Anda di halaman 1dari 180

Heckner

Atlas
Hematologi
Praktikum Hematologi dengan Mikroskop

Buku asli berstiker hologram 3 dimensi


HGC 1940

This edition o f
P R A K T I K U M D E R M I K R O S K O P I S C H E N H A M A T O L O G I E , 11" Ed.
b y Mathias Freund i s p u b l i s h e d b y a r r a n g e m e n t w i t h E l s e v i e r G m b H .
Urban & Fisher M u n c h e n
Copyright e 2008 Elsevier G m b H . Miinchen
A i l rights reserved
ATLAS HEMATOLOGI HECKNER:
P R A K T I K U M H E M A T O L O G I DENGAN M I K R O S K O P , Ed. 11
A l i h b a h a s a : dr. F r a n s D a n y

Hak cipta terjemahan Indonesia


© 2009 Penerbit B u k u Kedokleran E G C
P.O. B o x 4 2 7 6 / J a k a r t a 1 0 0 4 2
Telepon: 6530 6283

Anggota I K A P l

Desain kulit m u k a : Teddy K u r n i a w a n . S.Sn


Penala letak: A m s i r

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.


D i l a r a n g m e m p e r b a n y a k sebagian atau seluruh isi b u k u ini d a l a m bentuk apa pun. baik
secara e l e k t r o n i k m a u p u n m e k a n i k , t e r m a s u k m e m f o t o k o p i , m e r e k a m , atau dengan
menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertuiis dari Penerbit.

Cetakan 2012

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Atlas h e m a t o l o g i H e c k n e r : p r a k t i k u m h e m a t o l o g i d e n g a n m i k r o s k o p / P e n u l i s .
M a t h i a s F r e u n d ; alih bahasa. Frans Dany. — E d . 11. — .lakarta : E G C . 2 0 1 1 .
xi, 167h i m . ; 1 5 . 5 x 2 4 c m .
J u d u l a s l i : Praktikum der mikroskopischen hdmalologie.
I S B N 978-979-044-174-3
1. H e m a t o l o g i . 1. F r e u n d , M a t h i a s I I . F r a n s D a n y .
616.15

I n d i k a s i a k u r a t . reaksi m e r u g i k a r t , dan J a d w a l dosis u n t u k obat disajikan pada buku ini. tetapi h a l


ini dapat saja berubah. Pembaca disarankan mengacu data i n f o r m a s i d a r i pabrik tentang obat yang
ditulis pada kemasannya. Penulis. editor penerbil. atau distributor tidak bertanggung jawab alas
kesalahan atau kealfaan atau atas konsekuensi d a r i penerapan i n f o r m a s i yang ada di dalam buku
ini, dan tidak memberi j a m i n a n , tersurat atau lersirat, atas isi buku. Penulis. editor penerbit, dan
distributor tidak bertanggung Jawab atas cedera dan/atau kerusakan pada seseorang atau properti
yang t i m b u l d a r i buku ini.

Isi di luar tanggung j a w a b percetakan


Heckner
Atlas
Hematologi
Praktikum Hematologi dengan Mikroskop

(Praktikum der IVIikroskopisctien Hamatologie)


Edisi 11
Penulis:
Prof. Dr. med. Mathias Freund
Departemen Hematologi & Onkologi
Fakultas Kedokteran Universitas Rostock
Ernst-Heydemann-Strafie 6,18057 Rostock

Pelopor buku ini:

Prof. Dr. med. Fritz Heckner t


Mantan Kepala Departemen Medis
Rumah Sakit Kota Einbeck Gottingen

Alih B a h a s a :
dr. Frans Dany

PENERBIT BUKU KEDOKTERAN EGC


EGC 1940

This editiono f
PRAKTIKUM DER MIKROSKOPISCHEN H A M A T O L O G I E , l l " Ed.
h y Mathias F r e u n d i s p u b l i s h e d b y a r r a n g e m e n t v v i t h E l s e v i e r G m b H .
Urban & Eisher M u n c h e n
Copyright C 2008 Elsevier G m b H . Munchen
Ali rights reserved

ATLAS HEMATOLOGI HECKNER:


P R A K T I K U M H E M A T O L O G I DENGAN MIKROSKOP, Ed.II
A l i h bahasa: dr. F r a n s D a n y

Hak cipta terjemahan Indonesia


© 2009 Penerbit B u k u Kedokteran E G C
P.O. B o x 4 2 7 6 / J a k a r t a 1 0 0 4 2
Telepon: 6530 6283

Anggota IKAPI

Desain kulit muka: Teddy Kurniawan, S.Sn


Penata letak: A m s i r

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.


D i l a r a n g m e m p e r b a n y a k sebagian atau s e l u r u h i s ib u k u ini d a l a m b e n t u k a p a p u n . baik
secara elektronik m a u p u n m e k a n i k , termasuk m e m f o t o k o p i , m e r e k a m , atau dengan
m e n g g u n a k a n sistem p e n y i m p a n a n lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Cetakan 2012

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan ( K D T )

Atlas h e m a t o l o g i H e c k n e r : p r a k t i k u m h e m a t o l o g i d e n g a n m i k r o s k o p / P e n u l i s .
M a t h i a s F r e u n d ; alih bahasa. Frans Dany. — E d . 11. — .lakarta : E G C . 2 0 1 1 .
xi, 167 h l m . ; 15,5 x 2 4 c m .

J u d u l a s l i : Praktikum der mikroskopischen hdmalologte.


I S B N 978-979-044-174-3

1. H e m a t o l o g i . 1. F r e u n d . M a t h i a s I I . F r a n s D a n y .

616.15

I n d i k a s i a k u r a t , reaksi m e r u g i k a n , dan J a d w a l dosis u n t u k obat disajikan pada buku ini, tetapi h a l


ini dapat saja berubah. Pembaca disarankan mengacu data i n f o r m a s i d a r i pabrik tentang obat yang
ditulis pada kemasannya. Penulis, editor penerbit, atau distributor tidak bertanggung jawab atas
kesalahan atau kealfaan atau atas konsekuensi d a r i penerapan i n f o r m a s i yang ada di dalam buku
ini, dan tidak memberi j a m i n a n , tersurat atau tersirat, atas isi buku Penulis, editor penerbit, dan
distributor tidak bertanggung Jawab atas cedera dan/atau kerusakan pada seseorang atau properti
yang t i m b u l d a r i buku ini.

Isi di luar tanggung j a w a b percetakan


Kata Pengantar
untuk Edisi ke-11

Meskipun teknologi digunakan di dasar untuk dapat menumbuhkan ke-


dunia kita, terdapat beberapa hal mampuannya yang luar biasa dalam
pada diagnosis hematologis yang bidang morfologi ini. Dengan buku-
tidak dapat dilakukan dengan bantuan nya 'Praktikum Hematologi dengan
mesin. Diagnosis morfologis profil sel Mikroskop', beliau telah mewariskan
darah dan sumsum tulang jelas ter- karyanya, bahwa para mahasiswa
masuk dalam hal-hal tersebut. Tentu yang mempelajari morfologi hemato-
saja, kita kini memiliki alat bantu lain logis akan sangat terbantu secara
yang penting dan tidak tergantikan praktis dengan cakupan isi buku ini
untuk tujuan diagnosis seperti flow yang komprehensif dan gambar-gam-
cytometry, sitogenetik, FISH, biologi bar yang berkualitas tinggi sehingga
molekular dan analisis ekspresi gen. kemampuan ini dapat disebarkan un-
Meskipun terdapat kemajuan pada tuk kemaslahatan pasien.
diagnosis sejumlah besar penyakit he- Pada edisi ke-11 yang direvisi se-
matologis, diagnosis morfologis tidak penuhnya ini, beberapa pembaruan
mengalami perubahan. penting diperkenalkan. Beberapa gam-
Mengapa diagnosis morfologis gam- bar baru ditambahkan di beberapa
baran hematopoiesis untuk keada- tempat. Selain itu, kami juga mencoba
an normal dan patologis sangat sulit mempermudah pemahaman penya-
bagi para mahasiswa? Karena mereka kit yang dijabarkan melalui teks-teks
harus mempelajari memilah tipe ideal yang singkat. Demikian juga, uraian
abstrak sel-sel yang dicari dari ber- mengenai kriteria diagnostik terkini
bagai hal yang detail dan harus me- ikut diperhatikan. Ketika melakukan
rekonstruksi dengan matanya sendiri, pembaruan dan melengkapi buku ini
turunan sel mana yang berhubungan dengan hal-hal yang penting, kami
dengan karakteristik dan tahap pema- mencoba menjaga tebal buku karena
tangan sel-sel tersebut. Hal tersebut buku ini harus menjadi suatu 'penun-
merupakan suatu kemampuan yang tun praktikum' yang mempermudah
hanya diperoleh melalui pengamat- proses belajar bagi mahasiswa tingkat
an dan latihan bersinambungan dan awal dan menumbuhkan ketertarikan
tidak melalui pembacaan sejumlah pada bidang morfologi hematologis.
besar teks. Buku ini merupakan warisan dari Fritz
Fritz Heckner adalah seorang pe- Heckner.
nyanyi di waktu-waktu luangnya.
Ketenangan dan keseimbangan pola Rostock, M e i 2 0 0 8
hidupnya mungkin menjadi modal Prof. Dr. med. Mathias Freund

V
Petunjuk Penting

Kami tidak bertanggung jawab atas ini tidak melepaskan tanggung jawab
risiko dan kerugian yang ditimbulkan seorang dokter untuk mengkaji ulang
keterangan diagnostik dan mungkin diagnosis yang penting, indikasi, kon-
terapeutik pada buku ini. Keterangan traindikasi dan dosis untuk anjuran
dan anjuran yang tertera dalam buku terapi pada setiap kasus!

vi
Kata Pengantar untuk
Edisi ke-1

K e m a j u a n pada seluruh bidang hema- asisten t e k n i k d a n dokter-dokter m e m -


tologi telah menjadikan disiplin i l m u buktikan bahwa masalah pengenalan
penyakit dalam i n i menjadi suatu bagian penyakit darah lagi-lagi d i t e m u k a n pada
k h u s u s y a n g secara k l i n i s m e m p u n y a i penggunaan mikroskop. Mekanisasi i l m u
arti penting. W a l a u p u n telah terbentuk k e d o k t e r a n y a n g telah b e r k e m b a n g luas
berbagai cabang baru hematologi yang hingga kini tidak m a m p u memberi
berdiri sendiri dengan p e m b a g i a n tugas penjelasan y a n g benar dan m e m b e d a k a n
yang jelas, diagnosis klinis sehari-hari secara tepat sel-sel darah d a n sel-sel
y a n g m e n j a d i dasar terapi tetap m e r u p a - s u m s u m tulang dengan bantuan suatu
k a n akar yang menghidupi 'pohon' yang alat pendeteksi y a n g dapat dipercaya dan
m e g a h ini. A d a n y a penyakit darah dapat m e n g g a n t i k a n peran serta y a n g berarti
dideteksi dengan pemeriksaan dokter d i dari pemeriksa. Pada sebagian besar
ruang praktik, d i r u m a h sakit d a n d i penyakit darah, diagnosis harus ditegak-
laboratorium. B u k u - b u k u pelajaran yang kan berdasarkan pemeriksaan m i k r o s -
j u m l a h n y a sangat banyak d a n b e r m u t u kop.
memberikan pengetahuan yang luas Landasan gambar-gambar d a n teks
mengenai kelainan-kelainan darah d a n y a n g terdapat pada b u k u p e n u n t u n ber-
tempat-tempat terbentuknya sehingga
i k u t i n i m e r u p a k a n h a s i l j e r i h p a y a h se-
tentu kita dapat menganggap b a h w a
lama 2 0 tahun dalam bidang hematologi
m a h a s i s w a d a n s e m u a d o k t e r y a n g ter-
klinis, d a nhampir 17 tahun dari w a k t u
tarik dapat m e m p e r o l e h semua penge-
tersebut berlangsung di r u m a h sakit U n i -
tahuan yang diperlukan u n t u k diagnosis
versitas G o t t i n g e n dengan b i m b i n g a n
dan terapi dari tulisan-tulisan yang kaya
g u r u y a n g saya h o r m a t i , Profesor R u d o l f
a k a n pengetahuan tersebut. Jadi, pener-
Schoen. M o n o g r a f i i n i saya persembah-
bitan b u k u - b u k u teks y a n g tersedia pada
k a n kepada beliau sebagai ucapan terima
mulanya m u n g k i n tidak mempunyai
kasih.
alasan y a n g mendasar. Sementara i t u ,
pengalaman sendiri selama bertahun-
tahun dalam pendidikan hematologi dan
diskusi dengan mahasiswa, asisten- Einbeck, lanuari 1965
Fritz Heckner

vii
viii
Daftar Isi

1. Hal-hal Teknis yang Perlu Diperhatikan Sebelumnya 1


1.1 Pembuatan Sediaan Apus 2
1.1.1 Sediaan Apus Darah 2
1.1.2 Konsentrat Leukosit 3
1.1.3 Sitologi Sumsum Tulang 3
1.1.4 Sitologi versus Histologi 5
1.2 Tinjauan Umum Metode Pemulasan 5
1.3 Penggunaan Mikroskop 7
1.3.1 Sediaan Apus Darah 7
1.3.2 Sediaan SumsumTulang 8
1.3.3 Prinsip Utama Diagnosis Hematologis dengan Mikroskop 9
2. Ilustrasi Struktur Sel yang Terpenting 11
2 . 1 . Ilustrasi Struktur Sel yang Terpenting 13
3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang 15
3.1 Model Sel Punca pada Hematopoiesis 15
3.2 Nilai Normal untuk Pemeriksaan Darah Tepi dan
Rujukan Penggunaan Satuan Pemeriksaan 16
3.3 Eritropoesis 17
3.3.1 Perkembangan Sel Darah Merah di Sumsum Tulang 17
3.3.2 Sel Darah Merah di Darah Perifer 20
3.3.3 Prinsip Utama Eritropoiesis 21
3.4 Granulopoiesis dan Monositopoiesis 21
3.4.1 Granulopoiesis Neutrofil 21
3.4.2 Perkembangan Granulosit Eosinofil 24
3.4.3 Perkembangan Granulosit Basofil dan Sel Mast Jaringan 26
3.4.4 Prinsip Utama Granulopoiesis 27
3.4.5 Perkembangan Makrosit dan Makrofag 27
3.5 Trombopoiesis 30
3.5.1 Perkembangan Trombosit di Sumsum Tulang 30
3.5.2. Prinsip Utama Trombopoiesis 33
3.6 Limfopoiesis 34
3.6.1 Tinjauan Umum 34

ix
X Daftar Isi

3.6.2 Morfologi Limfosit 38


3.6.3 Sel Plasma 40
3.6.4 Prinsip Utama Limfopoiesis 40
3.7 Sel-sel Lain di Sumsum Tulang 42
3.8 Fase Mitosis di Sumsum Tulang 44
4. Diferensiasi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang Normal 45
4.1 Diagnosis Diferensial Morfologis Bentuk-bentuk Sel yang
Terpenting 46
4.2 Mielogram Normal 49
4.3 Sitokimia Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang Normal 50
4.3.1 Pemulasan Sitokimiawi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang 50
4.3.2 FHasil Pulasan Sitokimia Sel-sel Darah dan Sumsum
Tulang Normal 52
4.4 Diferensiasi Sel-sel Normal di Sumsum Tulang
dengan Flow Cytometry 53
5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang 57
5.1. Patomorfologi Eritropoiesis 57
5.1.1 Diagnosis BandingAnemia 57
5.1.2 Anemia Defisiensi Besi 57
5.1.3 Anemia Megaloblastik Akibat Defisiensi Vitamin B12
(Anemia Pernisiosa) atau Defisiensi Asam Folat 57
5.1.4 Anemia Hemolitik 63
5.1.5 Purpura Trombositopenik Trombotik (TTP) 67
5.1.6 Kelainan Herediter Kompleks 67
5.2 Anemia Aplastik 67
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 69
5.3.1 Perubahan Herediter 69
5.3.2 Perubahan Reaktif Granulopoiesis 70
5.3.3 Sindrom Mielodisplastik (MDS, myelodysplastic syndrome) 73
5.3.4 Penyakit Mieloproliferatif/Mielodisplastik 76
5.3.5 Leukemia Mieloid Akut (AML) 81
5.3.6 Penyakit Mieloproliferatif Kronik (CMPE) 92
5.4 Patomorfologi Sistem Retikulohistiositik 102
5.5 Patomorfologi Sel Mast dan Basofil 106
5.6 Patomorfologi Trombopoiesis 107
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 107
5.7.1 Reaksi Limfatik dan Mononukleosis Infeksiosa 107
5.7.2 Leukemia Limfatik Akut (ALL) 110
5.7.3 Neoplasia Sel B 112
5.7.4 Neoplasia Sel Tdan Sel NK 134
5.7.5 Limfoma Hodgkin (Limfogranulomatosis) 136
6. Tumor Solid di Sumsum Tulang 139
Daftar Isi Xi

7. Metode Pemulasan dan Teknik Imunositologis 143


7.1 Pulasan Panoptik menurut Pappenheim 143
7.2 Pulasan Supravital Retikulosit dengan Brillant Cresyl Blue 143
7.3 Reaksi Peroksidase (POX) 144
7.4 Pulasan Sudan-Black-B 145
7.5 Identifikasi Besi Secara Sitokimia(Reaksi Biru Berlin) 145
7.6 Reaksi PAS 146
7.7 Reaksi Fosfatase Asam (menurut Loffler) 147
7.8 Reaksi Fosfatase Asam dengan Inhibisi Tartrat 148
7.9 Alpha-Naphthylacetate-Esterase 148
7.10 Pulasan Biru Toluidin Basofil 149
7.11 Pemulasan Imunositologis untuk Antigen yang Berada
7.12 Pemulasan Imunositologis untuk Antigen Inti (Teknik APAAP) 151
8. Kepustakaan 155
INDEKS 157
xii
BAB
Hal-hal Teknis yang
I Perlu Diperhatikan
Sebelumnya

Pada diagnosis rutin, pemeriksaan dang memiliki nilai sejarah pada ba-
diferensiasi leukosit dilakukan de- nyak aspek.
ngan mesin penghitung sel. Karena Pilar utama kedua diagnosis hema-
itu, pembedaan sel dapat terlaksana, tologis adalah karakterisasi sel secara
yang bergantung pada tipe mesin imunologis. Dalam hal ini, pemerik-
menurut karakteristik mesin tersebut saan dengan flow cytometry memiliki
seperti ukurannya, pembiasan optik, arti yang sangat penting, yang dapat
impedansi, dan sebagian juga menu- memungkinkan deskripsi berbagai an-
rut pulasan sitokimiawi. Namun, bila tigen dalam satu sel secara bersamaan.
hal tersebut berkenaan dengan penge- Dengan memeriksa berbagai parame-
nalan sel-sel patologis, validitas jenis ter, karakterisasi populasi sel dapat
pemeriksaan diferensiasi tersebut se- dilakukan secara tepat. Pendekatan
bagian besar terbatas. Diferensiasi pemeriksaan lainnya adalah imunosi-
leukosit menurut image recognition tologi dan imunohistologi. Dalam hal
system jarang digunakan pada prak- ini, antigen sel dalam penampang
tik. histologis dan sediaan apus darah
Karena itu, penilaian morfologis dipulas dengan antibodi. Kelebihan
sediaan apus darah dan sumsum tu- pemeriksaan tersebut adalah korelasi
lang dengan mikroskop masih men- ekspresi protein dan antigen tertentu
jadi dasar diagnosis hematologis. di setiap sel dengan mempertahankan
Pemeriksaan penunjang pemeriksaan konteks morfologis. Pada praktiknya,
morfologis adalah deskripsi enzim- pemeriksaan imunositologis sediaan
enzim yang khas dan komponen- apus sangat jarang dan dilakukan
komponen sel lain dengan cara sito- pada keadaan-keadaan tertentu. Pada
kimia. Meskipun begitu, arti penting histologi, pemeriksaan tersebut rutin
sitokimia berkurang secara bermakna dilakukan.
dengan adanya metode pemeriksaan Pilar utama ketiga diagnosis pe-
lain yang bersaing dan hanya dipan- nyakit hematologis adalah sitogene-

1
2 1. Hal-hal Teknis yang Perlu Diperhatikan Sebelumnya

"Vabel 1.1 Metode Diagnosis dan Penggolong- Karena imunologi, biologi mole-
^^Pgijjfakit Hematologis. kular dan sitogenetika sangat penting
untuk diagnosis dan penggolongan
Kriteria klinis
penyakit, rujukan untuk pemeriksaan-
IVIorfologi pemeriksaan tersebut dibuat dalam
Pulasan panoptik (Pappenheim) bentuk yang sesuai. Di manapun pa-
Sitokimia (Peroksidase, pulasan biru Berlin rameter klinis yang sangat penting
dan Iain-Iain) dijumpai pada diagnosis dan batasan
Imunologi dan penanda permukaan penyakit, rujukan mengenai hal terse-
arker) but juga dibuat.
Flow cytometry
Imunositologi
1.1 Pembuatan Sediaan
Sitogenetika dan biologi molekular Apus
Sitogenetika tumor konvensional Pembuatan sediaan apus yang berkua-
Fluorescence In situ hybridisation (FISH) litas tinggi merupakan prasyarat mut-
Kombinasi sitogenetika dan FISH (misal-
lak untuk diagnosis morfologis yang
nya, pemulasan kromosom/chromosome
painting) bermakna. Hal ini berlaku terutama
Reaksi berantai polimerase (PGR), baik se- untuk sitologi sumsum tulang. Kete-
cara kualitatif dan kuantitatif rampilan teknis yang diperlukan
Analisa ekspresi gen dengan teknologi chip hanya dapat diperoleh setelah me-
{gene arrays)
Comparative genomic hybridisation (CGH) lakukan latihan yang cukup lama. Di
paragraf-paragraf berikutnya, petun-
juk mengenai metode pemeriksaan
akan diberikan.
tika dan biologi molekular. Dalam Pada praktiknya, kita biasanya
area ini, terjadi pengembangan me- menggunakan kaca objek dengan
tode pemeriksaan: pemeriksaan yang bagian yang diwarnai untuk pelabel-
rutin dilakukan adalah FISH (fluores- an. Identitas yang jelas (nama, nama
cence in situ hybridisation) dan reaksi depan, tanggal lahir dan tanggal peng-
berantai polimerase (PCR, polymerase ambilan spesimen atau nomor labo-
chain reaction). Pemeriksaan lain yang ratorium dengan rujukan keterangan
masih tergolong rutin adalah metode tersebut dalam buku pemeriksaan
penilaian penambahan atau pengu- laboratorium atau pemrosesan data
rangan material genetik (comprara- elektronik) harus dipastikan tercan-
tive genomic hybridisation, C G H ) dan tum.
analisa ekspresi gen dengan bantuan
teknologi chip.
Semua metode yang dilaksanakan 1.1.1 Sediaan Apus Darah
bekerja secara sinergis pada peng-
golongan dan diagnosis berbagai pe- Saat membuat sediaan hapus darah,
nyakit hematologis (r- Tab. 1.1). Buku hal yang perlu diperhatikan adalah
teks yang sudah tersedia berfokus bahwa hanya 2/3 sampai bagian
pada morfologi sel darah dan sumsum kaca objek yang digunakan untuk
tulang. apusan darah. Kaca penutup yang
1.1 Pembuatan Sediaan Apus 3

Prosedur: 1 bagian gel (gel plasma/


cokelat), 4 bagian darah. Biarkan cam-
puran tersebut pada keadaan tegak
dalam tabung reaksi selama 15 menit
pada suhu 37 °C; 7 menit dari waktu
tersebut, miringkan (45°) tabung sekitar
7 menit dan tegakkan tabung sekitar 7
menit (> Gambar 1.2 a). Supernatan
yang kini terbentuk kaya akan leukosit.
Gambar 1.1 Pembuatan sediaan apus darah.
Supernatan tersebut diambiI Gambar
1.2 b) dan dipusingkan secara ringan
panjang (24 X 50 mm) paling sesuai pada kecepatan 1200 U/menit (kira-kira
digunakan untuk pembuatan apus da- 500 G) selama sekitar 5 menit. Pisahkan
rah Gambar 1.1). Ketebalan lapisan supernatan dengan membuangnya, go-
sediaan apus harus dibuat sedemikian yangkan endapan di dasar tabung dan
rupa sehingga sebagian eritrosit yang buatlah sediaan apus.
berdampingan dapat terpisah dan se- Perhatian: Perhatikan betui untuk
bagian lainnya bersatu membentuk menjaga sterilitas! Bakteri yang ber-
fragmen-fragmen gulungan uang yang ada di gel plasma dapat difagositosis
kecil. Sediaan apus dengan lapisan di granulosit dan/atau monosit selama
yang terlalu tebal tidak memung- proses pemekatan pada suhu 37° C se-
kinkan analisis struktur sel yang halus hingga dapat menimbulkan kesalahan
karena sel-sel tidak cukup tersebar. interpretasi pemeriksaan.

1.1.2 Konsentrat Leukosit 1.1.3 Sitologi Sumsum Tulang

Pada leukopenia, pembuatan konsen- Hasil aspirasi sumsum tulang dapat


trat leukosit dapat sangat bermanfaat dibuat apusan seperti halnya darah
sehingga bahkan sejumlah kecil sel pa- (>-Gambar 1.4) atau sediaan kompresi
tologis dapat dikenali untuk diagnosis sumsum tulang dapat dibuat V Gam-
morfologis atau pemulasan khusus. bar 1.6).

Gambar 1.2 Diagram skematis pembuatan sediaan leukosit.


4 1. Hal-hal Teknis yang Perlu Diperhatikan Sebelumnya

Kaca
objek

Area yang kasar untuk pelabelan

Gambar 1.5 Gambaran skematis sediaan sum-


sum tulang.

Gambar 1.3 Aspirat sumsum tulang untuk


memblarkan serpihan sumsum tertinggal saat
aspirat mengalir - serpihan sumsum dapat di-
lihat pada kaca objek.

Antikoagulasi sumsum tulang de-


ngan campuran 1-2 ml EDTA 2,0%
dalam H , 0 per injectione dalam spuit
20 ml dianjurkan. Setelah aspirasi, kita
mengalirkan aspirat sumsum tulang Gambar 1.6 Pembuatan sediaan kompresi
yang sudah ditambah dengan EDTA sumsum tulang.
dari spuit melalui suatu kaca objek
ke dalam suatu cawan petri kecil atau
wadah serupa. Serpihan sumsum lalu hal tersebut adalah bahwa risiko ter-
akan mengendap (> Gambar 1.3). jadinya penekanan sel sangat kecil.
Serpihan tersebut dapat diambil ber- Kerugiannya, pada untaian serpihan
sama darah sumsum dengan bantuan sumsum, terdapat sedikit sel berinti
kaca penutup untuk membuat sediaan untuk diperiksa.
apus atau sediaan kompresi sumsum. Preparat kompresi dapat dibuat
Sediaan apus seperti halnya apus dengan berbagai metode. Kompresi
darah dibuat (> Gambar 1.4). Serpih- serpihan harus dilakukan secara ha-
an sumsum terletak di bagian ujung ti-hati untuk menjaga keutuhan sel.
apusan (> Gambar 1.5). Keuntungan Hal tersebut dapat terlaksana dengan
bantuan suatu kaca objek kedua yang
ditarik menjauhi dalam arah meman-
jang secara perlahan dengan penekan-
an ringan di atas kaca objek pertama.

Gambar 1.4 Pembuatan sediaan apus sum- Gambar 1.7 Gambaran skematis sediaan
sum tulang. kompresi sumsum tulang.
1.2 Tinjauan Umum Metode Pemulasan 5

Tabel 1.2 Perbandingan valensi diagnostik^ memungkinkan penilaian spesimen


sitologi dan histologi pada 300 kasus (konfir* secara tepat karena elemen-elemen
masi histologis: Prof. Lennert, Kiel; ProfJ
sel yang intak dan terletak berdekatan
Burkhardt, Munchen).
satu sama lain tersebar secara merata.
Diagnosis Dengan teknik yang optimal, sediaan
Anemia (umum) kompresi memiliki keuntungan bahwa
tersedia area yang cukup luas dengan
Anemia aplastik
sel-sel berinti yang berada di antara
Panmielopati serpihan sumsum untuk diperiksa (>
Mielodisplasia Gambar 1.7). Kerugiannya, terdapat
Leukosis
risiko munculnya artefak akibat kom-
presi spesimen.
ICML

Polisitemia veraij 1.1.4 Sitologi versus Histologi


Mielosis mega-
, kariositik, mielofi- Pada sitologi sumsum tulang, penilai-
|brosis an morfologis setiap sel dapat dilaku-
NHL: CLL kan secara baik (> Gambar 2.1 dan >
HCL Gambar 2.2). Di pihak lain, kelebihan
Bentuk lain
histologi terletak pada deskripsi struk-
tur sumsum tulang, gambaran serabut
Ipiasmositoma + (F) dan pengenalan perubahan fokal se-
Penyakit Hodgkl perti infiltrat sel tumor atau granu-
loma. Studi histologis dan sitologis
Metastasis karsi-
noma komparatif menghasilkan intisari yang
disajikan pada Tabel 1.2 untuk kedua
^Sitokimia: Fe
macam metode pemeriksaan. Pada
Reaksi lain: flj hasil studi ini, hal yang berlaku seba-
*F = sumber kesalahan gai aturan adalah bahwa pada semua
kasus yang meragukan, selalu terdapat
kecenderungan untuk memilih kombi-
nasi pemeriksaan sitologis dan histolo-
gis serta pada aspirasi sumsum tulang
Dengan demikian, material serpihan
kering untuk diagnosis histologis.
tersebar dalam suatu lapisan tipis.
Hal yang lebih baik, tetapi lebih
sulit, adalah pembuatan sediaan kom-
presi dengan suatu kaca penutup yang 1.2 Tinjauan Umum
besar. Pada proses tersebut, kaca pe- IVIetode Pemulasan
nutup dimasukkan seperti suatu spatu-
la untuk menggores serpihan sumsum Pemulasan panoptik menurut Pappen-
tulang pada kaca objek (> Gambar heim dilakukan untuk menilai sediaan
1.6). Hal yang perlu diperhatikan ada- sumsum tulang dan darah secara mor-
lah bahwa pada sediaan apus aspi- fologis {> Bag 7.1).
rasi sumsum tulang, terdapat bagian- Selain pemulasan panoptik menu-
bagian yang cukup tipis, yang akan rut Pappenheim, terdapat pulasan
6 1. Hal-hal Teknis yang Perlu Diperhatikan Sebelumnya

khusus dan reaksi sitokimia lainnya. Antibodi yang dilabel


Pemulasan khusus berdasar pada pe- dengan zat fluoresen

labelan substansi khusus di dalam sel


(contohnya, pelabelan besi dengan
pulasan biru Berlin). Reaksi sitokimia
berguna bagi enzim-enzim yang ber-
ada dalam sel untuk mengonversi zat-
zat yang tidak berwarna menjadi zat
berwarna (contohnya, peroksidase).
Reaksi terakhir terjadi bila enzim yang \
bersangkutan belum diuraikan sehing-
Gambar 1.8 Prinsip imunositologi dengan
ga preparat yang disimpan pada suhu
antibodi monoklonal yang dilabel dengan zat
ruangan hanya dapatdigunakan dalam fluoresen.
waktu tertentu. Dengan prosedur lain
yang canggih seperti flow cytometry,
sedikit pemulasan sitokimiawi bahkan Reaksi antibodi monoklonal yang
memiliki arti: contoh pulasan tersebut spesifik (antibodi primer) dapat diama-
terutama adalah reaksi peroksidase un- ti atau diukur dengan berbagai cara:
tuk mengidentifikasi leukemia mieloid Antibodi primer dapat dilabel secara
dan pemulasan biru Berlin untuk besi langsung dengan zat warna fluoresen
pada sindrom mielodisplastik. ( > Gambar 1.8). Hasil reaksi dapat
Dengan pemeriksaan metode diamati dengan suatu mikroskop fluo-
imunositologis, antigen permukaan, resen. Kerugian metode pemeriksaan
antigen sitoplasma dan antigen inti ini adalah bahwa morfologi hanya da-
dapat dikenali. Metode tersebut dapat pat dinilai dengan fase-kontras. Selan-
diterapkan dengan dikembangkannya jutnya, preparat tersebut cepat memu-
antibodi monoklonal. Sejumlah besar dar sehingga tidak dapat disimpan.
antibodi monoklonal yang dibuat ter- Metode lain untuk visualisasi reaksi
hadap sel limfatik dan hematopoietik antibodi primer adalah reaksi APAAP
telah menghasilkan suatu tata nama {alkaline-phosphatase & mouse mono-
internasional yang seragam, yang di- clonal an ti-a Ikaline-phosphatase).
buat oleh 'International Workshops Pada reaksi tersebut, suatu fosfatase
on Human Leukocyte Differentiation alkali yang dilekatkan pada suatu an-
Antigens' dan kini dilanjutkan dengan tibodi monoklonal mencit berikatan
sebutan 'Human Cell Differentiation dengan antibodi primer melalui suatu
Molecules'. Antibodi monoklonal de- anti-antibodi-lg mencit (antibodi
ngan reaktivitas serologis serupa, yang penghubung), yang kemudian meng-
mengenali antigen yang sama tetapi ubah suatu zat menjadi berwarna
tidak harus mengenali epitop yang merah terang ( > Gambar 1.9).
sama dari suatu antigen, dinyatakan Pelaksanaan pemeriksaan imuno-
sebagai suatu cluster of differentiation sitologis selalu memerlukan keutuh-
(CD) dan diberi nomor secara berurut- an struktur permukaan sel. Karena
an. Daftar yang rinci dengan rujukan itu, kaca objek, yang harus diperiksa
lebih lanjut ditemukan dalam situs in- secara imunositologis, harus diproses
ternet (http://www/hlda8.org). atau didinginkan secepat mungkin se-
1.3 Penggunaan Mikroskop 7

Antibodi
ujung tepinya karena di tempat ini,
penghubung karena elemen-elemen sel berwarna
putih terkonsentrasi secara artifisial
dan sebagian berada dalam keadaan
rusak, yang dapat menimbulkan kesa-
lahan penghitungan jumlah. Semen-
tara itu, pencarian dapat diarahkan
untuk menemukan sel-sel patologis
di sepertiga daerah tersebut, bahkan
di bagian tepi. Bayangan inti atau sel
yang rusak secara artifisial tidak diper-
Gambar 1.9 Prinsip imunositoiogi dengan me-
hitungkan pada proses pemeriksaan
tode imunositokimia (reaksi APAAP).
(pengecualian dapat terjadi pada ka-
sus CLL - pada kasus ini, terdapat per-
telahdikeringkan dengan udara, paling timbangan untuk memperhitungkan
tidak dalam waktu 24 jam. Pendingin- bayangan inti). Pada penilaian mor-
an dilakukan setelah membungkus fologi eritrosit, hal yang perlu diper-
kaca objek dengan kertas aluminium. hatikan adalah bahwa pada hampir
Sebeium pemeriksaan imunositologis semua bagian sediaan apus yang tipis
dilakukan, kaca objek yang telah di- maupun tebal, bentuk sel darah me-
bungkus tersebut dibiarkan beberapa rah mengalami perubahan secara ar-
saat agar tidak terlalu dingin. tifisial.
Hal yang penting adalah memerik-
sa beberapa hal secara sistematis de-
1.3 Penggunaan ngan suatu daftar agar tidak ada hal-
Mikroskop hal yang terlewatkan:

• Eritrosit: warna? ukuran relatif ter-


1.3.1 Sediaan Apus Darah hadap limfosit? morfologi? (misal-
nya sel sferis, badan inklusi - ma-
Pengamatan mikroskopik suatu sedia-
laria, fragmentosit dll.)
an apus darah dilakukan pertama-
tama dengan lensa objektif 10 X dan • Trombosit: jumlah relatif terhadap
40 X dan lensa okular 10 X untuk jumlah eritrosit? agregat? ukuran
memperoleh gambaran umum me- normal? trombosit raksasa? Dan
ngenai kuantitas dan kualitas sel da- Iain-Iain.
lam preparat serta bila perlu untuk • Sel berinti: jumlah? komposisi? ada-
mengumpulkan data tentang keadaan- nya tanda displasia neutrofil? pe-
keadaan yang langka. Diferensiasi rubahan reaktif limfosit? sel patolo-
aktual sediaan apus darah dilakukan gis? sel progenitor merah berinti?
dengan bantuan minyak imersi de- Pada penilaian komposisi leukosit
ngan pembesaran lensa objektif 60 X secara kuantitatif, kita harus memper-
sampai 100 X. Kita harus memeriksa hatikan variasi statistik yang bermak-
secara menyeluruh dalam arah bolak- na pada penghitungan 100 sel yang
balik sepertiga bagian terakhir sediaan biasa dilakukan. Interval kepercayaan
apus, tetapi tidak memeriksa bagian (confidence interval) 9 5 % untuk suatu
8 1. Hal-hal Teknis yang Perlu Diperhatikan Sebelumnya

proporsi sebesar 5% pada 100 sel kannya sesuai temuan yang bersang-
yang dinilai berada antara 0,64% dan kutan:
9,36%. • Gambaran umum: selularitas? arte-
fak? kumpulan sel tumor? karakteris-
tik lain?
1.3.2 Sediaan Sumsum • Megakariosit: kualitatif dan kuanti-
Tulang tatif
• Eritropoiesis: bagian sel yang berin-
Sediaan sumsum tulang juga harus ti, pematangan, perubahan displas-
diperiksa secara menyeluruh dengan tik dan gangguan pematangannya?
pembesaran lemah untuk memperoleh • Granulopoiesis: proses diferensiasi
gambaran umum mengenai gambaran normalnya? proliferasi sel bias, 'shift
sel dan tidak melewatkan perubahan- to the left?' tanda displasia atau
perubahan lokal (kumpulan sel tumor, gangguan pematangan?
granuloma). Temuan-temuan yang • Karakteristik:
mencolok selalu diperjelas dengan - Eosinofilia? sel mast?
minyak imersi pada pembesaran 60 - Sel plasma? limfosit?
sampai 100 kali lipat. Penggunaan - Sel patologis?
minyak tersebut mendominasi pada Pengembangan berkala mielogram
bagian kedua pemeriksaan. Hanya kuantitatif sedang dilakukan di sejum-
kombinasi analisis aspirasi sumsum lah kecil laboratorium. Pada jumlah
seperti demikian yang dapat diang- sel tertentu yang dapat ditangani da-
gap sebagai kelengkapan. Pemerik- lam praktik rutin sebanyak 200 sam-
saan awal sediaan dengan pembe- pai 500, validitas mielogram tersebut
saran lemah juga mempermudah tidak terlalu tinggi karena adanya
penemuan bagian preparat, tempat variasi statistik. jadi, interval keper-
sel dapat dinilai dengan baik. Bagian cayaan 9 5 % untuk proporsi sebesar
yang ideal adalah daerah representatif 5% pada 500 sel yang dinilai berada
yang terletak dekat dengan serpihan di antara 3,05% dan 6,95%. Namun,
sumsum; di bagian ini, sel-sel terdis- proporsi sel bias ikut diperhitungkan
tribusi secara merata dan terpulas de- pada penilaian remisi atau diagnosis
ngan baik tanpa adanya artefak aki- suatu leukemia akut. Pada kasus ini,
bat kompresi. Sel-sel yang tidak utuh hal yang sangat bermanfaat adalah
(bayangan inti, sel yang terkompresi menghitung jumlah sel bias secara
dan tertutupi dengan artefak lain) relatif terhadap jumlah sel keseluruh-
tidak diperhitungkan pada pemerik- an sebanyak mungkin.
saan. Namun, artefak demikian dalam
Akhirnya, hal yang perlu ditekan-
proporsi besar harus diverifikasi saat
kan adalah bahwa pembuatan suatu
ditemukan karena hal tersebut akan
koleksi preparat contoh merupakan
mengurangi kelaikan suatu preparat
hal yang sangat berharga bagi setiap
untuk dinilai.
orang yang tertarik dengan hemato-
Hal yang juga penting pada pe- logi. Kemungkinan lain untuk mela-
meriksaan sumsum tulang adalah kukan hal tersebut tercipta dengan
menjawab beberapa pertanyaan se- adanya dokumentasi fotografis yang
cara sistematis dan mendokumentasi- tersedia saat ini melalui teknik digital.
1.3 Penggunaan Mikroskop

1.3.3 Prinsip Utama


Diagnosis Hematologis
dengan Mikroskop

Prinsip Utama

I Suatu diagnosis tidak mungkin dibuat tan-


pa: I
• sediaan apus yang optimal i
I • pemeriksaan awal preparat secara me-
* nyeluruh dengan pembesaran lemah
• penilaian sistematis setiap baris sel
• pencatatan ringkas pemeriksaan darah
10
Ilustrasi Struktur Sel
yang Terpenting

11
12 2. Ilustrasi Struktur Sel yang Terpenting

Gambar 2.1 Gambaran skematis elektron-optik organel-organel dalam sel jaringan pembentuk
darah:
1 Inti sel (nukleus), mengandung DNA, pembawa kromosom
2 Badan kecil di dalam inti (nukleolus), mengandung RNA
3 Sitoplasma, mengandung RNA di dalam (9)
4 Kompleks Golgi dengan sentriol
5 Mitokondria
6 Granula spesifik (neutrofil, basofil, eosinofil)
7 Vakuola
8 Lisosom (misalnya granula azurofilik)
9 Poliribosom, pembawa RNA (dengan mikroskop cahaya hanya dapat dikenali dari sitoplas-
ma yang tampak basofilik)
10 Retikulum endoplasma (dengan cahaya optik hanya tampak jarang sebagai garis-garis te-
rang yang tidak mencolok di dalam sitoplasma, misalnya di sel plasma)
2. Ilustrasi Struktur Sel yang Terpenting 13

Gambar 2.2 Model skematis sel seperti pada Gambar 2.1 Difiksasi dan dipulas secara panoptik,
dilihat dengan mikroskop cahaya, minyak imersi, pembesaran 1000 X (Keterangan nomor seperti
pada Gambar 2.1)
1-3 Dengan mikroskop elektron, pada umumnya identik
4 Bagian yang terang pada area perinuklear (sentrosfer)
5 Bagian yang terang yang tipis dalam sitoplasma (mitokondria yang mengandung lipoid; ti-
dak tampak dengan fiksasi alkohol!)
6 Dengan pulasan panoptik, gambarannya masih lebih terdiferensiasi ketimbang dengan mi-
kroskop elektron
7 Vakuola yang juga tampak dengan mikroskop cahaya (kebanyakan merupakan droplet le-
mak)
8 Granula halus yang berwarna merah-ungu
14
BAB
Morfologi Normal
3 dan Komposisi Sel-sel
Darah dan Sumsum
Tulang

3.1 Model Sel Punca pada pro-sel B menjadi pra-sel B terjadi di


kelenjar getah bening. Diferensiasi ini
Hematopoiesis diatur oleh suatu hipermutasi somatik
Hematopoiesis bermula dari sel punca berbagai regio gen imunoglobulin.
hematopoietik yang bersifat pluripoten Sel-sel B, setelah berkontak de-
{ > Gambar 3.1). Proses ini memiliki ngan antigen dengan keberadaan si-
kemampuan untuk replikasi sendiri nyal kostimulatorik dan diperantarai
dan diferensiasi. Progenitor dengan oleh sel retikulum dendritik folikular
berbagai tipe pematangan terbentuk di centrum germinale, berproliferasi
melalui pembagian asimetris dan dari dan berdiferensiasi menjadi sel plas-
pembagian ini, setiap sel punca dan ma atau sel B memori. Sel yang tidak
progenitor baru akan dibentuk. Proses berkontak dengan antigen yang sesuai
tersebut terjadi secara acak dan in- akan mengalami apoptosis.
sidental menurut pemikiran terkini. Sel-sel T mengalami suatu pema-
Sel punca dan progenitor tidak dapat tangan yang serupa seperti sel B de-
dikenali secara morfologis. Akhirnya, ngan tata-ulang gen reseptor sel T, eks-
diferensiasi terjadi pada berbagai sel pansi dan seleksi di timus. Sel T juga
matur di darah perifer. Sitokin dan teraktifkan di perifer setelah berkontak
faktor pertumbuhan meningkatkan dengan antigen dan dapat berekspansi
pematangan atau mencegah terjadi- secara poliklonal. Sel sitotoksik meru-
nya apoptosis turunan sel yang spesi- pakan CD8-I-. Sel pembantu (helper)
fik. Sel-sel yang terbentuk dari proses CD4H- terbagi menjadi dua populasi:
acak tersebut dan tidak diperlukan sel T h i menyekresi IFN-Y dan IL-2. Sel
akan mengalami apoptosis. tersebut mengaktifkan makrofag dan
Prekursor limfoid juga terbentuk sel T sitotoksik. Sel Th2 menyekresi
dari sel punca hematopoietik yang IL-4, lL-5 dan IL-6. Sel Th2 mengak-
pluripoten. Diferensiasi sel B dari tifkan sel B untuk menghasilkan anti-

15
i 6 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

Sel punca
Mielopoiesis pluripoten Limfopoiesis

Progeni-
tor

Pema-
tangan

Sel yang
matang
0 © 0 0 0
CDS 0D4CD4
Eritro- Trombo- Neutro- Mono- Eosino- Baso- Sel
sit sit fil sit fil til mast plasma memon

Imuno- CD8CD4Tti1/2
bias B Limfosit T
yang aktif

Mal<ro- Sel retikulum Sel Sel B Sel T memori dan


fag dendritil< folikular plasma memori sel efektor

Gambar 3.1 Model skematis sel punca dan diferensiasi pada hematopoiesis dan limfopoiesis.

bodi. Sel limfatik yang matur dapat digunakan untuk jumlah leukosit da-
teraktifkan setelah berkontak dengan pat dinyatakan dengan jumlah sel/^il
antigen dan berekspansi secara poli- atau Gpt/I.
klonal. Hal tersebut membedakan sel- Pada tahun 1998, perkumpulan
sel ini dari sel-sel mielopoiesis asosiasi laboratorium hematologi dan
onkologi jerman telah membuat suatu
daftar rujukan untuk menyeragamkan
3.2 Nilai Normal untuk penggunaan satuan (> Tabel 3.1 a)'.
Pemeriksaan Darah Tepi Satuan yang terkait diperlihatkan de-
dan Rujukan Penggunaan ngan contoh pada tabel yang tercan-
tum (> Tabel 3.1 b). Satuan-satuan
Satuan Pemeriksaan
dalam buku ini mengikuti rujukan
Di lerman, ekspresi hasil pemeriksaan para ahli.
penghitungan sel sayangnya tidak se- Untuk mempermudah satuan untuk
ragam karena faktor historis. Di bebe- nilai-nilai yang sangat besar dan sangat
rapa negara bagian Jerman yang lama, kecil pada ukuran fisika yang khusus,
kebanyakan satuan Hb dinyatakan kita umumnya menggunakan 'sebutan'
dalam g/dl, sedangkan negara-negara untuk kelipatan desimal atau lambang
bagian Jerman yang baru mengguna- satuan tersebut {> Tabel 3.2).
kan satuan mmol/l menurut panduan Singkatnya, penentuan nilai nor-
satuan internasional (SI). Satuan yang mal untuk parameter hematologis pe-
3.3 Eritropoesis 17

Tabel a . i b ' m i r p i W M W i a i ^ -
menurut Asosiasi Lab. Hematologi & Onkolo- Rujukin Nilai Normal (Faktor usia, jenis ke-
gi Jerman. lamin dan etnis tidak diperhitungkan secara
spesifik).

meriksaan darah perifer harus diper- karenanya, paling besar. Inti bulat,
barui di setiap laboratorium. Namun, berwarna ungu tua, struktur kromatin
hal tersebut memerlukan biaya besar. padat dan merata, dengan tiga sam-
Pada praktiknya, nilai normal juga se- pai lima nukleolus yang tampak tidak
ring digunakan menurut kepustakaan jelas. Sitoplasma berwarna biru se-
{> Tabel 3.3). perti bunga di ladang gandum dengan
daerah terang yang berbentuk bercak
atau seperti bulan sabit, yang analog
3.3 Eritropoesis dengan zona Golgi dan mitokondria
yang berisi lipoid. Sensitivitas terha-
3.3.1 Perkembangan dap lesi mekanis menyebabkan ke-
Sel Darah Merah di cenderungan penjuluran sitoplasma.
Sumsum Tulang
Normoblas, basofilik (> Gambar
Proeritroblas (> Gambar 3.2 a-c): sel- 3.2 a, b, d); Diameter sel mengecil
sel eritropoiesis yang paling muda dan dibandingkan dengan proeritroblas.
18 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

Tabel 3.2 Sebutan SI untuk Satuan Nilai Inti bulat tanpa nukleoli yang dapat
yang Sangat Besar dan Sangat Kecil. dikenali. Kondensasi spesifik dan
sebaran kromatin yang sangat kon-
Sebutan Simbol
tras (alur terang di antara gumpalan-
gumpalan kromatin berwarna ungu),
yang disebut sebagai 'jari-jari roda'
walaupun sebutan ini tidak terlalu
tepat. Sitoplasmanya tampak basofi-
lik sedang.

Normoblas, polikromatik (> Cam-


bar 3.2 a, e): Diameter selnya lebih
berkurang. Warna sitoplasma ungu
kebiru-abu-abuan (percampuran war-
na terjadi melalui proses hemoglobi-
nisasi yang progresif = permulaan si-
fat oksifilik). Intinya tampak kompak,
yang berbeda dengan normoblas ba-
sofilik, dan memperlihatkan sebaran
(area) yang spesifik.

Normoblas, ortokromatik (oksifilik)


(> Gambar 3.2 a, f): Pada kelompok
sel ini, ukuran inti terus berkurang.
Bersamaan dengan hal itu, terjadi pe-
madatan kromatin inti (piknosis) hing-
ga mencapai stadium terbentuknya
sisa inti yang berwarna hitam ho-
mogen. Sitoplasma berwarna merah
Tabel 3.3 Nilai Normal Pemeriksaan Darah
muda kuning keabu-abuan, dan tepi
luarnya sering tidak berbatas tegas.
Parameter Pria Wanita Sel pada tahap ini telah mengalami
Hitung leu- 3800- 3600- hemoglobinisasi sempurna.
kosit lo.eoo/pi 11.000/Ml

Hemoglobin 130-180 g/l 120-160 g/l

Hitung 4,4-5,9/pl 3,8-5,2/pl


eritrosit

MCV 80-100 fl 80-100 fl

MCH 26-34 pg 26-34 pg

Hitung trom- 150-440/nl 150-440/nl


bosit

Hitung reti- 0,8-2,5% 0,8-4,0%


kulosit 18-158/nl 18-158/nl '
3.3 Eritropoesis 19

Gambar 3.2 Eritropoiesis.


a) Perl<embangan skematis elemen sel eritropoietik: pembelahan pematangan dan diterensiasi
b) Proeritroblas (1) dan sebuah normoblas basofilik yang masih sangat muda (2) dengan kon-
densasi awal kromatin
c) Proeritroblas dengan penjuluran sitoplasma yang khas
d) Normoblas basofilik
e) Normoblas polikromatik
f) Normoblas ortokromatik, sebagian dengan piknosis inti yang sedang dimulai.
20 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

3 . 3 . 2 Sel Darah Merah di Ekuivalen Morfologis Retikulosit


Darah Perifer
Polikromasia {> Gambar 3.3 b): Setiap
Struktur Internal Eritrosit eritrosit akan berwarna ungu tinctura
setelah dipulas menurut cara Pappen-
Retikulosit {r- Gambar 3.3 a): khas heim. Hal ini sesuai dengan gambar-
dengan adanya substantia granulofila- an suatu titik basofilik halus. Selain
mentosa atau reticulofilamentosa = itu, hal tersebut merupakan fenomena
struktur internal yang berbentuk jala regeneratorik. Eritrosit polikromatik
atau benang atau seperti granul, yang sering kali lebih besar daripada nor-
hanya tampak setelah pewarnaan vi- mosit; membrannya beberapa kali
tal dengan Brillant Cresyl Blue. Inter- melekuk ke dalam atau terlipat.
pretasi warna: eritrosit berwarna biru
hijau muda, dan substantia reticulo- Basophilic stippling (> Gambar 3.3 c):
filamentosa biru kehitaman. tersebar difus di dalam sel, berupa

Gambar 3.3 Struktur internal eritrosit (a-f).


3.4 Granulopoiesis dan Monositopoiesis 21

titik-titik halus berwarna biru hitam, Siderosit. Sel ini mengandung granula
hanya dapat dikenali dengan pemulas- besi, yang dapat dilihat dengan pu-
an Pappenheim yang konvensional. lasan biru Berlin (mitokondria berisi
Eritrosit dengan basophilic stippling besi), kebanyakan dapat terlihat dalam
hampir tidak dapat dilihat dalam retikulosit. Temuan ini tidak memiliki
darah normal. Kemunculan yang se- arti diagnostik yang penting.
makin sering selalu terjadi bersamaan
dengan retikulositosis dan merupakan
perwujudan suatu regenerasi eritro- 3 . 3 . 3 Prinsip Utama
poiesis yang meningkat atau gangguan Eritropoiesis
sintesis Hb (anemia hemolitik, kera-
cunan Pb). Basophilic stippling seum- Prinsip Utama
pama dengan agregat ribosom yang • Sel-sel eritropoiesis dan terutama inti sel-
mengandung RNA dan muncul seba- nya selalu bulat!
gai produk kering sediaan apus darah. • Sitoplasma basofilik = adanya asam
ribonukleat (RNA) = petanda hemoglo-
binisasi yang tidak matang atau kurang
sempurna!
Produk Akhir Eritropoiesis
• Sitoplasma oksifilik = adanya hemoglobin
= petanda kematangan hemoglobinisasi!
Eritrosit (Normosit) (> Gambar 3.3 d):
• Sitoplasma eritrosit muda berinti tidak
berbentuk cakram berwarna merah mengalami granulasi spesifik.
kekuningan, dengan ukuran yang • Substansi retikulofilamentosa, basophtilic
hampir sama besar tanpa struktur stippling pada eritrosit dan polikromasia
merupakan perwujudan suatu eritropoie-
internal (diameter 7-8 pm). Bagian sis regeneratorik atau pseudoregenerato-
terang di tengah disebabkan bentuk rik atau suatu gangguan sintesis Hb.
cakram yang bikonkaf. • Elemen sel yang benwarna merah dan
berinti bukan merupakan komponen fisio-
logis darah perifer!
Struktur Bagian Internal Lainnya

Badan Jolly (Badan Howell-Jolly, >


Gambar 3.3 e): Sisa inti yang menga- 3.4 Granulopoiesis dan
ndung DNA dalam eritrosit. Merupa- Monositopoiesis
kan petanda tidak berfungsinya limpa
karena sel-sel ini umumnya dihancur- 3.4.1 Granulopoiesis Neutrofil
kan di limpa.
Mieloblas (> Gambar 3.4 a-d): ben-
Cincin Cabot {> Gambar 3.3 f): ba- tuk sel yang paling tidak matang pada
dan inklusi dalam eritrosit yang ber- granulopoiesis, dan jarang muncul di
bentuk pita dan bersifat patologis sumsum tulang. Diameter sel sedikit
pada diseritropoiesis atau pembentuk- lebih kecil daripada diameter proeri-
an darah ekstramedular. Temuan ini troblas. Bentuk sel tidak seragam, inti
pertama kali dikemukakan oleh orang sering berbentuk oval dan sedikit ber-
Amerika Richard Clark Cabot pada lekuk pada satu sisi. Kromatin tampak
tahun 1905. la mengenalinya sebagai transparan dan teranyam rapat dengan
sisa membran inti atau mikrotubuli benang-benang halus. Terdapat dua
setelah terjadinya pembelahan sel. hingga lima nukleolus yang sebagian
22 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 3.4 Mieloblas dan sumsum tulang normal (a-d)

Gambar 3.5 Promielosit (a-c).


c) Promielosit yang sedikit terkompresi (xx), dibandingkan dengan mielosit neutrofil (^).

besar dapat terlihat jelas dan dapat masih dapat dilihat. Di sitoplasma,
berpindah-pindah. Sitoplasma sedikit, granula azurofilik yang mencolok mu-
dan bersifat basofilik sedang sampai lai terbentuk.
lemah. Terdapat sedikit zona terang
yang mencolok di perinuklear. Sedikit Mielosit neutrofil (pemunculan per-
granula tahap awal dapat ditemukan. tama granulasi spesifik, ^ Gambar
3.5 c, 3.6 b): pengecilan lebih lanjut
Promielosit (> Gambar 3.5 a-c, > diameter sel dan ukuran inti. Struktur
Gambar 3.6 a-b): bentuk sel yang baru kromatin mulai tampak seperti gum-
matang pada granulopoiesis setelah palan kasar dan nukleolus masih ja-
mieloblas. Ukurannya bertambah be- rang terlihat. Sitoplasma berwarna
sar ketimbang mieloblas. Inti ber- coklat abu-abu muda atau coklat me-
bentuk oval, agak bulat dan terletak rah muda, dan tidak lagi tampak ba-
agak eksentrik dengan kromatin halus sofilik. Granula halus berwarna ungu
yang mulai berkondensasi. Nukleolus kecoklatan (= neutrofil matang) mun-
3.4 Granulopoiesis dan Monositopoiesis 23

Gambar 3.6 Tahap perkembangan granulosit neutrofil.


a) Promielosit
b) Promielosit di kanan atas, mielosit neutrofil (->), tiga metamielosit neutrofil (x), satu sel berinti
batang (xx) dan satu normoblas di kiri bawah
c) Dua neutrofil berinti batang (x) dan dua sel berinti segmen.

cul di tempat granulasi azurofilik. Ber- stadium Migrasi Fisiologis Sel ke


cak terang yang mencolok terdapat di Darah Perifer
area lekukan inti yang sangat dalam
(Sentrosfer, lihat juga Gambar 2.2, no- Granulosit neutrofil berinti batang (>
mor 4). Gambar 3.6 b-c): bentuk inti menjadi
lebih langsing dan menjadi seperti
Akhir Pembelahan Pematangan - huruf C atau S tanpa tali penghubung
Perkembangan Sel Lebih Lanjut (bentuk pita). Gumpalan-gumpalan
melalui Pematangan Inti kromatin bertambah kasar. Sitoplas-
manya seperti sitoplasma metamie-
Metamielosit neutrofil (neutrofi I muda, losit.
> Gambar 3.6 b): inti sel berubah
bentuk menjadi bentuk kacang atau Granulosit neutrofil berinti segmen
bentuk ginjal yang khas. Kromatin (> Gambar 3.6 c, > Gambar 3.7):
tampak seperti gumpalan kasar. Sito- inti sel mengalami segmentasi dengan
plasmanya seperti sitoplasma mielos- penghubung yang berbentuk benang
it neutrofil tanpa sentrosfer. antar segmen. Mendekati batas inti
24 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

Promielosit eosinofilik (> Gambar 3.8


a): jarang ditemukan; memiliki ciri-ciri
sel yang khas untuk suatu promielosit,
dengan tambahan granula eosinofil
dalam sitoplasma, yang menyelu-
bungi granulasi azurofilik, bergantung
pada jumlahnya. Bergantung pada pe-
mulasannya (nilai pH larutan Giemsa
cair), granula eosinofil terlihat sebagai
bola kecil berwarna abu-abu hitam,
coklat hijau, coklat karat atau merah
bata, yang kadang-kadang juga menu-
tupi inti sel. Granula abu-abu hitam
kurang matang dibandingkan dengan
granula yang berwarna kemerahan
sehingga hanya dijumpai pada tahap
prekursor leukosit eosinofilik.

Mielosit eosinofilik (> Gambar 3.8b):


lebih sering ditemukan; inti dan
hubungan sitoplasma-inti serupa se-
perti pada mielosit neutrofil. Sitoplas-
Gambar 3.7 Elemen sel normal dalam sedia- ma terisi dengan granula eosinofil,
an apus darah.
yang terutama berwarna kemerahan
a) Granulosit (1), eosinofil (2), limfosit (3),
monosit (4) b) Limfosit (3), monosit (4), basofil atau cokelat merah. Bagian sitoplas-
(5), di sampingnya sejumlah besar trombosit. ma yang tidak tertutupi oleh granula
terlihat sedikit basofilik.

Metamielosit eosinofil (> Gambar


berbentuk segmen: bagian penghu-
3.8 c) dan leukosit eosinofilik berinti
bung segmen lebih tipis daripada 1/3
batang: Karena proses pematangan
bagian inti yang paling tebal yang
inti yang berlangsung cepat, kedua
diukur dari kedua sisinya. Kebanya-
kelompok sel ini jarang dijumpai. Se-
kan terdapat tiga hingga empat seg-
cara morfologis, kedua kelompok sel
men; untuk kriteria sitodiagnostik ter-
ini mempunyai bentuk yang serupa
kini, lihat prinsip utama > Bag 3.4.4.
dengan seri neutrofil, tetapi dileng-
Kromatin inti dan sitoplasma seperti
kapi dengan granula eosinofil yang
granulosit berinti batang.
matang.

3 . 4 . 2 Perkembangan Leukosit eosinofil berinti segmen


Granulosit Eosinofil (> Gambar 3.8 d, > Gambar 3.7):
bentuk sel yang paling matang pada
Pada keadaan fisiologis, eosinofil granulopoiesis eosinofil mampu ber-
awalnya dikenali dari tahap promie- migrasi ke dalam darah perifer. Inti
losit di sumsum tulang. tampak mencolok dengan dua segmen
3.4 Granulopoiesis dan Monositopoiesis 25

(bentuk 'kacamata') dan jembatan granula eosinofil matang, yang diame-


antar segmen-segmen yang berupa ternya dapat berbeda-beda. Warna
benang-benang halus. Kromatin tam- dasar sitoplasma adalah basofilik mu-
pak seperti gumpalan kasar. Sitoplas- da, yang hanya dapat dilihat pada
ma kebanyakan terisi penuh dengan daerah yang terbebas dari granula.

Gambar 3.9 Perkembangan leukosit


basofil.
a) Mielosit basofil
b) Leukosit basofil
c) Leukosit basofil
d) Leukosit basofil, sebagian meng-
alami degranulasi.
26 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

3 . 4 . 3 Perkembangan
Granulosit Basofil dan
Sel Mast Jaringan
Mielosit basofil: Granulosit basofil
biasanya baru dapat dikenali dari ta-
hap mielosit. Inti sel berbentuk bulat,
dan di sitoplasma terdapat granula ba-
sofil kasar yang khas.

Granulosit basofil (> Gambar 3.7,


> Gambar 3.9 a-d): Bentuk sel de-
ngan sedikit sekali tanda-tanda pe-
matangan. Inti sel sebagian besar
hanya berlekuk di beberapa tempat
(bentuk da'un semanggi), selebihnya
tersegmentasi tanpa bentuk. Kromatin
berbercak-bercak secara merata, dan
tidak khas seperti gumpalan kasar.
Sitoplasma relatif sedikit, yang dapat
mudah ditempati granula basofil yang
intensif, yang cenderung membentuk
formasi cincin di sekeliling tepi sel.
Warna dasar sitoplasma biru pucat
hingga merah muda pucat. Vakuol
tidak jarang dijumpai sebagai analog Gambar 3.10 Sel mast jaringan.
granula yang kosong. Inti granulasi a) Sel mast jaringan
spesifik sebagian ditutupi. b) Sel mast jaringan dan basofil di samping-
nya
c) Sel mast jaringan.
Sel mast jaringan (> Gambar 3.10
a-c): Sel mast jaringan berasal dari sel
prekursor di sumsum tulang, yang su-
dah mengalir ke dalam darah dalam poligonal, dan terisi dengan granula
keadaan yang belum matang. Jenis kecil berwarna ungu kehitaman atau
sel ini jarang ditemukan pada sediaan biru-hitam yang jarang berbatas tegas
apus sumsum tulang normal; pada pe- satu sama lain karena letaknya yang
nyakit-penyakit tertentu (contohnya, sangat rapat. Granula-granula terse-
penyakit Waldenstrom), sel ini sering but sering menduduki inti sel; pada
dijumpai. Inti sel berbentuk bulat, se- pengamatan umum sediaan apus sum-
bagian besar area inti kebanyakan di- sum tulang, granula ini menimbulkan
tutupi oleh granulasi sitoplasma, ber- kesan adanya elemen sel berwarna hi-
warna ungu tua sampai terang, kurang tam homogen. Sel mast jaringan yang
terstruktur dan terletak di sentral. Nu- tidak mengandung granula sangat
kleolus kurang dapat dikenali dengan jarang dijumpai dengan sitoplasma
jelas. Sitoplasma berbentuk bulat atau yang tampak merah muda. Sel mast
3.4 Granulopoiesis dan Monositopoiesis 27

jaringan mengandung heparin, sero- tiap bagian inti yang dianggap paling
tonin dan histamin. tebal dari kedua sisi.
- Granulosit neutrofil berinti polimorfik
(Sinonim: Sel berinti segmen; sel
3 . 4 . 4 Prinsip Utama berinti polimorf); granulosit neutrofil
dengan sitoplasma yang matang dan
Granulopoiesis satu inti yang kurang-lebih tampak|
jelas terbagi atas dua atau (kebanyak-'
Prinsip Utama an) tiga sampai lima segmen, atau
dengan satu inti yang tidak memenuhi
• Mieloblas adalah satu-satunya sel dari
persyaratan untuk mielosit, metamie-
kelompok sel darah putih yang tidak
losit atau sel berinti batang seperti
mengalami granulasi; secara morfologis
didefinisikan di atas.
sel ini digambarkan sebagai sel yang
paling tidak matang pada granulopoie- • Hitung leukosit fisiologis dalam darah
sis. Pada beberapa bias, sejumlah gra- perifer:
nula azurofilik dapat dikenali pertama - Total leukosit 4000 - 9000/pl
! kalinya. - Leukosit basofil: 0-1% (absolut: 0 -
90/Ml)
• Terdapat empat bentuk granulasi yang
; berbeda dengan pembagian sebagai - Leukosit eosinofil: 1-4% (absolut: 40
- 360/pl)
berikut:
- Granulasi azurofilik: mieloblas dan - Sel neutrofil berinti batang: 0-4% (ab-
promielosit solut 0 - 360/pl)
- Granulasi neutrofil: mielosit neutrofil, - Sel neutrofil berinti segmen: 50-70%
metamielosit, sel berinti batang dan (absolut: 2000 - 6300/pl)
berinti segmen - Monosit: 2-8% (absolut: 80 - 720/iJl)
- Granulasi eosinofil: promielosit eosi- - Limfosit: 25-45% (absolut: 1000 -
4050/pl)
nofilik, mielosit, metamielosit, sel ber-
inti batang dan berinti segmen - Adanya bentuk sel yang berbeda dari
kelompok sel darah putih yang telah
- Granulasi basofil: promielosit basofilik,
disebutkan dalam sediaan apus darah
mielosit, dan leukosit.
harus dianggap patologis!
• Bentuk inti berubah sesuai dengan per-
kembangan sel lebih lanjut. Diferensiasi
inti berangsur-angsur berkurang dari
neutrofil hingga menjadi basofil.
• Definisi morfologis bentuk sel neutrofil: 3 . 4 . 5 Perkembangan IVIonosit
- Mielosit neutrofil (Mielo): granulosit
neutrofil dengan sitoplasma yang ma-
dan Makrofag
tang dan satu inti berbentuk bulat atau
oval. Perbandingan sumbu inti yang Monoblas (f- Gambar 3.11 a): perbe-
oval tidak boleh melebihi 1:2. daannya dari mieloblas di dalam sum-
- Metamielosit neutrofil (Meta) (Sinonim: sum tulang normal kebanyakan tidak
neutrofil muda): granulosit neutrofil de- jelas; kadang-kadang terjadi penakik-
] ngan sitoplasma yang matang dan inti
yang berbentuk seperti ginjal. Lekukan
an di inti.
ke dalam pada inti tidak boleh lebih
dalam dari setengah sumbu inti oval Promonosit (> Gambar 3.11 b-c): ben-
yang lebih pendek. tuk sel besar dengan ciri-ciri promie-
1 - Granulosit neutrofil berinti batang
lositik tertentu, yang hanya dijumpai
(Batang): granulosit neutrofil dengan
sitoplasma yang matang dan inti yang di sumsum tulang dengan proporsi
berbentuk tapal kuda atau berbentuk sebesar 3%. Inti bulat dengan lekukan
huruf S. Inti menampakkan suatu ben- ke dalam pada satu sisi atau kadang-
tuk pita yang dapat dikenali dengan
kadang juga tidak teratur. Kromatin
jelas. Diameter bagian inti yang paling
tipis harus melebihi 1/3 diameter se- longgar, dan mulai tampak sebagai
28 3- Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 3.11 Perkembangan monosit.


a) Monoblas (x), sangat jarang ditemukan (sumsum tulang)
b) Promonosit (sumsum tulang)
c) Monositopoiesis (kumpulan sel dengan berbagai tingkat pematangan di sumsum tulang)
d, e, f) Berbagai bentuk monosit dalam darah perifer
g) Makrofag di sumsum tulang.

benang-benang kasar. Nukleolus yang Monosit ( > Gambar 3.7, > Gam-
jarang dapat terlihat. Sitoplasma tam- bar 3.11 d-f): sel terbesar di dalam
pak basofilik muda dan luas dengan darah perifer. Inti sel ini besar, khas
sentrosfer kecil, yang jarang meng- berlobus, beraneka bentuk, dan juga
alami granulasi azurofilik. Peralihan sering berbentuk seperti sosis atau
menjadi kelompok sel berikutnya kacang. Kromatin longgar, tampak
terjadi tanpa batasan yang jelas. berupa benang-benang kasar dengan
Diferensiasi promonosit secara pasti pemadatan di tempat-tempat tertentu,
hanya dapat terlihat secara sitokimia tetapi transparan secara keseluruhan.
(esterase non-spesifik, > Gambar 4.2 Nukleolus yang kecil dapat dikenali.
c-d) atau imunositologis, meskipun Sitoplasma biasanya berwarna biru
pada praktiknya tidak bermakna. abu-abu seperti warna batu dengan
3.4 Granulopoiesis dan Monositopoiesis 29

Gambar 3.12 Makrofag.


a,b) Makrofag di sumsum tulang dengan pinositosis dan fagositosis
c,d) Makrofag di pulau eritropoiesis dalam sumsum tulang
d) Besi yang terpulas dengan pulasan biru Berlin.

granula halus yang berbentuk seperti dapat dikenali dengan pulasan imu-
debu, tetapi terkadang juga tampak nohistologis pada sediaan histologi.
basofilik terang. Monosit beredar ha-
nya dalam waktu singkat dalam darah Makrofag. Makrofag muncul berupa
dan kemudian mengembara ke dalam bentuk monosit darah yang berada di
jaringan, tempat sel ini berdiferensiasi jaringan. Kerja utamanya adalah fa-
menjadi makrofag, demikian juga di gositosis dan pinositosis ('r- Gambar
paru-paru (makrofag alveolar), hati 3.11 g, > Gambar 3.12 a-b). Makrofag
(sel Kupffer) atau di SSP (sel glia), sum- berperan penting melalui penyajian
sum tulang dan jaringan lainnya. antigen pada respons imun.
Monosit juga merupakan prekursor Makrofag juga berperan pada
subkelompok sel retikulum dendritik metabolisme besi. Sel prekursor eri-
penyaji-antigen. Sel ini ditemukan di tropoiesis mengambil molekul feritin
centrum germinale kelenjar getah be- dari makrofag di pulau eritropoiesis
ning, memiliki inti sel oval atau agak sumsum tulang melalui pembentukan
bulat dan sitoplasma bercabang yang vesikel dan penggabungan vesikel ini
menyerupai jala yang digunakan un- selanjutnya (> Gambar 3.12 c-d).
tuk berkontak dengan limfosit. Karena Morfologi makrofag sangat ber-
struktur sitoplasmanya, sel ini hanya variasi dan sangat bergantung pada
30 3- Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

material yang disimpannya. Beberapa Promegakariosit (Megakariosit yang


contoh badan inklusi yang berbeda setengah matang) i^r Gambar 3.13 e-f):
sering dijumpai (debris sel dan sisa inti Produk poliploidisasi megakarioblas
'r Gambar 3.12 a; pigmen r Gambar yang berdimensi besar. Inti sel sangat
3.12 b; produk degradasi dari metabo- besar dan sedikit berlobus selain ben-
lisme yang normal dan patologis, mi- tuk dengan kecenderungan segmentasi
salnya sel penyimpan lemak). (berlobus) yang dapat dikenali dengan
jelas. Kromatin inti sebagian besar
teranyam rapat, nukleolus yang ada
3.5 Trombopoiesis kebanyakan terselubungi. Sitoplasma
tampak basofilik dengan beberapa
3.5.1 Perkembangan Trombosit area azurofilik, yang menunjukkan
di Sumsum Tulang permulaan aktivitas trombopoiesis.
Luas sitoplasma bertambah secara
Morfologi trombopoiesis sangat ber- nyata. Di tepi sel, terdapat trombosit
beda dari eritropoiesis dan granu- yang melekat.
lopoiesis karena tidak terjadi sebagai
suatu perkembangan sel fungsional Megakariosit yang matang (> Gambar
matang dari prekursor yang belum 3.14 a, b): Sel terbesar yang dijumpai
matang dengan perbedaan kriteria pada hematopoiesis di sumsum tulang
morfologis yang nyata dan melalui dalam kondisi normal. Serangkai-
pembelahan pematangan yang ter- an gumpalan (haustra) inti yang khas
jadi selanjutnya. Pada trombopoiesis, terbentuk dan sitoplasma azurofilik
terjadi proses poliploidisasi berulang ditutupi bintik-bintik halus, sebagai
kali, yang menimbulkan perkembang- perwujudan terakhir pembentukan
an berbagai tipe sel 2N-32N (64N) trombosit yang aktif. Perluasan dan
melalui endoredupiikasi DNA, yang penonjolan bagian sitoplasma azuro-
setara dengan berbagai tahapan fung- filik menandakan suatu persiapan
si. Terdapat tiga macam bentuk sel pelepasan trombosit.
yang dapat dikenali. Sebagian kecil megakariosit (di
bawah 10%) menunjukkan inti tung-
Megakarioblas (> Gambar 3.13 a-d): gal atau ganda yang berbentuk bulat-
Badan sel biasanya lebih besar daripada oval dan kecil (yang dikenal sebagai
badan sel proeritroblas. Perbandingan mikromegakariosit > Gambar 3.14
antara inti dan sitoplasma berubah ka- d) pada pengecilan diameter sel.
rena inti menjadi lebih besar. Kepadat- Elemen-elemen ini juga memiliki ak-
an kromatin inti berbeda-beda. Nuk- tivitas trombopoietik. Suatu fenome-
leolus sebagian besar tertutup, tetapi na yang istimewa adalah fenomena
terdapat dalam jumlah besar. Pada yang dikenal sebagai emperipolesis
penyatuan inti yang mencolok, terda- (r- Gambar 3.14 c), yaitu pengem-
pat sel yang berinti dua hingga empat. baraan granulosit matang melalui
Sitoplasma tampak basofilik kuat, ter- sitoplasma megakariosit tanpa meng-
bebas dari granulasi, dan di bagian tepi ganggu integritas sel, yang juga tidak
kadang-kadang sedikit terjuntai. Sering mengindikasikan suatu proses fagosi-
terdapat trombosit yang melekat. tosis.
3.5 Trombopoiesis 31

Gambar 3.13 Trombopoiesis (sumsum tulang).


a, b, c) Megakarioblas yang khas
d) Perubahan inti yang menyerupai profase di megakarioblas
e) Promegakariosit yang khas
f) Promegakariosit, emperipolesis (-*) suatu normoblas oksifilik (lihat juga ^ Gambar 3.14 c)
NB: perhatikan perbandingan besar megakarioblas dan megakariosit dengan sel-sel
sumsum tulang yang berada di sekelilingnyal
32 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 3.14 Trombopoiesis (sumsum tulang).


a, b) Megakariosit matang dengan granulasi azurofilik sitoplasma dan bentuk inti yang khas
c) Emperipolesis = Pengembaraan granulosit di dalam sebuah megakariosit
d) Mikromegakariosit fisiologis (maksimum hingga 10% dari semua megakariosit di sumsum tu-
lang normal)
e) Megakariosit dengan penonjolan sitoplasma di tempat tertentu sebagai persiapan pelepasan
trombosit. K = inti sel
f) Megakariosit, segera setelah penguraian sitoplasma untuk melepaskan trombosit, yang masih
berada dalam kerumunan yang besar. K = sisa inti sel.
3.5 Trombopoiesis 33

dan granulasi azurofilik (granulomer).


Dalam keadaan fisiologis, autoagre-
gasi pada sediaan apus darah tanpa
penambahan EDTA menimbulkan pe-
nyatuan erat beberapa trombosit da-
lam preparat apus.

3 . 5 . 2 . Prinsip Utama
Trombopoiesis

Megal<arioblas = bentutc sei yang paling


tidak matang pada trombopoiesis, yang
Gambar 3.15 Trombosit (darah). memiliki kemampuan meningkatkan
a) Agregat trombosit daiam sediaan apus poliploidisasi inti sel baik melalui en-
darah tanpa penambahan apapun doredupiikasi susunan kromosom ataii
b) Trombosit yang berdiri sendiri-sendiri pada perbanyakan inti sebenarnya melalui en-
sediaan apus darah dengan EDTA. domitosis.
Promegakariosit = produk suatu poli-
ploidisasi lanjutan yang dimulai di mega-
karioblas. Pembentukan trombosit biasa-
Stadium pelepasan trombosit: Struk- nya belum terjadi.
Megakariosit = elemen sel sesungguh-
tur sitoplasma megakariosit yang ber-
nya yang membentuk trombosit pada
ada pada tahap ini dan masih saling trombopoiesis. Kandungan megakariosit
berhubungan, menunjukkan penju- yang sebenarnya dari suatu hasil aspi-
luran yang tidak beraturan dan ber- rasi sumsum tulang hanya dapat dinilai
di dalam sediaan apus serpihan sumsum
tambahnya peluruhan; pada keadaan
yang sempurna dengan pembesaran
ini, terbentuk makropartikel yang tak lemah. -g
terbilang banyaknya dan selanjutnya Trombosit merupakan satu-satunya jeniM
mikropartikel dengan granulasi azuro- sel darah yang merupakan produk peM
matangan sitoplasma.
filik halus yang merupakan trombosit
Seluruh elemen trombopoiesis memiliki
matang (^ Gambar 3.14 e, f). Sisa inti kemampuan aglutinasi yang spesifik-sel
yang tidak mengandung sitoplasma (kemampuan agregasi) dengan trombo-1
tetap ada sampai dihancurkan oleh sit sehingga elemen-elemen tersebut
sering terdapat pada tepi sitoplasma sel
makrofag di sumsum tulang (perha-
induknya. Hal yang sama juga berlaku^
tian: kesalahan diagnostik dapat ter- untuk sesama trombosit. 1
jadi pada pencarian sel-sel asing!).

Trombosit (keping-keping darah) (>


Gambar 3.15 a, b): Produk pematang-
an sitoplasma megakariosit, yang di-
semburkan ke dalam darah perifer.
Bentuk elemen terkecil dalam sedia-
an apus darah (sekitar 1/5 hingga
1/4 besar eritrosit), yang terdiri atas
sitoplasma basofilik pucat (hialomer)
34 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

Sel-sel B yang matang menunjukkan


3.6 Limfopoiesis
ekspresi G D I 9 dan CD20 secara khas.
3.6.1 Tinjauan Umum Sel-sel B merupakan 10% limfosit di
sumsum tulang dan darah perifer dan
Sel yang dapat diidentifikasi secara sekitar 5 0 % sel di limpa dan kelenjar
morfologis sebagai limfosit terbagi getah bening.
atas tiga subkelompok besar: sel B, sel
T dan sel NK. Ketiga tipe sel tersebut Sel B1. Sejumlah kecil sel B merupa-
tidak dapat dibedakan berdasarkan kan (sel B l ) CD5-positif. Sel-sel ini
ciri morfologis. Sel T dan sel NK dapat secara fungsional tidak bergantung
memiliki suatu granula azurofilik yang pada sel T dan memiliki fungsi per-
kasar Gambar 3.17). Karakterisasi tahanan di pleura dan peritoneum.
subpopulasi limfosit dengan antibodi Menurut pengetahuan terkini, sel-sel
monoklonal dan metode biologi mo- B tersebut memproduksi antibodi de-
lekular telah sangat menambah pe- ngan spesifitas yang luas dan tidak
ngetahuan mengenai hubungan fung- terarah terhadap struktur permukaan
sional limfopoiesis. Limfosit terbentuk agen penyebab penyakit. Jadi, sel-
dari sel punca hematopoietik yang sel ini merupakan bagian dari sistem
bersifat pluripoten di sumsum tulang. imun alamiah (non-spesifik). Sel-sel
Sel-sel tersebut mengalami suatu pro- Bl beredar berulang kali dalam darah.
ses pematangan yang kompleks di Bagian lain dari sistem imun alamiah
organ limfatik perifer (contohnya, di berupa sel-sel marginal di limpa. Sel-
timus untuk sel T dan kelenjar getah sel marginal menetap di limpa dan
bening, limpa dan organ-organ limfa- tidak beredar dalam darah.
tik lainnya untuk sel B). Di dalam sel B
dan sel T, subkelompok lainnya dapat Sel 82. Sebagian besar sel B meru-
diidentifikasi dengan penanda permu- pakan CD5-negatif dan memerlukan
kaan dan karakterisasi fungsional. kerja sama dengan sel-sel T agar da-
pat berfungsi (sel B2). Sel-sel tersebut
tumbuh dan mengalami pematangan
Limfosit B
di folikel limpa, kelenjar getah be-
Sel-sel limfosit B berasal dari sel pun- ning dan di organ limfatik perifer
ca hematopoietik melalui sel pre- lainnya sehingga dapat mengalami
kursor limfatik bersama di sumsum seleksi menurut spesifitas terhadap
tulang. Sel-sel ini mengalami pema- antigen dalam pengaruh limfosit T
tangan di sumsum tulang melalui ber- dan makrofag. Dengan demikian, sel-
bagai tahap dari sel prekursor limfatik sel B CD5-negatif termasuk dalam
bersama (.^ Gambar 3.4). Di dalam pertahanan imun adaptif (spesifik).
populasi ini terdapat persyaratan un- Sel-sel ini beredar dalam darah dan
tuk fungsi tersendiri dari antibodi hu- sistem limfatik.
moral yang dibentuk sel-sel B. Pada Pada setiap tipe sel, proses perkem-
tahap ini, suatu rearrangement (tata- bangan terjadi sebagai berikut: setelah
ulang) terjadi, yang menimbulkan mengalami pematangan di sumsum
pembentukan rantai berat dan selan- tulang, sel-sel B natif memasuki aliran
jutnya rantai ringan imunoglobulin. darah. Sel-sel ini mengembara ke ja-
3.6 Limfopoiesis 35

Tabel 3.4 Perl<embangan dan Pematangan Sel-sel B di Sumsum Tulang (dimodifikasi menuruf).

Penanda Prekur- B awal Pro B Pra-B I Pra-B Pra-B II Sel B Sel B


sor II kecil yang yang
limfatik belum matang
bersama matang

11-7 R a
CD19
CD79a
TdT
RAG

VpraB
HH
pra-BCR
IgH GL ' * ^ ' W H ^ VH'DJH" VHDJH VHDJH VHDJH
KL GL GL GL GL GL VLJL
cycling
Pax-5
sIgM
sIgD

IL-7 R a = interleukin-7 reseptor alfa; TdT = desoxyribonucleotidyltransferase terminal; RAG = gen aktivasi
rekombinasi; VpraB = protein Vpra-B; \JH = rantai berat \i; pra-BCR = reseptor sel pra-B; IgH = rantai berat
imunoglobulin; GL = germline configuration; DJH = DJH-rearrangement, VHDJH = VHDJH-rearrangemenf
VLJL = VUL-rearrangement; Pax-5 = faktor transkripsi Pax-5; sIgM = IgM permukaan; sSlgD = IgD per-
mukaan. JH

ringan limfatik, tempat sel tersebut likel tersebut, sel-sel ini akan terakti-
berkontak dengan sel penyaji-anti- vasi dan berkontak dengan antigen
gen. Sel-sel B ini akan teraktivasi dan melalui sel retikulum dendritik fo-
berdiferensiasi menjadi sel plasma likular. Hal tersebut menimbulkan
dengan umur yang singkat dan afini- respons imun sekunder. Pada tahap
tas yang rendah, atau menjadi sel B ini, folikel primer berubah menjadi
memori. Sel-sel B memori mengemba- folikel sekunder dengan centrum ger-
ra dari daerah ekstrafolikular kelenjar minale. Melalui kontak dengan anti-
getah bening ke folikel primer. Di fo- gen, sel-sel B memori berdiferensiasi
36 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang
3.6 Limfopoiesis 37

menjadi sentroblas dengan perubahan • Sel-sel T CD3-HCD4-I- dapat dibagi


isotipe-imunoglobulin dan mutasi so- menjadi dua subkelompok menu-
matik di regio hipervariabel gen imu- rut berbagai sitokin yang disekresi-
noglobulin dengan produk berupa kan:
antibodi berafinitas tinggi. Sentroblas - Sel T h i : setelah terstimulasi de-
kemudian berdiferensiasi menjadi ngan antigen, IL-12 dan CD80/
sentrosit dan mengekspresikan kem- CD28 (sel B), IL-2, IFN-y, dan
bali imunoglobulin permukaan. Se- TNF-P akan disekresikan. Sel-sel
lanjutnya, diferensiasi terjadi pada sel T h i menstimulasi sel-sel T sito-
B memori atau plasmoblas. Plasmo- toksik (CTL).
blas mengembara ke dalam sumsum - Sel Th2: setelah terstimulasi de-
tulang dan berdiferensiasi pada akhir- ngan antigen, CD86/CD28 (sel
nya menjadi sel plasma dengan ren- B) dan IL-1 (makrofag), IL-4, IL-5,
tang hidup selama kira-kira 1 bulan. IL-10 dan 11-13 akan disekresikan.
Pematangan sel B selanjutnya ter- Sel-sel Th2 menstimulasi sel-sel B
jadi pada bagian 'sel plasma'. dan produksi antibodi.

Limfosit T Sel T y<S. Sel ini merupakan sel


CD3-fCD4-CD8- dan berkembang
Prekursor sel-sel T berasal dari sel-sel di timus dan saluran cerna. Sel-sel T
punca hematopoietik di sumsum tu- yS hanya mencapai 1-5% sel T yang
lang. Prekursor ini mengembara dari beredar di darah perifer, tetapi dapat
tempat tersebut sejak awal di timus mencapai 5 0 % jumlah sel limfatik di
dan mengalami berbagai tahap pe- kulit dan saluran cerna. Karena rear-
matangan (r- Tabel 3.5). Dengan de- rangement gen rantai reseptor sel T
mikian, prekursor tersebut mengalami terjadi sebeium kontak dengan anti-
rearrangement pada segmen rantai re- gen, sel-sel ini tampaknya termasuk
septor sel T. Sel T ap dan sel T y§ ter- dalam sistem imun alamiah.
bentuk. Limfosit T ditemukan di darah
sebanyak 70-80% dari keseluruhan Sel NK
limfosit dan juga ditemukan di zona
mantel dan centrum germinale folikel Sel pembunuh alami (natural killer,
limfe. NK) menggambarkan populasi sel
limfatik yang terbatas dan jumlahnya
Sel T ap. Sel-sel ini merupakan sub- mencapai sekitar 1 0 % limfosit yang
kelompok yang paling bermakna se- beredar di darah perifer. Prekursor
cara kuantitatif dan meliputi sel T sel NK/sel T bersama terbentuk dari
CD3-HCD8-H dan CD3-HCD4+. Sel T sel punca hematopoietik yang bersifat
CD3-I-CD4-I- membentuk sekitar 2/3 pluripoten. Diferensiasi selanjutnya
sel-sel limfatik dalam darah perifer. terjadi di timus. Penjelasan yang le-
• Sel-sel T CD3H-CD8-H berkembang bih rinci mengenai hal tersebut masih
menjadi sel T sitotoksik (CTL). Sel- diperdebatkan. Sel-sel NK dikenali
sel ini bertindak sebagai pertahanan dengan fenotipe CD3-CD56-I-. Sel-sel
terhadap infeksi virus dan sel-sel ini bekerja melalui produksi sitokin si-
yang bertransformasi. totoksik, sitolisis langsung dan sitotok-
38 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

sisitas selular yang diperantarai anti- yaitu limfosit 'teraktivasi' atau 'reaktif.
bodi terhadap infeksi virus atau sel-sel Transformasi menjadi bentuk reaksi
yang bertransformasi. limfatik merupakan suatu proses fisio-
logis pada keadaan infeksi dan tidak
boleh disalah-tafsirkan sebagai suatu
3 . 6 . 2 Morfologi Limfosit
transformasi keganasan.
Pembedaan limfosit pada sel T, Sel Jadi, karena alasan praktis, istilah
B atau sel NK tidak dapat dilakukan 'bentuk reaksi limfatik' harus diper-
berdasarkan morfologinya. Pembe- jelas secara tegas dari apa yang dise-
daan antara limfosit kecil dan besar but sebagai 'limfosit atipik'. Pada dife-
dengan atau tanpa granulasi azurofilik rensiasi, konsep yang disebut terakhir
dapat dilakukan secara deskriptif ('limfosit atipik') menandakan bahwa
Gambar 3.16, r Gambar 3.17 a-c). pada keadaan ini, terdapat sel-sel lim-
Variasi-variasi morfologis tersebut pa- fatik yang tidak normal tetapi tidak
da pembedaan sediaan apus darah pula termasuk dalam elemen bias,
dan sumsum tulang secara praktis yang mengisyaratkan kecurigaan akan
tidak dapat ditampilkan secara terpi- penyakit pada sistem limfatik. Pembe-
sah. Temuan-temuan yang mencolok daan morfologis bentuk reaksi limfatik
dicatat sebagai keterangan. dan limfosit atipik tidak bersifat banal
Limfosit dapat teraktifkan kembali dan memerlukan informasi klinis tam-
setelah berkontak dengan antigen. bahan dan bila perlu dengan pemerik-
Pada kasus ini, sel ini mengalami suatu saan penunjang imunologis.
transformasi dan dapat beregenerasi
dengan memasuki siklus pembelahan. Limfosit kecil. Sel ini berbentuk agak
Dalam hal ini, sel-sel tersebut berbe- bulat, dan sedikit lebih besar daripada
da dari, misalnya granulosit. Melalui eritrosit normal. Sel ini memiliki rasio
transformasi limfosit pada sel-sel yang yang tinggi pada besar inti terhadap
aktif membelah, terjadi perubahan besar sitoplasma dengan sitoplasma
bentuk. Kita menyebut sel-sel tersebut yang sering kali sangat sempit dan
dengan istilah 'bentuk reaksi limfatik'. kurang jelas. Sitoplasmanya jernih

Gambar 3.16 Limfosit.


a) Limfosit l<ecil (pembesaran 1200 X)
b) Limfosit dengan granulasi azurofilik
c) Limfosit besar dengan granulasi azurofil ("/arge granula lymphocyte', pembesaran 1500 X).
3.6 Limfopoiesis 39

Gambar 3.17 Limfosit dan pemuiasan sito-


kimiawi.
a,b) Limfosit dengan granula azurofilik
c) Limfosit T dengan hasil reaksi fosfatase
asam yang fokal-positif
d) Limfosit dengan reaksi fosfatase asam yang
granular-positif, dan tidak spesifik
NB: pemulasan sitokimiawi untuk membeda-
kan limfosit T kini mulai ditinggalkan karena
adanya kemungkinan pemeriksaan lain de-
ngan penentuan imunofenotipe.

Limfosit besar. Ukuran sel mencapai


hingga dua kali diameter eritrosit.
Sel-sel ini memiliki sitoplasma yang
sedikit basofilik, jernih, dan besar.
Pada sebagian area sel, biasanya ter-
dapat sedikit granula azurofilik yang
kasar dan kemerahan. Inti sel berben-
tuk agak bulat, tetapi sebagian juga
melekuk ke dalam. Struktur kromatin-
nya kasar, bergumpal dengan karak-
teristik yang serupa seperti pada lim-
fosit kecil.

dan tampak sedikit basofilik. Intinya Temuan Menaril< pada Aspirasi Kelen-
berbentuk agak bulat, terkadang agak jar Getah Bening (> Gambar 3.18 a,
melekuk ke dalam dengan gumpalan b): pada bagian pusat folikel, terda-
kromatin yang kasar dan terkadang, pat sel-sel yang bertransformasi ke
nukleoli yang dapat dilihat. arah bias terutama pada peradangan

Gambar 3.18 Sediaan kelenjar limfe dengan perubahan reaktif.


a) Limfosit-limfosit kecil yang mencolok pada preparat apus; di sampingnya terdapat sebuah sel
besar dan dua sel kecil yang bertransformasi dengan morfologi prolimfositik (xx) dan sentroblas-
tik (x),
b) Sel-sel yang teraktifkan dengan kuat oleh antigen di centrum germinale, dengan morfologi
imunoblastik di tengah gambar.
40 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

kelenjar limfe, yang tidak boleh men- Vakuola-vakuola ini dalam keada-
jadi alasan penegakan diagnosis pe- an fungsional tertentu terisi dengan
nyakit keganasan. Perubahan morfo- tetesan opalesen (badan Russell), yang
logis ini merupakan bagian dari proses merupakan globulin-globulin yang
normal perkembangan sel B. mengeras Gambar 3.19 e-h). Setiap
tetesan mempunyai skala yang lebar
hingga memenuhi seluruh badan sel
3 . 6 . 3 Sel Plasma
yang berbentuk seperti bola yang be-
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sar. Tetesan-tetesan ini bahkan juga
sel plasma dapat terbentuk dalam dua menutupi inti sel dan dapat tersebar di
tahap perkembangan sel B: sel B natif antara elemen-elemen sumsum tulang
mengembara ke dalam jaringan lim- lainnya setelah pecahnya membran
fatik, tempat sel ini berkontak dengan sel. Pada beberapa sel plasma, badan
sel penyaji-antigen. Sel B natif terse- Russell memberikan hasil positif untuk
but akan teraktivasi dan berdiferen- reaksi PAS. Walaupun jarang, terdapat
siasi menjadi sel plasma dengan umur juga kristal-kristal protein dalam sito-
yang singkat dan afinitas yang ren- plasma, demikian juga badan inklusi
dah, atau menjadi sel B memori. Sel- azurofilik sitoplasma dan gambaran
sel B memori mengembara dari area berbentuk tetesan di dalam inti sel.
ekstrafolikular kelenjar getah bening Sitoplasma yang berwarna merah
ke dalam folikel primer. Sel-sel ini dikenal dengan istilah sel plasma
teraktivasi menjadi sentroblas melalui 'yang membara' Gambar 3.19 i).
kontak dengan antigen dan selanjut- Suatu kejanggalan sitologis tam-
nya menjadi sel B memori atau plas- pak pada sel plasma yang mengalami
moblas. Plasmoblas mengembara ke penghancuran. Kromatin inti menjadi
dalam sumsum tulang dan akhirnya terang, sitoplasma membesar secara
berdiferensiasi menjadi sel plasma. bermakna dan menunjukkan struk-
tur sisa yang menyerupai kumpulan
Morfologi Sel Plasma (> Gambar 3.19 benang (> Gambar 3.19 k).
a-d). Inti sel biasanya terletak eksen-
trik, bulat dan dikenali dengan struktur
kromatin yang sangat bergumpal. Di
3 . 6 . 4 Prinsip Utama
antara setiap partikel kromatin, terda- Limfopoiesis
pat area yang sempit dan terang, yang
Prinsip Utama
memberikan kesan gambaran suatu
struktur jari-jari roda. Bentuk sel de- • Penamaan 'limfoblas' tetap dicadangkan
ngan dua atau lebih inti sel dijumpai. untuk keadaan leukosis akut. Bentuk
bias, yang dalam keadaan fisiologis ter-
Sitoplasma kebanyakan berwarna biru
lihat secara mikroskopis berada dalam
seperti bunga di ladang gandum, dan jaringan limfatik (preparat apus kelenjar
pada beberapa elemen juga berwar- limfe), sesuai dengan sentroblas atau
na biru langit. Terdapat daerah yang imunoblas (> Gambar 3.18 a, b).
• Bentuk limfosit dapat berubah dan bah-
terang di bagian perinuklear yang luas
kan dapat terdistorsi secara morfologis
dan sering bebercak, serta vakuola di dalam derajat tertentu melalui teknik
dalam sitoplasma dengan jumlah dan H^apus dan pemulasan.
ukuran yang bervariasi.
3.6 Limfopoiesis 41

Gambar 3.19 Sel plasma.


a) Plasmoblas limfatik, prekursor sel plasma darah (lihat juga f Gambar 5.47)
b, c) Sel plasma sumsum tulang yang khas (terdapat perbedaan yang besar di area normal)
d) Sel plasma sumsum tulang yang berinti ganda
e, f, g) Badan inklusi protein di sel plasma
g) Sel yang disebut sebagai sel Mott
h) Badan Russell di sel plasma (globulin yang mengeras) dengan reaksi PAS positif
42 3- Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 3.19 Sel plasma, (lanjutan)


i) Sel yang dikenal sebagai sel plasma yang membara
k) Perubahan regresif pada suatu sel plasma yang sekarat.

• Pembedaan limfosit B dan T dengan tulang. Stroma sumsum tulang terdiri


subpopulasinya serta sel NK hanya da- atas fibroblas dan pembuluh darah
pat dilakukan dengan penentuan feno- dengan endotelnya. Tentu saja, sel-sel
tipe dengan menggunakan antibodi
ini praktis tidak berpindah dari serpih-
monoklonal.
• Reaksi sitokimiawi untuk karakterisasi an sumsum pada aspirasi sumsum
limfosit hanya memiliki nilai historis. tulang sehingga biasanya tidak dapat
• Secara morfologis, kita menganggap se- dilihat pada sediaan apus. Pada his-
mua sel limfatik dalam darah perifer se- tologi, sel-sel tersebut hanya terlihat
bagai limfosit. Limfosit dengan granula
azurofilik tidak dibedakan secara terpi-
mencolok dengan pemulasan imuno-
sah, melainkan berdasarkan bentuk re- histologis yang spesifik.
aksi atau sitmulusnya. Sel-sel lemak tersebar di dalam
• Anak-anak pada awal masa hidupnya
sumsum tulang. Lemak tersebut akan
menunjukkan suatu limfositosis fisiolo-
gis sebanyak 50-70%, yang kemudian menghilang dengan alkohol May-
akan menjadi normal secara perlahan GriJnwald dan pulasan Giemsa. Yang
pada masa sekolah. Limfosit pada masa tertinggal adalah vakuol lemak di ser-
kanak-kanak tidak menunjukkan kekhu-
pihan sumsum dan lapisan yang tebal
susan morfologis.
• Bagian limfosit (dalam persentase) pada
pada sediaan apus.
hitung limfosit darah perifer dalam keada- Osteoklas dan osteoblas yang ber-
an fisiologis tidak dibatasi secara kaku ada di tuberkulum spongiosa jarang
ke atas. Nilai limfosit sebesar 40-50%
dapat dipindahkan melalui aspirasi.
dapat dijumpai sementara tanpa adanya
kelainan, tetapi hal ini memerlukan pe- Jika kedua sel tersebut muncul pada
mantauan. Pada nilai limfosit di bawah sediaan apus, hal ini sering kali patut
20% (<1000/pl), timbul suatu keadaan dipertanyakan dan menandakan ke-
limfopenia absolut, asalkan proporsi gra-
nulosit pada hitung jenis darah masih
salahan.
normal atau sedikit meningkat.
Osteoblas Gambar 3.20 c): sel ini
berfungsi pada pembentukan tulang.
3.7 Sel-sel Lain di Osteoblas ditandai dengan adanya
suatu inti yang relatif kecil, bulat-oval
Sumsum Tulang
dan terletak sangat eksentrik, dengan
Selain sel-sel hematopoietik, terdapat kromatin yang padat. Nukleolus kecil
sel-sel lain yang berada di sumsum yang berwarna biru muda biasanya
3.7 Sel-8el Lain di Sumsum Tulang 43

%0 • # ^
Gambar 3.20 Osteoblas dan osteoklas serta sel-sel yang serupa.
a) Osteoklas
b) Sel raksasa benda asing sebagai perbandingan dengan a)
c) Osteoblas
d) Sel plasma sebagai perbandingan dengan c)

diamati. Sitoplasma memiliki ciri-ciri dapat dijumpai dalam sediaan apus


yang sangat khas. Bentuknya sangat sumsum tulang anak-anak.
bervariasi, tetapi sebagian besar ber-
bentuk agak memanjang dan oval. Osteoklas (>- Gambar 3.20a): sel ter-
Warna dasar biru seperti bunga di besar yang umumnya berhasil diamati
ladang gandum dengan bagian yang dalam hasil aspirasi sumsum tulang.
terang bernuansa warna abu-abu dan Sel osteoklas merupakan suatu sel
merah muda agak jauh dari inti sel raksasa poliploid, yang tidak jarang
(disebut arkoplasma). Granulasi plas- mengandung 30 sampai lebih dari 50
ma tidak ditemukan. Dalam keadaan inti. Inti-inti ini sangat menyerupai inti
fisiologis, osteoblas kadang-kadang osteoblas, dan benang-benang kro-
44 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 3.21 Fase mitosis pada aspirasi sumsum tulang.


Tahap I: Profase (megaloblas)
Tahap II: Metafase lanjut (proeritroblas)
Tahap II: Metafase lanjut (mieloblas)
Tahap III: Anafase (proeritroblas)
Tahap III: Anafase (promielosit atau promonosit)
Tahap IV: Telofase (mielosit eosinofilil<); dua sel anak tanpa rekonstruksi inti sel yang sempurna;
di antaranya terdapat sel berinti batang.

matinnya mungkin sedikit lebih halus. 3.8 Fase Mitosis di


Paling tidak, satu nukleolus biasanya
Sumsum Tulang
dijumpai. Sitoplasma sel ini berwarna
biru muda-sedang dan selalu memiliki Mitosis yang terlihat dalam jumlah
granulasi azurofilik. Granulasi tersebut sedikit di sumsum tulang merupakan
sangat rapat di sejumlah tempat dan temuan yang normal. Jumlah mitosis
menutupi warna dasar sitoplasma. pada neoplasia merupakan petunjuk
yang pasti untuk aktivitas proliferasi.
Gambar-gambar di atas {> Gambar
3.21 a-f) memperlihatkan contoh-con-
toh morfologi gambaran mitosis.
BftB

4
Diferensiasi Sel-sel
Darah dan Sumsum
Tulang Normal
Pada uraian-uraian berikut, keterang- tulang akan disajikan dan distribusi
an singkat mengenai diagnosis diferen- normal sel-sel tersebut akan dipapar-
sial sel dalam darah dan sumsum kan. Namun, pada setiap diferensiasi

• J

Gambar 4.1 Gambaran sumsum tulang normal dengan distribusi sel yang kebetulan tidak me-
rata
a) Zona dengan aktivitas eritropoiesis (pembesaran 1000 x)
b) Granulopoiesis yang matang secara regular (pembesaran 1000 x)
c) Megakarioblas (kiri) dan megakariosit matang (kanan) (pembesaran 1000 x)
d) Potongan suatu nodul limfe fisiologis dari sumsum tulang normal
(pembesaran 1000 x), tanda x = sentroblas?

45
46 4. Diferensiasi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang Normal

kita harus memperhatikan rentang 20-25%, dan sel-sel granulopoiesis


variasi yang bermakna terutama pada sehingga nilai indeks G/E sebesar 3,0-
proporsi sel yang sedikit dan sejumlah 3,5 diperoleh. Sisa sel sebanyak 10%
kecil sel yang terdiferensiasi. Interval terdiri atas limfosit, sel plasma, dan
kepercayaan {confidence interval) makrofag. Pada 1000 sel sumsum tu-
9 5 % untuk proporsi sebesar 5% sel lang, kita menemukan 4-5 megakario-
dari 100 sel yang diperiksa terletak sit. Akan tetapi, hal yang ditemukan
antara 0,64% dan 9,36%, sedangkan adalah bahwa distribusi sel-sel di sum-
dari 500 sel yang diperiksa, interval sum tulang sangat condong terlokali-
tersebut terletak antara 3,05% dan sasi ke satu arah {r- Gambar 4.1 a-d).
6,95%. Hal yang penting diketahui
adalah bahwa sel-sel dalam sediaan
apus sumsum tulang tidak tersebar 4.1 Diagnosis Diferensial
secara merata. Dari sediaan tersebut, Morfologis Bentuk-bentuk
proporsi sel eritropoiesis mencapai Sel yang Terpenting

l a b e l 4.1 Diagnosis diferensial morfologis bentuk-bentuk sel yang terpenting.

Jenis sel Bentuk sel Nukleolus Sitoplasma

Proeritroblas bulat sempuma bulat sempurna; 3-5; biasanya biru seperti


kromatin terjalin tertutup bunga di ladang
padat, sedikit gandum, bagian
transparan terang di daerah
perinuklear yang
berbentuk
seperti bulan
sabit dan nok-
tah, tidak terda-
pat granula,
hal yang khas:
bentuk s e p e r t i ^
telinga | H

Mieloblas bulat tidak sem- bulat sampai 1-5; biasanya setengah


purna melekuk ke dapat dikenali biru sampai
dalam, kromatin dengan baik, biru terang,
berupa jala-jala biru terang atau lebih sedikit

mm
halus, transpa- pucat dari sitoplasma
ran proeritroblas,
juga terda-
pat bagian yang
terang di daerah
perinuklear yang
kurang begitu
jelas, granula-
azurofilik sedikit
atau tidak ada^j^
4.1 Diagnosis Diferensial Morfologis Bentuk-bentuk Sel yang Terpenting 47

Tabel 4.1 Diagnosis diferensial morfologis bentuk-bentuk sel yang terpenting. (lanjutan)

m
f Bentuk reaksi ^ ^ S i l M ^ a k sem bulat tidak 1-2; biru terang seperti mielo-
«limfatik purna sempurna yang penampak- blas, tetapi
dan melekuk, annya berbeda- tepi plasma
kromatin berupa beda atau pucat lebih lebar dan
jala-jala kasar, lebih rapuh, biru
transparan terang hingga
basofilik tua, ^
bagian yang f
terang di daerah
perinuklear
sering da-
pat terlihat jelas, ,
tidak terdapat S
granula. I

Normoblas bulat sempurna bulat sem- tidak ada


i
sedikit, tidak
purna, tersusun bergranulasi,
sentral, kromatin warna dasar
tersebar secara basofilik, po-
intensif, gelap likromatik atau
dan terang sa-

I
ortokromatik
ngat kontras
limfosit "blHovar bulat atau me- l^TEsanya biasanya sedikit
lekuk, tersebar tidak dapat dan berbentuk
dengan lebih terlihat menyerupai bulan
sedikit kontras, separuh, tampak
tampak seperti basofilik setengah
batu pualam terang, bagian
yang bergumpal- yang terang
gumpal kasar dengan tetesan-
tetesan halus,
kadang-kadang
memiliki granulasi
azurofilik

ISel plasma oval memanjang; bulat sempurna; 1; biasanya membentuk


berbentuk seper-
ti trapesium
kromatin ber-
bentuk tetesan
kasar dengan
tidak terlihat tepi yang le-
bar, memiliki
batas yang tidak
I
bagian khusus beraturan, baso-
yang terang, filik tua, bagian
biasanya terle- terang di daerah
tak eksentrik perinuklear be-
bercak kasar,
dan di samping-
nya terda-
pat vakuola, hal
yang spesifik,
tetapi jarang
ditemukan: Ba-
dan Russell
48 4. Diferensiasi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang Normal

Tabel 4.1 Diagnosis diferensial morfologis bentul<-bentuk sel yang terpenting. (lanjutan)

Ufa
lelosit ^WSS^SW^ bulat, oval, 2-3; sering basofilik sete-
kadang-kadang hanya dapat ngah terang,
pada satu sisi dikenali secara bagian yang
menjadi datar samar terang di dekat
atau melekuk ke lekukan inti
dalam, kromatin (sentrosfer),
cukup padat granulasi azuro
yang tampak filik yang jelas
berupa anyam-
an halus

Monosit sebagian besar melekuk ke da- 1-2; biasanya basofilik terang-


bulat lam dan seperti tidak dapat biru keabu-
kain dengan dilihat abuan, granula
berbagai bentuk, halus berbentuk
kromatin berupa seperti debu
anyaman kasar,
transparan

Mielosit lebih bulat ketim- oval meman- 1-2; biasanya abu-abu lembut-
bang oval jang, juga tidak dapat coklat-merah
memberi kesan dilihat muda dengan
berbentuk se- granula halus
perti kacang, benwarna ungu.
kromatin cukup Sentrosfer kecil
padat, tidak ho- terang.
mogen

Metamielosit sebagian besar berbentuk tidak ada seperti mielosit,


bulat seperti kacang; tetapi tidak
kromatin padat, memiliki sen-
bergumpal- trosfer
gumpal kasar
dengan gum-
palan yang jelas

sebagian besar tidak ada warna dasar biru


tersegmentasi terang (biasanya
seperti bentuk tertutup). Ter-
kacamata (bilo- dapat granula-
bus) granula yang
tersusun rapat
dan menyerupai
bola-bola kecil
berwarna merah
atau cokelat-
merah ^
4.2 Mielogram Normal 49

Tabel 4.1 Diagnosis diferensial morfologis bentuk-bentuk sel yang terpenting. (lanjutan) "^"^B

Granulosit berbentuk me- ^ ' ' i i H W W ^ * ' " w a m a d a s S F ^


basofil nyerupai daun merah muda,
semanggi atau granula ungu
sedikit terseg- kehitaman yang
mentasi tersebar, teru-
tama berlokasi
pada tepi sel
dan di antara
celah-celah
segmen, di sam-
pingnya terdapat

4 . 2 Mielogram Normal
Tabel 4.2 Distribusi normal sel-sel di sumsum tulang pada gambaran hematologis orang se-
hat".

Histiosit = Makrofag
Sel mast jaringan
Limfosit
Sel-sel plasma
Jumlah total 14,0
ranulositopoiesis
Mieloblas'^SmonSlilas
Promielosit
Mielosit neutrofil
Mielosit eosinofil
Mielosit basofil
Promonosit,
Metamielosit
Sel berinti batang
Sel neutrofil berinti segmen
Sel eosinofil berinti segmen
Sel basofil berinti segmen
50 4. Diferensiasi Sei-sei Darah dan Sumsum Tuiang Normal

Tabel 4.2 Distribusi normal sel-sel di sumsum tulang pada gambaran hematologis orang sehat*.
(lanjutan)

Granulositopoiesis
Monosit 1,3
Jumlah total 65,6* 100

liiiiiTiifiY
1,0
Proeritroblas
Eritroblas basofilik
Eritroblas polikromatik
Eritroblas oksifilik
Eritroblas matang, tidak dapat membelah 2,4 12
Jumlah total 20,0* too

Trombositopolesis

Megakarioblas
Promegakariosit
Megakariosit
Jumlah total

Jumlah seluruh sel 100,0


•Indeks G/E sekitar 3,0

4 . 3 Sitokimia Sel-sel dan esterase yang tidak spesifik untuk


mengidentifikasi prekursor monosit.
Darah dan Sumsum Beberapa pemeriksaan yang ditunjuk-
Tulang Normal kan pada Tabel 4.3 hanya memiliki
nilai historis (r- Gambar 4.2 a-f; teknik
Melalui pendekatan pemeriksaan yang
pemulasan r- Bab 7).
canggih seperti flow cytometry pada
penentuan penanda permukaan, pe-
mulasan sitokimiawi hanya memiliki
sedikit arti: pemulasan tersebut teru- 4 . 3 . 1 Pemulasan Sitokimiawi
tama berupa reaksi peroksidase untuk Sel-sel Darah dan Sumsum
mengidentifikasi leukemia mieloid Tulang
4.3 Sitokimia Sei-sei Darali dan Sumsum Tulang Normal 51

Tabel 4.3 Sitokimia sel-sel darati dan sel-sel sumsum tulang normal.

IMieloblas 0-((+))
ase Keterangan

Promielosit bergranula (+) I


Mielosit bergranula (+)
Metamielosit difus ((+))
Inti batang difus ((+))
Inti segmen ||j I difus
Eosinofil 0 0 (plasma +) difus +
(Granula)
Basofil sebagian + 0 0 Metakromasi
(Granula) dengan biru
toluidin
Monosit 0-+ difus +
(dan tahap
awal)
Limfosit fokal, sebagian sering +
sebag.+ gran. + granular halus
(Esterase dan fokal
asam!)

Bentuk reaksi 0 sebagian difus


limfatik gran. +
sebagian +
Sel plasma 0 difus + Badan
granular ++
Russell, seba-
gian bersifat
PAS +
Proeritroblas 0 • fokal (+)
Normoblas 0
Megakario-
sit(& tahap
awal)
Trombosit 0
Makrofag Bersifat
peroksidase
+ bergantung
pada materi
dalam fagosit
" ^ e T m a ^ ' " " " " (+) Metakroma-
janngan sia dengan
(Granula) biru toluidin
' H a n y a tanpa penggunaan benzidin!
^Esterase tidak spesifik (dapat dihambat dengan natriumfluorida)
^ R e a k s i terhadap fosfatase asam
52 4. Diferensiasi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang Normal

4 . 3 . 2 Hasil Pulasan Sitokimia


Sel-sel Darah dan Sumsum
Tulang Normal

Gambar 4.2 Hasil pulasan sitokimia.


a) Peroksidase: 3 granulosit +++, 1 monosit (+), 3 limfosit negatif
b) Sudan Black B: 3 granulosit ++, 1 eosinofil (granula) ++, 2 monosit (+)
c) Alpha-naphthylacetate-esterase: 3 monosit ++
d) Naphtol-As-D-Esterase: 2 monosit ++
e) Reaksi PAS: 2 granulosit difus ++, 1 monosit difus (+)
f) Reaksi PAS: 2 limfosit granular kasar-halus +
NB: Sitokimia limfosit, ^ Gambar 3.17
4.4 Diferensiasi Sei-sei Normal di Sumsum Tulang dengan Flow Cytometry 53

4 . 4 Diferensiasi Sel-sel Normal di Sumsum Tulang


dengan Flow Cytometry
Tabel 4.4 Diferensiasi populasi sel normal di sumsum tulang dengan flowcytom^lry"^
(flow cytometry-A warna dengan panel-antibodi^).

Turunan sel B

• • • • • I
Pro-sel B Pra-pra B Pra-B Sel B yang Sel B
Sel
plasma
Pra-B-I Pra-B II belum ma- yang
tang matang

CD45 (terang) + (terang)


jelas)

Panel 1:Tdt/CD20/
CD19/CD10

Panel 2: CD45/
CD34/CD19/CD22

Turunan Monosit

Mielo- Promo- Mono- Makrofag


blas/ nosit sit
Mono-
bias j^Bi^idat
CD34
CD117 j
Hl^-DR|
CD13 + (tinggi) + (ting- +
gi)
CD33 (tinggi) + (ting- +
54 4. Diferensiasi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang Normal

Tabel 4.4 Diferensiasi populasi sel normal di sumsum tulang dengan


flow cytometry (flow cytometry-4 warna dengan panel-antibodi'). (lan-
jutan)

Turunan Monosit

Mielo- Promonosit Mono- Makrofag

CD16
Panel 3: CD34/
CD117/CD45/
CD13.33*
Panel 5: GDI 6/
GD13/GD45/
GD11b • I -
' C D 1 3 . 3 3 = campuran antibodi CD13 dan CD33 untuk mengoptimalkan pemulasan turunan sel
granulositik dan monositik ..-..-i^,^,.,....,....,..^..,.,.,.!,^
4.4 Diferensiasi Sel-sel Normal di Sumsum Tulang dengan Flow Cytometry 55

Tabel 4.4 Diferensiasi populasi sel normal di sumsum tulang dengan


flow cytometry (flow cytometry-4 warna dengan panel-antibodi').
(lanjutan)

Panel 6: CD71/
CD235a/CD45/
CD117
•CD13.33 = campuran antibodi G D I 3 dan CD33 untuk mengoptimalkan pemulas-
an turunan sel granulositik dan monositik

Pemeriksaan sumsum tulang dengan menggunakan suatu flow cytometry-4


flow cytometry semakin memperoleh warna yang kompleks dengan 6 peng-
arti penting. Pemeriksaan ini dila- ukuran (r- Tabel 4.4)^. Karena dife-
kukan untuk menentukan fenotipe rensiasi sel-sel T dan sel NK tidak
leukemia yang sudah lama dan jelas terjadi di sumsum tulang, melainkan
dialami pasien. Bahkan pembedaan di timus, penanda sel T tidak dican-
populasi sel normal di sumsum tulang tumkan pada panel-panel yang di-
dapat dilakukan. Contohnya, metode sisipkan dalam tabel. Sel-sel T yang
pembedaan oleh kelompok kerja di- matang dapat diidentifikasi dengan
laksanakan oleh J. van Dongen, yang mudah.
56
BAB
Morfologi Perubahan
5 Patologis di Darah
dan Sumsum Tulang

5 . 1 . Patomorfologi penemuan mikrositosis, rendahnya


kadar ferritin, dan bila perlu saturasi
Eritropoiesis transferrin yang rendah. Diagnosis
bandingnya: talasemia minor (nilai
5.1.1 Diagnosis Banding
MCV yang rendah, tetapi kadar ferri-
Anemia
tin yang tinggi), anemia pada penya-
Berbagai cara untuk membuat diag- kit kronik, dan anemia akibat infeksi
nosis banding anemia dapat dipilih. (terkadang nilai MCV yang rendah,
Pemeriksaan MCV (mean corpuscular tetapi kadar ferritin tetap normal). Hal
volume) memiliki keuntungan bahwa yang penting adalah pencarian sum-
pemeriksaan tersebut merupakan pa- ber perdarahan karena kehilangan
rameter kuat yang dapat diukur pada besi sebagian besar terjadi akibat ke-
mesin. Jika subdivisi anemia makrosi- hilangan darah kronik.
tik, normositik dan mikrositik dibuat,
beberapa pemeriksaan tambahan se-
perti pengukuran kadar ferritin, reti- 5 . 1 . 3 Anemia IVIegaloblastilc
kulosit, bila perlu kadar vitamin B^^ Akibat Defisiensi Vitamin B 12
dan asam folat atau aspirasi sumsum (Anemia Pernisiosa) atau
tulang sudah mencukupi untuk me- Defisiensi Asam Folat
negakkan diagnosis akhir { > Gambar
5.1). Anemia megaloblastik (> Gambar 5.3
dan > Gambar 5.4) dapat dikenali de-
ngan mudah melalui nilai MCV yang
5 . 1 . 2 Anemia Defisiensi Besi tinggi. Penyebab-penyebab terpen-
ting di sekitar kita adalah defisiensi
Anemia defisiensi besi (> Gambar 5.2) vitamin B^^- Penyebab defisiensi vi-
merupakan salah satu anemia terse- tamin B,2 lebih jarang ditimbulkan
ring pada kehidupan kita sehari-hari. oleh kurangnya asupan ketimbang
Diagnosisnya mudah dibuat melalui oleh penurunan resorpsi dan ambilan,

57
Diagnosis Banding Anemia UI
09

Anemia

Hb, MCV
Gambaran diferensial darah

o
Anemia mikrositik Anemia makrositik ?
MCV « 83 fl MCV » 93 fl o
normokrom Hitung retikulosit dapat
o
meningkat, normal, <g
menurun «•
Q.
Kadar ferritin daiam senjm Retikulosit a
dapat rendafi, meningkat. meningkat atau tidak
normal Anamnesis, gambaran klinis,
Histologi & sitologi sumsum
tulang meningkat 3
apus darah, bilirubin abnormal atau normal zr
a.
Kadar vitamin 612? 0)
Kadar asam folat? w
Anemia
Gangguan Gangguan
Gambaran megaloblastik c
aplastik
fungsi fungsi
1 Ganggua
n fungsi
Fe senjm i
Ferritin
pada sumsum tulang? 3
Anemia
diseritro-
ginjal endoknn hati normal/t CO
Perdarahan atau Defisiensi asam folat
poietik
Anemia Hemoglobinopati AnefTiia
hemolitik
Anemia
Anemia
Miksedema Anemia pada Anemia pada
penyakit
hemolisis atau vitamin B12
Talasemia perdarahan Infiltrasi Penyakit penyakit hati sebelumnya Gangguan sintesis
defisiensi (Ferritin T ) kongenital akut akjbal renal {kadar Addison Ekirwsilosis poradarvgan
DNA lainnya
kfomk Penanganan awal
besi Anemia didapat
leukemia, eritro- Eunuctioi-
disme Fase awal defisiensi vitamin (herediter;
mieloma dll. poietin?)
sideroblastik Pantijpopi- defisiensi besi medikamentosa)
Bl2
luitansme

Gambar 5.1 Algoritma diagnosis banding anemia.


5.1. Patomorfologi Eritropoiesis 59

yang di antaranya dapat terjadi i<arena (di antaranya, kotrimoksazol, triam-


defisiensi faktor intrinsik yang dipro- teren) dan menimbulkan gambaran
duksi di mukosa lambung akibat re- morfologis yang sama dengan anemia
seksi lambung, autoantibodi atau gas- megaloblastik. Pada setiap kasus, pe-
tritis atrofik, penyakit usus yang parah nentuan kadar asam folat dan vitamin
atau infestasi cacing pita. dalam serum harus diikut-sertakan
Defisiensi asam folat biasanya untuk memastikan diagnosis. Pada ka-
timbul dari kurangnya asupan da- dar yang rendah, asupan vitamin B^^
lam diet (pecandu alkohol) dan se- yang memadai mutlak diperlukan un-
bagian diperparah oleh obat-obatan tuk mencegah defisit neurologis.

WD
'Oo%q
o Oh n mg.^'^f

Gambar 5.2 Anemia defisiensi besi.


a) Apus darah: anemia defisiensi besi yang berat dengan mikrositosis dan anulositosis yang
tampak dengan jelas, misalnya pada anemia perdarahan kronik
b) Sumsum tulang pada anemia akibat infeksi: berlawanan dengan granulopoiesis, eritropoiesis
tidak meningkat
c) Sumsum tulang pada anemia perdarahan subakut yang berat: Eritropoiesis giat beregenerasi,
mengalami cukup pematangan dengan normoblas (= basofilik) yang berjumlah besar dan me-
ngandung sedikit hemoglobin
d) Sumsum tulang pada anemia defisiensi besi: eritropoiesis yang mendapat lebih sedikit stimu-
lasi dibandingkan dengan c), tetapi masih terdapat peningkatan regenerasi (proeritroblas +).
60 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.3 Temuan pemeril<saan sumsum tulang dan darah pada anemia al<ibat defisiensi
vitamin B^j.
a) Megaloblas dengan berbagai tingkat kematangan; di sampingnya tampak segmentasi berlebih-
an yang khas pada granulosit (gambaran sel yang khas di sumsum tulang pada eritropoiesis
megaloblastik)
b) Promegaloblas dengan sitoplasma basofilik yang khas; kanan atas, promegaloblas yang terte-
kan dengan nukleolus yang tampak jelas
c) Megaloblas polikromatik dengan perbandingan inti-sitoplasma dan struktur kromatin inti sel
yang khas
d) Megalo-normoblas yang matang
e) Karioreksis suatu inti normoblas
5.1. Patomorfologi Eritropoiesis 61

Gambar 5.3 Temuan pemeriksaan sumsum tulang dan darah pada anemia akibat defisiensi
vitamin B^^- (lanjutan)
f) Perubahan eritropoiesis yang baru dimulai dengan pemberian vitamin B,^: kecenderungan nor-
moblastik yang nyata, sementara sel berinti batang raksasa menetap lebih lama
g, h) Apus darah: makro-megalositosis oval dan poikilosltosis eritrosit; di sampingnya tampak
segmentasi berlebihan pada granulosit.
62 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.4 Granulopoiesis cjan trombopoiesis pa(^ anemia megaloblastik.


a) Perkembangan sel berinti batang raksasa yang baru dimulai: Tidak munculnya pembelahan
pematangan sejak stadium promielosit menimbulkan kecenderungan perubahan bentuk menjadi
sel berinti batang raksasa yang dapat dikenali (x); karioreksis suatu normoblas (-»)
b) Antara dua sel berinti batang raksasa terdapat satu metamielosit raksasa yang khas
c) Selain sel berinti batang raksasa terdapat juga sel berinti batang normal (->)
d) Dua metamielosit raksasa, satu sel berinti batang raksasa dan satu granulosit yang terseg-
mentasi secara berlebihan
e) Struktur kromatin yang sangat halus dan sangat khas di dalam sel berinti batang raksasa .
f) Bentuk raksasa suatu granulosit dengan segmentasi berlebihan yang baru dimulai (^)
5.1. Patomorfologi Eritropoiesis 63

Gambar 5.4 Granulopoiesis dan trombopoiesis pada anemia megaloblastik. (lanjutan)


g) Megakariosit dengan segmentasi berlebihan yang khas pada inti sel
h) Megakariosit yang tersegmentasi berlebihan dengan derajat tinggi (Pandangan diperbesar).

5.1.4 Anemia Hemolitik daerah endemi malaria karena hal


ini memperantarai ketahanan relatif
Anemia hemolitik ('' Gambar 5.5) di- terhadap parasit penyebab penyakit
bagi menurut istilah 'herediter' (diturun- tersebut. Hemoglobinopati ('- Gam-
kan) dan 'didapat' serta 'korpuskular' bar 5.5) menimbulkan gambaran pe-
(penyebabnya terletak di eritrosit) dan nyakit yang kompleks; pada kelainan
'ekstrakorpuskular' (penyebabnya ter- ini, hemolisis tidak selalu menjadi ge-
letak di luar eritrosit) (r- Tabel 5.1). jala yang dominan pada setiap kasus.
Semua anemia hemolitik herediter Hanya satu anemia hemolitik dida-
bersifat korpuskular. Defek herediter pat yang bersifat korpuskular, yaitu
pada membran eritrosit menimbul- hemoglobinuria nokturnal paroksis-
kan penurunan resistensi osmotik se- mal. Terdapat klona sel punca yang
cara bermakna. Pada sferositosis ('- bersifat non-maligna yang memiliki
Gambar 5.7 a, b), defek terletak pada defek untuk penanda permukaan yang
molekul yang bertanggung jawab spesifik. Hal tersebut menimbulkan
untuk penambatan membran. Pada hemolisis yang diperantarai komple-
stomatositosis ( ' Gambar 5.7, c, d), men. Temuan morfologis dalam darah
terdapat kelainan genetik pada per- dan sumsum tulang sangat bervariasi
tukaran ion. Dengan bertambahnya dan tidak patognomonik.
usia eritrosit, defek enzim membuat Kelainan yang terpenting ada-
integritas struktural hemoglobin tidak lah anemia hemolitik didapat akibat
dapat lagi dipertahankan. Dalam autoantibodi. Obat-obatan terkadang
hal ini, krisis hemolitik dapat dipicu berperan sebagai hapten. Hemolisis
oleh obat-obatan. Perubahan here- mekanis dapat dicetuskan oleh mi-
diter hemoglobin sangat penting pada salnya, defek katup jantung, atau alat
64 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.5 Gambaran darah perifer dan sumsum tulang pada anemia hemolitik.
a) Anemia hemolitik autoimun: autoagiutinasi yang khas pada eritrosit pada sediaan apus darah
tanpa penambahan zat apapun. Bahkan pada bentuk hemolisis ini, sel sferis dapat ditemukan!
b) Basophilic stippling yang jelas pada eritrosit akibat hemolisis yang disebabkan kerusakan tok-
sik membran dengan gangguan sintesis heme pada keracunan kronik timbal; lihat juga ^ Gam-
bar 3.3 c dan d
c) Badan Heinz: badan inklusi yang ditemukan di bagian tepi atau bagian dalam eritrosit (hanya
dapat dilihat dengan pulasan supravital, misalnya dengan biru nil sulfat) = presipitat globin pada
hemoglobin yang tidak stabil dan beberapa enzimopati
d) Eritropoiesis dengan pematangan yang memadai dan peningkatan regenerasi di sumsum tu-
lang pada semua anemia hemolitik secara keseluruhan. Akibat peningkatan eritropoiesis adalah
peningkatan nyata pada nilai hitung retikulosit; mitosis normoblas (->)
e) Krisis berupa ketiadaan regenerasi akibat parvovirus B l 9 dengan pembentukan proeritroblas
raksasa yang sangat poliploid; retikulosit = 0!
5.1. Patomorfologi Eritropoiesis 65

Tabel 5.1 Anemia Hemolitik - Pembagian dan Uraian Umum.

Korpuskular ik membran Hemoglobinuria nokturnal paroksis-


• Sferositosis (ikterus sel sferis) mal
• Eliptositosis
• Stomatositosis (makrositik)
• Akantositosis
Defek enzim
• Defisiensi glukosa-6-fosfat de-
hidrogenase

•mm
• Defisiensi piruvat kinase
• Sebab lainnya
Hemoglobinopati (sebagian de-
ngan hemolisis)
• Anemia sel sabit
• Talasemia (mikrositik)
• Penyakit hemoglobin C (HbC)
• Sebab lainnya

Ekstrakorpus- Hemolisis autoimun


kular - Antibodi hangat (IgG)
- Antibodi dingin IgM Donath-
Landsteiner (IgG)
Imbas-obat
Mekanis (misalnya, katup jantung)
Kimiawi (misalnya, keracunan)
Fisis (misalnya, luka bakar) j

Gambar 5.6 Gambaran darah perifer pada he-


moglobinopati.
a) Apus darah: anemia sel sabit, penyakit
HbS; terutama ditemukan pada populasi orang
berkulit hitam di Afrika ekuatorial
b) , c) Apus darah: Talasemia-p heterozigot; ke-
banyakan terdapat peningkatan HbA^, sedang-
kan HbF jarang meningkat. Eritrosit hipokromik
seperti pada anemia defisiensi Fe; selain itu,
terdapat basophilic stippling dan sel target (sel
seperti sasaran tembak atau sel lencana) (x).
Diagnosis diferensial sebagai pembanding de-
fisiensi Fe: nilai kadar ferritin yang tinggi.
66 5. Morfologi Perubafian Patologis di Darafi dan Sumsum Tulang

prostetik pembuluh darah yang bebas. makna pada eritropoiesis, yang terka-
Intoksikasi dan luka bakar dapat di- dang disertai gambaran megaloblastik
sertai oleh hemolisis. Pada semua he- pada defisiensi relatif asam folat.
molisis ekstrakorpuskular didapat yang Pada hemolisis kronik, kadang-
lebih lama timbul, biasanya terdapat kadang timbul krisis aplastik akibat
suatu peningkatan reaktif yang ber- infeksi parvovirus B19. Di sumsum tu-

Gambar 5.7 Gambaran darah perifer pada defek membran.


a) Sferositosis, anemia sel sferis
b) Sferositosis, dengan polikromasia yang nyata sebagai penwujudan nilai hitung retikulosit yang
tinggi
c) Stomatositosis herediter
d) Stomatositosis didapat pada kecanduan alkohol kronik dibandingkan dengan c) Perhatikan
juga kecenderungan makrositosis oval pada eritrosit karena defisiensi asam folat yang menyertai
kelainan ini; selain itu, terdapat defisiensi besi
e) Apus darah: eliptositosis; pada banyak kasus, terjadi defek membran yang tidak menimbulkan
gejala klinis.
5.2 Anemia Aplastil< 67

lang, terjadi kehilangan yang hampir akibat mikrotrombosis. Suatu gambar-


total pada sel prekursor eritropoietik. an penyakit yang serupa secara klinis
Pada sejumlah kecil progenitor yang dikenali berdasarkan transplantasi sel
tersisa, proeritroblas raksasa sering di- punca, tetapi tanpa defek enzim.
temukan Gambar 5.5 e)*.

5 . 1 . 6 Kelainan Herediter
5.1.5 Purpura Trombositopenik Kompleks
Trombotik (TTP)
Anemia diseritropoietik kongenital:
Purpura trombositopenik trombotik merupakan kelainan eritropoiesis lang-
(sindrom Mosclicowitz) merupakan ka yang diturunkan secara autosomal
suatu gambaran penyakit yang kom- resesif (tipe I dan II) atau autosomal
pleks. Pada kebanyakan pasien, hal dominan (tipe III) ( Gambar 5.9).
tersebut terjadi akibat suatu defisit
herediter atau didapat (melalui auto-
antibodi) metalloproteinase pengurai-
faktor von Willebrand ADAMTS13.
Defisittersebut menimbulkan pemben-
tukan multimer von Willebrand yang
panjang secara abnormal di endotel
pembuluh darah. Dengan demikian,
terjadi trombosis di pembuluh darah
kecil dan selanjutnya, trombopenia
akibat konsumsi trombosit serta he-
molisis akibat penghancuran eritrosit;
di tempat ini, terbentuk serabut fi-
brin. Fragmentosit khas ditemukan
dalam darah ( Gambar 5.8). Pasien
berisiko mengalami gangguan perfusi

Gambar 5.9 Anemia diseritropoietik kongeni-


tal (di sini tipe II).
a), b) Sediaan apus sumsum tulang; indeks
GE = 1, normoblas yang sering berinti ganda
(->); selain itu, terdapat karioreksis (perbesar-
an 1:650).

Gambar 5.8 Gambaran darah dengan frag- 5.2 Anemia Aplastil<


mentosit yang l<has, suatu normobias. Seiain
TTP, fragmentosit juga dapat ditemul<an pada Pada anemia aplastik ( Gambar 5.10),
hemolisis mekanis akibat katup jantung buat- terjadi sitopenia untuk ketiga turunan
an atau kehamilan. sel di darah perifer dan hipoplasia
68 5. Morfologi Perubahan Patologis dl Darah dan Sumsum Tulang

sumsum tulang. Pada kehidupan nyata pada timbulnya penyakit ini, karena
di Eropa tengah, kelainan ini sebagian penyakit-penyakit sel punca seperti he-
besar berupa anemia aplastik didapat moglobinuria paroksismal nokturnal,
idiopatik dan diperantarai oleh sel T. mielodisplasia atau leukemia mieloid
Pada saat yang bersamaan, perubahan akut sering timbul lama setelah terapi
sel punca tampaknya ikut berperan imunosupresif membuahkan hasil.

Gambar 5.10 Sindrom aplastik: anemia aplastik.


a) Sumsum tulang (pembesaran 50 x): serpihan hiposelular pada anemia aplastik; kanan atas,
kumpulan sisa hematopoiesis.
b) Sumsum tulang (potongan): hemopoiesis semakin menghilang; serat atau lemak sumsum de-
ngan berbagai kandungan zat pada limfosit, sel-sel retikulum, sel plasma atau sel mast jaringan;
hanya sedikit prekursor eosinofil yang dapat ditemukan.
c) Sediaan apus sumsum tulang pada anemia aplastik di daerah tepi serpihan sumsum (150x);
beberapa sel plasma dan limfosit masih dapat dilihat.
d) Proeritroblas bervakuola (->) dalam hasil aspirasi sumsum tulang pada kerusakan toksik aki-
bat kloramfenikol (gejala awal); juga ditemukan pada alkoholisme kronik.
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 69

Penyebab lain untuk sindrom aplas- kuensi kira-kira sebesar 1:6000. Pada
tik dapat berupa obat-obatan (klasik: heterozigositas, sejumlah besar granu-
benzol, kloramfenikol, emas), infeksi losit memiliki bentuk inti bilobus de-
virus, penyakit autoimun, kehamilan ngan penghubung berbentuk benang
atau paparan radiasi. dan suatu struktur kromatin yang sa-
Penentuan diagnosis banding mie- ngat bergumpal dan kasar Gambar
lodisplasia hipoplastik dapat menim- 5.11 a, b). Sel Pelger mungkin dapat
bulkan masalah. Selain aspirasi sum- disalah-tafsirkan dengan sel berinti
sum tulang, biopsi sumsum tulang batang. Suatu bentuk yang menyeru-
dan pemeriksaan sitogenetik mutlak pai sel Pelger ('pseudo-Pelger') dapat
diperlukan. diamati pada mielodisplasia, leuke-
mia mieloid akut, mielofibrosis dan
juga pada infeksi dan penggunaan
5.3 Patomorfologi obat-obatan.
Granulopoiesis
Anomali Granulasi Alder-Reilly. Ano-
5.3.1 Perubahan Herediter mali ini ditandai dengan suatu granu-
lasi azurofilik ekstrem yang timbul se-
Anomali inti Pelger-Huet. Anomali ini cara herediter pada granulosit, eosinofil
merupakan suatu perubahan herediter dan basofil. Granulasi tersebut agak
dominan pada granulosit dengan fre- menutupi inti yang terpulas lemah.

Gambar 5.11 Anomali inti Pelger-Huet (a dan b).


70 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.12 (a) Anomali granulasi Alder-Reilly.


Gambar 5.13 (b) Granulasi toksik pada granulosit: juga terdapat suatu granulasi azurofilik yang
meningkat, walaupun tidak seintensif pada -> Gambar 5.12; inti dapat terpulas dengan baik; pe-
nyebab penyakit bersifat eksogen.

Kelainan ini biasanya ditemukan pada reaksi leukemoid dinyatakan bila leu-
disostosis enkondral multipel (gargoy- kositosis melampaui 50.000/pl. Pada
lismus, penyakit Pfaunder-Hurler). keadaan ini, biasanya terjadi 'shift to
Diagnosis banding yang perlu dibeda- the left' yang sangat menonjol. Granu-
kan dari kelainan ini adalah anomali lasi toksik yang sangat menonjol de-
langka Chediak-Higashi-Steinbrick (= ngan granula neutrofil yang kasar
granula raksasa pada semua bentuk dapat ditemukan Gambar 5.13 b).
leukosit). Fenomena selanjutnya adalah badan
D o h l e - y a i t u , badan inklusi intrasito-
plasma yang terdiri atas ribosom yang
5 . 3 . 2 Perubahan Reaktif
teraglutinasi. Badan inklusi terse-
Granulopoiesis but dapat ditemukan pada infeksi,
Leukositosis Neutrofil. Granulosit keracunan, luka bakar dan pascake-
neutrofil ditemukan dalam jumlah moterapi Gambar 5.14).
sedang pada orang dewasa, yaitu Bila kita memperkirakan penyakit
4400 pi (1800-7700/pl)^. Karena itu, mieloproliferatif kronik dan bebera-
granulositosis neutrofil dimulai di atas pa penyebab kongenital dan familial
batas atas nilai hitung normal. Leuko- langka yang akan dijabarkan kemudi-
sitosis neutrofil yang mencolok sering an, penyebab terpenting granulosito-
disertai oleh 'shift to the left'. Suatu sis neutrofil yang mencolok adalah in-
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 71

Gambar 5.14 Perubafian real<tif tol<sil<.


a) Pergeseran ke kiri {'stiift to the left) yang
mencolok (peningkatan sel-sel berinti batang
pada gambaran darah diferensial).
b) Vakuolisasi toksik monosit (juga dapat diar-
tikan sebagai penyebab fungsional).
c) Badan inklusi kecil Dohle (badan inklusi ke-
cil ben/varna biru di sitoplasma, ->).
NB: Jangan dikelirukan dengan gangguan pe-
matangan polifilik May-Hegglin yang langka,
yang terjadi bersamaan dengan suatu trom-
bopenia.

feksi (pneumonia, infeksi saluran kemih ini, suatu defek herediter yang langka
dan Iain-Iain). Penyebab lainnya ada- dapat mendasari kelainan tersebut
lah reaksi stres, perangsangan sumsum (sindrom Kostmann, neutropenia sik-
tulang melalui peningkatan regenerasi, lik, sindrom Schwachmann-Diamond
hemolisis atau karsinosis sumsum tu- dan Iain-Iain). Neutropenia didapat
lang serta pemberian G-CSF (Cranulo- timbul akibat pemberian agen sito-
cyte colony-stimulating factor). statik atau paparan radiasi yang luas.
Penyebab lainnya untuk neutropenia
Neutropenia. Neutropenia yang se- didapat antara lain, infeksi virus, neu-
sungguhnya dianggap terjadi bila hi- tropenia autoimun atau pada penyakit
tung neutrofil <1500/pl. Pada keadaan autoimun.
72 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.16 Berbagai keadaan fungsional


granulopoiesis di sumsum tulang.
a) pergeseran ke kiri {'shift to the left) - se-
jumlah besar sel terutama adalah promielosit
Gambar 5.15 Eosinofilia dalam darah. dan mielosit
a) Selain sejumlah besar eosinofil, tampak b) pergeseran ke kanan = sejumlah besar sel
sebuah neutrofil dan sebuah monosit. terutama adalah metamielosit, sel berinti ba-
b) Empat eosinofil dan sebuah neutrofil. tang dan sel berinti segmen.

Agranulositosis. Keadaan yang lang- Monositosis. Monositosis persisten


ka dan sulit diperkirakan adalah dengan derajat yang lebih besar se-
agranulositosis akibat obat-obatan cara praktis selalu disebabkan neo-
seperti metamizol, antidepresan trisi- plasia (leukemia monositik akut,
klik, antiaritmia dan banyak obat lain. leukemia mielomonositik kronik dan
Keadaan ini timbul dari efek toksik Iain-Iain).
langsung terhadap sumsum tulang,
mungkin pada orang-orang dengan Eosinofilia. Eosinofilia dianggap ter-
polimorfisme gen atau akibat tok- jadi bila hitung absolutnya >300/pl (-^
sisitas yang diperantarai antibodi ter- Gambar 5.15). Penyebab-penyebab
hadap neutrofil atau prekursornya. yang mungkin sangat beragam: infeksi
Setelah pemberian obat terkait dihen- parasitik akibat cacing, penyakit aler-
tikan, regenerasi neutrofil biasanya gik, penyakit saluran napas, vaskuli-
terjadi dalam 10 hari, yang sering di- tis, penyakit neoplastik dan sejumlah
sertai dengan regenerasi masif di sum- besar penyebab lain. (Sindrom hiper-
sum tulang ('sumsum promielosit') (r- eosinofilia: > Bagian 5.3.6, penyakit
Gambar 5.16; > Gambar 5.1 7). mieloproliferatif kronik)
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 73

Tabel 5.2 Klasifikasi Sindrom Mielodisplastik


menurut WHO (dimodifikasi menurut').

Nama pe- Darah Sumsum


nyakit perifer tulang «

Anemia re- Anemia, Displasia


frakter (RA) sedikit atau eritroid, <5%
tidak terda- bias, <15%
pat sel bias sideroblas
cincin

Anemia Anemia, Displasia


refrakter de- tidak ada eritroid, <5%^
ngan sidero- bias bias, >15%
blas cincin sideroblas
(RARS) cincin

Sitopenia Sitopenia Displasia


refrakter (bisitope- pada > 10%
dengan nia atau sel dari dua
displasia pansitope- turunan atau
multilinear nia), sedikit lebih sel
(RCMD) atau tidak mielopoiesis,
terdapat <5% bias
bias, tidak di sumsum
terdapat tulang, tidak
Auer rod, ada Auer
Gambar 5.17 Agranulositosis. <1000/|jl rod, <15%
a) Sumsum tulang: granulopoiesis menghi- monosit sideroblas
lang pada agranulositosis full blown. Sel-sel cincin
plasma terutama diamati (x), juga sel berinti h
banyak (->), dan limfosit; selain itu, elemen- Sitopenia r Displasia
elemen eritropoiesis ® refrakter Sitopenia pada>10%<
b) Sumsum tulang: sumsum promielosit pada dengan (bisitope- sel dari dua
regenerasi yang masif setelah terjadinya nia atau atau lebih
displasia
agranulositosis; di antara promielosit-promie- pansitope- turunan sel
multilinear
losit, terdapat limfosit yang berada tersendiri. nia), sedikit mielopoiesis,^
dan sidero-
Turunan sel eosinofil pada umumnya tetap atau tidak <5% bias
blas cincin
bertahan pada agranulositosis. terdapat di sumsum |
(RCMD-RS)
bias, tidak tulang, tida
ada Auer ada Auer
rod, <1000/Ml rod, >15%
monosit sideroblas
5 . 3 . 3 Sindrom Mielodisplastik cincin
(MDS, myelodysplastic
syndrome) Anemia Sitopenia, Displasia
refrakter <5% bias, satu atau
Sindrom mielodisplastik merupakan dengan tidak ada lebih turunan
kelebih- Auer rod, sel mieloid,
suatu kelompok heterogen penyakit an blas-1 <1000/MI 5-9% bias,
hematologis ganas bersifat klonal, (RAEB-1) monosit tidak ada
yang ditandai dengan kegagalan sum- Auer rod
sum tulang serta mengenai satu turun-
an sel hematopoietik atau lebih dan Berlanjur
74 5. Morfologi Perubafian Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Tabel 5.2 Klasifikasi Sindrom Mielodisplas- peningkatan proliferasi sel-sel yang


tik menurut WHO (dimodifikasi menurut'). tidak matang. Perbedaannya dengan
(lanjutan) leukemia akut adalah bahwa sebagian
Nama pe- Darah Sumsum sel neoplastik sudah mengalami ke-
nyakit perifer tulang rusakan di sumsum tulang. Namun,
Anemia Sitopenia, Displasia pada leukemia mieloid akut (AML,
refrakter 5-19% bias. satu atau acute myeloid leukemia), sel-sel bias
dengan tidak ada lebih turunan terbentuk secara berlebihan. Banyak
kelebih- Auer rod, sel mieloid. MDS yang bertransformasi menjadi
an blas-2 <1000/|jl 10-19% bias.
AML.
(RAEB-2) monosit Auer rod +
Diagnosis MDS ditegakkan berda-
Mielodis- Sitopenia, Displasia sarkan hasil pemeriksaan darah peri-
plasia yang sedikit atau satu turunan
fer (^ Gambar 5.18), apus sumsum
tidak tergo- tidak ada sel mieloid.
longkan bias, tidak <5% bias. tulang dan pemeriksaan sitogenetik
terdapat tidak ada (bila perlu dengan pemeriksaan fluo-
Auer rod Auer rod rescence in situ hybridization, FISH).

Tabel 5.3 Klasifikasi Sindrom Mielodisplastik menurut FAB (dimodifikasi menurut').

Nama penyakit Singkatan Sumsum tulang Darah perifer

Anemia refrakter RA Bias <5%* Bias <1%


Anemia refrakter RARS Sideroblas cincin >15%** Bias <1%
dengan sideroblas Bias <5%
cincin"
Anemia refrakter de- RAEB Bias 5-20% Bias <5%
ngan kelebihan bias
RAEB pada transfor- RAEB-t Bias 20-30% Bias < 5 %
masi°°°
Leukemia mielo- CMML Bias <20% Monosit a l x 10^/1
monositik kronik
• % semua elemen berinti di sumsum tulang
" % semua bentuk eritropoiesis berinti
°° Suatu kelompok anemia sideroakrestik tertentu dengan perjalanan penyakit yang lama tanpa transformasi
menjadi leukosis akut dapat dianggap sebagai PSA {pure sideroblastic anemia).
°°° Diagnosis RAEB-t dapat ditegakkan pada nilai hitung sel bias yang kecil dan dengan adanya Auer rod!

Tabel 5.4 Perbedaan AML dan MDS.

l i a s <30% dari jumlah sel Bias >30% dari jumlah sel non-erltroid
non-eritroid
WHO Bias <20% di sumsum tulang Bias >20% di sumsum tulang atau darah perifer
atau darah perifer (eritroleukemia: >20% sel non-eritroid) (pada ke-
beradaan temuan sitogenetik yang spesifik, AML juga
dapat didiagnosis pada nilai hitung bias yang kecil)
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 75

Faktor risiko prognostik Nilai 0 Nilai 0,5 Nilai 1 Nilai 1,5 I Nilai 2
Bias di sumsum tulang" 11-20%
Sitogenetik* Baik Sedang Buruk
Sitopenia (tiitung)** 0/1 2/3
'baik: kariotipe normal atau isolasi Y, clel(5)(q), del(20)(q); buruk: aberasi kompleks (>3 anomali) atau i
rasi kromosom 7; sedang: semua aberasi lain
" H e m o g l o b i n <100 g/l (6,2 mmol/l), hitung neutrofil absolut <1500/pl, hitung trombosit <100 n/l
""Diklasifikasikan sebagai AML menurut W H O

Tabel 5.5b Penilaian Risiko menurut IPSS. penyakit yang tidak parah, yaitu MDS
dengan del(5q) terisolasi. Dalam da-
rah perifer, terdapat anemia dan pada
tahap ini, hitung trombosit dapat me-
ningkat. Di sumsum tulang, megaka-
riopoiesis mengalami peningkatan, te-
tapi sejumlah besar mikromegakariosit
yang kecil ditemukan.
Karena pembagian dan prognosis
MDS sebagian besar dilakukan ber-
dasarkan rasio kuantitatif di sumsum
Kini, dua sistem klasifikasi MDS tulang dan darah perifer serta ber-
masih digunakan: Klasifikasi yang di- dasarkan temuan pemeriksaan sitoge-
buat oleh W H O tahun 2001»(v^ Tabel netik, gambar-gambar yang disajikan
5.2) dan Klasifikasi FAB« ( Tabel 5.3). berikut menunjukkan tanda-tanda dis-
Perbedaan bermakna terletak pada plasia yang penting diketahui untuk
penentuan AML: penegakan diagnosis diagnosis morfologis dan klasifikasi
AML menurut W H O memerlukan MDS (- Gambar 5.19):
proporsi bias sebanyak 2 0 % , sedang- • Displasia eritropoiesis: perubahan
kan menurut klasifikasi FAB, proporsi inti megaloblastik dengan banyak
tersebut 3 0 % Tabel 5.4). Selain itu, inti, mitosis abnormal, karioreksis,
leukemia mielomonositik kronik tidak sideroblas cincin, granula besi yang
dimasukkan dalam golongan mielo- kasar, vakuola sitoplasma
displasia menurut W H O , melainkan • Displasia granulositopoiesis: bentuk
berada dalam kelompok penyakit pseudo-Pelger, segmentasi berlebih,
tersendiri. bentuk raksasa, inti berbentuk cin-
Klasifikasi menurut sistem prog- cin, hipogranulasi, basofilia abnor-
nosis internasional (IPSS) memiliki mal, defek peroksidase, esterase
arti penting untuk prognosis pasien^" positif atipik pada neutrofil dan eo-
(^ Tabel 5.5a, b). sinofil
Hal yang penting adalah menge- • Displasia megakariopoiesis: mikro-
nali sindrom 5q dengan perjalanan megakariosit (inti bulat kecil, sito-
76 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Pemulasan Besi dengan Biru


Berlin pada MDS
Petunjuk sitokimiawi untuk kebera-
daan besi diperoleh dengan reaksi
biru Berlin. Simpanan besi berupa
ferritin dan hemosiderin. Simpanan
besi biasanya terdapat pada makrofag
sehingga hanya dapat dilihat pada se-
diaan apus sumsum tulang, yang me-
ngandung banyak material serpihan.
Simpanan besi ini dapat dinilai secara
semikuantitatif (> Gambar 5.20). Se-
lain simpanan besi di sistem retikulo-
histiositik atau sistem monosit-mak-
rofag, granula siderofilik juga dapat
ditemukan di normoblas. Normalnya,
terdapat 2 sampai 5 granula. Menurut
klasifikasi W H O , sideroblas cincin
harus mengandung >10 granula besi,
yang mengubah inti sel menjadi ber-
bentuk cincin ( > Gambar 5.21). Hal
yang bermakna pada diagnosis MDS
adalah keberadaan sedikitnya 1 5 % si-
deroblas yang dihitung sebagai bagian
dari prekursor berwarna merah.

' • m 5.3.4 Penyakit Mieloproliferatif/


Mielodisplastik

Gambar 5.18 Sindrom mielodisplastik (MDS). Kelompok penyakit ini dibuat dalam
a) Sediaan apus darah (gambaran umum): klasifikasi W H O untuk menggolong-
Tampak tiga granulosit dengan inti bilobus (=
sel Pseudo-Pelger)di samping sebuah sel bias.
b) Sediaan apus darah: MDS pada stadium Penyaklt mielodisplastik/
lanjut dengan kelainan eritrosit yang mencolok
mieloproliferatif menurut W H O
(anisositosis oval dan poikilositosis).
Leukemia mielomonositik kronik

Leukemia m i e l o i d kronik atipikal

plasma matang), bentuk dengan satu Leukemia mielomonositik juvenil

inti besar, bentuk dengan banyak inti Penyakit mielodisplastik/mieloprolif'eratif,


kecil, inti tersegmentasi berlebihan, yang tidak tergolongkan
pematangan sitoplasma yang tidak - Entitas s e m e n t a r a : a n e m i a refrakter d e -
ngan sideroblas cincin dan trombosi-
merata, anisositosis trombosit, trom-
tosis y a n g m e n c o l o k (RARS-T)
bosit raksasa.
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 77

Gambar 5.19 Sindrom mielodisplastik.


a) Sumsum tulang: displasia megaloblastik eritropoiesis
b) Mikromegakariosit dengan dua inti bulat yang berbatas tegas
c) Sumsum tulang (pandangan umum): displasia tipikal megakariosit dengan bentuk berinti tung-
gal atau dua
d) Mielodisplasia (sumsum tulang): gangguan pematangan yang menyerupai pseudo-Pelger, be-
berapa bias, sebuah mikromegakariosit yang sangat tidak matang
78 5. Morfologi Perubalian Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.19 Sindrom mielodisplastik. (lanjutan)


e) Sumsum tulang: dua bias (->) di daerah dengan displasia eritropoiesis yang mencolok
f) Displasia granulopoiesis (sumsum tulang): promielosit yang tidak bergranula dengan sitoplas-
ma yang sedikit basofilik (kanan atas), sebuah mieloblas; selain itu, di samping kiri, terdapat dua
normoblas displastik megaloblastik; granulopoiesis yang tergeser ke kiri.

Gambar 5.20 Berbagai keadaan simpanan besi di sumsum tulang (pembesaran 1:120).
a) Temuan normal
b) Simpanan besi menghilang sepenuhnya (defisiensi besi yang sesungguhnya)
c) Simpanan besi bertambah
d) Simpanan besi sangat bertambah (DD sideroakresia; siderosis akibat transfusi; hemokroma-
tosis).
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 79

Gambar 5.21 Sideroblas cincin pada MDS.

kan penyakit-penyakit tersebut, de-


ngan karakteristik klinis yang berada
antara penyakit mieloproliferatif kro-
nik dan sindrom mielodisplastik.

Leukemia mielomonositik kronik


merupakan suatu penyakit klonal sel
punca sumsum tulang dengan mono-
sitosis sebagai gambaran klinis yang
sangat mencolok { " Gambar 5.22).

Kriteria Diagnostik untuk Leukemia


Mielomonositik Kronik

1. M o n o s i t o s i s persisten d a l a m d a r a h p e r i f e r
>1000/pl

2. T i d a k terdapat kromosom Philadelphia


Gambar 5.22 Leukemia mielomonositik kro-
a t a u g e n fusi b c r - a b i
nik.
3. < 2 0 % bias d a l a m d a r a h a t a u s u m s u m t u - a) Gambaran darah perifer
l a n g (bias m e l i p u t i m i e l o b l a s , monoblas b) Prekursor mielomonositik di sumsum tu-
dan promonosit) lang; sel-sel ini sering disalah-tafsirkan seba-
gai mielosit
4. D i s p l a s i a p a d a satu a t a u l e b i h turunan c) Pulasan masif pada prekursor mielomonosi-
sel; b i l a d i s p l a s i a t i d a k d i t e m u k a n atau tik dengan pemulasan esterase yang tidak
hanya sedikit, diagnosis CMML dapat spesifik.
d i t e g a k k a n , j i k a k e t e n t u a n - k e t e n t u a n ber-
ikut t e r p e n u h i :
- a d a n y a aberasi k r o m o s o m d i d a p a t di
sumsum tulang Leukemia mieloid kronik atipikal di-
- monositosis yang bertahan paling tidak tandai dengan leukositosis beserta
selama 3 b u l a n dan
granulositosis dan 'shift to the left'.
- s e m u a p e n y e b a b lain u n t u k m o n o s i t o -
sis s u d a h d i s i n g k i r k a n .
Turunan neutrofil bersifat displastik,
tetapi displasia multilinear juga di-
80 5. Morfologi Perubahan Patologis dl Darah dan Sumsum Tulang

Tabel 5.6 Klasifikasi AML menurut WHO. Tabel 5.6 Klasifikasi AML menurut WHO.
(lanjutan)

Leukemia akut tanpa klasifikasi turunan


AML dengan t(8;21)(q22;q22); {AML1/ETO)
yang tegas .

AML dengan eosinofil abnormal inv(16) Leukemia akut tak terdiferensiasi


(p13;q22) atau t(16;16)(p13;q22) (CBFp/
MYH11) Leukemia akut bilinear
Leukemia promielosit akut t(15;17)(q22;q12) Leukemia akut dengan dua fenotipe'
(PMURARa) dan varian-variannya

AML dengan aberasi 11 q23 (MLL) ;||

Leukemia mieloid akut dengan displasia


jumpai. Gambaran penyakit ini sesuai
dengan bagian penyakit yang dikenal
Setelah mielodisplasia atau penyakit mlelo-
dlsplasia/mieloprollferatlf
sebagai 'Philadelphia-negative CML.

Tanpa terjadinya mielodisplasia


Leukemia mielomonositik juvenil me-
Leukemia mieloid a an MDS akibat rupakan suatu penyakit langka pada
terapi usia kanak-kanak hingga remaja, dan
Setelah pemberian agen pengalkilasi 70% kasus dialami oleh anak-anak
berusia di bawah 3 tahun.
Setelah pemberian Inhibitor topoisomerase
II (juga limfatik)
Penyakit mielodisplastik/mielopro-
Agen lain
liferatif yang tidak tergolongkan:
Leukemia mieloid akut, (FAB) Dalam hal ini, gambaran penyakit
yang tidak tergolongkan di
diklasifikasikan, yang menunjukkan
tempat lain
tanda-tanda penyakit mieloproliferatif
AML dengan diferensiasi (MO) dan mielodisplastik, tetapi tidak dapat
minimal dimasukkan dalam kategori terkini.
AML tanpa pematangan (Ml) Pada golongan penyakit ini, suatu
penyakit langka yang menarik adalah
AML dengan pematangan (M2)
anemia refrakter dengan sideroblas
Leukemia mielomonositik cincin dan trombositosis yang men-
akut
colok (RARS-T). Pasien memiliki hi-
Leukemia monoblas dan (M5a, M5b) tung trombosit >600/nl, mengalami
monosit akut peningkatan trombopoiesis dengan
Eritroleukemia akut (M6a, M6b) megakariosit raksasa di sumsum tu-
lang dan > 1 5 % sideroblas cincin^'.
Leukemia megakarioblas (M7)
akut (varian: AML / penyakit Hitung sel bias <5%. Akhir-akhir ini,
mieloproliferatif transien suatu mutasi JAK2 V61 7F ditemukan
pada penyakit Down)

Leukemia basofil akut assi


Panmielosis akut dengan mielofibrosis
pada sebagian pasien, seperti halnya
pada sejumlah besar kasus dengan
trombositosis e s e n s i a l " ' " .

Mielosarkoma
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 81

5 . 3 . 5 Leukemia Mieloid Akut Klasifikasi AML terkini biasanya


(AML) mengikuti klasifikasi W H O * {'^ Tabel
5.6), meskipun klasifikasi FAB^^'^'^^'i^
Leukemia mieloid akut adalah suatu Tabel 5.7) semakin luas diguna-
penyakit neoplastik pada sel-sel pre- kan. Klasifikasi W H O mempertim-
kursor dan sel punca mieloid. Bergan- bangkan temuan sitogenetik secara
tung pada subkelompoknya, sel-sel sistematis.
leukemia ini memiliki kemampuan Sitokimia masih memiliki arti ter-
relatif tertentu untuk berdiferensiasi, tentu pada diagnosis AML: yang
tetapi tidak memungkinkan untuk penting terutama adalah reaksi per-
pembentukan sel-sel darah dengan oksidase untuk membedakannya
bentuk yang normal. Tahap pema- dari neoplasia limfatik dan esterase
tangan sel-sel ini terhenti pada tahap non-spesifik pada leukemia monosi-
yang lebih awal. Populasi sel yang ga- tik terdiferensiasi {> Tabel 5.8). Pada
nas menekan sumsum tulang normal. praktiknya, tersedia pemeriksaan flow
Anemia, trombopenia, granulopenia cytometry yang cepat dan canggih.
dan tanda-tanda penyakit terkait me-
rupakan akibatnya.
AML dengan t(8;21) (q22;q22)

• Definisi: AML dengan t(8;21)(q22;


Tabel 5.7 Klasifikasi Leukemia Mieloid Akut q22) biasanya dengan diferensiasi
menurut FAB. granulositik
• Epidemiologi: 5-12% AML terutama
AML dengan diferensiasi mieloid
dialami pasien yang lebih muda
i minimal
• Gambaran klinis: pada beberapa
AML tanpa pematangan mor- kasus, terdapat manifestasi tumor
fologis (mielosarkoma)
AML dengan pematangan mor-
• Morfologi: bias yang besar, ba-
lifologis nyak sitoplasma, granulasi yang
nyata; granula yang sangat besar
Leukemia promielosit di sejumlah kecil bias; sering terda-
'Bentuk varian leukemia promie- pat Auer rod: kebanyakan panjang
losit dan tunggal; beberapa bias yang
lebih kecil di sediaan apus darah;
Leukemia mielomonositik akut promielosit, mielosit, neutrofil ma-
Leukemia mielomonositik akut tang dengan tanda-tanda displasia
dengan eosinofil abnormal (pseudo-Pelger) di sumsum tulang;
dapat terjadi kasus dengan <20%
; Leukemia monoblas akut bias; eosinofil dan/tanpa basofil da-
Leukemia monosit akut pat meningkat (^ Gambar 5.23)
• Penanda: G D I 3-H, CD33-I-, MPO-I-,
; Eritroleukemia, eritroid-mieloid
sering di suatu subset CD19-I-;
; Eritroleukemia, eritroid sejati CD34-f, tidak terlalu sering CD56+
• Genetik: t(8;21) (q22;q22) menim-
bulkan fusi AML1 (dikode C B F a
82 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Tabel 5.8 Sitokimiawi Leukemia Mieloid Akut AML).

I J-i'M-Jil-lr a^iy.Tiii-i-i:«-it^4i iff asam per- Alpha-naphtylace-


(peroksidase) jodat) tate-esterase

negatif sampai granular halus + J|

ll^egatlf sampai granular halus +

negatif sampai granular halus + |

>5% + negatif sampai granular halus + +

± negatif sampai granular halus + +++

+ (bias mieloid) positif bergumpal (eritropoiesis)

= core binding factor a) dan ETO dang terdapat hiposegmentasi eo-


ieigiit-twenty-one) sinofil; klorasetat esterase positif
• Prognosis: baik pada terapi dengan lemah pada eosinofil yang abnor-
Hd-AraC, jika tidak terdapat aberasi
sitogenetik tambahan.

AlVIL dengan inv(16)(p13;q22)


atau t(16;16)(p13;q22)

• Definisi: AML dengan inv(16) (pi 3;


q22) atau t(16;16)(p13;q22), bia-
sanya dengan diferensiasi mielo-
monositik dan eosinofil abnormal
di sumsum tulang
• Epidemiologi: 10-12% AML, dapat
mengenai semua kelompok usia,
pada pasien yang lebih muda
• Gambaran klinis: pada beberapa
kasus, terdapat mielosarkoma pada
saat didiagnosis atau kambuh
• Morfologi: morfologi mielomonosi-
tik bias; di sumsum tulang terdapat
jumlah eosinofil yang bervariasi,
terkadang < 5 % pada semua tahap b M.. mmm ,
pematangan; pada eosinofil yang Gambar 5.23 AML dengan t(8;21)(q22;q22).
a) Darah perifer: bias dan sejumlah besar neu-
tidak matang, terdapat granula trofil displastik
yang (tidak matang), kasar, berwar- b) Sumsum tulang: tampak 6 bias, turunan
na merah-ungu, dan khas; terka- neutrofil mengalami displasia yang nyata.
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 83

dan MYH11 (gen rantai berat mi-


osin otot polos)
• Prognosis: baik pada terapi dengan
' Hd-AraC.

AIML dengan t(15;17)(q22;q12)


dan Variannya

• Definisi: AML dengan t(15;17)


(q22;q12), terutama pada pro-
mielosit abnormal; APL hipergranu-
lar dan APL mikrogranular khas
ditemukan
• Epidemiologi: 5-8% AML, dapat
mengenai semua kelompok usia,
pada pasien berusia pertengahan
• Gambaran klinis: koagulopati aki-
bat konsumsi dan kecenderungan
masif terjadinya perdarahan; pada
varian mikrogranular: hiperleuko-
Gambar 5.24 AlVIL dengan inv(16)(p13;q22) sitosis
atau t(16;16)(p13:q22). • Morfologi: promielosit dengan inti
a) Darati perifer: pada gambar, sebagian ciri berbentuk ginjal atau sering bilo-
mieloid (granulasi) dan bagian monositik (lo-
bus inti) dapat jelas dikenali. bus, sitoplasma yang dipenuhi
b) Sumsum tulang: terdapat sel eosinofil di granula basofilik kasar; pada be-
sumsum tulang. Selain granula eosinofil yang berapa kasus, terdapat granula ha-
matang, eosinofil juga memperlihatkan granu- lus yang masif seperti debu; sel-sel
lasi eosinofilik yang tidak matang, yang tam-
yang khas dengan kumpulan Auer
pak basofilik (->). Sel-sel ini merupakan suatu
ciri diagnostik yang penting. rod; MPO positif kuat, pada 2 5 %
kasus, esterase positif lemah; va-
rian mikrogranular/hipogranular:
sedikit atau tidak terdapat granu-
mal; pada sel bias, Auer rod dapat
lasi, bentuk inti bilobus mendomi-
ditemukan; bias > 3 % MPO positif;
nasi; mudah dikelirukan dengan
esterase monoblas dan promonosit
leukemia monositik; pada jumlah
+; terkadang bias <20%; darah peri-
sel yang lebih sedikit, terdapat hi-
fer tanpa perbedaan dengan AMML
pergranulasi yang khas, MPO - i - i - i -
lain Gambar 5.24)
{> Gambar 5.25)
• Penanda: CD13-H, CD33+, MPO+;
penanda monositik: CD14-I-, • Penanda: CD33-H, CD13-I- hetero-
CD4-H, GD11 b+, GD11 c+, CDb4+, gen, MPO-^, HLA-DR-, CD34-;
CD36-I-, lisozim-f; sering disertai G D I 5 negatif sampai -i- lemah; sering
ekspresi CD2-H disertai ekspresi CD2-I- dan CD9-I-

• Genetik: inv(16)(pl 3;q22) atau • Genetik: t(15;1 7)(q22;ql 2) menim-


t(16;16)(p13;q22) menimbulkan bulkan fusi RARa (reseptor asam
fusi CBFp = core binding factor P) retinoat a) dan suatu gen faktor
84 5. Morfologi Perubafian Patologis di Darafi dan Sumsum Tulang

Gambar 5.25 AML dengan t(15;17)(q22;q12) dan varian-variannya.


a) Sumsum tulang: promielosit abnormal dengan hipergranulasi yang l<has
b) Bentuk varian leukemia promielosit: hanya terdapat sedikit sel dengan hipergranulasi atau
kumpulan Auerrod. Dalam darah perifer, inti semua sel dapat dikatakan bersifat bilobus, multilo-
bus atau berbentuk ginjal. Namun, sejumlah besar sel tidak memiliki granula atau hanya sedikit
granula azurofilik. '
c) Auerrod yang dapat dikenali dengan jelas pada varian leukemia promielosit.
d) Pulasan Sudan Black pada varian leukemia promielosit.

regulasi nuklear pada kromosom • Epidemiologi: 5-6% AML, dapat


1 7 (PML = gen leukemia promielo- mengenai semua kelompok usia,
sit). Variannya: t(11 ;1 7)(q23;q21), sering dialami anak-anak
t(5;1 7)(q32;q12), t(11 ;1 7)(q13;q21) • Gambaran klinis: koagulopati aki-
• Prognosis: baik pada terapi dengan bat konsumsi, sarkoma monositik
asam all-trans-retinol (ATRA) dan ekstramedular dan/atau infiltrat
antrasiklin. (kulit, gusi; Gambar 5.26a)
• Morfologi: kebanyakan leukemia
AlVIL dengan Aberasi 11q23 monosit atau monoblas akut atau
leukemia mielomonositik; mono-
• Definisi: AML dengan anomali pa- bias yang khas dengan sejumlah
da 11q23, biasanya dengan mor- besar sitoplasma dengan penjulur-
fologi monositik an yang menyerupai kaki semu
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 85

Gambar 5.26 AML dengan


aberasi 11q23.
a) Infiltrat yang khas di gusi
pada leukemia monosit
b) Darah perifer: leukemia
monosit akut dengan aberasi
11q23.

(pseudopodi), granula azurofilik AlUIL dengan Displasia Multilinear


dapat ditemukan, inti bulat de-
ngan kromatin halus; promono- • Definisi: AML dengan >20% bias da-
sit; monoblas sering memberikan lam darah atau sumsum tulang dan
reaksi negatif untuk M P O , esterase tanda-tanda displasia pada >50%
++ (> Gambar 5.26b) sel dengan dua atau lebih turunan
Penanda: CD33-^, CD13-H, CD34- mielopoiesis, biasanya dengan ba-
pada monoblas; penanda monositik: dan inklusi pada megakariosit; ke-
GDI4-I-, CD4+, GD11 b+, GD11 c+, lainan ini dapat muncul secara de
CD64-H, CD36-I-, lisozim-i- novo atau setelah MDS atau penya-
Genetik: pembagian 11 q23 menim- kit mieloproliferatif (MDS/MPD)
bulkan fusi MLL (gen Trithorax pa- • Epidemiologi: terutama pada pasien
da Drosophila) dengan sekitar 20 yang tua
pasangan kromosom; translokasi • Gambaran klinis: pansitopenia
tersering: t(9;11 )(p21 ;q23), t(11 ;19) yang sering kali parah
(q23;p13.1) • Morfologi: Gambaran displasia se-
Prognosis: sedang. perti yang dijelaskan pada definisi;
86 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.27 AML dengan displasia multilinear.


a) Sumsum tulang (pandangan umum): displasia turunan neutrofil dengan sel pseudo-Pelger
dapat dikenali dengan baik
b) Mikromegakariosit atipik
c) Displasia eritropoiesis: gangguan pematangan megaloblastik diskret ( i ) , inti menjadi tidak bu-
lat (4-4-).

Disgranulopoiesis: sitoplasma yang sering ditemukan pada bias (gen re-


hipogranular, inti yang mengalami sistensi banyak obat)
hiposegmentasi (pseudo-Pelger) atau • Genetik: sering -7/del(7q), -5/
inti yang tersegmentasi secara aneh, del(5q), +8, +9, - n i l , d e l ( l l q ) ,
pada beberapa kasus, hal ini lebih del(12p), -18, -Hi9, del(20q), +2^•,
sering ditemukan di darah perifer translokasi yang spesifik seperti
ketimbang di sumsum tulang; Dis- t(2;11), t(1;7) atau translokasi de-
eritropoiesis: gangguan pematang- ngan keterlibatan 3q21 dan 3q26
an megaloblastik, fragmentasi inti, lebih jarang
banyak inti, sideroblas cincin, va- • Prognosis: buruk.
kuola sitoplasma, positif untuk
PAS; Dismegakariopoiesis: mikro- AlVIL yang Tidak Tergolongkan
megakariosit atau megakariosit de- di Tempat Lain: AML dengan
ngan ukuran normal atau membesar Diferensiasi Minimal (FAB MO)
dengan inti sel multipel yang terpisah
atau monolobus (^ Gambar 5.27) • Definisi: AML yang tidak terdiferen-
• Penanda: bias bersifat CD33+, siasi secara morfologis, dan diklasi-
CD^3+, CD34-I-; sering CD56-h fikasikan berdasarkan penanda dan
dan/atau CD7-I-; ekspresi MDR-1 ciri ultrastrukturnya
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 87

Epidemiologi: 5% AML, dialami HLA-DR+, tidak terdapat antigen


orang dewasa monositik (GDI l b , G D I 5 , G D I 4 ,
Gambaran klinis: insufisiensi sum- CD65); TdT+ pada 1/3 kasus, sering
sum tulang, leukositosis dapat ter- disertai ekspresi C D 7 , C D 2 , G D I 9
jadi • Genetik: tidak ada perubahan yang
Morfologi: bias berukuran sedang, khas
kromatin halus, dapat terlihat se- • Prognosis: buruk.
dikit perlekukan inti ke dalam, 1-2
nukleolus; sitoplasma tidak ber- AML yang Tidak Tergolongkan
granula; MPO <3%, esterase negatif di Tempat Lain: AML tanpa
(> Gambar 5.28) Pematangan (FAB M1)
Penanda: bias bersifat CD33-I-,
CD13-H, CD117H-, negatif untuk • Definisi: AML dengan >90% bias
c C D 3 , cCD79a, cCD22; antiMPO di sel-sel non-eritroid
sebagian positif; CD34-I-, CD38-(-, • Epidemiologi: 10% AML, dialami
orang dewasa, usia median 46 ta-
hun
• Gambaran klinis: insufisiensi sum-
sum tulang, leukositosis dapat ter-
jadi

Gambar 5.28 AML dengan diferensiasi mini-


mal.
a) Bias besar yang tidak terdiferensiasi tanpa
granulasi yang dapat dikenali; pembedaannya
secara morfologis dengan bias limfatik (ALL)
tidak dapat dilakukan.
b) Reaksi peroksidase: hasil positif pada neu- Gambar 5.29 AML tanpa pematangan.
trofil yang matang, sedangkan hasilnya negatif a) Bias tanpa tanda-tanda diferensiasi
pada bias. b) Positif untuk peroksidase pada bias.
88 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

• Morfologi: bentuk bias bervariasi,


sebagian dengan granulasi dan/atau
Auer rod; MPO atau SBB positif
pada >3% dan/atau Auer rod (>
Gambar 5.29)
• Penanda: bias bersifat CD33+,
CD13+, GD117+, dan/atau anti
MPO positif; CD34+, tidak terdapat
antigen monositik ( C D I I b , G D I 4 ) ;
C D 3 , CD20 dan CD79a negatif
• Genetik: tidak ada perubahan yang
khas
• Prognosis: perjalanan penyakit pro-
gresif, terutama pada hiperleukosi-
tosis.

AML yang Tidak Tergolongkan


di Tempat Lain: AML dengan
Pematangan (FAB M2)
Gambar 5.30 AML dengan pematangan.
o Definisi: AML dengan >20% bias a) Sumsum tulang (pandangan umum 500 x):
di sel-sel non-eritroid; pematangan selain sel-sel bias, kita melihat sel-sel yang
pada sel-sel neutrofil yang matang berdiferensiasi menjadi mielosit dan neutrofil
yang menyerupai pseudo-Pelger
pada >10%; monosit <20% sel di
b) Bias dengan granulasi yang dapat dikenali
sumsum tulang dengan jelas dan kecenderungan terjadinya
. Epidemiologi: 30-35% AML, 2 ke- pematangan.
lompok usia: 2 0 % pasien yang ber-
usia di bawah 20 tahun, 4 0 % pasien
yang berusia di atas 60 tahun • Genetik: pada basofilia: delesi dan
• Gambaran klinis: insufisiensi sum- translokasi dengan pembagian 12p;
sum tulang dan hitung leukosit ber- jarang t(8;16)(p11 ;p13)
variasi • Prognosis: perjalanan penyakit ber-
• Morfologi: bias dengan dan tanpa variasi.
granulasi; promielosit, mielosit
dan neutrofil matang membentuk AML yang Tidak Tergolongkan
>10% sel di sumsum tulang; tan- di Tempat Lain: Leukemia
da-tanda displasia dengan dera- Mielomonositik Akut (FAB M4)
jat yang bervariasi terutama pada
neutrofil; eosinofilia, tetapi tanpa • Definisi: AML dengan keterlibatan
tanda-tanda yang khas untuk AML progenitor neutrofil dan monositik;
dengan inv(16); basofil dapat di- >20% bias di sumsum tulang; neu-
jumpai (>- Gambar 5.30) trofil dan prekursornya merupakan
• Penanda: bias bersifat CD33+, >20% sel di sumsum tulang; sel-sel
CD13+, CD15+; juga GD117, monositoid dan prekursornya mem-
CD34 dan HLA-DR dapat positif bentuk >20% sel di sumsum tulang
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 89

• Epidemiologi: 15-25% AML, dapat AML yang Tidak Tergolongkan


mengenai semua kelompok usia, di Tempat Lain: Leukemia
sering pada orang tua Monosit dan Monoblas Akut
• Gambaran klinis: anemia, kelelah- (FAB M5a, M5b)
an, trombopenia, lebih sering leu-
kositosis • Definisi: AML >80% sel monositoid
• Morfologi: monoblas, promonosit, (monoblas, promonosit, monosit);
bias (> Gambar 5.31) proporsi neutrofil sebesar <20%
• Penanda: bias merupakan CD33-I-, dapat ditemukan; pada leukemia
G D I 3+; penanda monositik (GDI 4, monoblas akut, >80% sel meru-
CD4, C D I I b , G D I 1c, CD64, pakan monoblas; pada leukemia
CD36 dan lisozim +); pada sel bias monosit akut, sejumlah besar sel
CD34+ yang tidak terdiferensiasi berupa promonosit atau monosit
dan penanda panmieloid • Epidemiologi: leukemia monoblas:
• Genetik: tidak khas 5-8% AML, dapat mengenai semua
• Prognosis: perjalanan penyakit ber- kelompok usia, lebih sering pada
variasi, respons terapi berbeda-be- orang muda; leukemia monosit:
da. 3-6% AML, dialami orang dewasa,
dengan usia median 49 tahun
• Gambaran klinis: kecenderungan
terjadinya perdarahan, manifestasi
ekstramedular
• Morfologi: monoblas, promonosit;
esterase non-spesifik positif kuat,
tetapi pada 10-20% kasus, juga
negatif; MPO sering negatif (>
Gambar 5.32)
• Penanda: bias bersifat CD33-I-,
CD13-I-, CD11 7+; penanda monosi-
tik ( G D I 4 , C D 4 , C D I I b , G D I 1c,
CD64, C D 6 8 , CD36 dan lisozim-n);
CD34+ sering negatif
• Genetik: hemofagositosis dikaitkan
dengan t(8;16)(pn;p13)
• Prognosis: perjalanan penyakit pro-
gresif.

AML yang Tidak Tergolongkan di


Tempat Lain: Eritroleukemia Akut,
Gambar 5.31 Leukemia mielomonositik akut. Eritroid-Mieloid (FAB, M6a)
a) Leukemia mielomonositik akut dengan pe-
matangan lebih lanjut di perifer: sel monositoid • Definisi: AML dengan populasi sel
dan neutrofil yang aneh dengan gangguan pe- eritroid yang dominan; proporsi
matangan
>50% prekursor eritroid di sel-sel
b) Bias mielomonositik di sumsum tulang: per-
hatikan kecenderungan terbentuknya lobus berinti; >20% sel bias di sel-sel
inti. non-eritroid.
90 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.32 Leukemia monosit dan monoblas akut.


a) Leukemia monoblas akut: dengan jumlah lebih dari 80%, sel-sel bias tampak mencolok dengan
inti oval-bulat besar yang terletak di sentral; sitoplasma tampak basofilik-abu-abu dan luas.
b) Pemeriksaan sitokimia pada kasus yang sama dengan (a): a-Naphtylacetate-esterase positif
c) Leukemia monosit akut: sel besar yang terdiferensiasi menjadi monosit tampak dominan
d) Pemeriksaan sitokimia pada kasus yang sama dengan (c): a-Naphtylacetate-esterase positif.

Epidemiologi: 5-6% AML, pada pakan CD33-H, CD^3+, CD117-I-,


orang dewasa anti-MPO-i-; CD34-I- dan HLA-DR
Gambaran klinis: anemia, normo- sangat bervariasi
blas di darah perifer, sebagian me- • Genetik: tidak spesifik
rupakan gejala MDS • Prognosis: perjalanan penyakit pro-
Morfologi: semua tahap pematang- gresif.
an eritropoiesis, gangguan pema-
tangan megaloblastik, bentuk AML yang Tidak Tergolongkan di
berinti dua, vakuola; mieloblas ber- Tempat Lain: Eritroleukemia Akut,
ukuran sedang, sedikit granulasi, Eritroid Murni (FAB M6b)
MPO positif
Penanda: eritroblas tidak memi- • Definisi: AML dengan populasi sel
liki penanda mieloid dan bersifat eritroid yang dominan; proliferasi
anti-MPO negatif; glikoforin A-i-, neoplastik sel-sel eritroid (>80%
hemoglobin A-i-; mieloblas meru- sel-sel di sumsum tulang) tanpa
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 91

drase-1, antibodi golongan darah


Gerbich. CD36-I-, tetapi tidak spesi-
fik; antigen megakariositik (CD41-,
CD61-)
• Genetik: tidak spesifik
• Prognosis: perjalanan penyakit pro-
gresif.

AML yang Tidak Tergolongkan


di Tempat Lain: Leukemia
Megakarioblas Akut (FAB M7)

• Definisi: AML dengan >50% mega-


karioblas di sumsum tulang
• Epidemiologi: 3-5% AML, pada
anak-anak dan orang dewasa

Gambar 5.33 Eritroleukemia akut, eritroid se-


jati.
a) Sumsum tulang: bias eritroid besar sangat
mencolok
b) PAS positif granular pada eritroblas
c) PAS positif difus pada normoblas (eritro-
blas yang positif-PAS dapat ditemukan pada
RARS, talasemia dan terkadang pada anemia
defisiensi besi).

proporsi sel mieloid yang bermak-


na
• Epidemiologi: sangat jarang, dapat
mengenai semua kelompok usia
• Morfologi: eritroblas berukuran
sedang sampai besar dengan inti
yang bulat, kromatin halus dan 1-2
nukleolus, sitoplasma yang tampak
basofilik kuat; bias dengan MPO
negatif, sebagian bersifat esterase Gambar 5.34 Leukemia megakarioblas akut.
positif, PAS positif Gambar a) Darah perifer: bias yang bersifat POX-
5.33) negatif, dan tidak terdiferensiasi. Pembentuk-
an sebagian penonjolan sitoplasma dapat jelas
• Penanda: eritroblas tidak memiliki dikenali. Beberapa sel memiliki inti ganda dan
penanda mieloid dan bersifat anti- juga menyerupai megakarioblas secara mor-
MPO negatif; eritroblas yang ma- fologis. Perhatikan sejumlah besar trombosit
pada sediaan apus darah.
tang merupakan A-i-, hemoglobin
b) Gambaran sumsum tulang pada kasus lain:
A-I-; identifikasi sel-sel bias yang selain megakarioblas, terdapat megakariosit
tidak matang dengan carboanhy- yang tidak matang.
92 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

• Gambaran klinis: sitopenia, trom-


Klasifikasi Penyakit Mieloproliferatif
bopenia, dan juga trombositosis;
Kronik menurut W H O
displasia neutrofil dan trombosit;
anak-anak: hepatosplenomegali; • L e u k e m i a m i e l o i d k r o n i k ( k r o m o s o m Phi-
pada orang dewasa muda, dikait- l a d e l p h i a , t ( 9 ; 2 2 ) ( q 3 4 ; q l 1), b c r - a b I positif)
kan dengan tumor sel benih (leu-
• Leukemia neutrofil kronik
kemia timbul 0-122 bulan setelah
tumor sel benih) • Leukemia eosinofil kronik (dan sindrom
hipereosinofilik)
• Morfologi: bias berukuran sedang
sampai besar dengan inti yang bu- • Polisitemia vera
lat atau melekuk ke dalam, 1 -3 nuk-
• M i e l o f i b r o s i s i d i o p a t i k k r o n i k ( d e n g a n he-
leolus, sitoplasma basofilik, sering matopoiesis ekstramedular)
tanpa granula, pembentukan pseu-
dopodi; mikromegakariosit bere- • T r o m b o s i t e m i a esensial

dar, displasia keping-keping darah • Penyakit mieloproliferatif kronik yang


( > Gambar 5.34), fibrosis ekstensif tidak dapat tergolongkan
sumsum tulang dapat ditemukan;
kasus tertentu pada anak-anak
• Penanda: megakarioblas mengek-
Leukemia Mieloid Kronik
spresikan C D 4 1 , C D 6 1 ; CD42 sa-
ngat jarang; G D I 3 dan CD33 dapat Leukemia mieloid kronik (CML) ber-
positif; CD34, CD45 dan HLA-DR asal dari sel punca hematopoietik
sering negatif; CD36 positif, anti- awal. Penyakit ini selalu terkait de-
MPO negatif ngan translokasi Philadelphia t(9;22)
• Genetik: tidak spesifik (q34;q11) atau bcr-abI positif. Temuan
• Prognosis: buruk. yang mencolok pada awal CML meru-
pakan perbanyakan granulosit neu-
trofil dengan -terjadinya 'shift to the
5 . 3 . 6 Penyakit Mieloproliferatif left' secara kontinu di darah perifer ( >
Kronik (CMPE) Gambar 5.35, > Gambar 5.37). Na-
mun, translokasi Philadelphia ditemu-
Penyakit mieloproliferatif kronik meru- kan pada semua turunan sel mielopoi-
pakan penyakit sel punca hematopoie- esis dan terkadang pada beberapa sel
tik klonal, yang ditandai dengan pro- (B) limfatik.
liferasi satu atau beberapa turunan Manifestasi penyakit berlanjut dari
sel mielopoiesis (granulopoiesis, eri- fase kronik awal melalui suatu fase ak-
tropoiesis, trombopoiesis). Proliferasi selerasi ( > Gambar 5.36 a-c) menuju
tersebut menimbulkan pematangan krisis bias ( > Tabel 5.10). Krisis bias
yang relatif normal dan berfungsinya dapat terdiferensiasi secara limfatik
sel dan produk sel sehingga sejumlah (kebanyakan limfoid B), mieloid, eri-
granulosit, eritrosit atau trombosit ter- troid atau megakarioblastik ( > Gambar
dapat dalam darah perifer ( > Tabel 5.36 d-h, >Tabel 5.11). Krisis ini ber-
5.9). Kenyataan ini sangat berbeda kembang secara progresif dan beru-
dengan hal yang terjadi pada sindrom jung pada kematian.
mielodisplastik.
Tabel 5.9 Temuan Khas pada Diagnosis Banding Penyakit Mieloproliferatif Kronik.

Darah perifer
Hb

Karakteristik

Neutrofil Ol
CO

Agak rnonlngkat Normal Meningkat >1500/ Meningkat Normal Normal Normal


o
I
pi >1500/pl o
Meningkat Sedikit meningkat Menurun Sangat O
sampai normal meningkat

Organ / Sumsum tulang o


"a
o
P e m b e s a r a n hati- Bertambah Terjadi Jarang Jarang Jarang Sedikit sampai Sangat membesar Tidak
limpa agak membesar

Selalu terdapat trans-1 Kerusakan organ Kerusakan


lokasi Philadelphia akibat eosinofilia; organ akibat
t(9;22) atau bcr/abi sering FIP1L1- eosinofilia;
rearrangement P D G F R a atau singkirkan
ETV6-PDGFRP kemungkinan
positif neoplasia sel T

Mutasi J A K - 2

C M L = leukemia mieloid kronik; CNL = leukemia neutrofil kronik; C E L = leukemia eosinofil kronik; HES = sindrom hipereosinofil; PV = polisitemia vera; CIMF = mielofibn
idiopatik kronik; ET = trombositemia esensial.
(0
u
94 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.35 Leukemia mieloid kronik (CML).


a) Apus darah (pandangan dengan pembesaran 250 x): leukositosis dengan 'shift to the left
sampai menjadi bias (fase kronik)
b) Sebagian dari a) (1200 x)
c) CML awal shift to the left sedang pada gambaran diferensial darah)
d) Fase akselerasi.
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 95

Gambar 5.36 Leukemia mieloid kronik (darah).


a) Fase kronik: banyak eosinofil yang dijumpai {-^)
b) Fase kronik: kanan atas dua promielosit, di bawahnya sebuah sel berinti batang dan sebuah
basofil, kiri bawah sebuah mielosit, di sebelah kanannya sebuah mieloblas
c) Perbanyakan basofil yang khas (akselerasi)
d) Serangan basofil ganas (fase bias)
e) seperti d), Pulasan biru toluidin
f) Berbagai tipe bias (fase bias)
96 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.36 Leukemia mieloid kronik (darah). (lanjutan)


g) Berbagai tipe bias, granulasi dapat dikenali: serangan bias yang terdiferensiasi secara mie-
loid
h) Serangan bias limfoid (reaksi PAS, sebagian positif granular).

Tabel 5.10 Definisi Fase Penyakit pada CML menurut WHO.

Kriteria untuk akselerasi atau krisis bias tidak terpenuhi

Diagnosis ditegakkan jika satu atau lebih kriteria berikut ditemukan:


• Bias sebanyak 10-19% dalam darah perifer dan/atau sel-sel berinti di sumsum tulang
• Basofilia dalam darah S 20%
• Trombopenia persisten (<100.000/pl) tanpa sebab yang jelas melalui terapi atau trombosito-
sis persisten (>1.000.000/pl), yang tidak berespons terhadap terapi
• Peningkatan splenomegali atau peningkatan leukosit tanpa respons terhadap terapi mm
• Petunjuk sitogenetik akan terjadinya evolusi klonal
• Suatu tanda tambahan dapat berupa proliferasi megakariosit secara cepat atau berkelom-
^ ^ o k dengan fibrosis serat kolagen atau refikulin yang mencol(^

Diagnosis ditegakkan jika satu atau lebih kriteria berikut ditemukan:


• bias sebanyak >20% dalam darah perifer dan/atau sel-sel berinti di sumsum tulang
• pertumbuhan bias ekstramedular
• sarang atau kumpulan besar sel bias pada hasil biopsi sumsum tulang

Tabel 5.11 Subtipe Imunologis Krisis Bias CML

Tipe krisis bias Temuan penanda khas


Prekursor B HLA-DR, CD10, CD19.TdT
Prekursor T (sangat jarang!) CD2, CDS, CD7, TdT
Mieloblastik HLA-DR, CD13, CDS
Eritroblastik ; Glikoforin A
Megakarioblastik 'CD41,CD42a/b(CD33)
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 97

Gambar 5.37 Leukemia mieloid kronik (sumsum tulang).


a) Fase kronik: granulopoiesis yang sedikit mengalami granulasi dan agak bergeser ke kiri, juga
terdapat peningkatan eosinofil dan basofil, indeks GE meningkat (pandangan umum)
b) Dibandingkan dengan a): granulopoiesis reaktif pada proses peradangan; perhatikan granulasi
toksik
c) Morfologi trombopoiesis yang khas pada CML (pandangan umum): terdapat sejumlah besar
megakariosit kecil, tetapi sel-sel tersebut tidak sekecil mikromegakariosit seperti pada MDS
d) Megakariosit pada CML (pembesaran kuat)
98 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.37 Leukemia mieloid kronik (lanjutan).


e) Sebuah sel pseudo-Gaucher di sumsum tulang pada CML pada fase kronik (peristiwa langka),
tidak mengindikasikan penyakit Gaucher (^ Gambar 5.42 d)
f) Sel pseudo-Gaucher (x) di samping sebuah megakariosit kecil (xx).

Leukemia Neutrofil Kronik bab-penyebab lain granulositosis ha-


rus disingkirkan.
Keadaan ini merupakan penyakit mie-
loproliferatif negatif-Ph^ yang langka Leukemia Eosinofil Kronik dan
dengan peningkatan hitung neutro- Sindrom Hipereosinofil
fil dan pada kelainan ini, sel berinti
segmen mendominasi. Terdapat pe- Pada leukemia eosinofil kronik (CEL),
ningkatan granulopoiesis di sumsum suatu proliferasi prekursor eosinofil
tulang dan hepatosplenomegali {r- secara autonom dan klonal menim-
Gambar 5.38). Kemungkinan penye- bulkan peningkatan persisten hitung
eosinofil di darah, sumsum tulang,
dan jaringan perifer. Kerusakan or-
gan terjadi akibat infiltrasi leukemik,
t pelepasan sitokin, enzim atau protein
lain dari eosinofil.
Keadaan CEL dapat didiagnosis
menurut klasifikasi W H O jika hitung
eosinofil mencapai >1500/pl, tidak
terdapat kromosom Philadelphia
atau gen fusi bcr-abI, terdapat bias
kurang dari 2 0 % di sumsum tulang
atau darah perifer, dan adanya bukti
klonalitas eosinofil. Pada kasus ini,
• •

Gambar 5.38 Leukemia neutrofil kronik: leuko-


sitosis neutrofil di darah perifer; dalam gambar keadaan tersebut biasanya berkenaan
ini, cenderung menjadi trombosit raksasa. dengan penyakit mieloproliferatif
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 99

kronik FiPl L I - P D G F R a atau ETV6-


PDGFRp positif atau penyakit ganas
dengan defek gen lain, yang dapat di-
tangani relatif baik dengan obat, yaitu
imatinib.
Sindrom hipereosinofil (HES) diang-
gap terjadi jika hitung eosinofil >1500/
pi selama sedikitnya 6 bulan setelah ke-
mungkinan penyebab lain disingkirkan
(^ Gambar 5.39). Pada kelompok-ke-
lompok HES, eosinofil yang terinduksi
diselubungi oleh neoplasia sel T. Ka-
rena itu, pencarian limfoma sel T atau
penyakit sel T klonal sangat dianjurkan.
Sebagian pasien dengan HES meng-
alami neoplasia sel T pada perjalanan
penyakit ini. Kasus lain tetap timbul
tanpa penyebab yang dapat diketahui.
Secara keseluruhan, kelompok penya-
kit ini bersifat heterogen.

Polisitemia Vera

Polisitemia vera (PV) dikenali dengan


peningkatan dan produksi autonom
eritrosit. Granulopoiesis biasanya me-
ningkat dengan peningkatan nilai hi-
tung neutrofil di darah perifer tanpa Gambar 5.39 Sindrom hipereosinofil.
'shift to the left'. Trombopoiesis bi- a) Eosinofilia masif pada darah perifer; seta-
hun kemudian, pasien mengalami T-ALL.
asanya meningkat di sumsum tulang b) Kasus yang sama seperti a): proliferasi
dan darah perifer. Temuan khas ada- masif eosinofil dan prekursornya di sumsum
lah megakariosit raksasa yang terletak tulang.
di tempat berupa sarang. i'- Gambar
5.41 a, b; ^ Tabel 5.12) Pada stadium
lanjut, fibrosis sumsum tulang dengan liferasi megakariosit dan granulosit
hematopoiesis yang tidak efektif atau sangat mencolok di sumsum tulang;
suatu konversi menjadi fase bias dapat pada keadaan ini, terdapat gambaran
terjadi. Pada sejumlah besar kasus PV, leukositosis dengan 'shift to the left'
terdapat mutasi JAK2 V61 7F. yang terjadi secara kontinu ('' Gam-
bar 5.40 a-d, Gambar 5.41 e). Pada
Mielofibrosis Primer/Mielofibrosis beberapa kasus, terdapat mutasi JAK2
Idiopatik Kronik V617F (- Tabel 5.13).
Penyakit ini berlanjut dengan ter-
Pada fase awal mielofibrosis primer jadinya mielofibrosis (^ Gambar 5.41f)
(mielofibrosis idiopatik kronik), pro- dan kumpulan pembentuk darah
100 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Tabel 5.12 Diagnosis Polisitemia Vera ekstramedular di hati dan limpa.


(menurut WHO, Vardiman, ASCO 2008) 1 Akhirnya, terdapat insufisiensi sum-
sum tulang yang mencolok akibat fi-
Kedua kriteria utama atau kriteria utama
1 plus kedua kriteria tambahan harus ter- brosis dan pembesaran hati dan limpa
penuhi. secara bermakna. Di darah perifer
pada tahap ini, terjadi 'shift to the left'
Kriteria utama:
hingga menjadi bias, normoblas yang
1. Hb >185 g/l (11,5 mmol/l) pada pria,
>165 g/l (10,4 mmol/l) pada wanita atau beredar dan tear cell.
Hb atau hematokrit >99. Persentil nilai
normal lokal atau hitung eritrosit >25%
dari nilai tengah normal Trombositemia Esensial
2. Mutasi JAK2 V617F atau mutasi JAK2
yang serupa secara fungsional Trombositemia esensial (ET) merupa-
Kriteria tambahan: kan suatu penyakit mieloproliferatif
1. Pada biopsi sumsum tulang, dibanding- yang terutama mengenai megakariosit
kan dengan kelompok usia tua, sumsum secara klonal. Penyakit ini ditandai
tulang tampak hiperselular dengan pan-
dengan peningkatan hitung trombosit
mielosis
2. Kadar eritropoietin serum yang rendah di darah perifer dan peningkatan hi-
3. Pembentukan autonom koloni eritroid tung megakariosit dengan megakario-
pada pemeriksaan sel punca sit besar yang tersusun dalam sarang
{ > Gambar 5.40 e, f; >- Gambar 5.41
c, d). Pada sebagian besar kasus, ter-
Tabel 5.13 Diagnosis Mielofibrosis Pri- dapat mutasi JAK2 V617F Tabel
mer/Mielofibrosis Idiopatik Kronik (menu-
rut WHO, Vardiman, ASCO 2008) 5.14).

Semua ketiga kriteria dan dua kriteria


penuhi
Kriteria utama: '• ' '
1. Proliferasi megakariosit atipik dengan
fibrosis serat retikulin dan/atau kolagen
di sumsum tulang, atau pada proliferasi
Tabel 5.14 Diagnosis Trombositemia Esen-
megakariosit tanpa fibrosis, adanya
sial (Anjuran untuk kriteria WHO, Vardiman,
peningkatan selularitas sumsum tulang
ASCo 2008)
dengan proliferasi granulopoiesis dan
sebagian besar, penurunan eritropoiesis
Diagnosis penyakit Ini memerlukan ke-
(tahap prafibrosis)
beradaan semua keempat kriteria uta-
2. Tidak terdapat diagnosis polisitemia
vera, mielofibrosis primer, CML dengan
bcr-abI positif, MDS atau penyakit mielo- 1. Peningkatan kontinu trombosit >450/nl '
proliferatif lain menurut kriteria WHO 2. Proliferasi megakariosit yang membesar
3. Terdapat mutasi JAK2 V617F atau tidak dan matang; tidak terdapat proliferasi sel
terdapat mielofibrosis akibat infeksi, pe- granulopoiesis atau eritropoiesis yang
nyakit autoimun, penyakit limfoprolife- bermakna pada hasil biopsi sumsum
ratif atau peradangan kronik, tumor yang tulang
bermetastasis atau pengaruh toksik. 3. Tidak terdapat diagnosis polisitemia
Kriteria tambahan: vera, mielofibrosis primer, CML dengan
1. Leukositosis dan normoblas di perifer bcr-abI positif atau MDS menurut kriteria
2. Anemia WHO
3. Peningkatan kadar LDH 4. Bukti adanya mutasi JAK2 V617F atau
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 101

Gambar 5.40 Penyakit mieloproliferatif kronik (perifer).


a) Mielofibrosis idiopatik kronik: anisositosis oval dan poikilositosis eritrosit, 'shift to the left yang
nyata (dari kanan atas ke kiri bawah) = sel berinti segmen, normoblas, promielosit, mielosit yang
tidak matang
b) seperti a), dan fragmen inti megakariosit (t) atau megakarioblas ( t t )
c) Mielofibrosis idiopatik kronik, terakselerasi: trombositosis, trombosit raksasa, 'shift to the left
yang nyata, normoblas
d) Mielofibrosis idiopatik kronik: selain sebuah mielosit, tampak sejumlah 'tear cell
102 5. Morfologi Perubafian Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.40 Penyakit mieloproliferatif kronik (lanjutan).


e) Trombositemia esensial: trombositemia dengan trombosit raksasa
f) Trombositemia esensial: trombosit raksasa (->•), yang lebih besar daripada granulosit di seki-
tarnya.

Penyakit lUlieloproliferatif Kronik ngan manifestasi di rangka dan ber-


yang Tidak Dapat Tergolongkan bagai organ. Penyakit ini didiagnosis
secara histologis dan secara praktis,
Kategori ini harus digunal<an hanya tidak pernah timbul sebagai manifes-
untuk penyakit mieloproliferatif kro- tasi sumsum tulang yang terlihat se-
nik (CMPE), yang tidak sesuai dengan cara sitologis ('- Gambar 5.42 a).
kriteria penyakit yang dijabarkan se-
belumnya.
Sindrom Hemofagositik

Sindrom ini merujuk pada suatu ke-


5.4 Patomorfologi Sistem lompok heterogen penyakit yang se-
Retikulohistiositik bagian timbul akibat sebab heredi-
ter (hemofagositosis familial pada
Penyakit Sel Dendritik anak-anak), dan sebagian lagi dikait-
kan dengan sebab infeksi. Demam,
Sel-sel dendritik (di kulit: sel Langer- splenomegali dan sitopenia perifer
hans) berperan penting pada penya- dengan keterlibatan 2 atau 3 turunan
jian antigen (> Bagian 3.1 dan ^ sel merupakan gejala yang menonjol.
Bagian 3.6.1). Pada histiositosis sel Di sumsum tulang, hemofagosit khas
Langerhans (LCH), terjadi proliferasi ditemukan.
klonal sel-sel tersebut. Infiltrat terse-
but disusupi sel-sel eosinofil yang Neoplasia Sistem
tidak ganas. Retikulohistiositik
Penyakit ini memperlihatkan varia-
si yang luas: dari granuloma eosinofi- Hal yang membingungkan dalam
lik tunggal di sistem rangka (kebanyak- konteks ini adalah penggunaan istilah
an pada anak-anak) melalui bentuk 'histiositik' pada klasifikasi limfoma
yang progresif dengan manifestasi di terdahulu pada istilah kedokteran
kulit, hati, paru, tulang (Penyakit Abt- angloamerika. Istilah tersebut masih
Letterer-Sieve pada anak-anak) hingga ditemukan pada beberapa literatur
penyakit Hand-SchiJller-Christian de- kuno. Hal tersebut tidak menyinggung
5.4 Patomorfologi Sistem Retikulohistiositik 103

Gambar 5.41 Penyakit mieloproliferatif kronik


(sumsum tulang).
a) Polisitemia vera (pandangan umum): sum-
sum yang hiperselular dengan peningkatan
trombopoiesis dan proliferasi masif eritropoie-
sis
b) Polisitemia vera (pembesaran 250 x): se-
lain peningkatan eritropoiesis, granulopoiesis
dan trombopoiesis yang mencolok juga terlihat
(panmielosis); pada gambar ini, tampak ben-

m tuk inti megakariosit yang aneh, tidak terdapat


sel lemak
c) Trombositemia esensial (pandangan
umum): proliferasi masif megakariosit yang
terletak di sarang
d) Trombositemia esensial (pembesaran 250 x); megakariosit yang tersusun secara aneh
e) Mielofibrosis idiopatik kronik (pembesaran 250 x): tahap awal; terdapat sejumlah besar mega-
kariosit polimorfik; perhatikan kemiripannya dengan b)
104 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Penimbunan tersebut dapat dilihat


pada makrofag sumsum tulang pada
sebagian penyakit. Contoh yang ter-
kenal adalah penyakit Gauclier. Pada
keadaan ini, terjadi penimbunan glu-
koserebrosida (^ Gambar 5.42 d).
Pada penyakit Niemann-Pick, terjadi
penimbunan sfingomielin (r- Gambar
5.42 c).

Infeksi

Pada beberapa penyakit infeksi, ter-


dapat keterlibatan yang dapat dilihat
pada sistem retikulohistiositik. Con-
- \
tohnya, pembentukan granuloma dan
Gambar 5.41 Penyakit mieloproliferatif kronik sel raksasa Langerhans Gambar
(lanjutan).
f) Mielofibrosis idiopatik mielofibrosis dengan
5.43 a, b). Pada leishmaniasis (Kala
fibrosis total di sumsum tulang, dan tidak ter- Azar, black water fever), terjadi pro-
dapat pembentukan darah (pulasan Gomori; liferasi masif agen penyebab dalam
preparat histologis Prof. Lennert, Kiel). makrofag. Agen tersebut dapat berada
dalam makrofag sumsum tulang (>
Gambar 5.43c).
penyakit sistem makrofag yang sebe-
narnya. Istilaii tersebut seharusnya
menyatakan derajat selularitas neo-
plasia limfatik ini.
Neoplasia turunan sel monositik
(leukemia mielomonositik akut dan
kronik, leukemia monosit akut, sarko-
ma monositik) dibahas di Bagian 5.3.5
(Leukemia Mieloid Akut).
Sarkoma dengan turunan sel-sel
dendritik atau makrofag merupakan
penyakit yang sangat langka (histiosi-
tosis ganas, sarkoma histiosit dan Iain-
lain).

Penyakit Penimbunan Lisosomal


(Lisosomal Storage Disease)
Keadaan ini berkenaan dengan pe-
nyakit genetik dengan defek metabo-
lisme fisiologis yang menimbulkan
penumpukan dan penimbunan zat.
5.4 Patomorfologi Sistem Retikulohistiositik 105

Gambar 5.42 Penyakit sistem retikulohistiosi-


tik dan penyakit penimbunan.
a) Granuloma eosinofilik (LCH, histiositosis X);
sel-sel Langerhans yang tidak matang selain
granulosit eosinofil
b) Hemofagosit (sumsum tulang): eritrosit
yang difagositosis jelas terlihat
c) Penyakit Niemann-Pick (sumsum tulang):
penggembungan dan pembentukan makrofag
seperti bentuk tetesan karena penimbunan
sfingomielin
d) Penyakit Gaucher (sumsum tulang): proses
yang pada dasarnya sama seperti pada c),
tetapi pada gambar ini, glukoserebrosida yang
disimpan; gambaran timbunan berbentuk agak
lamelar.
NB: Sel-sel pseudo-Gaucher pada CML, lihat
> Gambar 5.37 e dan f.
106 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

5.5 Patomorfologi Sel


Mast dan Basofil
Mastositosis merupakan penyakit pro-
liferatif sel mast. Sel-sel mast menum-
puk di satu atau lebih organ ( ' Gam-
bar 5.44). Pada mastositosis kutan,
manifestasi penyakit ini terbatas di ku-
lit, sedangkan pada mastositosis siste-
mik ('- Tabel 5.15), terdapat keterli-
batan sedikitnya satu organ, dengan
atau tanpa keterlibatan kulit. Pasien
sering kali mengalami gejala akibat
pelepasan histamin yang terjadi pada
penyakit ini.

Tabel 5.15 Kriteria Diagnostik untuk Pene-


gakan Diagnosis Mastositosis Sistemik.

Diagnosis dapat ditegakkan ^ |


• jika kriteria utama dan kriteria tambahan
terpenuhi
• jika tiga kriteria tambahan terpenuhi

Infiltrat sel mast multifokal yang padat (15


atau lebih sel mast yang terletak berdekat-
an) pada hasil biopsi sumsum tulang atau
biopsi organ ekstrakutan lainnya dengan
bukti keberadaan sel mast melalui pemerik-
saan imunohistokimia-triptase atau pemu-

Kriteria tambahan
a. Lebih dari 25% sel mast pada infiltrat
histologis sumsum tulang atau organ
ekstrakutan lainnya berbentuk seperti
gelendong atau memiliki bentuk yang
atipikal atau lebih dari 25% sel mast
pada sediaan apus sumsum tulang tam-
pak tidak matang atau memiliki morfologi
Gambar 5.43 Keterlibatan sistem retikulohisti- yang atipikal
ositik pada infeksi. b. Bukti adanya mutasi titik pada kodon
a) Pembentukan granuloma di sumsum tulang 816 di sumsum tulang, kulit atau organ
atau kelenjar getah bening, misalnya pada ekstrakutan
TBC, penyakit Boeck, penyakit Bang; sel-sel c. Sel mast dengan koekspresi C D 1 1 7 dan
granuloma merupakan makrofag CD2 di sumsum tulang, darah atau or-
b) Sel raksasa Langhans pada KGB pasien gan ekstrakutan lainnya
TBC (preparat biopsi kelenjar getah bening) d. Bukti konstan untuk kadar triptase serum
c) Leishmania pada makrofag pasien yang ter- >20 ng/ml bila tidak terdapat bukti untuk
infeksi HIV. penyakit mieloid klonal lainnya
5.6 Patomorfologi Trombopoiesis 107

2. Anitbodi autoimun terhadap trom-


bosit (penyakit Werlhof = trombosi-
topenia idiopatik, ITP)
3. Antibodi yang terkait dengan obat-
obatan.

Trombopenia pada hipersplenisme,


LES, sindrom Evans, leukosis akut, in-
sufisiensi sumsum tulang dan lainnya
biasanya diikuti dengan sitopenia atau
perubahan selanjutnya dalam darah
atau sumsum tulang.
Selain trombopenia pascainfeksi,
penyakit Werlhof terutama tetap dapat
didiagnosis secara morfologis, yang
dapat menunjukkan megakariositosis
khas yang dapat berarti kompensato-
rik dengan atau tanpa 'shift to the left'
yang bermakna Gambar 5.45). Na-
mun, pada beberapa kasus, peningkat-
an megakariopoiesis tidak dapat terli-
hat secara meyakinkan.

Gambar 5.44 Mastositosis sistemik.


a) Pandangan umum: infiltrat padat dengan 5.7 Patomorfologi Sistem
sel-sel mast di sumsum tulang
b) Infiltrasi sumsum tulang akibat mastositosis
Limfatik
sistemik (pembesaran 1000 x).
5.7.1 Reaksi Limfatik dan
Mononukleosis Infeksiosa
Mononukleosis infeksiosa disebabkan
5.6 Patomorfologi virus Epstein-Barr. Angka penyebar-
Trombopoiesis annya pada populasi dewasa sangat
tinggi dengan lebih dari 9 0 % . Bergan-
Sementara trombositosis sangat men- tung pada perilaku higienis dan status
colok pada ranah penyakit mielodis- sosioekonomi seseorang, infeksi ini
plastik atau mieloproliferatif atau diamati ditemukan pada usia kanak-kanak dan
setelah pasien menjalani splenektomi, kemudian pada dekade kedua. Geja-
trombopenia sendiri, selama bukan me- la-gejala klinisnya antara lain demam,
rupakan gejala penyerta penyakit sum- faringitis, tonsilitis, pembesaran limpa
sum tulang lain, harus dianggap sebagai dan pembengkakan kelenjar getah be-
entitas penyakit terpisah. ning, kebanyakan di daerah leher.
Penyebab terpenting trombopenia Temuan yang khas adalah limfosit
adalah: reaktif (untuk istilah 'limfosit reaktif
1. Infeksi, terutama infeksi virus pada versus 'limfosit atipik', lihat Bagian
anak-anak (trombopenia transien) 3.6.2). Limfosit tersebut merupakan
108 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.45 Gambaran sumsum tulang pada penyakit Werlhof (ITP).


a) Mega-(promega-)kariositosis kompensatorik yang nyata (pembesaran 250 x); b, c, d, e) Con-
toh megakariosit, yang pada dasarnya tidak berbeda dari sel-sel sumsum tulang normal yang
memiliki aktivitas trombopoietik; pada b) dua promegakariosit.

4
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 109

Gambar 5.46 Mononukleosis infeksiosa (darah perifer atau konsentrat leukosit).


a) Hasil aspirasi kelenjar getah bening: limfopoiesis imunoblastik sebeium pembentukan sel lim-
foid
b, c) Gambaran sel limfoid yang tipikal dengan sel imunoblastik yang besar (x)
d) Limfosit reaktif dengan inti berlobus, sitoplasma basofilik dan zona terang perinuklear (temuan
yang lebih sering)
e) Limfosit reaktif dengan luas sitoplasma yang ben/ariasi. NB: bentuk inti sel berubah cepat pada
darah yang ditambahkan EDTA!
Gambar 5.47 Bentuk reaksi limfatik pada rubeola (konsentrat leukosit): sel-sel ini sebagian
mengingatkan pada sel plasma yang belum matang.
110 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

60-70% sel darah putih, yang mening- Pada sebagian besar subkelom-
kat dengan nilai hitung 12000 sampai pok ALL, penyakit ini berasal dari sel
18000/pl Gambar 5.46). Limfositosis prekursor limfatik awal turunan sel B
reaktif bermula pada minggu pertama atau sel T. Suatu pengecualian, B-ALL
timbulnya penyakit ini dan mencapai dapat terbentuk. Keadaan ini berke-
puncaknya antara minggu kedua dan naan dengan penyakit yang sangat
ketiga perjalanan penyakit. Limfosit progresif, tetapi menunjukkan tanda-
reaktif tampak bervariasi, yang tersebar tanda pematangan sel B secara imu-
dengan morfologi yang berbeda-beda, nologis. Diagnosis B-ALL memiliki arti
dari sel-sel yang hampir menyerupai penting karena keadaan ini memerlu-
bias (dengan struktur inti homogen kan penanganan khusus.
retikular dengan sitoplasma basofilik Limfoma limfoblastik dan ALL
dan nukleolus yang dapat dikenali) - merupakan penyakit yang sama se-
hingga sel dengan sitoplasma yang cara sitomorfologis dan imunologis.
luas (dengan struktur inti yang agak Batasan ALL dari limfoma limfoblas-
kasar, sitoplasma basofilik biru terang tik non-Hodgkin ditentukan per defi-
dengan zona terang perinuklear yang nisi dari derajat invasi sumsum tulang.
tipis dan panjang, struktur inti sel yang Pada ALL, terdapat >25% sel bias di
tipis dan panjang). Gambaran yang sumsum tulang. Bila <25% sel bias
berwarna dan morfologi limfosit reaktif terdapat di sumsum tulang, penyakit
berbeda dari gambaran monomorf pe- ini diklasifikasikan sebagai limfoma
nyakit keganasan. Di sumsum tulang, limfoblastik. Dalam konteks ini, pa-
sel tersebut tidak dapat dilihat. danan B-ALL yang terlokalisasi adalah
Temuan yang dapat menyertai ada- limfoma Burkitt.
lah anemia ringan, tetapi meskipun Pemeriksaan morfologi dan sito-
jarang, anemia hemolitik autoimun, kimia bermanfaat untuk diagnosis dan
neutropenia dan trombopenia ringan penentuan leukemia mieloid akut.
dapat ditemukan. Diagnosis mono- Namun, hanya leukemia mieloid akut
nukleosis dikonfirmasi melalui peme- dengan tanda diferensiasi mieloid
riksaan serologis. yang seragam pada ALL yang dapat
Limfosit reaktif (disebut sel limfoid) dibedakan secara morfologis: tanda
dapat juga dijumpai pada penyakit vi- diferensiasi mieloid yang seragam
rus lain seperti hepatitis, CMV, HHV-6, adalah granulasi, Auer rod atau reaksi
rubela dan Iain-Iain Gambar 5.47). peroksidase yang positif.
Kriteria untuk klasifikasi morfolo-
5 . 7 . 2 Leukemia Limfatik Akut gis ALL dari LI sampai L3 disajikan
pada Tabel 5.16^*. Perbedaan antara
(ALL)
ALL-LI dan L2 tidak terbukti penting
Leukemia limfatik akut adalah suatu secara klinis Gambar 5.48 a, b, d).
penyakit sistem limfatik yang ganas. Namun, fenotipe L3 berkorelasi sam-
Penyakit ini juga termasuk dalam pai derajat tertentu dengan imuno-
bagian penyakit sistem limfatik pada fenotipe B-ALL dan dengan demikian,
klasifikasi W H O . Karena arti penting- dapat memberikan petunjuk penting
nya pada hematologi, ALL akan dibi- pertama untuk diagnosis penyakit ini
carakan terpisah pada bagian khusus. (^ Gambar 5.48 f).
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 111

Dengan adanya pemeriksaan penen- Penentuan imunofenotipe, sitoge-


tuan imunofenotipe, pemeriksaan sito- netik dan biologi molekular kini sangat
kimia untuk diagnosis ALL tidak memi- penting untuk klasifikasi ALL Tabel
liki arti penting Gambar 5 . 4 8 c, e). 5.17). Pada tahun 1 9 9 5 , klasifikasi Eropa
Pemeriksaan yang masih penting adalah diajukan untuk penentuan imunofenoti-
reaksi peroksidase untuk menyingkirkan pe, yang menggolongkan ALL menurut
diagnosis banding AML. Rangkuman turunan sel dan pematangannya (r Ta-
berikut mencantumkan pemulasan sito- bel 5 . 1 8 ) ^ ' ' . Suatu klasifikasi yang sedikit
kimia terpenting dan hasilnya. berbeda diajukan kelompok studi ALL
multisentral di Jerman (GMALL) Ta-
bel 5 . 1 9 ; > Tabel 5 . 2 0 ^ .
Pemeriksaan Sitokimia untuk ALL
Beberapa entitas leukemia tersen-
• Peroksidase n e g a t i f ( 0 - 1 % ) diri juga dibuat untuk leukemia akut
• Esterase d e r a j a t 3 - 4 n e g a t i f
berdasarkan hasil pemeriksaan sitoge-
netik dan molekularnya dengan prog-
• PAS g r a n u l a r atau b e r g u m p a l (reaksi Schiff
nosis dan imunologi yang seragam.
asam perjodat)
Pada > Tabel 5 . 2 0 , beberapa entitas
• Fosfatase a s a m p o s i t i f f o k a l ( p a d a s e b a g i a n tersebut diperlihatkan. Hal yang tam-
T-ALL) pak jelas adalah bahwa pada ALL

Tabel 5.16 Klasifikasi Morfologis ALL menurut FAB'».

Karakteristik Sitologis* LI

Sel-sel kecil mendo- Sel-sel besar, Sel-sel besar,


minasi distribusi ukuran distribusi ukuran
heterogen homogen

Struktur kromatin Horriogen pada Bervariasi, heterogen Bergranula halus


setiap kasus dan homogen pada
setiap kasus

Bentuk inti Teratur, terkadang Tidak teratur, se- Teratur, oval sam-
menonjol atau ring menonjol atau pai bulat I
melekuk melekuk

Tidak dapat terlihat Satu atau lebih, se- Mencolok, satu atau
Nukleolus
atau kecil dan tidak ring besar lebih, vesikular
dapat diperkirakan

Luas sitoplasma Sedikit Bervariasi, sering Luas


cukup luas

Sifat basofilik sito- Sedikit atau sedang, Ben/ariasi, jelas pada Sangat intensif
plasma jarang intensif beberapa kasus

Vakuola sitoplasma Bervariasi Bervariasi Sering sangat jelas"

Insidens 27,5% 67,6% 4,9%

•Dengan mempertimbangkan setiap karakteristik ini, hingga 10% sel dapat memiliki ciri yang berbeda dari
karakteristik yang dominan. ^ , : . .
112 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Tabel 5.17 Beberapa Subkelompok Sitogenetik pada ALL^''^'^

Frekuensi Frekuensi pada Aberasi Imunologi Gambaran


pada anak orang dewasa klinis

19% t(9;22)(q34;q11.2) Prekursor B, Pasien yang


^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ BCR-ABL (trans- kebanyakan lebih tua, prog-
lokasi Philadelphia) CD10+ nosis buruk

3% 7% t(4;11)(q21;q23) Prekursor B, se- Prognosis buruk,


ring koekspresi membaikdengan
antigen mieloid terapi agresif

6% 3% t(1;19)(q21;p13.3) Prekursor B, ke-


banyakan pra B

t(8;14)(q24.1;q32) B-ALL yang Kebanyakan


tipikal, tetapi morfologi L3;
sebagian juga perjalanan pe-
ALL-C atau ALL nyakit progresif;
pra-B prognosis baik
dengan terapi
khusus

t(10;14)(q24;q11.2) T-ALL

t(12;21)(p13;q22) Prognosis baik

Aberasi kompleks Prognosis buruk

Hipdiploid/hampir Prognosis buruk


triploid

Hiperploid tingg Prognosis baik

Tetraploid Prognosis balk

anak-anak, entitas penyakit dengan B dan T yang dapat diterima secara


prognosis yang lebih baik lebih sering luas di dunia. Karl Lennert meng-
terdeteksi. hasilkan karya yang inovatif dengan
klasifikasi Kiel pada tahun 1974. Pada
5.7.3 Neoplasia Sel B tahun 2 0 0 1 , klasifikasi W H O untuk
limfoma berdasarkan data morfologis,
Pada bagian berikut, uraian mengenai imunologis dan sitogenetik-biologi
klasifikasi limfoma sel B akan disaji- molekular diterbitkan. Klasifikasi ini
kan. Pembahasan berfokus pada neo- menjadi standar internasional yang
plasia sel B yang relevan untuk diag- dapat diterima untuk penggolongan
nosis morfologis di darah dan sumsum neoplasia tersebut.
tulang. Pembahasan yang lengkap Neoplasia sel B merupakan seki-
tidak akan dikemukakan. tar 8 8 % dari semua limfoma non-
Selama beberapa tahun yang lalu, Hodgkin (NHL) yang terdiagnosis (>
tidak terdapat klasifikasi neoplasia sel Tabel 5.21).
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 113

Gambar 5.48 Leukemia limfatik akut.


a) c-ALL (tipe L I FAB), yang disebut juga bentuk Pan-Handle (jarang dijumpai pada AlVIL)
b) c-ALL (tipe L2 FAB)
c) PAS granular ++
d) T-ALL (tipe LI FAB)
e) Reaksi fosfatase asam fokal ++
f) B-ALL (tipe Burkitt; L3 FAB)
114 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Tabel 5.18 Klasifikasi Imunologis ALL^'

ALL turunan sel B ALL turunan sel T


ProB Pra B ALL B Pro T Pra T T-ALL T-ALL T-ALL aJ T-ALL y/
J. matang kortikal matang 6+

pok a pok b

CD19+ dan/atau CD79a+ dan/ CD3+ sitoplasma (cy)


atau CD22+ sedikitnya 2 dari 3 Kebanyakan kasus bersifat TdT+, HLA-DR-, CD34-;
penanda positif; kebanyakan ka- namun, penanda-penanda ini tidak diperhitungkan untuk
sus bersifat TdT+ dan HLA-DR+, klasifikasi dan diagnosis penyakit
sampai B-IV (sering TdT-)

CD10+ Ig Igm CD7+


, sito- atau cy
1 plas- K atau
X
L (cylg) ^^^^^^^^^
1^^^^^^^

ALL dengan ekspresi antigen mieloid (My +

Tabel 5.19 Klasifikasi Imunologis ALL Turunan Sel B dan Perbedaannya dari AML menurut
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 115

Tabel 5.19 Klasifikasi Imunologis ALL Turunan Sel B dan Perbedaannya dari AML menurut
GMALL^" (lanjutan)

Antigen

CD10

HLA-DR

TdT

CD33 -/(+) " -/(+) -/(+) -/(+) -/(+)


11
CD13 -/(+) -/(+) -/(+) -/(+) -/(+)

CD65S
•iMi H -/(+) -/(+) -/(+) ij
CD117 -/(+) -/(+) -/(+) -/(+) -/(+)
II
cyMPO -
- -
- -
II
*Tanda sinonim: A L L pra pra-B, ALL 'nol' limfoid B
+menyatakan ekspresi pada 10% (antigen intrasitoplasma/intranuklear) atau 2 0 % (antigen membran) sel i
leukemia

Tabel 5.20 Klasifikasi Imunologis ALL turunan Sel T menurut GMALL dan Klasifikasi Risiko^".

Risiko tinggi Risiko standar

Antigen Sel T awal" Sel T matur"* T-ALL yang terdiferen-


siasi di timus

*Pada T-ALL yang jelas, penting untuk subklasifikasi T-ALL dalam bentuk awal, matur dan T-ALL timus
" P e m b e d a a n selanjutnya pada pro T (tianya C D 7 + , cyCD3+) tidak dimasukkan karena beberapa alasan,
tetapi terdaftar (klasifikasi EGIL). Suatu imunofenotipe T awal terletak juga pada CD2+ dan CD4-, CD8-,
sCD3- dan CD1a-
***T-ALL sCD3+ yang matang terdaftar, tetapi tidak diklasifikasikan lebih lanjut (misalnya, TCRa/p+ atau
1 i 6 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Tabel 5.21 Klasifikasi Neoplasia Sel B menurut WHO (disesuaikan berdasarkan^^).

Neoplasia prekursor roporsi dalam % se-


mua NHL (nonHodgkin
lymphoma)
Limfoma limfoblastik/leukemia limfoblastik prekursor B <1%

lukemia limfatik kronik, limfoma limfositik sel kecil

Leukemia prolimfosit sel B

Limfoma limfoplasmasitik

Limfoma zona marginal limpa

Hairy cell leukemia

Mieloma sel plasma


Gammopati monoklonal dengan kepentingan yang belum 1% > 50 tahun
diketahui 3% > 70 tahun

Plasmositoma soliter di rangi

Plasmositoma ekstraoseosa

Amiloidosis primer

Penyakit rantai berat

Limfoma sel B zona marginal ekstranodal pada jaringan 7,6%


limfatik yang terkait dengan mukosa (MALT)

Limfoma sel B zona marginal nodal

Limfoma folikular

Limfoma sel mantel

Limfoma sel B sel besar difus

Limfoma sel B sel besar mediastinal (timus

Limfoma sel B sel besar intravaskular

Limfoma sel B intrakavitas primer dengan ei

Limfoma Burkitt / B-ALL


5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 117

Leukemia Limfatik Kronik, CLL biasanya mulai muncul pada usia


Limfoma Limfositik Sel Kecil yang lanjut dan memiliki perjalanan
penyakit yang sangat heterogen, ber-
Leukemia limfatik kronik (CLL) {'^ gantung pada faktor risikonya. Pem-
Gambar 5.49 sampai > Gambar 5.51) bahasan mengenai faktor risiko tidak
merupakan suatu penyakit tumor de- dapat dimasukkan di sini. Secara kli-
ngan perjalanan penyakit yang me- nis, pembengkakan kelenjar getah
nyerupai leukemia. Temuan morfolo- bening dan pembesaran limpa serta
gis yang khas untuk penyakit ini pada gejala-gejala umum ditemukan pada
darah perifer adalah sejumlah besar stadium lanjut. Pada limfoma limfosi-
limfosit yang tampak cukup normal tik sel kecil, manifestasi nodal atau
yang bulat dan kecil dan beberapa ekstranodal dapat terjadi tanpa meng-
prolimfosit serta terkadang paraimu- alami proses leukemik dan mengenai
noblas yang khas. Pada sediaan apus, sumsum tulang. Imunologi tumor se-
sel-sel tersebut memperlihatkan keren- suai dengan CLL.
tanan tertentu yang dapat menghasil- Secara morfologis konservatif, di-
kan gambaran yang disebut bayangan agnosis CLL didasarkan pada bukti
Gumprecht (Cumprecht's shadows). keberadaan infiltrasi sumsum tulang
Hati-hati: bayangan tersebut dapat di- plus limfositosis perifer >10.000/pP''.
jumpai pada penyakit lain atau mun- Namun, diagnosis penyakit ini dapat
cul sebagai fenomena artifisial! Sum- ditegakkan pada nilai hitung sel yang
sum tulang terinfiltrasi oleh CLL. lebih rendah, bila temuan morfologis
Secara imunologis, penyakit ini dan imunologi mendukung. Definisi
berkenaan dengan limfosit B CD23-I- lain menyatakan batasan diagnosis se-
atau CD19-H dan CD5H-. Berbeda de- banyak 5000 sel G D I 9/CD5-H/pl. Pada
ngan pemikiran sebelumnya, sel-sel ini Tabel 5.22, sistem diagnosis diferen-
sebagian memiliki kompetensi imun. sial untuk CLL diperlihatkan.
Terkadang, fenomena autoimun se- Dengan pemeriksaan flow cytome-
perti anemia hemolitik autoimun, ITP try modern, identifikasi populasi sel
atau aplasia eritrosit murni dijumpai. dengan fenotipe imunologis CLL yang

Tabel 5.22 Diagnosis Diferensial Imunologis C L L " .

NHL limfoid B dengan


proses leukemik lainnya

(sampai limfoma sel mantel)

Total nilai biasanya CLL 4-5 NHL lain


118 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

^ b e l 5.23 Klasifikasi Stadium CLL menurut Binet.

mm Usia median ketahanan hidup

Hb >100 g/l dan trombosit Tidak berbeda dengan populasi


>100/nl, <3 regio yang normal
terkena

Hb >100 g/l dan trombosit 6 tahun


>100/nl, >3 regio yang
terkena

14% Hb <100 g/l dan trombosit 2 tahun


<100/nl

KGB inguinal, aksllar, sen/ikal (tak peduli unilateral atau bilateral), limpa dan hati, masing-masing dihitung
Sftjagai setiap 'regio'. . . . . . j , , ^ , , , ^

Tabel 5.24 Klasifikasi Stadium CLL menurut Rai.

Stadium Rai I Stadium 3-Tahap I Karakteristik Usia median ke-


tahanan hidup

Risiko rendah Limfositosis >10.000/pl + lim- >10 tahun


fosit sumsum tulang >40%
t
Limfositosis + KGB 7 tahun

Pertengahan + limpa ± hepatomegali

Limfositosis + Anemia <110 g/l 1,5 tahun

Risiko tinggi + Trombopenia <100/nl

sangat l<ecil sel<alipun dapat dilaku- Karena latar belakang penyakit


kan. Perubahan terkait ditemukan pa- tersebut, diagnosis CLL saat ini masih
da 4 , 4 % dari 500 sukarelawan yang belum tegas.
sehat secara klinis dan berusia di atas Klasifikasi CLL dalam stadium saat
65 tahun^^. Istilah limfositosis sel B ini mengikuti klasifikasi Bine^^ (> Ta-
monoklonal digunakan untuk temuan bel 5.23). Di AS, klasifikasi stadium
tersebut'^''. Nilai temuan ini hanya penyakit ini menurut Rai^^ juga digu-
dapat diperoleh setelah melakukan nakan Tabel 5.24).
pengamatan dalam jangka panjang.
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik i 19

a ^ b ,
Gambar 5.49 Leukemia limfatik kronik (B-CLL).
a) Temuan yang khas pada darah perifer (pandangan umum): proliferasi nyata limfosit kecil;
Gumprecht shadow {-^), prolimfosit (1), paraimunoblas yang meragukan (2), monosit (3)
b) Darah perifer: selain limfosit, terdapat sebuah sel blastoid (paraimunoblas); artefak akibat
pembuatan sediaan apus (x).
120 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.50 Leukemia limfatik kronik (CLL).


a) Sel blastoid (^) (pembesaran 1400 x)
b) Bentuk bias besar dalam darah perifer: paraimunoblas yang tipikal (pembesaran 1400 x)
c) Aspirasi sumsum tulang pada CLL (pandangan umum): selain proliferasi limfosit yang cukup
banyak, sejumlah besar elemen mielopoiesis normal masih dijumpai
d) Aspirasi sumsum tulang pada CLL (apus serpihan sumsum): infiltrasi sel limfatik tampak men-
colok, yang terdiri atas limfosit kecil dan sebuah prolimfosit (->); selain itu, terdapat sebuah nor-
moblas (x).
NB: Limfositosis sumsum tulang juga terjadi pada keadaan selain leukosis limfatik, misalnya
seperti pada mielopati, penyakit autoimun, dan defisiensi besi juvenil. Sebagian nodul limfoid
sumsum tulang yang membesar secara reaktif atau tampak normal secara kebetulan
setelah diaspirasi bahkan dapat memberikan kesan suatu infiltrasi limfatik difus di sumsum
tulang (> Gambar 4.1 d).
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 121

Leukemia Prolimfosit Sel B


Leukemia prolimfosit sel B (> Gambar
5.52) merupakan suatu neoplasia lim-
fatik yang langka dengan keterlibatan
darah, sumsum tulang dan limpa. Agar
diagnosis dapat ditegakan, >55% pro-
limfosit harus terdapat dalam darah.
Kasus dengan CLL yang sedang meng
alami transformasi dan peningkatan
proporsi sel prolimfosit tidak dimasuk-
kan ke dalam kategori ini.
Secara morfologis, sel limfatik bu-
lat berukuran sedang tampak men-
colok. Secara imunologis, sel-sel ini
mengekspresikan imunoglobulin per-
mukaan secara kuat (IgM ± IgD) dan
antigen sel B (GDI 9, CD20, C D 2 2 ,
CD79a dan b, FMC7). CD5 tidak
ditemukan pada 1/3 kasus. CD23 bi-
asanya tidak diekspresikan. Prognosis
penyakit ini buruk.

Limfoma Limfoplasmositik
(Penyakit Waldenstrom)

Limfoma limfoplasmositik (^ Gam-


bar 5.53) merupakan suatu neoplasia
sel B yang biasanya disertai infiltrasi
di sumsum tulang, KGB dan limpa
dengan limfosit B kecil, limfosit plas-
masitoid dan sel plasma. Pada ke-
banyakan kasus, terdapat paraprotein
IgM monoklonal dengan konsentrasi
sebesar >30 g/l. Perjalanan penyakit
seperti leukemia dengan manifestasi
penyakit yang dapat terlihat dari gam-
Gambar 5.51 Leukemia limfatik kronik (CLL). baran darah jarang terjadi.
a) Apus darati: sebagian limfosit tampak memi- Secara imunologis, sel-sel ini
liki takik pada B-CLL (pembesaran 750 x)
mengekspresikan-imunoglobulin per-
b) Apus darah: stadium lanjut CLL dengan
atipia elemen sel limfatik yang nyata (pem- mukaan, kebanyakan tipe IgM, terka-
besaran 750 x) dang IgG, dan jarang IgA. Sel-sel
c) Preparat aspirasi kelenjar getah bening: ini memiliki penanda sel B (CD19,
CLL proliferatif tampak sangat mencolok; se-
C D 2 0 , C D 2 2 , CD79a) dan negatif
lain limfosit kecil, paraimunoblas bertambah
(dikonfirmasi dengan pemeriksaan histologis). untuk C D 5 , CD10, dan C D 2 3 . CD43
122 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.52 Leukemia prolimfosit.


a) Prolimfosit tipikal, bayangan inti (^)
b) Kasus lain dengan nukleolus yang dapat dikenali dengan jelas.

Gambar 5.53 Limfoma limfoplasmositik/penyakit Waldenstrom.


a) Limfosit kecil tampak dominan dengan hanya sedikit peningkatan sel plasma dl sumsum tu-
lang; selain itu, sel mast jaringan terkadang bertambah (tidak ada dalam gambar)
b) Temuan khas pada preparat aspirasi KGB
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 123

Gambar 5.53 Limfoma limfoplasmositik/penyakit Waldenstrom, (lanjutan)


c) Peningkatan limfosit dengan sel plasma dan sel plasmasitoid di sumsum tulang
d) Limfoma limfoplasmositik polimorf (gammopati IgM monoklonal, konsentrat leukosit): sem-
buran leukemik elemen blastoid dan elemen proplasmositik ke dalam darah perifer; selain itu,
terdapat limfosit normal
e) Limfoma limfoplasmositik (sumsum tulang)
f) Limfoma limfoplasmositik (konsentrat leukosit): badan inklusi protein kristalin pada beberapa
sel (^).
124 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sunnsum Tulang

dapat dijumpai atau tidak. Perjalanan Hairy Cell Leukemia


penyakit ini relatif jinak.
Hairy cell leukemia (r- Gambar 5.55)
merupakan neoplasia sel B yang lang-
Limfoma Zona IVIarginal Limpa
ka dengan keterlibatan sumsum tulang,
Limfoma zona marginal limpa limpa dan perubahan, biasanya penu-
Gambar 5.54) merupakan suatu runan, hitung sel neoplastik di darah
neoplasia yang langka dari limfosit B perifer. Secara morfologis, sel-sel neo-
kecil dengan keterlibatan yang men- plastik ini dikenali sebagai sel limfoid
colok di limpa. KGB lokoregional di berukuran kecil sampai sedang dengan
dekat limpa dan sumsum tulang dapat inti sel yang oval atau memiliki takik
terkena. Di darah perifer, sel-sel neo- ke dalam. Struktur inti tampak retikular
plastik tampak mencolok sebagai lim- dan sedikit padat ketimbang pada lim-
fosit bervili. Secara imunologis, sel-sel fosit normal. Sitoplasmanya luas, se-
ini memiliki IgM permukaan dan IgD bagian tampak 'berbusa' dan memper-
serta CD20+, CD79a+, CD5-, CD10-, lihatkan penjuluran berbentuk seperti
CD23-, dan CD43-. rambut pada sediaan apus darah.

Gambar 5.54 Limfoma zona marginal limpa.


a) Pada sel di atas, vili yang terorientasi pada kutub sel tampak jelas; sel ini memiliki Inti dengan
konfigurasi yang lebar dan sebuah nukleolus yang jelas dikenali.
b) Sel dengan sebagian inti yang berlobus, nukleolus yang dapat dikenali dan penjuluran sito-
plasma yang bervili.
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 125

9*

c •••6

'O OT

1 * ^

Gambar 5.55 Hairy cell leukemia.


a, b) Temuan sel yang khas pada apus darah
c) Hasil reaksi fosfatase asam yang resisten terhadap tartrat pada sel berambut (bukan merupa-
kan temuan mutlak yang memastikan diagnosis!)
d) Sel berambut pada sediaan apus sumsum tulang: morfologi sel kurang baik diidentifikasi; pada
sepertiga bawah gambar, terdapat sebuah sel mast jaringan dan sebuah normoblas basofilik.
126 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Pada sediaan apus sumsum tu- dan sitoplasma yang tampak sedikit
lang, penjuluran sitoplasma berben- basofilik. Pasien biasanya mengalami
tuk rambut tersebut sulit dilihat dan leukositosis yang bermakna (50.000/pl)
dapat terlewatkan. Di sumsum tulang, dan tidak mengalami monositopenia.
biasanya terdapat fibrosis serat retiku-
lin pada infiltrat sel berambut (hairy IVIieloma Sel Plasma
ce//). Karena itu, aspirasi kering se- (Mieloma Multipel)
ring diperoleh pada pungsi sumsum
tulang. Karena sel terfiksasi pada infil- Mieloma multipel (r- Gambar 5.56
trat tersebut, penemuan sel berambut dan > Gambar 5.57) merupakan neo-
pada sediaan apus sumsum tulang se- plasia sel plasma dengan keterlibatan
ring kali semakin sulit. multifokal tulang dan imunoglobulin
Akibat infiltrasi sumsum tulang, monoklonal dalam serum. Manifestasi
pansitopenia dengan splenomegali di tulang berupa lesi tunggal yang ri-
biasanya mendominasi pada pasien. ngan hingga lesi yang ganas dengan
Nilai hitung sel berambut dalam sir- destruksi tulang akibat ekspansi tu-
kulasi biasanya kecil. Selularitas di mor dengan hiperkalsemia, serta se-
sumsum tulang terkadang berkurang bagian berupa infiltrat di luar tulang.
nyata. Temuan yang khas adalah mo- Infiltrasi sumsum tulang menimbul-
nositopenia di darah perifer. kan insufisiensi sumsum tulang pada
Pada pemeriksaan sitokimia, sel perjalanan penyakit selanjutnya, yang
berambut memberikan hasil positif biasanya dimulai dengan anemia (>
untuk fosfatase asam yang resisten Tabel 5.27). Imunoglobulin monok-
terhadap tartrat. Akan tetapi, reaksi lonal ditemukan pada 9 9 % pasien
tersebut tidak spesifik sehingga bukan dalam serum atau urine. Pada 5 0 %
merupakan persyaratan mutlak untuk pasien, terdapat paraprotein IgG, se-
penegakan diagnosis. Secara imuno- dangkan paraprotein IgA pada 2 0 %
logis, sel-sel tersebut positif memiliki pasien. Pada 1 5 % pasien, rantai ri-
imunoglobulin permukaan (IgM/lgD, ngan imunoglobulin ditemukan. Aki-
IgG atau IgA) dan mengekspresikan an- bat penyakit ini dapat berupa hiper-
tigen sel B (CD19-^, CD20-h, CD22+, viskositas, amiloidosis dan insufisiensi
CD79a-i-, tetapi bukan CD79b). Sel-sel ginjal.
ini biasanya CD5-, G D I 0-, CD23- dan Intisari diagnosis neoplasia sel
mengekspresikan GD11 c (kuat), CD25 plasma adalah diagnosis sumsum tu-
(kuat), FMC7 dan G D I 03. lang dengan bukti terjadinya infiltrasi
sel plasma. Selain jumlah sel plasma,
Varian Hairy Cell Leukemia polimorfologi sel plasma sampai pem-
bentukan sel yang aneh, kecende-
Penyakit ini menyerupai leukemia sel rungan munculnya banyak inti dalam
berambut yang tipikal pada gambaran satu sel dan pembentukan sarang sel
histologis sumsum tulang dan limpa. plasma berarti penting.
Namun, sel-sel yang beredar di peri- Secara imunologis, sel plasma
fer memiliki sebuah inti sel yang bu- mengekspresikan imunoglobulin sito-
lat atau oval dengan nukleolus yang plasma, tetapi bukan imunoglobulin
mencolok (serupa dengan prolimfosit) permukaan. Penanda sel B biasanya
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 127

tidak ditemukan (CD19-, CD20-). gambaran diferensial darah. Perjalan-


CD38 dan CD79a biasanya positif. an penyakit ini ganas.
Pembahasan mengenai faktor risiko si-
togenetik dan molekular masih belum
Varian Mieloma Sel Plasma menurut
tuntas. Klasifikasi stadium mieloma
multipel kini mengikuti sistem penen-
tuan stadium internasionaP^ Klasi- M i e l o m a non-sekretorik

fikasi menurut Salmon dan Durie^° su- Mieloma indolen


dah ditinggalkan.
Mieloma 'laten'
Pada kasus-kasus yang langka
(1%), terdapat mieloma non-sekreto- L e u k e m i a sel p l a s m a
rik. Pasien dengan mieloma yang in-
dolen dan 'laten' memenuhi kriteria
Gammopati Monoklonal
diagnostik untuk mieloma sel plasma,
dengan Kepentingan
tetapi tidak bergejala dan tidak meng-
yang Belum Diketahui (GM)
alami osteolisis, insufisiensi ginjal
atau hiperkalsemia. Setiap kriteria Gammopati monoklonal dengan
dicantumkan pada ^ Tabel 5.25. kepentingan yang belum diketahui
Pada leukemia sel plasma, terda- (r- Gambar 5.56) ditentukan dengan
pat >2000 sel plasma/pl atau >20% adanya protein (M) monoklonal dan
sel perifer berupa sel plasma pada tidak terpenuhinya kriteria untuk

Tabel 5.25 Kriteria Diagnostik untuk Mieloma Sel Plasma (Mieloma Multipel) menurut WHO'^i

Diagnosis mieloma sel plasma memerlukan sedikitnya:


• sebuah kriteria mayor d a n sebuah kriteria m i n o r atau
• t i g a k r i t e r i a m i n o r t e r m a s u k (1) d a n (2).
• Selain k r i t e r i a - k r i t e r i a t e r s e b u t , g e j a l a d a n p e r j a l a n a n p e n y a k i t y a n g p r o g r e s i f harus d i t e m u -
kan.

Kriteria mayor

Sel plasma di sumsum tulang >30%

Plasmositoma yang terlihat dari biopsi ^

fprotein M: serum: IgG >35 g/l, IgA >20 g/l urine: 1 g/24 jam atau protein
Bence Jones

Kriteria minor

Sel plasma di sumsum tulang antara 10-30%

Terdapat protein M, tetapi lebih sedikit secara kuantitatif ketimbang pada


kriteria mayor

!|Osteolisis

Imunoglobulin normal <50% penurunan IgG <6,0 g/l, IgA <1,0 g/l, IgM
<0,5 g/l .
128 5. Morfologi Perubahan Patologis dl Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.56 Mieloma multipel, mieloma sel plasma dan gammopati monoklonal dengan kepen-
tingan yang belum diketahui.
a) Hasil aspirasi sumsum tulang, GM: diskret, perubahan inti yang jarang dapat dikenali pada sel
plasma yang bertambah
b) Hasil aspirasi sumsum tulang, mieloma Bence-Jones: sel plasma yang kehilangan diferensiasi-
nya (= sel mieloma); sitoplasma memiliki granula azurofilik (jarang)
c) Hasil aspirasi sumsum tulang, mieloma IgA; sel plasma dengan sitoplasma yang luas, inti beru-
kuran besar yang tidak matang, kehilangan gambaran struktur kromatin kasar bergumpal yang
khas pada sel plasma normal; nukleolus yang jelas
d) Hasil aspirasi sumsum tulang, mieloma IgG: derajat kehilangan diferensiasi lebih kecil ketim-
bang pada b) dan c)
e) Hasil aspirasi sumsum tulang: sel mieloma dengan pembentukan badan Russell yang men-
colok (lihat juga ^ Gambar 3.19 e, f, g, h).
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 129

Tabel 5.26 Kriteria Diagnostik untuk Gammopati Monoklonal dengan Kepentingan yang Belum
Diketahui, Mieloma 'Laten' dan Mieloma Indolen menurut WHO^'.

Gammopati monoklonal dengan kepentingan yang belum diketahui (GM)

Terdapat protein M, tetapi tidak sesuai dengan kriteria mieloma


Sel plasma di sumsum tulang <10%
Tidak terdapat osteolisis
Tidak terdapat gejala yang sesuai dengan mieloma

Mieloma 'Laten'

Kriteria penyakit ini sesuai dengan kriteria untuk GM (lihat atas) hingga:
• Protein M: nilai seperti pada mieloma multipel (> Tabel 5.23)
• Sel plasma di sumsum tulang 10-30%

Mieloma Indolen
1
Kriteria penyakit ini sesuai dengan kriteria untuk mieloma sel plasma (> Tabel 5.23) hingga:
• Protein M dalam serum: IgG <70 g/l, IgA <5 g/l
• Hanya sedikit (<3) osteolisis, dan tidak terdapat fraktur kompresi pada keadaan ini
• Nilai Hb, Ca serum dan kreatinin normal
• Tidak ada infeksi.
m
Tabel 5.27 Klasifikasi Stadium Mieloma Multipel yang Sesuai dengan Sistem Penentuan Sta-
dium Internasional".

Mikroglobulin serum <3,5 mg/l, albumin serum 62


> 35 g/l

Bukan termasuk dalam stadium I maupun III, me- 44


lainkan
• Mikroglobulin serum <3,5 mg/l, tetapi albumin
serum <35 g/i atau
• Mikroglobulin p^ serum 3,5 sampai <5,5 mg/l; al-
bumin serum dengan sembarang nilai

Mikroglobulin p, serum >5,5 mg/l

mieloma multipel, penyakit Walden- dikenal dengan sebutan gammopati


strom atau amiloidosis primer. Kriteria monoklonal jinak. Namun, sebagian
diagnostik penyakit ini disajikan pada pasien penyakit ini dapat mengalami
Tabel 5.26. Gammopati ini dahulu mieloma multipeP^.
130 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

Gambar 5.57 Mieloma multipel.


a) Aglomerasi (pseudoaglutinasi) eritrosit yang l<has berbentuk seperti rantai pendek pada
gammopati monoklonal
b, c, d) Mieloma multipel (sumsum tulang), pada c dengan nukleolus yang jelas
e) Hasil aspirasi sumsum tulang: sel mieloma berinti banyak
f) Sel plasma yang 'membara' (kebanyakan tipe IgA)
g) Apus darah: Leukemia sel plasma (posisi inti sel plasma yang khas terletak secara eksen-
trik pada gambar ini tidak dapat dilihat dengan baik karena sel plasma ini sangat kecil)
h) Sel mieloma di sumsum tulang, kiri bawah terdapat badan inklusi kristalin pada sel plasma
(temuan yang langka).
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 131

Limfoma Follicular ngan inti yang panjang, berlekuk atau


bertakik ke dalam. Sitoplasmanya
Limfoma folikular (LF) {> Gambar tampak basofilik ringan. Sentroblas
5.58) merupakan suatu neoplasia sel- merupakan sel besar dengan inti bulat
sel B sentral folikel (sentrosit dan sen- sampai oval, yang terkadang disertai
troblas). Pada gambaran histologi, hal lekukan ke dalam. Pada kromatin inti
tersebut paling tidak sebagian menun- yang homogen, satu sampai tiga nuk-
jukkan struktur folikel. Tata nama yang leolus yang berada di perifer dapat
klasik untuk kelainan ini adalah pe- terlihat. Sitoplasma tampak basofilik.
nyakit Brill-Symmers. Limfoma foliku- Secara imunologis, sel-sel ini me-
lar menginvasi kelenjar getah bening, miliki Ig permukaan, Bcl2-i-, CDlO-i-,
sumsum tulang, limpa dan terkadang CDS- dan CD43-. Sel tersebut mengeks-
cincin Waldeyer. Keterlibatan darah presikan penanda sel B (CD19-I-,
perifer tidak terlalu sering ditemukan. CD20-i-, CD22H-, Cd79a-H). Secara sito-
Secara morfologis, campuran sen- genetik, pada 70-95% kasus, terdapat
trosit dengan sentroblas khas dijum- t(14;18)(q32;q21) dengan tata ulang
pai. Sentrosit merupakan suatu sel (rearrangement) BCL2.
berukuran kecil sampai sedang de-

Gambar 5.58 Limfoma folikular.


a) Sitologi kelenjar getafi bening yang khas dengan sentroblas (i); selain limfosit yang tampak
gelap, terdapat sejumlah besar sentrosit bertakik yang tersebar (histologi: Prof. Lennert, Kiel)
b) Infiltrasi sumsum tulang akibat limfoma folikular: sentrosit (i), sentroblas (11).
132 5. Morfologi Perubahan Patologis dl Darah dan Sumsum Tulang

Limfoma Sel Mantel negatif hingga positif lemah. Pada se-


mua kasus, terdapat protein bcl-2 dan
Limfoma sel mantel merupakan suatu secara praktis, semuanya mengek-
neoplasia sel B dengan morfologi sel spresikan cyclin D l . Pada pemerik-
kecil monomorf. Sel-sel ini memiliki saan sitogenetik pada 70-95% kasus,
inti dengan tepi yang tidak teratur. Sel terdapat t d l ;14)(q13;q32) dengan
tersebut menyerupai sentrosit pusat tata ulang (rearrangement) cyclin D l .
folikel, dengan tepi intinya yang tidak Perubahan tersebut menimbulkan de-
begitu iregular Gambar 5.59). Se- regulasi siklus sel.
cara klinis, kelainan ini paling sering
ditemukan di kelenjar getah bening,
Limfoma Sel B Sel Besar Difus
kemudian limpa dan sumsum tulang,
tetapi juga ditemukan di saluran cerna Limfoma sel B sel besar difus (atau
dan cincin Waldeyer. Invasi sel-sel ini limfoma nonHodgkin) merupakan
ke dalam darah terutama terjadi pada suatu neoplasia agresif yang cepat
perjalanan penyakit yang progresif. menimbulkan kematian bila tidak
Prognosis limfoma sel mantel buruk. ditangani. Dengan kemoterapi yang
Secara imunologis, penyakit ini modern, angka penyembuhan kelain-
mengenai sel B dengan bukti adanya an ini cukup tinggi. Pasien memperli-
IgM permukaan dengan atau tanpa hatkan massa tumor nodal dan ekstra-
IgD. Sel-sel ini bersifat CD5-I-, bia- nodal yang biasanya besar dan cepat
sanya CD10-, bcl-6 negatif, CD23 berkembang. Keterlibatan sumsum

a
Gambar 5.59 Limfoma sel mantel.
a) Konsentrat leukosit: elemen sel bertakik yang khas (cleaved cell)
b) Konsentrat leukosit: secara morfologis tampak ketiadaan diferensiasi, monosit (-^) (histologi
dikonfirmasi: Prof. Lennert, Kiel).
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 1 33

Gambar 5.60 Limfoma sel B sel besar difus.


a) Varian sentroblastik NHL sel besar difus (preparat aspirasi KGB, histologi dikonfirmasi: Prof.
Lennert, Kiel)
b) Varian imunoblastik NHL sel besar difus: imunoblas yang kehilangan diferensiasinya dalam
derajat besar dengan nukleolus yang sebagian sangat membesar (preparat aspirasi KGB, his-
tologi dikonfirmasi: Prof. Lennert, Kiel)
c) Varian imunoblastik NHL sel besar difus: sitologi KGB, perhatikan nukleolus tunggal yang
pucat, besar dan terletak di sentral
d) NHL sel besar difus dengan perjalanan penyakit yang menyerupai leukemia: tiga sel di darah
perifer.
134 5. Morfologi Perubafian Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

tulang dapat ditemukan, invasi sel-sel Tabei 5.28 Klasifikasi Neoplasia Sel T dan Sel
ini ke dalam darah jarang terjadi dan NK menurut WHO (diadaptasi menurut^).
biasanya merupakan pertanda prog-
Neoplasia prekursor T Proporsi
nosis penyakit yang sangat buruk. dalam % dari
Secara sitologis, terdapat sel-sel semua NHL
limfoid besar yang bertransformasi Leukemia limfoblastik 1,7%
Gambar 5.60). Terdapat dua varian prekursor T (T-ALL) /
yang dapat dikenali, meskipun varian- limfoma limfoblastik T
varian ini tidak dapat ditampilkan Neoplasia sel T dan sel
ulang dengan baik oleh pemeriksa NK (perifer) matur
yang berbeda-beda. Varian sentro- Perjalanan menyerupai
blastik terdiri atas sel limfoid berukur- le
an sedang sampai besar dengan inti Leukemia prolimfosit sel T <1%
bulat, kromatin berstruktur retikular Leukemia limfosit granular <1%
dan hingga 4 nukleolus yang terletak besar (large granular lym-
di perifer. Sitoplasma sel ini tampak phocyte, LGL) sel T
basofilik. Pada varian imunoblastik, Leukemia sel NK agresif <1%
>90% sel merupakan imunoblas de- Limfoma/leukemia sel T <1%
ngan sebuah nukleolus tunggal besar dewasa
yang terletak di sentral pada inti sel.
Sitoplasma varian ini luas dan tampak
Mycosis fungoides
basofilik kuat. Selain itu, masih terda-
pat varian yang kaya akan sel T dan Sindrom Sezary
suatu varian anaplastik. Limfoma sel besar ana-
plastik kutan primer
Secara imunologis, sel-sel ini
mengekspresikan antigen sel B seperti Manifestasi ekstranodal lain
G D I 9, CD20, CD22 dan CD79a. Na- Limfoma sel T/NK ekstra- <1 %
mun dalam konteks ini, defek juga nodal, tipe nasal
dapat timbul. Pada 50-75% kasus, Limfoma sel T dengan tipe <1 %
imunoglobulin permukaan atau sito- enteropati
plasma dapat ditemukan. Limfoma sel T hepatosple- <1 %
nik
Limfoma sel T yang <1%
5.7.4 Neoplasia Sel T menyerupai panikulitis
dan Sel NK subkutan

Neoplasia sel T dan sel NK merupakan


sekitar 12% dari semua limfoma non- Limfoma sel T angioimu- 1,2%
noblastik
Hodgkin yang terdiagnosis. Neopla-
sia ini juga tercakup dalam klasifikasi Limfoma sel T perifer yang 3,7%
tidak spesifik
W H O dan terbagi-bagi dalam banyak
Limfoma sel besar ana- 2,4%
subkelompok yang langka, yang tidak
plasj«k ( A J L £ L ^ _ ^
dapat dibahas secara mendetail dalam
buku ini Tabel 5.28). Banyaknya Neoplasia dengan diferensiasi dan klasi-
fikasi turunan sel yang tidak jelas
entitas penyakit ini timbul dari sel-sel
T yang mengalami pematangan secara Limfoma sel NK blastik <1 %
5.7 P a t o m o r f o l o g i S i s t e m L i m f a t i k 135

imunologis d a n p a s c a t i m u s . N e o p l a - p e n y a k i t bersifat i n d o l e n . S e c a r a I m u -
sia sel T dan sel N K m e m i l i k i sebagian nologis, terdapat berbagai v a r i a n pe-
karakteristik fungsional d a n i m u n o l o - nyakit y a n g b e r b e d a .
gis y a n g seragam sehingga d i m a s u k -
kan b e r s a m a - s a m a d a l a m klasifikasi Leukemia Sel NK Agresif
yang sesuai.
Hanya sedikit entitas penyakit L e u k e m i a ini m e r u p a k a n suatu p e n y a -
y a n g m e m i l i k i arti praktis nyata p a d a kit dengan perjalanan p e n y a k i t y a n g
diagnosis dengan gambaran diferen- agresif dengan invasi sistemik oleh
sial d a r a h d a n s e d i a a n s u m s u m t u - sel NK. Biasanya infiltrasi sumsum
lang. t u l a n g , hati d a n l i m p a m e n d o m i n a s i
dengan invasi sel-sel l e u k e m i k , tetapi
Leukemia Prolimfosit Sel T manifestasi klinis lain dapat d i j u m p a i .
Pasien m e n g a l a m i gejala u m u m d a n
L e u k e m i a prolimfosit sel T m e r u p a k a n d e m a m . Sel-sel N K y a n g beredar agak
suatu l e u k e m i a sel T y a n g ganas dan lebih besar d a r i p a d a L G L n o r m a l dan
langka. Manifestasi k l i n i s n y a adalah dapat m e m i l i k i inti dengan tepi y a n g
serangan l e u k e m i k di s u m s u m t u l a n g , tidak teratur. Sel ini m e m i l i k i sitoplas-
invasi sel ke d a l a m darah perifer, se- m a y a n g luas d a n t a m p a k basofilik p u -
rangan l e u k e m i k di K G B , hati, l i m p a cat. Secara i m u n o l o g i s , sel-sel ini ber-
dan kulit. Prognosisnya buruk. S e c a r a sifat CD2-H, C D 3 - , CD56-h-h, CD16+
morfologis, kelainan ini mengenal d a n CD57-I-. V i r u s Epstein-Barr tidak
prolimfosit berukuran kecil sampai ditemukan meskipun penyakit ini
sedang. Secara i m u n o l o g i s , sel-sel ini menunjukkan keterkaitan y a n g kuat
bersifat C D 2 + , C D 3 - h d a n C D 7 + ; eks- dengan Infeksi E B V .
presi C D 3 m e m b r a n dapat m e l e m a h .
Pada 6 0 % kasus, sel ini bersifat C D 4 - h ,
Leukemia Sel T Dewasa / Limfoma
CD8-; pada 2 5 % kasus, bersifat C D 4 +
Sel T
d a n CD8-I-; pada 1 5 % kasus, sel terse-
but bersifat C D 4 - dan C D 8 - h . Neoplasia yang langka dan sangat
agresif ini d i s e b a b k a n virus HTLV-1
y a n g m e n y e b a r terutama di Jepang,
Leukemia LGL ( L a r g e G r a n u l a r
daerah K a r i b i a dan A f r i k a tengah. Se-
L y m p h o c y t e ) Sel T
c a r a klinis, keterlibatan luas kelenjar
L e u k e m i a L G L sel T m e r u p a k a n suatu getah bening kulit dan perjalanan
penyakit y a n g heterogen d a n l a n g k a . penyakit y a n g m e n y e r u p a i leukemia
S e c a r a morfologis, t a m p a k peningkat- biasanya dijumpai. Berbagai varian
an persisten limfosit besar bergranula klinis dapat d i t e m u k a n . D e n g a n m i -
antara 2000 dan 20.000/pl dalam kroskop, sel-sel ini t a m p a k b e r u k u r a n
darah perifer. Penyakit ini terutama sedang s a m p a i besar, sering m e m i l i k i
timbul di s u m s u m t u l a n g , d a r a h , hati inti berlobus b a n y a k y a n g sangat he-
d a n l i m p a . Terdapat neutropenia y a n g terogen dengan kromatin bergumpal
m e n c o l o k dengan atau tanpa a n e m i a . d a n sebagian dengan n u k l e o l u s y a n g
Fenomena autoimun juga diamati. dapat dilihat dengan j e l a s . Sitoplasma
Pada kebanyakan kasus, perjalanan sel ini t a m p a k basofilik kuat. Selain
136 5. Morfologi Perubafian Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

itu, selalu terdapat sejumlah kecil sel


yang lebih menyerupai bias. Secara
imunologis, sel-sel ini bersifat CD2-I-,
CD3-t-, CD5+, CD25-I- dan kebanyak-
an bersifat CD7-.

Mycosis Fungoides
dan Sindrom Sezary

Mycosis fungoides merupakan suatu


limfoma sel T yang matang secara
imunologis, yang dimulai dengan in-
filtrasi kulit oleh sel T berukuran ke-
cil sampai sedang dengan struktur
inti berlekuk (serebriform, berbentuk
otak). Penyakit ini merupakan limfoma
sel T primer tersering di kulit. Setelah
terlokalisasi di kulit selama bertahun-
tahun, penyakit ini dapat berkembang
dengan sifat seperti tumor kulit dan
eritrodermia dan lalu menimbulkan
manifestasi di K G B , sumsum tulang,
hati dan limpa.
Sindrom Sezary merupakan suatu
varian mycosis fungoides yang ber-
sifat agresif. Pada sindrom ini, terda-
Gambar 5.61 Sindrom Sezary pada mycosis
pat eritrodermia, infiltrasi ke KGB dan fungoides.
perjalanan penyakit seperti leukemia. a) Apus darah: sel-sel berbentuk seperti otak
Sel-sel penyakit ini berukuran sedang, (preparat Prof. Loffler, atas kebaikan Beliau);
memiliki inti berbentuk seperti otak b) Apus darah: sel-sel serebriform yang khas.
dan sitoplasma yang tidak bergranula
dan tampak basofilik pucat (r- Gambar
5.61). Penegakan diagnosis sindrom 5 . 7 . 5 Limfoma Hodgkin
Sezary memerlukan bukti keberadaan
(Limfogranulomatosis)
sel terkait di darah perifer. Tidak ter-
dapat suatu kriteria seragam yang me- Limfoma Hodgkin biasanya muncul di
nentukan batasan jumlah sel untuk KGB regio servikal dan paling sering
diagnosis". Namun, banyak penelitian dijumpai pada orang dewasa muda.
menunjukkan bahwa jumlah minimal Selain manifestasi klinis di KGB, massa
sel yang diperlukan untuk diagnosis tumor ekstranodal dapat ditemukan
sebanyak 1000/pl. Secara imunologis, dan mengenai limpa, hati dan sumsum
sel-sel ini bersifat GD2H-, CD3-I-, TCRp-n, tulang. Subklasifikasi histologis penya-
CD5H- dan CD7±. Pada kebanyakan ka- kit Hodgkin tidak akan dibahas di sini.
sus, sel-sel ini bersifat CD4+; kasus de- Tumor ini memiliki sel berinti tung-
ngan CD8+ jarang ditemukan. gal dan berinti banyak (sel Hodgkin
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 137

Gambar 5.62 Limfoma Hodgkin.


a) Preparat aspirasi KGB: sel Hodgkin muda (-»); selain itu, terdapat infiltrasi limfatik reaktif
b) Gambaran sel KGB yang tipikal dengan sel Sternberg dan eosinofil (x) (pembesaran 400 x)
c) Sel Reed-Sternberg
d) Sitologi kelenjar getah bening (pandangan umum): limfosit dan sel Hodgkin.
138 5. Morfologi Perubafian Patologis di Darah dan Sumsum Tulang

dan sel Reed-Sternberg) dalam jumlah Pada klasifikasi stadium penya-


yang relatif sedikit dan menunjuk- kit, sediaan apus sumsum tulang pa-
kan infiltrasi yang nyata dengan sel sien dengan penyakit Hodgkin se-
inflamatorik non-maligna. Sel Reed- ring diperiksa. Namun, bukti sitologi
Sternberg berukuran sangat besar. keberadaan infiltrasi tersebut secara
Sel-sel ini memiliki sitoplasma yang praktis tidak pernah ditemukan. Hal
luas dan tampak basofilik ringan serta ini dapat berkaitan dengan fakta bah-
pembentukan lobus inti sedikitnya da- wa gambaran fibrosis ditemukan pada
lam dua bagian, atau sel tersebut ber- varian histologis tersering penyakit
inti banyak. Sel Hodgkin merupakan Hodgkin, yaitu sklerosis nodular. Hal
varian sel tumor yang berinti tunggal. ini membuat sel-sel tidak dapat terse-
Temuan yang mencolok adalah nuk- bar dalam sediaan apus. Pada peme-
leolus raksasa ('mata burung hantu'). riksaan sitologi, sel-sel tersebut sering
Sel-sel tumor ini kebanyakan me- disalah-tafsirkan sebagai megakariosit
nyerupai bentuk bunga (raseffe) yang muda.
dikelilingi sel T (r- Gambar 5.62).
BAB
Tumor Solid di
Sumsum Tuiang
Pembuktian adanya sel karsinoma ketimbang bila sumsum tulang benar-
atau sel sarkoma pada hasil aspirasi benar terkena pada proses metastasis,
sumsum tulang lebih jarang berhasil Persyaratan untuk mendapatkan ha-

Gambar 6.1 Sel-sel tumor solid dl sumsum tulang; a) Pembesaran untuk gambaran
umum: sarang sel karsinoma yang khas; b) Metastasis karsinoma payudara; c) Karsinoma
bronkus non-sel kecil; d) Karsinoma musinosa saluran cerna.

139
140 6. Tumor Solid di Sumsum Tulang

Gambar 6.1 Sel-sel tumor solid di sumsum tulang (lanjutan)


e) Metastasis melanoma;
f) Sarkoma Ewing: kumpulan sel tumor yang khas dengan vakuola sitoplasma;
g) Metastasis hipernefroma (gambaran umum); h) Metastasis hipernefroma (pembesaran 1200x
dari gambar g).
6. Tumor Solid di Sumsum Tulang 141

sil yang semaksimal mungkin adalah gan tumor primer berdasarkan karak-
teknik pungsi dan teknik pembuatan teristik sitomorfologis setiap sel tumor
sediaan apus yang optimal serta pe- sangat tidak meyakinkan. Dengan pe-
meriksaan menyeluruh berbagai pre- meriksaan imunohistologi dan imu-
parat pada pembesaran untuk menda- nositologi, hal tersebut dapat menjadi
patkan gambaran umum. lebih baik. Pada gambar, diagnosis
Hanya kelompok sel tumor yang organ khusus dikonfirmasi dengan
berbentuk seperti sarang yang berlaku pemeriksaan klinis dan histologis
sebagai temuan mikroskopik yang Gambar 6.1).
khas dan berguna untuk kepentingan (Keterangan mengenai reaksi leu-
diagnostik bila morfologinya tetap kemoid darah pada karsinosis sum-
baik. Kesimpulan mengenai lokasi or- sum tulang r Bagian 5.3.2.)
142
BAB
Metode Pemulasan dan
Teknik Imunositologis

Pada bagian berikut, metode-metode • Bilas bersih


pemeriksaan sitokimiawi dengan tek- • Keringkan di udara.
nik yang klasik akan diuraikan. Saat
ini, tersedia kit komersial untuk pemu-
Reagen
lasan yang terkait dengan praktik lab.
• Larutan May-Grunwald
• Larutan Giemsa encer: 4,5 ml larut-
7.1 Pulasan Panoptik an Giemsa + 100 ml Aqua bidest
menurut Pappenheim dengan dapar
• Aqua bidest dengan dapar (pH 7,2):
Indikasi dan Penilaian larutkan 1,14 g Na2HPO^x2H20
+ 0,41 g K H / O ^ dalam 1000 ml
Deskripsi sel-sel pada sediaan apus Aqua bidest
diferensial darah dan apus sumsum
tulang.
7.2 Pulasan Supravital
Teknik
Retikulosit dengan
Brillant Cresyl Blue
• Gunakan apus darah dan sumsum
tulang yang sudah dikeringkan di Indikasi dan Penilaian
udara
• Letakkan sediaan dalam larutan Pulasan untuk pemeriksaan hitung
May-Griinwald selama 5 menit retikulosit. Bergantung pada laborato-
• Bilas bersih dengan air riumnya, pemeriksaan mikroskop se-
• Rendam dengan larutan Giemsa cara manual masih diperlukan, tetapi
encer selama 20 menit (dibuat se- dengan adanya alat penghitung sel
gera sebeium ditambahkan) darah yang modern, kesempatan un-

143
144 7. Metode Pemulasan dan Teknik Imunositologis

tuk melakukan penghitungan retiku- Reaksi ini tidak akan positif untuk sel
losit semakin bertambah. prekursor yang tidak matang (misal-
nya, AML MO).
• Identifikasi pasti elemen normal
Teknik
granulopoiesis (kecuali: mieloblas
• Ambil 20 pi darah dan 20 pi larutan yang paling awal), monosit (+)
brillant cresyl blue dengan sebuah • Sel-sel limfatik selalu memberikan
pipet hemoglobin hasil negatif!
• Tuang dalam tabung Eppendorf • Penentuan leukemia mieloid akut
• Campur hingga merata (kecuali: prekursor yang sangat
• Buatlah sediaan apus kira-kira 30 tidak matang - AML MO), eritro-
menit kemudian. leukemia murni (M6b), leukemia
megakariosit
• Diagnosis banding terhadap ALL.
Reagen
NB: Merupakan pulasan yang sangat
• Larutan brillant cresyl blue asli: be- sensitif terhadap minyak imersi dan
rikan 1,5 g garam ganda brillant pembersihannya dengan xylol. Pre-
cresyl blue zinc chlorida (misalnya, parat harus benar-benar ditutup!
Merck Art No. 1.01368 Certistain®)
untuk 100 ml larutan garam dapur
Teknik
isotonik ( 0 , 8 5 % NaCi), dan saring.
• Larutan brillant cresyl blue yang • Gunakan preparat yang berusia 24
akan digunakan: larutan asli 1:80 jam
sampai 1:200 yang diencerkan de- • Fiksasi preparat yang sudah dike-
ngan NaCI 0,9%. Pengenceran yang ringkan udara selama 30 detik da-
optimal harus dilakukan sekali. lam formolalkohol 1 0 % yang sudah
difiltrasi
• Bilas sebentar dengan air mengalir
7.3 Reaksi Peroksidase • Inkubasi preparat selama 15 menit
(POX) dalam larutan pulasan yang dibuat
seperti yang dijabarkan di bawah
(Reaksi POX menurut Schafer dan • Bilas dengan air mengalir
Fischer tanpa benzidin) • Pulas selama 10 menit dengan pe-
warna kontras Hemalaun Mayer
Indikasi dan Penilaian • Produk reaksi: granular merah-
cokelat; kuning-cokelat pada eosi-
Peroksidase merupakan enzim kunci nofil.
pada granulopoiesis. Reaksi peroksi-
dase merupakan suatu pemulasan
Reagen
yang harus dilakukan pada semua
laboratorium hematologis khusus. • Larutan pulasan: larutkan 10 mg
Produk reaksi: granular merah- 3-amino-9-ethylcarbazol dalam 6
cokelat; kuning-cokelat pada eosino- ml dimethylsulfoxide dan campur
fil. Reaksi ini juga memberikan hasil secara merata dengan 50 ml 0,1
positif pada monosit dan prekursornya. mol dapar Michaelis ph 7,4 dan
7 . 4 Pulasan Sudan-Black-B 145

dengan 0,5 ml Hp^ 0 , 3 % , dan lum digunakan, disimpan pada suhu


aquadest hingga 100 ml kamar, dikocok sesering mungkin)
• Pewarna kontras Hemalaun Mayer. • Larutan dapar:
a) 16 gram kristal fenol dilarutkan
dalam 30 ml etanol absolut;
7.4 Pulasan Sudan-Black-B b) 0,3 g Na^HPO^ x 12 H^O dila-
rutkan dalam 100 ml aquadest,
(Pulasan Sudan-Black-B menurut Lison) disimpan pada suhu 4 C; cam-
purkan 15 ml larutan a) -i- 50 ml
Indikasi dan Penilaian larutan b)
• Campuran larutan dapar-zat pewar-
Pulasan Sudan-Black-B merupakan na: 60 ml larutan zat pewarna dan
suatu pulasan lipid. Hasilnya sangat 40 ml larutan dapar dicampurkan,
sesuai dengan reaksi peroksidase kare- kemudian disaring (tahan selama
na derivat Sudan Black terikat dengan 2-3 bulan).
fenol secara oksidatif di sel. Reaksi ini
bergantung pada peroksidase. Karena
itu, reaksi POX merupakan baku emas 7.5 Identifikasi Besi
untuk penentuan diagnosis banding Secara Sitokimia
sel granulopoiesis dan monopoiesis.
(Reaksi Biru Berlin)
Pulasan ini menghasilkan produk re-
aksi yang tampak granular kehitaman. (Reaksi Biru Berlin; Modifikasi menu-
rut Heckner)

Teknik
Indikasi dan Penilaian
• Sediaan yang telah dikeringkan di
udara difiksasi selama 10 menit da- Reaksi besi masih merupakan pemu-
lam uap formol lasan esensial untuk laboratorium he-
• Bilas selama 10 menit dalam air matologis khusus. Reaksi ini terutama
keran yang mengalir penting untuk memperlihatkan sidero-
• Letakkan selama 30 menit dalam blas cincin pada sindrom mielodis-
campuran larutan dapar-zat pewarna plastik. Pemulasan ini memperlihat-
• Bilas dengan alkohol 7 0 % selama kan dengan jelas granula biru.
3 kali, masing-masing dengan al- • Pemastian adanya simpanan besi di
kohol baru sumsum tulang
• Pewarnaan inti dengan Giemsa • Identifikasi simpanan Fe yang atipi-
• Hasil reaksi: hitam, granular. kal atau patologis.

Reagen Teknik

• Larutan formaldehida • Pembuatan sediaan apus sumsum


• Larutan pewarna: campur dan sa- dan sediaan kompresi serpihan sum-
ring 0,3 gram Sudan Black B dan sum yang sempurna secara teknis;
etanol absolut 100 ml (2 hari sebe- harus dibiarkan kering di udara.
146 7. Metode Pemulasan dan Teknik Imunositologis

• Fiksasi 5 menit dalam metil alko- • Reaksi positif tampak granular dan
hol; Pengeringan di udara (sedia- bergumpal pada sebagian ALL,
an yang sudah berusia tahunan infiltrasi bias limfoid pada CML,
bahkan masih dapat dipakai untuk positif granular pada eritroblas
reaksi sitokimiawi Fe); muda pada eritroleukemia, terka-
• Hilangkan lemak dengan eter se- dang pada monoblas pada leuke-
lama 30 detik mia monoblas, terkadang reaksi
• Pulas selama 5 menit dengan larut- difus pada normoblas pada eritro-
an kalium ferosianida yang bersifat leukemia.
asam (lihat uraian berikutnya)
• Bilas tiga kali berturut-turut dengan
Teknik
aquadest
• Beri pulasan inti selama 1-2 menit • Fiksasi dalam formalin 10% (apus-
dengan Hemalaun Mayer. an sumsum tulang) selama 5 menit;
setelah itu, lemaknya dibuang de-
Reagen ngan eter selama 30 detik
• Sediaan diletakkan sebentar dalam
• Larutan kalium ferosianida 1 % ; air mengalir
dapat bertahan selama sekitar 2-3 • Dioksidasi selama 10 menit dalam
bulan bila disimpan dalam botol larutan asam perjodat encer 0 , 5 %
gelap 50 ml (dibuat segera sebeium digunakan);
• HCI 3 7 % (berasap). Pertama-tama dalam tempat yang terlindung dari
sesaat sebeium pemulasan, 0,5 ml cahaya!
HCI berasap dimasukkan ke dalam • Bilas sampai bersih dengan aqua-
50 ml larutan kalium ferosianida dest.
1 % . Dengan demikian, larutan ka- • Celupkan selama 20-30 menit da-
lium ferosianida yang bersifat asam lam reagen Schiff (sedapat mungkin
siap digunakan untuk pemulasan. disiapkan segera sebeium diguna-
kan); dalam tempat yang terlindung
dari cahaya!
7.6 Reaksi PAS • Bilas selama 10-15 menit dengan
air mengalir
(Reaksi PAS menurut Hotchkiss dan • Berikan pulasan kontras Hemalaun
McManus — Modifikasi menurut Mayer selama 1-2 menit
Heckner) • Cuci dengan air mengalir selama
10 menit
Indikasi dan Penilaian • Biarkan kering.
NB: Reaksi akan berhasil paling baik
Reaksi PAS kini dipandang sebagai pada sediaan yang tidak terlalu se-
metode pemeriksaan yang kuno. Pe- gar!
meriksaan ini hanya diperlukan pada Hasil reaksi: merah cerah (merah
keadaan-keadaan tertentu. karmesin), temuan yang spesifik ada-
• Identifikasi glikogen di limfosit lah struktur yang tampak bergumpal
berupa gumpalan kasar dengan butir-butir kasar.
7.7 Reaksi Fosfatase Asam (menurut Loffler) 147

Reagen yang tidak difiksasi memberikan


hasil yang terbaik)
• Metanol • Bilas dengan air keran
• Kristal asam perjodat (contohnya, • 0,4 ml larutan pararosanilin 4 %
Fa. Merck No. 524) dicampur dengan 0,4 ml larutan
0,5 gram ad 100 ml aquadest natrium nitrit 4 % dan didiamkan
• Reagen Schiff menurut Craumann selama sedikitnya 1 menit. Larutan
• Pararosanilin heksasonium pararosanilin yang
• Soda api berwarna kuning cerah diencerkan
• Kalium metabisulfit dengan 30 ml larutan dapar Mi-
• Pewarna Hemalaun Mayer chaelis pH 7,62 dan disesuaikan
• Pembuatan reagen Schiff: dengan 2 N HCI hingga pH men-
Larutkan 0,5 gram pararosanilin capai 5,0-5,1
dalam 15 ml 1 N HCI dengan cara • 10 mg naphtol-as-bi-phosphate di-
dikocok; larutkan 0,5 gram kalium larutkan dalam 2 ml dimetilsulfok-
metabisulfit dalam 85 ml aquabi- sida
dest; campurkan kedua larutan • Larutan heksasonium pararosanilin
tersebut dan biarkan selama 24 jam (pH 5,0-5,1) dipipetkan ke dalam
dalam keadaan gelap dengan suhu 2 ml dimethylsulphoxide sambil
• kamar. Kemudian kocok dengan diaduk dan kemudian disaring ke
300 mg karbon aktif dan saring. dalam gelas kuvet
• Simpan preparat dalam larutan
inkubasi selama 4 jam pada suhu
7.7 Reaksi Fosfatase kamar
Asam (menurut Loffler) • Bilas sampai bersih dengan air ke-
ran
Indikasi dan Penilaian • Berikan pewarnaan inti dengan pe-
warna Hemalaun menurut Mayer
Reaksi fosfatase asam juga hanya ber- selama 5-10 menit
arti historis secara luas. • Celup dalam air keran mengalir
• Reaksi ini spesifik untuk sel-sel lim- paling sedikit 15 menit, kemudian
foid T bila terjadi pemulasan sel se- biarkan kering di udara
cara fokal dengan hasil reaksi ber-
warna jingga tua kemerahan.
Reagen
• Hasil reaksi positif pada bebe-
rapa ALL-T atau limfoma limfo- • Aseton 6 0 %
blastik T. • Larutan pararosanilin 4 %
• Larutan natrium nitrit cair 4 %
Teknik • Larutan dapar Michaelis pH 7,62
• Naphtol-as-bi-phosphate (simpan
• Gunakan sediaan yang telah dike- pada suhu -20°C)
ringkan, yang berumur tidak lebih • Dimethylsulphoxide
dari 8 hari • Hemalaun menurut Mayer
• Fiksasi selama 30 detik dalam ase-
ton 6 0 % yang dingin (4°C) (sediaan
148 7 . Metode Pemulasan dan Teknik Imunositologis

• Bilas sampai bersih dengan air ke-


7.8 Reaksi Fosfatase Asam
ran
dengan Inliibisi Tartrat • Berikan pewarnaan inti dengan
Hemalaun menurut Mayer selama
Indikasi dan Penilaian 5-10 menit
• Gelup dalam air keran mengalir
Reaksi fosfatase asam dengan inhibisi sedikitnya 15 menit, kemudian
tartrat bermanfaat pada hairy cell leu- biarkan kering di udara.
kemia untuk mengidentifikasi sel pada
sediaan apus darah dan sumsum tu-
Reagen
lang. Akan tetapi, reaksi tersebut tidak
bermakna sehingga bukan merupakan Seperti uraian sebelumnya (>Bagian
persyaratan penting untuk diagnosis. 7.7 Fosafatase Asam) dengan tambah-
an L-(-i-)-asam anggur

Teknik

• Gunakan sediaan kering yang ber- 7.9 Alpha-Naphthylacetate-


umur tidak lebih tua dari 8 hari Esterase
• Fiksasi sediaan selama 30 detik da-
lam aseton 6 0 % dingin (4 °G) (se- (Reaksi esterase yang tidak spesifik
diaan yang tidak difiksasi memberi- menurut Loffler)
kan hasil terbaik)
• Bilas dengan air keran Indikasi dan Penilaian
• 0,4 ml larutan pararosanilin 4 %
dicampurkan dengan 0,4 ml larut- Esterase yang tidak spesifik masih
an natrium nitrit 4 % dan didiamkan memiliki arti pada keadaan tertentu.
selama sedikitnya 1 menit. Larutan Suatu contoh klasik penggunaannya
heksasonium pararosanilin yang adalah identifikasi prekursor mielo-
berwarna kuning cerah diencer- monositik atau monositik di sumsum
kan dengan 30 ml larutan dapar tulang pada kecurigaan akan adanya
Michaelis. Larutkan 225 mg asam CMML.
anggur ke dalam campuran terse- • Produk reaksi: cokelat hingga me-
but dan pH disesuaikan dengan rah-cokelat
1 N NaOH hingga mencapai pH • Identifikasi monosit, bila perlu pre-
5,0-5,1 kursornya (bahkan makrofag juga
• 10 mg naphtol-as-bi-phosphate bereaksi positif!)
dilarutkan dalam 2 ml dimethylsul- • Pembedaan leukemia monositik de-
phoxide ngan leukemia mielomonositik akut.
• Larutan heksasonium pararosanilin
(pH 5,0-1) dipipetkan ke dalam
Teknik
2 ml dimethylsulphoxide sambil
diaduk dan kemudian disaring ke • Gunakan sediaan yang tipis dan
dalam gelas kuvet telah dikeringkan (tidak lebih dari
• Simpan sediaan dalam larutan inku- 8 hari); fiksasi dalam uap formol (5
basi selama 4 jam pada suhu kamar menit) tidak menjadi keharusan
7.10 Pulasan Biru Toluidin Basofil 149

• 8 tetes larutan pararosanilin 4 % lasi kedua jenis sel, basofil darah dan
dan 8 tetes larutan natrium nitrit jaringan, terpulas ungu merah karena
4 % dan biarkan mengalami heksa- efek metakromatik yang kuat dari
sotisasi selama kira-kira 60 detik asam sulfur anorganik yang meng-
• Masukkan 80 ml larutan dapar alami esterifikasi dalam heparin.
fosfat pH 7,0 ke dalam campuran
tersebut
Teknik
• Larutkan 20 mg alpha-naphtylace-
tate ke dalam 2 ml aseton, kemu- • Fiksasi preparat selama 10 menit
dian masukkan campuran yang te- • Segera setelah, fiksasi, lakukan pe-
lah dibuat di atas ke dalam larutan mulasan sediaan apus yang telah
tersebut sambil diaduk kuat-kuat dibiarkan kering di udara di tempat
• Saring larutan ke dalam gelas ku- penyimpan zat pewarna dengan
vet dan inkubasi sediaan selama 30 cara mengucurkan metanol biru
menit pada suhu kamar toludin
• Bilas hati-hati dengan air keran se- • Bilas dengan air keran
lama 10 menit • Biarkan kering di udara.
• Beri pewarnaan kontras dengan
Hemalaun Mayer selama 3 menit
Reagen
• Celup selama 2 x 5 menit dengan
air keran, dan biarkan kering di Metanol biru toludin yang telah di-
udara jenuhkan: 1 gram biru toludin dila-
rutkan dalam 100 ml metanol (tahan
lama tanpa batas).
Reagen

• Larutan pararosanilin 4 %
• Larutan natrium nitrit encer 4 %
7.11 Pemulasan
• Larutan dapar fosfat pH 7,0 (Merck Imunositologis untuk
No. 9439) Antigen yang Berada
• Aseton p.a.
pada Membran
• Alpha-naphtylacetate (Contohnya,
Fa. Sigma No. 8505) (Teknik APAAP)
• Hamalaun menurut Mayer.
(Pemulasan imunositologis antigen
yang berada pada membran pada pre-
7.10 Pulasan Biru parat apus dengan teknik APAAP)
Toluidin Basofil
Indikasi dan Penilaian
(Pulasan biru toluidin menurut Un-
dritz) Pemeriksaan imunositologis secara
luas pada bidang hematologi telah
digantikan dengan pemeriksaan flow
Indikasi dan Penilaian
cytometry. Hal tersebut terjadi karena
Deskripsi granulasi spesifik pada baso- flow cytometry memungkinkan pe-
fil jaringan dan basofil darah. Granu- meriksaan beberapa parameter pada
150 7. Metode Pemulasan dan Teknik Imunositologis

suatu populasi sel dan minimnya ke- • Setelah semua ketiga antibodi (anti-
terlibatan manusia pada penerapan bodi primer, antibodi penghubung,
teknik pemeriksaan ini. Akan tetapi, APAAP) diberikan, setiap antibodi
pada keadaan-keadaan tertentu, pe- tersebut dicampur dengan meng-
laksanaan pemeriksaan imunositolo- goyangnya secara hati-hati
gis dapat sangat berguna, misalnya • Cuci selama 3 x 2 menit dalam da-
pada keadaan dengan sedikitnya ke- par TBS
beradaan material spesimen. Peme- • Inkubasi selama 30 menit dengan
riksaan ini merupakan suatu peme- sekitar 15 ml antibodi penghubung
riksaan dengan berbagai antibodi (1:25)
yang dapat diterapkan dalam berba- • Cuci selama 1 x 2 menit dalam da-
gai keadaan. par TBS
• Inkubasi selama 30 menit dengan se-
kitar 15 ml kompleks APAAP (1:50)
Teknik
• Cuci dengan larutan dapar TBS se-
Gunakan sediaan apus yang berumur lama 1 X 2 menit
tidak lebih dari 24 jam. Sebagai al- • Langkah-langkah inkubasi dengan
ternatif, sediaan apus dapat dibung- antibodi penghubung dan kom-
kus dengan kertas alumunium dan pleks APAAP diulang masing-ma-
dibekukan. Pada suhu -20°G, sediaan sing 2 kali dengan waktu inkubasi
tersebut dapat bertahan selama 1-2 masing-masing 10 menit
bulan, untuk penyimpanan yang lebih • Inkubasi selama 20 menit dengan
lama pada suhu -70°C. Kertas alumu- larutan pewarna (New fuchsin;
nium hanya boleh dibuka setelah se- Dako), cuci selama 1 x 2 menit de-
diaan dicairkan. ngan larutan dapar TBS
• Beri tanda bagian-bagian yang • Fiksasi dengan glutaraldehida
mengandung banyak sel (dengan 0,05% selama 7 menit
pensil yang berujung tajam, pensil • Cuci selama 1 x 2 menit dengan
berlian dan/atau dengan Pap-Pen, larutan dapar TBS (dapat juga dike-
SGI Science Services) ringkan)
• Fiksasi dengan glutaraldehida • Berikan pewarnaan kontras selama
0,05% selama 7 menit (Waktunya 2 detik dengan Hemalaun
harus benar-benar diperhatikan, ka- • Celup selama 10 menit dengan air
rena akan menimbulkan inaktivasi keran
penanda. Kecuali: untuk GD33, fik- • Tutup dengan medium cair (Gly-
sasi sediaan selama 10 menit de- cergel, Dako)
ngan aseton.) Produk reaksi: merah bercahaya.
• Guci selama 4 x 30 detik dengan
dapar TBS (Tris Buffered Saline) Reagen
• Inkubasi sediaan selama 30 menit • Konsentrat dapar PBS (Phosphate
dengan sekitar 15 ml antibodi pri- Buffered Saline):
mer (Antibodi primer adalah anti- - 200,0 gram NaCi
bodi yang spesifik terhadap antigen - 5,0 gram KC|
tertentu); pengenceran antibodi ha- - 28,75 gram Na^HPO^ (tanpa air
rus dicoba dalam laboratorium kristal)
7.12 Pemulasan Imunositologis untuk Antigen Inti (Teknik APAAP) i51

- 5,0 gram K H / O ^ (tanpa air Indikasi dan Penilaian


kristal)
- tambahkan aquabidest hingga Bukti keberadaan antigen inti; secara
volume 1000 ml, pH disesuaikan umum, keterangan yang dijabarkan
dengan HCI hingga 7,4 (simpan pada > Bagian 7.11 berlaku pada
pada suhu kamar) bagian ini.
• Larutan yang akan digunakan:
- 200 ml konsentrat ditambah- Teknik
kan dengan aquabidest sampai
5000 ml • Tempat dengan kerapatan sel yang
- pH 7,4 (bila perlu disesuaikan mencukupi pada sediaan diberi
dengan HCI) tanda dengan pensil berlian
• larutan glutaraldehida 0,05%: • Fiksasi dalam aseton murni pada
- kira-kira 1 ml larutan glutaralde- suhu 4°C selama 10 menit
hida 2 5 % dimasukkan ke dalam • Cuci selama 1-2 menit dalam dapar
500 ml larutan dapar PBS (Phos- TBS, sediaan kini tidak boleh kering
phate Buffered Saline) sampai selesai pengerjaannya
• 2 % BSA (Bovines Serum Albumin) • Inkubasi selama 60 menit dengan
untuk membuat antibodi primer: sekitar 15 ml antibodi monoklonal
- 0,4 g BSA + 20 ml dapar TBS + primer 1:40
0,2 ml 1 0 % NaNj • Setelah pemberian semua ketiga
• Konsentrat dapar TBS: antibodi (antibodi primer, antibodi
- 200 mg NaCI penghubung dan reagen APAAP),
- 85 g Tris setiap antibodi tersebut dicampur
- akuades ditambahkan hingga vo- dengan menggoyangkannya secara
lume 1000 ml hati-hati
- pH disesuaikan hingga 7,6-7,7 • Cuci selama 3 x 2 menit dalam da-
dengan sekitar 40 ml HCI ber- par TBS
asap • Inkubasi selama 30 menit dengan
• Larutan yang dipakai: sekitar 15 ml antibodi penghubung
- 200 ml konsentrat ditambahkan (1:25)
aquadest hingga volume 5000 ml • Cuci selama 1 x 2 menit dalam da-
- pH disesuaikan hingga 7,6- par TBS
7,7 dengan HCI berasap atau • Inkubasi selama 30 menit dengan
NaOH. sekitar 15 ml kompleks APAAP
(1:50)
• Cuci selama 1 x 2 menit dengan
7 . 1 2 Pemulasan dapar TBS
Imunositologis untuk • Langkah-langkah inkubasi dengan
Antigen Inti antibodi penghubung dan kom-
pleks APAAP diulang masing-ma-
(Teknik APAAP) sing 2 kali dengan waktu inkubasi
(Pemulasan imunositologis untuk TdT masing-masing 10 menit
dan antigen inti lainnya dengan teknik • Inkubasi selama 20 menit dengan
APAAP) larutan pewarna
152 7. Metode Pemulasan dan Teknik Imunositologis

• Cuci selama 1 x 2 menit dengan (Monoklonal tikus D A K O No. kode


TBS D 65101); kompleks APAAP harus
• Berikan pewarnaan kontras selama baru diencerkan pada hari penggu-
2 detik dengan Hemalaun naannya
• Celup sediaan dengan air keran se- • Dapar TBS: seperti yang diuraikan
lama 10 menit pada Bagian 7.11
• Tutupi dengan medium cair • Larutan pewarna:
(Mount-Quick Aqueous) Substrat fosfatase alkali
Produk reaksi: granulasi merah. • Metode Fast-Red: Larutkan 2 mg
Naphtol-AS-MX-phosphate dengan
0,2 ml dimethylformamide, tam-
Reagen
bahkan 9,8 ml 0,1 m dapar Tris
• Antibodi primer: dilarutkan dengan pH 8,2 (1,2114 gram Tris/100 ml
perbandingan 1:40 dalam 2% BSA aquadest; pH disesuaikan dengan
dan 0,1 % NaNj dalam TBS (DAKO- HCI berasap hingga 8,2), tambah-
TdT No. kode 771005) kan 10 ml levamisol 1 M (0,24 gram
• Antibodi penghubung 1:25 dila- levamisol dalam 1 ml aquadest)
rutkan dalam 2 % BSA dan 0,05% • Sesaat sebeium digunakan, 10 mg
NaNj dalam TBS-lg anti-tikus dari garam Fast-Red-TR dilarutkan ke
kelinci (DAKO No. kode Z 25902) dalam larutan yang sudah disebut-
• Kompleks APAAP: dilarutkan de- kan di atas dan disaring di atas kaca
ngan perbandingan 1:50 dalam 2 % objek.
BSA dan 0,05% NaNj dalam TBS
Kepustakaan

1. StammingerG: Empfehlungdes AK 6. Schleuning M: Parvovirus-B19-


Laboratorium der D G H O zur Ver- Infektionen: Sind es nur harm-
einheitlichung der Mapeiniieiten lose Ringelrotein? Dt Arztebl
in der Hamatologie. Hamatologie 93:A2781-84 (1996).
und Onkologie, Mitgliederrund- 7. Dinaner MC: The phagocyte sys-
schreiben der D G H O , 1998:9-13 tem and disorders of granulopoi-
(1998). esis and granulocyte function. In:
2. Wintrobe MM, Lee GR, Boggs Nathan D, Orkin S: Hematology
DR, Bithell T C , Foester J, Athens of infancy and childhood. Saun-
JW et al: Clinical Hematology. 8"^ ders, Philadelphia 2003.
ed.. Lea and Febiger, Philadelphia 8. Pathology & Genetics: Tumours
1981. of haematopoietic and lymphoid
3. Blom B, Spits H. Development of tissue. lARC Press, Washington
human lymphoid cells. Ann Rev 2001.
Immunol 24:287-320 (2006). 9. Bennett JM, Catovsky D, Daniel
4. Praktische Blutzelldiagnostik. MT, Flandrin G , Galton D A G ,
Instand-Schriftenreihe, Band 7. Gralnik HR, Sultan C: Proposals
Springer Verlag, Berlin 1991. for the classification of the myelo-
5. Van Lochem EG, van der Velde dysplastic syndromes. A report of
V H , Wind HK, te Marvelde J G , the French-American-British co-
Westerdaal NA, van Dongen JJ. operative group. British Journal of
Immunophenotypic differentiation Haematology 51:189-99 (1982).
patterns of normal hematopoie- 10. Greenberg P, Cox C, LeBeau MM,
sis in human bone marrrow: Re- Fenaux P, Morel P , Sanz G , Sanz
ference patterns for age-related M, Vallespi T, Hamblin T, Oscier
changes and disease-induced D, Ohyashiki K, Toyama K, Aul
shifts. Cytometry B Clin Cytom C, Mufti G , Bennett J: Interna-
60:1-13 (2004). •• tional scoring system for evalua-

153
154 8. Kepustakaan

ting prognosis in myelodysplastic 1 6 . Bennett J M , C a t o v s k y D, D a n i e l


syndromes. Blood 89:2079-88 M T , Flandrin G , G a l t o n D A G ,
(1997). G r a l n i k H R , Sultan C : A variant
l l . S h a w G R : RInged sideroblasts form of hypergranular p r o m y e l o -
w i t h thrombocytosis. A n u n c o m - c y t i c l e u k a e m i a ( M 3 ) . A report of
m o n m i x e d myelodysplastic/my- the F r e n c h - A m e r i c a n - B r i t i s h c o -
eloproliferative disease of older operative group. Br J H a e m a t o l
adults. Br J H a e m a t o l 1 3 1 : 1 8 0 - 44:169-170(1980).
184 (2005). 1 7. Bennett J M , C a t o v s k y D, D a n i e l
12. Remacha AF, Nomdedeu JF, M T , Flandrin G , G a l t o n D A G ,
Puget G , Estivill C , Sarda M P , C a - G r a l n i k H R , Sultan C : Proposal
nals C , A v e n t i n A : O c c u r r e n c e for the recognition of m i n i m a l l y
of the J A K 2 V 6 1 7 F mutation in differentiated acute m y e l o i d leu-
the W H O provisional entity. M y - k e m i a ( A M L - M O ) . Br J H a e m a t o l
elodysplastic/myeloproliferative 78:325-329 (1991).
disease, unciassifiable-refractory 1 8 . Bennett J M , C a t o v s k y D, D a n i e l
a n e m i a w i t h ringed sideroblasts M T , Flandrin G , G a l t o n D A G ,
associated w i t h m a r k e d thrombo- G r a l n i c k H R , Sultan C : T h e mor-
cytosis. H a e m a t o l o g i c a 9 1 : 7 1 9 - phological ciassification of acute
20 (2006). lymphoblastic l e u k e m i a . C o n c o r -
1 3 . S z p u r k a H , T i u R, M u r u g e s a n G , d a n c e a m o n g observers a n d c l l n i -
A b o u d o l a S, Hisi E D , T h e i l K S , cai correlations. A report of the
Sekeres M A , M a c i e j e w s k i J P: Re- French-American-British coopera-
fractory a n e m i a w i t h ringed si- tive group. Br J H a e m a t o l 4 7 : 5 5 3 -
deroblasts associated w i t h m a r k e d 561 ( 1 9 8 1 ) .
thrombocytosis ( R A R S - T ) . Another 1 9 . B e n e M C , Gastoidi G , K n a p p W ,
myeloproliferative condition c h a - L u d w i g W D , Matutes E, O r f a o A ,
racterized by J A K 2 V 6 1 7F muta- van't V e e r M B (European G r o u p
tion. B l o o d 1 0 8 : 2 1 7 3 - 8 1 ( 2 0 0 6 ) . for the I m m u n o l o g i c a i C h a r a c -
14. Bennett J M , C a t o v s k y D, D a n i e l terization of L e u k e m i a - E G I L ) :
M T , Flandrin G , G a l t o n D A G , Proposals for the i m m u n o l o g i c
G r a l n i k H R , Sultan C : Proposed ciassification of acute l e u k e m i a s .
revised criteria for the classifica- L e u k e m i a 9:1 7 8 3 - 8 6 ( 1 9 9 5 ) .
tion of a c u t e m y e l o i d l e u k e m i a . 2 0 . H o e l z e r D: M u l t i z e n t r i s c h e T h e r a -
A report of the F r e n c h - A m e r i c a n - pieoptimierungsstudle der akuten
British cooperative group. A n n In- lymphatischen Leukamie bel
tern M e d 1 0 3 : 6 2 6 - 6 2 9 ( 1 9 8 5 ) . Erwachsenen und Adoleszenten
1 5 . Bennett J M , C a t o v s k y D, D a n i e l ab 15 Jahren mit R i t u x i m a b zur
M T , Flandrin G , G a l t o n D A G , Prognoseverbesserung bel C D 2 0 -
G r a l n i k H R , Sultan C : Criteria for positiver Standard-RIsiko-ALL. Be-
the diagnosis of acute l e u k e m i a gleltstudie z u der G M A L L - S t u d I e
of m e g a k a r y o c y t e lineage ( M 7 ) . 07/2003. 2004.
A report of the F r e n c h - A m e r i c a n - 2 1 . B r u n n i n g R D , Flandrin G , Boro-
British cooperative group. A n n In- w i t z M , S w e r d i o w S H , Matutes
tern M e d 1 0 3 : 4 6 0 - 4 6 2 ( 1 9 8 5 ) . E, Bennett J M et a l : Precursor B
8. Kepustakaan 155

lymphoblastic l e u k a e m i a / l y m p h o - nostic criteria for m o n o c i o n a l B-


blastic l y m p h o m a (Precursor B- c e l l l y m p h o c y t o s i s . Br J H a e m a t o l
cell acute lymphoblastic leukae- 130:325-332 (2005).
m i a ) . In: Jaffe E, Harris N L , Stein 2 7 . Binet JL, Lepoprier M , D i g h i e r o G ,
H , V a r d i m a n J W : Pathology & G e - C h a r r o n D, D'Athis P, V a u g i e r G ,
netlcs. T u m o u r s of haematopoietic Berai H M , Natali J C , Raphael M ,
a n d l y m p h o i d tissue. l A R C Press, Nizet B, F o l l e z o u J Y : A c l l n i c a i
W a s h i n g t o n pp 111 - 1 1 4 , 2 0 0 1 . staging system for c h r o n i c l y m -
2 2 . M o o r m a n A V , Harrison C J , B u c k p h o c y t i c l e u k e m i a - prognostic
G A , RIchards S M , Secker-Walker significance. Cancer 40:855-864
L M et a l : Karyotype is an indepen- (1977).
dent prognostic factor i n aduit acute 2 8 . Rai K R , Sawitsky A , C r o n k i t e EP,
lymphoblastic leukemia (ALL). C h a n a n a A D , Levy R N , Paster-
Analysis of cytogenetic data from nack B S : C l l n i c a i staging of c h r o n -
patients treated on the MedIcaI Re- ic l y m p h o c y t i c l e u k e m i a . Blood
search C o u n c i l ( M R C ) U K A L L X I I / 43:789-795 (1974).
Eastern Cooperative Oncology 2 9 . G r e i p p PR, San Miguel J , D u r i e
G r o u p ( E C O G ) 2 9 9 3 . Trial Blood B G , C r o w l e y JJ, Barlogie B, B l a d e
109:3189-3197(2006). J , B o c c a d o r o M , C h i l d J A , Avet-
2 3 . Harris N L : Mature B-celI neo- Loiseau H , K y l e R A , Lahuerta JJ,
plasms - Introduction. In: Jaffe E, Ludw^ig H , Morgan G , Pov^les R,
Harris N L , Stein H , V a r d i m a n J W : S h i m i z u K, Shustik C , S o n n e v e i d
Pathology & G e n e t l c s . T u m o u r s P, Tosi P, Turesson 1, W e s t i n J :
of haematopoietic a n d l y m p h o i d International staging system for
tissue. l A R C Press, W a s h i n g t o n pp multiple m y e l o m a . J C l i n O n c o l
121-126, 2 0 0 1 . 23:3412-20(2005).
2 4 . M i J l l e r - H e r m e l l n k H K , Montserrat 3 0 . D u r i e B G , S a l m o n SE: A c l l n i c a i
E, C a t o v s k y D, Harris N L : C h r o n i c staging system for multiple my-
l y m p h o c y t i c l e u k e m i a / small cell e l o m a . Correlation of measured
l y m p h o c y t i c l y m p h o m a . In: Jaffe E, m y e l o m a cell mass v^ith present-
Harris N L , Stein H , V a r d i m a n J W : ing c l l n i c a i features, response to
Pathology & G e n e t l c s . T u m o u r s treatment, a n d s u r v i v a l . C a n c e r
of haemotopoietic a n d l y m p h o i d 36:842-854(1975).
tissue. l A R C Press, W a s h i n g t o n pp 3 1 . Grogan T M , Muller-Hermelink
127-130 2 0 0 1 . H K , v a n C a m p B, Harris N L , K y l e
2 5 . G h i a P, Prato G , S c i e l z o C , Stella R A : P l a s m a c e l l neoplasms. In:
S, G e u n a M , G u i d a G , Caligaris- Jaffe E, Harris N L , Stein H , Var-
C a p p i o F: M o n o c i o n a l CDS-i- d i m a n J W : Pathology & G e n e -
and CD5-B-lymphocyte expan- tlcs. T u m o u r s of haematopoietic
sions are frequent in the periph- a n d l y m p h o i d tissue. l A R C Press,
eral blood of the elderiy. B l o o d W a s h i n g t o n pp 1 4 2 - 1 5 6 , 2 0 0 1 .
103:2337-42 (2004). 32. Kyle RA, Therneau T M , Rajkumar
2 6 . Marti G E , Rawstron A C , G h i a P, S V , O f f o r d J R, Larson D R , Plevak
H i l i m e n P, Houlston RS, K a y N , M F , Melton LJ: A long-term study
Schieinitz T A , C a p o r a s o N: D i a g - of prognosis in m o n o c i o n a l g a m -
156 8. Kepustakaan

mopathy of undetermined signifi- tion. In: Jaffe E, Harris NL, Stein H,


cance. New England Journal of Vardiman JW: Pathology & Gene-
Medicine 346:564-569 (2002). tics. Tumours of haematopoietic
33. Jaffe ES, Ralfkiaer E: Mature T-cell and lymphoid tissue.: lARC Press,
and NK-cell neoplasms-Introduc- Washington pp 191 -194, 2 0 0 1 .
INDEKS

A dan trombositosis yang mencolok


(RARS-T), 14
Abt-Letterer-Sieve, penyakit, 32 sel sabit, 5, 6
ADAMTS13, 6
sel sferis, 6
Agranulositosis, 9
Anisositosis, 13, 32
Akantositosis, 5
Anomali
Akselerasi, fase, leukemia mieloid kronik, granulasi, Alder-Reilly, 7g, 8
25 inti, Pelger-Huet, 7
ALCL (limfoma sel besar anaplastik), 57 Antibodi
Alder-Reilly, anomali granulasi, 7g, 8 dingin, 5
ALL (leukemia limfatik akut), 36, 37, 39g Donath-Landsteiner, 5
Alpha-naphtylacetate-esterase, 7, 7 hangat, 5
AML, 1 7
monoklonal, 9, 10
CMML, 7
Antigen, pada membran, pemulasan
AML1/ET0, 15
imunositologis, 9
Amiloidosis
Anulositosis, anemia defisiensi besi, 3
mieloma multipel, 52
APAAP [alkaline-phosphatase & mouse
primer, 45
monoclonal anti-alkaline-phos-
Anemia
phatase), 10, 9-11
aplastik, 7
Apoptosis, 1, 2
defisiensi besi, 1-3
Arkoplasma, 29
diagnosis banding, 1
diseritropoietik kongenital, 2, 6
Auerrod, 10, 11, 18, 19, 2 1 , 36
Autoantibodi, 1 , 4, 6
hemolitik, 2, 4-5
autoimun, 4, 5, 36, 46 anemia, hemolitik, 4
herediter, 4 Azurofilik, granula, 9, 13, 26, 28
retikulositosis, 8
infeksi, 3g B
makrositik, 1, 2, 5
B-ALL, 36-39, 45
MCV, 1, 2
Badan
megaloblastik, 1-4
Dohle, 8
infestasi cacing pita, 1 Heinz, 5
mikrositik, 1,2 Howell-Jolly, 8
normositik, 1,2 inklusi
refrakter (RA), 10 protein, 28g, 50
dengan kelebihan bias (RAEB), 11 sel plasma, kristalin, 55
dengan kelebihan bias 1/2 (RAEB- Russell, 27-28, 3, 6, 53
1/2), 10 Bang, penyakit, 34
pada transformasi (RAEB-t), 11 Basofil, 1, 3, 4 , 9-12, 4-6, 28-29, 34
dengan sideroblas cincin (RARS), 11 patomorfologi, 34

157
158 INDEKS

Basophilic stippling, 8, 4, 6 C D 2 0 , 1 7, 8-9


eritrosit, 8 C D 2 2 , 8-9, 40, 47, 49
B-CLL, 49-50 C D 2 8 , 25
Bcr-abl, gen fusi, 14, 29 C D 3 3 , 9-11
Bence-Jones, protein, 53 C D 3 4 , 17, 2 1 , 7, 9-10
Biru Berlin, pulasan/reaksi, 6, 9, 8, 13, CD38-F, sel T, 21
13, 4 C D 4 5 , 8-11, 25
besi, 9, 8, 13, 13, 4 C D 4 5 R 0 , 23
Biru toluidin, pulasan, 6, 28, 8 C D 4 5 R A , 23
basofil, 8 C D 5 6 , 25
Binet, klasifikasi, 47-48 C D 7 1 , 11
CLL, 47-48 C D 7 9 a , 18, 49, 50
Black water fever, makrofag, 33 C D 8 0 , 25
Bias C D 1 1 7 , 9-11,34, 43
krisis, 25, 28-29 C D 2 3 5 a , 11
CML, 29 CEL (leukemia eosinofil kronik), 26, 28-
serangan, 28 29
reaksi PAS, 28 Centrum germinale, 2, 14, 2 1 , 24
Boeck, penyakit, 34 C G H (comparative genomic hybridasa-
Brillant cresyl blue, pulasan, 7, 2 tion), 5-6
retikulosit, 7, 2 Chediak-Higashi-Steinbrinck, sindrom,
Brill-Symmers, penyakit, 54 diagnosis banding, 8
Bronkus, karsinoma non-sel kecil, 1 Chromosome painting, 6
Burkitt, limfoma, 36, 39, 45 Cincin Waldeyer, 54-55
Cleaved cell, 55
C M V , infeksi, sel limfoid, 36
C
Cyclin D l , 55
Cabot, cincin, 8
c-ALL, 39 D
C B P p / M Y H l l , 15, 19
C D {cluster of differentiation), 10 DSP, 23
C D l a , 22 Desoxyribonucleotidy transferase terminal
C D 2 , 22 (TdT), 18, 21
C D 3 , 22 Disostosis, 8
C D 4 , 23-24 Displasia
CD4-H, sel T, 2, 25 eritroid, 10
C D 5 , 17, 22 eritropoiesis, 13
limfosit B, 1 7 granulositopoiesis, 13
C D 7 , 22 megakariopoiesis, 1 3
CD8+, sel 1,2 multilinear, 10, 15, 20-21
C D 8 a , 23 . D]p-rearrangement, 24
CD8P, 23 D\\-\-rearrangement, 19-21
C D 1 0 , 18, 8-9 DNA, endoredupiikasi, 14
C D I I b , 9, 11 Dohle, badan, 8
C D 1 3 , 9-11 Donath-Landsteiner, antibodi, 5
C D 1 4 , 10
C D 1 5 , 9, 11 E
C D 1 6 , 11
Eliptositosis, 5-6
C D 1 9 , 17, 18, 8-9
Emperipolesis, 15
INDEKS 159

megakariosit, 15 F
normoblas, 1 5
Endoredupiikasi, DNA, 14 FAB, klasifikasi, 10, 12, 16
Eosinofil, 1,3-4, 9-13, 4-7, 27 leukemia, akut, 1 1 , 12, 16, 1 7, 37
limfatik, 37, 39
granulasi, 12, 4
mieloid, 11-12, 16-17
leukemia kronik, 25, 28-29
sindrom mielodisplastik, 10-11
Eosinofilia, 8g, 9, 22, 27, 30g
Faktor intrinsik, defisiensi, anemia mega-
apus sumsum tulang, 12
loblastik, 1
Epstein-Barr, virus, 35, 58
Eritroid Ease
displasia, 10 akselerasi, 25, 28
turunan, 11 bias, 28, 30
Eritroblas, 5, 24 kronik, 28-29
basofilik, 5 Ferritin, 1,13
matang, 5, 24 anemia defisiensi besi, 1-2
mielogram, 5 diagnosis banding anemia, 2, 6g
oksifilik, 5 Fibroblas, sumsum tulang, 28
polikromatik, 5
Fluorescence in situ hybridisation (FISH),
5-6
Eritroleukemia, 11,16-17, 23-24
akut, 16, 23-24
eritroid-mieloid (FAB M6a), 23 Fragmentosit, 1 1 , 6
eritroid sejati (FAB M6b), 24
reaksi PAS, 24, 5
reaksi peroksidase, 3 G
Eritropoiesis, 12, 7-8, 1 , 1, 31-32 Gammopati
apus sumsum tulang, 12 monokonal dengan kepentingan yang
displasia, 13 belum diketahui (GM), 45, 50, 52
mielogram (eritrositopoiesis), 5 gargoylismus, 8
patomorfologi, 1 Gaucher, penyakit, 29, 33-34
sumsum tulang, 12 Glia, sel, 14
Eritrosit, 1 1 , 1 , 3, 5, 7-8, 1 1 , Glikoforin A, krisis bias CML, 29
apus darah, 11 Glikogen, reaksi PAS, 5
basophilic stippling, 8 Glukoserebrosida, 33-34
flow cytometry, 5 Clukosa-6-fosfat dehidrogenase, defisien-
fragmen, gulungan uang, 6 si, 5
nilai normal, 3, 5 Granulasi
gambaran darah perifer, 7 azurofilik, 9-10, 12, 13, 15, 25, 29
perkembangan, di sumsum tulang/darah basofilik, 12
perifer, 1 eosinofil, 12
polikromasia, 7-8 neutrofil, 12
satuan internasional (SI), 3 toksik, 8
struktur internal, 7-8 Granuloma
Eritrositopoiesis, lihat eritropoiesis eosinofilik, 32-33
Esterase infeksi, 33
promonosit, 6 tuberkulosis, 34
reaksi, tidak spesifik, menurut Loffler, 7 Granulomer, 15
Evans, sindrom, trombopenia, 35 Granulopoiesis
Ewing, sarkoma, 1 apus sumsum tulang, 12
displasia, 13-14
160 INDEKS

neutrofil, 9 nilai normal, 5


patomorfologi, 7 satuan internasional, 3
perubahan reaktif, 8 Hemoglobin C, penyakit, 5
reaksi peroksidase, 3 Hemoglobinopati, 2, 4-5
Granulosit gambaran darah perifer, 5
basofilik, 11 Hemoglobin S, penyakit, 6
diagnosis banding, 4 Hemoglobinuria nokturnal paroksismal,
mielogram, 5 4-5
nilai normal, 4 Hemolisis, 5
patomorfologi, ekstrakorpuskular, 4-5
perkembangan, 11 imbas-obat, 5
satuan internasional, 3 kimiawi, 5
sitokimia, 6-7 krisis aplastik, 4
eosinofil, 10 kronik, 4
diagnosis banding, 4 mekanis, 4-6
mielogram, 5 Hemosiderin, 13
nilai normal, 4 Heparin, sel mast jaringan, 11
perkembangan, 10 Hepatitis, sel limfoid, 36
satuan internasional, 3 HHV-6, sel limfoid, 36
sitokimia, 6-7 Hialomer, 1 5
diagnosis banding, 4 Hipernefroma, metastasis, 1
neutrofil Hiperviskositas, plasmositoma, 52
berinti batang, 10 Histamin, sel mast jaringan, 11
berinti segmen, 10 Histiosit, mielogram, 4
flow cytometry, Histiositosis, ganas, 33
mielogram, 5 sel Langerhans (LCH), 32-33
nilai normal, 4 X, 33
satuan internasional, 3 HLA-DR, 9-10, 29, 42
tahap perkembangan, 9 Hodgkin
segmentasi berlebihan, 3 limfoma, 59
Granulositopoiesis, lihat granulopoiesis gambaran histologis/sitologis sumsum
Granulositosis, neutrofil, 8 tulang, 59
Gumprecht shadow, 46, 49 penyakit, 59
sel, 59
Howell-Jolly, badan, 8
H
H T L V - 1 , 58
Hairy cell, 51 Human cell differentiation molecule, 10
leukemia, 45, 50-51 Human leukocyte differentiation antigen,
reaksi fosfatase asam dengan inhibi- 10
tor tartrat, 7
varian, 51
I
Hand-Schuller-Christian, penyakit, 32
HbS, penyakit, 6 icCD3e, 22, 24
Heinz, badan, 5 icTCRp, 22
Hematokrit, IFN-y, 2, 25
nilai normal, 3 IgA
satuan internasional (Si), 3 mieloma indolen, 54
Hematopoiesis, diferensiasi, 1-2, 15 mieloma multipel, 52-53
Hemofagosit, 33 IgD, 20-21
Hemoglobin, IgG,
INDEKS 161

antibodi hangat, 5 metastasis, 1


mieloma indolen, 54 gambaran histologis/sitologis sumsum
mieloma multipel, 52-53 tulang, 1
IgH, 19, 21 musinosa, 1
IgM, 20-21 sel, aspirasi sumsum tulang, 1
antibodi dingin, 5 KL, penanda sel B, 20
gammopati monoklonal, 50 Kompleks Golgi, 12
leukemia prolimfosit sel B, 49 Kromosom Philadelphia, 14-15, 25, 29
limfoma sel mantel, 55 Kupffer, sel, 14
mieloma multipel, 50
paraprotein, 49 L
penyakit Waldenstrom, 49
Ikterus sel sferis, 5 Langhans, sel raksasa, 34
IL-7 R a , 18, 2 1 , 24 infeksi, 34
Imunoglobulin Langerhans, sel, histiositosis, 32-33
gen, 1 Large granular lymphocyte (LGL), 57-58
limfosit B, 1 7 Leishmania/leishmaniasis, 33-34
perubahan isotipe, 21 makrofag, 33-34
rantai berat, 1 7, 21 Leukemia
rantai ringan, 1 7 akut, 9, 1 5-1 7
Imunohistologi, 5 bilinear, 16
Imunoblas, 2, 27 dengan diferensiasi minimal (FAB
Imunositologi MO), 16, 21-22
reaksi APAAP, 10, 9 dengan displasia multilinear, 15, 20-
Indeks C E , 6, 29 21
Infeksi dengan inv(16)(p13;q22) atau
granuloma, 33-34 t(16;16)(p13;q22), 15, 18-19
leishmaniasis, 33 dengan t(8;21)(q22;q22), 15, 18
parvovirus B l 9, 4-5 dua fenotipe, 16
sel raksasa Langerhans, 33-34 klasifikasi W H O , 29, 36, 46, 56
Infestasi, cacing pita, 1 komponen bias, 9, 11-12
Infiltrasi limfatik (ALL), 36-40, 43-44
leukemia, 2, 29 pemeriksaan sitokimiawi, 37
sel limfatik, 49 megakarioblas (FAB M7), 16, 1 7, 24
sel plasma, 52 megakariosit
Interleukin, sel Th2, 2, 25 reaksi peroksidase, 3
Interleukin-7, reseptor alpha, 18 mieloid (AML), 7, 9, 15-17
Inti sel, 12 klasifikasi FAB, 16-17
ITP, 35-36, 46 dengan aberasi 11 q23, 15, 20
dengan pematangan (FAB M2), 22
dengan t(1 5;1 7)(q22;q12) dan
J variannya, 1 9
mielomonositik (AMML), 1 6-1 7, 22
jolly, badan, 8
dengan eosinofil abnormal, 1 7
monoblas (FAB M5a, M5b), 23
K monosit (FAB M5a, M5b), 23
Kaca objek, 5-6, 8-10 reaksi PAS, 5
Kala Azar, 33 sitokimia, 36-37
Karioreksis, 3, 6, 13 subkelompok sitogenetik, 38
Karsinoma tak terdiferensiasi, 16
162 INDEKS

turunan sel B/sel T, 36, 39 blastik, 58


klasifikasi FAB, 39 ekstranodal, 57
tanpa pematangan (FAB M l ) , 21 sel T-NK, tipe nasal, 56-57
eosinofil kronik (CEL), 26, 28-29 sel T yang menyerupai panikulitis sub-
limfatik kronik (CLL), 46-49 kutan, 57
diagnosis banding imunologis, 47 zona marginal limpa, 45, 50
klasifikasi Binet, 47 Limfopenia, 28
klasifikasi Rai, 47 Limfopoiesis, 1-2, 16, 27
mieloid kronik (CML), 25-26, 28-29 diferensiasi, 1-2
apus darah, 28 mielogram, 4
apus sumsum tulang, 29 Limfosit, 1 1-12, 3-4, 9, 13, 16, 25-26, 28,
reaksi PAS, 5 1-2, 4, 6-7, 9, 35-36, 49-50, 55,
mielomonositik kronik (CMML), 1 1 , 13- 58
15 atipik, 26, 35
atipik, 14 B, 17
juvenil, 14 bentuk reaksi limfatik, 26, 35
neutrofil kronik (CNL), 25-26, 28-29 besar, 25-26, 58
sel NK, agresif, 58 diagnosis diferensial, 2
sel plasma, 52 glikogen, pengenalan, reaksi PAS, 5
Leukemoid, reaksi darah, 8 granula azurofilik, 25, 2
karsinosis sumsum tulang, 8 kecil, 25-26, 49-50
Leukosis, akut, 11., 35 morfologi, 16, 25, 28
gambaran histologis/sitologis sumsum mielogram, 4
tulang, 35 nilai normal, 4, 4
trombopenia, 35 reaktif, 35-36
Leukosit (lihat di bagian granulosit) satuan internasional (SI), 3
konsentrat, pembuatan, 6 sitokimia, 6, 26, 28
nilai normal, 4 T, 24
gambaran darah perifer, 12 transformasi, 26
satuan internasional (SI), 3 Limfositosis, 28, 35, 46-49
Leukositosis, 8, 31 fisiologis, 28
neutrofil, 8, 29, 30 reaktif, 35
shift to the left, 8, 15, 28, 30 Limpa, zona marginal, limfoma, 50
Limfoblas, 27 Lipid, pulasan Sudan Black B, 3
Limfogranulomatosis, 59 Lisosom, 13
Limfoma penyakit penimbunan, 33
Burkitt, 36, 45 Lupus eritematosus sistemik
folikular, 45, 54-55 trombopenia, 35
Hodgkin, 59
limfoblastik, 36
reaksi fosfatase asam, 6 M
limfositik, sel kecil, 45-46
limfoplasmositik, 45, 49-50 Makrofag, 2, 13-15
non-Hodgkin (NHL), 55 alpha-naphthylacetate-esterase, 7
sel B, 45, 55 alveolar, 14
sel besar badan inklusi, 14
anaplastik, 57 fagositosis, 14
primer, di kulit, 57 flow cytometry,
sel mantel, 45, 55 leishmania, 33
sel NK mielogram, 4
INDEKS 163

pinositosis, 14 Mielogram, 4
sitol<imia, 6 Mieloma multipel (sel plasma), 52-53
Malaria, perubahan hemoglobin, 4 gambaran histologis/sitologis sumsum
Mastositosis, 34 tulang, 52
biopsi sumsum tulang, 34 indolen, 52
kulit, 34 'laten', 52
sistemik, 34 non-sekretorik, 52
MCH kriteria diagnostik, 53
nilai normal, 2, 6 kriteria mayor/minor, 53
gambaran darah perifer, 6 stadium, 54
satuan internasional (SI), 3 Mielopati, 49
MCHC Mielopoiesis, 1-2
nilai normal, 3 Mieloproliferatif, penyakit, 8-9, 14-16, 20,
satuan internasional (SI), 3 25-26, 29, 31-32
MCV Mielosarkoma, 16
nilai normal, 2, 5 Mielosit
gambaran darah perifer, 6 basofil, 1 1 , 5
satuan internasional (SI), 3 diagnosis diferensial, 3
Megakarioblas, 14-16, 1, 5, 16-17, 24, 32 eosinofil, 10, 5
mielogram, 5 flow cytometry, 10
Megakariopoiesis, displasia, 13 mielogram, 5
Megakariosit, neutrofil, 9, 12, 5
apus sumsum tulang, 12 sitokimia, 6
emperipolesis, 15 Mikroglobulin-Pj serum, mieloma multi-
leukemia, reaksi peroksidase, 3 pel, 54
matang, 15 Mikromegakariosit, 15, 13-14, 21
mielogram, 5 Mikrositosis, anemia defisiensi besi, 1
sitokimia, 6 Minyak imersi, 1 1 , 1 3
sitoplasma azurofilik, 15 apus darah/sumsum tulang, 11
Megakariositosis, 35 Mitokondria, 12-13
Megaloblas, 29, 3 mengandung lipoid, 13
Membran, defek, 4-6 Mitosis, fase, sumsum tulang, 29
Memori, sel B, 1-2, 2 1 , 27 Monoblas, 13,
Metamielosit flow cytometry, 9-10
diagnosis diferensial, 3 mielogram, 5
flow cytometry, 10 Monoklonal
eosinofil, 10, 11 antibodi, 9-10
mielogram, 5 gammopati, 45, 50, 52
neutrofil, 9-10, 12 Mononukleosis infeksiosa, 35
Metastasis, melanoma, 1 Monosit, 9, 13-14, 3, 5-6, 8g, 2 3 , 3 3 ,
Mieloblas, 9, 12-13, 29 49g
diagnosis diferensial, 1 alpha-naphthylacetate-esterase, 7
flow cytometry, 10 diferensiasi, 13-14
granulasi azurofilik, 12 diagnosis diferensial, 3
mielogram, 5 flow cytometry, 9
sitokimia, 6 nilai normal, 1 3
Mielofibrosis perkembangan, 13-14
gambaran histologis/sitologis sumsum reaksi peroksidase, 7
tulang, 30 satuan internasional (SI), 3
idiopatik, kronik (CIMF), 31 sitokimia, 5-6
164 INDEKS

Monositopenia, hairy cell leul<emia, 51 Paraimunoblas, 46, 49-50, 56


Monositopoiesis, 9, 13 Paraprotein
Monositosis, 9, 14-15 IgA 52
Moschcowitz, sindrom, 6 IgG, 52
Mott, sel, 28 IgM, 49
MPV PAS (reaksi Schiff asam perjodat), badan
nilai normal, 4 Russell, 27-28, 3, 6, 53
satuan internasional (SI), 3 Pax-5, 20, 21
Mucosa-associated lymphatic tissue (MALT), PCR, 5
limfoma sel B di zona marginal, 45 Pelger-Huet, anomali inti, 7
Mycosis fungoides, 57-59 Pembelahan pematangan, 7
Penanda, permukaan, sel B, 1 7
N Penyakit
Bang, 34
Naphthol-As-D-Esterase, sitokimia, 7 Boeck, 34
Neutropenia, 8-9, 36, 58 Down, 16
didapat/siklik, 9 Gaucher, 29, 33-34
Neutrofil Hand-SchiJller-Christian, 32
granulasi, 12 hemoglobin C, 5
leukemia, kronik, 25-26, 28-29 hemoglobin S (HbS), 6
Niemann-Pick, penyakit/sindrom, 33 Hodgkin, 59
NK {natural killer), sel, 16, 25 mieloproliferatif kronik, 8-9, 14, 25-26,
Non-Hodgkin, limfoma (NHL), 55 29, 32
Normoblas, Niemann-Pick, 33
basofilik, 6 penimbunan lisosomal, 33
diagnosis diferensial, 2 Pfaunder-Hurler, 8
emperipolesis, 15 proliferatif, sel mast, 34
flow cytometry, 11 rantai berat, 45
mielogram, 6 sel dendritik, 32
ortokromatik (oksifilik), 7 Waldenstrom, 49-50, 52
polikromatik, 7 Werlhof, 35, 36g
satuan, 3 Peroksidase, 6, 9, 3
sitokimia, 6
reaksi (POX), 5-6, 2
Philadelphia, kromosom, 14-15, 25, 29
O Piknosis, 7
Organel sel, 12 Pinositosis, makrofag, 14
Osteoblas, 29 Plasmoblas, 2 1 , 27-28
Osteoklas, 29 limfatik, 28
Osteolisis Plasmositoma
gammopati monoklonal, 53 ekstraoseosa, 45
mieloma multipel, 52-54 soliter, 45
PML/RARa, 1 5
Poikilositosis, 3, 32
P
Polikromasia, 7-8
Panmielopati, gambaran histologis/sitolo- eritrosit, 7
gis sumsum tulang, 7 Polisitemia vera, 25, 28, 30-32
Panmielosis, 31-32 gambaran histologis/sitologis sumsum
akut, dengan mielofibrosis, 16 tulang, 30, 32
Pansitopenia, hairy cell leukemia, 51 Polimorf, inti, 12
Pappenheim, pulasan, 6, 9, 7-8, 1 Poliploidisasi, 14, 16
INDEKS 165

Poliribosom, 13 Retikulositosis, 8
POX (reaksi peroksidase), 5-6, 2 Russell, badan, 27-28, 3, 6, 53
Pra-(sel) B, 1, 1 7
penanda, 1 7
Pro-(sel) B, 1, 1 7
penanda, 1 7 Sarkoma
Proeritroblas, 6-7, 9, 14, 29 Ewing, 1
diagnosis diferensial, 1 monositik, 20, 33
flow cytometry, 11 Satuan internasional (SI), sebutan, 4
mielogram, 5 Schwachmann-Diamond, sindrom, neu-
penjuluran sitoplasma, 6-7 tropenia, 8
sitokimia, 6 Sel
Progenitor, sel punca, 1 B, limfoma, 45, 55
Prolimfosit, 46, 49-50, 56-57 intrakavitas, primer dengan efusi, 45
Promegakariosit, 14-16 sel besar, 56
mielogram, 5 difus, 45
Promielosit, intravaskular, 45
diagnosis diferensial, 3 mediastinal, 45
eosinofilik, 10 varian anaplastik, 56
flow cytometry, 10 varian imunoblastik, 56
granulasi azurofilik, 9 varian sentroblastik, 56
mielogram, 5 B memori, 1-2, 2 1 , 27
sitokimia, 6 berambut {hairy cell), 51
sumsum, CD4-h, helper, 2, 25 '
Promonosit, 1 3, 29 CD8+, helper, 2
esterase, 13 darah
flow cytometry, 9 diferensiasi, 1
mielogram, 5 merah, perkembangan, 6
Protein glia, 14
Bence-Jones, 53 Hodgkin, 59
M, 53-54 Kupffer, 14
Pseudo-Gaucher, sel, 29, 34 Langerhans, 32-33
Pseudo-Pelger, sel, 7, 13, 21 lemak, sumsum tulang, 28, 32
Purpura trombositopenik trombotik, 6 lencana, 6
Piruvat kinase, defisiensi, 5 limfatik, 25, 49-50
limfoid, 36, 50, 56
limfosit B l , 17
R limfosit B2, 1 7
RA, lihat anemia refrakter mast, 11-12
RAG {recombination activation gene) apus sumsum tulang, 12
penanda sel B, 19 jaringan, 11-12
Rai, klasifikasi, leukemia limfatik kronik mielogram, 4
(CLL), 48 perkembangan, 11
Rearrangement sitokimia, 6
limfosit B, 17 penyakit, proliferatif, 34
limfosit T, 24-25 model skematis, 13
Retikulum endoplasma, 13 Mott, 28
Retikulosit, 7 NK {natural killer), 16, 25
Nilai normal, 6 penyaji antigen, 14, 2 1 , 27
satuan internasional, 3 plasma, 1-2, 2 1 , 27-29
s
INDEKS

badan inklusi protein, 28g sIgM (IgM permukaan), 20


diagnosis diferensial, 2 Sindrom
flow cytometry, 7 5q, 13
leukemia, 52, 55g aplastik, 7
mielogram, 4 Chediak-Higashi-Steinbrick, 8
sitokimia, 6 Evans, trombopenia, 35
struktur jari-jari roda, 27 hipereosinofil, 28-30
sumsum tulang (apus), 12 Kostmann, neutropenia, 8
vakuola, 27 mielodisplastik (MDS), 9
prekursor, 1 gambaran histologis/sitologis sumsum
pseudo-Gaucher, 29 tulang, 9, 13
pseudo-Pelger, 7, 13, 21 g, 29g klasifikasi FAB, 10-12
punca klasifikasi W H O , 9, 12
hematopoietik, pluripoten, 1-2, 16, 25 penilaian risiko IPSS, 12
progenitor, 1 prognosis, 12
raksasa Langhans, 34 reaksi biru Berlin, 13, 4
Reed-Sternberg, 59 Moschcowitz, 6
retikulum dendritik, 2, 14, 2 1 , 7 Niemann-Pick, 33
sarkoma, aspirasi sumsum tulang, 1 Pfaunder-Hurler, 8
T Sezary, 57-59
C D 4 + , 2, 25 Sitogenetika, 5-6
CD8+, 2 Sitokimia
C D 3 8 + , 21 pulasan, 4, 6, 5-7
leukemia dewasa, 57 sel sumsum tulang, 5-7
limfoma, 57-58 Sitokin
angioimunoblastik, 57 sel punca, 1
dewasa, 57 sitotoksik, 25
ekstranodal, 57 Sitolisis, 25
hepatosplenik, 57 Sitopenia, refrakter
tidak spesifik, perifer, 57 dan sideroblas cincin (RCMD-RS), 10
tipe enteropati, 57 dengan displasia multilinear (RCMD),
tipe nasal, 57 10
target, 6 Sklerosis nodular, 59
T h l , 2, 25 SmIgM, 8
Th2, 2, 25 SpIenomegali, hairy celI leukemia, 51
interleukin, 2, 25 Stomasitosis, 4-6
Sentriol, 12 Substantia, granulofilamentosa/reticulo-
Sentroblas, 2 1 , 27 filamentosa, 7
Sentrosfer, 13, 9 Sudan Black B, pulasan, 6, 3
Sentrosit, 2 1 , 54-55 AML, 17
Serotonin, sel mast jaringan, 11 Sumsum tulang
Serpihan, sumsum tulang, sediaan kom- aktivitas eritropoietik, 12, 1
presi, 7 apus, 6, 9, 11
Sezary, sindrom, 57-59 eritropoiesis, 12
Sferositosis, 4-6 granulopoiesis, 12
Sfingomielin, penimbunan, penyakit megakariosit, 12
Neimann-Pick, 33 mikroskop, 5
Sideroblas cincin, 13-14 minyak imersi, 11
Siderosit, 8 morfologi, 5
sIgD (IgD permukaan), 20 pembuatan, 6, 11
INDEKS 167

serpihan, 7-9, 11 transien, 35


aspirasi, 7, 9, 1 1 , 1 Trombopoiesis, 14
sel karsinoma, 1 patomorfologi, 35
sel sarkoma, 1 Trombosit,
fase mitosis, 29 apus darah, 11
gambaran histologi, 1 kemampuan agregasi, 16
insufisiensi, trombopenia, 35 nilai normal, 6
sediaan kompresi, 7 pelepasan, 15
pembuatan, 7 satuan internasional (SI), 3
sel B, 1 7 sitokimia, 6
darah merah, perkembangan, 6 Trombositemia, esensial, 25, 28, 31-21
lemak, 28 Trombositopolesis, mielogram, 5
osteoblas, 29 Trombositosis, 35
osteoklas, 29 Tuberkulosis granuloma, 34g
plasma, 28
trombosit, perkembangan, 14 V
sitokimia, 5-7
sitologi, 7 V-Djp-rea/-rangement, 24
VHDJH-rearrangement, 19-20
Vitamin B^^, defisiensi, anemia megalo-
T
blastik, 1
T-ALL V-J a-rearrangement, 24
kortikal, 39 VLJL-rearrangement, 20
matang, 39 von Willebrand, multimer, 6
reaksi fosfatase asam, 6 VpraB, protein, 19, 21
Talasemia, 5
P,6 w
hemoglobinopati, 5
minor, diagnosis banding, 1-2 Waldenstrom, penyakit, 49-50, 52
Tartrat, inhibisi Werlhof, penyakit, 35, 36g
Reaksi fosfatase asam, 7 trombopenia, 35
TdT, 18, 21 W H O , klasifikasi
Timus, sel limfosit T, 2, 16, 2 1 , 24-25 leukemia mieloid akut (AML), 15-16
TNF, 25 neoplasia sel B, 45
Transferrin neoplasia sel T dan sel NK, 56-57
saturasi, 1 penyakit
anemia defisiensi besi, 1 mielodisplastik/mieloproliferatif, 14
Translokasi Philadelphia, 25, 27, 38 mieloproliferatif kronik, 25
Trombopenia, 35 sindrom mielodisplastik, 10
idiopatik, ITP, 35 varian mieloma sel plasma, 52-53
pasca-infeksi, 35

Anda mungkin juga menyukai