Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,


pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional menurut (Departemen Kesehatan RI, 2009).

Peresepan obat dalam bentuk racikan (serbuk, serbuk terbagi, kapsul racikan) di
Apotek X di Surabaya masih diminati oleh dokter. Terutama sediaan kapsul racikan. Hal
ini dikarenakan beberapa obat dengan kekuatan utuh untuk dosis dewasa dengan komposisi
dan dosis tertentu tidak tersedia dalam bentuk sediaan jadi (Syamsuni, 2007).

Obat ini dapat dipersiapkan dalam bentuk kapsul racikan untuk mempermudah
penggunaan obat pada pasien. Sediaan kapsul memiliki keuntungan dapat menutupi rasa dan
bau obat yang kurang enak. Sediaan kapsul juga dapat memudahkan dalam penggunaannya
karena dapat diberikan campuran kombinasi bahan obat dan dosis yang lebih tepat sesuai
dengan kebutuhan individu (Syamsuni, 2007).

Sediaan kapsul racikan dapat dibuat dari obat maupun bahan baku obat. Perubahan
bentuk dari sediaan obat (tablet, kapsul, atau bentuk lainnya) menjadi kapsul racikan
kemungkinan dapat berpengaruh pada stabilitas, efektifitas, dan keamanan serta tujuan dari
formulasi sediaan obat tersebut. Misalnya, formulasi sediaan obat yang disalut enterik dan
sediaan extended release hendaknya tidak digerus menjadi sediaan kapsul racikan (Cornish,
2005).

Dalam penulisan resep, permintaan dokter kepada apoteker untuk membuat bentuk
sediaan yang dikehendaki harus disertai jumlah yang diberikan (Scott, 2000). Cara visual
merupakan metode pembagian yang paling banyak dilakukan di apotek karena cepat dan
praktis. Namun cara ini memiliki banyak kelemahan, antara lain kurang dapat menjamin
keseragaman dalam tiap kapsul (OConnor et al., 2000).

Karena itu jumlah kapsul yang diinginkan akan mempengaruhi pembagian serbuk
dalam kapsul racikan sehingga diperoleh bobot sediaan yang seragam (Syamsuni, 2007).

1
Permasalahan lain yang akan timbul terkait dengan peracikan sediaan kapsul racikan adalah
homogenitas, keseragaman bobot, kehalusan partikel obat dan pemilihan metode yang tepat
dalam proses peracikan kapsul racikan dengan benar.

Bentuk sediaan mengandung berbagai macam komponen yang dapat mengalami


interaksi di antara berbagai macam komponen atau eksipien yang memungkinkan terjadinya
perubahan fisika dan kimia dari konstituen tertentu. Bentuk interaksi ini dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses pembuatan dan menurunkan kualitas bentuk sediaan akhir. Di sisi
lain, interaksi tersebut juga dapat memberi efek positif dalam sifat fisikokimia dan kinerja
dari bahan aktif (Erizal, 2010).

Bentuk sediaan padat dapat digolongkan dalam dua golongan, yaitu padatan kristalin
yang partikel penyusunnya tersusun teratur, dan padatan amorf yang partikel penyusunnya
tidak memiliki keteraturan yang sempurna (Takeuchi, 2008). Banyak zat yang terdapat pada
lebih dari satu bentuk kristal dengan susunan kisi ruang yang berbeda. Sifat ini dikenal
sebagai polimorfisme. Zat yang polimorf umumnya memiliki perbedaan titik leleh,pola
difraksi sinar x, dan kelarutan, meskipun mereka secara kimiawi identik (Pointcross Inc.,
2009).

Polimorfisme sekarang telah dipercaya menjadi karakteristik terhadap semua zat, hal
ini dikarenakan terdapat fakta bahwa transisi polimorfik berada di atas titik leleh dari suatu
zat atau pada daerah dimana tidak tercapai faktor kesetimbangan eksternal atau kondisi lain
yang menyebabkan suatu keadaan transisi (Blake et al., 1999). Walaupun Bentuk kristal telah
dan sedang menjadi subjek pemeriksaan yang kuat, polimorfisme sebagai fenomena masih
menghadirkan tantangan ilmiah yang penting. Sifat polimorfisme sulit untuk diprediksi
apakah molekul yang diberikan akan mengkristal dalam satu atau banyak bentuk kristal,
apakah ia akan membentuk solvat dengan stoikiometri yang berbeda atau akan tetap berikatan
dengan molekul yang lain dan membentuk ko-kristal yang stabil (Braga et al., 2009).

Modifikasi polimorfisme juga berperan terhadap kecepatan pelepasan zat aktif


sehingga laju disolusi yang didapat menjadi tidak konstan dan dapat berubah tergantung dari
dominasi bentuk dan distribusi saja mengubah aktivitas farmasetiknya (Nongnuj 2004). Oleh
karena itu ukuran kristal senyawa aktif dapat berubah menjadi polimorf yang berbeda, setelah
mengalami proses teknologi farmasi seperti rekristalisasi, penggilingan, pengering bekuan,
pengering semburan dan dispersi padat, yang tentu, industri farmasi memerlukan strategi

2
untuk mengkarakterisasi polimorfik dan menghasilkan senyawa aktif dengan mutu yang
konsisten.

Perbedaan bentuk polimorfisme tersebut berakibat pada perbedaan kelarutan kristal


dalam larutan air atau lambung pasien (Ayalon, 2005). Sehingga menyebabkan perbedaan
profil disolusi dan perbedaan bioekivalensi. Karena adanya perbedaan polimorfisme tersebut
maka perlu diadakan penelitian terhadap perbandingan berbagai bentuk kristal polimorfisme
dari kristal kalsium atorvastatin

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud dengan polimerfisme?
2. Apa saja bentuk dari polimerfime?
3. Apa itu padatan kristalin dan amorf?

1.3 Tujuan
2. untuk mengetahui apa itu polimerfisme
3. untuk menetahui betuk dari polimerfisme
4. untuk mengetahui apa itu kristalin dan amorf serta perbedaannya

3
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Polimorfisme
A. Polimorfisme

Polimorfisme adalah suatu senyawa mengkristalisasi dalam bentuk lebih dari satu
spesies kristalin dengan perbedaan kisi internal. Stabilitas kimia, sifat prosessing atau
ketersediaan hayati berubah akibat polimorfisme. Perbedaan utama dari solida dan bentuk
fisik lain adalah apakah padatan berbentuk kristalin atau amorf.Pada karakterisasi
Kristal,atom dan molekul ditetapkan secara berulang dalam susunan tiga dimensi,sedangkan
pada bentuk amorf, atom atau molekul tersusun secara acak seperti dalam suatu cairan.

Semua bentuk amorf dan bentuk kristalin akan dikonversi menjadi bentuk kristalin
stabil. Polimorf menstabilkan akan dikonversi menjadi bentuk stabil secara pelahan-lahan
atau secara cepat (bergantung zatnya), dan ini merupakan hal yang sangat penting dalam
farmasi adalah bentuk yang cukup stabil untuk menjamin usia guna-sediaan dan ketersediaan
hayati.

Masalah yang terkait dengan keberadaan polimorfisme tidak stabil, kadang-kadang


dapat diatasi dengan penambahan eksipien yang memperlambat tranformasi, misalnya
metilselulosa untuk novobiosin. Polimorfisme; bentuk kristal yang kurang stabil lebih mudah
larut dan kemudian cepat terabsorbsi dari pada bentuk kristalnya yang stabil, misalnya
kloramfenikol mempunyai 2 bentuk polimorf A dan B; kristal bentuk A bersifat tidak aktif.
Sebagian besar obat akan mempunyai pola unimodal. Kalau ada distribusi polimodal
(bimodal atau trimodal) maka jelas ada fenomena polimorfisme. Polimorfisme genetik dalam
proses absorpsi, distribusi, dan ekskresi obat, tidak banyak dijumpai dan diketahui. Yang
paling banyak dijumpai adalah adanya polimorfisme dalam metabolisme obat.

B. Bentuk Polimerfisme
Senyawa organik maupun senyawa anorganik yang memiliki minimal dua bentuk
kristal yang berbeda dalam bentuk padatnya disebut bentuk polimorfisme. Bentuk
polimorfisme ini pada umunya dibedakan atas dua golongan yaitu:

1. Bentuk stabil
2. Bentuk meta stabil

4
Bentuk stabil lebih dikenal sebagai bentuk kristal , sedangkan bentuk amorf pada
umunya tidak dalam bentuk metastabil yang lebh populer dengan sebutan bentuk amorf.
Bentuk amorf ini tidak dalam bentuk stabil karena pada proses pembuatan atau pada proses
penyimpanannya dapat berubah menjadi bentuk kristal yang lebih stabil. Perubahan bentuk
amorf menjadi bentuk kristal dapat disebabkan oleh beberapa faktor suhu, dan tekanan dalam
waktu cepat atau lambat. Sehubungan dengan hal tersebut , maka dalam pemilihan bahan zat
berkhasiat yang berupa amorf perlu diperhatikan apakah bentuk kristal pada awalnya. Sebab
apabila pemilihan tersebut terjadi kekeliruan dalam pemilihan bentuk-bentuk tersebut dapat
menyebabkan tidak stabilnya sedian farmasi yang dihasilkan.

Walaupun bentuk amorf pada umunya mudah larut, sehingga akan diperoleh
bioavailablitas yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk kristal yang stabil, tetapi oleh
karena itu sifatnya mudah mengalami perubahan bentuk menjdai bentuk yang stabil, maka
disarankan untuk tidak menggunkan bentuk kristal amorf dalam sediaan farmasi.

Perbedaan antara bentuk amorf dengan bentuk kristal adalah pada perbedaan dalam
bentuk kelarutan, titik leleh dan pola difraksi sinar x-nya. Ada beberapa senyawa yang
memiliki bnetuk polimorfisme yang dikenal adalah kortison asetat dengan empat bentuk
polimorfi, dimana satu bentuk diantaranya stabil dalam media cair. Kloramfenikol palmitat
dengan bentuk polimorfik dengan satu bentuk stabil dalam media cair dan lain-lain. Untuk
mengetahui bentuk polimerfik suatu bahan berkhasiat atau bahan pembantu dapat digunakan
salah satu dari beberapa cara sebagai berikut:

1. Disolusi, pengamata terhadap bentuk amorf yang memiliki kecepatan disolusi lebih
besar.
2. Difraksi sinar X, setiap bentuk kristal memiliki susunan kisi kristal yang berbeda dan
perbedaan tersebut akan tampak dalam perbedaan spektra sinar X.
3. Analisa inframerah, adanya perbedaan pada penyusunan kristal akan berpengaruh
terhadap energi ikatan molekul sehingga akan berpengaruh pula terhadap spektra
inframerahnya.
4. Differential Scanning Colorimetry and Differenstial thermal analysis.
Perubahan satu bentuk polimorfik menjadi bentuk lainnya, juga akan melibatkan
perubahan energi dimana panas yang terbentuk dideteksi oleh alat tersebut.

5
C. Polimorfisme Genetika

Dalam ilmu genetika, polimorfisme genetik didefinisikan sebagai adanya individu-


individu dengan sifat genetik yang berlainan tetapi hidup secara bersamaan dalam populasi,
di mana frekuensi masing-masing selalu tetap dan tidak berubah oleh karena adanya mutasi
genetik.

1. Bentuk- bentuk polimorfisme Farmakogenetik

Secara umum bentuk keanekaragaman genetik, khususnya polimorfisme genetik


dalam pengaruh obat dapat terjadi dalam berbagai tingkat proses biologik obat dalam tubuh,
yakni :

Proses farmakokinetik: proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat.

Proses farmakodinamik: dalam proses interaksi antara molekul obat dengan reseptornya, di
mana terdapat kepekaan reseptor yang abnormal terhadap molekul obat (kepekaan reseptor
obat).

2. Polimorfisme farmakogenetik dalam proses kinetik

Polimorfisme genetik dalam proses absorpsi, distribusi, dan ekskresi obat, tidak
banyak dijumpai dan diketahui. Yang paling banyak dijumpai adalah adanya polimorfisme
dalam metabolisme obat Proses absorpsi.

Kemungkinan polimorfisme genetik dalam proses absorpsi dapat diperkirakan kalau


individu-individu dengan ciri-ciri genetik tertentu, tidak dapat mengabsorpsi obat, nutriensia
atau vitamin-vitamin karena tidak mempunyai faktor pembawa (carrier) spesifik untuk obat
atau nutriensia atau vitamin yang bersangkutan. Jadi ada kekurangan atau defect dalam
absorpsi pada mekanisme transport aktifnya. Namun ini secara teoritik, dalam kenyataannya
tidak banyak yang dijumpai atau diketahui. Tidak jelas apakah malabsorpsi vitamin B-12
karena tidak adanya faktor intrinsik untuk absorpsi pada individu-individu tertentu juga
masuk dalam polimorfisme genetik dalam proses absorpsi ini.

Polimorfisme genetik dalam proses distribusi secara teoritik kemungkinan dapat


terjadi apabila ada abnormalitas ikatan protein terhadap obat tertentu oleh suatu fraksi protein
tertentu. Atau distribusi obat ke organ/jaringan tertentu (misalnya uptake iodium oleh

6
kelenjar tiroid) dengan suatu pembawa spesifik, mengalami gangguan dan gangguan ini
disebabkan oleh karena faktor genetic.

Proses metabolisme. Bentuk-bentuk plimorfisme genetik yang banyak dikenal adalah


dalam proses metabolisme oleh karena adanya keanekaragaman enzim yang berperan dalam
metabolisme obat, baik secara kuantitatif atau secara kualitatif. Umumnya karena adanya
perbedaan secara kuantitatif enzim oleh karena sintesis enzim yang dipengaruhi oleh faktor
genetik, misalnya perbedaan antara asetilator cepat dan asetilator lambat lebih banyak
dikarenakan perbedaan aktifitas enzim asetil-transferase karena jumlahnya yang berbeda.
Proses ekskresi. Kemungkinan adanya gangguan sekresi aktif di tubuli renalis karena tidak
adanya pembawa spesifik secara teoritik dapat terjadi.

Amplifikasi Acak Polimorfisme DNA merupakan satu jenis penanda molekular yang
banyak dipakai dalam penelitian dan diagnostik biologi molekular. Penanda ini lebih dikenal
sebagai RAPD (biasa dipanggil "rapid"), singkatan dari Random Amplification of
Polymorphic DNA. Sebagai penanda genetik, RAPD dikenal sebagai penanda yang relatif
murah dan tidak memerlukan keterampilan teknis yang tinggi. Penanda ini bersifat dominan,
dalam arti, ia dapat membedakan kelas genotipe resesif dari kelas-kelas genotipe yang lain.
RAPD memerlukan teknik PCR dan ele

3. Skrining Polimorfisme
Sediaan obat bentuk padat banyak disukai berkaitan dengan kemudahan pemberian
dan rendahnya pembuatan proses produksinya. Namun, perlu diperhatikan sifat-sifat kimia
yang berhubungan langsung dengan bentuk fisiknya, dan senyawa padat dapat
memiliki berbagai bentuk kristal yang berbeda (misalnya, polimorf, solvates, dan hidrat) dan
bentuk non-kristal (misalnya, mesophases atau amorf).
Skrining secara ekstensif harus dilakukan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk
potensial stabil dan meta-stabil yang berbeda dimana bisa terjadi pada Zat Aktif (Active
Pharmaceutical Ingredients) selama proses manufaktur bahan obat dan produk obat, kemasan,
penyimpanan, dan juga dalam tubuh.

Bentuk garam yang berpotensi stabil dan cocrystals Zat Aktif juga perlu dievaluasi.
Selain keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan dan mengevaluasi
jumlah besar data struktur yang dihasilkan selama proyek skrining polimorf, kemampuan

7
untuk merancang penelitian skrining yang tepat akan memiliki dampak langsung pada
keberhasilan skriningnya.

Skrining polimerfisme di perlukan karena Toksikologi, khasiat, dan kestabilan adalah


kriteria penting ketika memilih calon yang tepat untuk pengembangan obat padat. Hal-hal
tersebut tergantung pada struktur fisik dari Zat Aktif. Oleh karenanya diperlukan untuk
memahami sifat-sifat fisik dari setiap bentuk padat potensi dan hubungan antara bentuk-
bentuk yang berbeda untuk mengidentifikasi calon Zat Aktif dengan kemungkinan terbesar
keberhasilan terapinya

Dari sudut pandang teknis, tantangan utama skrining polimorf adalah untuk
mengidentifikasi semua bentuk kristal yang relevan dan berpotensi penting untuk
dikembangkan. Misalnya, diamati dengan adanya atau tidak adanya kotoran (impurities)
tertentu dalam isolasi langkah terakhir dari zat aktif, pada penyimpanan sediaan yang
dimaksudkan, atau in vivo bila diberikan secara oral.

Hal yang paling penting dalam melakukan skrining polimorfisme adalah mampu
untuk untuk mengukur tingkat dan jenis skrining yang memadai berdasarkan pertimbangan
dari tahap pengembangan, bentuk sediaan, fisikokimia dan sifat biologis senyawa, dan
persyaratan peraturannya.Risiko yang terkait dengan penemuan sebuah bentuk kristal baru di
tahap akhir pengembangan zat aktif harus dipertimbangkan terhadap kemungkinan senyawa
gagal dalam pengembangannya.

Tantangan lain dalam praktek skrining polimorfisme adalah untuk mengidentifikasi


proses isolasi dari berbagai bentuk yang dapat ditingkatkan dengan cara tertentu untuk
menghasilkan polimorf yang dipilih (atau cocrystals).

2.2 Padatan kristalin dan amorf

Padatan digolongkan dalam dua golongan, padatan kristalin yang partikel


penyusunnya tersusun teratur, dan padatan amorf yang partikel penyusunnya tidak memiliki
keteraturan yang sempurna. Studi bahan kristalin mempunyai sejarah yang jauh lebih panjang
karena kristal lebih mudah dipelajari daripada bahan amorf. Perkembangan paling penting
dalam studi bahan kristalin adalah perkembangan analisis kristalografi sinar-X. Awalnya
teknik ini hanya dapat digunakan untuk struktur yang sangat sederhana seperi garam (NaCl).

8
Namun dalam 80 tahun terakhir analisis kristalografi telah berkembang dengan demikian
cepat sehingga protein dengan massa molekul yang sangat besar kini dapat dipelajari dengan
teknik ini.

Terdapat berbagai cara untuk mengklasifikasikan padatan, yang meliputi berbagai


bahan. Namun, klasifikasi yang paling sederhana adalah membaginya menjadi dua golongan:
padatan kristalin yang partikelnya tersusun teratur dan padatan amorf yang keteraturannya
kecil atau tidak ada sama sekali.

A. Bahan kristalin

Dalam beberapa bahan kristalin, partikel penyusunnya tersusun sehingga


keteraturannya kadang nampak dengan mata telanjang. Kristal yang umum kita lihat adalah
natrium khlorida, tembaga sulfat hidrat, dan kuarsa. Lokasi partikel penyusun padatan
kristalin (ion, atom atau molekul) biasanya dinyatakan dengan kisi, dan lokasi setiap partikel
disebut titik kisi. Satuan pengulangan terkecil kisi disebut dengan sel satuan.

Gambar 8.1 Definisi sel satuan.


Sel satuan digambarkan dengan garis tebal. Jarak antar dua titik sepanjang ketiga sumbu
didefiniskan sebagai a, b dan c. Sudut yang dibuat antar dua sumbu didefinisikan sebagai ,
dan .

Sel satuan paling sederhana adalah kubus. Tiga sumbu kubus dan beberapa sel satuan lain
tegak lurus satu sam lain, namun untuk sel satuan lain sumbu-sumbu itu tidak saling tegak
lurus. Faktor yang mendefinisikan sel satuan adalah jarak antar titik dan sudut antar sumbu.
Faktor-faktor ini disebut dengan tetapan kisi (kadang disebut juga parameter kisi) (Gambar
8.1).

Di tahun 1848, kristalografer Perancis Auguste Bravais (1811-1863) mengklasifikasikan kisi


kristal berdasarkan simetrinya, dan menemukan bahwa terdapat 14 jenis kisi kristal seperti

9
diindikasikan dalam Gambar 8.2. Kisi-kisi ini disebut dengan kisi Bravais. Ke-empat belas
kisi 14 diklasifikasikan menjadi tujuh sistem kristal Dalam buku ini, hanya tida sistem kubus
yang dikenal baik: kubus sederhana, kubus berpusat badan dan kubus berpusat muka
yang akan dibahas.

Besarnya sel satuan dapat ditentukan dengan hukum Bragg, yang diusulkan oleh
fisikawan Inggris William Lawrence Bragg (1890-1971) di tahun 1912. Untuk mendapatkan
informasi detail susunan akurat partikel dalam kristal, pengukuran intensitas puncak difraksi
perlu dilakukan.

Ciri-ciri padatan kristal:


1. ada suatu tatanan jarak jauh dalam kristal.
2. Titik Lelehnya pada suhu yang jelas.
3. Padatan kristal dapat dibelah di sepanjang bidang tepat.
4.Padatan Kristal, pada umumnya anisotrofik (artinya, sifat-sifat mereka seperti
konduktivitas listrik, indeks bias, ekspansi termal dll pada arah yang berbeda).
5. Lebih keras.
Contoh padatan Kristal: Tembaga, Kalium nitrat, asam benzoat

B. Padatan amorf

Amorf (Amorphous), merupakan definisi struktural dari suatu material, dimana atom-
atomnya tersusun secara tidak teratur, sehingga panjang dan sudut ikatan antar atom juga
tidak teratur. Kasus inilah yang diketahui sebagai bentuk penyimpangan struktural. Susunan
partikel dalam padatan amorf sebagian teratur dan sedikit agak mirip dengan padatan

10
kristalin. Namun, keteraturan ini, terbatas dan tidak muncul di keseluruhan padatan. Banyak
padatan amorf di sekitar kita.seperti: gelas, karet dan polietena memiliki keteraturan
sebagianSusunan partikel dalam padatan amorf sebagian teratur dan sedikit agak mirip
dengan padatan kristalin. Namun, keteraturan ini, terbatas dan tidak muncul di keseluruhan
padatan. Fitur padatan amorf dapat dianggap intermediate antara padatan dan cairan. Baru-
baru ini perhatian telah difokuskan pada bahan buatan seperti fiber optik dan silikon amorf
(Tabel 8.1).

Gambar 8.3 Padatan kristalin dan amorf


Terdapat perbedaan besar dalam keteraturan partikel penyusunnya. Beberapa ilmuwan
bertahan dengan pendapat bahwa padatan amorf dapat dianggap wujud keempat materi.

Tabel 8.1 Beberapa contoh padatan amorf fungsional

Amorf Penggunaan material

Gelas kuarsa Serat optik

Gelas khalkogenida Membran selenium untuk mesin fotokopi

Silikon amorf Sel surya

Logam besi/kobal amorf (bahan magnetik)

Polimer Polistirene

Karbon amorf karbon hitam (adsorben)

Silika gel gel (adsorben)

Ciri-ciri Padatan amorf: :


1. Hanya ada suatu tatanan jarak dekat dalam padatan amorf

11
2. Padatan amorf tidak memiliki titik leleh yang jelas; mereka melunak dalam berbagai suhu.
3. Padatan amorf menjalani pemecahan tak teratur atau conchoidal
4. Padatan amorf yang isotrofik: sifat bebas dari arah di mana mereka diukur.
5. Kurang keras
Contoh padatan amorf adalah Serat kaca, Cellophane, Teflon, Polyurethane

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

12
DAFTAR PUSTAKA

Gozali, D., Putra, A.F.C. dan Sopyan, I.2014.PENGARUH MODIFIKASI KRISTAL


KALSIUM ATORVASTATIN TERHADAP LAJU DISOLUSI.Bionatura-Jurnal Ilmu-
ilmu Hayati dan Fisik.Vol. 16, No. 2, hal: 83 88

http://www.pharmtech.com/polymorph-screening-identification-relevant-crystalline-forms?pageID=1

Diana Andriani.dkk.2014.PROFIL PERESEPAN SEDIAAN KAPSUL RACIKAN DI


APOTEK X DI SURABAYA.Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 1, No. 2, hal: 41-44

13
14

Anda mungkin juga menyukai