen (1804-1892), seorang palaentologis Inggris
merekomendasikan agar penggunaan istilah histologi digunakan secara meluas.
Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1852 Rudolph von Kölliker (1817-
1905), seorang profesor anatomi Swiss menjadi orang pertama yang
mempublikasikan buku tentang histologi yang berjudul ”Handbuch der
Gewebelehre”.

Perkembangan Imunohistokimia
Prinsip dasar imunohistokimia telah diketahui sejak sekitar tahun 1930, namun
penggunaanya mulai meluas mulai tahun 1942 ketika studi pertama mengenai
imunihistokimia dilaporkan. Imunohistokimia berkembang dengan ditemukannya
Indirect method, kemudian ditemukan adisi horseradish peroxidase. Setelah itu
teknik peroxidase dan anti-peroxidase ditemukan pada tahun 1979. Kemudian
penggunaan Avidin & Biotin complex pada awal tahun 1980an.

Perkembangan Teknik Analisis Sel dengan Teknik Instrumental


Dua sifat sel yang menjadi dasar pengembangan teknik analisis
instrumental pada sel, ialah ukuran sel dan sifat sel yang tembus cahaya. Sel
mempunyai ukuran yang sangat kecil yang dinyatakan dalam micron (1 mikron
=1/1000 mm = 1/25.400 inci). Oleh karena itu diperlukan teknik instrumental yang
mampu membesarkan obyek mampu membesarkan obyek untuk mempelajari sel,
berupa mikroskop, yang macam-macamnya telah disebutkan. Setiap jenis
mikroskop mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Misalnya
electron mikroskop mampu untuk mengenal bagian sel sampai pada tingkatan
molekul, tetapi tidak dapat digunakan untuk mempelajari sel hidup karena terlalu
tebal. Untuk mengatasi sifat kedua dari sel, yaitu sifatnya yang tembus cahaya,
dibutuhkan alat yang dapat meningkatkan kontras. Sel memiliki sifat tembus
cahaya, menurut De Reberties (1975 : 82) Karena sel mengandung banyak air, bila
telah kering sifat kontrasnya meningkat. Teknik lain untuk meningkatkan kontras
sel adalah dengan teknik pewarnaan. Masalahnya teknik pearnaan ini tidak dapat
digunakan untuk meningkatkan kontras pada sel hidup. Karena mewarnai sel
memerlukan serangkaian teknik, mulai dari fiksasi, dehidrasi embedding, dan
pemotongan atau seksi serta pewarnaan. Unutk meningkatkan sifat kontras pada sel
hidup dapat digunakan mikroskop fase kontras dan mikroskop interferensi (De
Reberties, dkk. 1975 :82).

Contoh Analisis Sel dalam Jaringan


Contoh penggunaan metode analisis sel dalam jaringan adalah
immunohistokimia. Immunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk
mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi atau antigen dalam sediaan jaringan.
Prinsip dasar proses imunohistokimia adalah penggunaan antibodi dan histo yang

23
menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan
dengan jumlah dan ketebalan yang bervariasi tergantung dari tujuan pemeriksaan.
Teknik immunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan
mengidentifikasi marker. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
khususnya dunia biologi, teknik immunohistokimia dapat langsung diamati tanpa
perlu direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna dibawah
mikroskop fluorescense. Langkah-langkah dalam melakukan immunohistokimia
terbagi menjadi 2, yaitu preparasi sampel dan labeling.
- Preparasi sampel merupakan persiapan pembentukan preparat jaringan yang masih
segar, fiksasi jaringan biasanya menggunakan formaldehid, embedding jaringan
dengan parafin atau dibekukan pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan
menggunakan mikrotom, deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan
epitop jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik lain.
- Sampel labeling adalah pemberian bahan-bahan untuk dapat mewarnai preparat.
Sampel labeling terdiri dari imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan
sekunder, pemberian substrat, dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di
sekitarnya.
Antibodi adalah imunoglobulin yang dihasilkan oleh sistem imun dalam
merespon kehadiran suatu antigen tertentu. Antibodi dibentuk berdasarkan antigen
yang menginduksinya. Antigen adalah suatu zat atau substansi yang dapat
merangsang sistem imun untuk bereaksi secara spesifik dengan antibodi membentuk
kompleks terkonjugasi.
Metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan histokimia terbagi menjadi
2, yaitu metode langsung dan tidak langsung.
- Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah. Metode ini hanya
melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel seperti antiserum
terkonjugasi fuorescein isothiocyanate (FITC) atau rodhamin.
- Metode tidak langsung merupakan metode yang menggunakan 2 macam antibodi
yaitu antibodi primer (tidak berlabel) yang bertugas mengenali antigen yang
diidentifikasi pada jaringan dan antibodi sekunder (berlabel) yang akan berikatan
dengan antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan
substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa
kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa
tertentu.
- Metode Peroxidase-anti-Peroxidase (PAP) merupakan analisis imunohistokimia
menggunakan tiga molekul peroksidase dan dua antibodi yang membentuk seperti
roti sandwich. Teknik ini memanfaatkan afinitas antibody terhadap antigen
(enzim) untuk membentuk kompleks imun stabil sebagai perlawanan terhadap
proses kimia terkonjugasi Fitur unik dari prosedur ini adalah larutan enzim-antibodi
dan kompleks imun PAP. Enzim Horseradish Peroksidase, protein imunogenik,
digunakan untuk menyuntik spesies tertentu dan merespon imun poliklonal yang
dihasilkan terhadap enzim. Antiserum ini dipanen dan ditempatkan dalam larutan
pada enzim sehingga membentuk kompleks imun yang larut.
- Metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) adalah metode analisis imunohistokimia
menggunakan afinitas terhadap molekul avidin- biotin oleh tiga enzim
peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam molekul avidin tetravalen

24
bertujuan untuk amplifikasi dan merespon sinyal yang disampaikan oleh antigen
target.
- IHC merupakan teknik deteksi yang sangat baik dan efektif untuk memeriksa
jaringan. IHC memiliki keuntungan yang luar biasa untuk dapat menunjukkan
secara tepat di dalam jaringan mana protein tertentu yang diperiksa. Teknik ini telah
digunakan dalam ilmu saraf, yang memungkinkan peneliti untuk memeriksa
ekspresi protein dalam struktur otak tertentu. Kekurangan dari teknik ini adalah
kurang spesifik terhadap protein tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang
dapat mendeteksi berat molekul protein dan sangat spesifik terhadap protein
tertentu. Teknik ini banyak digunakan dalam diagnostik patologi bedah terhadap
kanker, tumor, dan sebagainya. Marker yang digunakan dalam diagnosa IHC adalah
sebagai beriku
1) Carcinoembryonic antigen (CEA): digunakan untuk
identifikasi adenocarcinoma.
2) Cytokeratins: digunakan untuk identifikasi carcinoma tetapi juga dapat terekspresi
dalam beberapa sarkoma.
3) CD15 and CD30 : digunakan untuk identifikasi Hodgkin's disease
4) Alpha fetoprotein: untuk tumor yolk sac dan karsinoma hepatoselluler
5) CD117 (KIT): untuk gastrointestinal stromal tumors (GIST)
6) CD10 (CALLA): untuk renal cell carcinoma dan acute lymphoblastic leukemia
7) Prostate specific antigen (PSA): untuk prostate cancer estrogens dan progesterone
staininguntuk identifikasi tumor
8) Identifikasi sel B limfa menggunakan CD20
9) Identifikasi sel T limfa menggunakan CD 3
Kelebihan teknik imunohistokimia adalah antibodi berikatan dengan antigen
yang spesifik, dapat digunakan untuk menentukan lokasi sel tertentu dan protein,
dapat digunakan untuk mengidentifikasi respon sel (contoh : apoptosis). Dalam ilmu
saraf, IHC memungkinkan peneliti untuk memeriksa ekspresi protein dalam struktur
otak tertentu. Sementara itu, kekurangan dari imunohistologi adalah kurang spesifik
terhadap protein tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang dapat mendeteksi
berat molekul protein dan sangat spesifik terhadap protein tertentu.

2.4 TEKNIK ANALISIS SPEKTROFOTOMETRI SEL/KONVENSIONAL


Spektrofotometri adalah metode yang menggunakan gelombang (terutama
gelombang cahaya) untuk menentukan kandungan/karakteristik dari suatu sampel.
Metode ini menggunakan hubungan antara energi yang dibawa oleh gelombang
cahaya dan zat yang terkandung dalam sampel.
Spektrofotmetri secara umum dibagi menjadi 2, yaitu spektrofotometri
absorbsi (AAS), dan emisi (AES). Pada AAS, suatu sampel akan ditembakkan
dengan gelombang cahaya, dan sebagian dari cahaya yang lewat akan terserap
energinya oleh sampel, dan sisanya akan diteruskan ke spektrometer. Dengan
mengukur perbedaan antara jumlah gelombang per satuan panjang dari sumber
dengan jumlah gelombang per satuan panjang pada spektrometer, dapat ditentukan
berapa banyak gelombang cahaya yang diserap (absorb) oleh sampel. Sementara itu,
konsep yang digunakan pada AES adalah bahwa setiap zat mengeluarkan (emisi)

25
gelombang cahaya pada panjang gelombang yang berbeda-beda jika elektronnya
mengalami eksitasi. Dengan mengamati warna (panjang gelombang) yang
diemisikan oleh sampel dan membandingkannya dengan referensi, dapat diketahui
kandungan sampel tersebut.
Karena sel adalah sekumpulan besar molekul-molekul yang terstruktur, kedua
metode yang telah disebutkan sebelumnya dapat diaplikasikan untuk mengetahui
kandungan suatu sel. Spektrofotometri yang biasa dilakukan pada sel adalah
spektrofotometri fluoresens dan spektrofotometri inframerah

Prinsip Dasar Analisis Spektrofotometri Sel/Konvensional


Fluoresens adalah peristiwa emisi cahaya oleh suatu zat yang menyerap
energi dari cahaya atau radiasi elektromagnetik. Fluoresens hanya akan berlangsung
selama zat yang memancarkan cahaya menerima energi terus menerus dan akan
berhenti memancarkan cahaya jika sumber energinya hilang. Di alam, ada zat yang
memiliki sifat fluoresens alami. Jika zat ini terdapat di dalam makhluk hidup,
fenomena fluoresens ini disebut juga biofluoresens.
Konsep dasar dari spektrofotometri fluoresens adalah mendeteksi emisi
fluoresens dari suatu zat. Hal ini dapat dilakukan dengan mudah jika zat yang akan
dideteksi dapat mengemisikan fluoresens dengan sendirinya, tetapi untuk zat yang
tidak mengemisikan fluoresens, harus ada metode tambahan yang dilakukan. Zat
sampel ini akan diberikan fluorophore, atau molekul yang memiliki kemampuan
untuk mengemisikan fluoresens. Beberapa molekul non-fluoresens yang dapat
ditandai dengan fluorophore misalnya DNARNA, lipid, dan protein.
Dalam sel, spektrofotmetri fluoresens ini dilakukan dalam metode fluorescent
microscopy. Metode ini dilakukan dengan menandai molekul yang akan dianalisis
dengan fluorophore jika diperlukan, lalu mendeteksi keberadaan dan kondisi
molekul tersebut dengan mengikuti emisi fluoresens yang muncul. Sebagai contoh,
suatu fluorophore etidium bromide, akan mengemisikan fluoresens jika berikatan
dengan molekul DNA, sehingga jika florophore ini disebar pada suatu sampel, kita
dapat menemukan rantairantai DNA yang terdapat pada sampel dengan mencari
titik-titik fluoresens.

Gambar 17. Bagan Spektrofotometri Fluoresens


Sumber : www.tissuegroup.chem.vt.edu

26
Untuk spektrofotometri inframerah, prinsip dasarnya adalah adanya
perbedaan daya absorbsi inframerah tiap molekul. Inframerah akan ditembakkan
dari sumber dengan jumlah gelombang per satuan panjang (wavenumber) tertentu
melalui sampel, lalu dideteksi menggunakan spektrometer. Setiap molekul akan
menyerap inframerah pada wavenumber yang berbeda, sehingga dengan
mencocokkan dengan data referensi dapat ditentukan kandungan suatu molekul.
Metode spektrofotometri inframerah yang digunakan untuk menganalisis sel
biasanya adalah Fourier Transform Infrared (FT-IR). FT-IR ini menggunakan
inframerah, kristal, dan barisan detektor berisi piksel yang disebut Focal Plane
Array (FPA). Sinar inframerah akan ditembakkan pada sampel yang terletak di
bagian atas kristal dengan sudut di atas sudut kritis. Sampel akan menyerap
sebagian sinar inframerah dan kristal akan meneruskan sinar yang tidak terserap ke
detektor. Detektor kemudian akan mendeteksi wavenumber yang diteruskan oleh
kristal di setiap pikselnya. Hasil yang didapat oleh detektor akan berbentuk seperti
gambar yang menunjukkan spektrum cahaya yang diteruskan kristal di setiap
pikselnya.

Gambar 18. Bagan FT-IR


Sumber : Fourier Transform Infrared Spectroscopic Imaging of Live Cells, Jennifer A. Dougan and
Sergei G.
Kazarian of Imperial College

Perkembangan Alat dan Metode Analisis Spektrofotometri Fluoresens


Otto Heimstaedt dan Heinrich Lehmann pada tahun 1911-1913
mengembangkan mikroskop fluoresens pertama yang dapat mengamati
autofuluoresens bakteri dan organisme-organisme lain. Pada 1914, Stanislav Von
Prowazek menggunakan mikroskop fluoresens untuk mempelajari pengikatan zat
warna pada sel. Kemudian, pada tahun 1941, Albert Coons dapat menandai
antibody dengan fluorescein isothiocyanate (FITC), membuka jalan untuk
perkembangan imunofluoresens.
Sekarang, mikroskopi fluorsens telah mencapai skala lebih dalam, skala
nano berkat penemuan Eric Betzig, William Moerner dan Stefan Hell “super-
resolved fluorescence microscopy”, dimana ketiganya memenangkan hadiah Nobel
di bidang Kimia untuk penemuannya. Bidang imunofluoresens dapat menandai

27
antibodi-antibodi sehingga dapat diamati dan bahkan dihitung jumlahnya. Pada
contoh sebelumnya telah disebutkan bahwa keberadaan DNA pada sampel dapat
dideteksi dengan menggunakan fluorophore tertentu. Penyusunan DNA juga dapat
dilakukan dengan bantuan fluorophore dengan menandai setiap jenis basa Nitrogen
dengan fluorophore yang berbeda. Persebaran suatu organisme dalam daerah dapat
dideteksi dengan mengamati fluoresens alami yang dibawanya dan memetakannya.

Spektrofotometri FT-IR
FT-IR pertama dikembangkan setelah ditemukannya interferometer oleh
Albert Abraham Michelson pada tahun 1880, dimana Michelson kemudian
memenagkan hadiah
Nobel pada 1907 setelah interferometernya dapat mengukur panjang gelombang
cahaya. Pada awalnya, interferometer ini sangat suit untuk digunakan sebagai alat
FT-IR karena masih menggunakan interferogram manual. Setelah adanya computer,
FT-IR dikembangkan lagi oleh J.W. Cooley dan J.W. Tukey yang membuat Fast
Fourier Transform, yaitu algoritma yang dapat menjalankan metode Fourier
Transform dengan cepat menggunakan computer. Baru pada akhir 1960an mulai
dibuat alat FT-IR yang bisa banyak digunakan. Pada 1980an, muncul mikroskop
FT-IR pertama yang membuat analisis sel menjadi lebih mudah karena sampel yang
digunakan bisa semakin spesifik, dimana ukuran sampel bisa hanya seukuran 10
mikron. Kini, mikroskop FT-IR dapat digunakan untuk menganalisis sampel yang
berjumlah bahkan kurang dari 100 pikogram (100 x 10-12 g) dengan bantuan
cryogenic trapping.

Contoh Analisis oleh Spektrofotometer/Konvensional

Gambar 19. Fluoresensi etidium bromide-DNA dibawah sinar UV (warna oranye menandakan
adanya molekul etidium bromide-DNA
Sumber: Regulatory genomics research group at the University of Otago

28
Gambar 20. Imunofluoresens anti-IgA pada spesimen kulit manusia (warna hijau menyala IgA)
Sumber: www.library.med.utah.edu

Gambar 21. Pemetaan persebaran tanaman darat dengan fluoresens (ditandai dengan warna merah)
Sumber: NASA

Gambar 22. Mikroskopi FT-IR


Sumber : http://www.photonics.com

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teknik analisis sel dalam ilmu biologi terus mengalami perkembangan seiring
dengan perkembangan zaman dan kebutuhan manusia akan pengklasifikasian dan
pengetahuan spesifik mengenai berbagai tipe sel. Teknik analisis sel yang sering
dilakukan adalah seperti teknik flow cytometry yang memanfaatkan aliran cairan
melalui suatu celah yang ditembus sinar laser, teknik analisis sel tunggal yang
menggunakan satu sel dengan pengamatan mikroskop, teknik analisis sel dalam
jaringan yang menggunakan analisis sitologi dan sitokimia untuk identifikasi
komponen kimiawi dalam sel yang terdapat dalam jaringan , dan teknik analisis sel
dengan spektrofotometer/konvensional yang memanfaatkan cahaya untuk
mengabsorbansi suatu zat dengan konsentrasi tertentu dari suatu sel. Teknik analisis
sel diatas memiliki instrumen, kelebihan dan kekurangan, dan pemilihan teknik
analisis sel yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan analisis sel.

3.2 Saran
Demikian makalah ini di susun, tentunya banyak kekurangan baik dalam segi
isi atau penyampaiannya. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis juga berharap Teknik – teknik analisis sel yang telah disajikan dalam
bab pembahasan dapat dijadikan referensi ataupun tambahan wawasan bagi
pembaca sehingga dapat membedakannya dan dapat menerapkannya secara tepat.

30
DAFTAR PUSTAKA

Putri Ratna Sari. 2010. Teknik Analisis Sel. Makalah


Andrea Devina, dkk. 2011. Teknik – Teknik Analisis Sel. Makalah

31

Anda mungkin juga menyukai