Anda di halaman 1dari 36

RESUME

”SISTEM SENSORI PERSEPSI”

Nama : Jihan Dini Pramesti

Prodi : Keperawatan 5 A

Mata Kuliah : KMB (Keperawatan Medical Bedah 3)

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI SENSORI PERSEPSI


Sistem sensoris atau dalam bahasa inggrisnya “sensory system” berati yang berhubungan
dengan panca indera (penglihatan, penciuman, pengecap, dan peraba). Sistem ini
membahas tentang organ yang khusus menerima berbagai jenis rangsangan.
A. Mata
Mata adalah organ yang tersusun dari bercak sensitif cahaya primitif sehingga mata
asangat sensitif terhadap rangsangan cahaya karena ada photoreceptor diadlamnya.
Mata mempunyai lapisan resepto, sistem lensa pemfokusan cahaya oleh reseptor, dan
terhubung atas suatu sistem saraf. Susunan saraf pusat terhubung melalui suatu berkas
serat saraf yang disebut saraf optik (nervosa optikus).

Bagian-bagian mata terdiri dari :


1. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat berwarna putih buram dan tidak
tembus cahaya, sklera bentuk pada bola mata dan memberikan tempat otot
ekstrinsik.
2. Kornea
Kornea merupakan tempat masuknya cahaya dan memfokuskan bekas cahaya,
kornea tersusun dari 5 lapisan yaitu Epithelium , Membrane, Buwman, Stroma,
Membrane descemet, dan Endothelim.
3. Lapisan Koroid
Lapisan koroid berwarna coklat kehitaman dan merupakan lapisan yang
berpigmen mengandung banyak pertumbuhan darah untuk memberi nutridi dan
oksigen pada retina. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi
atau pemantulan sinar.
4. Iris
Iris tidak tembus pandang dan berpigemn berfungsi mengendalikan banyaknya
cahaya yang masuk kedalam mata dengan cara merubah ukuran pupil. Ukuran
pupil mata dapat berubah karena mengandung serat-serat otto silkulelr yang
mampu menciutkan pupil serta-serta radikal yang menyebabkan kelebaran pupil.
5. Lensa
Lensa mempunyai struktur bikonvfeks, tidak mempunyai pembuluh darah,
transparan dan tidak berwarna. Lensa berada dibelakang iris dan ditahan oleh
ligamentum yang disebut Zonula.
6. Retina
Retina merupakan lapisan terdalam pada mata, melapisi lapisi 2/3 bola pada
bagian belakang. Pada bagian depan retina terdapat lapisan berpigmen dan
berhubungan dengan koroid dan pada bagian belakang terdapat lapisan saraf
dalam.
Pada lapisan sel saraf dalam mengandung resptor, sel bifolar, sel ganglion, sel
horizontal dan sel akmagrin. Ada dua sel reseptor pada retina yaitu sel kunus atau
sel kerucut dan sel rod atau sel batang.
7. Saraf Optic
Saraf optoc merupakan saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina,
untuk menuju ke otak. Agar dapat menghasilkan gambar fisual yang tepat dan
diinginkan terjadilah proses yang sangat kompleks dimulai adanya gelombang
sinar atau cahaya yang masuk ke mata berkas cahaya yang masuk kemata melalui
konjungtiva, kornea, okueus humor, lensa dan fiteurus humor, dimana ada
masing-masing tersebut berkas cahaya dibiaskan (refraksi) sebelum akhirnya
jatuh tepat di retina.
B. Telinga
Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di
sekitar kita sehingga dapat mengetahui/mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar
tanpa harus melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Telinga terdiri atas tiga bagian yaitu Bagian Luar, Bagian tengah dan Bagian dalam.
1. Meatus Auditorius Eksternal (liang telinga luar)]
Liang telingan memiliki panjang kurang 2,5 cm, terbentuk huruf S, 1/3 bagian
luar teridir dari tulang rawan, banyak terdapat kelenjar minyak ddan kelenjar
serumen, 2/3 bagian sisanya teridri dari tulang (temporal) dan sedikit kelenjar
serumen. Serum berfungsi menangkap dan mencegah infeksi. Meatus ini juga
berfungsi sebagai buffer terhadap perubahan kelembapan da temperatur yang
dapat mengganggu elastisitas membran tympani.
Daun telinga berfungsi menangkap bunyi dari berbagai arah kedalam liang
telinga, kanalis auditorius berfungsi untuk memproteksi membran timpani dari
pada trauma langsung dari luar.
2. Cavum Timpani (telinga bagian tengah)
a. Membran timpani
Membran timpani berfungsi untuk meneruskan suara menuju tulang-tulang
pendengaran (osikula).
Cavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Epitimpanum, merupakan cavum timpani bagian atas yang berhubungan
dengan anteum dengan aditus adantrium
2. Mesotimpanum, merupakan cavum timpani bagian tengah
3. Hipotimpanium, merupakan cavum timpani bagian bawah yang berhubungan
dengan tuba eustachius.
Pembagian secara fisiologi :
Timpani Anterior, teridir dari mesotimpani, hipotimpani, tuba auditiva
Timpani Posterior, teridri dari retrotimpani (antrum dan selula)
b. Osikula
Osikula merupakan tulang-tulang telinga yang terdiri atas tiga tulang kecil,
yaitu malleus (martil), incus (landasan), dan stapes (sanggrudi) tersusun pada
rongga telinga tengah seperti rantai dan bersambung, dari membran timpani
menuju rongga telinga dalam yang berfungsi untuk mengalirkan getaran suara
ke rongga telinga dalam.
c. Saluran Eustacius
Eustacius merupakan saluran di dalam rongga telinga tengah yang menjorok
menghubungkan telinga dengan faring saluran eustacius akan tertutup jika
dlam keadaaan biasa dan akan membuka ketika menelan, sehingga tekanan
udara di dalam telinga tengah dengan udara luar akan siembang.
3. Telinga bagian dalam
Telinga bagian dalam terdiri atas beberapa rongga yang menyerupai saluran-
saluran yaitu:
a. Vestibula merupakan bagian pertama dari telinga dalam yang berfungsi
sebagai pintu penghubungantar bagian-bagian telinga.
b. Tiga saluran setengah lingkaran (saluran sendi semi serkuler), yaitu saluran
superior, posterior dan lateral. Ketiga saluran ini saling membuat sudut tegak
lurus satu sama lain.
c. Koklea adalah sebuah tabung berbentuk spiral yang membleit dirinya seperti
rumah siput. Belitan-belitan tersebut melingkari sebuah sumbu teerbentuk
kerucut yang memiliki bagian tengah dari tulang, dan di sebut modiolus dalam
koklea terdapat jendela oval(vanestra vestibuli) yang menghubungkan telinga
tengah dengan telinga dalam.
C. Lidah
lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat membantu
pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lidah juga turut membantu dalam
tindakan berbicara.

Fungsi lidah yaitu dapat menunjukkan kondisi tubuh. Selaput lidah manusia dapat
digunakan sebagai indikator metabolisme tubuh, terutama kesehatan tubuh manusia.
1. Jalan kerja impuls pengecap dari lidah ke otak
3 saraf cranial yang memainkan peranan dalam pengantaran impuls dari lidahke otak
yaitu :
a. Nervus facial (VII) pada bagian 2/3 anterior lidah
b. Nervus glossopharyngeal (IX) pada bgain 1/3 posterior lidah
c. Nervus vagus (X) pada pharynx dan epiglotis
2. Bagian-bagian lidah
Lidah tersusun atas otot dan rangka yang terlekat pada tulang hyoideus, tulang rahang
bawah dan proceccus styloideua di tulang pelipis. Terdapat dua otot pada lidah yaitu
otot ekstrinsik dan intrinsik. Lidah memiliki permukaan yang kasar karena danya
tonjolan yang di sebut papila.
Terdapat tiga jenis papila, yaitu :
a. Papila filiformis, berbentuk seperti benang halus
b. Papila sirkumvalata, berbentuk bulat, tersusun seperti huruf V dibelakang
lidah
c. Papila fungiformis, berbentuk bulat, tersusun seperti jamur
Tunas pengecap adalah bagian pengecap yang ada di pinggir papila, terdiri dari
dua sel yaitu sel penyokong dan sel pengecap. Sel pengecap berfungsi sebagai
reseptor, sedangkan sel penyokong berfungsi untuk menopang. Kuncup-kuncup
pengecap dapat merespon empat rasa dasar, yaitu manis , asam, asin, dan pahit.
Letak masing-masing rasa berbeda-beda yaitu;
a. Rasa asin : lidah bagian depan
b. Rasa manis : lidah bagian tepi
c. Rasa asam : lidah bagian samping
d. Rasa pahit : lidah bagian belakang
D. Hidung
Organ pembau hanya memiliki tujuh reseptor. Alat pembau atau sistem olfaction
biasa juga disebut dengan Organon Olfaktus, dapat menerima stimulus benda-benda
kimia sehingga reseptornya disebut pula Chemoreceptor.
Organon olfaktus terdapat pada hidung bagian atas, yaitu pada concha superior dan
membran ini hanya menerima rnagsangan benda-benda yang dapat menguap
berwujud gas.

Bagian-bagiannya antara lain :


1. Concha Superior
2. Chonca Medialis
3. Concha Inferior
4. Septum Nasi (sekat hidung)
Olfactory mucosa memiliki axon yang mampu melalui bagian tengkorak yang
permiable (cribriform plate) dan masuk ke olfactory bulbs (saraf cranial yang
pertama).
Fungsi hidung anatara lain untuk jalan nafas, alat pengatur kondisi udara (air
conditioning), penyaring udara, indera penghidup, resonasi suara, membantu proses
bicara dan reflek nasal.
E. Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat
tubuh, pd ornag dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9 meter persegi.
Kulit tipis terletak pada bagian kelopak mata, penis, labium minus, dan kulit bagian
medial lengan atas. Sedang kulit tebal terltak padda bagian telapak tanga, telapak
kaki, punggung, bahun dan bokong. Kulit berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantranya adalah memungkikan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan,
sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubh (termoregulasi), sensasi, ekresi dan
metabolisme, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barie invasi mikroorganisme
patogen.

Sebagai histopatologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu ;


1. Epidermis
Epidermis adalah luar bagian kulit yang tipis dan vaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, langerhans dan
merkel.terjaadi regenasi kulit setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri dari atas (dari
lapisanyang paling atas sampai yang terdalam) :
a. Stratum korneum, berupa garis dari sel keratinosit yang bisa
mengelupas dan berganti.
b. Stratum lusidum, berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit
tebal telapak kaki dan tangan. Tidak tamoak pada kulit tipis.
c. Stratum granulosum, ditandai oleh 3-5 lapis sel polygyonal gepeng
yang isinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar
yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya
akan histidim.
2. Dermis
Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya
dengan jaringan subkutis. Dermis terdiri dari dua lapisan :
a. Lapisan papiler, tipis mengandung jaringan ikat jarnag
b. Lapisan retikuler, tebal terdiri dari jaringan ikat padat
Fungsi dermis yaitu Struktur penunjang, suplai nutrisi, menahan shearing forces
dan respon inflamasi.
3. Subkutis
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan dibawahnya.
Fungsi subkutis/hypodermis, yaitu melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

RESUME GLAUKOMA – KMB 3

A. Definisi Glukoma
Glaukoma berasal dari bahasa yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pad pupil penderita galukoma. Glaukoma adalah
sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis yang
ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segala akibatnya.
(indriana dan N: 2004)
Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan
intraokuler , penggaungan, dan degenerasi saraf optik serta defak lapang pandang yang
khas. (Tamsuri A: 2009)
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat,
sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebbakan penurunan fungsi
penglihatan (Dwindra : 2009)
B. Klasifikasi Glaukoma
1. Glaukoma primer
Glaukoma yang tidak diketahui penyebbanya. Pada glaukoma akut yaitu timbul pada
mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang sempit pada kedua
mata. Pada glaukoma kronik yaitu karena keturunan dalam keluarga; DM Arteri
osklerosisi, pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif dan
lain-lain dan berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Galukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glakoma (90-95%), yang
meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang disebut sudut
terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular.
b. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena ruang
anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel
ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos mengalir ke saluran
schlemm.
2. Gslukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata laian yang
menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam mata.
Kondisis ini secara tidak langsung menggangu aktivitas struktur yang terlihat dalam
sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos humor. Gangguan ini terjadi akibat:
 Perubahan lensa, dislokasi lensa, terlepasnya kapsul lensa pada katarak
 Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan uvea
 Trauma, robeknya kornea/limbus disertai prolaps iris
3. Galukoam kongenital
Glaukoma kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah kelahiran,
biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan didalam mata tidak
berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanana bola mata meningkat terus dan
menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian dengan mata berair, berkabut dan peka
terhadap cahaya.
C. Etiologi
Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan anatomi sebagai
bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan presisposisi faktor
genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi penyakit atau proses patologik dari
sitem tubuh lainnya. Adapun beberapa faktor dari galukoma antara lain yaitu riwayat
glaukoma pada keluarga, diabetes melitus, dan pada orang kulit hitam.
D. Patofisilogi
Tingginya tekanan intraokulerr bergantung pada besarnya produksi humor aqueus oleh
badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor aqueus melalui
sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaaan kanal schlemm dan keadaan
tekanan episklera. Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada
pemeriksaaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan
intraokuler lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara fisiologis,
tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatannya aliran darah menuju
serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara
bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular, akan timbul penggaungan dan
degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf
pada papil saraf optik.
b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
meruoakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil
saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi penggaungan
pada papil saraf optik.
c. Sampai saat ini. Patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.
d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf
optik. (tamsuri m, 2010 : 72-73).
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepa, giig, telinga)
2. Pandangan kabut, melhat halo sekitar lampu
3. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar
4. Mual, muntah, berkeringat
5. Visus menurun
6. Edema menurun
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma)
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya
9. TIO meningkat. (tamsuri A, 2010 : 74-75)
F. Pathway Glaukoma

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
a. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat cara
tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu:
- Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
- Indentasi dengan tonometer schiotz
- Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
- Nonkontak pneumotonometri
Tonometri Palpasi atau Digital
Cara paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat, sebab caraa
mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dapat digunakan dalam keadaaan
terpaksa dan tidak ada alat alin. Caranya adalah dengan dua jari telunjuk diletakan
diatas bola mata sambil penderita disuruh melihat kebawah.
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut :
N : normal
N+1 : agak tinggi
N+2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
N-1 : lebih rendah dari normal
N-2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
b. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan
menggunakan lensa kontak khusus.
c. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan
menggunakan lensa kontak khusus.
2. Pemeriksaan lapang pandang
a. pemeriksaan lapang pandag perifer: lebih berarti glaukoma lebih lanjut.
b. Pemeriksaan lapang pandang skunder : menggunakan tabir Bjerrum, yang
meliputi daerah luas 30derajat, kerusakan-kerusakan dini lapang pandang
ditemukan para sentral yang dinamakan skotma Bjerrum.
H. Penatalaksanaan Glukoma
Pengobatan dilakukan dengan orinsip untuk menurunkan TIO, membuka sudut yang
tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tinadkan suportif (mengurangi rasa
nyeri, mual, muntah, serta, mengurangi radang), mencegah adanya sudut tertutup ulang
serta mencegah gangguan pad amata yang baik (sebelahnya).
Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan hipeerosmotik seperti
gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20% intravena. Humor aquaeus
ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti :
 Acetazolamide (acetazolam, diamox). Dorzolamide (TruShop), Methazolamide
(nepthazane)
Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan dengan memberikan agens penyejat beta
adrenergik seperti:
 latanoprost (xalatan), timolol (timopic), atau levobunolol (begatan).
I. Asuhan Keperawatan Glukoma
1. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
b. Alamat
c. Jenis kelamin
d. Umur, galukoma primer terjadi pada individu berumur >40 tahun
e. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali
dari kulit putih
f. Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : pasien mengeluh berkurangnya lapang pandang dari mata
menjadi kabur.
b. Riwayat kesehatan sekarang ; pasien mengatakan matanya kabur dan sering
menabrak, dan gangguan saat membaca.
c. Riwayat kesehatan dahulu : kaji danya masalah mata sebelumnya atau pada
saat itu, riwayat penggunaan anthistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang
akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume Dlaucoma).
d. Riwayat kesehatan keluarga : kaji apakah ada keluarga yang mengalami
penyakit glaucoma sudut sudut terbuka primer.
3. Psikososial : kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh
berkendaraan.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskopi untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus.
b) Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan takut lapang pandang
cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara
bertahap.
c) Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi mata,
sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil yang gagal bereaksi terhadap
cahaya.
d) Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open angle
didapat nilai 22-23 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle closure
didapat nilai >30mmHg.
e) Uji menggunakan genioskopi akan didapat sudut normal pada glaukoma
kronik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d peningkatan tekanan introkuler (TIO)
b. Gangguan persepsi sensori : pengliahatn b.d gangguan penerimaan, gangguan
status organ indera.
c. Ansietas b.d faktor fisiologis, perubahan status kesehatan: adanya nyeri;
kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan
3. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan Intervensi Rasional
1. Tujuan: setelah Mandiri : 1. Tekanan pada mata
diberikan tindakan 1. Pertahankan tirah meningkatkan jika
keperawatn baring ketat pada tubuh datar dan
diharapkan nyeri posisi semi-fowler manuver valsava
dapat berkurang dan cegah tindakan diaktifkan seperto
atau terkontrol. yang dapat pada aktivitas
Kriteria Hasil: meningkatkan TIO tersebut.
- Klien dapat (batuk,bersin, 2. Stes dan sinar akan
mengidentifikas mengejan) meningkatkan TIO
i penyebab 2. Berikan lingkungan yang dapat
nyeri . gelap dan tenang. mencetuskan nyeri.
- Klien dapat Obeservasi : 3. Mengidentifikasi
mengethaui 1. Tekanan darah, nadi, kemajuan atau
faktor-faktor dan pernapsan tiap penyimpangan dari
yang dapat 24jam jika klien tidak hasil yang
meningkatkan menerima agens diharapkan.
nyeri. osmotik secara 4. Agens osmotik
- Klien mampu intravena . intravena akan
melakukan 2. Observasi derajat menurunkan TIO
tindakan untuk nyeri mata tipa dengan cepat. Agens
mengurangi 20menit selama fase osmotik bersifat
nyeri. akut. hipermolor dehidrasi;
Kolaborasi : manitol dapat
1. Berikan obat mata mencetuskan
yang diresepkan hiperglikemis pada
untuk glaukoma dan oasien DM, tetes
beri tahu dokter jika mata miotik
terjadi hipotensi, memperlancar
haluaran urin darinsae akuos humor
<24ml/jam, nyeri dan menurunkan
pada mata tidak produksinya.
hilang dalam waktu Pengobatan TIO
30menit setelah adalah esensial untuk
terapi obat, tajam memperbaiki
penglihatan turun pengliahatan.
terus menerus. 5. Mengontrol nyeri.
2. Berikan analgesik
narkortik yang
diresepkan jika klien
mengalami nyeri
hebat dab evalusi
keefektifannya.
2. Tujuan: setelah Mandiri : 1. Sementara intervensi
diberikan tindakan 1. Pastikan derajat/tipe dini mencegah
keperawatan kehilangan kebutaan, pasien
diharapkan penglihatan. menghadapi
gangguan 2. Dorong kemungkinan/mengal
penglihatan dapat mengekspresikan ami pengalaman
berkurang dan perasaan tentang kehilangan
penggunaan kehilangan/kemungk penglihatan atau
penglihatan yang inan kehilangan total.
secara optimal. penglihatan. 2. Mempengaruhi
Kriteria Hasil: 3. Tunjukkan harapan masa depan
- Pasien akan pemberian tetes pasien dan pilihan
memperhatikan mata, contoh intervensi.
lapang menghitung tetesan, 3. Mengontrol TIO
ketajaman mengikuti jadwal, mencegah
penglihatan tidak salah dosis. kehilangan
tanpa 4. Lakukan tindakan penglihatan lanjut.
kehilangan untuk membantu 4. Menurunkan bahaya
lebih lanjut. pasien mengalami keamanan
keterbatasan sehubungan dengan
pengliahatan, contoh perubahan lapang
kurangi kekacauan, pandang atau
atur perbaot, kehilangan dan
ingatkan memutar akomodasi pupil thd
kepala ke subjek sinar lingkungan.
yang terlihat; 5. Obat miotik topikal
perbaiki sinar suram ini menyebabkan
dan masalah konstriksi pupil,
penglihatan suram. memudahkan
Kolaborasi : keluarnya aqueus
Kronis, sederhana, tipe humor.
terbuka: 6. Menurunkan sekresi
1. Pilokarpin aqueus humor dan
hidroklorida menurunkan TIO.
2. Timolol maleat 7. DLL
3. asetazolamid
Tipe sudut sempit:
1. miotik
2. inhibitor karbonik
3. dipivefrin
4. agen hiperosmotik
5. berikan sedasi
analgesik sesuai
kebutuhan.
3. Tujuan: setelah Mandiri : 1. Faktor ini
diberikan tindakan 1. Kaji tingkat ansietas, mempengaruhi
keperawatan derajat pengalaman persepsi pasien
diharapkan cemas nyeri/timbulnya terhadap ancaman
dapat berkurang gejala tiba-tiba dan diri, potensial siklus
dan hilang. pengetahuan kondisi ansietas, dan dapat
Kriteria Hasil: saat ini. mempengaruhi upaya
- Pasien tampak 2. Berikan informasi medic untuk
rileks dan yang akurat dan mengontrol TIO.
melaporkan jujur, diskusikan 2. Menurunkan ansietas
ansietas kemungkinan bahwa sehubungan dengan
menurun pengawasan dan ketidaktahuan/harapa
sampai tingkat pengobatan n yang akan datang
dapat diatasi. mencegah dan memberikan
- Pasien kehilangan dasar fakta untuk
menunjukkan penglihatan membuat pilihan
keterampilan tambahan. pengobatan.
pemecahan 3. Dorong pasien untuk 3. Memberi kesempatan
masalah. mengakui masalah pasien menerima
- Pasien dan situasi nyata,
menggunakan mengekspresikan mengklarifikasi salah
sumber secara perasaan. konsepsi dan
efektif. 4. pemecahan masalah.
4. Memberikan
keyakinan bahwa
pasien tidak sendiri
dalam menghadapi
masalah.

JIHAN DINI PRAMESTI – KEPERAWATAN 5A

RESUME OMA-OMK & Vertigo

A. OTITIS MEDIA AKUT


1. Definisi
 Otitis Media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustchius, abtrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (soepardi, et al.,es.2007)
 Otitis Media Akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah, (brunner&suddarth
2002).
 Otitis Media Akut adalah inflamasi pada telinga tengah yang berkaitan dengan
akumulasi cairan. (williams & wilkins 2011).
2. Klasifikasi
Robbins & Cotran (2009) menjelaskan bahwa otitis media akut dan kronik paling sering
terjadi pada bayi dan anak. Kelainan ini menyebbakan eksudasi serosa (jika disebabkan
oleh virus), tetapi dapat menjadi supuratif jika mengalami infeksi bakteri.
Soepardi et al., ed.(2007) mengklasifikasikan otitis media seperti bagian dibawah ini:
3. Etiologi
Brunner&Suddarth (2002) menjelaskan otitis media akut disebabkan oleh :
a. Masuknya bakteri patogenik kedalam telinga tengah yang normalnya steril.
b. Paling sering terjadi difungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh
infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan di sekitarnya (misalmnya :
sinusitis, hipertrodi aneoid), atau reaksi alergi (misalnya: rinitis alergika).
c. William&Wilkins (2011) menyebutkan faktor-faktor prediposisi terjadinya otitis-
media akut supuratif adalah sebagai berikut:
a. Usia
b. Sosio ekonomi
c. Iklim
d. Ras
e. Adanya masa pada nassofaringeal, contohnya polip, karsinoma limpoma.
f. Gangguan pernafasan
g. Sindrom imunodefesiens
4. Patofisilogi
Brunner&Suddarth (2002) menjelaskan terjadinya otitis media akut adalah akibat
adanya bakteri masuk melalui tuba eustachi akibat kontaminasi skresi dari nasofaring.
Williams&Wilkins (2011) menyampaikan bahawa umumnya otitis media dari
nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif
jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani.
Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan heperemi dan edema pada mukosa tuba
eustachius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi
limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan
transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan
terhdap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor
ketahanan tubuh penjamu dan virulensi bakteri akan menentukan progeresivitas
penyakit.
Robbins&Cotran (2009) menyampaikan bahwa apabila serangan berulang otitis
media akut tanpa resolusi akan menyebabkan penyakit kronik.
5. Maniefestasi Klinik
Gejala bervariasi menurut beratnya infeksi, bisa sangat ringan dan sementara atau sangat
berat.
a) Adanya eksudat ditelinga tengah yang mengakibatkan kehilangan pendengaran
kondujtif.
b) Nyeri telinga
c) Demam
d) Kehilangan pendngaran
e) Tinitus
f) Membran timpani sering tampak merah dan menggelembung
g) Stadium OMA :
1. Stadium oklusi tuba eustachius
Terdapat gambaran reterakssi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam
telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat
dideteksi.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada
mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat
purulen di kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat,
serta nyeri ditelinga bertambah berat.
4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulen kuman yang tinggi, dapat
terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
telinga luar.
Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan tidur tenang.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila
terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh
baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Williams & Wikins (2011) menyebutkan pemeriksaan diagnostik untuk gangguan telinga
adalah sebagai berikut :
a. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak
tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
b. Kultur cairan melalui membran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme
penyebab.
c. Laboratorium
1) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas terhadap eksudat menunjukan organisme
penyebab
2) Hitung darah lengkap menunjukan leukositosis
7. Penatalaksanaan
Menurut Williamss & Wilkins (2011), penatalaksanaan otitis media akut meliputi:
a. Terapi antibiotik, seperti amoksilin
b. Analgetik seperti aspirin atau asetaminofen
c. Sedatif (pada anak kecil)
d. Terapi dekongestan nasofaring
Penatalaksanaan bergantung pada efektivitas terapi (misalnya , dosis antibiotika oral
dan durasi terapi), virulensi bakteri, dan status fisik pasien. Dapat diberikan
antibiotika spektrum luas yang tepat dan awal. Bila terjadi pengeluaran cairan bisa
diresepkan preparat otik antibiotika. (Brunner&Suddarth 2002).

B. OTITIS MEDIA KRONIK


1. Definisi
Menurut Brunner&Suddarth (2002) otitis media kronik adalah kondisi yang
berhubungan dengan patologi jaringan ireversible dan biasanya disebabkan karena
episode berulang otitis media akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap
membran timpani.
Nursiah (2003) menjelaskan bahwa otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronik
di telinga tengah lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret
yang keluar dari telinga tengah dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa
encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis Media Kronik (OMK) di dalam
masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran, atau telinga berair.
2. Etiologi
Brunner&Suddarth (2002) menjelaskan otitis media akut disebabkan oleh :
Masuknya bakteri patogenik kedalam telinga tengah yang normalnya steril.
Paling sering terjadi difungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh
infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan di sekitarnya (misalmnya :
sinusitis, hipertrodi aneoid), atau reaksi alergi (misalnya: rinitis alergika).
3. Patofisiologi
Bakteri masuk melalui tuba eusthacii akibat kontaminasi sekeresi dari nasofaring.
Bakteri juga bisa masuk telinga tengah bila ada perforasi membranan timpani.
4. Pathway

5. Maniefestasi Klinis
Brunner&Suddarth (2002) menyebutkan maniefestasi klinis pasien dengan otitis
media kronik adalah sebagai berikut:
a. Otorea intermitten atau persisten yang berbau busuk.
b. Evaluasi otoskopi membrana timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan
kolesteatoma dapat terlihat sebagai massa putih di belakang membranan timpani
atau keluar ke kanalis eksternus melalui luang perforasi.
c. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan
pendengaran konduktif atau campuran.
d. Sedangkan menurut Williams&Wilkins(2011), manifestasi klinis pada otitis
media kronik antara lain:
 Penebalan dan penebalan jaringan parut pada membran timpani
 Penurunan atau kehilangan mobilitas membran timpani
 Kolesteatoma
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas terhadap eksudat menunjukan organisme
penyebab
2) Hitung darah lengkap menunjukan leukositosis
b. Pencitraan
Pemeriksaan ronsen menunjukkan keterlibatan mastoid
c. Timpanometer
Mendeteksi kehilangan pendengaran dan mengevaluasi penyakit telinga tengah
d. Audiometri
Menunjukan derajat kehilangan pendengaran
e. Otoskop pneumatik
Dapat menunjukan penutuna mobilitas membran timpani
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Obat
Pasien mendapatkan obat anti-inflamsi berupa dexsamethason dengan dosis
0,6mg/kg/hari selama 4 hari. Pemberian kortikosteroid ini sesuaidengan literatur
yang menjelaskan bahwa tujuan pemberianobat ini untuk mencgah kecacatan
seperti paresis fasialis dan ketulian.
b. Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan apabila dengan penanganan obat tidak efektid.
8. Komplikasi
Menurut Williams&Wilkins(2011), komplikasi otitis media kronik antara lain:
a. Mastoiditis
b. Meningitis
Meningitis adalah penyakit radang selaput otak (meningen).
c. Kolesteatoma
d. Abses, septikemia
e. Limfadenopati, leukositosis
f. Kehilangan pendengaran permanen dan timpanosklerosis
g. Vertigo

C. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Menurut Tucker et al (2007) pengkajian yang dilakukan pada sistem pendengaran
meliputi:
 Data subjektif
a. Sakit telinga
b. Sakit kepala
c. Penuruna, kehilangan ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
d. Distori suara
e. Tinitus
f. Merasakan penuh atau sumbatan di dalam telinga
g. Mendengar suara letupan saat menguap atau menelan
h. Vertigo,pusing,ketidakseimbangan
i. Gatal pada telinga
 Data Objektif
a. Penampilan umum
b. Tanda vital: peningkatan TD,suhu,nadi dan pernafasan
c. Kemampuan membaca gerakan bibir atau menggunkan bahasa isyarat
d. Refleks kejut
e. Toleransi terhadap suara yang keras
f. Kaji tingkat gangguan pendengaran
g. Alergi
h. Tipe, warna, dan banyaknya drainase telinga
b. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a) Nyeri akut
b) Resiko cedera
c) Ansietas
2. Post Operasi
a) Gangguan komunikasi verbal
b) Resiko cedera
c) Resiko infeksi
c. Intervensi
Pre Operasi
No. Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut b.d agen 1. Kaji lokasi, tipe 1. Mengetahui
cidera faktor biologis : durasi dan frekuensi karateristik nyeri
inflamasi telinga nyeri yang dirasakan
Tujuan : pasien 2. Kaji integritas pasien
mampu mengontrol dengan menggunakan 2. Mengetahui tingkat
nyeri stelah dilakukan skala 0-5 (0 tidak ada nyeri yang
tindakan keperawatan nyeri dan 5 nyeri dirasakan pasien.
selama 1x24 jam hebat) atau skala 3. Membantu dalam
Kriteria Hasil : nyeri standar yang pemberian terapi.
1. Mengekspresikan dirasakan pasien. 4. Menentukan
pemahaman tentang 3. Kaji faktor penyebab tindakan yang
faktor penyebab nyeri. paling efektif bagi
nyeri 4. Diskusikan tindakan pasien dalam
2. Menunjukan pereda nyeri yang meredakan nyeri.
kemampuan untuk efektif dan tidak 5. Mengetahui adnaya
mengurangi atau efetif bagi pasien. masalah lain akibat
mengontrol nyeri 5. Kaji efek nyeri pada nyeri yang di alami
dengan pasien pasien.
menggunakan 6. Ajarkan teknik 6. Meningkatkan
keterampilan yang pereda nyeri sesuai pengetahuan pasien
dipelajari kebutuhan pasien tentang cara
(misal: tehnik meredakan nyeri.
relaksasi, imajinasi, 7. Mengurangi nyeri
sentuhan) dengan terapi
7. Berikan analgesik farmakologis
sesuai program. 8. Dukungan keluarga
8. Dorong dukungan membantu pasien
keluarga dan orang dalam menoleransi
terdekat. nyeri.
2. Resiko cedera b.d 1. Kaji ketajaman 1. Menentukan
faktor regulatori : auditori pasien tingkat disfungsi
disfungsi sensori. 2. Pertahankan sensori pasien
Tujuan : pasien lingkungan aman 2. Meminimalkan
mampu terhindar dari untuk pasien terjadinya cidera
cidera setelah dilakukan 3. Orientasikan pasien pada pasien.
tindakan perawatan pada lingkungan 3. Memnimalkan
selama 1x24 jam. sekitar terjadinya cidera
Kriteria Hasil : 4. Sediakan alat yang pada pasien dengan
1. Menunjukan diperlukan dan menganl
pemahaman pastikan kemampuan lingkungan
mengenai potensi pasien untuk sekitarnya.
bahaya kesehatan. mencapainya dengan 4. Meminimalkan
2. Mempraktikan mudah. terjadinya cidera
tindakan 5. Pertahankan pagar pada psien.
pencegahan cidera tempat tidur dan 5. Menghindarkan
untuk diri sendiri posisi tempat tidur pasien jatuh dari
3. Tetap bebas dari yang aman tempat tifur.
cidera 6. Bantu pasien dengan 6. Untuk memenuhi
aktivitas harian. kebutuhan aktivitas
7. Jelaskan semua harian pasien
pengobatan, prosedur 7. Meningkatkan
dan perawatan, pengetahuan pasien
sadari adanya tentang pengobatan
hambatan bahasa. dan perawatan
8. Berikan mediasi penyakitnya.
sesuai kebijakan 8. Membantu
9. Berikan penyuluhan kesembuhanpenyak
kesehatan tentang it pasien.
penyakit pasien. 9. Meningkatkan
pengetahuan pasien
dalam pencegahan
bahaya pada
dirinya.
3. Ansieta b.d akan 1. Pertahankan 1. Untuk mengurangi
dilakukan tindakan lingkungan terang, tingkat ansietas.
pembedahan . tanpa stress. 2. Sebagai dasar
Tujuan : klienmampu 2. Kaji tingkat ansietas. dalam memberikan
mengatasi ansietas 3. Dorong dan sediakan konsultasi.
setelah dilakukan waktu untuk 3. Mengungkapkan
tindakan perawatan mengungkapkan ansietas yang
selama 1x24 jam. perasaan. dirasakan.
Kriteria Hasil : 4. Jelaskan tentang 4. Untuk mengurangi
1. Memahami rencana asuhan tingkat ansietas.
penyebab ansietas keperawatan, 5. Meningkatkan
2. Menunjukan termasuk jika ada kepercayaan pasien
tingkah laku yang rencana operasi dan sehingga dapat
positif dalam libatkan pada pasien membantu
mengatasi ansietas. dalam rencana mengurangi tingkat
3. Melaporkan perawatan. ansietas.
penurunan tingkat 5. Tunjukkan 6. Untuk memperjelas
ansietas. kepercayaan diri dan pemahaman pasien.
sikap caring, tidak 7. Guna memberikan
menghakimi. dukungan.
6. Gunakan gambar saat 8. Karena dapat
menjelaskan menyebabkan
prosedur atau frustasi.
pengobatan.
7. Dorng pasien untuk
berkomunikasi
dengan orang
terdekat.
8. Hindari
menggunakan sistem
interkomunikasi
elektronik perawat-
pasien bila pasien
menderita
pendengaran parsial.

Post-Operasi
No. Tujuan intervensi Rasional
1. Gangguan komunikasi 1. Kaji dan bangun cara 1. Mengetahui
verbal yang b.d berkomunikasi. kemampuan pasien
terjadinya tuli konduksi 2. Berbicara dengan berkomunikasi.
akibat pengangkatan lambat dan 2. Supaya pasien
tulang mastoid. mengucapkan kata dapat menerima
Tujuan : klien mampu dengan jelas. pembicaraan
melakukan komunikasi 3. Hanya berbicara dengan jelas.
dengan keterampilan dengan satu orang 3. Menghindari
yang telah dipelajari dalam satu waktu. kebingungan pasien
setelah dilakukan 4. Berdiri agar pasien dalam menangkap
tindakan perawatan dapat melihat mulut pembicaraaan.
selam 2x24 jam. anda dengan jelas. 4. Memungkinkan
Kriteria Hasil : 5. Bicara dengan satu pasien memahami
1. Meningkatkan kalimat sederhana pembicaraan dari
keterampilan yang dahulu untuk gerakan bibir.
telah dipelajari menentukan tingkat 5. Mengukur
untuk komunikasi keterampilan pasien kemampuan pasien
2. Menunjukan (perkataan perawat dalam menrima
tingkah laku positif. berkumis lebih sulit pembicaraa.
3. Menerima dimengerti pasien). 6. Memperjelas
keterbatasan yang 6. Tunjukkan objek penerimaan pasien
disebabkan oleh pembicaraan dengan tentang objek
gangguan cepat. pembicaraan.
pendengaran. 7. Ulangi kalimat yang 7. Agar pasien bisa
diucapkan bila pasien lebih mengerti.
tidak mengerti pada 8. Penggunaan bahasa
awalnya. isyarat bisa
8. Bahasa isyarat. membantu papsien
9. Kertas dan pensil dalam
berkomunikasi
dengan orang lain.
9. Membantu pasien
berkomunikasi.
2. Resiko infeksi yang b.d 1. Pantau tanda-tanda 1. Mengetahui adanya
tindakan pembedahan. vital setiap 4 jam, keabnormalan
Tujuan : pasien khususnya suhu TTV.
mampu mencapai tubuh. 2. Menegethaui
keutuhan intergritas 2. Obseervassi insisi adanya tanda-tanda
kulit setellah dilakukan untuk infeksi.
tindakan perawatan mengidentifikasi 3. Mempertahankan
selama 3x24 jam. tanda infeksi kebersihan
Kriteria Hasil : meliputi : sumbatan.
1. Tidak terjadi kemerahan, nyeri 4. Mengevaluasi
peradangan/infeksi tekan, adanya tanda
yang ditandai pembengkakan pada infeksi.
dengan luka bersih luka insisi, pasien 5. Mempertahankan
dan kering, daerah mengeluh nyeri, sterilitas untuk
sekitar luka tidak rabas yang tidak meminimalkan
bengkak. biasa, peningkatan infeksi.
2. Tetap afebris. suhu tubuh. 6. Menghindarkan
3. Pertahankan agar dari infeksi dan
sumbat telinga luar mendukung
tetap bersih dan kesembuhan
kering. pasien.
4. Ganti sumbat luar 7. Mengindikasikan
bila perlu. adanya infeksi.
5. Laporkan 8. Untuk
pendarahan, drainase mendapatkan
berlebihan kepada penangannan yang
dokter. segera.
6. Pertahankan tehnik
aseptik.
7. Laksanakan
pemberian antibiotik
sesuai program
terapi.
8. Pantau peningkatan
SDP.
9. Diskusikan tentang
tanda dan gejala
yang harus
dilaporkan kepada
dokter:
a. Peningkatan suhu
tubuh.
b. Peningkatan
nyeri/drainase
telinga
c. Penurunan
ketajaman
pendengaran.
d. Perdarahan.
e. Pusing/Sakit
Kepala.
f. Kaku saat duduk.
3. Resiko cidera yang b.d 1. Kaji ketajaman 1. Menentukan
terjadinya tuli konduksi pendengaran. tingkat sensori
akibat pengangkatan 2. Pertahankan pasien.
tulang mastoid. lingkungan aman 2. Meminimalkan
Tujuan : pasien untuk pasien. terjadinya cidera
mampu terhindar dari 3. Sediakan alat yang pada pasien.
cidera setelah dilakukan diperlukan dan 3. Meminimallkan
tindakan perawatan pastikan kemampuan cidera pada pasien.
selama 3x24 jam. pasien untuk 4. Menghindarkan
Kriteria Hasil : mencapainya dengan pasien jatuh dari
1. Menunjukan mudah. tempat tidur.
pemahaman 4. Pertahankan pagar 5. Untuk memenuhi
mengenai potensi tempat tidur dan kebutuhan aktivitas
bahaya kesehatan. posisi tempat tidur harian pasien.
2. Mempraktikkan yang aman. 6. Meningkatkan
tindakan 5. Bantu pasien dengan pengetahuan pasien
pencegahan cidera aaktivitas harian. tentang pengobatan
untuk diri sendiri 6. Jelaskan semua dan perawatan
3. Tetap bebas dari pengobatan, prosedur penyakitnya.
cidera. dan perawatan, 7. Membantu
sadari adanya kesembuhan
hambatan bahasa. penyakit pasien.
7. Berikan medikasi 8. Meningkatakan
sesuai kebijakan. pengetahuan pasien
8. Berikan penyuluhan dalam pencegahan
kesehatan tentang bahaya pada
pencegahan bahaya. dirinya.
9. Jelaskan pad apasien 9. Akan
untuk menghindari menyebabkan
menghembuskan sekret keluar dari
udara melalui tuba eustachius ke
hidung. telinga bagian
tengah.
A. Vertigo
1. Definisi
Vertigo adalah sensasi atau perasaan yang mempengaruhi orientasi ruang dan
mungkin dapat didefinisikan sebagai suatu ilusi gerakan. Keluhan ini merupakan
gejala yang sifatnya subyektif dan karenanya sulit dinilai. Walupun pengobatan
sebaiknya langsung pada penyebab yang mendasari penyebab atau kelainannya, asal
atau penyebab vertigo sering tidak diketahui ataupun tidak mungkin diobati (CDK,
2009).
Vertere" suatu istilah dalam bahasa latin yang merupakan bahasa lain dari vertigo,
yang artinya memutar. Vertigo dalam kamus bahasa diterjemahkan dengan pusing
(Wahyono, 2007).
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-
olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan
mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat
atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih
baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak
bergerak sama sekali (Israr, 2008).
2. Etiologi
Vertigo bisa disebabkan karena adanya gangguan fungsi, atau bisa juga akibat
kerusakan alat keseimbangan tersebut,gangguan fungsi saraf dalam telinga
dalam,saraf keseimbangan,bahkan gangguan pada pusat keseimbangan di susunan
saraf pusat (otak) kecil di bagian belakang (brainstem). Seringkali vertigo ini disertai
rasa mual sampai muntah sehingga badan merasa lemas,berkeringat dingin. Penyebab
terjadinya vertigo dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Gangguan di sentral (susunan saraf pusat dan saraf kescimbangan)
b. Gangguan di perifer (tepi).
Jadi, vertigo bisa disebabkan karena adanya gangguan pada sistem vestibular perifer
(ganguan pada telinga bagian dalam). Pusing juga bisa muncul sebagai akibat dari
gangguan sistem vestibular sentral (misalnya saraf vestibular, batang otak, dan otak
kecil). Pada beberapa kasus, penyebab vertigo tidak diketahui. Gangguan vestibular
perifer meliputi Benign Paroksimal Positional Vertigo (BPPV; vertigo karena
gangguan vestibular perifer yang paling banyak ditemui), sindrom Cogan (terjadi
karena ada peradangan pada jaringan ikat di kornea, bias mengakibatkan vertigo,
telinga berdenging dan kehilangan pendengaran), penyakit Meniere (adanya fluktuasi
tekanan cairan di dalam telinga/ endolimf sehingga dapat mengakibatkan vertigo,
telinga berdenging, dan kehilangan pendengaran). ototoksisitas (keracuanan pada
telinga), neuritis vestibular (peradangan pada sel saraf vestibular, dapat disebabkan
karena infeksi virus).

Beberapa obat dan zat kimia (seperti timbal, merkuri, timah) dapat menyebabkan
ototoksitas, yang mengakibatkan kerusakan pada telinga bagian dalam atau saraf
kranial VIIl dan menyebabkan vertigo. Kerusakan dapat bersifat temporer maupun
permanen. Penggunaan preparat antibiotik (golongan aminoglikosida, yaitu
streptomisin dan gentamisin) jangka panjang maupun penggunaan antineoplastic
(misalnya cisplatin maupun carboplatin) dapat menyebabkan ototoksisitas permanen.
Konsumsi alkohol, meskipun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan vertigo
temporer pada beberapa orang.

Beberapa sumber menyebutkan, penyebab dari terjadinya vertigo antara lain :

1. Infeksi virus pada alat keseimbangan di telinga dalam


2. Radang/infeksi saraf keseimbangan (vestibular neuritis),biasanya terjadi serangan
3. vertigo berulang beberapa jam atau beberapa hari setelah serangan
4. pertamanya,seringkali disertai perasaan cemas,seringkali dialami setelah infeksi
5. virus sebelumnya,tidak disertai gangguan maupun penurunan pendengaran.
6. Benign paroxysmal positional vertigo,yang berhubungan dengan perubahan
7. posisi kepala maupun badan,seringkali disertai mual dan muntah,membaik
8. setelah beberapa hari kemudian disertai badan merasa limbung/goyang,bisa
9. diderita setelah mengalami cedera kepala,tanpa disertai gangguan ataupun
10. penurunan pendengaran.jenis vertigo ini cenderung membaik secara spontan
11. setelah beberapa minggu atau bulan,tetapi kebanyakan penderita mengalami
12. serangan vertigo beberapa bulan atau tahun kemudian.
a. Iskhemia/penurunan suplai darah pada daerah vertebrobasiler
b. Gangguan fungsi saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dan
13. tenggorok(tuba auditoria)
a. Penyakit Menier yang ditandai vertigo,gangguan pendengaran (tinnitus :
sensasi
14. /suara berdenging),penurunan pendengaran,seringkali berhubungan dengan rasa
15. tertekan pada telinga,serangan vertigo dapat mulai 1-24 jam,tetapi seringkali
16. disertai gangguan keseimbangan permanen/menetap dan telinga serasa
17. berdenging yang bisa semakin terasa memberat,penurunan pendengaran pada
18. jenis ini bisa membaik,tetapi bisa juga permanen
a. Radang/infeksi telinga tengah menahun (congek)
b. Pemakain obat-obatan : salisilat,kina,golongan aminoglikosid
19. Migrain vestibuler
20. Epilepsi
21. Tumor pada saraf pendengaran
22. Tumor nasofaring (hidung bagian belakang)
23. Cedera pada pembuluh darah disusunan saraf pusat
24. Pasca cedera
3. Patofisiologi
Dalam kondisi fisiologi/normal, informasi yang tiba dipusat integrasi alat keseimbangan
tubuh yang berasal dari resptor vestibular, visual dan propioseptik kanan dan kiri akan
diperbandingkan, jika semuanya sinkron dan wajar akan diproses lebih lanjut secara
wajar untuk direspon. Respon yang muncul beberapa penyesuaian dari otot-otot mata dan
penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala
dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak ada tanda dan gejala kegawatan
(alarm reaction) dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik.

Namun jika kondisi tidak normal/ tidak fisiologis dari fungsi alat keseimbangan tubuh
dibagian tepi atau sentral maupun rangsangan gerakan yang aneh atau berlebihan, maka
proses pengolahan informasi yang wajar tidak berlangsung dan muncul tanda-tanda
kegawatan dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik. Di samping itu
respon penyesuaian otot-otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal
dari mata disebut nistagnus.

4. Pathway

5. Manifestasi Klinis
 Vertigo Sentral
Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya diplopia, paratesia,
perubahan serisibilitas dan fungsi motorik. Biasanya pasien mengeluh lemah,
gangguan koordinasi, kesulitan dalam gerak supinasi dan pronasi tanyanye secara
berturut-turut (dysdiadochokinesia), gangguan berjalan dan gangguan kaseimbangan.
Percobaan tunjuk hidung yaitu pasien disuruh menunjuk jari pemeriksa dan
kemudian menunjuk hidungnya maka akan dilakukan dengan buruk dan terlihat
adanya ataksia. Namun pada pasien dengan vertigo perifer dapat melakukan
percobaan tunjuk hidung secara normal. Penyebab vaskuler labih sering ditemukan
dan mencakup insufisiensi vaskuler berulang, TIA dan strok. Contoh gangguan
disentral (batang otak, serebelum) yang dapat menyebabkan vertigo adalah iskemia
batang otak, tumor difossa posterior, migren basiler.
 Vertigo Perifer, Lamanya vertigo berlangsung:
a. Episode (Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik. Vertigo perifer
paling sering disebabkan oleh vertigo posisional berigna (VPB). Pencetusnya
adalah perubahan posisi kepala misalnya berguling sewaktu tidur atau
menengadah mengambil barang dirak yang lebih tinggi. Vertigo berlangsung
beberapa detik kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional berigna adalah
trauma kepala, pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis vestibular
prognosisnya baik gejala akan menghilang spontan.
b. Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam. Dapat dijumpai
pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere
mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo
dan tinitus. Usia penderita biasanya 30-60 tahun pada permulaan munculnya
penyakit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunaan pendengaran dan
kesulitan dalam berjalan "Tandem" dengan mata tertutup. Berjalan tandem
yaitu berjalan dengan telapak kaki lurus kedepan, jika menapak tumit kaki
yang satu menyentuh jari kaki lainnya dan membentuk garis lurus kedepan.
Sedangkan pemeriksaan elektronistagmografi sering memberi bukti bahwa
terdapat penurunan fungsi vertibular perifer.
c. Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering dijumpai pada penyakit
ini mulanya vertigo, naused, dan muntah yang menyertainya ialah mendadak.
Gejala ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Sering
penderita merasa lebih lega namun tidak bebas sama sekali dari gejala bila ia
berbaring diam. Pada Neuronitis vestibular fungsi pendengaran tidak
terganggu kemungkinannya disebabkan oleh virus. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai nistagmus yang menjadi lebih basar amplitudonya. Jika pandangan
digerakkan menjauhi telinga yang terkena penyakit ini akan mereda secara
gradual dalam waktu beberapa hari atau minggu. Pemeriksaan
elektronistagmografi (ENG) menunjukkan penyembuhan total pada beberapa
penyakit namun pada sebagian besar penderita didapatkan gangguan vertibular
berbagai tingkatan. Kadang terdapat pula vertigo posisional benigna. Pada
penderita dengan serangan vertigo mendadak harus ditelusuri kemungkinan
stroke serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral tidak berkurang jika
dilakukan viksasi visual yaitu mata memandang satu benda yang tidak
bergerak dan nigtamus dapat berubah arah bila arah pandangan berubah.
d. Meniere,
vertigo pasca trauma.
6. Penatalaksanaan
 Vertigo posisional Benigna (VPB)
a. Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada sebagian besar
penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan merupakan kegiatan yang
pertama pada hari itu. Penderita duduk dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan
dirinya pada posisinya untuk membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo
mereda ia kembali keposisi duduk semula. Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo
melemah atau mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak
didapatkan lagi respon vertigo.
b. Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat
digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan atau jika muncul
eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menckan rasa enek (nausea) dan rasa pusing.
Namun ada penderita yang merasa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya
sendiri.
 Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian anti biotika
dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis vestibuler lebih
meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan nigtagmus
akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada suatu tempat atau benda.
 Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere.
Tujuan dari terapi medik yang diberi adalah:
a. Meringankan serangan vertigo
untuk meringankan vertigo dapat dilakukan upaya tirah baring, obat untuk sedasi,
anti muntah dan anti vertigo. Pemberian penjelasan bahwa serangan tidak
membahayakan jiwa dan akan mereda dapat lebih membuat penderita tenang atau
toleransi terhadap serangan berikutnya.
b. Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh menjadi lebih
jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli ada yang menganjurkan
diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat anti histamin dan vasodilator mungkin
pula menberikan efek tambahan yang baik.
c. Terapi bedah
diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat diredakan olch obat atau
tindakan konservatif dan penderita menjadi infalid tidak dapat bekerja atau
kemungkinan kehilangan pekerjaannya.
1. Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat supresan
vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan mobilisasi.
Misalnya Dramamine, prometazin, diazepam, pada enderita ini latihan
vertibuler dan latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri tongkat agar rasa
percaya diri meningkat dan kemungkinan jatuh dikurangi.
2. Sindrom Vertigo Fisiologis
Misalnya mabok kendaraan dan vertigo pada ketinggian terjadi karena
terdapat ketidaksesuaian antara rangsang vestibuler dan visual yang diterima
otak. Pada penderita ini dapat diberikan obat anti vertigo.
3. Strok (pada daerah yang didarahi oleh arteria vertebrobasiler)
TIA: Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang gejala klinisnya pulih
sempurna dalam kurun waktu 24 jam.
RIND: Reversible Ischemic Neurologi Defisit yaitu penyembuhan
sempurna terjadi lebih dari 24 jam.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Audiologik, tidak dibutuhkan untuk untuk setiap pasien dengan keluhan
pusing, tapi mungkin lebih tepat jika ada masalah pendengaran.
a) Audiogram, menilai pendengaran. Abnormalitas memberikan kesan vertigo
otologik. Sering cukup untuk penegakkan diagnosis. Upaya untuk memisahkan
otologik dari sumber vertigo lain.
b) Brainstem Auditory Evoked Potensial (BAEP).Test urofisiologi in
dipergunakan bila diduga adanya carebello pontine tumor, terutama neuroma akus
tikus atau multiple sklerosis. Kombinasi pemeriksaan BERA dan CT Scan dapat
menunjukkan konfirmasi diagnostik tumor.
c) Otoacoustic Emission (OAE) menilai suara oleh telinga pasien sendiri. Cara ini
cepat dan sederhana. OAE berguna dalam mendeteksi malingering, gangguan
pendengaran sentral dan orang- orang dengan neuropati auditorik. Dalam situasi
ini, OAE dapat dilakukan bahkan bila pendengaran subjektif berkurang. Ketika
ada potensi malingering, sering audiologist melakukan beberapa tes untuk uji
pendengaran objektif, tes dapat mendeteksi kehilangan pendengaran psikogenik.
OAE biasanya tidak membantu padang orang- orang usia > 60 tahun karena OAE
menurun dengan usia.
d) Electrocochleografi (ECOG) adalah sebuah potensi bangkitan yang
menggunakan electrode perekam yang diposisikan dalam gendang telinga. ECOG
membutuhkan frekuensi pendengaran yang tinggi. ECOG yang abnormal
memberi kesan penyakit Meniere. ECOG itu sulit dan interpretasi dari hasil harus
memnuhi penilaian bentuk gelombang.

2. Tes Vestibular tidak dibutuhkan untuk setiap pasien dengan keluhan pusing. Penelitian
primer- Tes Elektronystagmography (ENG), membantu bila diagnosis masih belum jelas
setelah anamnesis dan pemeriksaan. ENG secara bertahap digantikan dengan tes VEMP.
a) ENG merupakan prosedur beruntun yang dapat mengidentifikasi vestibular
asimetris (seperti yang disebabkan oleh neuritis vestibular) dan membuktikan
nistagmus spontan dan posisi (seperti yang disebabkan oleh BPPV). ENG adalah
tes yang panjang dan sulit. Jika ada hasil yang abnormal dan tidak sesuai dengan
gejala klinis sebaiknya dikonfirmasi denga tes kursi putar dan dikombinasi
dengan tes VEMP.

b) VEMP merupakan tes vestibular dasar karena ini memberikan keseimbangan


yang baik untuk keperluan diagnosticdan toleransi pasien. Tes ini sensitifterhadap
sindrom dehiscence kanal superior. Kehilangan vestibular bilateral dan neuroma
kaustik. VEMP secara umum normal pada neuritis dan penyakit Menier.

c) Posturografi adalah sebuah instrument dari tes Romberg. Ini sangat berguna
untuk malingering dan juga mempunyai kegunaan melihat perkembangan orang-
orang yang menjalani pengobatan.

3. Pemeriksaan labor darah, dilakukan bila ada gejala spesifik kompleks dan tidak ada
pemeriksaan rutin untuk pasien denga keluhan pusing. Dalam faktanya pemeriksaan
kimia, hitung jenis, tes toleransi glukosa, tes alergi tidak secara rutin diperiksa.

4. Pemeriksaan Radiologi, foto tengkorak, foto vertebrae servikal, CT scan kepala dan
sinus tidak direkomendasikan secara rutin dalam evaluasi vertigo.

a) MRI kepala, mengevaluasi kesatuan struktural batang otak, serebelum,


periventrikuler substansia putih, dan kompleks nervus VIII. MRI tidak secara
rutin dibutuhkan untuk cvaluasi vertigo tanpa penemuan neurologis yang lain
berkaitan.

b) CT Scan tulang temporal memberikan resolusi tinggi dari struktur telinga


daripada MRI dan juga lebih baik untuk evaluasi lesi yang melibatkan tulang. C'T
tulang temporal mutlak dibutuhkan untuk diagnosis dehiscence canal superior.
Jenis koronal langsung resolusi tinggi adalah yang terbaik untuk diagnosis ini. CT
Scan tulang temporal banyak memancarkan radiasi dan untuk alasan ini, tes
VEMP direkomendasikan sebagai tes awal untuk dchiscence cana superior.

5. Pemeriksaan lainnya

a) EEG digunakan untuk diagnosis kejang. Hasilnya sangat rendah untuk pasien
dengan keluhan pusing.

b) Ambulatory Monitor atau Holter Monitoring digunakan untuk mendeteksi


aritmia atau sinus arrest.
B. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas
Data klien mencakup : Nama, Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Suku
Bangsa, Alamat, Status Perkawinan, Tanggal Masuk, Tanggal Kaji, Diagnosa
Medis.
Data penanggung jawab mencakup : Nama, Usia, Jenis Kelamin, Agama, Pekerjaan,
Alamat, Hubungan dengan klien.
2) Riwayat Kesehatan Klien
a. Alasan masuk perawatan
Kronologis yang menggambarkan prilaku klien dalam mencari persarafan
keluhan utama.
b. Keluhan Utama
Pada umunya klien dengan gangguan sistem pernafasan akibat vertigo berupa
sseperti berputar.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama dan data yang menyertai dengan
menggunakan PQRST, yaitu :
P : merupakan hal atau faktor yang mencetuskan terjadinya penyakit, hal yang
memperberat atau memperingan. pada klien dengan vertigo biasanya klien
mengeluh pusing bila klien banyak bergerak dan dirasakan berkurang bila klien
istirahat.
Q : kualitas dari suatu keluhan dirasakan, pada klien dengan vertigo biasanya pusing
yang di rasakan seperti berputar.
R : daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan, pada klien vertigo biasanya lemah
dirasakan pada daerah kepala.
S : derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut.
T : waktu dimana keluhan dirasakan, time juga menunjukan lamanya atau
kekerapan, kelelahan psuing pada klien dengan vertigo dirasakan hilang timbul.
4) Riwayat Kesehatan Yang lalu
Riwayat penyakit dahulu , baik yang berhubungan dengan penyakit searang.
5) Riwayat Kesahatan Keluarga
6) Pemeriksaaan Fisik
a. Keadaan Umum
Dikaji mengenai tingkat kesadaran. Klien dengan vertigo biasanya dalam
keadaan sadar, kadang tampak lemas.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu.
c. Pemeriksaaan Head To toe
1. Kepala : bentuk kepala, warna&bentuk rambut, bersih atau tidak.
2. Wajah : adanya muka memerah atau tidak, berjerawat atau berminyak.
3. Mata : kiri dan kanan, tidak ada kotoran
4. Hidung : simetris kanan dan kiri, sekret tidak ada, tidak ada polip.
5. Mulut : membran mukosa pucat, bibir kering.
6. Telinga : simetris kiri dan kanan, lubang telinga ada, tidak ada setrumen.
7. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis distensi.
8. Integument : turgor kulit baik, kulit kemerahan, terdapat bulu halus.
9. Thorak : paru-paru & jantung (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
10. Abdomen : inspeksi, palpasi, perkusi, dan asukultasi
11. Ekstremitas : adanya keterbatasan dalam beraktivitas atau tidak
12. Genitalia : genetalia lengkap, bersih tidak ada gangguan, tidak terpasang
kateter
b. Diagnosa Keperawatan
1. Resio jatuh b.d kerusakan keseimbangan (N. VIII)
2. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring
3. Resiko kurang nutrisi b.d tidak adekuatnya imput makanan
4. Gangguan persepsi pendengaran b.d tinitus
c. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan Intervensi Rasional
Resiko jatuh b.d 1. Kaji tingkat yang
1. kerusakan jaringan dimiliki klien 1. Energi yang besar
Tujuan : setelah 2. Berikan terapi ringan dapat memberikan
dilakukan untuk keseimbangan pada
keperawatan selama memperrtahankan tubuh saat istirahat.
1x24 jam masalah keseimbangan. 2. Salah satu terapi
risiko jatuh dapat 3. Ajarkan ringan adalah
teratasi. pemnggunaan alat- menggerakan bola
Kriteria Hasil : alat bantu untuk mata, jika sudah
1. Klien dapat untuk aktivitas klien. terbiasa dilakukan,
mempertahankan 4. Berikan pengobatan pusing akan
keseimbangan nyeri (pusing) berkurang.
tubuhnya. sebelum aktivitas. 3. Mengantisipasi dan
2. Klien dapat meminimalkan resiko
mengantisipasi jatuh.
resiko terjadinya 4. Nyeri yang berkurang
jatuh. dapat meminimalkan
terjadinya jatuh.
Intoleransi aktivitas 1. Kaji respon emosi, 1. Respon emosi, sosail,
2. b,d tirah baring. sosial, dan spiritual dan spiritual
Tujuan : setelah yterhadap akativitas. mempengaruhi
dilakukan tindakan 2. Berikan motivasi kehendak klien dalam
keperawatan selama pada klien untuk melakukan akativitas.
1x24 jam masalah melakukan aktivitas. 2. Klien dapat
intoleransi aktivitas 3. Ajarkan tentang bersemangat untuk
dapat teratasi. pengaturan aktivitas melakukan aktivitas.
Kriteria Hasil : dan teknik 3. Energi yang tidak
1. Menyadari manajemen waktu stabil dapat
keterbatasan untuk mencegah menghambat dalam
energi kelelahan. melakukan aktivitas,
2. Klien dapat 4. Kolaborasi dengan sehingga perlu
termotivasi pada ahli terapi okupasi. dilakukan manjemen
klien untuk waktu.
melakukan 4. Terapi okupasi dapat
aktivitas. menetukan tindakan
3. Menyeimbangkan alternatif dalam
aktivitas dan melakukan aktivitas.
istirahat.
4. Tingkat daya taha
adekuat untuk
beraktivitas
Risiko kurang nutrisi 1. Kaji kebiasaan 1. Kebiasaan makan yag
3. b.d tidak adekuatnya makan yang disukai disukai dapat
imput makanan. klien. meningkatkan nafsu
Tujuan : setelah 2. Pantau imput dan makan.
dilakukan tindakan output pada klien. 2. Untuk memantau
keperawatan selama 3. Ajarkan untuk status nutrisi pada
3x24 jam masalah makan sedikit tapi klien
kurang nutrisi dapat sering. 3. Mempertahankan staus
teratasi. 4. Kolaborasi dengan nutrisi pada klien.
Kriteria Hasil : ahli gizi. 4. Ahli gizi dapat
1. Klien tidak merasa menentukan makanan
mual muntah yang tepat untuk
2. Nafsu makan meningkatkan
meningkat kebutuhan nutrisi pada
3. BB stabil atau klien.
bertahan
Gangguan persepsi 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui tingkat
4. pendengaran b.d pendnegaran pada kemaksimalan
tinitus klien pendengaran pada
Tujuan : setelah 2. Lakukan tes rinne, klien untuk
dilakukan tindakan wber, atau swabah menentukan terapi
keperawatan selama untuk mengetahui yang tepat.
3x24 jam masalah keseimbangan 2. Mengetahui
gangguan persepsi pendengaran saat keabnormalan
pendengaran dapat terjadi tinitus. yangterjadi akibat
teratasi. 3. Ajarkan untuk tinitus.
Kriteria Hasil : memfokuskan 3. Mempertahankan
1. Klien dapat pendengaran saat keadekuatan
memfokuskan terjadi tinitus. pendengaran.
pendengaran 4. Kolaborasi 4. Memaksimalkan
2. Tidak terjadi penggunaan alat pendengaran pada
tinitus yang bantu pedengaran. klien.
berkelanjutan
3. Pendengaran
adekuat

Anda mungkin juga menyukai