Anda di halaman 1dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

MODUL 1.06 Konversi Glukosa-Fruktosa


I. Pendahuluan

Teknik kimia adalah ilmu dengan lingkup bahasan bagaimana mewujudkan


proses-proses untuk melakukan pengubahan komposisi dan struktur kimia suatu bahan
sehingga diperoleh bahan baru dengan sifat dan nilai guna yang lebih diinginkan. Proses
konversi ini disebut reaksi kimia dan sistem pemroses yang mengakomodasi
berlangsungnya reaksi kimia adalah satuan peralatan yang disebut reaktor. Oleh karena
itu pokok bahasan yang khusus dari teknik kimia mengarah pada bagaimana merancang
reaktor untuk melaksanakan suatu reaksi kimia tertentu. Merancang suatu reaktor berarti
menjawab beberapa pertanyaan dasar yang terdiri dari:
1.

jenis apa dan berapa ukuran peralatan yang diperlukan untuk dapat
melangsungkan rekasi sampai pada tingkat pencapaian yang dikehendaki,

2.

kondisi operasi laju alir, tekanan, temperatur, pH untuk reaksi yang diinginkan,

3.

perlengkapan dan persyaratan yang diperlukan berkenaan dengan pola


hidrodinamika bahan yang ditangani dalam operasinya dan terjadinya perubahan
energi dengan lingkungan.

Jawaban-jawaban atas pertanyaan di atas akan mengarahkan ke suatu tata berpikir di


dalam merancang proses reaksi dalam reaktor.
Rancangan dan pengoperasian reaktor memerlukan pemahaman yang mendasar
mengenali proses-proses fisis maupun kimiawi. Hukum-hukum yang mengendalikan
terjadinya proses fisis seperti perpindahan massa dan panas seringkali mendasari
peristiwa kinetika reaksi kimia. Proses di reaktor adalah hasil penggabungan
pengoperasian kedua fenomena fisis dan kimiawi ini. Maka pembahasan di sini
ditekankan pada aspek kinetika kimia, terutama tentang reaksi kimia dan
penggunaannya sebagai latihan pemahaman empirik dalam perancangan suatu reaktor.
Berhubungan dengan penggunaannya dalam perancangan reaktor, kajian reaksi kimia
terutama diarahkan untuk mendapatkan keterangan mengenai jalannya kejadian reaksi
kimia. Keterangan ini meliputi mekanisme laju reaksi, pencapaian keadaan
kesetimbangan dan upaya yang dapat mempengaruhi jalannya reaksi tersebut, baik laju
reaksi meupun derajat konversi.

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

-1/28-

Dengan mengambil kasus reaksi isomerisasi glukosa-fruktosa dengan menggunakan


katalis enzim, praktikum ini secara umum bertujuan mempelajari kinetika reaksi dengan
cara:
1.

membuktikan suatu usulan mekanisme reaksi,

2.

menyusun rumusan kuantitatif mengenai laju reaksi, 3. melihat


beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

Selanjutnya, keterangan yang diperoleh mengenai laju reaksi dan kondisi operasi
tersebut digunakan untuk mempelajari perilaku reaktor dengan berbagai jenis kondisi
pengoperasian.

II. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum Modul Konversi Glukosa Fruktosa adalah:
1.

Mempelajari salah satu cara menentukan parameter kinetika reaksi katalitik


heterogen dalam reaktor batch, khususnya untuk isomerisasi glukosa menjadi
fruktosa dengan enzim terimobilisasi.

2.

Membuktikan bahwa reaksi isomerisasi glukosa menjadi fruktosa dengan enzim


terimobilisasi mengikuti mekanisme Michaelis-Menten.

III. Sasaran
Sasaran akhir praktikum ini adalah:
1.

Praktikan

mampu

menggunakan

refraktometer

brix

dalam

penentuan

konsentrasi glukosa ,
2.

Praktikan mampu menggunakan polarimeter untuk menentukan konsentrasi


reaktan tiap saat,

3.

Praktikan dapat menghitung parameter reaksi di atas.

IV. Tinjauan Pustaka

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 2 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

IV.1 Reaksi Berkatalisis Enzim


Enzim adalah protein yang dihasilkan sel organisme dalam upaya untuk mempercepat
proses reaksi biokimia yang sedang dijalaninya. Seperti halnya katalis pada umumnya,
enzim dapat mempercepat reaksi dengan cara bereaksi aktif dengan substrat sedemikian
sehingga reaksi tersebut berlangsung dengan mekanisme yang memberikan energi
pengaktifan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan energi pengaktifan reaksi tanpa
katalis enzim. Meskipun demikian, enzim tidak mengalami perubahan yang tetap
sehingga pada akhir reaksi dapat diperoleh kembali seperti semula. Enzim mempercepat
pencapaian keadaan kesetimbangan tetapi tidak mempengaruhi letak kesetimbangan.
Konsentrasi kesetimbangan tetap ditentukan oleh sifat-sifat termodinamika substrat dan
produk reaksi. Substrat adalah ungkapan dalam bidang biokimia untuk reaktan, yaitu zat
yang mengalami konversi biokimia.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mekanisme reaksi enzimatik umumnya sangat
kompleks dengan melibatkan serangkaian tahap reaksi dasar antara enzim dan
substratnya. Kompleks enzim-substrat ini terjadi dengan terikatnya substrat di daerah
tertentu pada badan enzim yang disebut dengan pusat aktif (active centre), yaitu tempat
reaksi berlangsung dan dihasilkan produk. Keaktifan enzim bergantung pada banyaknya
pusat aktif yang terdapat padanya.
Keberadaan pusat aktif merupakan hasil proses konformasi tiga dimensi enzim yang
sangat

teratur. Konformasi

berarti

suatu

proses

pembentukan

yang

runtun

keberlangsungannya sangat menentukan struktur atau susunan bentuk produk. Dalam


hal enzim, konformasi ini ditentukan selama berlangsungnya aktivitas metabolisme
protein oleh sel organisme yang menghasilkannya. Seringkali protein yang dihasilkan ini
baru aktif sebagai enzim setelah bergabung dan bekerja sama dengan zat lain yang
disebut kofaktor. Kofaktor merupakan senyawa nonprotein. Kofaktor yang paling
sederhana adalah berupa ion-ion logam. Kofaktor lain yang disebut koenzim merupakan
senyawa organik bermolekul kompleks seperti ATP, NAD, FAD. Proses konformasi
semacam ini memberikan keaktifan enzim menjadi lebih cepat dan lebih spesifik bila
dibandingkan dengan katalis non-enzim.
Kebergantungan laju reaksi enzimatik pada konsenrtrasi substrat dan produk umumnya
bukan merupakan hubungan yang sederhana. Konsentrasi enzim dalam medium reaksi,
temperatur, dan pH medium rekasi juga mempengaruhi laju reaksi.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 3 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

IV.2 Kebergantungan Laju Rekasi pada Konsentrasi Substrat dan Enzim


Berdasarkan pada banyak hasil penelitian disimpulkan bahwa laju reaksi berbanding
lurus dengan konsentrasi enzim. Kebergantungan laju reaksi pada konsentrasi substrat
tunggal untuk tingkat yang tersederhana dapat diperoleh dari Gambar 1. Keterangan
yang dapat diperoleh dari gambar tersebut adalah:
1.

Laju rekasi berbanding lurus terhadap konsentrasi substrat untuk batas


konsentrasi rendah, sehingga reaksi mendekati kelakukan reaksi orde 1

2.

Laju reaksi tidak bergantung pada konsentrasi substrat untuk batas konsentrasi
tinggi sehingga reaksi mendekati kelakuan reaksi orde 0

3.

Orde reaksi di daerah antara batas konsentrasi berkurang berkesinambungan


dari satu menjadi 0 dengan naiknya konsentrasi.

Gambar 1 Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Laju Pertumbuhan Sel

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 4 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Berdasarkan keterangan kualitataif di atas, Michaelis dan Menten memberikan


penjelasan
dengan mengajukan usulan mekanisma reaksi
berikut:

k1

S + E ES
k-1

k2

E + P
ES
Reaksi antara enzim dan substratnya dalam membentuk produk diperkirakan terjadi
sesuai ilustrasi pada Gambar 2.

Gambar 2 Pembentukan kompleks enzim-substrat

Mekanisme ini menjelaskan bahwa enzim (E) dan substrat (S) bereaksi timbal
balik membentuk kompleks enzim-substrat (ES), dan akhirnya sebagian dari kompleks
ini berdisosiasi membentuk produk P dan enzim bebas. Jumlah enzim bebas E dan
enzim terikat ES selalu sama dengan enzim mula-mula. Bila volume medium reaksi
tetap, maka berlaku
[E]0 = [E] + [ES]

(1)

Hubungan berikut berlaku pula bila pada saat mulai reaksi hanya terdapat substrat dan
enzim,
[S]0 = [S] + [ES]

(2)

dan

r=

d[P]

dt = k2.[ES] (3)

Berdasarkan mekanisme rekasi enzim dan substrat dapat ditulis persamaan kinetika
berikut:

= d[S]

dt = k1.[E].[S]- k-1.[ES]

(4)

dan

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 5 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

= d[ES]

dt = k1.[E].[S]- (k-1 + k2 )[ES]

(5)

dengan kondisi awal:


[S]t=0 = [S]0 dan [ES] t=0 = 0
Dengan metoda substitusi akan dihasilkan 2 persamaan deferensial biasa dengan 2
besaran tidak diketahui yaitu [E] dan [ES]. Untuk harga perbandingan [E] 0 /[S]0 yang
cukup kecil, perhitungan komputer terhadap konsentrasi S, E, ES dan P sebagai fungsi
waktu menunjukkan bahwa konsentrasi ES dapat dianggap tetap sesaat sesudah reaksi
dimulai. Anggapan ini biasa disebut dengan mendekatan quasi-steady-state, yang
memberikan:

d[ES] = 0
dt

(6)

Dengan menggunakan substitusi persamaaan-persamaan yang ada untuk menghilangkan


[E] dan [ES], diperoleh:

r=

d[S]

.[ S ]

dt = KrmaxM + [ S ]

(7)

dimana:

rmax = k2.[E]0 (8)


KM =k1k+1 k2

(9)

rmax merupakan laju reaksi maksimum/pembatas dan K M disebut konstanta Michaelis.


Perhatikan bahwa KM merupakan konsentrasi substrat pada saat r = r max /2. Ungkapan
matematik laju reaksi yang diturunkan dari mekanisme reaksi usulan Michaelis Menten
ternyata sesuai dengan keterangan kualitataif yang dikemukakan terdahulu. Meskipun
demikian, perlu diketahui bahwa keberhasilan suatu usulan mekanisme reaksi dalam
memberikan kesimpulan yang sesuai dengan hasil pengamatan belum tentu
menunjukkan mekanisme tersebut sesuai benar dengan kejadian yang sesungguhnya.
Mekanisme reaksi yang berbeda bisa saja memberikan rumusan laju reaksi yang sama.
Sebagai contoh, mekanisme berikut juga menghasilkan rumusan laju reaksi seperti pada
persamaan kinetika enzim yang terinhibisi secara nonkompetitif berikut:
E +S ES

Km

ES +I ESI

K1

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 6 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

ES E +P

k2

Mekanisme ini menjelaskan bahwa enzim (E) dan substrat (S) bereaksi timbal
balik membentuk kompleks enzim-substrat (ES), sebagian kompels (ES) ini kemudian
terinhibisi sehingga membentuk kompleks ESI. Kompleks ESI ini mengurangi jumlah
kompleks ES bebas yang dapat mengakomodasi reaksi menghasilkan produk. Kompleks
ESI ini adalah inhibitor kompleks ES karena ESI tidak dapat membentuk produk dan
melepaskan kembali enzim bebas. Jumlah enzim bebas E dan enzim terikat ESI dan ES
selalu sama dengan enzim mula-mula. Bila volume medium reaksi tetap, maka berlaku
[E]0 = [E] + [ES]+[ESI]

(10)

Hubungan berikut berlaku pula bila pada saat mulai reaksi hanya terdapat substrat dan
enzim,
[S]0 = [S] + [ES]+[ESI]

(11)

dan

r=

d[P]

dt = k3.[ES]

(12)

Berdasarkan mekanisme rekasi enzim dan substrat dapat ditulis persamaan kinetika
berikut:

r=
dan r

= d[ES]

d[S]

dt = k1.[E].[S]- k-1.[ES]

dt = k1.[E].[S]- (k-1 + k2 )[ES] (14) r =

(13)

d[ESI]

dt =

k2.[ES]- k3[ESI] (15)

dengan kondisi awal:


[S]t=0 = [S]0 dan [ES] t=0 = 0
Dengan metoda substitusi akan dihasilkan 2 persamaan deferensial biasa dengan 2
besaran tidak diketaui yaitu [E] dan [ES]. Untuk harga perbandingan [E] 0 /[S]0 yang
cukup kecil, perhitungan komputer terhadap konsentrasi S, E, ES dan P sebagai fungsi
waktu menenjukkan bahwa konsentrasi ES dapat dianggap tetap sesaat sesudah reaksi
dimulai. Anggapan ini biasa disebut dengan mendekatan quasi-steady-state, yang
memberikan:
Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 7 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

d[ES]

=0

(16)

dt
dan

d[ESI] = 0
dt

(17)

Dengan definisi bahwa:

K'm = [[E][SES]]

(18)

dan

K1 = [ES][I]

(19)

[ESI]
Dengan menggunakan substitusi persamaaan-persamaan yang ada untuk menghilangkan

[E] dan [ES], diperoleh:

r = d[S]dt = k2.[ES] = KrmaxM +.[[SS]] (20)

Diturunkan:

rmax

.[S]

r = d[S]dt = 1K'+M [I]1 +[S] = KrmaxM ,,APPAPP+.[[SS]]


(21)

1+
K[I]1

dimana:

rmax = k2.[E]0
Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

(22)

Halaman 8 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

(23)

rmax ,APP = rmaxK[I]1


1+

K M = k1k+1 k 2 = 1+K'K[mI]1 .[S]

(24)

rmax merupakan laju reaksi maksimum/pembatas dan K M disebut konstanta Michaelis


Menten. Karena itulah model Michelis Menten disebut unstructured model. Dari model
kinetika yang sama dapat didefinisikan bermacam-macam mekanisme reaksi dan nilai
rmax dan Km nergantung pada definisnya.
IV.3 Pengaruh pH Medium Reaksi terhadap Laju Reaksi
Protein enzim dari beragam asam amino yang masing-masing

mempunyai

gugus samping yang bersifat asam, basa, ataupun netral. Jadi, secara utuh enzim dapat
mengandung gugus bermuatan positif maupun negatif pada nilai pH yang diberikan.
Beberapa mekanisme enzim memperlihatkan tindak katalitik enzim mengikuti perilaku
katalis jenis asam atau jenis basa. Ini berarti bahwa gugus yang dapat mengion tersebut
di atas juga merupakan bagian dari pusat aktif enzim. Tindak katalitik akan muncul bila
gugus-gugus di pusat aktif memiliki muatan tertentu. Enzim menjadi aktif hanya pada
keadaan ionisasi tertentu. Dengan demikian besar kecilnya fraksi enzim yang aktif
sebagai katalis bergantung pada nilai pH medium reaksi.
Uraian singkat di atas menjelaskan pengaruh pH medium reaksi terhadap keaktifan
enzim, yang pada akhirnya juga berpengaruh pada laju reaksi. Terlihat bahwa laju reaksi
akan menjadi maksimum pada nilai pH tertentu, yang disebut pH optimum. Pada nilai
pH ini, fraksi badan enzim yang aktif sebagai katalis adalah maksimum. Hal ini
dijelaskan seperti pada Gambar 3.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 9 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Gambar 3 Pengaruh pH terhadap keaktifan enzim sebagai biokatalis

IV.4 Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Reaksi


Sebagaimana reaksi yang lain, kebergantungan laju reaksi enzimatik pada temperatur
dapat dijelaskan dengan rumus Arhenius:
Ea

k = A.exp
(25)
RT
dimana:
k

= tetapan laju reaksi

Ea = energi pengaktifan
A = faktor frekuensi
T = temperatur absolut
Oleh karena Ea selalu berharga positif, rumus Arhenius menunjukkan bahwa laju reaksi
akan selalu meningkat dengan naiknya temperatur reaksi. Bagi reaksi enzim, kenaikan
temperatur ini ada batasnya, yaitu pada saat temperatur denaturasi protein tercapai.
Enzim yang terdenaturasi akan kehilangan keaktifannya. Gambar 4 menunjukkan
adanya temperatur optimum yang memberikan laju reaksi maksimum.
IV.5 Reaksi Isomerisasi Glukosa-Fruktosa
Reaksi isomerisasi glukosa menjadi fruktosa menggunakan enzim glucose isomerase
merupakan salah satu contoh reaksi enzimatis komersial yang penting saat ini.
Pengubahan menjadi fruktosa diinginkan karena fruktosa mempunyai rasa yang lebih
manis daripada glukosa.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 10 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Gambar 4 Pengaruh temperatur terhadap aktivitas enzim

Persamaan reaksi isomerasi glukosa-fruktosa tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Gambar 5 Reaksi Isomerisasi Glukosa-Fruktosa

Reaksi berlangsung pada fasa cair dengan pelarut air. Berdasarkan literatur, konstanta
kesetimbangan reaksi pada temperatur 50 oC berharga 1. Harga ini diperkirakan tidak
banyak berubah terhadap temperatur karena panas isomerisasi tersebut mendekati 1
kkal/mol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laju reaksi isomerisasi ini mengikuti
rumusan Micahelis Menten.
Secara komersial, enzim glukosa isomerase yang dapat dihasilkan oleh mikroorganisme
Bacillus coagulan, Steptomyocis, dan lain-lain digunakan dalam keadaan terimobilisasi,
yaitu enzim diikatkan ke suatu padatan pendukung sedemikian sehingga tidak mudah
melarut selama reaksi berlangsung. Pemakaian enzim terkekang dibandingkan enzim
homogen mempunyai beberapa keuntungan, seperti:
1.

keaktifan enzim dapat dipertahankan lebih lama

2.

mudah dipisahkan dari campuran reaksi

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 11 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Akan tetapi, sistem enzim terimobilisasi yang merupakan suatu sistem enzim
heterogen juga memiliki kekurangan seperti keaktifannya yang tidak dapat setinggi
enzim homogen karena berkurangnya kemungkinan kontak secara baik dan adanya
pengaruh perpindahan massa yang dapat memperlambat laju reaksi. Dalam kaitannya
sebagai objek kajian kinetika reaksi, disini akan dipelajari pembuktian secara percobaan
bahwa isomerisasi glukosa-fruktosa dengan menggunakan enzim terkekang menuruti
mekanisme Michaelis Menten. Rumusan laju reaksi yang diperoleh selanjutnya
digunakan untuk mempelajari besarnya perilaku reaktor dengan berbagai jenis
pengoperasian.
IV.6

Percobaaan Isomerisasi Glukosa-Fruktosa dengan Enzim Terimobilisaasi

Salah satu pendorong munculnya pemakaian enzim terimobilisasi adalah adanya


tuntutan sistem produksi secara berkesinambungna. Untuk maksud ini dipakailah reaktor
berkesinambungan dengan enzim tersusun sebagai unggun diam (reaksi ideal jenis PFR)
atau enzim tercampur dengan baik dalam medium reaksi karena adanya pengadukan
(reaktor ideal jenis CSTR). Perkembangan rancangan reaktor kini mengarah ke
pengupayaan modifikasi gabungan kedua sifat reaktor ideal tersebut.
Perilaku reaktor dalam bahasan ini terutama dimaksudkan sebagai pola tanggapan
reaktor terhadap perubahan kondisi operasi seperti laju alir, waktu tinggal, laju daur
ulang, temperatur, nilai pH yang akan mempengaruhi pencapaian keadaan tunak dan
derajat konversi tertentu. Kajian perilaku reaktor ini memerlukan informasi dasar
mengenai laju reaktor murni. Jika digunakan enzim terimobilisasi, laju reaksi murni
diperoleh dengan menggunakan reaktor batch.
Secara kualitatif, pengaruh hidrodinamika aliran dan perpindahan massa substrat
dipelajari dengan memperkirakan derajat konversi suatu jenis reaktor pada kondisi
operasi tertentu. Hal ini memerlukan analisis neraca massa pada masing-masing jenis
reaktor. Bahasan ini dibatasi untuk kondisi isotermis dan nilai pH yang tetap sehingga
laju reaksi hanyalah dipengaruhi konsentrasi substrat dan enzim. Hubungan berikut
adalah dasar analisisnya:
[laju akumulasi zat i di dalam sistem] = [laju alir massa zat i masuk ke sistem] + [laju
alir massa zat i keluar sistem] + [laju reaksi zat i
karena reaksi di dalam sistem]

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 12 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

IV.7 Tinjauan Singkat Perilaku Reaktor


IV.7.1 Reaktor Batch
Perilaku utama reaktor batch yang dioperasikan pada fasa cair dan isotermis
adalah:
1.

konsentrasi substrat dan produk merupakan fungsi waktu

2.

laju reaksi dan derajat konversi selalu berubah setiap saat


Dengan menganggap dapat diperoleh kehomogenan
campuran reaksi dan volume campuran reaksi yang tetap,
penerapan neraca massa persamaan untuk reaktor batch akan
memberikan

persamaan

deferensial:

dSdt

=r

Krmax+.SS (26)
M

Gambar 6 Skema Reaktor Batch

Bila harga r dapat diperoleh secara grafis dari pengaluran data konsentrasi
terhadap waktu reaksi, persamaan deferensial tersebut dapat diubah menjadi:

1 = KM .1 + 1 (27) r rmax S
rmax
Persamaan tersebut menyatakan hubungan linear antara 1/r dan 1/S yang dapat
mendekati nilai KM/rmax dari angka gradien kurva dan nilai 1/rmax dari titik potong
kurva dengan sumbu vertikal. Dengan demikian harga-harga K M dan rmax dapat
diperoleh. Namun, perolehan harga r secara grafis seringkali tidak praktis dan
tingkat ketelitiannya kecil. Upaya untuk memperbaiki hal ini adalah dengan
pemakaian model matematik yang menyatakan ketergantungan konsentrasi pada
waktu reaksi. Sebagai contoh dengan persamaan berikut:

S = A.e Bt

(28)

Harga konstanta A dan B diperoleh dari pengerjaan regresi linier terhadap data
konsentrasi berdasarkan persamaan:
lnS = lnA Bt

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

(29)

Halaman 13 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Model persamaa tersebut sebetulnya terbatas penggunaannya karena persamaan


tersebut diturunkan berdasarkan laju reaksi bergantung linier terhadap konsentrasi.
Pembahasan terdahulu menyatakan hal ini berlaku bila harga konsentrasi
kecil sedemikian sehingga dapat diabaikan terhadap KM. Model yang lebih umum

diperoleh dengan menyelesaikan persamaan diferensial neraca massa sengan syarat


batas [S] = [S] . Hasilnya adalah:

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 14 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Persamaan tersebut dapat diturunkan menjadi:

ds =t (Vodt+ Qt) (34)

KM +S

QS2 (QSoQKM KM.Eo).SQSoKM

So

Dengan menggunakan harga-harga KM dan rM dari percobaan reaktor batch serta


harga Q dan So yang diketahui, persamaan terakhir ini dapat digunakan untuk
memperlirakan konsentrasi S setiap saat.
IV.7.3. Reaktor CSTR
Penerapan neraca massa pada keadaan tunak untuk reaktor CSTR dapat
digambarkan dengan persamaan diferensial berikut:

Q.(SoS) = V.(K

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

rmax

.S
+ S)

(35)

Halaman 15 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Setelah disusun kembali, persamaan tersebut


menjadi
V

K (SoS)

= = M.
Q rM
S

+ .(SoS)
rM

(36)

Gambar 8 Skema CSTR dimana adalah waktu tinggal reaksi. Dengan harga-

harga KM dan rM yang diperoleh dari percobaan reaktor batch persamaan neraca
massa dapat digunakan untuk memperkirakan konsentrasi S pada berbagai harga.
Aliran daur ulang berpengaruh pada peningkatan konversi tahap dalam
reaktor. Untuk volume cairan reaksi yang sama dengan reaktor tanpa daur ulang,
reaktor berdaur ulang dapat mencapai tingkat konversi tertentu dengan laju alir
umpan yang lebih kecil.
IV.7.4. Reaktor PFR
Analisa perilaku reaktor PFR ideal didasarkan pada anggapan bahwa aliran
campuran reaksi sepanjang unggun reaktor memenuhi beberapa hal berikut:
1.

pada setiap penampang yang tegak lurus poros unggun,


laju alir fluida dan semua keadaan zat (konsentrasi,

temperatur, dan

sebagainya) di semua kedudukan


adalah

sama

2. tidak terjadi pencampuran antara zat-zat dalam


arah

longitudinal

Dengan anggapan di atas dan dengan menggunakan notasi


berikut:
A = luas penampang unggun (cm 2), diasumsikan konstan
dari
Z=0 sampai Z=L
u = laju alir linear fluida (cm/s)
S = konsentrasi glukosa dalam campuran reaksi (gr/L)
Gambar 9 Skema PFR

Penerapan neraca massa untuk keadaan tunak memberikan persamaan:

u.dSdz =r = Krmax+.SS

(37)

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 16 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Persamaan tersebut dengan syarat batas S=So pada Z=0, daapt diselesaikan
menghasilkan:

L = 1 = KM ln So + 1 (38) u rmax S
rmax
Dengan menggunakan harga-harga KM dan rmax dari percobaan batch serta
hargaharga L, u, dan So yang diketahui, persamaan terakhir ini dapat digunakan
untuk memperkirakan konsentrasi S pada setiap harga.

V. Rancangan Percobaan
V.1 Perangkat dan Alat Ukur
1. Polarimeter
2. Refraktometer
3. Gelas Kimia sebagai reaktor batch
4. Motor dan batang pengaduk
5. Water Bath
6. pH meter
7. timbangan
8. Labu takar
9. Pipet ukur
10. Pipet tetes
11. Termometer
12. Botol semprot
V.2 Bahan/ Zat Kimia
1.

Glukosa

2.

Fruktosa

3.

Enzim Glukosa Isomerase

4.

MgSO4

5.

Asam (HCl)

6.

Basa (NaOH)

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 17 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

V.3 Garis Besar Percobaan


V.3.1 Percobaan Batch dan Semibatch
Reaktor yang berisi larutan substrat awal ditangas dalam waterbath untuk
mendapatkan kondisi isotermal pada temperatur tertentu. Pengadukan dilakukan
untuk mempercepat pencapaian keadaan homogen. Bila kondisi operasi sudah
tercapai, sejumlah tertentu enzim dimasukkan ke dalam reaktor dan saat pemasukan
ini dianggap sebagai awal tempuhan percobaan. Untuk reaktor semibatch, pada saat
t=0 ini dimulai pengaliran larutan umpan dengan laju yang sudah ditentukan.
Percobaan dengan menggunakan kedua jenis reaktor ini menghasilkan data
transien. Ragam percobaan dapat dilakukan dengan memvariasikan berbagai faktor
berikut:
-

temperatur dan pH medium reaksi

konsentrasi substrat awal

konsentrasi enzim

laju putaran pengaduk (rpm)

Data percobaan reaktor batch dipakai untuk membuktikan mekanisme reaksi


sekaligus untuk menghitung harga konstanta KM dan rmax.
V.3.2 Percobaan Reaktor Berkesinambungan
Reaktor PFR dan CSTR kedua-duanya dioperasikan pada keadaan tunak.
Secara praktis keadaan ini tercapai bila pada kondisi operasi yang telah ditentukan
laju alir umpan dapat berharga sama dengan laju alir campuran keluar reaktor dan
harganya tetap. Untuk reaktor CSTR, tempat dimana larutan substrat masuk reaktor
dari bagian atas (down flow), pencapaian kesamaan laju alir dapat diatur sebelum
enzim dimasukkan ke medium reaksi. Pengaturan seperti ini tidak dilakukan pada
reaktor PFR karena aliran campuran reaksi mengalir vertikal ke atas melalui
unggun enzim (up flow). Kajian mengenai penyimbangan perilaku kedua reaktor ini
dari keadaan ideal dapat dilakukan secara kualitataif dengan memperkirakan
konsentrasi substrat di aliran keluar untuk kondisi operasi tertentu. Dalam hal ini
digunakan persamaan neraca massa reaktor PFR dan CSTR yang telah diintegrasi.
Hal sebaliknya, kedua reaktor ini dengan kedua persamaan tersebut dapat
digunakan untuk membuktikan usulan mekanisme reaksi dan juga sekaligus
menghitung harga konstanta KM dan rmax. Perbedaan harga konstanta-konstanta yang
diperoleh dari percobaan reaktor batch dan reaktor berkesinambungan dapat

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 18 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

digunakan sebagai dasar analisa kualitatif perilaku reaktor. Kedua reaktor dapat
dioperasikan untuk paduan dari beberapa faktor berikut:
-

temperatur dan pH reaksi

konsentrasi substrat awal - laju alir atau waktu tinggal


reaksi - dan sebagainya.

V.4

Diagram Percobaan

V.4.1 Percobaan Batch dan Semi Batch


Percobaan pada reaktor Batch dan Semi Batch dapat diringkas seperti pada Gambar 10
berikut ini:

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 19 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Gambar 10 Percobaan Reaktor Batch dan Semi Batch

V.4.2 Percobaan Reaktor Kontinu


Langkah percobaan pada reaktor kontinu ditunjukkan pada Gambar 10.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 20 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Gambar 11 Percobaan Reaktor Kontinu

V.5 Pengamatan
Dalam percobaan ini, konsentrasi glukosa merupakan data utama. Temperatur perlu
dicatat pada setiap pengambilan cuplikan untuk mengetahui tingkat kebaikan dalam
penjagaan kondisi isotermal. Terjadinya konversi glukosa menjadi fruktosaa
memungkinkan adanya perubahan pH menuju ke yang lebih asam. Karena pH juga
mempengaruhi laju reaksi, harganya perlu dicatat pada setiap pengambilan
cuplikan.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 21 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

V.6 Pengukuran
Cara pengukuran untuk memperoleh data tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran konsentrasi campuran reaksi menggunakan polimeter, karena baik
glukosa maupun fruktosa membentuk larutan y ang optis aktif
2. Pengukuran temperatur dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa 3.
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas penunjuk pH universal.
Dalam hal keakuratan pengukuran pH dikehendaki, disarankan penggunaan
pH meter menggunakan elektroda.
Pada pengukuran konsentrasi cuplikan, sudut putar yang didapatkan perlu
dikoreksi dengan sudut putar yang ditunjukkan oleh pelarut aqua dm. Oleh karena
setelah terjadi konversi cuplikan merupakan larutan campuran glukosa-fruktosa,
maka sudut putar pengamatan yang telah dikoreksi tersebut menyatakan
perpaduan sudut masing-masing. Hubungan berikut menjelaskan pernyataan
tersebut:
(tot) = (obs) (aqua dm)
(tot) = (g) + (f)
Pengukuran konsentrasi menggunakan polarimeter menghendaki daerah
kerja pada batas konsentrasi rendah. Pengenceran perlu dilakukan bila konsentrasi
cuplikan terlalu pekat. Dalam hal

(tot)

adalah sudut putar cuplikan yang telah

diencerjkan n kali, konsentrasi glukosa dapat dihitung dengan rumus berikut:

= n.(tot) ((sf).l.So) S
l.((sg) (sf) )
Perlu diingat, karena peralatan dan kondsi pengukuran pda saat praktikum
berbeda dengan yang ditunjukkan pada literatur,

(sf)

dan

(sg)

perlu diukur

sendiri.
V.7.

Data Literatur

V.7.1. Data Fisik Glukosa dan Fruktosa


- Rumus molekul : C6H12O6
- Berat molekul : 180
- Sifat optis aktif, glukosa memutar bidang polarisasi ke kanan, fruktosa ke kiri.

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 22 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

- Fruktosa lebih manis daripada glukosa.


- Konstanta kesetimbangan reaksi pada temperature 50 0C, berdasarkan literatur,
adalah 1
V.7.2 Data Fisik Enzim Glukoisomerase
- Sumber enzim : Bacillus coagulan, Streptomyocis
- Digunakan dalam keadaan terimobilisasi
- Temperatur optimum 50 0C
- pH optimum 8
- Bentuk fisik : pelet kering, berwarna coklat
- kering = 40-45 lb/ft3
- basah = 40-45 lb/ft3
- ukuran pori = 0.2 m
- Persamaan aktivitas : 40 m/g
- Fraksi volume kosong = 45%
- Enzim lebih aktif jika bergabung dengan senyawa non-protein (kofaktor) yang
biasanya berupa ion-ion logam dan senyawa protein (coenzim) yang berupa
ATP, NAD, NADP.
V.7.3 Data Sudut Putar Polarisasi Glukosa dan Fruktosa
spesifik glukosa = 0.0527
spesifik fruktosa = -0.0995
V.8.

Data Pengamatan

V.8.1 Penentuan spesifik glukosa dan spesifik fruktosa


[Glukosa]

observed

[Fruktosa]

observed

V.8.2 Penentuan KOnsentrasi Glukosa Tiap Saat


t (menit)

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

observed

Halaman 23 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

V.9.

Contoh Data dan Langkah Perhitungan

V.9.1 Penentuan Sudut Putar Bidang Polarisasi Spesifik Glukosa


Sudut putar bidang polarisasi spesifik glukosa ( sg) dapat diperoleh
dengan cara mengukur sudut putar bidang polarisasi pada rentang konsentrasi
glukosa yang berbeda, kemudian mengalurkannya pada sumbu X-Y, dimana
sumbu X adalah konsentrasi glukosa dan sumbu Y adalah sudut putar bidang
polarisasi glukosa (obs).
Dari grafik tersebut dapat dilakukan lineraisasi, sehingga didapat
persamaan:
obs = L. sg.[glukosa]
dimana :
- obs = sudut putar bidang polarisasi observasi
- sg = sudut putar bidang polarisasi spesifik glukosa
- L = panjang tabung polarimeter (2 dm) - [glukosa] = konsentrasu glukosa
Sehingga dapat ditulis:

sg = tanL

V.9.2 Penentuan Sudut Putar Bidang Polarisasi Spesifik Fruktosa


Penentuan sudut putar bidang polarisasi spesifik fruktosa dilakukan
sama dengan penentuan sudut putar bidang polarisasi spesifik glukosa, dengan
persamaan:
obs = L. sf.[fruktosa]
dimana :
- obs = sudut putar bidang polarisasi observasi
- sf = sudut putar bidang polarisasi spesifik fruktosa
- L = panjang tabung polarimeter (2 dm) - [fruktosa] = konsentrasu fruktosa
Sehingga dapat ditulis:

sf = tanL

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 24 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

V.9.3 Penentuan Konsentrasi Glukosa


Penentuan konsentrasi glukosa dapat diperoleh dengan persamaan:

n.(obs) L.( (((sgsf)).L. [glukosa(sf) )


]0 )

[glukosa] =

V.9.4

Kalibrasi -spesifik Glukosa dan Frukstosa


-spesifik glukosa dapat diperoleh dengan mengetahui data -observasi larutan
glukosa setiap waktu, seperti pada tabel berikut:
Kalibrasi spesifik Glukosa

gradien =

0.0443

0.0443 adalah glukosa. L


L = panjang tabung polarimeter = 2 dm
obs glukosa =

0.02215

Kalibrasi spesifik Fruktosa


massa (gr)
16
14
12.25

Volume (mL)
1000
1000
1000

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

[S] (g/mL)
0.016
0.014
0.01225

obs
-2.2
-2.15
-1.85
Halaman 25 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB
10.72
9.38
8.21
7.18
6.28

1000
1000
1000
1000
1000

0.01072
0.00938
0.00821
0.00718
0.00628

-1.95
-1.65
-1.25
-1.15
-0.95

Berikut ini adalah grafik kalibrasi


fruktosa
Fruktosa
0
0

10

15

20

Sudut putar

-0.5
-1
-1.5
-2
-2.5

y = -0.1325x - 0.2526
R2 = 0.8976
Konsentrasi Awal (g/mL)

15

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

0.55

Halaman 26 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB
18
21
24
t (menit)

obs

3
6
9
12
15
18
21
24

0.65
0.7
0.65
0.6
0.55
0.4
0.5
0.55

[Glukosa]
(g/L)
241.7986
248.8688
241.7986
234.7285
227.6584
206.4480
220.5882
227.6584

0.4
0.5
0.55
ln (S0/S)
-0.1898
-0.2186
-0.1898
-0.1601
-0.1295
-0.0317
-0.0980
-0.1295

[ln
(S0/S)]/t
-0.0633
-0.0364
-0.0211
-0.0133
-0.0086
-0.0018
-0.0047
-0.0054

(S-S0)/t
13.9329
8.1448
4.6443
2.8940
1.8439
0.3582
0.9804
1.1524

ln (So/S)]/t

Konversi Glukosa-Fruktosa pada 55 C, pH 5,5


0.0000
0.00002.00004.00006.00008.000010.000
12.00014.00016.000
-0.0100
0
0
0
0
-0.0200
-0.0300
-0.0400
-0.0500
y = -0.0045x - 0.0002
R2 =
0.9999
-0.0700
(S-So)/t
[

-0.0600

Penentuan Laju Reaksi


Laju reaksi (r), dapat dihitung dengan mengalurkan konsentrasi glukosa
[S] pada sumbu y dengan waktu (t) pada sumbu x. Dari pengaluran tersebut
dilakukan regresi polinomial orede-2.

Berikut ini adalah plot konsentrasi glukosa terhadap waktu:

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 27 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Laju Perubahan Konsentrasi Substrat


270.0000
250.0000
t (menit)

230.0000
210.0000
2

190.0000

y = 0.0655x - 3.1703x + 258.97


2
R = 0.6172

170.0000
150.0000
0

10

15

20

25

30

[glukosa] (g/mL )

Dengan cara deferensial didapatkan persamaan konsentrasi glukosa sebagai


fungsi temperatur adalah:
[glukosa] = 0.0655*t2 - 3.1703*t + 258.97
Untuk mendapat nilai laju reaksi diperlukan hubungan r =
dt Dari persamaan [glukosa] = f (t) tersebut diperoleh
r =

d[S]

d[S]

= 0.13*t - 3.1703

dt
Dari hubungan tersebut dapat diperkirakan laju reaksi setiap waktu, karena r = f
(t).
Jika t = 6, maka r dapat dihitung sebagai berikut:
r=

d[S]

= 0.13*6 3.1703 = -2.7803.

dt
Laju perubahan konsentrasi glukosa setiap waktu ditunjukkan oleh tabel berikut:
t (menit) r = dS/dt
1/S
3
-2.7803
6
-2.3903
9
-2.0003 0.0041
1.6103
0.0043
15
-1.2203
18
-0.8303
21
-0.4403
24
-0.0503

1/r
0.0041
-0.3597
0.0040
-0.4184
-0.4999 12
-0.6210
0.0044
-0.8195
0.0048
-1.2044
0.0045
-2.2712
0.0044 -19.8807

Penentuan Harga rm dan Km


Penentuan nilai rm dan Km berdasarkan persamaan Michaelis Menten adalah
sebagai berikut:

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 28 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 29 dari 30

Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II


Departemen Teknik Kimia ITB

Dengan regresi linear didapat hubungan linear:


1

=1607.6*
6.078 r [glukosa]

Jika presamaan tersebut dianalogikan dengan persamaan Lineweaver-Burk


diperoleh:
Slope = -1607.6 = Km/rm
dan Intercept = 6.078 = 1/rm
Maka didapat rm = 1/6.078 =0.1645 g/L.menit dan Km = -1607.6*0.1645 =264.495 g/L.

Daftar Pustaka
1. Bailey, J.E., and Ollis, D.F., Biochemical Enginering Fundamentals, McGraw-Hill
Kogakusha Ltd., Tokyo, 1987, Chapter 3
2. Smith, J.m., Chemical Engineering Kinetics
, 2 nd Edition., McGraw Hill Co.,
Singapore, 1981
Biochem. Z.
3. Micaelis and Menten, M.C.,
, 49, pp.333-, 1931
Principle of Fermentation Technology
4. Stanbury and Whitaker, A.,
, Pergamon Press,
1984, Chapter 2.
5. Wiseman, A.,Hanbook ofnzyme Biotechmology,
2nd Edition., John Wiley & Sons,
1985, pp. 61-85

Modul 1.06 Konversi Glukosa Fruktosa

Halaman 30 dari 30

Anda mungkin juga menyukai