Anda di halaman 1dari 16

“JENIS BAHAN BERBAHAYA DAN

BERACUN (B3)”

OLEH

KELOMPOK 1

1. MUHAMMAD ALFAIR FIRDAUS


2. R. AGNIA CHANTIKA
3. HARDIANI LA IDA
4. A. NUR RAHMA FEBRIANTI
5. SULISTIAWATI UMAGAPI
6. NITASARI NASIR

POLTEKKES KEMENKES TERNATE


PRODI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN AKDEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nyalah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan makalah yang berjudul “Jenis Bahan Berbahaya dan Beracun” ini
dibuat dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) dan Patient Safety.

kami menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan kami terima
dengan senang hati demi perbaikan makalah lebih lanjut.

makalah ini dapat kami selesaikan berkat adanya bimbingan dan


bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
masukan demi kelancaran dan kelengkapan makalah ini. kami berharap
semoga makalah dapat bermanfaat bagi orang lain.

Ternate, September 2022

KELOMPOK 1

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Bahan berbahaya dan beracun
B. Klasifikasi Bahan berbahaya dan beracun
C. Penanganan
BAB III
STUDI KASUS
Daftar pustaka

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini makin banyak limbah-limbah dari pabrik, rumah tangga,
perusahaan, kantor-kantor, sekolah dan sebagainya yang berupa cair, padat bahkan
berupa zat gas dan semuanya itu berbahaya bagi kehidupan kita. Tetapi ada limbah yang
lebih berbahaya lagi yang disebut dengan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Hal
tersebut sebenarnya bukan merupakan masalah kecil dan sepele, karena apabila limbah
(B3) tersebut dibiarkan ataupun dianggap sepele penanganannya, atau bahkan melakukan
penanganan yang salah dalam menangani limbah B3 tersebut, maka dampak dari Limbah
B3 tersebut akan semakin meluas, bahkan dampaknyapun akan sangat dirasakan bagi
lingkungan sekitar kita, dan tentu saja dampak tersebut akan menjurus pada kehidupan
makhluk hidup baik dampak yang akan dirasakan dalam jangka pendek ataupun dampak
yang akan dirasakan dalam jangka ersama dimasa yang akan ersam.
Kita tidak akan tahu seberapa parah kelak dampak tersebut akan terjadi,namun
seperti kata pepatah”Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati”, hal tersebut menjadi
salah satu aspek pendorong bagi kita semua agar lebih berupaya mencegah dampak dari
limbah B3 tersebut, ketimbang menyaksikan dampak dari limbah B3 tersebut telah terjadi
dihadapan kita, dan kita semakin sulit untuk menanggulanginya.
Secara garis besar,hal tersebut menjadi salah satu patokan bagi kita,bahwa segala
sesuatu yang terjadi merupakan tanggung jawab kita ersama untuk
menanggulanginya,khususnya pada masalah limbah (B3) tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu bahan berbahaya dan beracun ?
2. Apa saja klasifikasi bahan berbahaya dan beracun ?
3. Bagaimana cara penanganan suatu bahan berbahaya dan beracun ?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi B3
2. Mengetahui Klasifikasi B3
3. Mengetahui penanganan B

IV
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi B3 (Almendah, 2014)


Pengertian B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun menurut OSHA (Occupational
Safety and Health of the United State Government) adalah bahan yang karena sifat kimia
maupun kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia,
kerusakan properti dan atau lingkungan.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, B3 didefinisikan sebagai bahan yang karena
sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lainnya.
Mengingat penting dan dampaknya Bahan Berbahaya dan Beracun bagi manusia,
lingkungan, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya,
pemerintah melakukan pengaturan ketat. Pengaturan pengelolaan B3 ini meliputi
pembuatan, pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, hingga pembuangan limbah B3.

B. Penggolongan B3 (Almendah, 2014)


Pemerintah Indonesia telah menerbitkan beberapa peraturan terkait pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan-peraturan tersebut berisikan bagaimana
pengelolaan B3 dan tentunya jenis-jenis dan pengelompokkan (penggolongan) Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Salah satu peraturan yang mengatur pengelolaan B3 adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam PP
ini, B3 diklasifikasikan menjadi :
1. Mudah meledak (explosive) (Wardiyah, 2016)

adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar (25⁰C, 760 mmHg) dapat meledak
atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan
tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya.

Penanganan : Hindari pukulan/benturan, gesekan, pemanasan, api dan sumber nyala


lain bahkan tanpa oksigen atmosferik. Contoh : KClO3, NH4NO3, Trinitro Toluena
(TNT).

V
2. Mudah terbakar (flammable) (Wardiyah, 2016)

Adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber
nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus
terbakar hebat dengan dalam waktu lama.
Penanganan : Jauhkan dari benda-benda yang berpotensi mengeluarkan api.
Contoh : Minyak terpentin.
3. Bersifat reaktif (Almendah, 2014)

Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil, dapat menyebabkan perubahantanpa
peledakan. Misalnya sianida, sulfida atau ammonia.
Contoh : Tabung gas mudah meledak/bereaksi pada suhu dan tekanan 25 OC 760
mmHg
4. Beracun (toxic) (Wardiyah, 2016)

Adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan bahaya terhadaap kesehatan manusia
yang menyebabkan kematian apabila terserap kedalam tubuh karena tertelan,lewat
pernafasan atau kontak lewat kulit.Penanganan : Jangan ditelan dan jangan dihirup,
hindari kontak langsung dngn kulit.
Contoh : Metanol, Benzena.

VI
5. Menyebabkan infeksi (Alfiah T, 2012)

Yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau
limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang
diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.
Contoh : Jarum suntik bekas untuk menyuntik pasien apabila digunakan kembali
karena akan menularkan penyakit, misalnya penularan penyakit HIV.
6. Bersifat korosif (corrosive) (Wardiyah, 2016)

Adalah bahan kima yang terkena reaksi kimia dapat mengakibatkan kerusakan
apabila kontak dengan jaringan tubuh atau bahan lain (karat pada logam).
Contoh : HCl, H2SO4, NaOH (>2%)
7. Berbahaya (harmful) (Wardiyah, 2016)

Bahan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan apabila terhirup, tertelan, atau
kontak dengan kulit.
Penanganan : Jangan dihirup, jangan ditelan dan hindari kontak langsung dengan
kulit.
Contoh : NaOH, C6H5OH, Cl2

C. Penanganan B3 (Redjeki S, 2016)


Dalam penanganan (menyimpan, memindahkan, menangani tumpahan,
menggunakan, dan lain-lain) B3, setiap staf wajib mengetahui betul jenis bahan dan cara
penanganan dengan melihat SOP dan MSDS yang telah ditetapkan.
1. Penanganan untuk personil
a. Kenali dengan seksama jenis bahan yang akan digunakan atau disimpan.

VII
b. Baca petunjuk yang tertera pada kemasan.
c. Letakkan bahan sesuai ketentuan.
d. Tempatkan bahan pada ruang penyimpanan yang sesuai dengan petunjuk.
e. Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan.
f. Jangan menyimpan bahan yang mudah bereaksi di lokasi yang sama.
g. Jangan menyimpan bahan melebihi pandangan mata.
h. Pastikan kerja aman sesuai prosedur dalam pengambilan dan penempatan
bahan, hindari terjadinya tumpahan/kebocoran.
i. Laporkan segera bila terjadi kebocoran bahan kimia atau gas.
j. Laporkan setiap kejadian atau kemungkinan kejadian yang menimbulkan
bahaya/kecelakaan atau nyaris celaka (near-miss) melalui formulir yang telah
disediakan dan alur yang telah di tetapkan.
2. Penanganan berdasarkan lokasi
Daerah-daerah yang berisiko (laboratorium, radiologi, farmasi, dan tempat
penyimpanan, penggunaan, dan pengelolaan B3 yang ada di rumah sakit harus
ditetapkan sebagai daerah berbahaya dengan menggunakan kode warna di area
bersangkutan, serta dibuat dalam denah rumah sakit dan
disebarluaskan/disosialisasikan kepada seluruh penghuni rumah sakit.
3. Penanganan administrative
Di setiap tempat penyimpanan, penggunaan dan pengelolaan B3 harus diberi
tanda sesuai potensi bahaya yang ada, dan dilokasi tersebut tersedia SOP untuk
menangani B3 antara lain :
a. Cara penanggulangan bila terjadi kontaminasi
b. Cara penanggulangan bila terjadi kedaruratan
c. Cara penanganan B3

a. Cara Penanggulangan bila terjadi Kontaminasi (Mubarok, 2016)


Kontaminan dapat dibedakan menjadi emapt kategori, yaitu:
1) Kontaminan fisik
Kontaminan fisik adalah semua yang dapat dilihat dengan mata
dan bukan merupakan bagian dari produk atau bahan baku. Contoh
dari kontaminan fisik meliputi partikel kontaminan non-viable di
udara dan material asing (asing dari produksi) seperti serpihan
logam, partikel gelas(pecahan kaca), pecahan fiber dan lain-lain.
Cara meminimalisir kontaminan fisik ini adalah dengan
pembersihan alat dan ruangan setiap hari sesuai dengan SOP. Atau
dengan metode pembersihan yang terbukti handal dan dituangkan
dalam SOP. Pembersihan kontaminan fisika ini relatif mudah
karena terlihat dan langsung bisa dilakukan dengan alat pembersih.
2) Kontaminan kimia
Kontaminan kimia adalah zat kimia yang tidak diinginkan dan
dapat membuat produk obat tidak sesuai ( dalam pembuatan sesuai

VIII
CPOB). Contoh dari kontaminan kimia termasuk Bahan Aktif obat,
bahan intermediet, bahan pengisi, reagen kimia dan bahan
pembersih yang berbeda yang mungkin masih tertinggal sewaktu
produksi obat. Misal terdapat sisa bahan baku aktif produk A di
mesin, padahal mesin lagi produksi obat B.
Cara pembersihan kontaminan kimia hampir sama dengan
kontaminan fisika, sering diperlukan zat pembersih untuk
menghilangkan pengotor. Gunakan zat pembersih yang sesuai
dengan kelas kebersihan, persyaratan alat dan tidak merusak.
3) Kontaminan Viable/Mikroba
Kontaminan viable/ mikroba adalah sefala material bersifat infeksi
yang dapat mempengaruhi kualitas obat. Contoh dari kontaminan
mikroba adalah bakteri, jamur, kapang, virus, prion, protozoa dan
zat racun yang mereka keluarkan.
Cara pembersihan dengan cara Fumigasi. Fumigasi merupakan
salah satu cara sanitasi dalam kebersihan area produksi farmasi.
Fumigasi ini lebih penting dilakukan pada area kebersihan A,B, C
dan D. Pada area kebersihan tersebut dipersaratkan batas mikroba
sehingga perlu ada sanitasi atau fumigasi periodik. Dibandingkan
dengan sanitasi, fumigasi ini sifatnya pembersihan total terhadap
mikroba pada suatu area kebersihan.
4) Kontaminan Non-Viable
Sumber kontaminan non viable dapat berasal dari kertas, peralatan,
pipa, debu dan zat disinfektan.
Dalam ruang bersih sebisa mungkin diminimalisir alat-alat atau
barang yang tidak ada hubungannya dengan proses produksi.
b. Cara Penanggulangan bila terjadi Kedaruratan (Syukur A, 2017)
Langkah penanganan untuk kondisi darurat

Kondisi Darurat Penanganan


Kontak dengan kulit 1. Jangan digaruk atau digosok-gosok jika
terasa gatal
2. Segera menuju fasilitas safety water
3. Alirkan air dari kran untuk membersihkan
bagian kulit yang terkena kontak dengan
bahan kimia (biarkan selama kurang lebih
15-20 menit)
4. Segera ke medical room
5. Bahan kimia diisolasi agar tidak ada
korban lain yang terkena kontak
Terhirup/terpapar 1. Jika korban pingsan barikan ke tempat
melalui pernapasan aman

IX
2. Periksa bagian pernapasan atau denyut
3. Jika tidak dirasakan denyut/nafas lakukan
CPR
4. Segera ke medical room
5. Bahan kimia diisolasi agar tidak ada
korban lain
Terjadi kebakaran 1. Tidak usah panic, segera ambil tabung
APAR
2. Padamkan api menggunakan APAR
3. Jika api meluas dan tidak bias
dipadamkan, hubungi ESH/SECURITY
4. Singkirkan barang-barang yang dapat
mengakibatkan api meluas
5. Perintahkan orang lain untuk siaga dan
evakuasi

Terjadi ledakan 1. Segera cari tau sumber ledakan


2. Isolasi area ledakan
3. Hubungi ESH/SECURITY
4. Stop pekerjaan sampai ada instruksi
berikutnya

Terjadi tumpahan 1. Isolasi area agar tumpahan tidak meluas.


2. Tutup saluran air ke drainase
3. Bersihkan tumpahan (gunakan serbuk
gergaji dan atau majun)
4. Segera laporkan ke ESH/SECURITY

Kontak dengan mata 1. Jangan digaruk atau digosok-gosok jika


terasa gatal
2. Segera menuju fasilitas safety water
3. Alirkan air dari kran untuk membersihkan
bagian mata yang terkena kontak dengan
bahan kimia (biarkan selama kurang lebih
15-20 menit)
4. Segera ke medical room
5. Bahan kimia diisolasi agar tidak ada
korban lain yang terkena kontak

Masuk melalui 1. Kurangi kadar racun dengan memberi


mulut/terminum minum air putih
2. Korban segera ditolong ke rumah sakit
3. Bahan kimia diisolasi agar tidak ada
korban lain

X
c. Cara Penanganan B3 (Suri, 2016)
Beberapa metode penanganan limbah B3 yang umurn diterapkan adalah
sebagai berikut:
1) Metode Pengolahan secara Kimia, Fisik, dan Biologi
Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara kimia, fisik,
atau biologi. Proses pengolahan limbah B3 secara kimia atau fisik
yang umum dilakukan adalah stabilisasi/solidifikasi.
Stabilisasi/solidifikasi adalah proses pengubahan bentuk fisik dan
atau sifat kimia dengan menambahkan bahan pengikat atau
senyawa pereaksi tertentu untuk memperkecil atau membatasi
kelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah,
sebelum dibuang. Contoh bahan yang dapat digunakan untuk
proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur (CaOH2), dan
bahan termoplastik. Metode insinerasi (pembakaran) dapat
diterapkan untuk memperkecil volume limbah B3. Namun saat
melakukan pembakaran perlu dilakukan pengontrolan ketat agar
gas beracun hasil pembakaran tidak mencemari udara. Proses
pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah cukup
berkembang saat ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan
fitoremediasi. Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan
mikroorganisme lain untuk mendegradasi/mengurai limbah B3,
sedangkan fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk
mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun dari
tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi
pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih
murah dibandingkan metode kimia atau fisik. Namun, proses ini
juga masih memiliki kelemahan. Proses bioremediasi dan
fitoremediasi merupakan proses alami sehingga membutuhkan
waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama
dalam skala besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk hidup,
proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-senyawa
beracun ke dalam rantai makanan di ekosistem.
2) Metode Pembuangan Limbah B3
a. Sumur dalam/sumur injeksi (deep well injection)
Salah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan
manusia adalah dengan memompakan limbah tersebut melalui pipa
ke lapisan batuan yang dalam, di bawah lapisan-lapisan air tanah
dangkal maupun air tanah dalam. Secara teori, limbah B3 ini akan
terperangkap di lapisan itu sehingga tidak akan mencemari tanah
maupun air. Namun, sebenarnya tetap ada kemungkinan terjadi

XI
kebocoran atau korosi pipa, atau pecahnya lapisan batuan akibat
gempa sehingga limbah merembes ke lapisan tanah.
b. Kolam penyimpanan (surface impoundments)
Limbah B3 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang memang
dibuat untuk limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan
pelindung yang dapat mencegah perembesan limbah. Ketika air
limbah menguap, senyawa B3 akan terkonsentrasi dan mengendap
di dasar. Kelemahan metode ini adalah memakan lahan karena
limbah akan semakin tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan
kebocoran lapisan pelindung, dan ikut menguapnya senyawa B3
bersarna air limbah sehingga mencemari udara.
c. Landfill untuk limbah B3 (secure landfills)
Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus dengan
pengamanan tinggi. Pada metode pembuangan secure landfill,
limbah B3 ditempatkan dalam drum atau tong-tong, kemudian
dikubur dalam landfill yang didesain khusus untuk mencegah
pencemaran limbah B3. Landfill ini harus dilengkapi peralatan
monitoring yang lengkap untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan
harus selalu dipantau. Metode ini jika diterapkan dengan benar
dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif. Namun,
metode secure landfill merupakan metode yang memiliki biaya
operasi tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan
tidak memberikan solusi jangka panjang karena limbah akan
semakin menumpuk.

XII
A. Kode Warna (Anonim, 2012)
Warna Keselamatan Kerja (safety colors / colors coding) adalah sistem visual
untuk memperingatkan, menginformasikan dan membantu pekerja. Warna simbol
keselamatan kerja di bagi dalam beberapa warna diantaranya :

Warna merah Dominan pada


simbol menandakan Tanda
Merah
bahaya atau larangan dan
simbol-simbol kebakaran

Warnah Biru dominan pada


Biru simbol Menandakan
Kewajiban dan Harus di Taati

Warna hijau dominan pada


Hijau simbol biasanya Hanya
memberikan Informasi

Warna Kuning Dominan pada


Kuning simbol menandakan
Kewaspadaan

Warna Dominan Hitam


Hitam Manandakan Informasi
bersifat Umum

B. Pengelolaan dan Pengolahan Limbah B3 (Prasetiawan, 2014)


Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan,
pengolahan dan penimbunan. Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995
tertanggal 5 September 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
 Penanganan limbah B3 sebelum diolah
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna
menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis
kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan
limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah
 Pengolahan limbah B3

XIII
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan
limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:
1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan,
stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa
2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan
komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik,
dll
3. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan
kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya
racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir
4. proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah
menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus
mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar
(insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi
0,01 kg atau 10 gr
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi
proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan
materi limbah.
 Hasil pengolahan limbah b3
Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan
dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu
30 tahun setelah tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup. Perlu
diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3, harus
melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan sekali)

XIV
BAB III

KASUS KEMATIAN AKIBAT DICHLORVOS DAN PHENTHOAT

Dichlorvos dan phenthoat merupakan pestisida golongan organofosfat yang


mempunyai efek toksik pada manusia dan dapat menyebabkan kematian yang fatal.
Organofosfat merupakan zat kimia yang terkandung pada pestisida untuk
membunuh hama. Organofosfat juga digunakan dalam produk rumah tangga, seperti
pembasmi nyamuk, kecoa, dan hewan pengganggu lainnya.
Pada manusia organofosfat menyebabkan sakit kepala, pusing, malaise, mual,
miosis, dan kelemahan otot. Organofosfat tersedia secara komersial sebagai insektisida
dalam bidang pertanian. Kematian akibat organofosfat sering terjadi pada manusia melalui
paparan yang tidak disengaja melewati kulit dan saluran nafas selama proses agrikultur.

Contohnya pada kasus bunuh diri dengan dichlorvos dan phenthoate pada seorang
pria berusia sekitar 80 tahun. Pada kasus tersebut diawali dengan uji skrining obat dengan
menggunakan prinsip immunochemical drug screening kit Triage DOA [3]. Triage DOA
(drug of abuse) adalah salah satu immunoassay yang digunakan untuk penentuan kualitatif
dari metabolit utama obat-obatan terlarang seperti Benzodiazepin, Kokain, Amfetamin
atau Metamfetamin, Metadon, Tetrahidrocannabinol, Opiat, Barbiturat, dan Antidepresan
Tricyclic dalam urin. Dalam penelitian ini uji skrining menggunakan immunochemical
drug screening kit Triage DOA memberikan hasil negatif. Sehingga dapat diketahui
bahwa kasus kematian tersebut tidak disebabkan oleh obat-obatan terlarang.
Pada deskripsi kasus dijelaskan bahwa polisi menemukan barang bukti berupa
botol yang berisi cairan kecoklatan gelap yang terdiri dari dichlorvos dan phenthoate.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan pengujian skrining obat dengan pendekatan
yang ditargetkan. Untuk mengetahui secara pasti senyawa yang menjadi tersangka pada
kasus kematian ini, dilakukan pula pemeriksaan secara internal terhadap korban. Hasil
dari pemeriksaan secara internal pada kasus kematian ini yaitu darah jantung berwarna
merah kehitaman, mukosa esofagus didenaturasi menjadi warna kecoklatan dan
kehilangan elastisitas, serta di dalam lambung ditemukan cairan berlumpur coklat
dengan bau yang mudah menguap [3]. Hasil pemeriksaan internal menunjukkan ciri-ciri
tubuh terpapar oleh adanya senyawa dichlorvos dan phenthoate. Selanjutnya dilakukan
uji konfirmasi atau uji pemastian untuk memastikan identitas analit yang terlibat dalam
kasus kematian yang telah dilaporkan. Uji pemastian dari kasus tersebut menggunakan
teknik HPLC-MS [4]. Pada kasus ini sampel yang akan dianalisis dari hasil autopsi
adalah sampel darah, urine, dan cairan pencernaan [3].

XV
DAFTAR PUSTAKA

Redjeki, S. 2016. Modul Bahan Ajar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. Pusdik SDM
kesehatan. Jakarta
Alfiah, T. 2012. Klasifikasi B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) menurut PPRI No 74 tahun
2001. https://tatyalfiah.wordpress.com/2012/04/21/klasifikasi-b3-bahan-berbahaya-dan-
beracun-menurut-ppri-no-74-tahun-2001/2/. Diakses tanggal 27 september 2018.
Almendah, 2014. Bahan berbahaya dan beracun pengertian dan jenis.
https://alamendah.org/2014/10/05/bahan-berbahaya-dan-beracun-b3-pengertian-dan-jenis/.
Diakses tanggal 27 september 2018.
Syukur, A. 2017. Penanganan bahan berbahaya dan beracun.
https://www.slideshare.net/mobile/abdulsyukur75/penanganan-bahan-berbahaya-dan-
beracun-b3-handling. Diakses tanggal 27 september.
Anonym, 2012. Arti Warna Pada Simbol Keselamatan.
http://safetytrainingindonesia.blogspot.com/2012/12/www.linkterusan.blogspot.com.html.
Diakses tanggal 8 oktober 2018.
Prasetiawan, 2014. Pengelolaan Limbah.
https://www.academia.edu/6745548/Makalah_Pengelolaan_Limbah_B3. Diakses tanggal 8
oktober 2018.
Wardiyah, 2016. Modul Kimia Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Mubarok, 2016. Empat Tipe Kontaminan. http://farmasiindustri.com/industri-farmasi-2/empat-
tipe-kontaminan-yang-ditemukan-di-dalam-kelas-bersih.html. Diakses tanggal 12 oktober
2018.
Suri, 2016. Penanganan Limbah B3.
https://www.scribd.com/document/330635426/PENANGANAN-LIMBAH-B3. Diakses
tanggal 12 oktober 2018.

XVI

Anda mungkin juga menyukai