Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fungi atau jamur didefinisikan sebagai kelompok organisme eukariotik, tidak
berpindah tempat (nonmotile), bersifat uniselular atau multiselular, memiliki dinding
sel dari glukan, mannan, dan kitin, tidak berklorofil, memperoleh nutrien dengan
menyerap senyawa organik, serta berkembang biak secara seksual dan aseksual.
Jamur tidak berfotosintesis, sehingga hidupnya bersifat heterotrof. Jamur hidup
dari senyawa-senyawa organik yang diabsorbsi dari organisme lain.
Fungi adalah mikroorganisme heterotrof karena tidak memiliki kemampuan
untuk mengoksidasi senyawa karbon organik, atau senyawa karbon yang memiliki
satu karbon. Senyawa karbon organik yang dapat dimanfaatkan untuk membuat
materi sel baru berkisar dari molekul sederhana seperti gula sederhana, asam
organik, gula terikat alcohol polimer rantai pendek dan rantai panjang mengandung
karbon, hingga kepada senyawa kompleks seperti karbohidrat, lipid dan asam
nukleat, protein.
Metabolisme merupakan seluruh proses kimia yang terjadi di dalam tubuh
organisme hidup untuk memproleh dan menggunakan energi sehingga organisme
dapat melaksanakan berbagai fungsi hidup. Dan pada prisipnya jamur sama
seperti mahluk hidup yang lainnya yaitu melakukan metabolisme untuk
keberlangsungan hidupnya. Metabolit sekunder adalah berbagai macam reaksi
yang produknya tidak secara langsung terlibat dalam pertumbuhan normal. Dalam
hal ini metabolit sekunder berbeda dengan bahan metabolit intermediet yang
memang merupakan produk dari metabolisme normal.
Berdasarkan hal tersebut diatas, kami menyusun makalah mengenai metabolisme
fungi dan metabolit sekunder dari fungi.

Page | 1

B.
1.
2.
3.

Rumusan Masalah
Apa pengertian metabolisme?
Bagaimanakah proses metabolisme pada fungi?
Apa sajakah hasil metabolit sekunder fungi?

C.
1.
2.
3.

Tujuan
Untuk mengetahui pengertian metabolisme
Untuk mengetahui proses metabolisme pada fungi
Untuk mengetahui hasil metabolit sekunder fungi

BAB II
PEMBAHASAN

Page | 2

A. Pengertian Metabolisme
Metabolisme adalah seluruh proses kimia di dalam organism hidup untuk
memperoleh dan menggunakan energy (Voet & Voet, 1995), sehingga organism dapat
melaksanakan berbagai fungsi hidup. Ketika sel melakukan metabolisme, nutrient
akan diubah ke dalam bentuk materi sel, energy, dan produk buangan (Bilgrami &
Verma , 1994). Proses tersebut akan menyebabkan oragnisme tumbuh dan
berkembang (Madingan et al., 2002).
Jalur-jalur reaksi yang mneyusun metabolisme dapat dibagi menjadi dua. Jalur
yang terlibat dalam proses penguraian, atau katabolisme, dan jalur yang terlibat dalam
biosintesis, atau anabolisme. Pada katabolisme, senyawa-senyawa kompleks
diuraikan menjadi produk lebih sederhana. Energy yang dibebaskan disimpan dalam
bentuk ATP hasil sintesis ADP dan fosfat. Atau melalui reduksi NADP+ menjadi
NADPH. ATP dan NADPH adalah sumber energy untuk jalur-jalur anabolisme (Voet
& Voet, 1995). Pada anabolisme, berlangsung pembentukan senyawa-senyawa
kompleks dari nutrient-nutrient sederhana yang berasal dari lingkungan. Apabila
dihasilkan materi sel baru, maka anabolisme disebut juga sebagai biosintesi.
B. Proses Metabolisme Fungi
1. Metabolisme Karbon
Organisme

hidup

darat

dapat

dikelompokkan

menjadi

berdasarkan

kemampuannya untuk memperoleh sumber energy dari sumber karbon, yaitu autotrof
dan heterotrof (Moat et al., 2002). Organism autotrof memiliki kemampuan
mengasimilasi karbon organik (misalnya C0 2 dan CO3), atau senyawa dengan satu
karbon (misalnya CH4) menjadi karbon organik. Apabila organisme autotrof
mengasimilasi karbon anorganik dengan bantuan cahaya matahari, maka disebut
fotoautotrof. Apabila organism autotrof mengasimilasi karbon anorganik dengan
bantuan oksidasi senyawa anorganik, maka dapat disebut kemoautotrof. Organisme
heterotrof memiliki kemampuan mengasimilasi karbon organik menjadi karbon
organic lain. Organisme tersebut bergantung kepada organisme autotrof untuk

Page | 3

memperoleh karbon organik. Apabila organisme heterotrof mengasimilasi karbon


organic dengan bantuan cahaya matahari, maka disebut fotoheterotrof. Apabila
organisme heterotrof mengasimilasi karbon organic dengan bantuan oksidasi senyawa
organic, maka disebut kemoheterotrof.
Fungi adalah mikroorganisme heterotrof karena tidak memiliki kemampuan untuk
mengoksidasi senyawa karbon anorganik, atau senyawa karbon yang memiliki satu
karbon. Senyawa karbon organic yang daoat dimanfaatkan fungi untuk membuat
materi sel baru berkisar dari molekul sederhana seperti gula sederhana, asam organic,
gula terikat alcohol, polimer rantai pendek dan rantai panjang mengandung karbon,
hingga kepada senyawa kompleks seperti karbohidrat, protein, lipid, dan asam
nukleat (Gadd, 1988 ; Madigan et al.., 2002).
a. Metabolisme karbohidrat
Karbohidrat dan derivatnya merupakan substrat utama untuk metabolisme karbon
pada fungi. Metabolisme karbohidrat memiliki dua peran penting, yaitu (1)
karbohidrat dapat dioksidasi menjadi energy kimia yang tersedia di salam sel dalam
bentuk ATP dan nukleotida phosphopyridine: dan (2) karbohidrat menyediakan
hamper semua karbon yang diperlukan untuk asimilasi konstituen sel fungi yang
mengandung karbohidrat, lipid, protein, dan asam nukleat (Bilgrami & Verma, 1994:
Gadd, 1992).
Metabolisme karbohidrat pada fungi diawali dengan tahap transpor, kecuali
untuk di- atau trisakarida yang harus dihidrolisis terlebih dahulu diluar sel. Transpor
monosakarida melalui membrane dilakukan oleh suatu protein transpor spesifik, yaitu
permease (Flores et al. 2000). Banyak fungi dapat memanfaatkan di-, oligo- atau
polisakarida, karena tidak memiliki kemamuan untuk menghidrolisis molekulmolekul besar tersebut.
Fermentasi
Fermentasi adalah memanen energi kimia tanpa menggunakan oksigen
maupun rantai transport elektron dan merupakan pengembangan glikolisis yang
Page | 4

memungkinkan pembentukan ATP terus-menerus melalui fosforilasi tingkat substrat


pada glikolisis. Fermentasi terdiri atas glikolisis ditambah dengan reaksi-reaksi
yang meregenerasi NAD
NAD

dengan mentransfer elektron dari NADH ke piruvat.

kemudian dapat digunakan kembali untuk mengoksidasi gula melalui

glikolisis (Campbell, 2008). Khamir merupakan salah satu mikroorganisme yang


dapat memfermentasikan gula. Kemampuan ini ditunjukkan dengan adanya sistem
transpor untuk gula dan sistem enzim yang dapat menghidrolisis gula dengan
akseptor elektron alternatif selain oksigen pada keadaan anaerob fakultatif. Gula
tersebut diasimiliasi melalui jalur glikolisis (Embden-Meyerhof-Parnas) untuk
menghasilkan asam piruvat. Asam piruvat dalam kondisi anerob akan mengalami
penguraian oleh piruvat dekarboksilase menjadi etanol dan karbondioksida. Sel
khamir selama proses fermentasi menjalani tahap adaptasi pada lingkungan baru
(fase lag), tahap pembelahan sel yang sangat aktif (fase log), dan tahap menurunnya
aktivitas sel (fase stasioner). Pada proses fermentasi, substrat akan dikonversi
menjadi karbondioksida dan etanol, dan berlangsung asimilasi asam amino, lipid,
asam nukleat, serta senyawa untuk aroma/rasa (Gandjar, 2006).
Berdasarkan hasil fermentasinya. Fermentasi terbagi menjadi dua yakni
fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat.

Fermentasi alkohol adalah fermentasi pengubahan piruvat menjadi etanol


(etil alkohol) dalam dua langkah. Langkah pertama adalah melepasakan
karbondioksida dari piruvat, yang diubah menjadi senyawa asetildehida.
Langkah kedua adalah, asetildehida direduksi menjadi etanol oleh NADH
(Campbell, 2008).

Khamir dari genus

Issatchekia, Kluyveromyces,

Saccharomyces, dan Zygsaccharomyces merupakan contoh khamir yang


dapat melakukan fermentasi alkohol dengan memfermentasi glukosa. S.
cerevisia, kapang Neurospora crassa, khamir genus Candila, dan
Debaryomyces juga dapat melakukan fermentasi alkohol dengan cara
memfermentasi sukrosa dengan bantuan kerja enzim invertase (sakarase)

Page | 5

yang berguna untuk menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa

(Gandjar, 2006).
Fermentasi asam laktat adalah fermentasi pengubahan piruvat menjadi
laktat secara langsung direduksi oleh NADH tanpa pelepasan oksigen
(Campbell,2008). Fermentasi asam laktat ini terbagi atas dua jenis,
yakni homofermentatif dan heterofermentatif. Jenis-jenis homofermentatif
hanya menghasilkan asam laktat dari metabolisme gula, sedangkan jenisjenis heterofermentatif menghasilkan karbondioksida dan sedikit asam-asam
volatile lainnya, alkohol, dan ester disamping asam lakta (Suprihatin, 2010).
Contoh heterofermentatif adalah proses fermentasi yang terjadi dalam
pembuatan

tempe

yakni

jamur

Rhizopus

oryzae.

R.oryzae

dapat

menghasilkan 1,5 mol asam laktat dari 1 mol glukosa dalam kondisi aerobik
dan sisanya diubah menjadi miselia, glycerol, fumarate atau etanol (Skory
dalam Manfaati, 2010), selain itu juga menghasilkan asam tartrat, asam
format, dan asam asetat (Schlegel dan Schmidt dalam Pramudyanti, 2004).
Moat dan Foster dalam Pramudyanti (2004) menyebutkan bahwa jamur
Rhizopus termasuk spesies heterofermentatif yang menggunakan jalur fosfoketolase
sebagai jalur utama dari metabolisme glukosa. Pada jamur heterofermentatif tidak
ada aldolase dan heksosa isomerase tetapi menggunakan enzim fosfoketolase
dan menghasilkan CO2 (Irawati, 2011). Mirdamadi et al dalam Pramudyanti dkk
(2004) menjelaskan bahwa R. oryzae dapat memfermentasi karbohidrat menjadi
asam laktat pada suasana aerob, jika medium tersebut miskin mineral. Medium
miskin tersebut mengandung sumber karbon dan energi seperti sukrosa, pati, laktosa,
galaktosa dan glukosa dalam jumlah berlebihan dan mengandung sedikit mineral
seperti seng, besi, mangan, magnesium dan kalium.
Metabolisme Oksidatif
Gula heksosa dan hasil hidrolisis karbohidrat dalam bentuk heksosa akan
memasuki jalur glikolisis setelah melalui tahap fosforilasi. Senyawa piruvat yang
Page | 6

dihasilkan pada jalur glikolisis dapat mengalami oksidasi menjadi karbon dioksida
melalui siklus asam sitrat. Sebagai contoh Saccharomyces cerevisiae memiliki system
transpor untuk monosakarida seperti glukosa, fruktosa dan manosa, dan dapat
menggunakan gula gula tersebut secara oksidatif (Flores et a1., 2000).
Metabolisme disakarida didahului dengan hidrolisis disakarida menjadi
monomernya, kemudian hasil hidrolisis diangkut ke dalam sel (Flores et a1. 2000).
Candida utilis tidak dapat memfermentasi maltosa, tetapi dapat menghidrolisis
maltose dan menggunakannya secara oksidatif (Rose & Harrison, 1971). Trehalosa
adalah suatu disakarida (a-D-g1ucopyranosy1-a-D-gJucopyranoside) dari dua
molekul glukosa yang terikat melalui ikatan a-l,l (Shi & Mo, 1999; Jules et a1.,2004).
Pada khamir C. albicans, Saccharomyces cerevisiae, kapang

Mucor rouxii dan

Aspergillus nidulans, katabolisme dari trehalosa dilakukan secara oksidatif, dan


diawali dengan sekresi enzim trehalase ekstraselular untuk menghidrolisis trehalosa
menjadi molekul-molekul glukosa (Francois & Parrou, 2001; Jules et a1., 2004).
Khamir Saccharomyces cerevisiae selain dapat menggunakan trehalosa sebagai
sumber karbon, juga dapat mensintesis trehalosa (Gules et a1.,2004). Akumulasi
trehalosa di dalam sitosol pada Saccharomyces cerevisiae berperan sebagai cadangan,
dan bergantung kepada kondisi lingkungan (Shi & Mo, 1999).
Karbohidrat yang umum ditemukan dialam dalam bentuk oligosakarida atau
polisakarida dan umumnya merupakan materi cadangan dalam tubuh tumbuhan.
Fungsi bergantung kepada karbohidrat kompleks tersebut sebagai nutrient.
Karbohidrat kompleks tersebut diuraikan lebih dahulu menjadi bentuk monosakarida
dengan enzim ekstraselular, kemudian baru diserap fungi untuk

selanjutnya

diasimilasi (Bilgrami & Verma, 1994).


Selulosa merupakan salah satu komponen pembangun tumbuhan. Selulosa adalah
polimer yang tersusun

at as unit-unit

glukosa melalui ikatan

a-l,4-g1ikosida.

Enzim yang dapat mengurai selulosa adalah selulase dan merupakan enzim kompleks
yang terdiri dari tiga komponen. Endoglukanase (EC 3.2.1.4), atau dikenal sebagai
1,4--D-glucan-4-glucanohydrolase, mengurai polimer selulosa secara random pada
Page | 7

ikatan internal -1,4-glikosida untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang


rantai yang bervariasi. Eksoglukanase, termasuk 1,4- -D-glucan glucanohydrolase
mengurai selulosa dari ujung pereduksi dan nonpereduksi untuk menghasilkan
slobiosa dan atau glukosa.
Fungi diketahui melakukan dekomposisi selulosa secara aktif di alam dengan
menghasilkan enzim selulase ekstraselular (Zabel & Morell, 1992). Kapang dari
genus Aspergillus, Bulgaria, Chaetomium, Cladosporium, Fusarium, Penicillium dan
Trichoderma diketahui memiliki kemampuan mendekomposisi kayu. (Lynd et al.,
2002).
Penelitian mengenai penguraian selulosa secara in vivo oleh fungi yang pathogen
pada tanaman memperlihatkan bahwa selulase umumnya digunakan fungi tersebut
untuk menembus barrier dari inang, sehingga fungi dapat masuk ke dalam jaringan
inang (Bilgrami & Verma, 1994). Kapang Alternaria solani dan Colletotrium trifii
memiliki aktivitas selulase cukup tinggi sebelum melakukan penetrasi ke dalam
dinding sel tumbuhan. Kapang Fusarium oxysporum dan Verticillium alboatrium
menggunakan enzim selulase untuk menembus jaringan vascular tumbuhan dan
menyebabkan gejala layu pada tumbuhan. Kapang Chaetomium globosum

dan

Alternaria alternate penyebab softrot dapat menguraikan karbohidrat pada dinding sel
tumbuhan (Zabel & Morrell, 1992).
Pati adalah salah satu senyawa cadangan di dalam tumbuhan. Pati alami terdiri
dari dua senyawa yang dapat dipisahkan, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa
terdiri dari rantai panjang unit-unit glukosa yang tidak bercabang dan saling berkaitan
melalui ikatan a-(1,4), sedangkan amilopektin terdiri dari ranrtai glukosa yang
bercabang pada ikatan a-(1,4) dan a-(1,6) (Moat et al. 2002). Enzim yang dapat
menghidrolase pasti terdiri dari 3 kelompok. Enzim a-amilase (a-1,4-glucan
glucanohydrolase, EC 3.2.1.1), disebut sebagai endoamilase. Enzim a-amilase
menghidrolisis ikatan a-1,4 glukosidik pada amilosa dan amilopektin (tetapi bukan
pada maltosa hasil hidrolisis) secara random untuk menghasilkan dekstrin dan
maltosa. Selanjutnya prodak tersebut akan dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim
Page | 8

glukogenik lain menjadi glukosa. Enzim a-amilase (a-1,4-glucan maltohydrolase, EC


3.2.1.2), disebut juga eksoamilase. Enzim tersebut menghidrolisis rantai pada
polisakarida melalui pemutusan rantai pada unit-unit maltose dari ujung nonpereduksi
pada rantai. Enzim glukoamilase (a-1,4-glucan glucohydrolase, EC 3.2.1.3) diwakili
oleh pullulanase dan isoamilase. Kapang Aureobasidium pullulans, Khamir C. famata
dan C. kefyr menghasilkan a-amilase dan glukoamilase di dalam medium yang
mengandung gandum (Valter et al. 1995).
b. Metabolisme Protein
Fungi berfilamen diketahui memiliki kemampuan menguraikan protein,
sedangkam khamir jarang sekali diketahui dapat menggunakan protein (Slaughter,
1988). Kemampuan fungi untuk menguraikan protein di lingkungannya dan
menggunakannya sebagai sumber nitrogen maupun karbon bergantung kepada
aktivitas enzim proteolitik atau protease. Fungi mensekresikan enzim protease ke
lingkungan untuk menguraikan protein untuk menjadi asam-asam amino, selanjutnya
hasil penguraian diangkut ke dalam sel menggunakan system transport. Tremacoldi et
a.(2004) melaporkan bahwa, A.clavatus dapat menghidrolisis casein dan gelatin
menggunakan enzim protease.
c. Metabolisme Lipid
Fungi dapat menggunakan lipid (triasilgliserol/trigliserida) dalam bentuk lemak
dan minyak sebagai sumber karbon. Hidrolisis lipid memerlukan kerja enzim lipase
(triacy1g1ycero1 acy1hydrolase; EC3.1.1.3) dan mengubahnya menjadi diasilgliserol,
monoasilgliserol, gliserol atau asam lemak (Cavalcanti et al., 2005). Lipase diketahui
dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan lokasi pemutusan ikatan gliserol
pada triasilgliserol yaitu lipase non-spesifik dan lipase spesifik. Lipase non-spesifik
memutus ikatan gliserol dari triasilgliserol pada tiga posisi, sehingga menghasilkan
diasilgliserol, monoasilgliserol atau tiga molekul asam lemak dan gliserol. Lipase
spesifik memutus ikatan gliserol dari triasilgliserol pada posisi satu dan tiga sehingga
menghasilkan 1,2-diasilgliserol dan 2-monoasilgliserol (Ratledge & Tan, 1990).
Page | 9

Fungi diketahui dapat menggunakan berbagai lipid dengan memanfaatkan kerja


lipase (Sancholle & Losel, 1995) antara lain C. cylindracea, C. deformans, C.
curvata, C. rugosa, P. caseicolum, P. chrysogenum, P. ciirinum, P. cyclopiuin, P.
simplicissitnum, P. toquefottii, Mucor miebei, Rhizopus delemar, Rh. japonicus, dan
Rh.o1igosporu, Saccharomyces. Materi organik berupa lipid akan didegradasi oleh
enzim lipase yang disekresikan fungi ke lingkungannya, sebelum diangkut ke dalam
sel (Rapp & Backhaus, 1992). Lakshmi et al. (1999) melaporkan bahwa, C. rugosa
dapat menggunakan berbagai minyak dari tumbuhan seperti wijen, pal em, kelapa,
dan biji bunga matahari sebagai sumber karbon melalui kerja lipase. Yarrowia
lipo1ytica menggunakan lemak hewan dan minyak rapeseed untuk menghasilkan
produk samping asam sitrat dengan bantuan enzim lipase (Kamzolova et al., 2005).
Minyak biji bunga matahari hasil penggorengan dapat dimanfaatkan oleh Mucor
circinelloides dengan bantuan enzim lipase (Joseph et al. 2005), sedangkan A. flavus
dapat memanfaatkan limbah cair dari pemrosesan minyak zaitun menggunakan
lipase (Kachaouri et a1., 2005).
d. Metabolisme Asam Nukleat
Slaughter (1988) melaporkan bahwa, fungi berfilamen mengkatabolisme purin.
Kapang A. tiidulans, P. chrysogenum dan Fusarium moniliforme dapat memanfaatkan
hipoxanthin, xanthin, asam urat dan adenine sebagai sumber nitrogen. Kemampuan
menggunakan basa purin dan pirimidin bervariasi pada khamir. Saccharomyces
cerevisiae tumbuh baik pada medium mengandung allantoin, asam allantoat, dan
agak baik pada adenin, guanin, atau sitosin (Rose & Harrison, 1971). Menurut
Slaughter (1988) beberapa strain dari Saccharomyces cerevisiae dapat menggunakan
sitosin dan oksipirimidin, tetapi purin tidak dapat, sebagai sumber nitrogen. Sebagian
besar strain dari Saccharomyces cerevisiae dapat menggunakan allantoin sebagai
satu-satunya sumber nitrogen.
2. Metabolisme Nitrogen
a. Kemampuan Fungi Menggunakan Nitrogen Anorganik

Page | 10

Slaughter (1988) melaporkan bahwa, semua mikroorganisme yang telah diteliti


tampaknya dapat menggunakan ammonia sebagai sumber nitrogen anorganik.
Amonia terdapat sebagai bentuk garam amonia, sebagai contoh ammonium sulfat.
Pada fermentasi fungi, transport ion amonium melalui system transpor aktif, misalnya
pada A. nidulans, P. chrysogenum, dan Saccharomyces cerevisiae.
Asimilasi nitrat pada khamir dan kapang menggunakan proses yang sama, yaitu
nitrat setelah ditranspor ke dalam sel, kemudian diubah menjadi amonium oleh enzim
nitrat reduktase dan nitrit reduktase (Siverio, 2002). Enzim nitrat reduktase
merupakan protein yang memerlukan kofaktor molibdopterin, haem-Fe dan FAD.
Sebagian besar fungi dapat menggunakan nitrat sebagai sumber nitrogen Slaughter
(1988), sebagai contoh A. nidulans, C. utilis, Hansenula anomala, dan H.
polymorpha (sinonim Pichia angusta) (Siverio, 2002).
Nitrit bersifat toksik bagi sebagian besar fungi, namun beberapa fungi. Dapat
menggunakannya sebagai sumber nitrogen selama konsentrasi yang digunakan cukup
rendah (Slaughter, 1988). Enzim nitrit reduktase mereduksi nitrit menjadi xamonium,
dan memiliki ferredoksin, dua kelompok protetik, dan \FAD. Aspergillus nidulans
dan H. polymorpha dapat menggunakan nitrit, sedangkan Saccharomyces dan
Zygosaccharomyces tidak dapat menggunakan nitrat dan nitrit sebagai sumber
nitrogen (Siverio, 2002).
b. Kemampuan Fungi Menggunakan Nitrogen Organik
Slaughter (1988) melaporkan bahwa, sebagian besar fungi dapat tumbuh baik
dalam medium yang mengandung glutamin, asparagin, dan arginin; diikuti dengan
asam glutamat, asam aspartat dan alanin -, Asam amino leusin, valin dan metionin
merupakan sumber nitrogen yang kurang baik, sedangkan sistein bersifat toksik
bagi fungi.
3. Metabolisme Senyawa Lain
Fungi diketahui dapat menghidrolisis senyawa-senyawa toksik yang sulit
diuraikan menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana, sehingga dapat dimanfaatkan
Page | 11

oleh mikroorganisme itu sendiri atau lainnya. Sebagai contoh, fenol dan derivatnya
dapat

dimanfaatkan

oleh

Aspergillus,Candida,

Cladosporium,

Fusarium,

Monicillium, Trichoderma, Penicillium, Pleurotus dan Phanerochaete sebagai sumber


karbon dan energy (Atagana, 2004). Penguraian fenol oleh Aureobasidium,
Rhodotorula dan Trichosporon didahului dengan hidroksilasi fenol menjadi katekol
sebelum pemutusan cincin dari senyawa tersebut (Santos & Linardi, 2001). Sianida
adalah salah satu senyawa polutan yang bersifat toksik. Fungi seperti Fusarium
dan R. rubra diketahui dapat menggunakan sianida sebagai sumber nitrogen melalui
pengubahan menjadi ammonia (Andrade et al., 1995). Wright (1993) melaporkan
bahwa penguraian senyawa aromatic asam benzoat oleh fungi berlangsung dalam
beberapa tahap. Aspergillus niger, R. graminis
penguraian benzoat dengan

hidroksilasi

dan T. cutaneum mengawali

menggunakan

enzim

benzoat-4-

hidroksilase menjadi 4-hidroksibenzoat. Selanjutnya fungi yang memiliki enzim 4hidroksibenzoat hidroksilase seperti A. niger, P. spinulosum, dan Schizophyllum
commune dapat menghidrolisis 4-hidroksibenzoat untuk menghasilkan senyawa
perantara 3,4-dihidroksibenzoat. Candida tropicalis, Neurospora crassa, R.
mucilaginosa, T cutaneum dan Sporotrichum pulverulentum memiliki enzim yang
dapat membuka cincin pada senyawa 3,4-dihidroksibenzoat menjadi 1,3,4trihidroksibenzen. Pemutusan cincin pada senyawa 1,3,4- trihidroksibenzen
memerlukan kerja enzim 1,3,4-trihidroksibenzen-3,4-dioksigenase, dan dimiliki oleh
R. rubra dan P. citrinum.

C. Metabolit Sekunder Fungi


Metabolisme sekunder mempunyai peranan cukup besar bagi kelangsungan
hidup mikroba terutama dalam menghadapi ancaman dari lingkungan atau serangan
dari mikrona lain, dan berlangsung bila mikroba dalam kondisi tertekan. Produk yang
dihasilkan disebut metabolisme sekunder, sifatnya spesifik tergantung jenis
spesiesnya dan terbentuk pada fase stasioner pertumbuhan mikroba (Stanbury dan
Page | 12

Whitaker,1987). Kegunaan metabolit sekunder memang belum jelas bagi mikroba


penghasilnya, tapi bagi manusia produk ini sangat bermanfaat dan banyak dipelajari
(Manitto, 1981).
Metabolit sekunder adalah hasil metabolisme yang disintesis oleh fungi yang
bukan merupakan kebutuhan pokok fungi untuk hidup dan tumbuh fungi serta
biasanya diproduksi pada akhir siklus hidup fungi. Sintesis metabolit sekunder pada
fungi berguna untuk nutrisi darurat atau ketika habisnya beberapa zat gizi dalam
medium pertumbuhannya. Terbatasnya zat gizi ini menyebabkan terakumulasinya
inducer enzim metabolit sekunder sehingga gen-gen untuk sintesis metabolit sekunder
dan represi katabolit terlepas (Julianti, 2012).

Gambar jalur metabolisme primer dan sekunder pada fungi

1. Metabolit Sekunder Kapang


salah satu hasil metabolit sekunder kapang adalah pigmen. Warna eksudat yang indah
dan cerah banyak dapat ditemukan pada koloni-koloni kapang. Warna tersebut juga
terdapat pada konidia, spora, tubuh buah, dan miselium. Lagi pula warna tersebut bisa
bersifat racun bisa tidak.
a. Pigmen kehijauan.
Page | 13

1) Chlorosplenium aeroginascens sengaja diinokulasi ke dalam kayu karena


warna hijau yang khas akan timbul dalam kayu yang terinfeksi dan
menghasilkan guratan sangat indah.
2) Penicillium roqueforti khusus diinokulasi ke dalam keju agar diperoleh
garis-garis biru dan aroma khas tersebut
b. Pigmen merah
Monascus purpureus khusus digunakan untuk memperoleh warna merah khas
pada bahan makanan, misalnya menhias kue-kue khas cina, tofu, dll.
2. Metabolit Sekunder Cendawan
a. Mikotoksin
Mikotoksin adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada toksin yang
dihasilkan oleh cendawan, mikotoksin didefinisikan sebagai produk alami dengan
bobot molekul rendah yang dihasilkan sebagai metabolit sekunder dari cendawan
berfilamen dan dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian pada manusia, hewan,
tumbuhan, maupun mikroorganisme lainnya. Mikotoksin atau racun jamur akan
sangat mudah ditemukan saat kondisi lingkungan lembab, terutama saat musim
penghujan. Selain itu ransum atau bahan baku ransum dengan kadar air yang tinggi
akan memicu tumbuhnya jamur yang menghasilkan racun atau toksin.
Terdapat beberapa jenis mikotoksin utama yang sering merugikan manusia, yaitu
aflatoksin, citrinin, ergo alkaloid, fumonisin, ochratoxin, patulin, trichothecene dan
zearalenone.
1) Aflatoksin

Gambar 1. Struktur kimia Aflatoksin B

Page | 14

Sebagian besar aflatoksin dihasilkan oleh Aspergillus flavus dan Aspergillus


parasiticus. Kedua cendawan tersebut hidup optimal pada suhu 36-38 C dan
menghasilkan toksin secara maksimum pada suhu 25-27 C.
Pertumbuhan cendawan penghasil

aflatoksin

biasanya

dipicu

oleh

humiditas/kelembaban sebesar 85% dan hal ini banyak ditemui di Afrika


sehingga kontaminasi Alflatoksin pada makanan menjadi masalah umum di
benua tersebut. Untuk menghindari kontaminasi aflatoksin, biji-bijian harus
disimpan dalam kondisi kering, bebas dari kerusakan, dan bebas hama.
2) Citrinin

Gambar 2. Struktur kimia citrinin


Pertama kali diisolasi dari Penicillium citrinum. Thom pada tahun 1931.
Mikotoksin ini ditemukan sebagai kontaminan alami pada jagung, beras,
gandum, barley, dan gandum hitam (rye). Citrinin juga diketahui dapat dihasilkan
oleh berbagai spesies Monascus dan hal ini menjadi perhatian terutama oleh
masyarakat Asia yang menggunakan Monascus sebagai sumber zat pangan
tambahan. Monascus banyak dimanfaatkan untuk diekstraksi pigmennya
(terutama yang berwarna merah) dan dalam proses pertumbuhannya,
pembentukan toksin citrinin oleh Monascus perlu dicegah.
3) Ergot Alkaloid
Ergot alkaloid diproduksi oleh berbagai jenis cendawan, namun yang utama
adalah golongan Clavicipitaceae. Dulunya kontaminasi senyawa ini pada
makanan dapat menyebabkan epidemik keracunan ergot (ergotisme) yang dapat
ditemui dalam dua bentuk, yaitu bentuk gangren (gangrenous) dan kejang

Page | 15

(convulsive).

Pembersihan serealia secara

mekanis

tidak

sepenuhnya

memberikan proteksi terhadap kontaminasi senyawa ini karena beberapa


jenisgandum masih terserang ergot dikarenakan varietas benih yang digunakan
tidak resiten terhadap Claviceps purpurea, penghasil ergot alkaloid. Pada hewan
ternak, ergot alkoloid dapat menyebabkan tall fescue toxicosis yang ditandai
dengan penurunan produksi susu, kehilangan bobot tubuh, dan fertilitas menurun.
4) Fumonisin

Gambar 3. Struktur kimia Fumonisin B1


Ditemukan pada tahun 1988 pada Fusarium verticilloides dan Fusarium
Proliferatum yang sering mengontaminasi jagung. Namun, selain kedua spesies
tersebut masih banyak cendawan yang dapat menghasilkan fumonisin. Toksin
jenis ini stabil dan tahan pada berbagai proses pengolahan jagung sehingga dapat
menyebabkan penyebaran toksin pada dedak, kecambah, dan tepung jagung.
Konsentrasi fumonisin dapat menurun dalam proses pembuatan pati jagung
dengan penggilingan basah karena senyawa ini bersifat larut air.

5) Ochratoxin

Page | 16

Gambar 4. Struktur kimia ochratoxin A, ochratoxin B, dan ochratoxin C


Ochratoxin dihasilkan oleh cendawan dari genus Aspergillus, Fusarium, and
Penicillium dan banyak terdapat di berbagai macam makanan, mulai dari
serealia, babi, ayam, kopi, bir, wine, jus anggur, dan susu. Secara umum,
terdapat tiga macam ochratoxin yang disebut ochratoxin A, B, dan C, namun
yang paling banyak dipelajari adalah ochratoxin A karena bersifat paling toksik
diantara yang lainnya. Pada suatu penelitian menggunakan tikus dan mencit,
diketahui bahwa ochratoxin A dapat ditransfer ke individu yang baru lahir
melalui plasenta dan air susu induknya. Pada anak-anak (terutama di Eropa),
kandungan ochratoxin A di dalam

tubuhnya relatif

lebih

besar karena

konsumsi susu dalam jumlah yang besar.Infeksi ochratoxin A juga dapat


menyebar melalui udara yang dapat masuk ke saluran pernapasan (Bennet,
2003).
6) Patulin

Gambar 5. Struktur kimia patulin


Patulin dihasilkan oleh Penicillium, Aspergillus, Byssochlamys, dan
spesies yang paling utama dalam memproduksi senyawa ini adalah Penicillium
expansum. Toksin ini menyebabkan kontaminasi pada buah, sayuran, sereal, dan
Page | 17

terutama adalah apel dan produk-produk olahan apel sehingga untuk diperlukan
perlakuan tertentu untuk menyingkirkan patulin dari jaringan-jaringan tumbuhan
Contohnya adalah pencucian apel dengan cairan ozon untuk mengontrol
pencemaran patulin. Selain itu, fermentasi alkohol dari jus buah diketahui dapat
memusnahkan patulin (Bennet, 2003).
7) Trichothecene

Gambar 6. Struktur kimia trichothecenes


Terdapat 37 macam sesquiterpenoid alami yang termasuk ke dalam
golongan trichothecene dan biasanya dihasilkan oleh Fusarium, Stachybotrys,
Myrothecium, Trichodemza, dan Cephalosporium. Toksin ini ditemukan pada
berbagai serealia dan biji-bijian di Amerika, Asia, dan Eropa Toksin ini stabil
dan tahan terhadap pemanasan maupun proses pengolahan makanan dengan
autoclave. Selain itu, apabila masuk ke dalam pencernaan manusia, toksin akan
sulit dihidrolisis karena stabil pada pH asam dan netral. Berdasarkan struktur
kimia dan cendawan penghasilnya, golongan trichothecene dikelompakan
menjadi 4 tipe, yaitu A (gugus fungsi selain keton pada posisi C8), B (gugus
karbonil pada C8), C (epoksida pada C7,8 atau C9,10) dan D (sistem cincin
mikrosiklik antara C4 dan C15 dengan 2 ikatan ester) (Bennet, 2003).
8) Zearalenone

Gambar 7. Struktur kimia zearalenone


Zearalenone adalah senyawa estrogenik yang dihasilkan oleh cendawan

Page | 18

dari genus Fusarium seperti F. graminearum dan F. culmorum dan banyak


mengkontaminasi nasi jagung, namun juga dapat ditemukan pada serelia dan
produk tumbuhan.Senyawa toksin ini stabil pada proses penggilingan,
penyimpanan, dan pemasakan makanan karena tahan terhadap degradasi akibat
suhu tinggi. Salah satu mekanisme toksin ini dalam menyebabkan penyakit pada
manusia

adalah

berkompetisi

untuk

mengikat

reseptor

estrogen

(Gwiazdowska,
2009).
b. Antibiotik
Antibiotik merupakan substansi kimia alamiah hasil metabolisme sekunder
mikroorganisme, dalam konsentrasi yang rendah mempunyai kemampuan baik
menghambat pertumbuhan maupun membunuh mikroorganisme lain (Lay, 1994;
Setyaningsih, 2004). Antibiotik merupakan komponen antimikroorganisme yang
dihasilkan secara alami oleh organisme dan bersifat toksik bagi mikroalga, bakteri,
fungi, virus atau protozoa.
Fungi penghasil antibiotik yang terkenal salah satunya adalah Penicilium.
Penisilin merupakan antibiotik modern yang pertama, paling bermanfaat serta paling
luas penggunaannya. Penisilin dihasilkan selama pertumbuhan dan metabolisme
Penicillium notatum (Pelczar & Chan, 2005). Penicillium chrysogenum juga dapat
menghasilkan antibiotik penisilin, mikroorganisme ini mempunyai spektrum yang
sangat luas terhadap bakteri dan beberapa jamur (Sri et al., 2000). Penisilin
ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929. Fleming memperlihatkan bahwa
pada suatu cawan agar yang diinokulasikan dengan Staphylococcus aures telah
terkontaminasi oleh sejenis jamur dan koloni jamur tersebut dikelilingi oleh suatu
zona yang jernih, menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri (Pelczar
& Chan, 2005).

BAB III
PENUTUP
Page | 19

A. Kesimpulan
Metabolisme adalah seluruh proses kimia di dalam organism hidup untuk
memperoleh dan menggunakan energy sehingga organisme dapat melaksanakan
berbagai fungsi hidup.
Jalur-jalur reaksi yang mneyusun metabolisme dapat dibagi menjadi dua. Jalur
yang terlibat dalam proses penguraian, atau katabolisme, dan jalur yang terlibat dalam
biosintesis, atau anabolisme.
Metabolit sekunder adalah hasil metabolisme yang disintesis oleh fungi yang
bukan merupakan kebutuhan pokok fungi untuk hidup dan tumbuh fungi serta
biasanya diproduksi pada akhir siklus hidup fungi.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengharapkan kritik dan saran kepada
pembaca karena pada makalah yang disusun masih jauh dari kesempurnaan.

Page | 20

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Fungi Penghasil Antibiotik dan Jenis Antibiotiknya Chapter II.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25450/4/Chapter%20II.pdf)
diakses 14 Maret 2016).
Campbell. 2008. Biologi Jilid 1 Edisi 8 Terjemahan. Jakarta : Erlangga.
Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar Mikologi Edisi Kedua. Bandung: Alumni.
Gandjar, I., Sjamsuridzal W., dan Oetari A.2006. Mikologi Dasar dan Terapan.
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Mastika,
Laily.
2015.
Jalur
Metabolisme
fungi.
http://www.slideshare.net/laily_dolphinorainbow/jalur-metabolisme-padafungi. (Diakses 14 Maret 2016)
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya : UNESA Press.
Umniyatie,
Siti.
2015.
Metabolisme
Fungi.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/metabolisme%20fungi%20A.pdf.
(Diakses pada 14 Maret 2016)
Wikipedia. 2016. Metabolisme. https://id.wikipedia.org/wiki/Metabolisme. (Diakses
pada 8 Maret 2016)

Page | 21

Anda mungkin juga menyukai