Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr.

E DENGAN
DIAGNOSA MEDIS DENGU HAEMORAGIG FEVER (DHF)

DI RUANG WIJAYA KUSUMA RSUD SALATIGA

Pembimbing Akademik : Ns. Nessy Anggun, M.Kep

Jan Jeter Bafa

21110003

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA

2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PELAKSANAAN PRAKTIK KLINIK

DISUSUN OLEH

Jan Jeter Bafa


NIM : 21110003

Mengetahui Mengetahui
Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

( ) ( )

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan saya
kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak sanggup untuk menyelesaikan laporan ini dengan
baik. Saya mampu untuk menyelesaikan pembuatan laporan sebagai tugas Keperawatan
Dewasa dengan judul “LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. E
DENGAN DIAGNOSA MEDIS DENGU HAEMORAGIG FEVER (DHF) DI RUANG WIJAYA
KUSUMA RSUD SALATIGA”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan pembimbing klinik serta
rekan-rekan yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini.

Penulis tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk laporan ini, supaya laporan ini nantinya dapat menjadi laporan
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat kesalahan pada laporan ini penulis mohon
maaf sebesar-besarnya.

Salatiga, 20 Januari 2023

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PELAKSANAAN PRAKTIK KLINIK.................................ii


KATA PENGANTAR............................................................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................................................5
TINJAUAN TEORI.................................................................................................................................5
1.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi....................................................................................5
1.2 Definisi.........................................................................................................................................12
1.3 Etiologi.........................................................................................................................................12
1.4 Tanda dan Gejala.........................................................................................................................13
1.5 Patofisiologi.................................................................................................................................15
1.6 Patway..........................................................................................................................................17
1.7 Klasifikasi....................................................................................................................................18
1.8 Komplikasi...................................................................................................................................18
1.9 Penatalaksanaan...........................................................................................................................18
1.10 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................................20
BAB II....................................................................................................................................................22
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................................22
2.1 Pengkajian Keperawatan yang Diperlukan..................................................................................22
2.2 Diagnosa yang muncul berdasarkan SDKI................................................................................26
2.3 Rencana Keperawatan Meliput Tujuan Keperawatan dan Intervensi Berdasarkan SLKI Dan
SDKI..................................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................31

iv
BAB I
TINJAUAN TEORI

1.1 Anatomi dan Fisiologi sistem Hematologi

Anatomi dan fisiologi sistem hematologi adalah dasar yang sangat penting untuk dikuasai
oleh seorang perawat, dikarenakan peran vital darah sebagai sungai kehidupan yang mengalir
dalam tubuh manusia. Darah mengangkut segala sesuatu yang harus dibawa dari satu tempat
ke tempat lain di dalam tubuh, baik itu nutrisi, limbah (untuk di eliminasi dari tubuh) dan
panas tubuh melalui pembuluh darah.

Fungsi Darah

1. Membawa gas, nutrisi dan produk sisa metabolisme. Oksigen masuk kedalam darah
dalam prau-paru dan diangkut ke sel. Karbon dioksida, yang diproduksi oleh sel,
diangkut dalam darah ke paru-paru, dimana ia dikeluarkan. Nutrisi, ion dan air yang
dicerna dibawa oleh darah dari saluran pencernaan ke sel, dan produk sisa
metabolisme dipindahkan ke ginjal untuk di eliminasi.

2. Membentuk gumpalan darah (clot). Protein pembekuan membantu membendung


kehilangan darah ketika pembuluh darah terluka. Sehingga, darah tidak terus-menerus
mengalir keluar dari dalam tubuh.

3. Transportasi molekul yang diproses oleh tubuh. Sebagian besar zat diproduksi di satu
bagian tubuh dan diangkut dalam darah ke bagian lainnya.

4. Perlindungan terhadap zat asing. Antibodi dalam darah membantu melindungi tubuh
dari patogen (zat asing).

5. Transportasi molekul yang mengatur proses tubuh, seperti hormon dan enzim.

6. Pemeliharaan suhu tubuh. Darah hangat diangkut dari dalam ke permukaan tubuh,
dimana panas dilepaskan dari darah keluar tubuh melalui pori-pori.

7. Pengaturan pH dan osmosis. Albumin (protein darah) merupakan penyangga darah


yang mempunyai peranan penting terhadap tekanan osmotik darah, dimana tekanan
osmotik berperan dalam menjaga kadar air dalam aliran darah.

5
Anatomi Darah

Pada dasarnya, darah adalah jaringan ikat yang kompleks di mana sel-sel darah hidup, yang
terbentuk dari berbagai macam unsur-unsur pembentuk darah.

Karakteristik dan Volume Darah.

Darah adalah cairan yang lengket dan buram dengan rasa logam yang khas.

 Warna. Tergantung pada jumlah oksigen yang dibawanya, darah kaya oksigen
berwarna merah tua, dan darah yang mengandung sedikit oksigen berwarna merah
pudar.

 Berat. Darah lebih berat daripada air dan sekitar 5 kali lebih tebal, atau lebih kental
daripada air.

 pH. Darah sedikit basa, dengan pH antara 7,35 – 7,45.

 Suhu. Suhu darah (38 derajat Celcius, atau 100,4 derajat Fahrenheit) selalu lebih
tinggi dari suhu tubuh.

Plasma Darah

Plasma, yang terdiri dari 90% air, adalah bagian cair dari darah.

 Zat Terlarut. Contoh zat terlarut meliputi nutrisi, garam (elektrolit), gas pernafasan,
hormon, protein plasma dan berbagai zat sisa dan produk metabolisme sel.

 Protein plasma. Protein plasma adalah zat terlarut terbanyak dalam plasma; kecuali
untuk antibodi dan hormon berbasis protein, sebagai besar protein plasma dibuat oleh
hati.

 Komposisi. Komposisi plasma bervariasi secara terus menerus ketika sel


mengeluarkan atau menambahkan zat ke dalam darah; dengan asumsi diet sehat,
komposisi plasma dijaga relatif konstan oleh berbagai mekanisme homeostatis tubuh.

6
Elemen Pembentuk Darah

Darah, jika diamati melalui mikroskop cahaya, sel darah merah akan terlihat bebentuk
cakram, sel darah putih berbentuk bulat bernoda mencolok dengan beberapa trombosit yang
tersebar terlihat seperti puing-puing.

Eritrosit

Eritrosit, atau sel darah merah, berfungsi untuk mengangkut oksigen dalam darah ke semua
sel tubuh.

 Anucleate. Sel darah merah berbeda dari sel darah lain karena sel darah merah
mempunyai inti, yang berarti sel darah merah tidak memiliki nukleus dan
mengandung sangat sedikit organel.

 Hemoglobin. Hemoglobin, protein yang mengandung zat besi, mengangkut sebagaian


besar oksigen yang dibawa dalam darah.

 Penampilan mikroskopis. Eritrosit adalah sel kecil, fleksibel yang berbentuk seprti
cakram bikonkaf – rata dengan pusat tertekan di kedua sisi; terlihat seperti donat mini
jika dilihat dengan mikroskop.

 Jumlah sel darah merah. Biasanya berkisar antara 5 juta sel per milimeter kubik darah.
RBC (Red Blood Cell) melebihi jumlah WBC (White Blood Cell) sekitar 1000
banding 1 dan merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap viskositas darah.

 Darah normal. Secara klinis, darah normal mengandung 12-18 gram hemoglobin per
100 milimeter (ml); kadar hemoglobin sedikit lebih tinggi pada pria (13-18 g/dl)
dibandingkan wanita (12-16 g/dl).

Leukosit

Meskipun leukosit, atau sel darah putih (WBC), jauh lebih sedikit daripada sel darah merah,
namun leukosit sangat penting dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit.

 Jumlah WBC. Rata-rata, terdapat 4000 – 11000 WBC per milimeter kubik darah, dan
jumlahnya kurang dari 1% dari total volume darah.

7
 Pertahanan tubuh. Leukosit membentuk pasukan pelindung yang dapat bergerak untuk
membantu mempertahankan tubuh terhadap kerusakan oleh bakteri, virus, parasit dan
sel tumor.

 Diapedesis. Sel darah putih dapat menyelinap masuk dan keluar dari pembuluh darah;
proses ini dinamakan diapedesis.

 Kemotaksis positif. Selain itu, sel darah putih dapat menemukan area kerusakan
jaringan dan infeksi dalam tubuh dengan menanggapi bahan kimia tertentu yang
berdifusi dari sel yang rusak; kemampuan ini disebut kemotaksis positif.

 Gerakan ameboid. Setelah sel darah putih “menangkap aroma” adanya ancaman
pertahan tubuh, sel darah putih bergerak melalui ruang jaringan dengan gerakan
ameboid (membentuk ekstensi sitoplasma yang mengalir melalui ruang dalam
jaringan) menuju tempat kejadian perkara serangan dalam tubuh.

 Leukositosis. Jumlah WBC total diatas 11000 sel per milimeter kubik disebut sebagai
leukositosis.

 Leukopenia. Kondisi sebaliknya, leukopenia adalah jumlah WBC yang kurang dari
4000 sel per milimeter kubik darah.

 Granulosit. Granulosit adalah sel darah putih yang mengandung granula; memiliki
lobus nuklei, biasanya terdiri dari beberapa area nuklei bulat yang dihubungkan oleh
untaian tipis bahan nuklei, termasuk didalamnya neutrofil, eosinofil dan basofil.

 Agranulosit. Kelompok kedua dari sel darah putih, agranulosit; tidak memiliki butiran
sitoplasma; berbentuk bulat, oval, atau berbentuk ginjal, termasuk didalamnya
limfosit dan monosit.

 Trombosit. Trombosit adalah fragmen dari sel-sel multinukleat aneh yang disebut
megakaryocytes, yang menjepit ribuan “potongan-potongan” platelet berinti yang
dengan cepat menutup diri dari cairan di sekitarnya; trombosit diperlukan untuk
proses pembekuan yang terjadi di dalam plasma ketika pembuluh darah robek atau
pecah.

8
Hematopoiesis

Pembentukan sel darah, atau hematopoiesis, terjadi dalam sumsum tulang merah atau
jaringan myeloid.

 Hemocystoblast. Semua elemen yang terbentuk munccul dari jenis sel punca yang
umum, yang disebut hematocystoblast.

 Keturunan hemocystoblast. Hemocystoblast membentuk dua jenis keturunan – sel


induk limfoid, yang menghasilkan limfosit,dan sel induk myeloid, yang dapat
menghasilkan myeloid.

Pembentukan Sel Darah Merah

Karena sel darah merah berinti, maka RBC tidak dapat mensintesis protein, tumbuh atau
membelah.

 Masa hidup. Seiring bertambahnya usia, sel darah merah menjadi lebih kaku dan
mulai terfragmentasi, atau hancur, dalam 100 hingga 120 hari.

 Sel darah merah yang hilang. Sel-sel yang hilang (hancur) diganti lebih atau kurang
secara terus menerus oleh pembelahan hemocystoblast di sumsum tulang merah.

 RBC yang belum matang. Sel darah merah yang berkembang membelah berkali-kali
dan kemudian mulai mensintesis sejumlah besar hemoglobin.

 Retikulosit. Setelah hemoglobin telah cukup terakumulasi, inti dan sebagian besar
organel dikeluarkan dan sel runtuh ke dalam; hasilnya adalah sel darah merah muda,
disebut retikulosit karena masih mengandung beberapa retikulum endoplasma kasar
(ER).

 Eritrosit dewasa. Dalam 2 hari, retikulosit akan menjadi eritrosit yang secara
keseluruhan dalam proses perkembangan dari hemocystoblast hingga sel darah merah
dewasa membutuhkan 3 sampai 5 hari.

9
 Eritropoietin. Tingkat produksi eritrosit dikendalikan oleh hormon yang disebut
eritropoietin; biasanya sejumlah kecil eritropoietin bersirkulasi dalam darah setiap
saat.

 Kontrol produksi sel darah merah. Poin penting untuk diingat adalah bahwa bukan
jumlah relatif sel darah merah dalam darah yang mengontrol produksi sel darah
merah, melainkan berdasarkan pada kemampuan sel darah merah untuk mengangkut
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Pembentukan Sel Darah Putih dan Trombosit

Seperti pembentukan eritrosit, pembentukan leukosit dan trombosit distimulasi oleh hormon.

 Faktor perangsang koloni dan interleukin. Faktor-faktor penstimulasi koloni dan


interleukin ini tidak hanya mendorong sumsum tulang merah untuk mengeluarkan
leukosit, tetapi juga menyusun pasukan WBC untuk menangkal serangan dengan
meningkatkan kemampuan leukosit dewasa untuk melindungi tubuh.

 Trombopoietin. Hormon trombopoietin mempercepat produksi trombosit, namun


sampai saat ini, pengetahuan mengenai bagaimana proses tersebut berlangsung masih
belum diketahui seutuhnya.

Fisiologi Darah

Hemostasis

Proses hemostasis dimulai ketika pembuluh darah rusak dan jaringan ikat di dinding
pembuluh darah terpapar oleh darah.

1. Kejang pembuluh darah. Respons langsung terhadap cedera pembuluh darah adalah
vasokonstriksi pembuluh darah, yang menyebabkan pembuluh darah menjadi kejang;
kejang mempersempit pembuluh darah, mengurangi kehilangan darah sampai
pembekuan bisa terjadi.

2. Sumbat trombosit. cedera para lapisan pembuluh darah menyebabkan timbulnya


kolase serat; trombosit melekat pada area yang rusak dan membentuk sumbatan
trombosit.

10
3. Peristiwa koagulasi. Saat terbentuk kolase serat trombosit, pada saat yang
sama,jaringan yang terluka melepaskan tissue factor (TF); suatu zat yang memainkan
peran penting dalam pembekuan darah. PF3 dan fosfolipid yang melapisi permukaan
trombosit berinteraksi dengan TF, vitamin K dan faktor pembekuan darah lainnya.
Aktivator protombin mengubah protrombin yang ada dalam plasma menjadi trombin
(enzim) yang kemudian bergabung dengan protein fibrinogen membentuk saringan
yang dapat memerangkap sel darah merah dan membentuk dasar gumpalan. Dalam
satu jam, gumpalan mulai menarik diri kembali, memeras serum dari massa dan
menarik tepi pembuluh darah yang pecah lebih dekat satu sama lain.

Pengelompokan Darah Manusia

Meskipun transfusi darah lengkap dapat menyelamatkan nyawa, namun setiap orang
memiliki golongan darah yang berbeda-beda, dan transfusi darah yang tidak sesuai atau tidak
cocok dapat berakibat fatal.

1. Antigen. Antigen adalah zat yang diakui tubuh sebagai benda asing; antigen
merangsang sistem kekebalan untuk melepaskan antibodi atau menggunakan cara lain
untuk meningkatkan pertahanan terhadapnya.

2. Antibodi. Protein RBC satu orang akan dianggap sebagai asing jika ditransfusikan ke
orang lain dengan antigen RBC yang berbeda; “pengenal” adalah antibodi yang
terdapat dalam plasma yang melekat pada sel darah merah yang mengandung antigen
permukaan yang berbeda dari sel pada sel darah merah pasien (penerima darah).

3. Aglutinasi. Mengikat antibodi menyebabkan sel darah merah asing menggumpal,


sebuah fenomena yang disebut aglutinasi, yang mengarah pada penyumbatan
pembuluh darah kecil di seluruh tubuh.

4. Golongan darah ABO. Golongan darah ABO didasarkan pada mana dari dua antigen,
tipe A atau tipe B, yang diwarisi seseorang; tidak adanya kedua antigen menghasilkan
darah tipe O, kehadiran kedua antigen mengarah ke tipe AB, dan adanya antigen A
atau B menghasilkan darah tipe A atau B.

5. Golongan darah rh. Golongan darah Rh dinamakan demikian karena salah satu dari
delapan antigen Rh (aglutinogen D) awalnya diidentifikasi pada monyet Rhesus;

11
kemudian antigen yang sama ditemukan pada manusia; kebanyakan orang Amerika
adalah Rh + (Rh positif), yang berarti bahwa sel darah merah mereka membawa
antigen Rh.

6. Antibodi anti-Rh. Berbeda dengan antibodi sistem ABO, antibodi anti-Rh tidak secara
otomatis terbentuk dan terdapat dalam darah individu Rh- (Rh-negatif).

7. Hemolisis. Hemolisis (ruptur sel darah merah) tidak terjadi dengan transfusi pertama
karena dibutuhkan waktu bagi tubuh untuk bereaksi dan mulai membuat antibodi.

Penentuan Golongan Darah

Pentingnya menentukan golongan darah dari donor dan penerima sebelum darah
ditransfusikan adalah suatu tindakan yang sangat penting untuk dilakukan.

1. Golongan darah golongan darah ABO. Ketika serum yang mengandung antibodi anti-
A atau anti-B ditambahkan ke sampel darah yang diencerkan dengan saline, aglutinasi
akan terjadi antara antibodi dan antigen yang sesuai.

2. Pencocokan silang. Pencocokan silang melibatkan pengujian untuk aglutinasi sel


darah donor dengan serum penerima dan sel darah merah penerima oleh serum donor;

3. Golongan darah untuk faktor Rh. Menentukan untuk faktor Rh dilakukan dengan cara
yang sama seperti penentuan darah ABO.

1.2 Definisi
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa
ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina)(Resti, 2014)

DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk
lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara
efidemik. (PADILA, 2012)

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes


aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama
di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering menyerang masyarakat

12
dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya
pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun (Harmawan 2018).

1.3 Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe
virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan
DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap
serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue
dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).

Penyakit DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan
disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk penular dengue
tersebut hampir ditemukan di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang
ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Rahayu & Budi, 2017).

Penyebab penyakit adalah virus dengue kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-


bornevirus atau virus yang disebabkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus Flavivirus
dan family Flaviviridae. Sampai saat ini dikenal ada 4 serotipe virus yaitu :

1) Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944,


2) Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3) Dengue 3 diisolasi oleh Sather.
4) Dengue 4 diisolasi oleh Sather.

Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang
terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indoneisa menunjukkan Dengue tipe 3
merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus DHF yang berat (Masriadi,
2017). Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
(Wijaya, 2013).
Virus dongue serotype 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vector nyamuk aedes
aegypti. Nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan
vector yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody

13
seumur hidup terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype
lain. (Smeltzer & Suzanne, 2001)
1.4 Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain (Nurarif & Kusuma 2015) :

a) Demam dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:

1) Nyeri kepala

2) Nyeri retro-orbital

3) Myalgia atau arthralgia

4) Ruam kulit

5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif

6) Leukopenia

7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah di


konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

b) Demam berdarah dengue

Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi :

1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik

2) Manifestasi perdarahan yang berupa :

a. Uji tourniquet positif

b. Petekie, ekimosis, atau purpura

c. Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat


bekas suntikan

d. Hematemesis atau melena

3) Trombositopenia <100.00/ul

14
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan

a. Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin b. Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang
adekuat

5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura.

c) Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:

1) Penurunan kesadaran, gelisah

2) Nadi cepat, lemah

3) Hipotensi

4) Tekanan darah turun < 20 mmHg

5) Perfusi perifer menurun

6) Kulit dingin lembab


1.5 Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia.
Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus
sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin)
terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding
pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke
intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani
2018).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti
petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan
kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut
dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di

15
seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain
yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali
(Murwani 2018).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus


antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan
C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin
dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler.
Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma,
terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok.
Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau menggambarkan
adanya kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan
pemberian cairan intravena (Murwani 2018).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan


ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan
perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran
plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi kecepatan dan
jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak
mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau
hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan
kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik (Murwani 2018).

16
1.6 Pathway

17
1.7 Klasifikasi

Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :

1) Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.

2) Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau
perdarahan di tempat lain.

3) Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan lemah,
tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis
disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.

4) Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.

1.8 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue yaitu
perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue (SSD).
Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai dengan nadi
yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau
sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi penurunan
kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari,hidung, telinga, dan kaki teraba
dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria (Pangaribuan 2017).

18
1.9 Penatalaksanaan
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang sebagai akibat dari
kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas sehingga
mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga diberikan obat penurun panas
(Rampengan 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :

A. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok Penatalaksanaan disesuaikan


dengan gambaran klinis maupun fase, dan untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II
menunjukkan bahwa anak mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat
IV maka anak mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak yang dirawat di
rumah sakit meliputi:

1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu untuk
mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah, dan diare.

2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena dapat
merangsang terjadinya perdarahan.

3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang.

a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.

b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematokrit,
trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.

c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan
secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan
waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.

4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan


tatalaksana syok terkompensasi.

B.Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok

Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi:

1. Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal.

2. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya

19
3.Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB
secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml/kg
BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

4.Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah atau
komponen.

5.Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik,
tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam
dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis laboratorium.

6. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48 jam. Perlu diingat
banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak dari pada pemberian
yang terlalu sedikit.

1.10 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain adalah
(Wijayaningsih 2017) :

a. Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. 1) Pada demam
dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga. 2) Pada demam berdarah
terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi 3) Pada pemeriksaan kimia darah:
Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.

b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan atas
timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar
antibody atau antigen didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga
kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal
yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan
berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label antibody
atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan
lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti

20
prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder
dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.

c. Uji hambatan hemaglutinasi Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM
dan IgG berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi
hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor
(HI).

d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test) Merupakan uji serologi yang paling spesifik
dan sensitif untuk virus dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization
test (PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan
dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.

e. Uji ELISA anti dengue Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination
Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah
mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.

f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di
dapatkan efusi pleura.

21
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian Keperawatan yang Diperlukan


1. Pengkajian
a. Identitas
Nama/ Inisial, Umur, Jenis Kelamin, Status, Pekerjaan, Pendidikan,
Alamat, No. MR, Tanggal Masuk, Tanggal Pengkajian, Agama, dan Dx.
Medis Penanggung Jawab Nama, Umur , Hub. Keluaraga, dan Pekerjaan
b. Alasan masuk
Biasanya keluhan utama pasien adalah Mulut dan kulit terasa kering.
sering merasa kehausan, pusing, penglihatan menjadi buram/kabur, buang air
kecil meningkat, nafas terengah-engah dan bau nafas tak sedap.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya tampak lemas, kepala pusing, dan letih. Pasien tampak pucat
dan lemah, mukosa mulut tampak kering. Pasien di lakukan anamnesa dan
dilakukan perawatan.
2) Riwayat kesehatan dahulu

22
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus atau penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pangkreas. Adanya
riwayat penyakit jantung (PJK, hipertensi), obesitas, aterosklerosis,
tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang menderita diabetes melitus atau penyakit keturunnan yang dapat
menyebabkan terjadinya definisi insulin misalnya hipertensi dan jantung.
d. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : Biasanya composmetris
GCS :
• E4 : pasien membuka mata secara spontan
• V5 : pasien berorientasi baik, dan bicara jelas
• M6 : pasien mengikuti perintah dengan baik

Tanda vital : TD, N, RR,S


1) Kepala
a) Rambut
Inspeksi : Bentuk kepala (bulat/lonjong/benjol/besar/kecil, simetris/
tidak), kulit kapala (ada luka/tidak, bersih/kotor, beruban/tidak, ada
ketombe/tidak).
Palpasi : adakah benjolan/tidak, ada nyeri tekan/tidak
b) Mata
Inspeksi : kesimetrisan mata klien (simetris/tidak), adakah edema,
konjungtiva (pucat/tidak), sklera (ikterik/tidak), refleks pupil terhadap
cahaya (baik/tidak), gerakan bola mata (normal/tidak).
Palpasi : Ada nyeri tekan (iya/tidak)
c) Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga (simetris/tidak), ada serumen/tidak, ada
benda asing/tidak, ada perdarahan/tidak, pendengaran baik/tidak.
Palpasi : ada nyeri tekan (iya/tidak).
d) Hidung
Inspeksi : Hidung tampak simetris/tidak, bersih/tidak ada secret/tidak,
ada polip/tidak, ada perdarahan/tidak, penciuman baik/tidak.

23
Palpasi : Ada nyeri tekan (iya/tidak).
e) Mulut dan gigi
Inspeksi : Keadaan bibir pasien cyanosis/tidak, kering,tidak, ada
luka/tidak, adakah labioschizis/tidak, mulut pasien bersih/tidak, pasien
menggunakan gigi palsu/tidak, ada radang gusi/tidak, ada
perdarahan/tidak.
2) Leher
Inspeksi : Posisi trachea simetris/tidak, warna kulit leher
merata/tidak.
Palpasi : Ada pembesaran kelenjer tyroid/tidak, ada pembesaran
kelenjer limfe/tidak.

3) Thorax
a) Paru-paru
Inspeksi : Mungkin Bentuk dada pada pasien dengan hematemesis
melena normal, kaji pernafasan pasien, frekuensi adanya tandatanda
dispneu, reaksi intercostae, reaksi suprasternal, pernafasan cuping
hidung, ortopnea.
Palpasi : Kaji Ada nyeri tekan (iya,tidak), ada tanda-tanda peradangan
(ada/tidak), ekspansi simetris/tidak, taktil vremitus teraba/tidak.
Perkusi : Perkusi pertama dilakukan di atas kalvikula dengarkan
apakah terjadi suara resonan (sonor), dullnes (pekak), timpani, hiper
resonan, suara paru yang normal resonan/sonor. Auskultasi : Bunyi
nafas normal/tidak, ada bunyi nafas tambahan/tidak, ada
wheezing/tidak, ada ronchi/tidak.
b) Jantung
Inspeksi : Bentuk dan postur dada simetris/tidak, ada tandatanda
distress pernafasan/tidak, warna kulit sama dengan yang lain/tidak,
edema ada/tidak.
Palpasi : Denyutan apex cordis teraba/tidak.
Perkusi : Biasanya Suara pekak
Auskultasi : Biasanya Terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi
jantung II/S2 (dup), tidak ada bunyi jantung tambahan S3/S4.
4) Abdomen

24
Inspeksi : Ada lesi/tidak, ada bekas operasi/tidak, dan warna kulit
merata/tidak.
Palpasi : Terdapat nyeri tekan ada/tidak.
Perkusi : Biasanya terdengar Tympani.
Auskultasi : Biasanya Bising usus normal.
5) Punggung
Inspeksi : Punggung simetris/tidak, ada lesi/tidak, dan warna kulit
merata/tidak, ada bekas luka/tidak.

Palpasi : Ada nyeri tekan/tidak.


6) Ekstermitas
a) Atas
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan atau tidak, integritas kulit
baik/tidak, kekuatan otot penuh/tidak, ada lesi atau tidak, ada edema
atau tidak.
b) Bawah
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan atau tidak, integritas kulit baik atau
tidak, kekuatan otot penuh atau tidak, ada lesi atau tidak, ada edema
atau tidak.
7) Genetalia
Inspeksi : Apakah pasien terpasang kateter atau tidak, untuk mengetahui
adanya abnormalitas pada genetalia misalnya varises, edema,
tumor/benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pegeluaran cairan atau darah.
8) Integumen
Inspeksi : Warna atau adanya perubahan pigmentasi pada kulit, warna
kulit merata atau tidak, ada lesi atau tidak, ada ruam pada kulit atau tidak,
dan ada jejas atau tidak.
e. Pengkajian pola Gordon
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obatobat
ulserogenik.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah,
kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus daam
bentuk makanan yang lunak yang mudah dicerna.

25
3) Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein
(hydroprotein) yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien
berupa kelemahan otot dan kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari
termasuk pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti bekerja.
4) Pola eliminasi
Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pada BAB
terjadi konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam seperti
petis, konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna gelap dan
konsistensi pekat.
5) Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus,
perut membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak
kehitaman.
6) Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam
menjalankan perannya seperti semula.
7) Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan
estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan
libido dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan
gangguan pada siklus haid atau dapat terjadi aminore dan hal ini tentu saja
mempengaruhi pasien sebagai pasangan suami dan istri.
8) Pola koping
Biasanya pasien dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi
masalahnya namun sebaliknya bagi pasien yang tidak bagus kopingnya
maka pasien dapat destruktif lingkungan sekitarnya.
9) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien.
2. Analisa data
Proses analisa merupakan bagian terakhir dari tahap pengkajian setelah
dilakukan pengumpulan data dan validasi data dengan mengidentifikasi pola atau
masalah yang mengalami gangguan yang dimulai dari pengkajian pola fungsi
kesehatan (Hidayat, 2008:104)

26
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan data
objektif yang telah diperoleh pada tahap peengkajian untuk menegakkan
diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan melibatkan proses berpikir
komplek tentang data yang dikumpulkan dari pasien, keluarga, rekam medik, dan
pemberi layanan kesehatan lain. Adapun tahapannya yaitu:
a. Menganalisis dan menginterpretasi data.
b. Mengidentifikasi masalah pasien.
c. Merumuskan masalah pasien.
d. Mendokumentasikan diagnosa keperawatan.

3.2 Diagnosa yang muncul berdasarkan SDKI


1. Hipertermia berhungan dengan proses penyakit.

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

2.2 Rencana Keperawatan Meliput Tujuan Keperawatan dan Intervensi Berdasarkan


SLKI Dan SDKI
No Hari/tgl/ Diagnosa SLKI SIKI Paraf
jam Keperawatan
1. Kamis, 20 Hipertermia Luaran utama : Intervensi utama : Jan Jeter
Januari 2023 berhubungan Termogulasi L.14134 Setelah Manajemen Hipertermia I. Bafa
dengan proses dilakukan tindakan 15506
penyakit D. keperawatan 3x24 jam
O:
0130 diharpakan masalah
hipertermia membaik dengan - Identifikasi penyebab
kriteria hasil : hipertermia
1. Meminggil menurun (5) - Monitor suhu
2. Suhu tubuh membaik (5) - Monitor kadar elektrolit
3. Suhu kulit membaik (5) - Monitor haluaran urine
4. Tekanan darah membaik (5) - Monitor komplikasi
akibat hipertermia

T:

- Sediakan lingkungan
yang dingin

27
- Longgarkan pakaian atau
lepaskan pakaian
- Basahi atau kipasi
permukaan tubuh
- Ganti linen setiap hari
jika mengalami
hyperhidrosis
- Berikan cairan oral

E:

- Anjurkan tirah baring

K:

- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit

2. Kamis, 20 Defisit Nutrisi Luaran utama : Intervensi utama :


Januari 2023 berhubungan Status Nutrisi
L.03030 Manajemen Nutrisi I.03119
dengan faktor Setelah dilakukan tindakan
O:
psikologis keperawatan 3x24 jam
D.0019 diharpakan masalah deficit - Identifikasi status nutrisi
nutrisi membaik dengan - Identifikasi alergi dan
kriteria hasil : intoleransi makanan
1. Frekuensi makan membaik - Identifikasi makanan
(5) yang disukai
2. Nafsu makan membaik (5) - Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrien
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium

T:

- Sajikan makanan secara


menarik dan suhu yang

28
sesuai
- Berikan makanan yang
tinggi kalori dan tinggi
protein

E:

- Ajarkan diet yang


diprogramkan

K:

- Kolaborasi dengan ahli


gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan.

3. Kamis, 20 Intoleransi Luaran utama : Intervensi utama :


Januari 2023 aktivitas Toleransi Aktivitas L.05047 Manajemen Energi I. 105178
berhubungan Setelah dilakukan tindakan
O:
dengan keperawatan 3x24 jam
kelemahan diharpakan masalah toleransi - Identifikasi gangguan
D.0056 aktivitas meningkat dengan fungsi tubuh yang
kriteria hasil : mengakibatkan kelelahan
3. Keluhan lelah menurun (5) - Monitor kelelahan fisik
4. Perasaan lemah menurun dan emosional
(5) - Monitor pola dan jam
5. Sianosis menurun (5) tidur
6. Warna kulit membaik (5) - Monitor lokasi dan
7. Tekanan darah membaik (5) ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas

T:

- Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus

29
- Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan

E:

- Anjurkan tirah baring


- Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang.
- Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan.

K:

- Kolaborasi dengan ahli


gizi tetntang cara
meningkatkan asupan
makanan.

30
DAFTAR PUSTAKA

“Definition of BLOOD”. Archived from the original on 23 March 2017. Retrieved 4 March
2017.

The Franklin Institute Inc. “Blood – The Human Heart”. Archived from the original on 5
March 2009. Retrieved 19 March 2009.

Waugh A, Grant A (2007). “2”. Anatomy and Physiology in Health and Illness (Tenth ed.).
Churchill Livingstone Elsevier. p. 22. ISBN 978-0-443-10102-1.

Acid-Base Regulation and Disorders at Merck Manual of Diagnosis and Therapy


Professional Edition

Romer AS, Parsons TS (1977). The Vertebrate Body. Philadelphia: Holt-Saunders


International. pp. 404–406. ISBN 978-0-03-910284-5.

Harvey W (1628). “Exercitatio Anatomica de Motu Cordis et Sanguinis in Animalibus” (in


Latin). Archived from the original on 27 November 2010.

Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta

Pangaribuan, Anggy. 2017. <Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok Dengue.= 15(5).

Rampengan. 2017. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever.

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

31
SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

WHO. 2016. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.

32

Anda mungkin juga menyukai