Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS FILSAFAT ILMU : ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI DAN

LOGIKA ILMU PENGETAHUAN

Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat ekstensial, artinya sangat erat
hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan dapat dikatakan filsafat menjadi motor
penggerak kehidupan sehari-hari sebagai manusia pribadi maupun sebagai manusia kolektif
dalam bentuk suatu masyarakat atau bangsa. Dalam konteks filsafat hidup, seseorang selalu
mempertimbangkan hal-hal yang penting dan terpenting sebelum menetapkan keputusan untuk
berperilaku. Hal-hal yang terpenting tersebut tergolong esensial. Dalam pengertian ini, hal-hal
yang esensial meliputi pengertian filsafat.

Filsafat ilmu merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap hakikat ilmu. Filsafat ilmu
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat ilmu, diantaranya adalah:

Ontologi

Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud
dan logos berarti ilmu. Ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat
yang ada. Objek ilmu atau keilmuan merupakan dunia empirik, yaitu dunia yang dapat di
jangkau panca indra dan objek ilmu merupakan pengalaman indrawi. Dengan kata lain, ontologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud dengan berdasarkan pada
logika semata. Dari teori hakikat (ontologi) ini kemudian muncullah beberapa aliran dalam
filsafat, antara lain: Filsafat Materialisme, Filsafat Idealisme, Filsafat Dualisme, Filsafat
Skeptisisme dan Filsafat Agnotisisme.

Ontologi merupakan salah satu dari tiga kajian Filasafat Ilmu yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Beberapa tokoh Yunani yang memiliki pemikiran yang bersifat ontologis adalah Thales,
Plato, dan Aristoteles. Pada masa Yunani ketika mithology masih memiliki pengaruh yang kuat,
kebanyakan orang belum mampu membedakan antara penampakan dengan kenyataan. Bahkan
pada masa tersebut ada banyak hal yang masih mengkaji kejadian alam dalam bentuk mistis
sebagai penanggung jawab dari fenomena alam yang sulit untuk dimengerti. Ontologi juga dapat
diartikan sebagai keberadaan (The theory of being qua being) atau Ilmu tentang yang ada.
Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality yang berbentuk jasmani, kongkret maupun rohani atau abstrak (Bakhtiar, 2004).

Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun1636 M, untuk
menamai teori tentang hakikat yang ada dan bersifat metafisis. Dalam perkembangan
selanjutnya, Christian Wolf (1679 – 1754 M) membagi Metafisika menjadi 2 yaitu : Metafisika
umum (ontologi metafisika), dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Jadi metafisika
umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau
paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Metafisika khusus (kosmologi, psikologi dan teologi)
merupakan paham–paham dalam ontologi (Bakker, 1992). Dalam pemahaman ontologi dapat
diketemukan pandangan-pandangan pokok atau aliran-aliran pemikiran, antara lain: Monoisme,
Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnotisisme.

Dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa tidak ada kebenaran yang
mutlak, berlaku umum, bersifat tetap, berdiri sendiri serta lepas dari akal yang mengenal. Apa
yang kita anggap benar sebelumnya dapat dikoreksi atau diubah oleh pengalaman berikutnya.
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Doktrin tentang nihilisme
sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu Gorgias (483-360 SM) yang
memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama, tidak ada satupun yang eksis. Kedua,
bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia
tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Paham ini mengingkari kesanggupan
manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun rohani.

Jujun S. Suriasumantri (1985), menyatakan bahwa pokok permasalahan yang menjadi objek
kajian filsafat mencakup tiga segi, yaitu: logika (benar-salah), etika (baik-buruk) dan estetika
(indah-jelek). Ketiga cabang utama filsafat ini lanjut Suriasumantri, kemudian bertambah lagi,
yaitu: pertama, teori tentang ada: tentang hakikat keberadaan zat, hakikat pikiran serta kaitan
antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika; kedua, kajian mengenai
organisasi sosial atau pemerintahan yang ideal, terangkum dalam politik. Dari kelima cabang
filsafat seperti logika, etika, estetika, metafisika dan politik, menurut Suriasumantri kemudian
berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian lebih spesifik lagi
yang disebut filsafat ilmu.
Landasan ontologis ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan
terhadap realitas. manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu-
ilmu empiris dan cendrung pada ilmu-ilmu kealaman. Manakala realitas yang dimaksud spirit
atau roh, lebih terarah pada ilmu-ilmu humaniora.[8]
Stuat Chase dalam bukunya The Proper Study of Mankind membagi ilmu pengetahuan atas
tiga kelompok besar, yaitu:
a. Ilmu Pengetahuan Alam (Natural Sciences):
1) Biologi
2) Antropologi
3) Ilmu Kedokteran
4) Ilmu Farmasi
5) Ilmu Pertanian
6) Ilmu Pasti
7) Ilmu Alam
8) Ilmu Teknik
9) Geologi
10) Dan lain sebagainya.
b. Ilmu Kemasyarakatan (Social Science):
1) Ilmu Hukum
2) Ilmu Ekonomi
3) Ilmu Jiwa Sosial
4) Ilmu Bumi Sosial
5) Sosiologi
6) Antropologi Budaya dan Sosial
7) Ilmu Sejarah
8) Ilmu Politik
9) Ilmu Pendidikan
10) Publisitik dan Jurnalistik
11) Dan lain sebagainya.
c. Humaniora (Studi Humanitas, Humanities Studies)
1) Ilmu Agama
2) Ilmu Filsafat
3) Ilmu Bahasa
4) Ilmu Seni
5) Ilmu Jiwa
6) Dan lain sebagainya.[9]
Pada pembagian ilmu pengetahuan, hakikatnya adalah dua pembagian yaitu ilmu alam
dan ilmu humniora, tetapi didalam Ilmu alam terdapat manusia yang berhubungan dengan
kemasyarakat yang terkenal dengan makhluk sosial, maka pembagian ilmu pengetahuan atas tiga
golongan dan pemasukan salah satu ilmu tertentu kedalam salah satu penggolongan hendaknya
jangan dianggap tegas demikian

Dalam hal ini, ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin
tahu, atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Dengan begitu, telaah
ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai:

 Apakah obyek ilmu yang akan ditelaah?


 Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
 Bagaimana hubungan antara objek tersebut dengan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa, dan mengindera) yang dapat membuahkan pengetahuan?

Soetriono & Hanafie (2007), Ontologi merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang
lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan (objek ontologis atau objek formal dari
pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari objek ontologi atau objek
formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh
pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.

Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari
hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara tersendiri menurut lingkup
cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah
sesuai dengan berjalannya waktu. Dalam hal ini sebuah ontologi memberikan pengertian untuk
penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah
knowledge base. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebagai sebuah struktur hirarki dari istilah
untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah
knowledge base. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu
objek, property dari suatu objek, serta relasi objek yang mungkin terjadi pada suatu domain
pengetahuan. Pada tinjauan filsafat, ontologi adalah sebuah studi tentang sesuatu yang ada.

Dalam penyelesaian masalah dan pertanyaan tentang hakekat, lahirlah mazhab-mazhab ontology
yang mencoba menjawab semuanya melalui beberapa pendekatan yang berbeda yaitu;
Naturalisme, Materialisme, Idealisme, hylomorphisme dan Logic Empiricism (Louis O Katsof).
Untuk lebih jelasnya mari kita bahas satu persatu kelima mazhab tersebut secara umum saja.
a) Naturalisme
Menurut Hasbullah Bakri naturalisme juga mempersoalkan bagaimana menerangkan hakikat
segala yang ada baik rohani maupun jasmani serta hubungan keduanya.Penganut naturalisme
modern beranggapan bahwa kategori pokok tentang kenyataan adalah kejadian-kejadian
kealaman.Jadi menuurut paham naturalisme ini semua kenyataan itu pasti bersifat kealaman yang
dapat ketahui dengan bebagai kejadian alam.

b) Materialisme
Materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa atom materi yang berada sendiri dan
merupakan unsur-unsur yang membentuk alam.Menurut penganut materialisme hakikat dari
suatu benda adalah benda itu sendiri atau wujud materi dari benda tersebut dan dunia fisik itu
adalah satu.

c) Idealisme
Idealisme adalah pandangan dunia metafisik yang mengatakan bahwa realitas terdiri atas atau
sangat erat hubungannya dengan ide-ide,fikiran,akal dan jiwa.Jadi Idealisme juga merupakan
ajaran kefilsafatan yang berusaha menunjukkan agar kita dapat memahami materi atau tatanan
kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu sampai pada hakikat terdalam dengan
menggunakan ide,akal,fikiran-fikiran dan jiwa atau ruh.

d) Hylomorphisme
Secara etimologi hylomorphisme berasal dari bahasa yunani yaitu hylo yang berarti materi atau
substansi dan morph atau bentuk.Dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak satu hal-pun yang
ragawi itu bukan merupakan kesatuan dari esensi dan eksistensi.Esensi adalahsegi tertentu dari
yang ada yang memasuki akal kita sehingga dapat diketahui atau bisa dibilang wujud nyata suatu
benda yang pertama kali dapat menyentuh akal kita saat melihatnya.Menurut Mariatin esensi
adalah sesuatu yang terdapat pada obyek manapun yang dipikirkan secara langsung dan yang
pertama dihadapkan pada akal.Sedangkan eksistensi adalah hal-hal yang satu demi satu bersifat
khusus,mandiri dan mempunyai sarana lengkap untuk berada dan berbuat.

e) Logic Empiricism
Logika adalah ilmu yang memberikan peraturan-peraturan yang harus diikuti agar dapat berfikir
valid sedangkan empris adalah pengalaman-pengalaman atau fakta.Jadi Logic empiricism di sini
adalah semua pandangan yang sampai saat ini telah dibicarakan mendasarkan diri pada penalaran
akal dan semuanya memakai perangkat fakta yang sama sebagai landasan penopang untuk
menunjukkan kebenarannya.

Epistemologi

Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme, yang berarti pengetahuan
(knowledge) dan logos yang berarti ilmu. Menurut arti katanya, epistemologi ialah ilmu yang
membahas masalah-masalah pengetahuan. Di dalam Webster New International Dictionary,
epistemologi diberi definisi sebagai berikut: Epistimology is the theory or science the method
and grounds of knowledge, especially with reference to its limits and validity, yang artinya
Epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan,
khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau berlakunya
sebuah pengetahuan (Darwis. A. Soelaiman, 2007).

Istilah Epistemologi banyak dipakai di negeri Anglo Saxon (Amerika) dan jarang dipakai
di negeri continental (Eropa). Ahli-ahli filsafat Jerman menyebutnya Wessenchaftslehre.
Sekalipun lingkungan ilmu yang membicarakan masalah-masalah pengetahuan itu meliputi teori
pengetahuan, teori kebenaran dan logika, tetapi pada umumnya epistemologi hanya
membicarakan tentang teori pengetahuan dan kebenaran saja.
Epistemologi atau filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang
mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara mengenai filsafat
pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara
khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.

J.A Niels Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari
tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu pengetahuan. Sedangkan Jacques Veuger
berpendapat bahwa epistemologi adalah pengetahuan tentang pengetahuan serta pengetahuan
yang kita miliki tentang pengetahuan orang lain. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa
epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan,
sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan
pengetahuan. Jadi objek material dari epistemologi adalah pengetahuan dan objek formalnya
adalah hakikat pengetahuan. Abbas Hammami Mintarejo, memberikan pendapat bahwa
epistemologi adalah bagian filsafat atau cabang filsafat yang membicarakan tentang terjadinya
pengetahuan dan mengadakan penilaian atau pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi.
(Surajiyo, 2008).

Epistemologi atau teori pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu
pengetahuan, pengandaian, dasar-dasar serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui
akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.

Metode Filsafat Dalam Memperoleh Pengetahuan

Metode Induktif

Metode Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan pernyataan hasil observasi
dalam suatu pernyataan yang lebih umum dan menurut suatu pandangan yang dapat diterima
secara luas. Ilmu empiris ditandai oleh metode induktif, disebut induktif bila bertolak dari
pernyataan tunggal seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian seseorang
sampai pada pernyataan universal.
Metode Deduktif

Metode deduksi adalah suatu metode yang menyimpan bahwa data-data empiris diolah lebih
lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang harus ada dalam metode deduktif, yaitu adanya
perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Bentuk logis teori bertujuan untuk
apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah serta perbandingan dengan teori-teori
lain dan ada pengujian teori dengan jalan rnenerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan
yang bisa ditarik dari teori tersebut.

Metode Positivisme

Metode ini dikeluarkan oleh August Comte. Metode ini berpangkal dari apa yang diketahui,
yaitu faktual dan bersifat positif dengan menyampingkan segala uraian persoalan diluar yang ada
sebagai fakta, oleh karena itu ia menolak metafisika yang diketahui positif, yaitu segala yang
nampak dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan diatasi kepada bidang gejala saja.

Metode Kontemplatif

Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan akan berbeda. Hal ini seharusnya dikembangkan
dengan kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.

Metode Dialektis

Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Pidato mengartikannya diskusi logika. Kini
dialekta berarti tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan
serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam metode
peraturan, juga analisis sistematika tentang ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam
pandangannya.
Aksiologi

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia


menggunakan ilmunya. Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.
Berikut pengertian aksiologi menurut para ahli:

Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang
berarti teori. Jadi aksiologi adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan
suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-
manusia lain. Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari
tingkah laku manusia baik buruk. Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang pengalaman
keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.

Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang
muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala
hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan
validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan
apakah ini bersifat psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan
berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas, dan hasil
nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang

Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai
objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini
beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar
secara realitas benar-benar ada.

Nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuwan harus bebas dalam menentukan topik
penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah yang nantinya akan
dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika seorang ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju
pada kerja proses ilmiah dan tujuan agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya
menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti; agama, adat
istiadat.

Tetapi perlu disadari setiap penemuan ilmu pengetahuan bisa berdampak positif dan negatif.
Dalam hal ini ilmuwan terbagi dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat mengenai
kenetralan ilmu. Ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain
untuk menggunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai
hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah
berlandaskan nilai-nilai moral, sebagai ukuran kepatutannya.

Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan yaitu;

1. Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah
moral.Kajian etika lebih fokus pada prilaku,norma dan adat istiadat manusia.Etika merupakan
salah-satu cabang filsafat tertua.Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa
Sokrates dan para kaum shopis.Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan,
keadilan dan sebagianya.Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis
Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis,sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah
dijelaskan di atas adalah norma-norma,adat,wejangan dan adat istiadat manusia.Berbeda dengan
norma itu sendiri,etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan
sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar.Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan
mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam etika,nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral
persoalan.Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab,baik tanggung
jawab terhadap diri sendiri,masyarakat,alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu,
hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang
menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan
setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah
kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan
kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi
apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adala h pemikiran tentang moral yang
diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya
hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat.
Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.

2. Estetika
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai
keindahan.Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur
yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh.
Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik
melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang
senantiasa bersangkutan dengan perasaan.Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan
sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan.Meskipun
sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat.
Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya
memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan
perasaan.
Aksiologi berkenaan dengan nilai guna ilmu,baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak
dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan
ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.Berkaitan dengan hal ini,menurut Francis Bacon
seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan”
apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang
kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan
bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik
ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu
itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal,yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi,
atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan
mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk
petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar
dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak
bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari
cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka
biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat
mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif.Dikatakan objektif jika nilai-
nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada
pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada
kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi
subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak
ukur penilaian.Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang
dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka,
senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh
berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara
peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan
harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis,
agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas
melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada
proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya be rhasil dengan baik. Nilai objektif hanya
menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif.

Anda mungkin juga menyukai