[ KIMIA HAYATI ]
DISUSUN OLEH :
INTAN PRATAMA PUTRA 10318017
JANUAR NURHADIYAT 10318019
NANDAR SULAEMAN 10318022
Segala puji bagi Allah Swt yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan
makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak
akan sanggup menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang
“Teknik – Teknik Analisis Sel”, yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Makalah ini kami susun dengan berbagai rintangan, baik itu yang
datang dari diri saya sendiri, maupun yang datang dari luar. Namun demikian,
dengan penuh kesabaran dan pertolongan Allah Swt. akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membuka wawasan yang lebih luas
kepada pembaca. Saya sadar bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan,
untuk itu saya mohon saran dan kritik dari pembaca.
Penyusun
i
DAFRTAR ISI
KATA PENGANTAR …..……………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………............... 1
1.2 Rumusan Masalah...…………………………........................................ 2
1.3 Tujuan Masalah ………………………………..................................... 2
BAB II PEMBAHASAN..………………………………………………… 3
2.1 Teknik Analisis Sel Flow Cytoketri…..................................................... 3
2.2 Teknik Analisis Sel Tunggal……………………………........................ 7
2.3 Tenik Analisis Sel Dalam Jaringan.…………………………................. 19
2.4 Teknik Analisis Sel Spektrofotometri Sel/Konvensional...…………….. 25
BAB III PENUTUP……………………………………………………….
30
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………….
30
3.2 Saran …………………………………………………………………… 30
DAFTAR PUSTAKA..……………………………………………………..
31
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kebutuhan analisis sel dalam kehidupan makhluk hidup dirasa semakin penting.
Kebutuhan analisis sel misalnya dibutuhkan untuk menemukan pengendalian suatu
penyakit, pengamatan komponen-komponen makhluk hidup yang belum diketahui
sebelumnya, inovasi-inovasi yang memanfaatkan sel untuk kebutuhan manusia,
seperti bidang pangan, industri, farmasi, dan sebagainya. Oleh karena itu banyak
orang berlombalomba untuk menemukan teknik analisis sel. Namun sel memiliki
bentuk yang sangatlah kecil dan rumit, oleh karena itu sulit untuk melihat struktur
dan menentukan komposisi molekulnya, atau memahami kerja setiap komponennya.
Pada tahun 1930 ditemukan suatu prinsip dasar analisis sel, yaitu dengan metode
imunohistokimia. Penggunaan metode ini terus berkembang dan meluas pada tahun
1942. Selanjutnya diketahui bahwa teknik imunohistokimia bermanfaat untuk
identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan
diagnosis, terapi, dan prognosis kanker sehingga masih dipakai dalam analisis sel
pada saat sekarang.
1
identifikasi, lokalisasi, dan mengidentifikasi marker. Teknik analisa yang dipakai
dalam menganalisa sel dalam jaringan adalah teknik Analisa Sitologi dan Sitokimia
dan pembuatan sediaan (preparat). Metode analisis sel dalam Jaringan yang
digunakan adalah metode Backpropagation dan metode Carcinoembryonicantigen
(CEA). Anaklisis sel dengan spektrofotometri adalah metode yang menggunakan
gelombang (terutama gelombang cahaya) untuk menentukan
kandungan/karakteristik dari suatu sampel. Metode ini menggunakan hubungan
antara energi yang dibawa oleh gelombang cahaya dan zat yang terkandung dalam
sampel. spektrofotmetri secara umum dibagi menjadi 2, yaitu spektrofotometri
absorbsi (AAS), dan emisi (AES). Spektrofotometri yang biasa dilakukan pada sel
adalah spektrofotometri fluoresens dan spektrofotometri inframerah.
Spektrofotmetri fluoresens ini dilakukan dalam metode fluorescent microscopy.
Metode ini dilakukan dengan menandai molekul yang akan dianalisis dengan
fluorophore, lalu mendeteksi keberadaan dan kondisi molekul tersebut dengan
mengikuti emisi fluoresens yang muncul. Untuk spektrofotometri inframerah,
prinsip dasarnya adalah adanya perbedaan daya absorbsi inframerah tiap molekul.
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi, teknik analisis sel masih terus
dikembangkan dan terus disempurnakan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
penelitian tentang sel yang lebih lanjut.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Prinsip Dasar Analisis Teknik Flow Cytometry
Flow Cytometry secara umum mempunyai 3 sistem dasar yaitu:
• Sistem Fluida
Sistem fluida mengarahkan sel melalui cahaya (laser) untuk dianalisis,
terdiri dari Sheath fluid dan central channel. Tenaga hidrodinamik mengakibatkan
sel satu per satu melewati central channel. Fluida merupakan bagian yang paling
sensitive pada flow cytometer. Jika terjadi kesalahan, semuanya akan salah dan
fatal.
• Sistem Optik
Sistem optik terdiri atas laser sebagai sumber cahaya dan mengeksitasi
(fluorokrom) sel dalam aliran sampel, serta filter optik untuk mengarahkan sinyal
cahaya yang dihasilkan ke detektor yang sesuai. Alasan penggunaan laser, karena
kemampuannya untuk difokuskan menjadi berkas cahaya elliptis. Ini terkait dengan
komponen-komponen fluida terkait. Laser memancarkan cahaya koheren dan
merupakan berkas sangat pararel. Hal ini memungkinkan dasar pengukuran yang
berbasis pada gangguan berkas (beam disturbance) dapat dilakukan (orward
scatter,side scatter). Penggunaan berkas terfokus yang elliptis dapat menghasilkan
hanya cahaya fluoresensi dari single cell (size dependent) yang dapat diukur setiap
saat.
Pengukuran sel pada flow cytometer menggunakan prinsip pendar cahaya
(light scattering). Prinsip light scattering adalah metode di mana sel dalam suatu
aliran melewati celah di mana berkas cahaya difokuskan ke sel (sensing area).
Apabila cahaya tersebut mengenai sel, akan dihamburkan, dipantulkan, atau
dibiaskan ke semua arah. Beberapa detektor yang diletakkan pada sudut-sudut
tertentu akan menangkap berkas-berkas sinar sesudah melewati sel. satu detektor
diletakkan berhadapan dengan sumber sinar (FSC), beberapa diletakkan dengan
membentuk sudut (SSC), dan detektor fluoresen. FSC berkorelasi dengan volume
atau ukuran sel, sedangkan SSC berhubungan dengan kompleksitas bagian dalam
partikel, seperti ukuran nukleus, tipe granula sitoplasma, dan kekasaran membran
plasma.
Deteksi sinyal dilaksanakan dengan menggunakan kombinasi
photomultiplier (cathode-ray) dan rangkaian elektronika. Sinyal yang dibangkitkan
oleh setiap sel pada dasarnya merupakan oscilloscope trace. Dengan melakukan
integrasi sinyal ini, akan dihasilkan suatu nilai numerik bagi fluoresensi maupun
nilai SSC.
• Sistem Elektronik
Sistem elektronik berfungsi untuk mendeteksi cahaya dan mengubahnya ke
bentuk sinyal digital. Data yang dihasilkan oleh flow cytometer dapat diplot dalam
satu dimensi, untuk menghasilkan histogram atau dalam dua dimensi plot titik, atau
bahkan dalam tiga dimensi. Plot sering dibuat pada skala logaritmik, karena emisi
pewarna fluoresen yang berbeda. Data akumulasi menggunakan flow cytometer
4
dapat dianalisis menggunakan perangkat lunak komputer, seperti WinMDI Flowjo,
FCS Ekspres, VenturiOne, CellQuest Pro, atau Cytospec.
Mekanisme metode flow cytometry yaitu sebagai berikut. Di dalam flow
cytometry suspensi sel dibuat menjadi suatu aliran yang dibentuk dengan
melingkupi penutup fluida isotonic yang membentuk laminar flow, memungkinkan
sel melewati interrogation point satu per satu. Di interrogation point, suatu sinar
monokromatik biasanya dari laser menembus sel yang berlabel fluorokhrom. Sinar
emisi kemudianditangkap optic yang akan meneruskan sinar ke beberapa filter dan
cermin dichroic yang mengisolasi ikatan dengan panjang gelombang tertentu.
Sinyal sinar dideteksi menggunakan photomultiplier tubes dan dilakukan digitalisasi
untuk analisis komputer.
5
warna fluorokrom dapat mengikat DNA secara stokiometris. Pengikatan zat warna
fluorokrom pada DNA dapat memberikan informasi tentang kandungan DNA total
dan fraksi sel yang berada pada siklus sel secara cepat, akurat, dan praktis.
Fluorokrom yang digunakan untuk kuantifikasi DNA adalah propidium iodide (PI)
dan ethidium bromida. Interkalasi fluorokrom ini di antara pasangan basa dsDNA
atau RNA menghasilkan suatu kompleks dengan fluoresensi efisien yang dapat
dideteksi dengan sinar laser dengan kekuatan relatif rendah. Kandungan DNA
relatif (status ploidi) dari satu populasi sel dinyatakan dengan indeks DNA dalam
fraksi Go/G1 populasi sel bersangkutan dibandingkan terhadap populasi sel kontrol
diploidi. Indeks DNA populasi sel normal ploidi adalah 1.0. Sel ganas, walaupun
tidak selalu, biasanya menunjukkan kandungan DNA abnormal (aneuploidi) dan
pada histogram, populasi abnormal akan menunjukkan puncak ekstra
(hiperdiploidi). Fraksi sel yang berada pada fase Go/G1, S dan G2M dapat dihitung
dari distribusi DNA.
6
penting untuk memprediksi, menentukan derajat, dan monitoring progresivitas serta
respons terhadap pengobatan pada infeksi HIV. Pemeriksaan jumlah virus
melengkapi pemeriksaan laboratorium untuk monitoring penyakit. Besarnya
berbanding terbalik dengan jumlah CD4+. Jadi, jumlah CD4+ dan jumlah virus
secara langsung menunjukkan status imun penderita. Ini berguna untuk menentukan
diagnosa, prognosa, dan manajemen pengobatan pada penderita yang terinfeksi
HIV. Nilai normal limfosit T Dewasa:
-Limfosit T CD4 absolut :lebih besar dari
500/cmm3 -Limfosit T CD4 % :lebih besar dari
25% Bayi ≥ 12 bulan:
-Limfosit T CD4 absolut :lebih besar dari
1.500/cmm3 -Limfosit T CD4 % :lebih besar dari
25% Anak-anak 1-5 tahun:
-Limfosit T CD4 absolut :lebih besar dari 1.000/cmm3
-Limfosit T CD4 % :lebih besar dari 25%
7
Prinsip Dasar Analisis Sel Tunggal
Prinsip dasar analisis sel tunggal merupakan analisis yang menggunakan
mikroskop. Mikroskop merupakan suatu alat bantu yang memungkinkan kita untuk
dapat mengamati obyek yang berukuran sangat kecil salah satu contohnya yaitu sel
tunggal. Alat ini membantu memecahkan persoalan manusia tentang organisme
yang berukuran kecil.
Antonie Van Leeuwenhoek (1632-1723) adalah orang yang pertama kali
mengetahui adanya dunia mikroorganisme tersebut (Dwidjoseputro, 1978). Bentuk
kehidupan dari dunia mikroba yang pertama kali beliau amati adalah bekteri atau
kuman. Dari pengamatan tersebut Anthonie Van leeuwenhoek berhasil menemukan
suatu bentuk kehidupan yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Bentuk
kehidupan tersebut kemudian dinamakan animal cules, yang tidak lain adalah
bakteri atau kuman. Leeuwenhoek menggambarkan bentuk kehidupan temuannya,
yaitu bulat atau kokus, batang atau basil, dan spiral yang sampai saat ini digunakan
sebagai bentuk dasar morfologi bakteri. Dengan mikroskop ciptaannya ia dapat
melihat bentuk makhlukmakhluk kecil yang sebelumnya tidak diduga sama sekali
keberadaannya. Mikroskop buatan Leeuwenhoek itu memberikan pembesaran
sampai 300 kali. Hasil pengamatan tersebut berasal dari berbagai objek seperti air
selokan, air hujan, kotoran gigi, potongan rambut, dan kerokan kuku (Dzen, 2003).
Antara tahun 1674 sampai 1683 ia terus menerus mengadakan hubungan
dengan lembaga Royal Society di Inggris. Ia melaporkan hal-hal yang diamatinya
dengan mikroskop itu kepada lembaga tersebut. Laporan-laporan itu disertai dengan
gambar-gambar mikroorganisme yang beraneka ragam. Di dalam sejarah
mikrobiologi, Leeuwenhoek dapat dianggap sebagai penemu mikroskop
(Dwidjoseputro, 1978).
Sementara itu, Robert Hooke (1665) seorang ilmuan asal Inggris, juga
melakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop terhadap sel tumbuhan
dan jaringan hewan (Gabriel, 1996). Selanjutnya pada tahun 1838-1839, Mathias
Schleiden dan Theodor Schwann melakukan penelitian terhadap sel makhluk hidup
dan disimpulkan bahwa semua makhluk hidup tersusun dari sel-sel (Dzen, 2003).
Pada abad XIX ahli optika menawarkan mikroskop untuk dijual ke segala
penjuru kota-kota Eropa (Gabriel, 1996). Pada tahun 1880 telah dibuat mikroskop
kompoun (compound microscope), dan pada tahun 1903 diperkenalkan mikroskop
medan gelap (dark-field microskope), ultraviolet illumination (1925), electron
microscope yang diperkenalkan pada tahun 1940, dan phase contrast microscope
pada tahun 1944 (Gabriel, 1996).
Prinsip mikroskop secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :
8
Sumber
Cermin Kondensor
Sinar
Lensa Lubang
Preparat
Objektif Meja Objek
Lensa Tampak
Mata Kita
Okuler Bayangan
Gambar 1. Prinsip Kerja Mikroskop secara Umum
Sumber :
9
• Lensa Objektif, yaitu lensa yang dekat dengan objek. Biasanya terdapat 3 lensa
objektif pada mikroskop, yaitu dengan perbesaran 10, 40, atau 100 kali. Saat
menggunakan lensa objektif pengamat harus mengoleskan minyak emersi ke bagian
objek, minyak emersi ini berfungsi sebagai pelumas dan untuk memperjelas
bayangan benda, karena saat perbesaran 100 kali, letak lensa dengan objek yang
diamati sangat dekat, bahkan kadang bersentuhan.
• Kondensor, yaitu bagian yang dapat diputar naik turun yang berfungsi untuk
mengumpulkan cahaya yang dipantulkan oleh cermin dan memusatkannya ke objek.
• Diafragma, yaitu bagian yang berfungsi untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya
yang masuk dan mengenai preparat.
• Cermin, yaitu bagian yang berfungsi untuk menerima dan mengarahkan cahaya
yang diterima. Cermin mengarahkan cahaya dengan cara memantulkan cahaya
tersebut.
10
Gambar 2. Bagian-bagian Mikroskop Cahaya
Sumber : rumushitung.com
11
Mikroskop fluoresen membantu mikroskopis melihat objek secara langsung dan
dapat memperbesar objek hingga 1000 kali ukuran sebenarnya.
Mikroskop Elektron
Mikroskop elektron pertama kali dibuat oleh Knoll dan Rusha pada tahun
1932. Mikroskop elektron tergantung pada teknologi memperoleh panjang
gelombang yang sangat pendek dengan meningkatkan tegangan listrik. Hal tersebut
memberikan harapan besar untuk kemajuan penelitian dibidang ilmu pengetahuan
biologi seluler. Jenis-jenis mikroskop elektron, yaitu mikroskop elektron transisi
dan mikroskop elektron scanning yang mempunyai keuntungan yaitu diperoleh
bayangan tiga dimensi dengan memberikan gambaran kontur permukaan jaringan
atau struktur dalam sel, mikroskop elektron pemindai lingkungan, mikroskop
refleksi elektron, dan spin-polarized low-energy electron microscopy
12
Gambar 5. Anatomi Mikroskop Scanning Elektron
Sumber : Khan, E.B
Cara kerja dari mikroskop scanning elektron adalah sinar dari lampu dipancarkan
pada lensa kondensor, sebelum masuk pada lensa kondensor ada pengatur dari
pancaran sinar elektron yang ditembakkan. Sinar yang melewati lensa kondensor
diteruskan lensa objektif yang dapat diatur maju mundurnya. Sinar yang melewati
lensa objektif diteruskan pada spesimen yang diatur miring pada pencekamnya,
spesimen ini disinari oleh deteksi x-ray yang menghasikan sebuah gambar yang
diteruskan pada layar monitor.
13
Gambar 7. Anatomi TEM
Sumber : Karlik, M
Dari skema diatas dapat diterangkan elektron ditembakkan dari electron gun
yang kemudian melewati oleh dua lensa kondenser yang berguna menguatkan dari
elektron yang ditembakkan. Setelah melewati dua lensa kondenser elektron diterima
oleh spesimen yang tipis dan berinteraksi, karena spesimen tipis maka elektron yang
berinteraksi dengan specimen diteruskan pada tiga lensa yaitu lensa objektif, lensa
intermediate dan lensa proyektor.
Lensa objektif merupakan lensa utama dari TEM karena batas
penyimpangannya membatasi dari redolusi mikroskop, lensa intermediate sebagai
penguat dari lensa objektif dan untuk lensa proyektor gunanya untuk
menggambarkan pada layar flourescent yang ditangkap film fotografi atau kamera
CCD.
14
Gambar 9. Persiapan Spesimen TEM Sumber : Karlik, M
15
Philips pada tahun 1996- sekarang bernama FEI Company) telah menemukan suatu
cara guna menangkap elektron dari obyek untuk mendapatkan gambar dan
memproduksi muatan positif dengan cara mendesain sebuah detektor yang dapat
menangkap elektron dari suatu obyek dalam suasana tidak vakum sekaligus menjadi
produsen ion positif yang akan dihantarkan oleh gas dalam ruang obyek ke
permukaan obyek. Beberapa jenis gas telah dicoba untuk menguji teori ini, di
antaranya adalah beberapa gas ideal dan gas lain. Namun, yang memberikan hasil
gambar yang terbaik hanyalah uap air. Untuk sample dengan karakteristik tertentu
uap air kadang kurang memberikan hasil yang maksimum.
16
Gambar 11. Mikroskop SPLEEM
Sumber : www.brl.ntt.co.jp
Mikroskop Akustik
Mikroskop ini menggunakan komputer untuk menganalisis gelombang suara
untuk malihat objek. Mikroskop akustik menghasilkan bayangan objek secara
elektronik pada layar televisi. Mikroskop ini dapat memperbesar objek sampai 5000
kali ukuran sebenarnya.
17
Contoh Analisis dengan Metode Analisis Sel Tunggal
Pengamatan dengan mikroskop cahaya
Gambar 14. Sel Epitel Pipi Manusia dengan pewarnaan metilen blue dan perbesaran 100x
Sumber : http://praktikumbiologi.com
18
Gambar 15. Hasil dari SEM yang merupakan pengamatan bagian mulut cacing nematoda
(perbesaran 350x) Sumber : Khan, E.B
Gambar 16. Hasil pengamatan sel darah merah dengan mikroskop cahaya, mikroskom TEM dan
SEM
Sumber : Karlik, M
19
sekunder, pemberian substrat, dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di
sekitarnya.
Antibodi adalah imunoglobulin yang dihasilkan oleh sistem imun dalam
merespon kehadiran suatu antigen tertentu. Antibodi dibentuk berdasarkan antigen
yang menginduksinya. Antigen adalah suatu zat atau substansi yang dapat
merangsang sistem imun untuk bereaksi secara spesifik dengan antibodi membentuk
kompleks terkonjugasi.
Metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan histokimia terbagi menjadi
2, yaitu metode langsung dan tidak langsung.
- Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah. Metode ini hanya
melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel seperti antiserum
terkonjugasi fuorescein isothiocyanate (FITC) atau rodhamin.
- Metode tidak langsung merupakan metode yang menggunakan 2 macam antibodi
yaitu antibodi primer (tidak berlabel) yang bertugas mengenali antigen yang
diidentifikasi pada jaringan dan antibodi sekunder (berlabel) yang akan berikatan
dengan antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan
substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa
kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa
tertentu.
- Metode Peroxidase-anti-Peroxidase (PAP) merupakan analisis imunohistokimia
menggunakan tiga molekul peroksidase dan dua antibodi yang membentuk seperti
roti sandwich. Teknik ini memanfaatkan afinitas antibody terhadap antigen
(enzim) untuk membentuk kompleks imun stabil sebagai perlawanan terhadap
proses kimia terkonjugasi Fitur unik dari prosedur ini adalah larutan enzim-antibodi
dan kompleks imun PAP. Enzim Horseradish Peroksidase, protein imunogenik,
digunakan untuk menyuntik spesies tertentu dan merespon imun poliklonal yang
dihasilkan terhadap enzim. Antiserum ini dipanen dan ditempatkan dalam larutan
pada enzim sehingga membentuk kompleks imun yang larut.
- Metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) adalah metode analisis imunohistokimia
menggunakan afinitas terhadap molekul avidin- biotin oleh tiga enzim
peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam molekul avidin tetravalen
bertujuan untuk amplifikasi dan merespon sinyal yang disampaikan oleh antigen
target.
- IHC merupakan teknik deteksi yang sangat baik dan efektif untuk memeriksa
jaringan. IHC memiliki keuntungan yang luar biasa untuk dapat menunjukkan
secara tepat di dalam jaringan mana protein tertentu yang diperiksa. Teknik ini telah
digunakan dalam ilmu saraf, yang memungkinkan peneliti untuk memeriksa
ekspresi protein dalam struktur otak tertentu. Kekurangan dari teknik ini adalah
kurang spesifik terhadap protein tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang
dapat mendeteksi berat molekul protein dan sangat spesifik terhadap protein
tertentu. Teknik ini banyak digunakan dalam diagnostik patologi bedah terhadap
kanker, tumor, dan sebagainya. Marker yang digunakan dalam diagnosa IHC adalah
sebagai beriku
1. Carcinoembryonic antigen (CEA): digunakan untuk
identifikasi adenocarcinoma.
20
2. Cytokeratins: digunakan untuk identifikasi carcinoma tetapi juga dapat terekspresi
dalam beberapa sarkoma.
3. CD15 and CD30 : digunakan untuk identifikasi Hodgkin's disease
4. Alpha fetoprotein: untuk tumor yolk sac dan karsinoma hepatoselluler
5. CD117 (KIT): untuk gastrointestinal stromal tumors (GIST)
6. CD10 (CALLA): untuk renal cell carcinoma dan acute lymphoblastic leukemia
7. Prostate specific antigen (PSA): untuk prostate cancer estrogens dan progesterone
staininguntuk identifikasi tumor
8. Identifikasi sel B limfa menggunakan CD20
9. Identifikasi sel T limfa menggunakan CD 3
21
pada nukelus, sementara eosin memberi warna merah muda pada sitoplasma. Masih
terdapat berbagai zat warna lain yang biasa digunakan dalam mikroteknik,
tergantung pada jaringan yang ingin diamati. Ilmu yang mempelajari pewarnaan
jaringan disebut histokimia.
22
logos (ilmu). Kemudian Richard Owen (1804-1892), seorang palaentologis Inggris
merekomendasikan agar penggunaan istilah histologi digunakan secara meluas.
Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1852 Rudolph von Kölliker (1817-
1905), seorang profesor anatomi Swiss menjadi orang pertama yang
mempublikasikan buku tentang histologi yang berjudul ”Handbuch der
Gewebelehre”.
Perkembangan Imunohistokimia
Prinsip dasar imunohistokimia telah diketahui sejak sekitar tahun 1930, namun
penggunaanya mulai meluas mulai tahun 1942 ketika studi pertama mengenai
imunihistokimia dilaporkan. Imunohistokimia berkembang dengan ditemukannya
Indirect method, kemudian ditemukan adisi horseradish peroxidase. Setelah itu
teknik peroxidase dan anti-peroxidase ditemukan pada tahun 1979. Kemudian
penggunaan Avidin & Biotin complex pada awal tahun 1980an.
23
menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan
dengan jumlah dan ketebalan yang bervariasi tergantung dari tujuan pemeriksaan.
Teknik immunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan
mengidentifikasi marker. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
khususnya dunia biologi, teknik immunohistokimia dapat langsung diamati tanpa
perlu direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna dibawah
mikroskop fluorescense. Langkah-langkah dalam melakukan immunohistokimia
terbagi menjadi 2, yaitu preparasi sampel dan labeling.
- Preparasi sampel merupakan persiapan pembentukan preparat jaringan yang masih
segar, fiksasi jaringan biasanya menggunakan formaldehid, embedding jaringan
dengan parafin atau dibekukan pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan
menggunakan mikrotom, deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan
epitop jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik lain.
- Sampel labeling adalah pemberian bahan-bahan untuk dapat mewarnai preparat.
Sampel labeling terdiri dari imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan
sekunder, pemberian substrat, dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di
sekitarnya.
Antibodi adalah imunoglobulin yang dihasilkan oleh sistem imun dalam
merespon kehadiran suatu antigen tertentu. Antibodi dibentuk berdasarkan antigen
yang menginduksinya. Antigen adalah suatu zat atau substansi yang dapat
merangsang sistem imun untuk bereaksi secara spesifik dengan antibodi membentuk
kompleks terkonjugasi.
Metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan histokimia terbagi menjadi
2, yaitu metode langsung dan tidak langsung.
- Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah. Metode ini hanya
melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel seperti antiserum
terkonjugasi fuorescein isothiocyanate (FITC) atau rodhamin.
- Metode tidak langsung merupakan metode yang menggunakan 2 macam antibodi
yaitu antibodi primer (tidak berlabel) yang bertugas mengenali antigen yang
diidentifikasi pada jaringan dan antibodi sekunder (berlabel) yang akan berikatan
dengan antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan
substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa
kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa
tertentu.
- Metode Peroxidase-anti-Peroxidase (PAP) merupakan analisis imunohistokimia
menggunakan tiga molekul peroksidase dan dua antibodi yang membentuk seperti
roti sandwich. Teknik ini memanfaatkan afinitas antibody terhadap antigen
(enzim) untuk membentuk kompleks imun stabil sebagai perlawanan terhadap
proses kimia terkonjugasi Fitur unik dari prosedur ini adalah larutan enzim-antibodi
dan kompleks imun PAP. Enzim Horseradish Peroksidase, protein imunogenik,
digunakan untuk menyuntik spesies tertentu dan merespon imun poliklonal yang
dihasilkan terhadap enzim. Antiserum ini dipanen dan ditempatkan dalam larutan
pada enzim sehingga membentuk kompleks imun yang larut.
- Metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) adalah metode analisis imunohistokimia
menggunakan afinitas terhadap molekul avidin- biotin oleh tiga enzim
peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam molekul avidin tetravalen
24
bertujuan untuk amplifikasi dan merespon sinyal yang disampaikan oleh antigen
target.
- IHC merupakan teknik deteksi yang sangat baik dan efektif untuk memeriksa
jaringan. IHC memiliki keuntungan yang luar biasa untuk dapat menunjukkan
secara tepat di dalam jaringan mana protein tertentu yang diperiksa. Teknik ini telah
digunakan dalam ilmu saraf, yang memungkinkan peneliti untuk memeriksa
ekspresi protein dalam struktur otak tertentu. Kekurangan dari teknik ini adalah
kurang spesifik terhadap protein tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang
dapat mendeteksi berat molekul protein dan sangat spesifik terhadap protein
tertentu. Teknik ini banyak digunakan dalam diagnostik patologi bedah terhadap
kanker, tumor, dan sebagainya. Marker yang digunakan dalam diagnosa IHC adalah
sebagai beriku
1) Carcinoembryonic antigen (CEA): digunakan untuk
identifikasi adenocarcinoma.
2) Cytokeratins: digunakan untuk identifikasi carcinoma tetapi juga dapat terekspresi
dalam beberapa sarkoma.
3) CD15 and CD30 : digunakan untuk identifikasi Hodgkin's disease
4) Alpha fetoprotein: untuk tumor yolk sac dan karsinoma hepatoselluler
5) CD117 (KIT): untuk gastrointestinal stromal tumors (GIST)
6) CD10 (CALLA): untuk renal cell carcinoma dan acute lymphoblastic leukemia
7) Prostate specific antigen (PSA): untuk prostate cancer estrogens dan progesterone
staininguntuk identifikasi tumor
8) Identifikasi sel B limfa menggunakan CD20
9) Identifikasi sel T limfa menggunakan CD 3
Kelebihan teknik imunohistokimia adalah antibodi berikatan dengan antigen
yang spesifik, dapat digunakan untuk menentukan lokasi sel tertentu dan protein,
dapat digunakan untuk mengidentifikasi respon sel (contoh : apoptosis). Dalam ilmu
saraf, IHC memungkinkan peneliti untuk memeriksa ekspresi protein dalam struktur
otak tertentu. Sementara itu, kekurangan dari imunohistologi adalah kurang spesifik
terhadap protein tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang dapat mendeteksi
berat molekul protein dan sangat spesifik terhadap protein tertentu.
25
gelombang cahaya pada panjang gelombang yang berbeda-beda jika elektronnya
mengalami eksitasi. Dengan mengamati warna (panjang gelombang) yang
diemisikan oleh sampel dan membandingkannya dengan referensi, dapat diketahui
kandungan sampel tersebut.
Karena sel adalah sekumpulan besar molekul-molekul yang terstruktur, kedua
metode yang telah disebutkan sebelumnya dapat diaplikasikan untuk mengetahui
kandungan suatu sel. Spektrofotometri yang biasa dilakukan pada sel adalah
spektrofotometri fluoresens dan spektrofotometri inframerah
26
Untuk spektrofotometri inframerah, prinsip dasarnya adalah adanya
perbedaan daya absorbsi inframerah tiap molekul. Inframerah akan ditembakkan
dari sumber dengan jumlah gelombang per satuan panjang (wavenumber) tertentu
melalui sampel, lalu dideteksi menggunakan spektrometer. Setiap molekul akan
menyerap inframerah pada wavenumber yang berbeda, sehingga dengan
mencocokkan dengan data referensi dapat ditentukan kandungan suatu molekul.
Metode spektrofotometri inframerah yang digunakan untuk menganalisis sel
biasanya adalah Fourier Transform Infrared (FT-IR). FT-IR ini menggunakan
inframerah, kristal, dan barisan detektor berisi piksel yang disebut Focal Plane
Array (FPA). Sinar inframerah akan ditembakkan pada sampel yang terletak di
bagian atas kristal dengan sudut di atas sudut kritis. Sampel akan menyerap
sebagian sinar inframerah dan kristal akan meneruskan sinar yang tidak terserap ke
detektor. Detektor kemudian akan mendeteksi wavenumber yang diteruskan oleh
kristal di setiap pikselnya. Hasil yang didapat oleh detektor akan berbentuk seperti
gambar yang menunjukkan spektrum cahaya yang diteruskan kristal di setiap
pikselnya.
27
antibodi-antibodi sehingga dapat diamati dan bahkan dihitung jumlahnya. Pada
contoh sebelumnya telah disebutkan bahwa keberadaan DNA pada sampel dapat
dideteksi dengan menggunakan fluorophore tertentu. Penyusunan DNA juga dapat
dilakukan dengan bantuan fluorophore dengan menandai setiap jenis basa Nitrogen
dengan fluorophore yang berbeda. Persebaran suatu organisme dalam daerah dapat
dideteksi dengan mengamati fluoresens alami yang dibawanya dan memetakannya.
Spektrofotometri FT-IR
FT-IR pertama dikembangkan setelah ditemukannya interferometer oleh
Albert Abraham Michelson pada tahun 1880, dimana Michelson kemudian
memenagkan hadiah
Nobel pada 1907 setelah interferometernya dapat mengukur panjang gelombang
cahaya. Pada awalnya, interferometer ini sangat suit untuk digunakan sebagai alat
FT-IR karena masih menggunakan interferogram manual. Setelah adanya computer,
FT-IR dikembangkan lagi oleh J.W. Cooley dan J.W. Tukey yang membuat Fast
Fourier Transform, yaitu algoritma yang dapat menjalankan metode Fourier
Transform dengan cepat menggunakan computer. Baru pada akhir 1960an mulai
dibuat alat FT-IR yang bisa banyak digunakan. Pada 1980an, muncul mikroskop
FT-IR pertama yang membuat analisis sel menjadi lebih mudah karena sampel yang
digunakan bisa semakin spesifik, dimana ukuran sampel bisa hanya seukuran 10
mikron. Kini, mikroskop FT-IR dapat digunakan untuk menganalisis sampel yang
berjumlah bahkan kurang dari 100 pikogram (100 x 10-12 g) dengan bantuan
cryogenic trapping.
Gambar 19. Fluoresensi etidium bromide-DNA dibawah sinar UV (warna oranye menandakan
adanya molekul etidium bromide-DNA
Sumber: Regulatory genomics research group at the University of Otago
28
Gambar 20. Imunofluoresens anti-IgA pada spesimen kulit manusia (warna hijau menyala IgA)
Sumber: www.library.med.utah.edu
Gambar 21. Pemetaan persebaran tanaman darat dengan fluoresens (ditandai dengan warna merah)
Sumber: NASA
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teknik analisis sel dalam ilmu biologi terus mengalami perkembangan seiring
dengan perkembangan zaman dan kebutuhan manusia akan pengklasifikasian dan
pengetahuan spesifik mengenai berbagai tipe sel. Teknik analisis sel yang sering
dilakukan adalah seperti teknik flow cytometry yang memanfaatkan aliran cairan
melalui suatu celah yang ditembus sinar laser, teknik analisis sel tunggal yang
menggunakan satu sel dengan pengamatan mikroskop, teknik analisis sel dalam
jaringan yang menggunakan analisis sitologi dan sitokimia untuk identifikasi
komponen kimiawi dalam sel yang terdapat dalam jaringan , dan teknik analisis sel
dengan spektrofotometer/konvensional yang memanfaatkan cahaya untuk
mengabsorbansi suatu zat dengan konsentrasi tertentu dari suatu sel. Teknik analisis
sel diatas memiliki instrumen, kelebihan dan kekurangan, dan pemilihan teknik
analisis sel yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan analisis sel.
3.2 Saran
Demikian makalah ini di susun, tentunya banyak kekurangan baik dalam segi
isi atau penyampaiannya. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis juga berharap Teknik – teknik analisis sel yang telah disajikan dalam
bab pembahasan dapat dijadikan referensi ataupun tambahan wawasan bagi
pembaca sehingga dapat membedakannya dan dapat menerapkannya secara tepat.
30
DAFTAR PUSTAKA
31