Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

PENGOLAHAN SPESIMEN DARAH UNTUK PEMERIKSAAN


LABORATORIUM KLINIK

Disusun oleh:

NAMA
NIM

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES JAMBI
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang atas rahmat dan

karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun

makalah yang saya buat ini memiliki tema tentang pengolahan spesimen darah

dengan judul “Pengolahan Spesimen Darah sebagai Bahan Pemeriksaan

Laboratoroium Klinik”.

Saya menyadari dalam proses penyusunan makalah ini tidak terlebas dari

bantuan dan kontribusi banyak pihak yang memberikan doa, saran, dan kritik

sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat

kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunannya. Oleh karena itu kritik dan saran

yang membangun sangant kami harapkan untuk melengkapi makalah ini. Semoga

makalah yang telah disusun ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak lainnya.

Jambi, Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar...................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Pembahasan....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3
2.1 Pengertian Laboratorium Klinik.................................................................3
2.2 Spesimen Darah..........................................................................................4
2.3 Pengelolaan Spesimen Darah......................................................................5
2.3.1 Pengambilan Spesimen Darah..................................................................5
2.3.2 Penyimpanan Spesimen Darah...............................................................11
2.4 Pemeriksaan Hematologi..........................................................................12
2.5 Pemeriksaan Kimia Klinik........................................................................19
2.6 Pemeriksaan Imunoserologi......................................................................26
2.7 Pemeriksaan Bakteriologi.........................................................................33
2.8 Pemeriksaan Parasitologi..........................................................................38
BAB III PENUTUP........................................................................................46
3.1 Kesimpulan...............................................................................................46
3.2 Saran..........................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................48

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laboratorium klinik merupakan sarana kesehatan yang menjalankan

pelayanan pemeriksaan spesimen biologis dengan tujuan mendapatkan informasi

tentang kesehatan sebagai upaya diagnosis penyembuhan, dan pemulihan terhadap

penyakit yang diderita pasien(KEMENKES, 2013). Spesimen biologis merupakan

bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan pemeriksaan yang berasal dari tubuh

manusia yang diindikasikan memiliki penyakit. Darah, urin, tinja, sputum, merupakan

contoh spesimen yang berasal dari manusia(Mardiana & Rahayu, 2017).

Darah merupakan salah satu spesimen yang sering digunakan pada

pemeriksaan laboratorium. Darah merupakan cairan yang dapat ditemui pada hampir

semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) yang memiliki fungsi untuk mengirim zat

– zat dan oksigen yang diperlukan oleh tubuh, sebagai pengangkut hasil metabolisme,

serta sebagai bentuk pertahanan tubuh terhadap bakteri / virus(Mardiana & Rahayu,

2017). Spesimen darah terbagi menjadi beberapa bentuk diantaranya whole blood,

serum, plasma, sel darah, dll.

Pemeriksaan laboratorium sangat dipengaruhi dengan cara pengelolaan

spesimen. Setiap spesimen memiliki cara pengelolaan yang berbeda – beda

1
tergantung jenis spesimennya. Kesalahan dalam pengelolaan spesimen dapat

berakibat pada kesalahan hasil pemeriksaan. Hal tersebut dapat menyebabkan

kesalahan dalam pemberian obat dan perawatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan

rumusan masalah sebagai berikut:

Bagaimana cara pengelolaan spesimen darah pada pelaksanaan pemeriksaan di

laboratorium klinik?

1.3 Tujuan Pembahasan

Untuk mengetahui pengelolaan spesimen darah pada pelaksanaan

pemeriksaan di laboratoroium klinik

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian laboratorium klinik

Laboratorium klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan

pelayanan pemeriksaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi tentang

kesehatan perorangan terurama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit,

penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan(KEMENKES, 2013).

Laboratorium klinik berdasarkan jenis pelayanannya dapat dibagi menjadi

laboratorium klinik umum dan laboratorium klinik khusus.

1. Laboratorium klinik umum, merupakan laboratorium klinik yang

melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik di bidang hematologi,

kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan imunologi klinik.

2. Laboratorium klinik khusus, merupakan laboratorium klinik yang

melaksanakan pelayanan pemeriksaan klinik pada 1 (satu) bidang

pemeriksaan khusus dengan kemampuan tertentu(KEMENKES, 2010).

Laboratorium klinik dapat diselenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta.

Laboratorium klinik memiliki kewajiban dalam pelaksanaannya, diantaranya yaitu:

3
a. Melaksanakan pemantapan mutu internal dan mengikuti kegiatan pemantapan

mutu eksternal yang diakui oleh pemerintah

b. Mengikuti akreditasi laboratorium yang diselenggarakan oleh Komite

Akreditasi Laboratorium Kesehatan (KALK) setiap 5 (lima) tahun

c. Menyelenggarakan upaya keselamatan dan keamanan laboratorium

d. Memperhatikan fungsi sosial

e. Membantu program pemerintah di bidang pelayanan kesehatan kepada

masyarakat, dan

f. Berperan secara aktif dalam asosiasi laboratorium kesehatan.

2.2 Spesimen darah

Spesimen merupakan bahan pemeriksaan yang berasal dari tubuh manusia

yang terindikasi memiliki penyakit. Darah merupakan salah satu contoh dari

spesimen yang sering digunakan pada pemeriksaan di laboratorium klinik. Darah

adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat

tinggi yang memiliki peran mengirimkan zat – zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh

jaringan tubuh, pengangkut hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh

terhadap benda asing.

4
Darah yang akan menjadi bahan pemeriksaan dapat berupa whole blood,

serum, dan plasma. Berdasarkan tempat pengambilannya, darah dapat dibedakan

menjadi tiga, yaitu:

a. Darah Kapiler, merupakan darah yang berasal dari pembuluh darah terkecil di

tubuh, pembuluh ini memiliki diameter 5 – 10 mikron, pembuluh ini

menghubungkan arteriola dan venula, dan memungkinkan pertukaran air,

oksigen, karbon dioksida, serta nutrient dan zat kimia sampah antara darah dan

jaringan di sekitarnya.

b. Darah Vena, merupakan pembuluh yang mengarah ke jantung. Pembuluh ini

merupakan pembuluh balik yang bermuara menjadi satu pembuluh darah balik

besar yang disebut vena cava.

c. Darah Arteri, merupakan darah yang berasal dari pembuluh arteri yang

mengandung banyak oksigen

2.3 Pengelolaan Darah

2.3.1 Pengambilan spesimen darah

Pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium klinik menggunakan darah

sebagai salah satu bahan pemeriksaannya. Darah dapat diolah menjadi beberapa

sampel pemeriksaan tergantung pada kebutuhan darah pada pemeriksaan itu.

Terdapat pemeriksaan yang menggunakan whole blood, serum, dan plasma.

5
a. Whole blood

 Pengertian

Whole blood merupakan spesemen darah lengkap yang berasal dari seluruh

makhluk hidup (kecuali tumbuhan) yang biasa digunakan untuk bahan pemeriksaan

di laboratorium. Whole blood mengandung 50% plasma, 1% sel darah putih dan

keping darah, dan 44% sel darah merah. Whole blood biasa digunakan pada

pemeriksaan di bidang Hematologi seperti:

1) Hematokrit

2) Hemoglobin

3) Jumlah sel darah

4) Jenis sel leukosit

5) Laju endap darah

6) Indeks eritrosit

 Proses pengelolaan spesimen whole blood

Whole blood dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan tempat

pengambilannya diantaranya:

1) Darah kapiler, darah ini merupakan darah yang diambil dari pembuluh kapiler

pada tubuh, parameter pemeriksaan yang menggunakan sampel darah kapiler

yaitu hematokrit, hemoglobin metode sahli, hitung jenis sel darah metode pipet,

hitung jenis sel leukosit, morfologi darah tepi, dll.

6
Cara pengambilan darah kapiler yaitu:

1) Siapkan peralatan sampling (lancet steril, kapas alkohol 70%)

2) Pilih lokasi pengambilan lalu desinfeksi dengan kapas alkohol 70%,

biarkan hingga kering

3) Peganglah jari yang akan ditusuk supaya tidak bergerak kemudian tekan

sedikit supaya rasa nyeri berkurang

4) Tusuk lokasi yang telah didesinfeksi menggunakan lancet steril

5) Setelah darah keluar, buang tetes darah pertama menggunakan kapas

kering, kemudian tetes darah berikutnya boleh digunakan sebagai bahan

pemeriksaan

6) Pengambilan darah diusahakan tidak terlalu lama

2) Darah vena, merupakan darah yang lokasi pengambilannya melalui

pembuluh vena, biasanya pembuluh vena yang digunakan adalah vena median

cubital. Pengambilan darah vena dapat digunakan dengan dua cara, yaitu

dengan cara manual dan cara vakum. Pengambilan dengan cara manual

dilakukan dengan menggunakan syring sedangkan cara vakum digunakan

dengan menggunakan vacutainer.

Pengambilan darah menggunakan metode vakum memiliki dasar yang sama

dengan pengambilan secara manual, perbedaanya hanya terdapat pada tabung

vacutainer yang digunakan telah terisi antikoagulan sehingga setelah

pengambilan darah, darah dapat langsung diproses ke langkah selanjutnya

tanpa harus menambah antikoagulan lagi seperti pada pengambilan manual.

7
Darah vena biasa digunakan pada beberapa bidang pemeriksaan laboratorium,

diantaranya bidang hematologi dengan parameter hitung jumlah sel darah

metode tabung, hitung jenis sel leukosit, hemoglobin metode

sianmethehemoglobin, laju endap darah, total eosinophil metode tabung,

hitung retikulosit metode tabung, waktu perdarahan, waktu pembekuan,

hemostasis, serta pada bidang bakteriologi digunakan sebagai bahan tambahan

pada media pembiakan bakteri.

Cara pengambilan darah vena cara vacum yaitu:

1) Siapkan peralatan sampling (needle, holder, kapas alkohol 70%,

tourniquet, plester, dan tabung vakum)

2) Pasang needle pada holder

3) Konfirmasi identitas pasien

4) Pasang tourniquet kira – kira 10 cm di atas lipatan siku

5) Desinfeksi lokasi yang akan dilakukan vena puncture

6) Tusuk lokasi pengambilan darah masuk ke dalam jarum, masukkan

tabung ke dalam holder dengan cara mendorong sehingga bagian

posterior tertancap pada tabung, maka darah akan mengalir ke dalam

tabung. Tunggu hingga darah berhenti mengalir ke dalam tabung vakum

(sesuai volume tabung vakum), kemudian lanjutkan dengan tabung

selanjutnya

7) Setelah selesai, lepaskan tourniquet kemudian minta pasien membuka

kepalan tangannya

8
8) Letakkan kapas di lokasi penusukan lalu segera lepaskan/tarik jarum.

Tekan kapas beberapa saat lalu plester setelah darah berhenti keluar.

b. Serum

 Pengertian

Serum merupakan bagian cair darah yang tidak mengandung sel – sel darah

dan faktor – faktor pembekuan darah. Serum diperoleh dari soesumen darah yang

tidak ditambahkan antikoagulan dengan cara memisahkan darah menjadi 2

bagian dengan menggunakan sentrifuge. Setelah proses sentrifugasi akan tampak

gumpalan darah yang bentuknya tidak beraturan. Selain itu akan tampak pula

bagian cair dari darah. Serum merupakan salah satu spesimen yang banyak

digunakan sebagai bahan pemeriksaan di laboratorium klinik. Beberapa

parameter tersebut diantaranya pada bidang kimia darah (glukosa darah, profil

lipid, fungsi hati, fungsi ginjal, fungsi jantung,), imunoserologi (golongan darah

dan crossmatch), imunoserologi (widal, VDRL, tubex, TPHA, RF, dan CRP)

 Proses pengelolaan serum

1) Lakukan pengambilan darah vena secara manual atau dengan metode

vakum menggunakan vacutainer plain / gel separator

2) Masukkan darah ke dalam tabung (jika pengambilan dilakukan dengan

metode manual) kemudian tunggu hingga beku

9
3) Lakukan sentrifugasi terhadap darah tanpa anticoagulant tersebut

dengan kecepatan 3000rpm selama 10 menit

4) Pisahkan serum (cairan jernih yang berada di bagian atas tabung) dari

sel darah merah dengan menggunakan pipet

c. Plasma

 Pengertian

Plasma darah merupakan bagian darah yang merupakan cairan dengan fungsi

mengangkut dan mengedarkan sari – sari makanan ke seluruh bagian tubuh manusia.

plasma juga berfungsi sebagai pengangkut sisa metabolisme dari sel – sel tubuh untuk

dibuang ke organ pengeluaran. Plasma memiliki warna kekuningan yang didalamnya

terkandung 90% air, 8% protein, 0,9% (mineral, oksigen, enzim, antigen) dan bahan

organik(Maharani & Noviar, 2006). Plasma dapat digunakan sebagai sampel

pemeriksaan untuk bidang hematologi (PT, aPTT) dan kimia klinik (glukosa darah,

dll).

 Proses pengolahan plasma

1) Lakukan pengambilan darah vena secara manual atau dengan metode

vakum dengan menggunakan vacutainer Na Sitrat/Heparin/EDTA/NaF

2) Masukkan darah ke dalam tabung yang telah diisi dengan antikoagulan

yang sesuai dengan jumlah darah (jika pengambilan darah vena

dilakukan secara manual)

10
3) Homogenkan darah dengan antikoagulan pada tabung / vacutainer

dengan cara mengoyang – goyangkan tabung

4) Lakukan sentrifugasi terhadap darah tersebut dengan kecepatan

3000rpm selama 10 menit

5) Pisahkan plasma (cairan jernih yang berada di bagian atas tabung) dari

sel darah merah dengan menggunakan pipet

2.3.2 Penyimpanan spesimen

Penyimpanan spesimen dapat dilakukan apabila terjadi penundaan

pemeriksaan karena beberapa alasan. Salah satu contoh penundaan pemeriksaan yaitu

dikarenakan sampel harus dikirim ke laboratorium lain. Penyimpanan spesimen harus

memperhatikan jenis pemeriksaan, wadah spesimen, dan stabilitas

spesimen(Mardiana & Rahayu, 2017).

Bidang pemeriksaan Lama waktu penyimpanan

Kimia klinik 1 Minggu (disimpan pada refrigerator)

Imunoserologi 1 Minggu (disimpan pada refrigerator)

Hematologi 2 Hari (disimpan pada suhu kamar)

11
2.4 Pemeriksaan Hematologi

a. Hematokrit

 Deskripsi

Hematokrit (Ht / Hct) disebut juga packed cell volume (PCV),

merupakan volume eritrosit dalam millimeter yang ditemukan dalam 100 mL

darah dan dihitung dalam persen (%). Pemeriksaan ini menggambarkan

komposisi eritrosit dalam darah pada tubuh. Perubahan persentase hematokrit

dipengaruhi oleh faktor seluler dan plasma, seperti peningkatan atau

penurunan produksi eritrosit, ukuran eritrosit, dan kehilangan atau asupan

cairan

 Metode

Mikrohematokrit

 Prinsip

Darah disentrifugasi pada kecepatan tinggi dalam waktu tertentu, sehingga sel –

sel akan terpisah dari plasmanya. Ruangan yang ditempati sel darah merah diukur

dan dinyatakan sebagai persen dari seluruh volume darah

 Tujuan

a) Memantau volume sel darah merah dalam darah

12
b) Memantau perubahan volume plasma darah

 Spesimen

Darah vena (EDTA) atau darah kapiler

 Alat dan Reagen

1) Tabung mikrohematokrit

2) Clay / micro burner

3) Sentrifuge mikrohematokrit

4) Hematokrit reader

 Prosedur

1) Masukkan darah ke dalam dua tabung mikrohematokrit sampai 2/3 atau

3/4 bagian tabung

2) Tutup salah satu bagian ujung tabung menggunakan clay / micro burner

3) Letakkan kedua tabung mikrohematokrit pada sentrifuge secara

bersebrangan, dengan penutup menjauhi bagian tengah sentrifuge

4) Sentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 11.000 – 16.000 rpm

5) Angkat tabung mikrohematokrit setelah sentrifuge berhenti berputar.

Hasil dapat dihitung menggunakan hematokrit reader

6) Hasil sentrifugasi harus memiliki tiga bagian, yaitu eritrosit, buffy coat,

dan plasma

13
7) Hasil selisih hematokrit harus memiliki selisih kurang lebih 2%, apabila

tidak terpenuhi maka harus dilakukan pemeriksaan ulang

 Nilai rujukan

a) Bayi baru lahir : 44 – 46%

b) Usia 1 – 3 tahun : 29 – 40%

c) Usia 4 – 10 tahun : 31 – 43%

d) Pria dewasa : 40 – 54%

e) Wanita dewasa : 36 – 46%

f) Nilai kritis : <15% dan >60%

b. Hemoglobin

 Deskripsi

Pemeriksaan hemoglobin (Hb / Hgb) merupakan pemeriksaan kadar

hemoglobin di dalam darah. Pemeriksaan hemoglobin dapat dilakukan dengan

metode sahli. Metode sahli merupakan metode pemeriksaan yang sederhana

dan tidak memerlukan instrument khusus dalam pemeriksaannya. Metode ini

didasarkan pada pembentukan warna dengan menggunakan HCl 0,1 N sebagai

pereaksi. Hemoglobin dalam darah akan bereaksi dengan HCl membentuk

hematin asam dengan warna coklat tua. HCl tidak mampu bereaksi dengan

semua fraksi hemoglobin seperti methemoglobin, sulfohemoglobin, dan

karboksihemoglonin.

14
 Metode

Sahli

 Prinsip

Darah yang ditambahkan asam lemah (HCl 0,1 N), maka hemoglobin akan

dirubah menjadi hematin asam yang berwarna coklat tua. Warna yang

terbentuk diencerkan menggunakan aquadest sampai warna yang terjadi sama

dengan warna standar.

 Tujuan

a) Menentukan kadar hemoglobin dalam darah

b) Membantuk diagnosis anemia

c) Menentukan deficit cairan tubuh akibat peningkatan kadar hemoglobin

 Spesimen

Darah vena (EDTA) / darah kapiler

 Alat dan Reagen

1) Hemometer

2) Aquadest

3) Larutan HCl 0,1 N

 Prosedur

1) Masukkan larutan HCl 0,1 N ke dalam pipet sahli sampai tanda batas 2

15
2) Isap darah menggunakan pipet sahli sahli hingga tanda batas 20μL

3) Hapus darah yang melekat pada bagian luar pipet menggunakan tissue

secara hati – hati, jangan sampai darah di dalam pipet berkurang

4) Masukkan darah dari pipet ke dalam dasar tabung sahli yang telah terisi

HCl 0,1 N

5) Hisap dan keluarkan larutan HCl menggunakan pipet sahli 2 – 3 kali

untuk membilas sisa darah dalam pipet

6) Inkubasi selama 3 – 5 menit

7) Tambahkan aquadest tetes demi tetes

8) Homogenkan dengan cara mengocok tabung atau dengan batang

pengaduk, perhatikan jangan sampai ada gelembung udara

9) Bandingkan warna yang terbentuk dengan warna standar

10) Baca skala tabung sahli pada miniskus bawah larutan, catat, dan laporkan

sebagai kadar hemoglobin

 Nilai rujukan

a) Bayi baru lahir : 14 – 24 g/dL

b) Bayi : 10 – 17 g/dL

c) Anak : 11 – 16 g/dL

d) Pria Dewasa : 13,5 – 17 g/dL

e) Wanita Dewasa : 12 – 15 g/dL

16
c. Laju Endap Darah (LED)

 Deskripsi

Laju Endap Darah (LED) merupakan parameter yang digunakan untuk

menentukan kecepatan eritrosit mengendap dalam darah. Pemeriksaan LED

merupakan pemeriksaan non – spesifik, peningkatan LED menandakan

adanya inflamasi akut. Metode Westergren merupakan gold standard dalam

pemeriksaan LED. Pemeriksaan ini menggunakan pipet Westergren yang

memiliki panjang 300mm dengan diameter bagian dalam tabung 2,6mm dan

memiliki skala 0 – 200mm. pipet tersebut dipasang pad arak tabung secara

vertical.

 Metode

Westergren

 Prinsip

Penambahan antikoagulan NA-Sitrat 3,8% dalam darah atau NaCl

0,85% dalam darah EDTA dengan perbandingan tertentu akan menegencerkan

darah dan dimasukkan dalam pipet Westergren yang akan diletakkan tegak

lurus dalam waktu tertentu. Maka sel – sel darah akan mengendap karena

17
perbedaan berat jenis. Jumlah millimeter darah yang mengendap selama 1 jam

dinyatakan sebagai nilai LED dalam satuan mm/jam.

 Tujuan

a) Menentukan seberapa cepat eritrosit mengendap selama satu jam

b) Membandingkan hasil pemeriksaan laboratorium lain guna mendiagnosis

kondisi inflamasi

 Spesimen

a) Darah vena (Na-Sitrat 3,8%) dengan perbandingan 4 bagian darah dan 1

bagian Na – Sitrat 3,8%

b) Darah vena (EDTA) yang ditambahkan NaCl 0,85% dengan

perbandingan 4 bagian darah dan 1 bagian NaCl 0,85%

 Alat dan Reagen

1) Pipet Westergren

2) Rak tabung Westergren

3) Bulb

 Prosedur

1) Lakukan pemipetan spesimen darah menggunakan pipet Westergren

sampai tepat pada tanda batas 0. Pastikan spesimen darah yang dipipet

tidak terdapat gelembung

2) Letakkan tabung pada rak tabung Westergren dengan posisi tegak lurus

3) Biarkan selama 1 jam. Hindari dari guncangan

18
4) Ukur tinggi plasma dalam mm, dari tanda batas 0 sampai tanda batas

eritrosit mengendap

 Nilai rujukan

a) Bayi baru lahir : 0 – 2 mm/jam

b) Anak : 0 – 10 mm/jam

c) Pria dewasa <50 tahun : 0 -15 mm/jam

d) Wanita dewasa <50 tahun : 0 – 20 mm/jam

e) Pria dewasa >50 tahun : 0 – 20 mm/jam

f) Wanita dewasa >50 tahun : 0 – 30 mm/jam

2.5 Pemeriksaan Kimia Klinik

a. Glukosa darah sewaktu

 Deskripsi

Glukosa darah sewaktu (GDS) atau random blood glucose (RBG)

adalah pemeriksaan kadar glukosa pada darah pasien yang tidak puasa dan

dapat dilakukan kapan saja. Pemeriksaan GDS sering dilakukan karena selain

digunakan sebagai pemeriksaan screening diabetes, juga dilakukan rutin untuk

memantau kadar glukosa darah pada pasien diabetes di rumah. Sampel

pemeriksaan yang umum digunakan adalah darah vena / kapiler.

 Metode

19
Trinder / GOD – PAP (Glukosa Oksidase – Para Aminofenazon)

 Prinsip

Glukosa dioksidasi oleh glukosa oksidase (GOD) menjadi asam

glukonat dan hydrogen peroksida. Hydrogen peroksida yang terbentuk dengan

adanya POD, bereaksi dengan kloro-4-fenol dan 4-aminofenazon (PAP) untuk

membentuk warna merah kuinonimin. Absorbansi kompleks berwarna,

sebanding dengan konsentrasi glukosa dalam spesimen yang diukur pada

panjang gelombang 500nm.

 Tujuan

a) Memastikan diagnosis status prediabetes

b) Memantau kadar glukosa darah pada pasien diabetic

 Spesimen

Serum / plasma (EDTA dan heparin). Pisahkan segera (serum /

plasma) dari sel darah supaya tidak terjadi glikolisis. Jika flourida digunakan

sebagai pengawet, penurunan 9 mg/dL terlihat dalam 2 jam pertama, setelah

itu konsentrasi glukosa akan stabil

 Alat dan Reagen

1) Spektrofotometer

2) Mikropipet

20
3) Stopwatch

4) Reagen glukosa

5) Air bebas mineral

 Prosedur

1) Kumpulkan 3 sampai 5 mL darha vena dalam tabung spesimen darah

2) Lakukan sentrifugasi untuk mendapatkan serum atau plasma

3) Diamkan reagen pada spesimen hinggua suhu reagen dan spesimen sama

dengan suhu ruangan. Kemudian siapkan 3 tabung lalu isi menggunakan

reagen, aquadest, standar, dan spesimen

Blanko Standar Test

Reagen 1 mL 1 mL 1 mL

Aquadest 10μL - -

Standar - 10μL

Spesimen - - 10μL

4) Homogenkan kemudian inkubasi selama 10 menit pada suhu 37℃ atau

20 menit pada suhu kamar

5) Baca absorban dengan panjang gelombang 500nm (460 – 560) terhadap

reagen blanko

6) Reaksi warna stabil selama 15 – 20 menit pada suhu 37℃, kemudian

perlahan terjadi penurunan

7) Hasil = Absorban (pemeriksaan) x Konsentrasi standar

21
Absorban (Standar)

 Nilai rujukan

a) Dewasa : 60 – 139 mg/dL

b) Nilai Kritis : <40 mg/dL

b. Kolestrol total

 Deskripsi

Kolestrol total / total cholesterol adalah pemeriksaan kolestrol dalam

serum / plasma. Kolesterol dalam tubuh disintesis dalam hati serta ditemukan

pula pada eritrosit, membrane sel, dan otot. Sekitar 70% dalam bentuk ester

kolestrol dan 30% dalam bentuk kolesterol bebas.

 Metode

CHOD – PAP (cholesterol oxidase – para aminophenazone)

 Prinsip

Esterkolestrol dengan adanya enzim kolestrol esterase akan

membentuk asam lemak dan kolestrol bebas. Kolestrol bebas yang terbentuk

kemudian dirubah menjadi koles-4-en-3-on dan hydrogen peroksida oleh

enzim kolesterol oksidase. Hydrogen peroksida yang terbentuk bersama fenol

dan 4-aminophenazon oleh peroksidase (POD) diubah menjadi senyawa yang

berwarna

22
 Tujuan

a) Memeriksa kadar kolestrol

b) Memantau kadar kolestrol

 Spesimen

Serum / plasma (heparin / EDTA), jangan menggunakan oksalat,

florida, dan sitrat. Kumpulkan spesimen dalam keadaan puasa. Pisahkan

serum dari sel – sel tidak lebih dari 2 jam.

 Alat dan Reagen

1) Spektrofotometer

2) Mikropipet

3) Stopwatch

4) Reagen kolestrol

5) Aquadest

 Prosedur

1) Berikan arahan kepada pasien agat melakukan puasa 12 jam. Sebaiknya

dimulai dari jam 7 atau 8 malam. Selama puasa pasien diperbolehkan

minum air putih dan tidak boleh melakukan aktivitas berat selama puasa

2) Kumpulkan 3 sampai 5 mL darah pada tabung tutup merah, ungu, atau

hijau

3) Lakukan sentrifugasi untuk mendapatkan serum atau plasma

23
4) Diamkan reagen dan spesimen hingga suhu reagen dan spesimen sama

dengan suhu ruangan

Blanko Standar Test

Reagen 1 mL 1 mL 1 mL

Aquadest 10μL - -

Standar - 10μL

Spesimen - - 10μL

5) Homogenkan kemudian inkubasi selama 10 menit pada suhu 37℃ atau

20 menit pada suhu kamar

6) Baca absorban dengan panjang gelombang 500nm (480 – 520) terhadap

reagen blanko

7) Reaksi warna stabil selama 1 jam

8) Hasil = Absorban (pemeriksaan) x Konsentrasi standar

Absorban (Standar)

 Nilai rujukan

a) Nilai yang direkomendasikan : <200 mg/dL

b) Risiko rendah : 200 – 239 mg/dL

c) Risiko tinggi : ≥240 mg/dL

c. Kreatinin

 Deskripsi

24
Kreatinin merupakan produk sampingan katabolisme otot dari kreatin

fosfat. Jumlah kreatin yang diproduksi sebanding dengan massa otot. Oleh

karena itu kadar kreatinin dipengaruhi oleh jenis kelamin dan umur.

Pengukuran kadar kreatinin yang paling sering digunakan untuk mengukur

kreatinin didasarkan pada reaksi Jaffe pada tahun 1886. Reaksi ini melibatkan

asam pikrat, sehingga keberadaan kreatinin dalam serum akan membentuk

komplek warna jingga kemerahan yang diukur pada panjang gelombang 599 –

560 nm.

 Metode

Reaksi Jaffe

 Prinsip

Kreatinin bereaksi dengna larutan pikrat alkalis membentuk kompleks

warna jingga kemerahan yang diukur pada panjang gelombang 490 nm (490 –

510 nm), tanpa perlu persiapan awal pengerjaan. Reaksi ini telah diperbaiki

(spesifitas, kecepatan, dan kemampuan beradaptasi) dan dikembangkan dari

metode awal

 Tujuan

Mendiagnosis disfungsi ginjal

 Spesimen

25
Serum / plasma (EDTA / heparin)

 Alat dan Reagen

1) Spektrofotometer

2) Mikropipet

3) Stopwatch

4) Sentrifuge

5) Reagen kreatinin

6) Aquadest

 Prosedur

1) Kumpulkan 3 sampai 5 mL darah vena dalam tabung spesimen darah

2) Lakukan sentrifugasi unutk mendapatkan serum / plasma

3) Diamkan reagen dan spesimen pada suhu kamar

4) Lakukan tes pada suhu konstan yaitu suhu 37℃

Blanko Standar Test

Reagen (R1 & R2) 1 mL 1 mL 1 mL

Aquadest 100μL - -

Standar - 100μL

Spesimen - - 100μL

5) Homogenkan dan tunggu selama 30 detik, baca absorban A1 pada

panjang gelombang 490 nm (490 – 510 nm)terhadap reagen blanko

6) 2 menit setelah absorban pertama dibaca, catat absorban A2

26
7) Hasil : Abs (A2 – A1) Pemeriksaan x konsentrasi standar

Abs (A2 – A1) Standar

 Nilai rujukan

a) Anak : 0,3 – 0,7 mg/dL

b) Pria dewasa : 0,9 – 1,3 mg/dL

c) Wanita dewasa : 0,6 – 1,1 mg/dL

2.6 Pemeriksaan Imunoserologi

a. C-Reaktive Protein (CRP)

 Deskripsi

Protein C-Reaktif (C-Reactive Protein, CRP) merupakan protein fase

akut yang disintesis oleh hepatosit dan disirkulasikan dalam darah. CRP

mendapat namanya pada tahun 1930 pada saat Tillet dan Francis menemukan

protein di dalam serum pasien dengan pneumonia yang membentuk kompleks

dengan C-Polisakarida pneumokokus. CRP dalam kondisi normal terdapat

dalam jumlah sedikit dalam darah, kadarnya meningkat 1000 kali lipat sebagai

respon terhadap cedera atau infeksi. CRP merupakan uji non spesifik,

pemeriksaan ini serupa dengan pemeriksaan LED. CRP mampu mendeteksi

inflamasi dan nekrosis lebih awal dibandingkan LED.

 Metode

27
Aglutinasi direk

 Prinsip

Uji CRP-Lateks adalah uji aglutinasi slide. Partikel lateks dilapisi igG

anti-human CRP, ketika reagen lateks dicampur dengan serum yang

mengandung CRP, maka akan terbentuk aglutinasi

 Tujuan

a) Mengaitkan peningkatan titer CRP dengan proses inflamasi akut

b) Sebagai pembanding dnegan temuan uji laboratorium lain

 Spesimen

Serum

 Alat dan Reagen

1) Reagen CRP-lateks

2) Control positive (CRP 6 mg/dL)

3) Kontrol negative

4) Salin 0,9%

5) Pipet

6) Batang pengaduk

7) Slide aglutinasi

8) Mikropipet

28
9) Rotator

10) Stopwatch

 Prosedur

1) Bawa reagen dan spesimen pada suhu kamar

2) Pipet 1 tetes control positive pada posisi kiri slide, 1 tetes control negative

pada posisi tengah slide, dan 1 tetes sampel pada posisi kanan slide

3) Goyangkan dengan lembut reagen lateks agar partikel homogeny

4) Tambahkan satu tetes reagen lateks menggunakan pipet yang disediakan

ke masing – masing lingkaran diperlukan pada slide

5) Sebarkan reagen dan sampel serum ke seluruh area lingkaran uji

menggunakan pengaduk berbeda untuk setiap lingkaran slide

6) Perlahan miringkan slide tes ke belakang dan ke depan kira – kira sekali

dalam dua detik selama dua menit / menggunakan rotator dengan

kecepatan 100rpm

7) Interpretasikan hasilnya segera setelah 2 menit. Perpanjang inkubasi akan

menyebabkan hasil palsu. Apabila didapatkan hasil positif maka

pemeriksaan dilanjutkan ke uji semi – kuantitatif

8) Pipet menggunakan mikropipet sebanyak 100μL larutan salin 0,9% dlaam

lingkaran 2, 3, 4, dan 5

9) Tambahkan 100 μL serum pasien yang diperiksa pada lingkaran 1 dan 2

29
10) Campur salin dan sampel pada lingkaran 2 dengan batang pengaduk,

hindari terbentuknya gelembung

11) Pindahkan 100 μL dari lingkaran 2 ke lingkaran 3

12) Lakukan pengenceran berulang dengan cara sama sampai lingkaran

terakhir, dan buang 100 μL setelah lingkaran terakhir

13) Titer serum dilaporkan pengenceran tertinggi yang menunjukkan hasil

positif (aglutinasi).

 Nilai rujukan

a) Dewasa : Negatif(kualitatif), < 1 / 2 (semi kuantitatif)

b) Anak : Negatif

b. Tubex TF

 Deskripsi

Tubex TF merupakan tes diagnostic in vitro semikuantitatif yang

didasarkan pada deteksi adanya anti-O9 Salmonellatyphi IgM dalam serum

pasien. Jika hasil uji Tubex positif, maka hal tersebut menandakan terdapat

infeksi salmonella serogroup D walaupun tidak secara spesifik.

 Metode

IMBI (Inhibition Magnetic Binding Immunoassay)

 Prinsip

30
Antibodi anti-O9 pada serum pasien menghambat reaksi antara antigen

berlapis coklat dan antibodi berlapis warna biru. Tingkat penghambatan

sebanding dengan konsentrasi antibodi anti-O9 dalam sampel. pemisahan

dilakukan dengan daya magnet, hasil dibaca secara visual terhadap skala

warna.

 Tujuan

a) Mendeteksi keberadaan antibodi terhadap Salmonella typhi

b) Skrining pemeriksaan Salmonella typhi

 Spesimen

Serum / plasma heparin

 Alat dan Reagen

1) Bawa reagen dan spesimen pada suhu kamar

2) Kocok reagen TUBEX hingga homogeny

3) Pipet 45 μL reagen coklat, masukkan ke dalam sumur reaksi pertama

hingga ketiga

4) Tambahkan 45 μL sampel pada sumur pertama, control positif pada

sumur kedua dan control negative pada sumur ketiga. Lakukan

pencampuran dengan 10 x pemipetan

5) Inkubasi selama 2 menit

6) Tambahkan 90 μL reagen biru

31
7) Tutup sumur reaksi dengan perekat yang telah disedikan dalam kit

8) Miringkan dan goyang sumur reaksi selama 2 menit

9) Simpan sumur reaksi pada bagian atas skala warna TUBEX yang telah

disediakan dalam kit

10) Biarkan selama 5 menit hingga terjadi pemisahan

11) Baca dan nilai hasil reaksi dengan membandingkan warna supernatant

pada skala warna TUBEX

 Nilai rujukan

a) Dewasa : negatif

b) Anak : negative

c. HBsAg

 Deskripsi

Viral hepatitis adalah penyakit sistemik yang melibatkan hati. Sebagian besar

kasus virus hepatitis akut ditemukan pada anak – anak dan orang dewasa. Hepatitis B

ditemukan oleh Blumberg, dkk. Antigen kompleks yang dikenal dengan antigen

permukaan hepatitis B yang ditemukan pada permukaan HBV adalah bagian yang

pertama kali terdeteksi kehadirannya oleh HBsAg dalam sampel serum menunjukkan

adanya infeksi aktiv HBV, baik akut maupun kronik. Infeksi HBV yang khas, HBsAg

akan terdeteksi 2 hingga 4 minggu sebelum tingkat transaminase menjadi tidak

normal dan 3 sampai 5 minggu sebelum pasien mengalami gejala atau menjadi

kuning.

32
 Metode

Imunokromatografi

 Prinsip

Serum yang mengandung HBsAg akan membentuk kompleks dengan

konjugat anti-HBsAg koloid emas pada membrane, cairan akan migrasi melalui

membrane nitroselulosa. Daerah uji (T) dilapisi dengan antibodi anti-HBsAg dan

daerah control (C) dilapisi antibodi IgG terhadap konjugat anti-HBsAg koloid emas

yang terimobilisasi HBsAg. Anti-HBsAg koloid emas akan bergerak secara

kromatografi menuju daerah T membentuk komplek HBsAg – anti-HBsAg koloid

emas hingga terbentuk garis warna. Konjugat yang tidak berikatan akan termobilisasi

sampai daerah C dan membentuk kompleks antibodi IgG – anti-HBsAg koloid emas

hingga terbentuk garis berwarna

 Tujuan

a) Menentukan keberadaan virus Hepatitis B dalam darah pasien

b) Mendeteksi keberadaan hepatitis B dalam darah pendonor

 Spesimen

Serum / plasma EDTA

 Alat dan Reagen

33
1) Kit HBsAg

2) Pipet tetes

 Prosedur

1) Bawa kit dan spesimen pada suhu kamar

2) Tambahkan 3 – 4 tetes serum atau plasma pada daerah sampel

3) Biarkan 10 sampai 15 menit, amati ada atau tidaknya warna yang

terbentuk pada daerah uji (T) dan control (C).

4) Hasil positif ditandai dengan terbentuknya garis merah pada daerah T dan

 Nilai rujukan

a) Dewasa : Negatif

b) Anak : Negatif

2.7 Pemeriksaan bakteriologi

a. Media Blood Agar

 Deskripsi

Media merupakan bahan yang digunakan pada bidang bakteriologi sebagai

tempat pertumbuhan bakteri sehingga dapat diidentifikasi. Media blood agar

merupakan media bakteri universal yang digunakan untuk menumbuhkan berbagai

macam bakteri, namun dapat digunakan juga sebagai media differensial untuk

membedakan bakteri hemolitik dan non hemolitik.

34
 Prinsip

Media ini mengandung darah sehingga dapat membedakan bakteri yang

bersifat hemolitik dengan yang non hemolitik

 Tujuan

Sebagai media pertumbuhan bakteri yang akan diisolasi dan identifikasi

 Spesimen

Darah

 Alat dan Reagen

1) Reagen Blood Agar

2) Timbangan digital

3) Erlenmenyer

4) Hotplate

5) Autoklaf

6) Petridish

 Prosedur

1) Timbang Blood Agar Base (BAB) sebanyak 20 gr, kemudian masukkan

ke dalam erlenmenyer. Tambahkan aquadest hingga mencapai volume

yang diinginkan

2) Homogenkan menggunakan hotplate

35
3) Larutan yang telah homogen kemudian disterilisasi menggunakan

autoklaf pada suhu 121 ℃ selama 15 menit

4) Media yang telah diserilisasi kemudian dicampur dengan darah sebanyak

35 mL dengan cara digoyangkan. Kemudian masukkan ke dalam cawan

petri masing – masing sebanyak 1 mL

 Interpretasi hasil

Pecahnya sel darah merah yang disebabkan oleh aktivitas koloni bakteri yang

ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar pertumbuhan koloni

b. Media Brain Heart Infusion Broth

 Deskripsi

BHIB merupakan media cair berupa kaldu yang kaya akan nitrogen, vitamin,

dan karbon dalam bentuk Brain Heart Infusion dan Enzymatic Digest Gelatin di

dalam BHIB. Dekstrosa adalah sumber karbohidrat dan Natrium Klorida untuk

menjaga osmolaritas. Dinatrium Fosfat sebagai buffer di dalam media

 Prinsip

Mendeterminasi kemampuan bakteri yang mampu melisiskan eritrosit

 Tujuan

Melihat hemolisa

36
 Spesimen

Darah

 Alat dan Reagen

1) Reagen BHIB

2) Timbangan digital

3) Erlenmenyer

4) Hotplate

5) Autoklaf

6) Petridish

 Prosedur

1) Timbang HIB 3 gr kemudian masukkan ke dalam erlenmenyer dan

larutkan dengan aquadest sebanyak 97mL.

2) Homogenkan dengan menggunakan hotplate

3) Setelah homogeny, media disterilisasi menggunakan autoklaf

4) Masukkan ke dalam tabung dan inkubasi menggunakan incubator

 Interpretasi hasil

a) Positf : terjadi kekeruhan

b) Negatif : tidak terjadi kekeruhan

c. Uji Koagulase

37
 Deskripsi

Uji koagulase merupakan uji identifikasi bakteri yang memiliki enzim

koagulase yang ditandai dengan penggumpalan plasma oksalat. Enzim koagulase

berikatan dengan protrombin yang terdapat dalam plasma, keduanya menjadi aktif

secara enzimatik dan mengubah fibrinogen menjadi fibrin

 Prinsip

Mendeterminasi kemampuan bakteri yang menghasilkan enzim koagulase

 Tujuan

Membedakan staphylococcus pathogen dan staphylococcus non pathogen

 Spesimen

Plasma sitrat / oksalat

 Alat dan Reagen

1) Ose

2) Sentrifuge

3) Slide

 Prosedur

1) Teteskan 1 tetes plasma sitrat 3,8% ke atas slide

38
2) Ambil 1 ose koloni bakteri dari media pertumbuhan kemudian letakkan di

atas slide

3) Lakukan homogenisasi antara plasma sitrat dan koloni bakteri

4) Amati ada atau tidaknya gumpalan seperti pasir halus pada reaksi

tersebut.

 Interpretasi hasil

a) Positif : terdapat gumpalan seperti pasir halus

b) Negative : tidak terdapat gumpana seperti pasir halus

2.8 Pemeriksaan parasitology

a. Pemeriksaan malaria

 Deskripsi

Malaria merupakan penyakit ingeksi yang disebabkan oleh parasite

plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.

Plasmodium di Indonesia dapat dijumpai dari jenis Falciparum, Vivax, Ovale, dan

Malariae. Penyakit ini secara alami disebarkan oleh nyamuk Anopheles betina

melalui gigitan.

 Metode

Imunokromatografi

39
 Prinsip

Cairan akan bermigrasi pada permukaan membrane nitroslulosa. Uji ini

berdasarkan pengiaktan antigen yang terdapat dalam darah perifer dengan antibodi

monoclonal yang dikonjugasi dengan zat pewarna / gold particles pada fase mobile.

Bila darah manusia mengandung antigen tertentu, maka kompleks antigen antibodi

akan bermigrasi pada fase mobile sepanjang strip nitroselulosa dan akan diikat

dengan antibodi monoclonal pada fase immobile sehingga terlihat garis berwarna

merah. Larutan penyangga kemudian ditambahkan untuk menghilangkan

hemoglobin sehingga garis berwarna yang terbentuk dari kompleks antigen –

antibodi yang terimobilisasi dapat terlihat

 Tujuan

Mendeteksi antigen malaria pada sampel darah

 Spesimen

Darah

 Alat dan Reagen

1) Strip malaria

2) Lancet

3) Kapas alkohol

4) Tabung mikrokapiler

40
 Prosedur

1) Ambil 2 – 5 μL darah dari ujung jari dengan menggunakan tabung

mikrokapiler dan teteskan pada kotak sampel yang terdapat pada Rapid

test

2) Tetskan larutan buffer pada tempat yang telah ditentukan sesuai dengan

petunjuk kit

3) Jika darah mengandung antigen Malaria, maka akan terbentuk kompleks

antigen – antibodi yang akan ditandai dengan terbentuknya garis

berwarna pada daerah tes

 Interpretasi hasil

a) Positif : terbentuk garis pada daerah tes (T) dan control (C)

b) Negatif : hanya terbentuk garis pada daerah control (C)

c) Invalid : tidak terbentuk garis pada daerah control (C)

b. Mikroskopis Malaria

 Deskripsi

Malaria merupakan penyakit ingeksi yang disebabkan oleh parasite

plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.

Plasmodium di Indonesia dapat dijumpai dari jenis Falciparum, Vivax, Ovale, dan

41
Malariae. Penyakit ini secara alami disebarkan oleh nyamuk Anopheles betina

melalui gigitan.

 Metode

Mikroskopis

 Prinsip

Dalam pembuatan prepatat malaria terdapat 2 (dua) jenis sediaan dalam 1

slide (sediaan tebal dan sediaan tipis). Sediaan tebal berfungsi untuk mencari parasite

malaria karena pada sediaan darah tebal sel darah merah dan sel darah putih

menumpuk. Parasite malaria yang ada akan terkonsentrasi pada area yang lebih kecil

sehingga akan lebih cepat terlihat di bawah mikroskop. Sediaan tipis biasanya

berfungsi untuk mengidentifikasi jenis / spesies yang menyebabkan malaria karena

sel darah yang tersebar dan tidak menumpuk hanya satu lapisan.

 Tujuan

Mendeteksi dan mengidentifikasi parasite penyebab malaria

 Spesimen

Darah

 Alat dan Reagen

1) Object glass

42
2) Lancet steril

3) Alkohol 70%

4) Kapas

5) Methanol

6) Giemsa

 Prosedur

1) Beri label pada object glass

2) Fiksasi object glass agar bebas dari lemak

3) Lakukan pengambilan darah pada pembuluh kapiler kemudian oleskan 3

tetes darah pada object glass

4) Buat sediaan darah tebal dari 2 tetes darah dan 1 apusan darah dari tetes

darah ketiga

5) Tunggu hingga kering

6) Fiksasi menggunakan methanol kemudian tunggu kering

7) Lakukan pewarnaan dengan menggunakan giemsa kemudian bilas

menggunakan aquadest

8) Setelah kering, periksa di bawah mikroskop

 Interpretasi hasil

a) Positif : ditemukan plasmodium

b) Negative : tidak ditemukan parasit

43
c. Pemeriksaan mikrofilaria

 Deskripsi

Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing filarial. Daur

hidup cacing filarial dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk tersebut

menggigit dan menghisap darah orang yang terserang filariasism sehingga

mikrofilaria yang terdapat di tubuh penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk.

 Metode

Mikroskopis

 Prinsip

Menggunakan apusan darah / SADT yang diwarnai dengan giemsa untuk

mendeteksi mikrofilaria pada sel penderita yang diambil pada malam hari

 Tujuan

Identifikasi mikrofilaria pada sampel darah

 Spesimen

Darah kapiler dari pasien suspek filariasis

 Alat dan Reagen

1) Object glass

44
2) Spreader

3) Mikroskop

4) Autoklik

5) Bak pewarnaan

6) Alkohol

7) Giemsa

8) Methanol

9) Oil imersi

 Prosedur

1) Siapkan alat dan bahan

2) Lakukan pengambilan darah kapiler kemudian teteskan 1 tetes darah pada

object glass kemudian dibuat hapusan

3) Fiksasi menggunakan methanol kemudian tunggu hingga kering

4) Letakkan di atas bak pewarnaan kemudian lakukan pewarnaan

menggunakan giemsa selama 30 menit

5) Bilas menggunakan air mengalir kemudian keringkan dengan cara

menyandarkan object glass di atas sandaran dalam posisi miring

6) Periksa di bawah mikrosko

 Interpretasi hasil

a) Positif : ditemukan mikrofilaria pada SADT

b) Negative : tidak ditemukan mikrofilaria pada SADT

45
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

46
Laboratorium klinik merupakan sarana kesehatan yang memiliki fungsi

pelayanan pemeriksaan terhadap spesimen klinik dengan tujuan untuk mendapatkan

informasi tentang kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis

penyakit, penyembuhan penyakitn dan pemulihan kesehatan. Laboratorium klinik

dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan jenis pelayanannya, yaitu

laboratorium klinik umum dan laboratorium klinik khusus. Pelaksanaan laboratorium

klinik dapat diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta dengan

memperhatikan peraturan terkait pelaksanaan pelayanan berdasarkan peraturan yang

berlaku.

Laboratorium klinik dalam pelaksanaan pelayanannya menggunakan

spesimen biologis / klinik sebagai bahan pemeriksaannya. Spesimen merupakan

bahan yang berasal dari tubuh manusia yang diindikasikan memiliki penyakit. Darah

merupakan salah satu dari contoh spesimen yang dapat digunakan sebagai bahan

pemeriksaan pada laboratorium klinik. Darah yang dijadikan bahan pemeriksaan

dapat digunakan dalam beberapa bentuk tergantung jenis pemeriksaannya. Whole

blood, serum, dan plasma merupakan bentuk spesimen darah yang sering digunakan

dalam pemeriksaan.

Spesimen yang digunakan dalam pemeriksaan harus diperhatikan

pengelolaannya agar tidak terjadi perubahan kadar yang dapat menyebabkan

kesalahan hasil pemeriksaan. Kesalahan hasil pemeriksaan dapat berakibat pada

kesalahan dalam pemberian perawatan dan konsumsi obat. Pengelolaan spesimen

47
yang harus diperhatikan meliputi aspek pengambilan spesimen dan penyimpanan

spesimen.

3.2 Saran

1) Kepada pihak pengelola laboratorium agar dapat memperhatikan teknik

pengelolaan sampel yang meliputi aspek pengambilan sampel dan

penyimpanan sampel. Hal tersebut dikarenakan hasil laboratorium

mempengaruhi tindakan medis yang akan dilakukan kepada pasien

selanjutnya.

2) Kepada instansi pengelola laboratorium agar dapat melaksanakan

penyelenggaraan laboratorium klinik sesuai dengan peraturan yang berlakuk

tentang hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

KEMENKES. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

411/MENKES/PER/III/2010 tentang Laboratorium Klinik.

48
KEMENKES. (2013). PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013.

http://www.eldis.org/vfile/upload/1/document/0708/DOC23587.pdf

Maharani, E. A., & Noviar, G. (2006). IMUNOHEMATOLOGI DAN BANK

DARAH.

Mardiana, & Rahayu, I. G. (2017). BAHAN AJAR TEKNOLOGI LABORATORIUM

MEDIK (PENGANTAR LABORATORIUM MEDIK).

Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson. (2004). Tinjauan Klinis Hasil

Pemeriksaan Laboratorium (11). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

49

Anda mungkin juga menyukai