Prodi : Keperawatan 5 A
Fungsi lidah yaitu dapat menunjukkan kondisi tubuh. Selaput lidah manusia dapat
digunakan sebagai indikator metabolisme tubuh, terutama kesehatan tubuh manusia.
1. Jalan kerja impuls pengecap dari lidah ke otak
3 saraf cranial yang memainkan peranan dalam pengantaran impuls dari lidahke otak
yaitu :
a. Nervus facial (VII) pada bagian 2/3 anterior lidah
b. Nervus glossopharyngeal (IX) pada bgain 1/3 posterior lidah
c. Nervus vagus (X) pada pharynx dan epiglotis
2. Bagian-bagian lidah
Lidah tersusun atas otot dan rangka yang terlekat pada tulang hyoideus, tulang rahang
bawah dan proceccus styloideua di tulang pelipis. Terdapat dua otot pada lidah yaitu
otot ekstrinsik dan intrinsik. Lidah memiliki permukaan yang kasar karena danya
tonjolan yang di sebut papila.
Terdapat tiga jenis papila, yaitu :
a. Papila filiformis, berbentuk seperti benang halus
b. Papila sirkumvalata, berbentuk bulat, tersusun seperti huruf V dibelakang
lidah
c. Papila fungiformis, berbentuk bulat, tersusun seperti jamur
Tunas pengecap adalah bagian pengecap yang ada di pinggir papila, terdiri dari
dua sel yaitu sel penyokong dan sel pengecap. Sel pengecap berfungsi sebagai
reseptor, sedangkan sel penyokong berfungsi untuk menopang. Kuncup-kuncup
pengecap dapat merespon empat rasa dasar, yaitu manis , asam, asin, dan pahit.
Letak masing-masing rasa berbeda-beda yaitu;
a. Rasa asin : lidah bagian depan
b. Rasa manis : lidah bagian tepi
c. Rasa asam : lidah bagian samping
d. Rasa pahit : lidah bagian belakang
D. Hidung
Organ pembau hanya memiliki tujuh reseptor. Alat pembau atau sistem olfaction
biasa juga disebut dengan Organon Olfaktus, dapat menerima stimulus benda-benda
kimia sehingga reseptornya disebut pula Chemoreceptor.
Organon olfaktus terdapat pada hidung bagian atas, yaitu pada concha superior dan
membran ini hanya menerima rnagsangan benda-benda yang dapat menguap
berwujud gas.
A. Definisi Glukoma
Glaukoma berasal dari bahasa yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pad pupil penderita galukoma. Glaukoma adalah
sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis yang
ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segala akibatnya.
(indriana dan N: 2004)
Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan
intraokuler , penggaungan, dan degenerasi saraf optik serta defak lapang pandang yang
khas. (Tamsuri A: 2009)
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat,
sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebbakan penurunan fungsi
penglihatan (Dwindra : 2009)
B. Klasifikasi Glaukoma
1. Glaukoma primer
Glaukoma yang tidak diketahui penyebbanya. Pada glaukoma akut yaitu timbul pada
mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang sempit pada kedua
mata. Pada glaukoma kronik yaitu karena keturunan dalam keluarga; DM Arteri
osklerosisi, pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif dan
lain-lain dan berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Galukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glakoma (90-95%), yang
meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang disebut sudut
terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular.
b. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena ruang
anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel
ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos mengalir ke saluran
schlemm.
2. Gslukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata laian yang
menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam mata.
Kondisis ini secara tidak langsung menggangu aktivitas struktur yang terlihat dalam
sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos humor. Gangguan ini terjadi akibat:
Perubahan lensa, dislokasi lensa, terlepasnya kapsul lensa pada katarak
Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan uvea
Trauma, robeknya kornea/limbus disertai prolaps iris
3. Galukoam kongenital
Glaukoma kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah kelahiran,
biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan didalam mata tidak
berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanana bola mata meningkat terus dan
menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian dengan mata berair, berkabut dan peka
terhadap cahaya.
C. Etiologi
Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan anatomi sebagai
bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan presisposisi faktor
genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi penyakit atau proses patologik dari
sitem tubuh lainnya. Adapun beberapa faktor dari galukoma antara lain yaitu riwayat
glaukoma pada keluarga, diabetes melitus, dan pada orang kulit hitam.
D. Patofisilogi
Tingginya tekanan intraokulerr bergantung pada besarnya produksi humor aqueus oleh
badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor aqueus melalui
sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaaan kanal schlemm dan keadaan
tekanan episklera. Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada
pemeriksaaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan
intraokuler lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara fisiologis,
tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatannya aliran darah menuju
serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara
bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular, akan timbul penggaungan dan
degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf
pada papil saraf optik.
b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
meruoakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil
saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi penggaungan
pada papil saraf optik.
c. Sampai saat ini. Patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.
d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf
optik. (tamsuri m, 2010 : 72-73).
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepa, giig, telinga)
2. Pandangan kabut, melhat halo sekitar lampu
3. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar
4. Mual, muntah, berkeringat
5. Visus menurun
6. Edema menurun
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma)
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya
9. TIO meningkat. (tamsuri A, 2010 : 74-75)
F. Pathway Glaukoma
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
a. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat cara
tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu:
- Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
- Indentasi dengan tonometer schiotz
- Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
- Nonkontak pneumotonometri
Tonometri Palpasi atau Digital
Cara paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat, sebab caraa
mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dapat digunakan dalam keadaaan
terpaksa dan tidak ada alat alin. Caranya adalah dengan dua jari telunjuk diletakan
diatas bola mata sambil penderita disuruh melihat kebawah.
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut :
N : normal
N+1 : agak tinggi
N+2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
N-1 : lebih rendah dari normal
N-2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
b. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan
menggunakan lensa kontak khusus.
c. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan
menggunakan lensa kontak khusus.
2. Pemeriksaan lapang pandang
a. pemeriksaan lapang pandag perifer: lebih berarti glaukoma lebih lanjut.
b. Pemeriksaan lapang pandang skunder : menggunakan tabir Bjerrum, yang
meliputi daerah luas 30derajat, kerusakan-kerusakan dini lapang pandang
ditemukan para sentral yang dinamakan skotma Bjerrum.
H. Penatalaksanaan Glukoma
Pengobatan dilakukan dengan orinsip untuk menurunkan TIO, membuka sudut yang
tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tinadkan suportif (mengurangi rasa
nyeri, mual, muntah, serta, mengurangi radang), mencegah adanya sudut tertutup ulang
serta mencegah gangguan pad amata yang baik (sebelahnya).
Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan hipeerosmotik seperti
gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20% intravena. Humor aquaeus
ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti :
Acetazolamide (acetazolam, diamox). Dorzolamide (TruShop), Methazolamide
(nepthazane)
Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan dengan memberikan agens penyejat beta
adrenergik seperti:
latanoprost (xalatan), timolol (timopic), atau levobunolol (begatan).
I. Asuhan Keperawatan Glukoma
1. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
b. Alamat
c. Jenis kelamin
d. Umur, galukoma primer terjadi pada individu berumur >40 tahun
e. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali
dari kulit putih
f. Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : pasien mengeluh berkurangnya lapang pandang dari mata
menjadi kabur.
b. Riwayat kesehatan sekarang ; pasien mengatakan matanya kabur dan sering
menabrak, dan gangguan saat membaca.
c. Riwayat kesehatan dahulu : kaji danya masalah mata sebelumnya atau pada
saat itu, riwayat penggunaan anthistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang
akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume Dlaucoma).
d. Riwayat kesehatan keluarga : kaji apakah ada keluarga yang mengalami
penyakit glaucoma sudut sudut terbuka primer.
3. Psikososial : kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh
berkendaraan.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskopi untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus.
b) Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan takut lapang pandang
cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara
bertahap.
c) Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi mata,
sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil yang gagal bereaksi terhadap
cahaya.
d) Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open angle
didapat nilai 22-23 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle closure
didapat nilai >30mmHg.
e) Uji menggunakan genioskopi akan didapat sudut normal pada glaukoma
kronik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d peningkatan tekanan introkuler (TIO)
b. Gangguan persepsi sensori : pengliahatn b.d gangguan penerimaan, gangguan
status organ indera.
c. Ansietas b.d faktor fisiologis, perubahan status kesehatan: adanya nyeri;
kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan
3. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan Intervensi Rasional
1. Tujuan: setelah Mandiri : 1. Tekanan pada mata
diberikan tindakan 1. Pertahankan tirah meningkatkan jika
keperawatn baring ketat pada tubuh datar dan
diharapkan nyeri posisi semi-fowler manuver valsava
dapat berkurang dan cegah tindakan diaktifkan seperto
atau terkontrol. yang dapat pada aktivitas
Kriteria Hasil: meningkatkan TIO tersebut.
- Klien dapat (batuk,bersin, 2. Stes dan sinar akan
mengidentifikas mengejan) meningkatkan TIO
i penyebab 2. Berikan lingkungan yang dapat
nyeri . gelap dan tenang. mencetuskan nyeri.
- Klien dapat Obeservasi : 3. Mengidentifikasi
mengethaui 1. Tekanan darah, nadi, kemajuan atau
faktor-faktor dan pernapsan tiap penyimpangan dari
yang dapat 24jam jika klien tidak hasil yang
meningkatkan menerima agens diharapkan.
nyeri. osmotik secara 4. Agens osmotik
- Klien mampu intravena . intravena akan
melakukan 2. Observasi derajat menurunkan TIO
tindakan untuk nyeri mata tipa dengan cepat. Agens
mengurangi 20menit selama fase osmotik bersifat
nyeri. akut. hipermolor dehidrasi;
Kolaborasi : manitol dapat
1. Berikan obat mata mencetuskan
yang diresepkan hiperglikemis pada
untuk glaukoma dan oasien DM, tetes
beri tahu dokter jika mata miotik
terjadi hipotensi, memperlancar
haluaran urin darinsae akuos humor
<24ml/jam, nyeri dan menurunkan
pada mata tidak produksinya.
hilang dalam waktu Pengobatan TIO
30menit setelah adalah esensial untuk
terapi obat, tajam memperbaiki
penglihatan turun pengliahatan.
terus menerus. 5. Mengontrol nyeri.
2. Berikan analgesik
narkortik yang
diresepkan jika klien
mengalami nyeri
hebat dab evalusi
keefektifannya.
2. Tujuan: setelah Mandiri : 1. Sementara intervensi
diberikan tindakan 1. Pastikan derajat/tipe dini mencegah
keperawatan kehilangan kebutaan, pasien
diharapkan penglihatan. menghadapi
gangguan 2. Dorong kemungkinan/mengal
penglihatan dapat mengekspresikan ami pengalaman
berkurang dan perasaan tentang kehilangan
penggunaan kehilangan/kemungk penglihatan atau
penglihatan yang inan kehilangan total.
secara optimal. penglihatan. 2. Mempengaruhi
Kriteria Hasil: 3. Tunjukkan harapan masa depan
- Pasien akan pemberian tetes pasien dan pilihan
memperhatikan mata, contoh intervensi.
lapang menghitung tetesan, 3. Mengontrol TIO
ketajaman mengikuti jadwal, mencegah
penglihatan tidak salah dosis. kehilangan
tanpa 4. Lakukan tindakan penglihatan lanjut.
kehilangan untuk membantu 4. Menurunkan bahaya
lebih lanjut. pasien mengalami keamanan
keterbatasan sehubungan dengan
pengliahatan, contoh perubahan lapang
kurangi kekacauan, pandang atau
atur perbaot, kehilangan dan
ingatkan memutar akomodasi pupil thd
kepala ke subjek sinar lingkungan.
yang terlihat; 5. Obat miotik topikal
perbaiki sinar suram ini menyebabkan
dan masalah konstriksi pupil,
penglihatan suram. memudahkan
Kolaborasi : keluarnya aqueus
Kronis, sederhana, tipe humor.
terbuka: 6. Menurunkan sekresi
1. Pilokarpin aqueus humor dan
hidroklorida menurunkan TIO.
2. Timolol maleat 7. DLL
3. asetazolamid
Tipe sudut sempit:
1. miotik
2. inhibitor karbonik
3. dipivefrin
4. agen hiperosmotik
5. berikan sedasi
analgesik sesuai
kebutuhan.
3. Tujuan: setelah Mandiri : 1. Faktor ini
diberikan tindakan 1. Kaji tingkat ansietas, mempengaruhi
keperawatan derajat pengalaman persepsi pasien
diharapkan cemas nyeri/timbulnya terhadap ancaman
dapat berkurang gejala tiba-tiba dan diri, potensial siklus
dan hilang. pengetahuan kondisi ansietas, dan dapat
Kriteria Hasil: saat ini. mempengaruhi upaya
- Pasien tampak 2. Berikan informasi medic untuk
rileks dan yang akurat dan mengontrol TIO.
melaporkan jujur, diskusikan 2. Menurunkan ansietas
ansietas kemungkinan bahwa sehubungan dengan
menurun pengawasan dan ketidaktahuan/harapa
sampai tingkat pengobatan n yang akan datang
dapat diatasi. mencegah dan memberikan
- Pasien kehilangan dasar fakta untuk
menunjukkan penglihatan membuat pilihan
keterampilan tambahan. pengobatan.
pemecahan 3. Dorong pasien untuk 3. Memberi kesempatan
masalah. mengakui masalah pasien menerima
- Pasien dan situasi nyata,
menggunakan mengekspresikan mengklarifikasi salah
sumber secara perasaan. konsepsi dan
efektif. 4. pemecahan masalah.
4. Memberikan
keyakinan bahwa
pasien tidak sendiri
dalam menghadapi
masalah.
5. Maniefestasi Klinis
Brunner&Suddarth (2002) menyebutkan maniefestasi klinis pasien dengan otitis
media kronik adalah sebagai berikut:
a. Otorea intermitten atau persisten yang berbau busuk.
b. Evaluasi otoskopi membrana timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan
kolesteatoma dapat terlihat sebagai massa putih di belakang membranan timpani
atau keluar ke kanalis eksternus melalui luang perforasi.
c. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan
pendengaran konduktif atau campuran.
d. Sedangkan menurut Williams&Wilkins(2011), manifestasi klinis pada otitis
media kronik antara lain:
Penebalan dan penebalan jaringan parut pada membran timpani
Penurunan atau kehilangan mobilitas membran timpani
Kolesteatoma
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas terhadap eksudat menunjukan organisme
penyebab
2) Hitung darah lengkap menunjukan leukositosis
b. Pencitraan
Pemeriksaan ronsen menunjukkan keterlibatan mastoid
c. Timpanometer
Mendeteksi kehilangan pendengaran dan mengevaluasi penyakit telinga tengah
d. Audiometri
Menunjukan derajat kehilangan pendengaran
e. Otoskop pneumatik
Dapat menunjukan penutuna mobilitas membran timpani
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Obat
Pasien mendapatkan obat anti-inflamsi berupa dexsamethason dengan dosis
0,6mg/kg/hari selama 4 hari. Pemberian kortikosteroid ini sesuaidengan literatur
yang menjelaskan bahwa tujuan pemberianobat ini untuk mencgah kecacatan
seperti paresis fasialis dan ketulian.
b. Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan apabila dengan penanganan obat tidak efektid.
8. Komplikasi
Menurut Williams&Wilkins(2011), komplikasi otitis media kronik antara lain:
a. Mastoiditis
b. Meningitis
Meningitis adalah penyakit radang selaput otak (meningen).
c. Kolesteatoma
d. Abses, septikemia
e. Limfadenopati, leukositosis
f. Kehilangan pendengaran permanen dan timpanosklerosis
g. Vertigo
C. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Menurut Tucker et al (2007) pengkajian yang dilakukan pada sistem pendengaran
meliputi:
Data subjektif
a. Sakit telinga
b. Sakit kepala
c. Penuruna, kehilangan ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
d. Distori suara
e. Tinitus
f. Merasakan penuh atau sumbatan di dalam telinga
g. Mendengar suara letupan saat menguap atau menelan
h. Vertigo,pusing,ketidakseimbangan
i. Gatal pada telinga
Data Objektif
a. Penampilan umum
b. Tanda vital: peningkatan TD,suhu,nadi dan pernafasan
c. Kemampuan membaca gerakan bibir atau menggunkan bahasa isyarat
d. Refleks kejut
e. Toleransi terhadap suara yang keras
f. Kaji tingkat gangguan pendengaran
g. Alergi
h. Tipe, warna, dan banyaknya drainase telinga
b. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a) Nyeri akut
b) Resiko cedera
c) Ansietas
2. Post Operasi
a) Gangguan komunikasi verbal
b) Resiko cedera
c) Resiko infeksi
c. Intervensi
Pre Operasi
No. Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut b.d agen 1. Kaji lokasi, tipe 1. Mengetahui
cidera faktor biologis : durasi dan frekuensi karateristik nyeri
inflamasi telinga nyeri yang dirasakan
Tujuan : pasien 2. Kaji integritas pasien
mampu mengontrol dengan menggunakan 2. Mengetahui tingkat
nyeri stelah dilakukan skala 0-5 (0 tidak ada nyeri yang
tindakan keperawatan nyeri dan 5 nyeri dirasakan pasien.
selama 1x24 jam hebat) atau skala 3. Membantu dalam
Kriteria Hasil : nyeri standar yang pemberian terapi.
1. Mengekspresikan dirasakan pasien. 4. Menentukan
pemahaman tentang 3. Kaji faktor penyebab tindakan yang
faktor penyebab nyeri. paling efektif bagi
nyeri 4. Diskusikan tindakan pasien dalam
2. Menunjukan pereda nyeri yang meredakan nyeri.
kemampuan untuk efektif dan tidak 5. Mengetahui adnaya
mengurangi atau efetif bagi pasien. masalah lain akibat
mengontrol nyeri 5. Kaji efek nyeri pada nyeri yang di alami
dengan pasien pasien.
menggunakan 6. Ajarkan teknik 6. Meningkatkan
keterampilan yang pereda nyeri sesuai pengetahuan pasien
dipelajari kebutuhan pasien tentang cara
(misal: tehnik meredakan nyeri.
relaksasi, imajinasi, 7. Mengurangi nyeri
sentuhan) dengan terapi
7. Berikan analgesik farmakologis
sesuai program. 8. Dukungan keluarga
8. Dorong dukungan membantu pasien
keluarga dan orang dalam menoleransi
terdekat. nyeri.
2. Resiko cedera b.d 1. Kaji ketajaman 1. Menentukan
faktor regulatori : auditori pasien tingkat disfungsi
disfungsi sensori. 2. Pertahankan sensori pasien
Tujuan : pasien lingkungan aman 2. Meminimalkan
mampu terhindar dari untuk pasien terjadinya cidera
cidera setelah dilakukan 3. Orientasikan pasien pada pasien.
tindakan perawatan pada lingkungan 3. Memnimalkan
selama 1x24 jam. sekitar terjadinya cidera
Kriteria Hasil : 4. Sediakan alat yang pada pasien dengan
1. Menunjukan diperlukan dan menganl
pemahaman pastikan kemampuan lingkungan
mengenai potensi pasien untuk sekitarnya.
bahaya kesehatan. mencapainya dengan 4. Meminimalkan
2. Mempraktikan mudah. terjadinya cidera
tindakan 5. Pertahankan pagar pada psien.
pencegahan cidera tempat tidur dan 5. Menghindarkan
untuk diri sendiri posisi tempat tidur pasien jatuh dari
3. Tetap bebas dari yang aman tempat tifur.
cidera 6. Bantu pasien dengan 6. Untuk memenuhi
aktivitas harian. kebutuhan aktivitas
7. Jelaskan semua harian pasien
pengobatan, prosedur 7. Meningkatkan
dan perawatan, pengetahuan pasien
sadari adanya tentang pengobatan
hambatan bahasa. dan perawatan
8. Berikan mediasi penyakitnya.
sesuai kebijakan 8. Membantu
9. Berikan penyuluhan kesembuhanpenyak
kesehatan tentang it pasien.
penyakit pasien. 9. Meningkatkan
pengetahuan pasien
dalam pencegahan
bahaya pada
dirinya.
3. Ansieta b.d akan 1. Pertahankan 1. Untuk mengurangi
dilakukan tindakan lingkungan terang, tingkat ansietas.
pembedahan . tanpa stress. 2. Sebagai dasar
Tujuan : klienmampu 2. Kaji tingkat ansietas. dalam memberikan
mengatasi ansietas 3. Dorong dan sediakan konsultasi.
setelah dilakukan waktu untuk 3. Mengungkapkan
tindakan perawatan mengungkapkan ansietas yang
selama 1x24 jam. perasaan. dirasakan.
Kriteria Hasil : 4. Jelaskan tentang 4. Untuk mengurangi
1. Memahami rencana asuhan tingkat ansietas.
penyebab ansietas keperawatan, 5. Meningkatkan
2. Menunjukan termasuk jika ada kepercayaan pasien
tingkah laku yang rencana operasi dan sehingga dapat
positif dalam libatkan pada pasien membantu
mengatasi ansietas. dalam rencana mengurangi tingkat
3. Melaporkan perawatan. ansietas.
penurunan tingkat 5. Tunjukkan 6. Untuk memperjelas
ansietas. kepercayaan diri dan pemahaman pasien.
sikap caring, tidak 7. Guna memberikan
menghakimi. dukungan.
6. Gunakan gambar saat 8. Karena dapat
menjelaskan menyebabkan
prosedur atau frustasi.
pengobatan.
7. Dorng pasien untuk
berkomunikasi
dengan orang
terdekat.
8. Hindari
menggunakan sistem
interkomunikasi
elektronik perawat-
pasien bila pasien
menderita
pendengaran parsial.
Post-Operasi
No. Tujuan intervensi Rasional
1. Gangguan komunikasi 1. Kaji dan bangun cara 1. Mengetahui
verbal yang b.d berkomunikasi. kemampuan pasien
terjadinya tuli konduksi 2. Berbicara dengan berkomunikasi.
akibat pengangkatan lambat dan 2. Supaya pasien
tulang mastoid. mengucapkan kata dapat menerima
Tujuan : klien mampu dengan jelas. pembicaraan
melakukan komunikasi 3. Hanya berbicara dengan jelas.
dengan keterampilan dengan satu orang 3. Menghindari
yang telah dipelajari dalam satu waktu. kebingungan pasien
setelah dilakukan 4. Berdiri agar pasien dalam menangkap
tindakan perawatan dapat melihat mulut pembicaraaan.
selam 2x24 jam. anda dengan jelas. 4. Memungkinkan
Kriteria Hasil : 5. Bicara dengan satu pasien memahami
1. Meningkatkan kalimat sederhana pembicaraan dari
keterampilan yang dahulu untuk gerakan bibir.
telah dipelajari menentukan tingkat 5. Mengukur
untuk komunikasi keterampilan pasien kemampuan pasien
2. Menunjukan (perkataan perawat dalam menrima
tingkah laku positif. berkumis lebih sulit pembicaraa.
3. Menerima dimengerti pasien). 6. Memperjelas
keterbatasan yang 6. Tunjukkan objek penerimaan pasien
disebabkan oleh pembicaraan dengan tentang objek
gangguan cepat. pembicaraan.
pendengaran. 7. Ulangi kalimat yang 7. Agar pasien bisa
diucapkan bila pasien lebih mengerti.
tidak mengerti pada 8. Penggunaan bahasa
awalnya. isyarat bisa
8. Bahasa isyarat. membantu papsien
9. Kertas dan pensil dalam
berkomunikasi
dengan orang lain.
9. Membantu pasien
berkomunikasi.
2. Resiko infeksi yang b.d 1. Pantau tanda-tanda 1. Mengetahui adanya
tindakan pembedahan. vital setiap 4 jam, keabnormalan
Tujuan : pasien khususnya suhu TTV.
mampu mencapai tubuh. 2. Menegethaui
keutuhan intergritas 2. Obseervassi insisi adanya tanda-tanda
kulit setellah dilakukan untuk infeksi.
tindakan perawatan mengidentifikasi 3. Mempertahankan
selama 3x24 jam. tanda infeksi kebersihan
Kriteria Hasil : meliputi : sumbatan.
1. Tidak terjadi kemerahan, nyeri 4. Mengevaluasi
peradangan/infeksi tekan, adanya tanda
yang ditandai pembengkakan pada infeksi.
dengan luka bersih luka insisi, pasien 5. Mempertahankan
dan kering, daerah mengeluh nyeri, sterilitas untuk
sekitar luka tidak rabas yang tidak meminimalkan
bengkak. biasa, peningkatan infeksi.
2. Tetap afebris. suhu tubuh. 6. Menghindarkan
3. Pertahankan agar dari infeksi dan
sumbat telinga luar mendukung
tetap bersih dan kesembuhan
kering. pasien.
4. Ganti sumbat luar 7. Mengindikasikan
bila perlu. adanya infeksi.
5. Laporkan 8. Untuk
pendarahan, drainase mendapatkan
berlebihan kepada penangannan yang
dokter. segera.
6. Pertahankan tehnik
aseptik.
7. Laksanakan
pemberian antibiotik
sesuai program
terapi.
8. Pantau peningkatan
SDP.
9. Diskusikan tentang
tanda dan gejala
yang harus
dilaporkan kepada
dokter:
a. Peningkatan suhu
tubuh.
b. Peningkatan
nyeri/drainase
telinga
c. Penurunan
ketajaman
pendengaran.
d. Perdarahan.
e. Pusing/Sakit
Kepala.
f. Kaku saat duduk.
3. Resiko cidera yang b.d 1. Kaji ketajaman 1. Menentukan
terjadinya tuli konduksi pendengaran. tingkat sensori
akibat pengangkatan 2. Pertahankan pasien.
tulang mastoid. lingkungan aman 2. Meminimalkan
Tujuan : pasien untuk pasien. terjadinya cidera
mampu terhindar dari 3. Sediakan alat yang pada pasien.
cidera setelah dilakukan diperlukan dan 3. Meminimallkan
tindakan perawatan pastikan kemampuan cidera pada pasien.
selama 3x24 jam. pasien untuk 4. Menghindarkan
Kriteria Hasil : mencapainya dengan pasien jatuh dari
1. Menunjukan mudah. tempat tidur.
pemahaman 4. Pertahankan pagar 5. Untuk memenuhi
mengenai potensi tempat tidur dan kebutuhan aktivitas
bahaya kesehatan. posisi tempat tidur harian pasien.
2. Mempraktikkan yang aman. 6. Meningkatkan
tindakan 5. Bantu pasien dengan pengetahuan pasien
pencegahan cidera aaktivitas harian. tentang pengobatan
untuk diri sendiri 6. Jelaskan semua dan perawatan
3. Tetap bebas dari pengobatan, prosedur penyakitnya.
cidera. dan perawatan, 7. Membantu
sadari adanya kesembuhan
hambatan bahasa. penyakit pasien.
7. Berikan medikasi 8. Meningkatakan
sesuai kebijakan. pengetahuan pasien
8. Berikan penyuluhan dalam pencegahan
kesehatan tentang bahaya pada
pencegahan bahaya. dirinya.
9. Jelaskan pad apasien 9. Akan
untuk menghindari menyebabkan
menghembuskan sekret keluar dari
udara melalui tuba eustachius ke
hidung. telinga bagian
tengah.
A. Vertigo
1. Definisi
Vertigo adalah sensasi atau perasaan yang mempengaruhi orientasi ruang dan
mungkin dapat didefinisikan sebagai suatu ilusi gerakan. Keluhan ini merupakan
gejala yang sifatnya subyektif dan karenanya sulit dinilai. Walupun pengobatan
sebaiknya langsung pada penyebab yang mendasari penyebab atau kelainannya, asal
atau penyebab vertigo sering tidak diketahui ataupun tidak mungkin diobati (CDK,
2009).
Vertere" suatu istilah dalam bahasa latin yang merupakan bahasa lain dari vertigo,
yang artinya memutar. Vertigo dalam kamus bahasa diterjemahkan dengan pusing
(Wahyono, 2007).
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-
olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan
mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat
atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih
baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak
bergerak sama sekali (Israr, 2008).
2. Etiologi
Vertigo bisa disebabkan karena adanya gangguan fungsi, atau bisa juga akibat
kerusakan alat keseimbangan tersebut,gangguan fungsi saraf dalam telinga
dalam,saraf keseimbangan,bahkan gangguan pada pusat keseimbangan di susunan
saraf pusat (otak) kecil di bagian belakang (brainstem). Seringkali vertigo ini disertai
rasa mual sampai muntah sehingga badan merasa lemas,berkeringat dingin. Penyebab
terjadinya vertigo dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Gangguan di sentral (susunan saraf pusat dan saraf kescimbangan)
b. Gangguan di perifer (tepi).
Jadi, vertigo bisa disebabkan karena adanya gangguan pada sistem vestibular perifer
(ganguan pada telinga bagian dalam). Pusing juga bisa muncul sebagai akibat dari
gangguan sistem vestibular sentral (misalnya saraf vestibular, batang otak, dan otak
kecil). Pada beberapa kasus, penyebab vertigo tidak diketahui. Gangguan vestibular
perifer meliputi Benign Paroksimal Positional Vertigo (BPPV; vertigo karena
gangguan vestibular perifer yang paling banyak ditemui), sindrom Cogan (terjadi
karena ada peradangan pada jaringan ikat di kornea, bias mengakibatkan vertigo,
telinga berdenging dan kehilangan pendengaran), penyakit Meniere (adanya fluktuasi
tekanan cairan di dalam telinga/ endolimf sehingga dapat mengakibatkan vertigo,
telinga berdenging, dan kehilangan pendengaran). ototoksisitas (keracuanan pada
telinga), neuritis vestibular (peradangan pada sel saraf vestibular, dapat disebabkan
karena infeksi virus).
Beberapa obat dan zat kimia (seperti timbal, merkuri, timah) dapat menyebabkan
ototoksitas, yang mengakibatkan kerusakan pada telinga bagian dalam atau saraf
kranial VIIl dan menyebabkan vertigo. Kerusakan dapat bersifat temporer maupun
permanen. Penggunaan preparat antibiotik (golongan aminoglikosida, yaitu
streptomisin dan gentamisin) jangka panjang maupun penggunaan antineoplastic
(misalnya cisplatin maupun carboplatin) dapat menyebabkan ototoksisitas permanen.
Konsumsi alkohol, meskipun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan vertigo
temporer pada beberapa orang.
Namun jika kondisi tidak normal/ tidak fisiologis dari fungsi alat keseimbangan tubuh
dibagian tepi atau sentral maupun rangsangan gerakan yang aneh atau berlebihan, maka
proses pengolahan informasi yang wajar tidak berlangsung dan muncul tanda-tanda
kegawatan dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik. Di samping itu
respon penyesuaian otot-otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal
dari mata disebut nistagnus.
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Vertigo Sentral
Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya diplopia, paratesia,
perubahan serisibilitas dan fungsi motorik. Biasanya pasien mengeluh lemah,
gangguan koordinasi, kesulitan dalam gerak supinasi dan pronasi tanyanye secara
berturut-turut (dysdiadochokinesia), gangguan berjalan dan gangguan kaseimbangan.
Percobaan tunjuk hidung yaitu pasien disuruh menunjuk jari pemeriksa dan
kemudian menunjuk hidungnya maka akan dilakukan dengan buruk dan terlihat
adanya ataksia. Namun pada pasien dengan vertigo perifer dapat melakukan
percobaan tunjuk hidung secara normal. Penyebab vaskuler labih sering ditemukan
dan mencakup insufisiensi vaskuler berulang, TIA dan strok. Contoh gangguan
disentral (batang otak, serebelum) yang dapat menyebabkan vertigo adalah iskemia
batang otak, tumor difossa posterior, migren basiler.
Vertigo Perifer, Lamanya vertigo berlangsung:
a. Episode (Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik. Vertigo perifer
paling sering disebabkan oleh vertigo posisional berigna (VPB). Pencetusnya
adalah perubahan posisi kepala misalnya berguling sewaktu tidur atau
menengadah mengambil barang dirak yang lebih tinggi. Vertigo berlangsung
beberapa detik kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional berigna adalah
trauma kepala, pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis vestibular
prognosisnya baik gejala akan menghilang spontan.
b. Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam. Dapat dijumpai
pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere
mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo
dan tinitus. Usia penderita biasanya 30-60 tahun pada permulaan munculnya
penyakit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunaan pendengaran dan
kesulitan dalam berjalan "Tandem" dengan mata tertutup. Berjalan tandem
yaitu berjalan dengan telapak kaki lurus kedepan, jika menapak tumit kaki
yang satu menyentuh jari kaki lainnya dan membentuk garis lurus kedepan.
Sedangkan pemeriksaan elektronistagmografi sering memberi bukti bahwa
terdapat penurunan fungsi vertibular perifer.
c. Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering dijumpai pada penyakit
ini mulanya vertigo, naused, dan muntah yang menyertainya ialah mendadak.
Gejala ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Sering
penderita merasa lebih lega namun tidak bebas sama sekali dari gejala bila ia
berbaring diam. Pada Neuronitis vestibular fungsi pendengaran tidak
terganggu kemungkinannya disebabkan oleh virus. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai nistagmus yang menjadi lebih basar amplitudonya. Jika pandangan
digerakkan menjauhi telinga yang terkena penyakit ini akan mereda secara
gradual dalam waktu beberapa hari atau minggu. Pemeriksaan
elektronistagmografi (ENG) menunjukkan penyembuhan total pada beberapa
penyakit namun pada sebagian besar penderita didapatkan gangguan vertibular
berbagai tingkatan. Kadang terdapat pula vertigo posisional benigna. Pada
penderita dengan serangan vertigo mendadak harus ditelusuri kemungkinan
stroke serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral tidak berkurang jika
dilakukan viksasi visual yaitu mata memandang satu benda yang tidak
bergerak dan nigtamus dapat berubah arah bila arah pandangan berubah.
d. Meniere,
vertigo pasca trauma.
6. Penatalaksanaan
Vertigo posisional Benigna (VPB)
a. Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada sebagian besar
penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan merupakan kegiatan yang
pertama pada hari itu. Penderita duduk dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan
dirinya pada posisinya untuk membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo
mereda ia kembali keposisi duduk semula. Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo
melemah atau mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak
didapatkan lagi respon vertigo.
b. Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat
digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan atau jika muncul
eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menckan rasa enek (nausea) dan rasa pusing.
Namun ada penderita yang merasa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya
sendiri.
Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian anti biotika
dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis vestibuler lebih
meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan nigtagmus
akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada suatu tempat atau benda.
Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere.
Tujuan dari terapi medik yang diberi adalah:
a. Meringankan serangan vertigo
untuk meringankan vertigo dapat dilakukan upaya tirah baring, obat untuk sedasi,
anti muntah dan anti vertigo. Pemberian penjelasan bahwa serangan tidak
membahayakan jiwa dan akan mereda dapat lebih membuat penderita tenang atau
toleransi terhadap serangan berikutnya.
b. Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh menjadi lebih
jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli ada yang menganjurkan
diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat anti histamin dan vasodilator mungkin
pula menberikan efek tambahan yang baik.
c. Terapi bedah
diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat diredakan olch obat atau
tindakan konservatif dan penderita menjadi infalid tidak dapat bekerja atau
kemungkinan kehilangan pekerjaannya.
1. Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat supresan
vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan mobilisasi.
Misalnya Dramamine, prometazin, diazepam, pada enderita ini latihan
vertibuler dan latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri tongkat agar rasa
percaya diri meningkat dan kemungkinan jatuh dikurangi.
2. Sindrom Vertigo Fisiologis
Misalnya mabok kendaraan dan vertigo pada ketinggian terjadi karena
terdapat ketidaksesuaian antara rangsang vestibuler dan visual yang diterima
otak. Pada penderita ini dapat diberikan obat anti vertigo.
3. Strok (pada daerah yang didarahi oleh arteria vertebrobasiler)
TIA: Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang gejala klinisnya pulih
sempurna dalam kurun waktu 24 jam.
RIND: Reversible Ischemic Neurologi Defisit yaitu penyembuhan
sempurna terjadi lebih dari 24 jam.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Audiologik, tidak dibutuhkan untuk untuk setiap pasien dengan keluhan
pusing, tapi mungkin lebih tepat jika ada masalah pendengaran.
a) Audiogram, menilai pendengaran. Abnormalitas memberikan kesan vertigo
otologik. Sering cukup untuk penegakkan diagnosis. Upaya untuk memisahkan
otologik dari sumber vertigo lain.
b) Brainstem Auditory Evoked Potensial (BAEP).Test urofisiologi in
dipergunakan bila diduga adanya carebello pontine tumor, terutama neuroma akus
tikus atau multiple sklerosis. Kombinasi pemeriksaan BERA dan CT Scan dapat
menunjukkan konfirmasi diagnostik tumor.
c) Otoacoustic Emission (OAE) menilai suara oleh telinga pasien sendiri. Cara ini
cepat dan sederhana. OAE berguna dalam mendeteksi malingering, gangguan
pendengaran sentral dan orang- orang dengan neuropati auditorik. Dalam situasi
ini, OAE dapat dilakukan bahkan bila pendengaran subjektif berkurang. Ketika
ada potensi malingering, sering audiologist melakukan beberapa tes untuk uji
pendengaran objektif, tes dapat mendeteksi kehilangan pendengaran psikogenik.
OAE biasanya tidak membantu padang orang- orang usia > 60 tahun karena OAE
menurun dengan usia.
d) Electrocochleografi (ECOG) adalah sebuah potensi bangkitan yang
menggunakan electrode perekam yang diposisikan dalam gendang telinga. ECOG
membutuhkan frekuensi pendengaran yang tinggi. ECOG yang abnormal
memberi kesan penyakit Meniere. ECOG itu sulit dan interpretasi dari hasil harus
memnuhi penilaian bentuk gelombang.
2. Tes Vestibular tidak dibutuhkan untuk setiap pasien dengan keluhan pusing. Penelitian
primer- Tes Elektronystagmography (ENG), membantu bila diagnosis masih belum jelas
setelah anamnesis dan pemeriksaan. ENG secara bertahap digantikan dengan tes VEMP.
a) ENG merupakan prosedur beruntun yang dapat mengidentifikasi vestibular
asimetris (seperti yang disebabkan oleh neuritis vestibular) dan membuktikan
nistagmus spontan dan posisi (seperti yang disebabkan oleh BPPV). ENG adalah
tes yang panjang dan sulit. Jika ada hasil yang abnormal dan tidak sesuai dengan
gejala klinis sebaiknya dikonfirmasi denga tes kursi putar dan dikombinasi
dengan tes VEMP.
c) Posturografi adalah sebuah instrument dari tes Romberg. Ini sangat berguna
untuk malingering dan juga mempunyai kegunaan melihat perkembangan orang-
orang yang menjalani pengobatan.
3. Pemeriksaan labor darah, dilakukan bila ada gejala spesifik kompleks dan tidak ada
pemeriksaan rutin untuk pasien denga keluhan pusing. Dalam faktanya pemeriksaan
kimia, hitung jenis, tes toleransi glukosa, tes alergi tidak secara rutin diperiksa.
4. Pemeriksaan Radiologi, foto tengkorak, foto vertebrae servikal, CT scan kepala dan
sinus tidak direkomendasikan secara rutin dalam evaluasi vertigo.
5. Pemeriksaan lainnya
a) EEG digunakan untuk diagnosis kejang. Hasilnya sangat rendah untuk pasien
dengan keluhan pusing.