Atlas
Hematologi
Praktikum Hematologi dengan Mikroskop
This edition o f
P R A K T I K U M D E R M I K R O S K O P I S C H E N H A M A T O L O G I E , 11" Ed.
b y Mathias Freund i s p u b l i s h e d b y a r r a n g e m e n t w i t h E l s e v i e r G m b H .
Urban & Fisher M u n c h e n
Copyright e 2008 Elsevier G m b H . Miinchen
A i l rights reserved
ATLAS HEMATOLOGI HECKNER:
P R A K T I K U M H E M A T O L O G I DENGAN M I K R O S K O P , Ed. 11
A l i h b a h a s a : dr. F r a n s D a n y
Anggota I K A P l
Cetakan 2012
Atlas h e m a t o l o g i H e c k n e r : p r a k t i k u m h e m a t o l o g i d e n g a n m i k r o s k o p / P e n u l i s .
M a t h i a s F r e u n d ; alih bahasa. Frans Dany. — E d . 11. — .lakarta : E G C . 2 0 1 1 .
xi, 167h i m . ; 1 5 . 5 x 2 4 c m .
J u d u l a s l i : Praktikum der mikroskopischen hdmalologie.
I S B N 978-979-044-174-3
1. H e m a t o l o g i . 1. F r e u n d , M a t h i a s I I . F r a n s D a n y .
616.15
Alih B a h a s a :
dr. Frans Dany
This editiono f
PRAKTIKUM DER MIKROSKOPISCHEN H A M A T O L O G I E , l l " Ed.
h y Mathias F r e u n d i s p u b l i s h e d b y a r r a n g e m e n t v v i t h E l s e v i e r G m b H .
Urban & Eisher M u n c h e n
Copyright C 2008 Elsevier G m b H . Munchen
Ali rights reserved
Anggota IKAPI
Cetakan 2012
Atlas h e m a t o l o g i H e c k n e r : p r a k t i k u m h e m a t o l o g i d e n g a n m i k r o s k o p / P e n u l i s .
M a t h i a s F r e u n d ; alih bahasa. Frans Dany. — E d . 11. — .lakarta : E G C . 2 0 1 1 .
xi, 167 h l m . ; 15,5 x 2 4 c m .
1. H e m a t o l o g i . 1. F r e u n d . M a t h i a s I I . F r a n s D a n y .
616.15
V
Petunjuk Penting
Kami tidak bertanggung jawab atas ini tidak melepaskan tanggung jawab
risiko dan kerugian yang ditimbulkan seorang dokter untuk mengkaji ulang
keterangan diagnostik dan mungkin diagnosis yang penting, indikasi, kon-
terapeutik pada buku ini. Keterangan traindikasi dan dosis untuk anjuran
dan anjuran yang tertera dalam buku terapi pada setiap kasus!
vi
Kata Pengantar untuk
Edisi ke-1
vii
viii
Daftar Isi
ix
X Daftar Isi
Pada diagnosis rutin, pemeriksaan dang memiliki nilai sejarah pada ba-
diferensiasi leukosit dilakukan de- nyak aspek.
ngan mesin penghitung sel. Karena Pilar utama kedua diagnosis hema-
itu, pembedaan sel dapat terlaksana, tologis adalah karakterisasi sel secara
yang bergantung pada tipe mesin imunologis. Dalam hal ini, pemerik-
menurut karakteristik mesin tersebut saan dengan flow cytometry memiliki
seperti ukurannya, pembiasan optik, arti yang sangat penting, yang dapat
impedansi, dan sebagian juga menu- memungkinkan deskripsi berbagai an-
rut pulasan sitokimiawi. Namun, bila tigen dalam satu sel secara bersamaan.
hal tersebut berkenaan dengan penge- Dengan memeriksa berbagai parame-
nalan sel-sel patologis, validitas jenis ter, karakterisasi populasi sel dapat
pemeriksaan diferensiasi tersebut se- dilakukan secara tepat. Pendekatan
bagian besar terbatas. Diferensiasi pemeriksaan lainnya adalah imunosi-
leukosit menurut image recognition tologi dan imunohistologi. Dalam hal
system jarang digunakan pada prak- ini, antigen sel dalam penampang
tik. histologis dan sediaan apus darah
Karena itu, penilaian morfologis dipulas dengan antibodi. Kelebihan
sediaan apus darah dan sumsum tu- pemeriksaan tersebut adalah korelasi
lang dengan mikroskop masih men- ekspresi protein dan antigen tertentu
jadi dasar diagnosis hematologis. di setiap sel dengan mempertahankan
Pemeriksaan penunjang pemeriksaan konteks morfologis. Pada praktiknya,
morfologis adalah deskripsi enzim- pemeriksaan imunositologis sediaan
enzim yang khas dan komponen- apus sangat jarang dan dilakukan
komponen sel lain dengan cara sito- pada keadaan-keadaan tertentu. Pada
kimia. Meskipun begitu, arti penting histologi, pemeriksaan tersebut rutin
sitokimia berkurang secara bermakna dilakukan.
dengan adanya metode pemeriksaan Pilar utama ketiga diagnosis pe-
lain yang bersaing dan hanya dipan- nyakit hematologis adalah sitogene-
1
2 1. Hal-hal Teknis yang Perlu Diperhatikan Sebelumnya
"Vabel 1.1 Metode Diagnosis dan Penggolong- Karena imunologi, biologi mole-
^^Pgijjfakit Hematologis. kular dan sitogenetika sangat penting
untuk diagnosis dan penggolongan
Kriteria klinis
penyakit, rujukan untuk pemeriksaan-
IVIorfologi pemeriksaan tersebut dibuat dalam
Pulasan panoptik (Pappenheim) bentuk yang sesuai. Di manapun pa-
Sitokimia (Peroksidase, pulasan biru Berlin rameter klinis yang sangat penting
dan Iain-Iain) dijumpai pada diagnosis dan batasan
Imunologi dan penanda permukaan penyakit, rujukan mengenai hal terse-
arker) but juga dibuat.
Flow cytometry
Imunositologi
1.1 Pembuatan Sediaan
Sitogenetika dan biologi molekular Apus
Sitogenetika tumor konvensional Pembuatan sediaan apus yang berkua-
Fluorescence In situ hybridisation (FISH) litas tinggi merupakan prasyarat mut-
Kombinasi sitogenetika dan FISH (misal-
lak untuk diagnosis morfologis yang
nya, pemulasan kromosom/chromosome
painting) bermakna. Hal ini berlaku terutama
Reaksi berantai polimerase (PGR), baik se- untuk sitologi sumsum tulang. Kete-
cara kualitatif dan kuantitatif rampilan teknis yang diperlukan
Analisa ekspresi gen dengan teknologi chip hanya dapat diperoleh setelah me-
{gene arrays)
Comparative genomic hybridisation (CGH) lakukan latihan yang cukup lama. Di
paragraf-paragraf berikutnya, petun-
juk mengenai metode pemeriksaan
akan diberikan.
tika dan biologi molekular. Dalam Pada praktiknya, kita biasanya
area ini, terjadi pengembangan me- menggunakan kaca objek dengan
tode pemeriksaan: pemeriksaan yang bagian yang diwarnai untuk pelabel-
rutin dilakukan adalah FISH (fluores- an. Identitas yang jelas (nama, nama
cence in situ hybridisation) dan reaksi depan, tanggal lahir dan tanggal peng-
berantai polimerase (PCR, polymerase ambilan spesimen atau nomor labo-
chain reaction). Pemeriksaan lain yang ratorium dengan rujukan keterangan
masih tergolong rutin adalah metode tersebut dalam buku pemeriksaan
penilaian penambahan atau pengu- laboratorium atau pemrosesan data
rangan material genetik (comprara- elektronik) harus dipastikan tercan-
tive genomic hybridisation, C G H ) dan tum.
analisa ekspresi gen dengan bantuan
teknologi chip.
Semua metode yang dilaksanakan 1.1.1 Sediaan Apus Darah
bekerja secara sinergis pada peng-
golongan dan diagnosis berbagai pe- Saat membuat sediaan hapus darah,
nyakit hematologis (r- Tab. 1.1). Buku hal yang perlu diperhatikan adalah
teks yang sudah tersedia berfokus bahwa hanya 2/3 sampai bagian
pada morfologi sel darah dan sumsum kaca objek yang digunakan untuk
tulang. apusan darah. Kaca penutup yang
1.1 Pembuatan Sediaan Apus 3
Kaca
objek
Gambar 1.4 Pembuatan sediaan apus sum- Gambar 1.7 Gambaran skematis sediaan
sum tulang. kompresi sumsum tulang.
1.2 Tinjauan Umum Metode Pemulasan 5
Antibodi
ujung tepinya karena di tempat ini,
penghubung karena elemen-elemen sel berwarna
putih terkonsentrasi secara artifisial
dan sebagian berada dalam keadaan
rusak, yang dapat menimbulkan kesa-
lahan penghitungan jumlah. Semen-
tara itu, pencarian dapat diarahkan
untuk menemukan sel-sel patologis
di sepertiga daerah tersebut, bahkan
di bagian tepi. Bayangan inti atau sel
yang rusak secara artifisial tidak diper-
Gambar 1.9 Prinsip imunositoiogi dengan me-
hitungkan pada proses pemeriksaan
tode imunositokimia (reaksi APAAP).
(pengecualian dapat terjadi pada ka-
sus CLL - pada kasus ini, terdapat per-
telahdikeringkan dengan udara, paling timbangan untuk memperhitungkan
tidak dalam waktu 24 jam. Pendingin- bayangan inti). Pada penilaian mor-
an dilakukan setelah membungkus fologi eritrosit, hal yang perlu diper-
kaca objek dengan kertas aluminium. hatikan adalah bahwa pada hampir
Sebeium pemeriksaan imunositologis semua bagian sediaan apus yang tipis
dilakukan, kaca objek yang telah di- maupun tebal, bentuk sel darah me-
bungkus tersebut dibiarkan beberapa rah mengalami perubahan secara ar-
saat agar tidak terlalu dingin. tifisial.
Hal yang penting adalah memerik-
sa beberapa hal secara sistematis de-
1.3 Penggunaan ngan suatu daftar agar tidak ada hal-
Mikroskop hal yang terlewatkan:
proporsi sebesar 5% pada 100 sel kannya sesuai temuan yang bersang-
yang dinilai berada antara 0,64% dan kutan:
9,36%. • Gambaran umum: selularitas? arte-
fak? kumpulan sel tumor? karakteris-
tik lain?
1.3.2 Sediaan Sumsum • Megakariosit: kualitatif dan kuanti-
Tulang tatif
• Eritropoiesis: bagian sel yang berin-
Sediaan sumsum tulang juga harus ti, pematangan, perubahan displas-
diperiksa secara menyeluruh dengan tik dan gangguan pematangannya?
pembesaran lemah untuk memperoleh • Granulopoiesis: proses diferensiasi
gambaran umum mengenai gambaran normalnya? proliferasi sel bias, 'shift
sel dan tidak melewatkan perubahan- to the left?' tanda displasia atau
perubahan lokal (kumpulan sel tumor, gangguan pematangan?
granuloma). Temuan-temuan yang • Karakteristik:
mencolok selalu diperjelas dengan - Eosinofilia? sel mast?
minyak imersi pada pembesaran 60 - Sel plasma? limfosit?
sampai 100 kali lipat. Penggunaan - Sel patologis?
minyak tersebut mendominasi pada Pengembangan berkala mielogram
bagian kedua pemeriksaan. Hanya kuantitatif sedang dilakukan di sejum-
kombinasi analisis aspirasi sumsum lah kecil laboratorium. Pada jumlah
seperti demikian yang dapat diang- sel tertentu yang dapat ditangani da-
gap sebagai kelengkapan. Pemerik- lam praktik rutin sebanyak 200 sam-
saan awal sediaan dengan pembe- pai 500, validitas mielogram tersebut
saran lemah juga mempermudah tidak terlalu tinggi karena adanya
penemuan bagian preparat, tempat variasi statistik. jadi, interval keper-
sel dapat dinilai dengan baik. Bagian cayaan 9 5 % untuk proporsi sebesar
yang ideal adalah daerah representatif 5% pada 500 sel yang dinilai berada
yang terletak dekat dengan serpihan di antara 3,05% dan 6,95%. Namun,
sumsum; di bagian ini, sel-sel terdis- proporsi sel bias ikut diperhitungkan
tribusi secara merata dan terpulas de- pada penilaian remisi atau diagnosis
ngan baik tanpa adanya artefak aki- suatu leukemia akut. Pada kasus ini,
bat kompresi. Sel-sel yang tidak utuh hal yang sangat bermanfaat adalah
(bayangan inti, sel yang terkompresi menghitung jumlah sel bias secara
dan tertutupi dengan artefak lain) relatif terhadap jumlah sel keseluruh-
tidak diperhitungkan pada pemerik- an sebanyak mungkin.
saan. Namun, artefak demikian dalam
Akhirnya, hal yang perlu ditekan-
proporsi besar harus diverifikasi saat
kan adalah bahwa pembuatan suatu
ditemukan karena hal tersebut akan
koleksi preparat contoh merupakan
mengurangi kelaikan suatu preparat
hal yang sangat berharga bagi setiap
untuk dinilai.
orang yang tertarik dengan hemato-
Hal yang juga penting pada pe- logi. Kemungkinan lain untuk mela-
meriksaan sumsum tulang adalah kukan hal tersebut tercipta dengan
menjawab beberapa pertanyaan se- adanya dokumentasi fotografis yang
cara sistematis dan mendokumentasi- tersedia saat ini melalui teknik digital.
1.3 Penggunaan Mikroskop
Prinsip Utama
11
12 2. Ilustrasi Struktur Sel yang Terpenting
Gambar 2.1 Gambaran skematis elektron-optik organel-organel dalam sel jaringan pembentuk
darah:
1 Inti sel (nukleus), mengandung DNA, pembawa kromosom
2 Badan kecil di dalam inti (nukleolus), mengandung RNA
3 Sitoplasma, mengandung RNA di dalam (9)
4 Kompleks Golgi dengan sentriol
5 Mitokondria
6 Granula spesifik (neutrofil, basofil, eosinofil)
7 Vakuola
8 Lisosom (misalnya granula azurofilik)
9 Poliribosom, pembawa RNA (dengan mikroskop cahaya hanya dapat dikenali dari sitoplas-
ma yang tampak basofilik)
10 Retikulum endoplasma (dengan cahaya optik hanya tampak jarang sebagai garis-garis te-
rang yang tidak mencolok di dalam sitoplasma, misalnya di sel plasma)
2. Ilustrasi Struktur Sel yang Terpenting 13
Gambar 2.2 Model skematis sel seperti pada Gambar 2.1 Difiksasi dan dipulas secara panoptik,
dilihat dengan mikroskop cahaya, minyak imersi, pembesaran 1000 X (Keterangan nomor seperti
pada Gambar 2.1)
1-3 Dengan mikroskop elektron, pada umumnya identik
4 Bagian yang terang pada area perinuklear (sentrosfer)
5 Bagian yang terang yang tipis dalam sitoplasma (mitokondria yang mengandung lipoid; ti-
dak tampak dengan fiksasi alkohol!)
6 Dengan pulasan panoptik, gambarannya masih lebih terdiferensiasi ketimbang dengan mi-
kroskop elektron
7 Vakuola yang juga tampak dengan mikroskop cahaya (kebanyakan merupakan droplet le-
mak)
8 Granula halus yang berwarna merah-ungu
14
BAB
Morfologi Normal
3 dan Komposisi Sel-sel
Darah dan Sumsum
Tulang
15
i 6 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang
Sel punca
Mielopoiesis pluripoten Limfopoiesis
Progeni-
tor
Pema-
tangan
Sel yang
matang
0 © 0 0 0
CDS 0D4CD4
Eritro- Trombo- Neutro- Mono- Eosino- Baso- Sel
sit sit fil sit fil til mast plasma memon
Imuno- CD8CD4Tti1/2
bias B Limfosit T
yang aktif
Gambar 3.1 Model skematis sel punca dan diferensiasi pada hematopoiesis dan limfopoiesis.
bodi. Sel limfatik yang matur dapat digunakan untuk jumlah leukosit da-
teraktifkan setelah berkontak dengan pat dinyatakan dengan jumlah sel/^il
antigen dan berekspansi secara poli- atau Gpt/I.
klonal. Hal tersebut membedakan sel- Pada tahun 1998, perkumpulan
sel ini dari sel-sel mielopoiesis asosiasi laboratorium hematologi dan
onkologi jerman telah membuat suatu
daftar rujukan untuk menyeragamkan
3.2 Nilai Normal untuk penggunaan satuan (> Tabel 3.1 a)'.
Pemeriksaan Darah Tepi Satuan yang terkait diperlihatkan de-
dan Rujukan Penggunaan ngan contoh pada tabel yang tercan-
tum (> Tabel 3.1 b). Satuan-satuan
Satuan Pemeriksaan
dalam buku ini mengikuti rujukan
Di lerman, ekspresi hasil pemeriksaan para ahli.
penghitungan sel sayangnya tidak se- Untuk mempermudah satuan untuk
ragam karena faktor historis. Di bebe- nilai-nilai yang sangat besar dan sangat
rapa negara bagian Jerman yang lama, kecil pada ukuran fisika yang khusus,
kebanyakan satuan Hb dinyatakan kita umumnya menggunakan 'sebutan'
dalam g/dl, sedangkan negara-negara untuk kelipatan desimal atau lambang
bagian Jerman yang baru mengguna- satuan tersebut {> Tabel 3.2).
kan satuan mmol/l menurut panduan Singkatnya, penentuan nilai nor-
satuan internasional (SI). Satuan yang mal untuk parameter hematologis pe-
3.3 Eritropoesis 17
Tabel a . i b ' m i r p i W M W i a i ^ -
menurut Asosiasi Lab. Hematologi & Onkolo- Rujukin Nilai Normal (Faktor usia, jenis ke-
gi Jerman. lamin dan etnis tidak diperhitungkan secara
spesifik).
meriksaan darah perifer harus diper- karenanya, paling besar. Inti bulat,
barui di setiap laboratorium. Namun, berwarna ungu tua, struktur kromatin
hal tersebut memerlukan biaya besar. padat dan merata, dengan tiga sam-
Pada praktiknya, nilai normal juga se- pai lima nukleolus yang tampak tidak
ring digunakan menurut kepustakaan jelas. Sitoplasma berwarna biru se-
{> Tabel 3.3). perti bunga di ladang gandum dengan
daerah terang yang berbentuk bercak
atau seperti bulan sabit, yang analog
3.3 Eritropoesis dengan zona Golgi dan mitokondria
yang berisi lipoid. Sensitivitas terha-
3.3.1 Perkembangan dap lesi mekanis menyebabkan ke-
Sel Darah Merah di cenderungan penjuluran sitoplasma.
Sumsum Tulang
Normoblas, basofilik (> Gambar
Proeritroblas (> Gambar 3.2 a-c): sel- 3.2 a, b, d); Diameter sel mengecil
sel eritropoiesis yang paling muda dan dibandingkan dengan proeritroblas.
18 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang
Tabel 3.2 Sebutan SI untuk Satuan Nilai Inti bulat tanpa nukleoli yang dapat
yang Sangat Besar dan Sangat Kecil. dikenali. Kondensasi spesifik dan
sebaran kromatin yang sangat kon-
Sebutan Simbol
tras (alur terang di antara gumpalan-
gumpalan kromatin berwarna ungu),
yang disebut sebagai 'jari-jari roda'
walaupun sebutan ini tidak terlalu
tepat. Sitoplasmanya tampak basofi-
lik sedang.
titik-titik halus berwarna biru hitam, Siderosit. Sel ini mengandung granula
hanya dapat dikenali dengan pemulas- besi, yang dapat dilihat dengan pu-
an Pappenheim yang konvensional. lasan biru Berlin (mitokondria berisi
Eritrosit dengan basophilic stippling besi), kebanyakan dapat terlihat dalam
hampir tidak dapat dilihat dalam retikulosit. Temuan ini tidak memiliki
darah normal. Kemunculan yang se- arti diagnostik yang penting.
makin sering selalu terjadi bersamaan
dengan retikulositosis dan merupakan
perwujudan suatu regenerasi eritro- 3 . 3 . 3 Prinsip Utama
poiesis yang meningkat atau gangguan Eritropoiesis
sintesis Hb (anemia hemolitik, kera-
cunan Pb). Basophilic stippling seum- Prinsip Utama
pama dengan agregat ribosom yang • Sel-sel eritropoiesis dan terutama inti sel-
mengandung RNA dan muncul seba- nya selalu bulat!
gai produk kering sediaan apus darah. • Sitoplasma basofilik = adanya asam
ribonukleat (RNA) = petanda hemoglo-
binisasi yang tidak matang atau kurang
sempurna!
Produk Akhir Eritropoiesis
• Sitoplasma oksifilik = adanya hemoglobin
= petanda kematangan hemoglobinisasi!
Eritrosit (Normosit) (> Gambar 3.3 d):
• Sitoplasma eritrosit muda berinti tidak
berbentuk cakram berwarna merah mengalami granulasi spesifik.
kekuningan, dengan ukuran yang • Substansi retikulofilamentosa, basophtilic
hampir sama besar tanpa struktur stippling pada eritrosit dan polikromasia
merupakan perwujudan suatu eritropoie-
internal (diameter 7-8 pm). Bagian sis regeneratorik atau pseudoregenerato-
terang di tengah disebabkan bentuk rik atau suatu gangguan sintesis Hb.
cakram yang bikonkaf. • Elemen sel yang benwarna merah dan
berinti bukan merupakan komponen fisio-
logis darah perifer!
Struktur Bagian Internal Lainnya
besar dapat terlihat jelas dan dapat masih dapat dilihat. Di sitoplasma,
berpindah-pindah. Sitoplasma sedikit, granula azurofilik yang mencolok mu-
dan bersifat basofilik sedang sampai lai terbentuk.
lemah. Terdapat sedikit zona terang
yang mencolok di perinuklear. Sedikit Mielosit neutrofil (pemunculan per-
granula tahap awal dapat ditemukan. tama granulasi spesifik, ^ Gambar
3.5 c, 3.6 b): pengecilan lebih lanjut
Promielosit (> Gambar 3.5 a-c, > diameter sel dan ukuran inti. Struktur
Gambar 3.6 a-b): bentuk sel yang baru kromatin mulai tampak seperti gum-
matang pada granulopoiesis setelah palan kasar dan nukleolus masih ja-
mieloblas. Ukurannya bertambah be- rang terlihat. Sitoplasma berwarna
sar ketimbang mieloblas. Inti ber- coklat abu-abu muda atau coklat me-
bentuk oval, agak bulat dan terletak rah muda, dan tidak lagi tampak ba-
agak eksentrik dengan kromatin halus sofilik. Granula halus berwarna ungu
yang mulai berkondensasi. Nukleolus kecoklatan (= neutrofil matang) mun-
3.4 Granulopoiesis dan Monositopoiesis 23
3 . 4 . 3 Perkembangan
Granulosit Basofil dan
Sel Mast Jaringan
Mielosit basofil: Granulosit basofil
biasanya baru dapat dikenali dari ta-
hap mielosit. Inti sel berbentuk bulat,
dan di sitoplasma terdapat granula ba-
sofil kasar yang khas.
jaringan mengandung heparin, sero- tiap bagian inti yang dianggap paling
tonin dan histamin. tebal dari kedua sisi.
- Granulosit neutrofil berinti polimorfik
(Sinonim: Sel berinti segmen; sel
3 . 4 . 4 Prinsip Utama berinti polimorf); granulosit neutrofil
dengan sitoplasma yang matang dan
Granulopoiesis satu inti yang kurang-lebih tampak|
jelas terbagi atas dua atau (kebanyak-'
Prinsip Utama an) tiga sampai lima segmen, atau
dengan satu inti yang tidak memenuhi
• Mieloblas adalah satu-satunya sel dari
persyaratan untuk mielosit, metamie-
kelompok sel darah putih yang tidak
losit atau sel berinti batang seperti
mengalami granulasi; secara morfologis
didefinisikan di atas.
sel ini digambarkan sebagai sel yang
paling tidak matang pada granulopoie- • Hitung leukosit fisiologis dalam darah
sis. Pada beberapa bias, sejumlah gra- perifer:
nula azurofilik dapat dikenali pertama - Total leukosit 4000 - 9000/pl
! kalinya. - Leukosit basofil: 0-1% (absolut: 0 -
90/Ml)
• Terdapat empat bentuk granulasi yang
; berbeda dengan pembagian sebagai - Leukosit eosinofil: 1-4% (absolut: 40
- 360/pl)
berikut:
- Granulasi azurofilik: mieloblas dan - Sel neutrofil berinti batang: 0-4% (ab-
promielosit solut 0 - 360/pl)
- Granulasi neutrofil: mielosit neutrofil, - Sel neutrofil berinti segmen: 50-70%
metamielosit, sel berinti batang dan (absolut: 2000 - 6300/pl)
berinti segmen - Monosit: 2-8% (absolut: 80 - 720/iJl)
- Granulasi eosinofil: promielosit eosi- - Limfosit: 25-45% (absolut: 1000 -
4050/pl)
nofilik, mielosit, metamielosit, sel ber-
inti batang dan berinti segmen - Adanya bentuk sel yang berbeda dari
kelompok sel darah putih yang telah
- Granulasi basofil: promielosit basofilik,
disebutkan dalam sediaan apus darah
mielosit, dan leukosit.
harus dianggap patologis!
• Bentuk inti berubah sesuai dengan per-
kembangan sel lebih lanjut. Diferensiasi
inti berangsur-angsur berkurang dari
neutrofil hingga menjadi basofil.
• Definisi morfologis bentuk sel neutrofil: 3 . 4 . 5 Perkembangan IVIonosit
- Mielosit neutrofil (Mielo): granulosit
neutrofil dengan sitoplasma yang ma-
dan Makrofag
tang dan satu inti berbentuk bulat atau
oval. Perbandingan sumbu inti yang Monoblas (f- Gambar 3.11 a): perbe-
oval tidak boleh melebihi 1:2. daannya dari mieloblas di dalam sum-
- Metamielosit neutrofil (Meta) (Sinonim: sum tulang normal kebanyakan tidak
neutrofil muda): granulosit neutrofil de- jelas; kadang-kadang terjadi penakik-
] ngan sitoplasma yang matang dan inti
yang berbentuk seperti ginjal. Lekukan
an di inti.
ke dalam pada inti tidak boleh lebih
dalam dari setengah sumbu inti oval Promonosit (> Gambar 3.11 b-c): ben-
yang lebih pendek. tuk sel besar dengan ciri-ciri promie-
1 - Granulosit neutrofil berinti batang
lositik tertentu, yang hanya dijumpai
(Batang): granulosit neutrofil dengan
sitoplasma yang matang dan inti yang di sumsum tulang dengan proporsi
berbentuk tapal kuda atau berbentuk sebesar 3%. Inti bulat dengan lekukan
huruf S. Inti menampakkan suatu ben- ke dalam pada satu sisi atau kadang-
tuk pita yang dapat dikenali dengan
kadang juga tidak teratur. Kromatin
jelas. Diameter bagian inti yang paling
tipis harus melebihi 1/3 diameter se- longgar, dan mulai tampak sebagai
28 3- Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang
benang-benang kasar. Nukleolus yang Monosit ( > Gambar 3.7, > Gam-
jarang dapat terlihat. Sitoplasma tam- bar 3.11 d-f): sel terbesar di dalam
pak basofilik muda dan luas dengan darah perifer. Inti sel ini besar, khas
sentrosfer kecil, yang jarang meng- berlobus, beraneka bentuk, dan juga
alami granulasi azurofilik. Peralihan sering berbentuk seperti sosis atau
menjadi kelompok sel berikutnya kacang. Kromatin longgar, tampak
terjadi tanpa batasan yang jelas. berupa benang-benang kasar dengan
Diferensiasi promonosit secara pasti pemadatan di tempat-tempat tertentu,
hanya dapat terlihat secara sitokimia tetapi transparan secara keseluruhan.
(esterase non-spesifik, > Gambar 4.2 Nukleolus yang kecil dapat dikenali.
c-d) atau imunositologis, meskipun Sitoplasma biasanya berwarna biru
pada praktiknya tidak bermakna. abu-abu seperti warna batu dengan
3.4 Granulopoiesis dan Monositopoiesis 29
granula halus yang berbentuk seperti dapat dikenali dengan pulasan imu-
debu, tetapi terkadang juga tampak nohistologis pada sediaan histologi.
basofilik terang. Monosit beredar ha-
nya dalam waktu singkat dalam darah Makrofag. Makrofag muncul berupa
dan kemudian mengembara ke dalam bentuk monosit darah yang berada di
jaringan, tempat sel ini berdiferensiasi jaringan. Kerja utamanya adalah fa-
menjadi makrofag, demikian juga di gositosis dan pinositosis ('r- Gambar
paru-paru (makrofag alveolar), hati 3.11 g, > Gambar 3.12 a-b). Makrofag
(sel Kupffer) atau di SSP (sel glia), sum- berperan penting melalui penyajian
sum tulang dan jaringan lainnya. antigen pada respons imun.
Monosit juga merupakan prekursor Makrofag juga berperan pada
subkelompok sel retikulum dendritik metabolisme besi. Sel prekursor eri-
penyaji-antigen. Sel ini ditemukan di tropoiesis mengambil molekul feritin
centrum germinale kelenjar getah be- dari makrofag di pulau eritropoiesis
ning, memiliki inti sel oval atau agak sumsum tulang melalui pembentukan
bulat dan sitoplasma bercabang yang vesikel dan penggabungan vesikel ini
menyerupai jala yang digunakan un- selanjutnya (> Gambar 3.12 c-d).
tuk berkontak dengan limfosit. Karena Morfologi makrofag sangat ber-
struktur sitoplasmanya, sel ini hanya variasi dan sangat bergantung pada
30 3- Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang
3 . 5 . 2 . Prinsip Utama
Trombopoiesis
Tabel 3.4 Perl<embangan dan Pematangan Sel-sel B di Sumsum Tulang (dimodifikasi menuruf).
11-7 R a
CD19
CD79a
TdT
RAG
VpraB
HH
pra-BCR
IgH GL ' * ^ ' W H ^ VH'DJH" VHDJH VHDJH VHDJH
KL GL GL GL GL GL VLJL
cycling
Pax-5
sIgM
sIgD
IL-7 R a = interleukin-7 reseptor alfa; TdT = desoxyribonucleotidyltransferase terminal; RAG = gen aktivasi
rekombinasi; VpraB = protein Vpra-B; \JH = rantai berat \i; pra-BCR = reseptor sel pra-B; IgH = rantai berat
imunoglobulin; GL = germline configuration; DJH = DJH-rearrangement, VHDJH = VHDJH-rearrangemenf
VLJL = VUL-rearrangement; Pax-5 = faktor transkripsi Pax-5; sIgM = IgM permukaan; sSlgD = IgD per-
mukaan. JH
ringan limfatik, tempat sel tersebut likel tersebut, sel-sel ini akan terakti-
berkontak dengan sel penyaji-anti- vasi dan berkontak dengan antigen
gen. Sel-sel B ini akan teraktivasi dan melalui sel retikulum dendritik fo-
berdiferensiasi menjadi sel plasma likular. Hal tersebut menimbulkan
dengan umur yang singkat dan afini- respons imun sekunder. Pada tahap
tas yang rendah, atau menjadi sel B ini, folikel primer berubah menjadi
memori. Sel-sel B memori mengemba- folikel sekunder dengan centrum ger-
ra dari daerah ekstrafolikular kelenjar minale. Melalui kontak dengan anti-
getah bening ke folikel primer. Di fo- gen, sel-sel B memori berdiferensiasi
36 3. Morfologi Normal dan Komposisi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang
3.6 Limfopoiesis 37
sisitas selular yang diperantarai anti- yaitu limfosit 'teraktivasi' atau 'reaktif.
bodi terhadap infeksi virus atau sel-sel Transformasi menjadi bentuk reaksi
yang bertransformasi. limfatik merupakan suatu proses fisio-
logis pada keadaan infeksi dan tidak
boleh disalah-tafsirkan sebagai suatu
3 . 6 . 2 Morfologi Limfosit
transformasi keganasan.
Pembedaan limfosit pada sel T, Sel Jadi, karena alasan praktis, istilah
B atau sel NK tidak dapat dilakukan 'bentuk reaksi limfatik' harus diper-
berdasarkan morfologinya. Pembe- jelas secara tegas dari apa yang dise-
daan antara limfosit kecil dan besar but sebagai 'limfosit atipik'. Pada dife-
dengan atau tanpa granulasi azurofilik rensiasi, konsep yang disebut terakhir
dapat dilakukan secara deskriptif ('limfosit atipik') menandakan bahwa
Gambar 3.16, r Gambar 3.17 a-c). pada keadaan ini, terdapat sel-sel lim-
Variasi-variasi morfologis tersebut pa- fatik yang tidak normal tetapi tidak
da pembedaan sediaan apus darah pula termasuk dalam elemen bias,
dan sumsum tulang secara praktis yang mengisyaratkan kecurigaan akan
tidak dapat ditampilkan secara terpi- penyakit pada sistem limfatik. Pembe-
sah. Temuan-temuan yang mencolok daan morfologis bentuk reaksi limfatik
dicatat sebagai keterangan. dan limfosit atipik tidak bersifat banal
Limfosit dapat teraktifkan kembali dan memerlukan informasi klinis tam-
setelah berkontak dengan antigen. bahan dan bila perlu dengan pemerik-
Pada kasus ini, sel ini mengalami suatu saan penunjang imunologis.
transformasi dan dapat beregenerasi
dengan memasuki siklus pembelahan. Limfosit kecil. Sel ini berbentuk agak
Dalam hal ini, sel-sel tersebut berbe- bulat, dan sedikit lebih besar daripada
da dari, misalnya granulosit. Melalui eritrosit normal. Sel ini memiliki rasio
transformasi limfosit pada sel-sel yang yang tinggi pada besar inti terhadap
aktif membelah, terjadi perubahan besar sitoplasma dengan sitoplasma
bentuk. Kita menyebut sel-sel tersebut yang sering kali sangat sempit dan
dengan istilah 'bentuk reaksi limfatik'. kurang jelas. Sitoplasmanya jernih
dan tampak sedikit basofilik. Intinya Temuan Menaril< pada Aspirasi Kelen-
berbentuk agak bulat, terkadang agak jar Getah Bening (> Gambar 3.18 a,
melekuk ke dalam dengan gumpalan b): pada bagian pusat folikel, terda-
kromatin yang kasar dan terkadang, pat sel-sel yang bertransformasi ke
nukleoli yang dapat dilihat. arah bias terutama pada peradangan
kelenjar limfe, yang tidak boleh men- Vakuola-vakuola ini dalam keada-
jadi alasan penegakan diagnosis pe- an fungsional tertentu terisi dengan
nyakit keganasan. Perubahan morfo- tetesan opalesen (badan Russell), yang
logis ini merupakan bagian dari proses merupakan globulin-globulin yang
normal perkembangan sel B. mengeras Gambar 3.19 e-h). Setiap
tetesan mempunyai skala yang lebar
hingga memenuhi seluruh badan sel
3 . 6 . 3 Sel Plasma
yang berbentuk seperti bola yang be-
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sar. Tetesan-tetesan ini bahkan juga
sel plasma dapat terbentuk dalam dua menutupi inti sel dan dapat tersebar di
tahap perkembangan sel B: sel B natif antara elemen-elemen sumsum tulang
mengembara ke dalam jaringan lim- lainnya setelah pecahnya membran
fatik, tempat sel ini berkontak dengan sel. Pada beberapa sel plasma, badan
sel penyaji-antigen. Sel B natif terse- Russell memberikan hasil positif untuk
but akan teraktivasi dan berdiferen- reaksi PAS. Walaupun jarang, terdapat
siasi menjadi sel plasma dengan umur juga kristal-kristal protein dalam sito-
yang singkat dan afinitas yang ren- plasma, demikian juga badan inklusi
dah, atau menjadi sel B memori. Sel- azurofilik sitoplasma dan gambaran
sel B memori mengembara dari area berbentuk tetesan di dalam inti sel.
ekstrafolikular kelenjar getah bening Sitoplasma yang berwarna merah
ke dalam folikel primer. Sel-sel ini dikenal dengan istilah sel plasma
teraktivasi menjadi sentroblas melalui 'yang membara' Gambar 3.19 i).
kontak dengan antigen dan selanjut- Suatu kejanggalan sitologis tam-
nya menjadi sel B memori atau plas- pak pada sel plasma yang mengalami
moblas. Plasmoblas mengembara ke penghancuran. Kromatin inti menjadi
dalam sumsum tulang dan akhirnya terang, sitoplasma membesar secara
berdiferensiasi menjadi sel plasma. bermakna dan menunjukkan struk-
tur sisa yang menyerupai kumpulan
Morfologi Sel Plasma (> Gambar 3.19 benang (> Gambar 3.19 k).
a-d). Inti sel biasanya terletak eksen-
trik, bulat dan dikenali dengan struktur
kromatin yang sangat bergumpal. Di
3 . 6 . 4 Prinsip Utama
antara setiap partikel kromatin, terda- Limfopoiesis
pat area yang sempit dan terang, yang
Prinsip Utama
memberikan kesan gambaran suatu
struktur jari-jari roda. Bentuk sel de- • Penamaan 'limfoblas' tetap dicadangkan
ngan dua atau lebih inti sel dijumpai. untuk keadaan leukosis akut. Bentuk
bias, yang dalam keadaan fisiologis ter-
Sitoplasma kebanyakan berwarna biru
lihat secara mikroskopis berada dalam
seperti bunga di ladang gandum, dan jaringan limfatik (preparat apus kelenjar
pada beberapa elemen juga berwar- limfe), sesuai dengan sentroblas atau
na biru langit. Terdapat daerah yang imunoblas (> Gambar 3.18 a, b).
• Bentuk limfosit dapat berubah dan bah-
terang di bagian perinuklear yang luas
kan dapat terdistorsi secara morfologis
dan sering bebercak, serta vakuola di dalam derajat tertentu melalui teknik
dalam sitoplasma dengan jumlah dan H^apus dan pemulasan.
ukuran yang bervariasi.
3.6 Limfopoiesis 41
%0 • # ^
Gambar 3.20 Osteoblas dan osteoklas serta sel-sel yang serupa.
a) Osteoklas
b) Sel raksasa benda asing sebagai perbandingan dengan a)
c) Osteoblas
d) Sel plasma sebagai perbandingan dengan c)
4
Diferensiasi Sel-sel
Darah dan Sumsum
Tulang Normal
Pada uraian-uraian berikut, keterang- tulang akan disajikan dan distribusi
an singkat mengenai diagnosis diferen- normal sel-sel tersebut akan dipapar-
sial sel dalam darah dan sumsum kan. Namun, pada setiap diferensiasi
• J
Gambar 4.1 Gambaran sumsum tulang normal dengan distribusi sel yang kebetulan tidak me-
rata
a) Zona dengan aktivitas eritropoiesis (pembesaran 1000 x)
b) Granulopoiesis yang matang secara regular (pembesaran 1000 x)
c) Megakarioblas (kiri) dan megakariosit matang (kanan) (pembesaran 1000 x)
d) Potongan suatu nodul limfe fisiologis dari sumsum tulang normal
(pembesaran 1000 x), tanda x = sentroblas?
45
46 4. Diferensiasi Sel-sel Darah dan Sumsum Tulang Normal
mm
halus, transpa- pucat dari sitoplasma
ran proeritroblas,
juga terda-
pat bagian yang
terang di daerah
perinuklear yang
kurang begitu
jelas, granula-
azurofilik sedikit
atau tidak ada^j^
4.1 Diagnosis Diferensial Morfologis Bentuk-bentuk Sel yang Terpenting 47
Tabel 4.1 Diagnosis diferensial morfologis bentuk-bentuk sel yang terpenting. (lanjutan)
m
f Bentuk reaksi ^ ^ S i l M ^ a k sem bulat tidak 1-2; biru terang seperti mielo-
«limfatik purna sempurna yang penampak- blas, tetapi
dan melekuk, annya berbeda- tepi plasma
kromatin berupa beda atau pucat lebih lebar dan
jala-jala kasar, lebih rapuh, biru
transparan terang hingga
basofilik tua, ^
bagian yang f
terang di daerah
perinuklear
sering da-
pat terlihat jelas, ,
tidak terdapat S
granula. I
I
ortokromatik
ngat kontras
limfosit "blHovar bulat atau me- l^TEsanya biasanya sedikit
lekuk, tersebar tidak dapat dan berbentuk
dengan lebih terlihat menyerupai bulan
sedikit kontras, separuh, tampak
tampak seperti basofilik setengah
batu pualam terang, bagian
yang bergumpal- yang terang
gumpal kasar dengan tetesan-
tetesan halus,
kadang-kadang
memiliki granulasi
azurofilik
Tabel 4.1 Diagnosis diferensial morfologis bentul<-bentuk sel yang terpenting. (lanjutan)
Ufa
lelosit ^WSS^SW^ bulat, oval, 2-3; sering basofilik sete-
kadang-kadang hanya dapat ngah terang,
pada satu sisi dikenali secara bagian yang
menjadi datar samar terang di dekat
atau melekuk ke lekukan inti
dalam, kromatin (sentrosfer),
cukup padat granulasi azuro
yang tampak filik yang jelas
berupa anyam-
an halus
Mielosit lebih bulat ketim- oval meman- 1-2; biasanya abu-abu lembut-
bang oval jang, juga tidak dapat coklat-merah
memberi kesan dilihat muda dengan
berbentuk se- granula halus
perti kacang, benwarna ungu.
kromatin cukup Sentrosfer kecil
padat, tidak ho- terang.
mogen
Tabel 4.1 Diagnosis diferensial morfologis bentuk-bentuk sel yang terpenting. (lanjutan) "^"^B
4 . 2 Mielogram Normal
Tabel 4.2 Distribusi normal sel-sel di sumsum tulang pada gambaran hematologis orang se-
hat".
Histiosit = Makrofag
Sel mast jaringan
Limfosit
Sel-sel plasma
Jumlah total 14,0
ranulositopoiesis
Mieloblas'^SmonSlilas
Promielosit
Mielosit neutrofil
Mielosit eosinofil
Mielosit basofil
Promonosit,
Metamielosit
Sel berinti batang
Sel neutrofil berinti segmen
Sel eosinofil berinti segmen
Sel basofil berinti segmen
50 4. Diferensiasi Sei-sei Darah dan Sumsum Tuiang Normal
Tabel 4.2 Distribusi normal sel-sel di sumsum tulang pada gambaran hematologis orang sehat*.
(lanjutan)
Granulositopoiesis
Monosit 1,3
Jumlah total 65,6* 100
liiiiiTiifiY
1,0
Proeritroblas
Eritroblas basofilik
Eritroblas polikromatik
Eritroblas oksifilik
Eritroblas matang, tidak dapat membelah 2,4 12
Jumlah total 20,0* too
Trombositopolesis
Megakarioblas
Promegakariosit
Megakariosit
Jumlah total
Tabel 4.3 Sitokimia sel-sel darati dan sel-sel sumsum tulang normal.
IMieloblas 0-((+))
ase Keterangan
Turunan sel B
• • • • • I
Pro-sel B Pra-pra B Pra-B Sel B yang Sel B
Sel
plasma
Pra-B-I Pra-B II belum ma- yang
tang matang
Panel 1:Tdt/CD20/
CD19/CD10
Panel 2: CD45/
CD34/CD19/CD22
Turunan Monosit
Turunan Monosit
CD16
Panel 3: CD34/
CD117/CD45/
CD13.33*
Panel 5: GDI 6/
GD13/GD45/
GD11b • I -
' C D 1 3 . 3 3 = campuran antibodi CD13 dan CD33 untuk mengoptimalkan pemulasan turunan sel
granulositik dan monositik ..-..-i^,^,.,....,....,..^..,.,.,.!,^
4.4 Diferensiasi Sel-sel Normal di Sumsum Tulang dengan Flow Cytometry 55
Panel 6: CD71/
CD235a/CD45/
CD117
•CD13.33 = campuran antibodi G D I 3 dan CD33 untuk mengoptimalkan pemulas-
an turunan sel granulositik dan monositik
57
Diagnosis Banding Anemia UI
09
Anemia
Hb, MCV
Gambaran diferensial darah
o
Anemia mikrositik Anemia makrositik ?
MCV « 83 fl MCV » 93 fl o
normokrom Hitung retikulosit dapat
o
meningkat, normal, <g
menurun «•
Q.
Kadar ferritin daiam senjm Retikulosit a
dapat rendafi, meningkat. meningkat atau tidak
normal Anamnesis, gambaran klinis,
Histologi & sitologi sumsum
tulang meningkat 3
apus darah, bilirubin abnormal atau normal zr
a.
Kadar vitamin 612? 0)
Kadar asam folat? w
Anemia
Gangguan Gangguan
Gambaran megaloblastik c
aplastik
fungsi fungsi
1 Ganggua
n fungsi
Fe senjm i
Ferritin
pada sumsum tulang? 3
Anemia
diseritro-
ginjal endoknn hati normal/t CO
Perdarahan atau Defisiensi asam folat
poietik
Anemia Hemoglobinopati AnefTiia
hemolitik
Anemia
Anemia
Miksedema Anemia pada Anemia pada
penyakit
hemolisis atau vitamin B12
Talasemia perdarahan Infiltrasi Penyakit penyakit hati sebelumnya Gangguan sintesis
defisiensi (Ferritin T ) kongenital akut akjbal renal {kadar Addison Ekirwsilosis poradarvgan
DNA lainnya
kfomk Penanganan awal
besi Anemia didapat
leukemia, eritro- Eunuctioi-
disme Fase awal defisiensi vitamin (herediter;
mieloma dll. poietin?)
sideroblastik Pantijpopi- defisiensi besi medikamentosa)
Bl2
luitansme
WD
'Oo%q
o Oh n mg.^'^f
Gambar 5.3 Temuan pemeril<saan sumsum tulang dan darah pada anemia al<ibat defisiensi
vitamin B^j.
a) Megaloblas dengan berbagai tingkat kematangan; di sampingnya tampak segmentasi berlebih-
an yang khas pada granulosit (gambaran sel yang khas di sumsum tulang pada eritropoiesis
megaloblastik)
b) Promegaloblas dengan sitoplasma basofilik yang khas; kanan atas, promegaloblas yang terte-
kan dengan nukleolus yang tampak jelas
c) Megaloblas polikromatik dengan perbandingan inti-sitoplasma dan struktur kromatin inti sel
yang khas
d) Megalo-normoblas yang matang
e) Karioreksis suatu inti normoblas
5.1. Patomorfologi Eritropoiesis 61
Gambar 5.3 Temuan pemeriksaan sumsum tulang dan darah pada anemia akibat defisiensi
vitamin B^^- (lanjutan)
f) Perubahan eritropoiesis yang baru dimulai dengan pemberian vitamin B,^: kecenderungan nor-
moblastik yang nyata, sementara sel berinti batang raksasa menetap lebih lama
g, h) Apus darah: makro-megalositosis oval dan poikilosltosis eritrosit; di sampingnya tampak
segmentasi berlebihan pada granulosit.
62 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang
Gambar 5.5 Gambaran darah perifer dan sumsum tulang pada anemia hemolitik.
a) Anemia hemolitik autoimun: autoagiutinasi yang khas pada eritrosit pada sediaan apus darah
tanpa penambahan zat apapun. Bahkan pada bentuk hemolisis ini, sel sferis dapat ditemukan!
b) Basophilic stippling yang jelas pada eritrosit akibat hemolisis yang disebabkan kerusakan tok-
sik membran dengan gangguan sintesis heme pada keracunan kronik timbal; lihat juga ^ Gam-
bar 3.3 c dan d
c) Badan Heinz: badan inklusi yang ditemukan di bagian tepi atau bagian dalam eritrosit (hanya
dapat dilihat dengan pulasan supravital, misalnya dengan biru nil sulfat) = presipitat globin pada
hemoglobin yang tidak stabil dan beberapa enzimopati
d) Eritropoiesis dengan pematangan yang memadai dan peningkatan regenerasi di sumsum tu-
lang pada semua anemia hemolitik secara keseluruhan. Akibat peningkatan eritropoiesis adalah
peningkatan nyata pada nilai hitung retikulosit; mitosis normoblas (->)
e) Krisis berupa ketiadaan regenerasi akibat parvovirus B l 9 dengan pembentukan proeritroblas
raksasa yang sangat poliploid; retikulosit = 0!
5.1. Patomorfologi Eritropoiesis 65
•mm
• Defisiensi piruvat kinase
• Sebab lainnya
Hemoglobinopati (sebagian de-
ngan hemolisis)
• Anemia sel sabit
• Talasemia (mikrositik)
• Penyakit hemoglobin C (HbC)
• Sebab lainnya
prostetik pembuluh darah yang bebas. makna pada eritropoiesis, yang terka-
Intoksikasi dan luka bakar dapat di- dang disertai gambaran megaloblastik
sertai oleh hemolisis. Pada semua he- pada defisiensi relatif asam folat.
molisis ekstrakorpuskular didapat yang Pada hemolisis kronik, kadang-
lebih lama timbul, biasanya terdapat kadang timbul krisis aplastik akibat
suatu peningkatan reaktif yang ber- infeksi parvovirus B19. Di sumsum tu-
5 . 1 . 6 Kelainan Herediter
5.1.5 Purpura Trombositopenik Kompleks
Trombotik (TTP)
Anemia diseritropoietik kongenital:
Purpura trombositopenik trombotik merupakan kelainan eritropoiesis lang-
(sindrom Mosclicowitz) merupakan ka yang diturunkan secara autosomal
suatu gambaran penyakit yang kom- resesif (tipe I dan II) atau autosomal
pleks. Pada kebanyakan pasien, hal dominan (tipe III) ( Gambar 5.9).
tersebut terjadi akibat suatu defisit
herediter atau didapat (melalui auto-
antibodi) metalloproteinase pengurai-
faktor von Willebrand ADAMTS13.
Defisittersebut menimbulkan pemben-
tukan multimer von Willebrand yang
panjang secara abnormal di endotel
pembuluh darah. Dengan demikian,
terjadi trombosis di pembuluh darah
kecil dan selanjutnya, trombopenia
akibat konsumsi trombosit serta he-
molisis akibat penghancuran eritrosit;
di tempat ini, terbentuk serabut fi-
brin. Fragmentosit khas ditemukan
dalam darah ( Gambar 5.8). Pasien
berisiko mengalami gangguan perfusi
sumsum tulang. Pada kehidupan nyata pada timbulnya penyakit ini, karena
di Eropa tengah, kelainan ini sebagian penyakit-penyakit sel punca seperti he-
besar berupa anemia aplastik didapat moglobinuria paroksismal nokturnal,
idiopatik dan diperantarai oleh sel T. mielodisplasia atau leukemia mieloid
Pada saat yang bersamaan, perubahan akut sering timbul lama setelah terapi
sel punca tampaknya ikut berperan imunosupresif membuahkan hasil.
Penyebab lain untuk sindrom aplas- kuensi kira-kira sebesar 1:6000. Pada
tik dapat berupa obat-obatan (klasik: heterozigositas, sejumlah besar granu-
benzol, kloramfenikol, emas), infeksi losit memiliki bentuk inti bilobus de-
virus, penyakit autoimun, kehamilan ngan penghubung berbentuk benang
atau paparan radiasi. dan suatu struktur kromatin yang sa-
Penentuan diagnosis banding mie- ngat bergumpal dan kasar Gambar
lodisplasia hipoplastik dapat menim- 5.11 a, b). Sel Pelger mungkin dapat
bulkan masalah. Selain aspirasi sum- disalah-tafsirkan dengan sel berinti
sum tulang, biopsi sumsum tulang batang. Suatu bentuk yang menyeru-
dan pemeriksaan sitogenetik mutlak pai sel Pelger ('pseudo-Pelger') dapat
diperlukan. diamati pada mielodisplasia, leuke-
mia mieloid akut, mielofibrosis dan
juga pada infeksi dan penggunaan
5.3 Patomorfologi obat-obatan.
Granulopoiesis
Anomali Granulasi Alder-Reilly. Ano-
5.3.1 Perubahan Herediter mali ini ditandai dengan suatu granu-
lasi azurofilik ekstrem yang timbul se-
Anomali inti Pelger-Huet. Anomali ini cara herediter pada granulosit, eosinofil
merupakan suatu perubahan herediter dan basofil. Granulasi tersebut agak
dominan pada granulosit dengan fre- menutupi inti yang terpulas lemah.
Kelainan ini biasanya ditemukan pada reaksi leukemoid dinyatakan bila leu-
disostosis enkondral multipel (gargoy- kositosis melampaui 50.000/pl. Pada
lismus, penyakit Pfaunder-Hurler). keadaan ini, biasanya terjadi 'shift to
Diagnosis banding yang perlu dibeda- the left' yang sangat menonjol. Granu-
kan dari kelainan ini adalah anomali lasi toksik yang sangat menonjol de-
langka Chediak-Higashi-Steinbrick (= ngan granula neutrofil yang kasar
granula raksasa pada semua bentuk dapat ditemukan Gambar 5.13 b).
leukosit). Fenomena selanjutnya adalah badan
D o h l e - y a i t u , badan inklusi intrasito-
plasma yang terdiri atas ribosom yang
5 . 3 . 2 Perubahan Reaktif
teraglutinasi. Badan inklusi terse-
Granulopoiesis but dapat ditemukan pada infeksi,
Leukositosis Neutrofil. Granulosit keracunan, luka bakar dan pascake-
neutrofil ditemukan dalam jumlah moterapi Gambar 5.14).
sedang pada orang dewasa, yaitu Bila kita memperkirakan penyakit
4400 pi (1800-7700/pl)^. Karena itu, mieloproliferatif kronik dan bebera-
granulositosis neutrofil dimulai di atas pa penyebab kongenital dan familial
batas atas nilai hitung normal. Leuko- langka yang akan dijabarkan kemudi-
sitosis neutrofil yang mencolok sering an, penyebab terpenting granulosito-
disertai oleh 'shift to the left'. Suatu sis neutrofil yang mencolok adalah in-
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 71
feksi (pneumonia, infeksi saluran kemih ini, suatu defek herediter yang langka
dan Iain-Iain). Penyebab lainnya ada- dapat mendasari kelainan tersebut
lah reaksi stres, perangsangan sumsum (sindrom Kostmann, neutropenia sik-
tulang melalui peningkatan regenerasi, lik, sindrom Schwachmann-Diamond
hemolisis atau karsinosis sumsum tu- dan Iain-Iain). Neutropenia didapat
lang serta pemberian G-CSF (Cranulo- timbul akibat pemberian agen sito-
cyte colony-stimulating factor). statik atau paparan radiasi yang luas.
Penyebab lainnya untuk neutropenia
Neutropenia. Neutropenia yang se- didapat antara lain, infeksi virus, neu-
sungguhnya dianggap terjadi bila hi- tropenia autoimun atau pada penyakit
tung neutrofil <1500/pl. Pada keadaan autoimun.
72 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang
l i a s <30% dari jumlah sel Bias >30% dari jumlah sel non-erltroid
non-eritroid
WHO Bias <20% di sumsum tulang Bias >20% di sumsum tulang atau darah perifer
atau darah perifer (eritroleukemia: >20% sel non-eritroid) (pada ke-
beradaan temuan sitogenetik yang spesifik, AML juga
dapat didiagnosis pada nilai hitung bias yang kecil)
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 75
Faktor risiko prognostik Nilai 0 Nilai 0,5 Nilai 1 Nilai 1,5 I Nilai 2
Bias di sumsum tulang" 11-20%
Sitogenetik* Baik Sedang Buruk
Sitopenia (tiitung)** 0/1 2/3
'baik: kariotipe normal atau isolasi Y, clel(5)(q), del(20)(q); buruk: aberasi kompleks (>3 anomali) atau i
rasi kromosom 7; sedang: semua aberasi lain
" H e m o g l o b i n <100 g/l (6,2 mmol/l), hitung neutrofil absolut <1500/pl, hitung trombosit <100 n/l
""Diklasifikasikan sebagai AML menurut W H O
Tabel 5.5b Penilaian Risiko menurut IPSS. penyakit yang tidak parah, yaitu MDS
dengan del(5q) terisolasi. Dalam da-
rah perifer, terdapat anemia dan pada
tahap ini, hitung trombosit dapat me-
ningkat. Di sumsum tulang, megaka-
riopoiesis mengalami peningkatan, te-
tapi sejumlah besar mikromegakariosit
yang kecil ditemukan.
Karena pembagian dan prognosis
MDS sebagian besar dilakukan ber-
dasarkan rasio kuantitatif di sumsum
Kini, dua sistem klasifikasi MDS tulang dan darah perifer serta ber-
masih digunakan: Klasifikasi yang di- dasarkan temuan pemeriksaan sitoge-
buat oleh W H O tahun 2001»(v^ Tabel netik, gambar-gambar yang disajikan
5.2) dan Klasifikasi FAB« ( Tabel 5.3). berikut menunjukkan tanda-tanda dis-
Perbedaan bermakna terletak pada plasia yang penting diketahui untuk
penentuan AML: penegakan diagnosis diagnosis morfologis dan klasifikasi
AML menurut W H O memerlukan MDS (- Gambar 5.19):
proporsi bias sebanyak 2 0 % , sedang- • Displasia eritropoiesis: perubahan
kan menurut klasifikasi FAB, proporsi inti megaloblastik dengan banyak
tersebut 3 0 % Tabel 5.4). Selain itu, inti, mitosis abnormal, karioreksis,
leukemia mielomonositik kronik tidak sideroblas cincin, granula besi yang
dimasukkan dalam golongan mielo- kasar, vakuola sitoplasma
displasia menurut W H O , melainkan • Displasia granulositopoiesis: bentuk
berada dalam kelompok penyakit pseudo-Pelger, segmentasi berlebih,
tersendiri. bentuk raksasa, inti berbentuk cin-
Klasifikasi menurut sistem prog- cin, hipogranulasi, basofilia abnor-
nosis internasional (IPSS) memiliki mal, defek peroksidase, esterase
arti penting untuk prognosis pasien^" positif atipik pada neutrofil dan eo-
(^ Tabel 5.5a, b). sinofil
Hal yang penting adalah menge- • Displasia megakariopoiesis: mikro-
nali sindrom 5q dengan perjalanan megakariosit (inti bulat kecil, sito-
76 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang
Gambar 5.18 Sindrom mielodisplastik (MDS). Kelompok penyakit ini dibuat dalam
a) Sediaan apus darah (gambaran umum): klasifikasi W H O untuk menggolong-
Tampak tiga granulosit dengan inti bilobus (=
sel Pseudo-Pelger)di samping sebuah sel bias.
b) Sediaan apus darah: MDS pada stadium Penyaklt mielodisplastik/
lanjut dengan kelainan eritrosit yang mencolok
mieloproliferatif menurut W H O
(anisositosis oval dan poikilositosis).
Leukemia mielomonositik kronik
Gambar 5.20 Berbagai keadaan simpanan besi di sumsum tulang (pembesaran 1:120).
a) Temuan normal
b) Simpanan besi menghilang sepenuhnya (defisiensi besi yang sesungguhnya)
c) Simpanan besi bertambah
d) Simpanan besi sangat bertambah (DD sideroakresia; siderosis akibat transfusi; hemokroma-
tosis).
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 79
1. M o n o s i t o s i s persisten d a l a m d a r a h p e r i f e r
>1000/pl
Tabel 5.6 Klasifikasi AML menurut WHO. Tabel 5.6 Klasifikasi AML menurut WHO.
(lanjutan)
Mielosarkoma
5.3 Patomorfologi Granulopoiesis 81
Darah perifer
Hb
Karakteristik
Neutrofil Ol
CO
Mutasi J A K - 2
C M L = leukemia mieloid kronik; CNL = leukemia neutrofil kronik; C E L = leukemia eosinofil kronik; HES = sindrom hipereosinofil; PV = polisitemia vera; CIMF = mielofibn
idiopatik kronik; ET = trombositemia esensial.
(0
u
94 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang
Polisitemia Vera
Infeksi
Kriteria tambahan
a. Lebih dari 25% sel mast pada infiltrat
histologis sumsum tulang atau organ
ekstrakutan lainnya berbentuk seperti
gelendong atau memiliki bentuk yang
atipikal atau lebih dari 25% sel mast
pada sediaan apus sumsum tulang tam-
pak tidak matang atau memiliki morfologi
Gambar 5.43 Keterlibatan sistem retikulohisti- yang atipikal
ositik pada infeksi. b. Bukti adanya mutasi titik pada kodon
a) Pembentukan granuloma di sumsum tulang 816 di sumsum tulang, kulit atau organ
atau kelenjar getah bening, misalnya pada ekstrakutan
TBC, penyakit Boeck, penyakit Bang; sel-sel c. Sel mast dengan koekspresi C D 1 1 7 dan
granuloma merupakan makrofag CD2 di sumsum tulang, darah atau or-
b) Sel raksasa Langhans pada KGB pasien gan ekstrakutan lainnya
TBC (preparat biopsi kelenjar getah bening) d. Bukti konstan untuk kadar triptase serum
c) Leishmania pada makrofag pasien yang ter- >20 ng/ml bila tidak terdapat bukti untuk
infeksi HIV. penyakit mieloid klonal lainnya
5.6 Patomorfologi Trombopoiesis 107
4
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 109
60-70% sel darah putih, yang mening- Pada sebagian besar subkelom-
kat dengan nilai hitung 12000 sampai pok ALL, penyakit ini berasal dari sel
18000/pl Gambar 5.46). Limfositosis prekursor limfatik awal turunan sel B
reaktif bermula pada minggu pertama atau sel T. Suatu pengecualian, B-ALL
timbulnya penyakit ini dan mencapai dapat terbentuk. Keadaan ini berke-
puncaknya antara minggu kedua dan naan dengan penyakit yang sangat
ketiga perjalanan penyakit. Limfosit progresif, tetapi menunjukkan tanda-
reaktif tampak bervariasi, yang tersebar tanda pematangan sel B secara imu-
dengan morfologi yang berbeda-beda, nologis. Diagnosis B-ALL memiliki arti
dari sel-sel yang hampir menyerupai penting karena keadaan ini memerlu-
bias (dengan struktur inti homogen kan penanganan khusus.
retikular dengan sitoplasma basofilik Limfoma limfoblastik dan ALL
dan nukleolus yang dapat dikenali) - merupakan penyakit yang sama se-
hingga sel dengan sitoplasma yang cara sitomorfologis dan imunologis.
luas (dengan struktur inti yang agak Batasan ALL dari limfoma limfoblas-
kasar, sitoplasma basofilik biru terang tik non-Hodgkin ditentukan per defi-
dengan zona terang perinuklear yang nisi dari derajat invasi sumsum tulang.
tipis dan panjang, struktur inti sel yang Pada ALL, terdapat >25% sel bias di
tipis dan panjang). Gambaran yang sumsum tulang. Bila <25% sel bias
berwarna dan morfologi limfosit reaktif terdapat di sumsum tulang, penyakit
berbeda dari gambaran monomorf pe- ini diklasifikasikan sebagai limfoma
nyakit keganasan. Di sumsum tulang, limfoblastik. Dalam konteks ini, pa-
sel tersebut tidak dapat dilihat. danan B-ALL yang terlokalisasi adalah
Temuan yang dapat menyertai ada- limfoma Burkitt.
lah anemia ringan, tetapi meskipun Pemeriksaan morfologi dan sito-
jarang, anemia hemolitik autoimun, kimia bermanfaat untuk diagnosis dan
neutropenia dan trombopenia ringan penentuan leukemia mieloid akut.
dapat ditemukan. Diagnosis mono- Namun, hanya leukemia mieloid akut
nukleosis dikonfirmasi melalui peme- dengan tanda diferensiasi mieloid
riksaan serologis. yang seragam pada ALL yang dapat
Limfosit reaktif (disebut sel limfoid) dibedakan secara morfologis: tanda
dapat juga dijumpai pada penyakit vi- diferensiasi mieloid yang seragam
rus lain seperti hepatitis, CMV, HHV-6, adalah granulasi, Auer rod atau reaksi
rubela dan Iain-Iain Gambar 5.47). peroksidase yang positif.
Kriteria untuk klasifikasi morfolo-
5 . 7 . 2 Leukemia Limfatik Akut gis ALL dari LI sampai L3 disajikan
pada Tabel 5.16^*. Perbedaan antara
(ALL)
ALL-LI dan L2 tidak terbukti penting
Leukemia limfatik akut adalah suatu secara klinis Gambar 5.48 a, b, d).
penyakit sistem limfatik yang ganas. Namun, fenotipe L3 berkorelasi sam-
Penyakit ini juga termasuk dalam pai derajat tertentu dengan imuno-
bagian penyakit sistem limfatik pada fenotipe B-ALL dan dengan demikian,
klasifikasi W H O . Karena arti penting- dapat memberikan petunjuk penting
nya pada hematologi, ALL akan dibi- pertama untuk diagnosis penyakit ini
carakan terpisah pada bagian khusus. (^ Gambar 5.48 f).
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 111
Karakteristik Sitologis* LI
Bentuk inti Teratur, terkadang Tidak teratur, se- Teratur, oval sam-
menonjol atau ring menonjol atau pai bulat I
melekuk melekuk
Tidak dapat terlihat Satu atau lebih, se- Mencolok, satu atau
Nukleolus
atau kecil dan tidak ring besar lebih, vesikular
dapat diperkirakan
Sifat basofilik sito- Sedikit atau sedang, Ben/ariasi, jelas pada Sangat intensif
plasma jarang intensif beberapa kasus
•Dengan mempertimbangkan setiap karakteristik ini, hingga 10% sel dapat memiliki ciri yang berbeda dari
karakteristik yang dominan. ^ , : . .
112 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang
t(10;14)(q24;q11.2) T-ALL
pok a pok b
Tabel 5.19 Klasifikasi Imunologis ALL Turunan Sel B dan Perbedaannya dari AML menurut
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 115
Tabel 5.19 Klasifikasi Imunologis ALL Turunan Sel B dan Perbedaannya dari AML menurut
GMALL^" (lanjutan)
Antigen
CD10
HLA-DR
TdT
CD65S
•iMi H -/(+) -/(+) -/(+) ij
CD117 -/(+) -/(+) -/(+) -/(+) -/(+)
II
cyMPO -
- -
- -
II
*Tanda sinonim: A L L pra pra-B, ALL 'nol' limfoid B
+menyatakan ekspresi pada 10% (antigen intrasitoplasma/intranuklear) atau 2 0 % (antigen membran) sel i
leukemia
Tabel 5.20 Klasifikasi Imunologis ALL turunan Sel T menurut GMALL dan Klasifikasi Risiko^".
*Pada T-ALL yang jelas, penting untuk subklasifikasi T-ALL dalam bentuk awal, matur dan T-ALL timus
" P e m b e d a a n selanjutnya pada pro T (tianya C D 7 + , cyCD3+) tidak dimasukkan karena beberapa alasan,
tetapi terdaftar (klasifikasi EGIL). Suatu imunofenotipe T awal terletak juga pada CD2+ dan CD4-, CD8-,
sCD3- dan CD1a-
***T-ALL sCD3+ yang matang terdaftar, tetapi tidak diklasifikasikan lebih lanjut (misalnya, TCRa/p+ atau
1 i 6 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang
Limfoma limfoplasmasitik
Plasmositoma ekstraoseosa
Amiloidosis primer
Limfoma folikular
KGB inguinal, aksllar, sen/ikal (tak peduli unilateral atau bilateral), limpa dan hati, masing-masing dihitung
Sftjagai setiap 'regio'. . . . . . j , , ^ , , , ^
a ^ b ,
Gambar 5.49 Leukemia limfatik kronik (B-CLL).
a) Temuan yang khas pada darah perifer (pandangan umum): proliferasi nyata limfosit kecil;
Gumprecht shadow {-^), prolimfosit (1), paraimunoblas yang meragukan (2), monosit (3)
b) Darah perifer: selain limfosit, terdapat sebuah sel blastoid (paraimunoblas); artefak akibat
pembuatan sediaan apus (x).
120 5. Morfologi Perubahan Patologis di Darah dan Sumsum Tulang
Limfoma Limfoplasmositik
(Penyakit Waldenstrom)
9*
c •••6
'O OT
1 * ^
Pada sediaan apus sumsum tu- dan sitoplasma yang tampak sedikit
lang, penjuluran sitoplasma berben- basofilik. Pasien biasanya mengalami
tuk rambut tersebut sulit dilihat dan leukositosis yang bermakna (50.000/pl)
dapat terlewatkan. Di sumsum tulang, dan tidak mengalami monositopenia.
biasanya terdapat fibrosis serat retiku-
lin pada infiltrat sel berambut (hairy IVIieloma Sel Plasma
ce//). Karena itu, aspirasi kering se- (Mieloma Multipel)
ring diperoleh pada pungsi sumsum
tulang. Karena sel terfiksasi pada infil- Mieloma multipel (r- Gambar 5.56
trat tersebut, penemuan sel berambut dan > Gambar 5.57) merupakan neo-
pada sediaan apus sumsum tulang se- plasia sel plasma dengan keterlibatan
ring kali semakin sulit. multifokal tulang dan imunoglobulin
Akibat infiltrasi sumsum tulang, monoklonal dalam serum. Manifestasi
pansitopenia dengan splenomegali di tulang berupa lesi tunggal yang ri-
biasanya mendominasi pada pasien. ngan hingga lesi yang ganas dengan
Nilai hitung sel berambut dalam sir- destruksi tulang akibat ekspansi tu-
kulasi biasanya kecil. Selularitas di mor dengan hiperkalsemia, serta se-
sumsum tulang terkadang berkurang bagian berupa infiltrat di luar tulang.
nyata. Temuan yang khas adalah mo- Infiltrasi sumsum tulang menimbul-
nositopenia di darah perifer. kan insufisiensi sumsum tulang pada
Pada pemeriksaan sitokimia, sel perjalanan penyakit selanjutnya, yang
berambut memberikan hasil positif biasanya dimulai dengan anemia (>
untuk fosfatase asam yang resisten Tabel 5.27). Imunoglobulin monok-
terhadap tartrat. Akan tetapi, reaksi lonal ditemukan pada 9 9 % pasien
tersebut tidak spesifik sehingga bukan dalam serum atau urine. Pada 5 0 %
merupakan persyaratan mutlak untuk pasien, terdapat paraprotein IgG, se-
penegakan diagnosis. Secara imuno- dangkan paraprotein IgA pada 2 0 %
logis, sel-sel tersebut positif memiliki pasien. Pada 1 5 % pasien, rantai ri-
imunoglobulin permukaan (IgM/lgD, ngan imunoglobulin ditemukan. Aki-
IgG atau IgA) dan mengekspresikan an- bat penyakit ini dapat berupa hiper-
tigen sel B (CD19-^, CD20-h, CD22+, viskositas, amiloidosis dan insufisiensi
CD79a-i-, tetapi bukan CD79b). Sel-sel ginjal.
ini biasanya CD5-, G D I 0-, CD23- dan Intisari diagnosis neoplasia sel
mengekspresikan GD11 c (kuat), CD25 plasma adalah diagnosis sumsum tu-
(kuat), FMC7 dan G D I 03. lang dengan bukti terjadinya infiltrasi
sel plasma. Selain jumlah sel plasma,
Varian Hairy Cell Leukemia polimorfologi sel plasma sampai pem-
bentukan sel yang aneh, kecende-
Penyakit ini menyerupai leukemia sel rungan munculnya banyak inti dalam
berambut yang tipikal pada gambaran satu sel dan pembentukan sarang sel
histologis sumsum tulang dan limpa. plasma berarti penting.
Namun, sel-sel yang beredar di peri- Secara imunologis, sel plasma
fer memiliki sebuah inti sel yang bu- mengekspresikan imunoglobulin sito-
lat atau oval dengan nukleolus yang plasma, tetapi bukan imunoglobulin
mencolok (serupa dengan prolimfosit) permukaan. Penanda sel B biasanya
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 127
Tabel 5.25 Kriteria Diagnostik untuk Mieloma Sel Plasma (Mieloma Multipel) menurut WHO'^i
Kriteria mayor
fprotein M: serum: IgG >35 g/l, IgA >20 g/l urine: 1 g/24 jam atau protein
Bence Jones
Kriteria minor
!|Osteolisis
Imunoglobulin normal <50% penurunan IgG <6,0 g/l, IgA <1,0 g/l, IgM
<0,5 g/l .
128 5. Morfologi Perubahan Patologis dl Darah dan Sumsum Tulang
Gambar 5.56 Mieloma multipel, mieloma sel plasma dan gammopati monoklonal dengan kepen-
tingan yang belum diketahui.
a) Hasil aspirasi sumsum tulang, GM: diskret, perubahan inti yang jarang dapat dikenali pada sel
plasma yang bertambah
b) Hasil aspirasi sumsum tulang, mieloma Bence-Jones: sel plasma yang kehilangan diferensiasi-
nya (= sel mieloma); sitoplasma memiliki granula azurofilik (jarang)
c) Hasil aspirasi sumsum tulang, mieloma IgA; sel plasma dengan sitoplasma yang luas, inti beru-
kuran besar yang tidak matang, kehilangan gambaran struktur kromatin kasar bergumpal yang
khas pada sel plasma normal; nukleolus yang jelas
d) Hasil aspirasi sumsum tulang, mieloma IgG: derajat kehilangan diferensiasi lebih kecil ketim-
bang pada b) dan c)
e) Hasil aspirasi sumsum tulang: sel mieloma dengan pembentukan badan Russell yang men-
colok (lihat juga ^ Gambar 3.19 e, f, g, h).
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 129
Tabel 5.26 Kriteria Diagnostik untuk Gammopati Monoklonal dengan Kepentingan yang Belum
Diketahui, Mieloma 'Laten' dan Mieloma Indolen menurut WHO^'.
Mieloma 'Laten'
Kriteria penyakit ini sesuai dengan kriteria untuk GM (lihat atas) hingga:
• Protein M: nilai seperti pada mieloma multipel (> Tabel 5.23)
• Sel plasma di sumsum tulang 10-30%
Mieloma Indolen
1
Kriteria penyakit ini sesuai dengan kriteria untuk mieloma sel plasma (> Tabel 5.23) hingga:
• Protein M dalam serum: IgG <70 g/l, IgA <5 g/l
• Hanya sedikit (<3) osteolisis, dan tidak terdapat fraktur kompresi pada keadaan ini
• Nilai Hb, Ca serum dan kreatinin normal
• Tidak ada infeksi.
m
Tabel 5.27 Klasifikasi Stadium Mieloma Multipel yang Sesuai dengan Sistem Penentuan Sta-
dium Internasional".
a
Gambar 5.59 Limfoma sel mantel.
a) Konsentrat leukosit: elemen sel bertakik yang khas (cleaved cell)
b) Konsentrat leukosit: secara morfologis tampak ketiadaan diferensiasi, monosit (-^) (histologi
dikonfirmasi: Prof. Lennert, Kiel).
5.7 Patomorfologi Sistem Limfatik 1 33
tulang dapat ditemukan, invasi sel-sel Tabei 5.28 Klasifikasi Neoplasia Sel T dan Sel
ini ke dalam darah jarang terjadi dan NK menurut WHO (diadaptasi menurut^).
biasanya merupakan pertanda prog-
Neoplasia prekursor T Proporsi
nosis penyakit yang sangat buruk. dalam % dari
Secara sitologis, terdapat sel-sel semua NHL
limfoid besar yang bertransformasi Leukemia limfoblastik 1,7%
Gambar 5.60). Terdapat dua varian prekursor T (T-ALL) /
yang dapat dikenali, meskipun varian- limfoma limfoblastik T
varian ini tidak dapat ditampilkan Neoplasia sel T dan sel
ulang dengan baik oleh pemeriksa NK (perifer) matur
yang berbeda-beda. Varian sentro- Perjalanan menyerupai
blastik terdiri atas sel limfoid berukur- le
an sedang sampai besar dengan inti Leukemia prolimfosit sel T <1%
bulat, kromatin berstruktur retikular Leukemia limfosit granular <1%
dan hingga 4 nukleolus yang terletak besar (large granular lym-
di perifer. Sitoplasma sel ini tampak phocyte, LGL) sel T
basofilik. Pada varian imunoblastik, Leukemia sel NK agresif <1%
>90% sel merupakan imunoblas de- Limfoma/leukemia sel T <1%
ngan sebuah nukleolus tunggal besar dewasa
yang terletak di sentral pada inti sel.
Sitoplasma varian ini luas dan tampak
Mycosis fungoides
basofilik kuat. Selain itu, masih terda-
pat varian yang kaya akan sel T dan Sindrom Sezary
suatu varian anaplastik. Limfoma sel besar ana-
plastik kutan primer
Secara imunologis, sel-sel ini
mengekspresikan antigen sel B seperti Manifestasi ekstranodal lain
G D I 9, CD20, CD22 dan CD79a. Na- Limfoma sel T/NK ekstra- <1 %
mun dalam konteks ini, defek juga nodal, tipe nasal
dapat timbul. Pada 50-75% kasus, Limfoma sel T dengan tipe <1 %
imunoglobulin permukaan atau sito- enteropati
plasma dapat ditemukan. Limfoma sel T hepatosple- <1 %
nik
Limfoma sel T yang <1%
5.7.4 Neoplasia Sel T menyerupai panikulitis
dan Sel NK subkutan
imunologis d a n p a s c a t i m u s . N e o p l a - p e n y a k i t bersifat i n d o l e n . S e c a r a I m u -
sia sel T dan sel N K m e m i l i k i sebagian nologis, terdapat berbagai v a r i a n pe-
karakteristik fungsional d a n i m u n o l o - nyakit y a n g b e r b e d a .
gis y a n g seragam sehingga d i m a s u k -
kan b e r s a m a - s a m a d a l a m klasifikasi Leukemia Sel NK Agresif
yang sesuai.
Hanya sedikit entitas penyakit L e u k e m i a ini m e r u p a k a n suatu p e n y a -
y a n g m e m i l i k i arti praktis nyata p a d a kit dengan perjalanan p e n y a k i t y a n g
diagnosis dengan gambaran diferen- agresif dengan invasi sistemik oleh
sial d a r a h d a n s e d i a a n s u m s u m t u - sel NK. Biasanya infiltrasi sumsum
lang. t u l a n g , hati d a n l i m p a m e n d o m i n a s i
dengan invasi sel-sel l e u k e m i k , tetapi
Leukemia Prolimfosit Sel T manifestasi klinis lain dapat d i j u m p a i .
Pasien m e n g a l a m i gejala u m u m d a n
L e u k e m i a prolimfosit sel T m e r u p a k a n d e m a m . Sel-sel N K y a n g beredar agak
suatu l e u k e m i a sel T y a n g ganas dan lebih besar d a r i p a d a L G L n o r m a l dan
langka. Manifestasi k l i n i s n y a adalah dapat m e m i l i k i inti dengan tepi y a n g
serangan l e u k e m i k di s u m s u m t u l a n g , tidak teratur. Sel ini m e m i l i k i sitoplas-
invasi sel ke d a l a m darah perifer, se- m a y a n g luas d a n t a m p a k basofilik p u -
rangan l e u k e m i k di K G B , hati, l i m p a cat. Secara i m u n o l o g i s , sel-sel ini ber-
dan kulit. Prognosisnya buruk. S e c a r a sifat CD2-H, C D 3 - , CD56-h-h, CD16+
morfologis, kelainan ini mengenal d a n CD57-I-. V i r u s Epstein-Barr tidak
prolimfosit berukuran kecil sampai ditemukan meskipun penyakit ini
sedang. Secara i m u n o l o g i s , sel-sel ini menunjukkan keterkaitan y a n g kuat
bersifat C D 2 + , C D 3 - h d a n C D 7 + ; eks- dengan Infeksi E B V .
presi C D 3 m e m b r a n dapat m e l e m a h .
Pada 6 0 % kasus, sel ini bersifat C D 4 - h ,
Leukemia Sel T Dewasa / Limfoma
CD8-; pada 2 5 % kasus, bersifat C D 4 +
Sel T
d a n CD8-I-; pada 1 5 % kasus, sel terse-
but bersifat C D 4 - dan C D 8 - h . Neoplasia yang langka dan sangat
agresif ini d i s e b a b k a n virus HTLV-1
y a n g m e n y e b a r terutama di Jepang,
Leukemia LGL ( L a r g e G r a n u l a r
daerah K a r i b i a dan A f r i k a tengah. Se-
L y m p h o c y t e ) Sel T
c a r a klinis, keterlibatan luas kelenjar
L e u k e m i a L G L sel T m e r u p a k a n suatu getah bening kulit dan perjalanan
penyakit y a n g heterogen d a n l a n g k a . penyakit y a n g m e n y e r u p a i leukemia
S e c a r a morfologis, t a m p a k peningkat- biasanya dijumpai. Berbagai varian
an persisten limfosit besar bergranula klinis dapat d i t e m u k a n . D e n g a n m i -
antara 2000 dan 20.000/pl dalam kroskop, sel-sel ini t a m p a k b e r u k u r a n
darah perifer. Penyakit ini terutama sedang s a m p a i besar, sering m e m i l i k i
timbul di s u m s u m t u l a n g , d a r a h , hati inti berlobus b a n y a k y a n g sangat he-
d a n l i m p a . Terdapat neutropenia y a n g terogen dengan kromatin bergumpal
m e n c o l o k dengan atau tanpa a n e m i a . d a n sebagian dengan n u k l e o l u s y a n g
Fenomena autoimun juga diamati. dapat dilihat dengan j e l a s . Sitoplasma
Pada kebanyakan kasus, perjalanan sel ini t a m p a k basofilik kuat. Selain
136 5. Morfologi Perubafian Patologis di Darah dan Sumsum Tulang
Mycosis Fungoides
dan Sindrom Sezary
Gambar 6.1 Sel-sel tumor solid dl sumsum tulang; a) Pembesaran untuk gambaran
umum: sarang sel karsinoma yang khas; b) Metastasis karsinoma payudara; c) Karsinoma
bronkus non-sel kecil; d) Karsinoma musinosa saluran cerna.
139
140 6. Tumor Solid di Sumsum Tulang
sil yang semaksimal mungkin adalah gan tumor primer berdasarkan karak-
teknik pungsi dan teknik pembuatan teristik sitomorfologis setiap sel tumor
sediaan apus yang optimal serta pe- sangat tidak meyakinkan. Dengan pe-
meriksaan menyeluruh berbagai pre- meriksaan imunohistologi dan imu-
parat pada pembesaran untuk menda- nositologi, hal tersebut dapat menjadi
patkan gambaran umum. lebih baik. Pada gambar, diagnosis
Hanya kelompok sel tumor yang organ khusus dikonfirmasi dengan
berbentuk seperti sarang yang berlaku pemeriksaan klinis dan histologis
sebagai temuan mikroskopik yang Gambar 6.1).
khas dan berguna untuk kepentingan (Keterangan mengenai reaksi leu-
diagnostik bila morfologinya tetap kemoid darah pada karsinosis sum-
baik. Kesimpulan mengenai lokasi or- sum tulang r Bagian 5.3.2.)
142
BAB
Metode Pemulasan dan
Teknik Imunositologis
143
144 7. Metode Pemulasan dan Teknik Imunositologis
tuk melakukan penghitungan retiku- Reaksi ini tidak akan positif untuk sel
losit semakin bertambah. prekursor yang tidak matang (misal-
nya, AML MO).
• Identifikasi pasti elemen normal
Teknik
granulopoiesis (kecuali: mieloblas
• Ambil 20 pi darah dan 20 pi larutan yang paling awal), monosit (+)
brillant cresyl blue dengan sebuah • Sel-sel limfatik selalu memberikan
pipet hemoglobin hasil negatif!
• Tuang dalam tabung Eppendorf • Penentuan leukemia mieloid akut
• Campur hingga merata (kecuali: prekursor yang sangat
• Buatlah sediaan apus kira-kira 30 tidak matang - AML MO), eritro-
menit kemudian. leukemia murni (M6b), leukemia
megakariosit
• Diagnosis banding terhadap ALL.
Reagen
NB: Merupakan pulasan yang sangat
• Larutan brillant cresyl blue asli: be- sensitif terhadap minyak imersi dan
rikan 1,5 g garam ganda brillant pembersihannya dengan xylol. Pre-
cresyl blue zinc chlorida (misalnya, parat harus benar-benar ditutup!
Merck Art No. 1.01368 Certistain®)
untuk 100 ml larutan garam dapur
Teknik
isotonik ( 0 , 8 5 % NaCi), dan saring.
• Larutan brillant cresyl blue yang • Gunakan preparat yang berusia 24
akan digunakan: larutan asli 1:80 jam
sampai 1:200 yang diencerkan de- • Fiksasi preparat yang sudah dike-
ngan NaCI 0,9%. Pengenceran yang ringkan udara selama 30 detik da-
optimal harus dilakukan sekali. lam formolalkohol 1 0 % yang sudah
difiltrasi
• Bilas sebentar dengan air mengalir
7.3 Reaksi Peroksidase • Inkubasi preparat selama 15 menit
(POX) dalam larutan pulasan yang dibuat
seperti yang dijabarkan di bawah
(Reaksi POX menurut Schafer dan • Bilas dengan air mengalir
Fischer tanpa benzidin) • Pulas selama 10 menit dengan pe-
warna kontras Hemalaun Mayer
Indikasi dan Penilaian • Produk reaksi: granular merah-
cokelat; kuning-cokelat pada eosi-
Peroksidase merupakan enzim kunci nofil.
pada granulopoiesis. Reaksi peroksi-
dase merupakan suatu pemulasan
Reagen
yang harus dilakukan pada semua
laboratorium hematologis khusus. • Larutan pulasan: larutkan 10 mg
Produk reaksi: granular merah- 3-amino-9-ethylcarbazol dalam 6
cokelat; kuning-cokelat pada eosino- ml dimethylsulfoxide dan campur
fil. Reaksi ini juga memberikan hasil secara merata dengan 50 ml 0,1
positif pada monosit dan prekursornya. mol dapar Michaelis ph 7,4 dan
7 . 4 Pulasan Sudan-Black-B 145
Teknik
Indikasi dan Penilaian
• Sediaan yang telah dikeringkan di
udara difiksasi selama 10 menit da- Reaksi besi masih merupakan pemu-
lam uap formol lasan esensial untuk laboratorium he-
• Bilas selama 10 menit dalam air matologis khusus. Reaksi ini terutama
keran yang mengalir penting untuk memperlihatkan sidero-
• Letakkan selama 30 menit dalam blas cincin pada sindrom mielodis-
campuran larutan dapar-zat pewarna plastik. Pemulasan ini memperlihat-
• Bilas dengan alkohol 7 0 % selama kan dengan jelas granula biru.
3 kali, masing-masing dengan al- • Pemastian adanya simpanan besi di
kohol baru sumsum tulang
• Pewarnaan inti dengan Giemsa • Identifikasi simpanan Fe yang atipi-
• Hasil reaksi: hitam, granular. kal atau patologis.
Reagen Teknik
• Fiksasi 5 menit dalam metil alko- • Reaksi positif tampak granular dan
hol; Pengeringan di udara (sedia- bergumpal pada sebagian ALL,
an yang sudah berusia tahunan infiltrasi bias limfoid pada CML,
bahkan masih dapat dipakai untuk positif granular pada eritroblas
reaksi sitokimiawi Fe); muda pada eritroleukemia, terka-
• Hilangkan lemak dengan eter se- dang pada monoblas pada leuke-
lama 30 detik mia monoblas, terkadang reaksi
• Pulas selama 5 menit dengan larut- difus pada normoblas pada eritro-
an kalium ferosianida yang bersifat leukemia.
asam (lihat uraian berikutnya)
• Bilas tiga kali berturut-turut dengan
Teknik
aquadest
• Beri pulasan inti selama 1-2 menit • Fiksasi dalam formalin 10% (apus-
dengan Hemalaun Mayer. an sumsum tulang) selama 5 menit;
setelah itu, lemaknya dibuang de-
Reagen ngan eter selama 30 detik
• Sediaan diletakkan sebentar dalam
• Larutan kalium ferosianida 1 % ; air mengalir
dapat bertahan selama sekitar 2-3 • Dioksidasi selama 10 menit dalam
bulan bila disimpan dalam botol larutan asam perjodat encer 0 , 5 %
gelap 50 ml (dibuat segera sebeium digunakan);
• HCI 3 7 % (berasap). Pertama-tama dalam tempat yang terlindung dari
sesaat sebeium pemulasan, 0,5 ml cahaya!
HCI berasap dimasukkan ke dalam • Bilas sampai bersih dengan aqua-
50 ml larutan kalium ferosianida dest.
1 % . Dengan demikian, larutan ka- • Celupkan selama 20-30 menit da-
lium ferosianida yang bersifat asam lam reagen Schiff (sedapat mungkin
siap digunakan untuk pemulasan. disiapkan segera sebeium diguna-
kan); dalam tempat yang terlindung
dari cahaya!
7.6 Reaksi PAS • Bilas selama 10-15 menit dengan
air mengalir
(Reaksi PAS menurut Hotchkiss dan • Berikan pulasan kontras Hemalaun
McManus — Modifikasi menurut Mayer selama 1-2 menit
Heckner) • Cuci dengan air mengalir selama
10 menit
Indikasi dan Penilaian • Biarkan kering.
NB: Reaksi akan berhasil paling baik
Reaksi PAS kini dipandang sebagai pada sediaan yang tidak terlalu se-
metode pemeriksaan yang kuno. Pe- gar!
meriksaan ini hanya diperlukan pada Hasil reaksi: merah cerah (merah
keadaan-keadaan tertentu. karmesin), temuan yang spesifik ada-
• Identifikasi glikogen di limfosit lah struktur yang tampak bergumpal
berupa gumpalan kasar dengan butir-butir kasar.
7.7 Reaksi Fosfatase Asam (menurut Loffler) 147
Teknik
• 8 tetes larutan pararosanilin 4 % lasi kedua jenis sel, basofil darah dan
dan 8 tetes larutan natrium nitrit jaringan, terpulas ungu merah karena
4 % dan biarkan mengalami heksa- efek metakromatik yang kuat dari
sotisasi selama kira-kira 60 detik asam sulfur anorganik yang meng-
• Masukkan 80 ml larutan dapar alami esterifikasi dalam heparin.
fosfat pH 7,0 ke dalam campuran
tersebut
Teknik
• Larutkan 20 mg alpha-naphtylace-
tate ke dalam 2 ml aseton, kemu- • Fiksasi preparat selama 10 menit
dian masukkan campuran yang te- • Segera setelah, fiksasi, lakukan pe-
lah dibuat di atas ke dalam larutan mulasan sediaan apus yang telah
tersebut sambil diaduk kuat-kuat dibiarkan kering di udara di tempat
• Saring larutan ke dalam gelas ku- penyimpan zat pewarna dengan
vet dan inkubasi sediaan selama 30 cara mengucurkan metanol biru
menit pada suhu kamar toludin
• Bilas hati-hati dengan air keran se- • Bilas dengan air keran
lama 10 menit • Biarkan kering di udara.
• Beri pewarnaan kontras dengan
Hemalaun Mayer selama 3 menit
Reagen
• Celup selama 2 x 5 menit dengan
air keran, dan biarkan kering di Metanol biru toludin yang telah di-
udara jenuhkan: 1 gram biru toludin dila-
rutkan dalam 100 ml metanol (tahan
lama tanpa batas).
Reagen
• Larutan pararosanilin 4 %
• Larutan natrium nitrit encer 4 %
7.11 Pemulasan
• Larutan dapar fosfat pH 7,0 (Merck Imunositologis untuk
No. 9439) Antigen yang Berada
• Aseton p.a.
pada Membran
• Alpha-naphtylacetate (Contohnya,
Fa. Sigma No. 8505) (Teknik APAAP)
• Hamalaun menurut Mayer.
(Pemulasan imunositologis antigen
yang berada pada membran pada pre-
7.10 Pulasan Biru parat apus dengan teknik APAAP)
Toluidin Basofil
Indikasi dan Penilaian
(Pulasan biru toluidin menurut Un-
dritz) Pemeriksaan imunositologis secara
luas pada bidang hematologi telah
digantikan dengan pemeriksaan flow
Indikasi dan Penilaian
cytometry. Hal tersebut terjadi karena
Deskripsi granulasi spesifik pada baso- flow cytometry memungkinkan pe-
fil jaringan dan basofil darah. Granu- meriksaan beberapa parameter pada
150 7. Metode Pemulasan dan Teknik Imunositologis
suatu populasi sel dan minimnya ke- • Setelah semua ketiga antibodi (anti-
terlibatan manusia pada penerapan bodi primer, antibodi penghubung,
teknik pemeriksaan ini. Akan tetapi, APAAP) diberikan, setiap antibodi
pada keadaan-keadaan tertentu, pe- tersebut dicampur dengan meng-
laksanaan pemeriksaan imunositolo- goyangnya secara hati-hati
gis dapat sangat berguna, misalnya • Cuci selama 3 x 2 menit dalam da-
pada keadaan dengan sedikitnya ke- par TBS
beradaan material spesimen. Peme- • Inkubasi selama 30 menit dengan
riksaan ini merupakan suatu peme- sekitar 15 ml antibodi penghubung
riksaan dengan berbagai antibodi (1:25)
yang dapat diterapkan dalam berba- • Cuci selama 1 x 2 menit dalam da-
gai keadaan. par TBS
• Inkubasi selama 30 menit dengan se-
kitar 15 ml kompleks APAAP (1:50)
Teknik
• Cuci dengan larutan dapar TBS se-
Gunakan sediaan apus yang berumur lama 1 X 2 menit
tidak lebih dari 24 jam. Sebagai al- • Langkah-langkah inkubasi dengan
ternatif, sediaan apus dapat dibung- antibodi penghubung dan kom-
kus dengan kertas alumunium dan pleks APAAP diulang masing-ma-
dibekukan. Pada suhu -20°G, sediaan sing 2 kali dengan waktu inkubasi
tersebut dapat bertahan selama 1-2 masing-masing 10 menit
bulan, untuk penyimpanan yang lebih • Inkubasi selama 20 menit dengan
lama pada suhu -70°C. Kertas alumu- larutan pewarna (New fuchsin;
nium hanya boleh dibuka setelah se- Dako), cuci selama 1 x 2 menit de-
diaan dicairkan. ngan larutan dapar TBS
• Beri tanda bagian-bagian yang • Fiksasi dengan glutaraldehida
mengandung banyak sel (dengan 0,05% selama 7 menit
pensil yang berujung tajam, pensil • Cuci selama 1 x 2 menit dengan
berlian dan/atau dengan Pap-Pen, larutan dapar TBS (dapat juga dike-
SGI Science Services) ringkan)
• Fiksasi dengan glutaraldehida • Berikan pewarnaan kontras selama
0,05% selama 7 menit (Waktunya 2 detik dengan Hemalaun
harus benar-benar diperhatikan, ka- • Celup selama 10 menit dengan air
rena akan menimbulkan inaktivasi keran
penanda. Kecuali: untuk GD33, fik- • Tutup dengan medium cair (Gly-
sasi sediaan selama 10 menit de- cergel, Dako)
ngan aseton.) Produk reaksi: merah bercahaya.
• Guci selama 4 x 30 detik dengan
dapar TBS (Tris Buffered Saline) Reagen
• Inkubasi sediaan selama 30 menit • Konsentrat dapar PBS (Phosphate
dengan sekitar 15 ml antibodi pri- Buffered Saline):
mer (Antibodi primer adalah anti- - 200,0 gram NaCi
bodi yang spesifik terhadap antigen - 5,0 gram KC|
tertentu); pengenceran antibodi ha- - 28,75 gram Na^HPO^ (tanpa air
rus dicoba dalam laboratorium kristal)
7.12 Pemulasan Imunositologis untuk Antigen Inti (Teknik APAAP) i51
153
154 8. Kepustakaan
157
158 INDEKS
megakariosit, 15 F
normoblas, 1 5
Endoredupiikasi, DNA, 14 FAB, klasifikasi, 10, 12, 16
Eosinofil, 1,3-4, 9-13, 4-7, 27 leukemia, akut, 1 1 , 12, 16, 1 7, 37
limfatik, 37, 39
granulasi, 12, 4
mieloid, 11-12, 16-17
leukemia kronik, 25, 28-29
sindrom mielodisplastik, 10-11
Eosinofilia, 8g, 9, 22, 27, 30g
Faktor intrinsik, defisiensi, anemia mega-
apus sumsum tulang, 12
loblastik, 1
Epstein-Barr, virus, 35, 58
Eritroid Ease
displasia, 10 akselerasi, 25, 28
turunan, 11 bias, 28, 30
Eritroblas, 5, 24 kronik, 28-29
basofilik, 5 Ferritin, 1,13
matang, 5, 24 anemia defisiensi besi, 1-2
mielogram, 5 diagnosis banding anemia, 2, 6g
oksifilik, 5 Fibroblas, sumsum tulang, 28
polikromatik, 5
Fluorescence in situ hybridisation (FISH),
5-6
Eritroleukemia, 11,16-17, 23-24
akut, 16, 23-24
eritroid-mieloid (FAB M6a), 23 Fragmentosit, 1 1 , 6
eritroid sejati (FAB M6b), 24
reaksi PAS, 24, 5
reaksi peroksidase, 3 G
Eritropoiesis, 12, 7-8, 1 , 1, 31-32 Gammopati
apus sumsum tulang, 12 monokonal dengan kepentingan yang
displasia, 13 belum diketahui (GM), 45, 50, 52
mielogram (eritrositopoiesis), 5 gargoylismus, 8
patomorfologi, 1 Gaucher, penyakit, 29, 33-34
sumsum tulang, 12 Glia, sel, 14
Eritrosit, 1 1 , 1 , 3, 5, 7-8, 1 1 , Glikoforin A, krisis bias CML, 29
apus darah, 11 Glikogen, reaksi PAS, 5
basophilic stippling, 8 Glukoserebrosida, 33-34
flow cytometry, 5 Clukosa-6-fosfat dehidrogenase, defisien-
fragmen, gulungan uang, 6 si, 5
nilai normal, 3, 5 Granulasi
gambaran darah perifer, 7 azurofilik, 9-10, 12, 13, 15, 25, 29
perkembangan, di sumsum tulang/darah basofilik, 12
perifer, 1 eosinofil, 12
polikromasia, 7-8 neutrofil, 12
satuan internasional (SI), 3 toksik, 8
struktur internal, 7-8 Granuloma
Eritrositopoiesis, lihat eritropoiesis eosinofilik, 32-33
Esterase infeksi, 33
promonosit, 6 tuberkulosis, 34
reaksi, tidak spesifik, menurut Loffler, 7 Granulomer, 15
Evans, sindrom, trombopenia, 35 Granulopoiesis
Ewing, sarkoma, 1 apus sumsum tulang, 12
displasia, 13-14
160 INDEKS
pinositosis, 14 Mielogram, 4
sitol<imia, 6 Mieloma multipel (sel plasma), 52-53
Malaria, perubahan hemoglobin, 4 gambaran histologis/sitologis sumsum
Mastositosis, 34 tulang, 52
biopsi sumsum tulang, 34 indolen, 52
kulit, 34 'laten', 52
sistemik, 34 non-sekretorik, 52
MCH kriteria diagnostik, 53
nilai normal, 2, 6 kriteria mayor/minor, 53
gambaran darah perifer, 6 stadium, 54
satuan internasional (SI), 3 Mielopati, 49
MCHC Mielopoiesis, 1-2
nilai normal, 3 Mieloproliferatif, penyakit, 8-9, 14-16, 20,
satuan internasional (SI), 3 25-26, 29, 31-32
MCV Mielosarkoma, 16
nilai normal, 2, 5 Mielosit
gambaran darah perifer, 6 basofil, 1 1 , 5
satuan internasional (SI), 3 diagnosis diferensial, 3
Megakarioblas, 14-16, 1, 5, 16-17, 24, 32 eosinofil, 10, 5
mielogram, 5 flow cytometry, 10
Megakariopoiesis, displasia, 13 mielogram, 5
Megakariosit, neutrofil, 9, 12, 5
apus sumsum tulang, 12 sitokimia, 6
emperipolesis, 15 Mikroglobulin-Pj serum, mieloma multi-
leukemia, reaksi peroksidase, 3 pel, 54
matang, 15 Mikromegakariosit, 15, 13-14, 21
mielogram, 5 Mikrositosis, anemia defisiensi besi, 1
sitokimia, 6 Minyak imersi, 1 1 , 1 3
sitoplasma azurofilik, 15 apus darah/sumsum tulang, 11
Megakariositosis, 35 Mitokondria, 12-13
Megaloblas, 29, 3 mengandung lipoid, 13
Membran, defek, 4-6 Mitosis, fase, sumsum tulang, 29
Memori, sel B, 1-2, 2 1 , 27 Monoblas, 13,
Metamielosit flow cytometry, 9-10
diagnosis diferensial, 3 mielogram, 5
flow cytometry, 10 Monoklonal
eosinofil, 10, 11 antibodi, 9-10
mielogram, 5 gammopati, 45, 50, 52
neutrofil, 9-10, 12 Mononukleosis infeksiosa, 35
Metastasis, melanoma, 1 Monosit, 9, 13-14, 3, 5-6, 8g, 2 3 , 3 3 ,
Mieloblas, 9, 12-13, 29 49g
diagnosis diferensial, 1 alpha-naphthylacetate-esterase, 7
flow cytometry, 10 diferensiasi, 13-14
granulasi azurofilik, 12 diagnosis diferensial, 3
mielogram, 5 flow cytometry, 9
sitokimia, 6 nilai normal, 1 3
Mielofibrosis perkembangan, 13-14
gambaran histologis/sitologis sumsum reaksi peroksidase, 7
tulang, 30 satuan internasional (SI), 3
idiopatik, kronik (CIMF), 31 sitokimia, 5-6
164 INDEKS
Poliribosom, 13 Retikulositosis, 8
POX (reaksi peroksidase), 5-6, 2 Russell, badan, 27-28, 3, 6, 53
Pra-(sel) B, 1, 1 7
penanda, 1 7
Pro-(sel) B, 1, 1 7
penanda, 1 7 Sarkoma
Proeritroblas, 6-7, 9, 14, 29 Ewing, 1
diagnosis diferensial, 1 monositik, 20, 33
flow cytometry, 11 Satuan internasional (SI), sebutan, 4
mielogram, 5 Schwachmann-Diamond, sindrom, neu-
penjuluran sitoplasma, 6-7 tropenia, 8
sitokimia, 6 Sel
Progenitor, sel punca, 1 B, limfoma, 45, 55
Prolimfosit, 46, 49-50, 56-57 intrakavitas, primer dengan efusi, 45
Promegakariosit, 14-16 sel besar, 56
mielogram, 5 difus, 45
Promielosit, intravaskular, 45
diagnosis diferensial, 3 mediastinal, 45
eosinofilik, 10 varian anaplastik, 56
flow cytometry, 10 varian imunoblastik, 56
granulasi azurofilik, 9 varian sentroblastik, 56
mielogram, 5 B memori, 1-2, 2 1 , 27
sitokimia, 6 berambut {hairy cell), 51
sumsum, CD4-h, helper, 2, 25 '
Promonosit, 1 3, 29 CD8+, helper, 2
esterase, 13 darah
flow cytometry, 9 diferensiasi, 1
mielogram, 5 merah, perkembangan, 6
Protein glia, 14
Bence-Jones, 53 Hodgkin, 59
M, 53-54 Kupffer, 14
Pseudo-Gaucher, sel, 29, 34 Langerhans, 32-33
Pseudo-Pelger, sel, 7, 13, 21 lemak, sumsum tulang, 28, 32
Purpura trombositopenik trombotik, 6 lencana, 6
Piruvat kinase, defisiensi, 5 limfatik, 25, 49-50
limfoid, 36, 50, 56
limfosit B l , 17
R limfosit B2, 1 7
RA, lihat anemia refrakter mast, 11-12
RAG {recombination activation gene) apus sumsum tulang, 12
penanda sel B, 19 jaringan, 11-12
Rai, klasifikasi, leukemia limfatik kronik mielogram, 4
(CLL), 48 perkembangan, 11
Rearrangement sitokimia, 6
limfosit B, 17 penyakit, proliferatif, 34
limfosit T, 24-25 model skematis, 13
Retikulum endoplasma, 13 Mott, 28
Retikulosit, 7 NK {natural killer), 16, 25
Nilai normal, 6 penyaji antigen, 14, 2 1 , 27
satuan internasional, 3 plasma, 1-2, 2 1 , 27-29
s
INDEKS