DISUSUN OLEH
KELOMPOK 6
1. DEMMI CATUR RIONO 2011007
2. DIANA WAHYU 2011008
3. ENJANG WAHYU BUDIARTI 2011012
4. MAY ANDRIANI 2011018
5. ULFIAN DWI PRIANGGA 2011027
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Sampul
Kata Pengantar...............................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3 Tujuan ...............................................................................................2
1.4 Manfaat .............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Luka Bakar (combutio)...............................................3
2.1.1 Pengertian Luka Bakar (combutio)..............................................3
2.1.2 Manifestasi Klinis Luka Bakar (combutio)..................................3
2.1.3 Klasifikasi Luka Bakar (combutio)..............................................4
2.1.4 Etiologi Luka Bakar (combutio)..................................................6
2.1.5 Patofisiologi Luka Bakar (combutio)...........................................8
2.1.6 Komplikasi Luka Bakar (combutio).............................................9
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar (combutio).........................10
2.1.8 Penatalaksaan Luka Bakar (combutio).........................................11
2.2 Konsep Terapi Oksigen Hiperbaik.....................................................12
2.2.1 Pengertian Terapi Oksigen Hiperbarik........................................12
2.2.2 Tipe Hiberbarik Chamber............................................................13
2.2.3 Manfaat HBOT............................................................................14
2.2.4 Indikasi HBOT.............................................................................15
2.2.5 Kontraindikasi HBOT..................................................................15
2.2.6 Tim Terapi HBOT........................................................................16
2.2.7 Peran Perawat Dalam HBOT.......................................................16
2.2.8 Komplikasi HBOT.......................................................................17
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBARIK PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS
LUKA BAKAR (COMBUTIO).....................................................................18
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .......................................................................................27
4.2 Saran .................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................29
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar merupakan luka yang disebabkan oleh terpajannya kulit dengan api, suhu
tinggi, listrik, radiasi maupun bahan kimia sehingga membuat integritas kulit menjadi
terganggu atau rusak.(Suriadi&Rita 2006). Kurang lebih 2,5 juta 0rang mengalami luka
bakar di Amerika setiap tahunya . dari kelompok ini ,200.000 orang memerlukan penanganan
rawat jalan dan 100.000 orang dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 orang meninggal setiap
tahunya akibat luka dan cedera inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar. Lebih separuh
dari kasus luka bakar yang dirawat dirumah sakit seharusnya dapat dicegah.(brunner
&suddart ,2002).
Terapi luka bakar diarahkan pada tujuan untuk meminimalkan edema, mempertahankan
jaringan yang sehat pada zona stasis, melindungi mikrovaskularisasi, meningkatkan daya
tahan host, dan menyediakan substrat yang diperlukan untuk mempertahankan viabilitas
jaringan. Tujuan utama dari terapi luka bakar mencakup kelangsungan hidup pasien,
kecepatan peyembuhan luka, meminimal-kan scar atau pigmentasi yang abnormal, dan
efektifitas biaya pengobatan. Hasil optimal yang diharapkan ialah pemulihan kualitas hidup
sedapat mungkin seperti keadaan sebelum menderita luka bakar.
Paradigma penatalaksanaan luka bakar mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran khususnya bidang biomolekuler
dan traumatologi. Permasalahan yang dihadapi memerlukan pendekatan beberapa displin
ilmu yang mutlak secara terpadu bersama-sama mengupayakan penurunan angka mortalitas
dan morbiditas luka bakar.
Penggunaan oksigen bertekanan tinggi sudah dikenal sejak 1662. Pada tahun 1917,
Drager berhasil memanfaatkan terapi oksigen hiperbarik (TOHB) untuk decompresion
sickness, dan selanjutnya secara lambat laun mulai berkembang. Pada tahun 1960-an
Boerema meneliti penggunaan TOHB yang larut secara fisik di dalam darah, sehingga dapat
memberi hidup pada keadaan tanpa hemoglobin yang disebut life without blood.7,8 Dewasa
ini TOHB telah banyak dimanfaatkan, diantaranya untuk penderita luka bakar, decompresion
sickness, osteomielitis, dan ulkus/gangren diabetikum.
Mekanisme kerja TOHB ialah dengan tekanan O2 yang melebihi dari satu atmosfer akan
menyebabkan peningkatan tekanan O2 pada jaringan sehingga gradien difusi oksigen ke
1
dalam jaringan akan meningkat. Selain itu oksigen dapat larut ke dalam cairan darah secara
fisika sehingga turut membantu membawa oksigen ke daerah yang mengalami hipoksia.
Oksigen yang larut tersebut akan keluar ke ekstra vaskuler dan ruang intrasel dengan cara
difusi dan kemudian digunakan oleh sel, meningkatkan metabolisme enzimatik dalam sel
sehingga aktifitas penyembuhan luka akan meningkat.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Oksigen Hiperbarik Pada pasien dengan diagnosis medis
combutio (luka bakar)?
1.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Konsep Dasar Combutio (Luka Bakar)
2.1.1 Pengertian Combutio (Luka Bakar)
Luka bakar merupakan luka yang disebabkan oleh terpajannya kulit dengan api,
suhu tinggi, listrik, radiasi maupun bahan kimia sehingga membuat integritas kulit
menjadi terganggu atau rusak.(Suriadi&Rita 2006). Kurang lebih 2,5 juta 0rang
mengalami luka bakar di Amerika setiap tahunya . dari kelompok ini ,200.000 orang
memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 orang dirawat di rumah sakit. Sekitar
12.000 orang meninggal setiap tahunya akibat luka dan cedera inhalasi yang
berhubungan dengan luka bakar. Lebih separuh dari kasus luka bakar yang dirawat
dirumah sakit seharusnya dapat dicegah.(brunner &suddart ,2002).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur
panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan
menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan
yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang
menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber
panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu
kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik,
bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka
ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif.
2.1.2 Manifestasi Klinis
3
4. Bila syok; tachycardia, tachypnea, tekanan nadi lemah, hipotensi, menurunnya
pengeluaran urine atau anuri
5. Perubahan suhu tubuh dari demam ke hipotermi
4
gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak
mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah
serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya
sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai
eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka
derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah
atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena
ujung-ujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
c. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam,
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering,
letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein
pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan
lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
a. Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
5
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat
III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa
> 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas
usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi
6) Disertai trauma lainnya
7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
2.1.4 Etiologi Combutio (Luka Bakar)
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun
bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab
terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi :
1. Paparan api
a. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
6
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh
atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti
solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.
Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu
sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka
umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan
garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
7
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energy dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau
ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan
karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan
keganasan organ dapat terjadi.
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan agen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik
serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi
perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruangan
interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya
volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan
darah. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang
meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokonstriksi
pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali kedalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen.
8
Volume darah yang beredar akan menurun secara drastis pada saat terjadi syok
luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar
ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum
terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah
terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif.
Hipokalemia dapat terjadi kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah
merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta
waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi
oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan
respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume
darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin
bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan
mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal
ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi
yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar berisiko tinggi untuk
mengalami sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya.
Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada
jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.
(Crowin.2013)
2.1.6 Komplikasi Combutio (Luka Bakar)
Sejumlah komplikasi bisa muncul, dan infeksi merupakan komplikasi yang paling
umum terjadi. Berdasarkan urutan frekuensi terjadinya, mulai dari yang paling sering
sampai yang paling jarang, komplikasi untuk luka bakar dapat
meliputi: pneumonia, selulit, infeksi saluran kencing dan kegagalan pernafasan. Faktor
risiko untuk infeksi termasuk: luka bakar dengan lebih dari 30% LPB, luka bakar
9
ketebalan lengkap, usia ekstrim (muda atau tua), atau luka bakar yang terjadi pada kaki
atau perineum. Pneumonia umumnya terjadi pada mereka dengan cedera inhalasi.
Anemia sekunder pada luka bakar ketebalan lengkap dengan LPB lebih dari 10%
sering ditemukan. Luka bakar karena listrik bisa menyebabkan sindrom
kompartemen atau rabdomiolisis karena kerusakan otot. Penggumpalan darah dalam
vena kaki diperkirakan terjadi pada 6% hingga 25% orang. Keadaan hipermetabolik
yang mungkin tidak sembuh selama bertahun-tahun setelah luka bakar berat
menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan hilangnya massa otot.Keloidbisa terjadi
sebagai akibat dari luka bakar, terutama pada orang yang berusia muda dan berkulit
gelap.Setelah mengalami luka bakar, anak-anak mungkin mengalami trauma dan
mengalami gangguan stress paska trauma.Bekas luka juga bisa mengakibatkan
gangguan citra tubuh.Di Negara-negara berkembang, luka bakar parah bisa
mengakibatkan isolasi sosial, kemiskinan ekstrim dan di kalangan anak-
anak pengucilan.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran
darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan
oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida
(PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi
dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang
dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan
10
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya
cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
13. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasI
14. Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
15. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
16. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap
2.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk membantu proses regenerasi kulit akibat
luka bakar, mengidentifikasi infeksi, serta mengidentifikasi status cairan. Cara yang
biasanya digunakan untuk mengatasi luka bakar adalah :
1. Hidroterapi
Membersikan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi ini terdiri
dari merendam dan dengan shower. Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau
kurang untuk klien dengan luka bakar akut, dibersihkan secara perlahan atau hati-
hati dengan menggunakan berbagai macam larutan seperti sodium hipokloride,
profidon iodine dan chlorohexidine. Jika hidroterapi tidak dilakukan, maka luka
dapat dibersihkan dan dibilas diatas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan
penggunaan zat antimikroba.
2. Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk
meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi bakteri di
bagian bawah eschar. Debridemen luka pada luka bakar meliputi debridement
secara mekanik, debridement enzimatik dan dengan tindakan pembedahan
11
3. Terapi HBOT
Mekanisme kerja TOHB ialah dengan tekanan O2 yang melebihi dari satu
atmosfer akan menyebabkan peningkatan tekanan O2 pada jaringan sehingga
gradien difusi oksigen ke dalam jaringan akan meningkat. Selain itu oksigen dapat
larut ke dalam cairan darah secara fisika sehingga turut membantu membawa
oksigen ke daerah yang mengalami hipoksia. Oksigen yang larut tersebut akan
keluar ke ekstra vaskuler dan ruang intrasel dengan cara difusi dan kemudian
digunakan oleh sel, meningkatkan metabolisme enzimatik dalam sel sehingga
aktifitas penyembuhan luka akan meningkat.
4. Obat-obatan
a. Antibiotika : Tidak diberikan bila klien datang <6 jam sejak kejadian
Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan
sesuai hasil kultur.
b. Analgetik : Kuat (Morfin, petidin)
c. Antasida : Kalau perlu
2.2 Konsep Dasar Terapi Oksigen Hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi medis dalam suatu ruangan menghisap
oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan barometer tinggi (hyperbaric
chamber) dengan tekanan lebih besar daripada 1 ATA (Biomedical engineering,
2014).
12
Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi pengobatan dan kesehatan yang
menggabungkan oksigen murni dan tekanan udara 1,3-6 atmosfer di dalam ruangan
udara bertekanan tinggi (Turangan, 2016).
Kondisi ruang terapi HBO harus memiliki tekanan udara yang lebih besar
dibandingkan dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat
dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau dalam ruang udara yang bertekanan
tinggi yang dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan klinis. Setiap
penurunan kedalaman 10 meter, tekanan akan naik 1 atm. Pada saat terapi akan
diberikan tekanan 2-3 ATA. Hal ini akan menghasilkan 6 ml oksigen terlarut dalam 100
ml plasma dan durasi rata-rata terapi sekitar 60-90 menit. Dosis yang digunakan pada
perawatan tidak boleh lebih dari 3 ATA karena tidak aman untuk pasien, selain itu juga
berkaitan dengan lamanya perawatan yang dibutuhkan. Tekanan di atas 2,5 ATA
memiliki efek imunosupresif (Ali, et al, 2014).
1. Monoplace chamber
Chamber yang digunakan untuk pengobatan satu pasien.
2. Multiplace chamber
Chamber yang digunakan untuk pengobatan beberapa pasien. Pada waktu yang
bersamaan chamber ditekan dengan udara dan pasien harus melakukan valsava
manuver, kemudian setelah mencapai kedalaman yang sesuai pasien menghirup
oksigen murni (100%) dari masker.
13
3. Animal chamber
Chamber yang digunakan untuk penelitian dan menggunakan binatang sebagai
objek.
4. Portable chamber
Chamber yang dapat digunakan atau dibawa ke tempat kejadian penyelaman,
sebagai tempat transfer dari tempat kejadian hingga ke chamber utama.
2.2.3 Manfaat HBOT
Terapi Hiperbarik Oksigen dapat dimanfaatkan pada:
1. Kasus penyelaman: dekompresi, keracunan gas CO, dan tes toleransi oksigen untuk
penyelam
2. Penyakit klinis: Diabetes Mellitus, stroke, luka bakar, bell's palsy, osteomyelitis,
cangkok kulit/jaringan, dll
3. Kebugaran
14
12. Badan menjadi lebih segar, tidak mudah lelah, tidur menjadi lebih pulas (Amira, et
al, 2014)
16
2.2.8 Komplikasi HBOT
Komplikasi dari terapi hiperbarik oksigen antara lain :
1. Barotrauma pada telinga, paru, dan gigi
2. Keracunan oksigen
3. Nyeri sinus
4. Katarak dan myopia
5. Claustrophobia
6. Fibroplasia retrolental
7. Gangguan neurologis
17
BAB III
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK (HBOT)
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien:
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, no. RM, dx medis, pendidikan terakhir, dan
biaya
2. Keluhan utama
Klien dengan combutio termasuk dalam keluhan klinis
3. Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang kapan luka bakar (combutio), penyebabnya apa dan upaya yang telah
dilakukan untuk mengatasinya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Mengkaji beberapa penyakit yang pernah dialami yang mungkin menjadi kontraindikasi
terapi HBO. Seperti pneumotorax untreated, infeksi respirasi atas, kejang-kejang,
empisema dengan retensi CO2, lesi pulmonary asimptomatik pada foto dada, riwayat
bedah thorax atau bedah telinga, demam tinggi yang tidak terkontrol, penyakit keganasan,
dan kehamilan.
5. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum (TTV dan keadaan umum)
2) ROS (Review of System)
a. Neurologis
b. Pernafasan
c. Kardiovaskuler
d. Pencernaan
e. Perkemihan
f. Muskuloskeletal
6. Pengkajian pra HBO
1) Observasi TTV
2) Ambang demam
18
3) Evaluasi tanda-tanda pilek atau flu (batuk, demam, sakit tenggorokan, pilek, mual,
diare, malaise).
4) Auskultasi paru-paru
5) Lakukan uji gula darah pada pasien dengan IDDM.
6) Observasi cedera orthopedic umum dalam luka trauma.
7) Tes pada pasien keracunan CO/ Oksigen.
8) Uji ketajaman penglihatan.
9) Mengkaji tingkat nyeri
10) Penilaian status nutrisi terutama pada pasien dengan DM dengan pengobatan atau
insulin
7. Pengkajian intra HBO
1) Mengamati tanda-tanda dan gejala barotrauma, keracunan oksigen dan komplikasi/efek
samping ditemui dalam HBOT.
2) Mendorong pasien untuk menggunakan teknik atau kombinasi teknik yang paling
efektif atau nyaman.
3) Pasien perlu diingatkan bahwa manuver Valsava hanya untuk digunakan selama
dekompresi dan mereka perlu bernapas normal selama terapi (tidak menahan napas).
4) Jika pasien mengalami nyeri ringan sampai sedang, hentikan dekompresi hingga nyeri
reda. Jika nyeri ringan sampai sedang tidak lega, pasien harus dikeluarkan dari ruang
dan diperiksa oleh dokter THT.
5) Untuk mencegah barotrauma GI, ajarkan pasien bernafas secara normal (jangan
menelan udara) dan menghindari makan besar atau makanan yang memproduksi gas
atau minum sebelum perawatan.
6) Pantau adanya claustrophobia, untuk mencegah atau mengurangi efek dari
claustrophobia gunakan media seperti TV, film, buku-buku, kaset tape, atau
perawat/anggota keluarga duduk di sisi ruangan.
7) Monitor pasien selama dekompresi terutama selama dekompresi darurat untuk tanda-
tanda pneumotoraks tersebut.
8) Segera periksa gula darah jika terdapat tanda-tanda hipoglikemia
8. Pengkajian post HBO
1) Untuk pasien dengan tanda-tanda barotrauma, uji ontologis harus dilakukan.
19
2) Tes gula darah pada pasien IDDM.
3) Pasien dengan iskemia trauma akut, sindrom kompartemen, nekrosis dan pasca
implantasi harus dilakukan penilaian status neurovaskular dan luka.
4) Pasien dengan keracunan CO mungkin memerlukan tes psicyometri atau tingkat
carboxyhemoglobin.
5) Pasien dengan insufisiensi arteri akut retina memerlukan hasil pemeriksaan pandangan
yang luas.
6) Pasien dirawat karena penyakit dekompresi, emboli gas arteri, atau edema cerebral
harus dilakukan penilaian neurologis.
7) Pasien yang mengkonsumsi obat anti ansietas selama terapi dilarang mengemudikan
alat transportasi atau menghidupkan mesin.
8) Lakukan pendokumentasian pasien pasca HBOT untuk alasan medis / hukum.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. cemas b/d defisit pengetahuan tentang terapi oksigen hiperbarik dan prosedur perawatan
2. Resiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan peralatan,
kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
3. Resiko barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli serebral b/d
perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
4. Resiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan atmosfir
meningkat.
5. Kecemasan dan ketakutan b/d perasaan kecemasan kurungan terkait dengan ruang
oksigen hiperbarik (claustrofobia)
3.3 Intervensi Keperawatan
1. cemas b/d defisit pengetahuan tentang terapi oksigen hiperbarik dan prosedur perawatan
20
• Tujuan dan hasil yang diharapkan
dari terapi oksigen hiperbarik
• Urutan prosedur perawatan dan apa
yang diharapkan (yaitu, tekanan,
temperatur, suara, perawatan luka)
• Sistem pengiriman oksigen
• Tehnik mengosongkan telinga
2. Resiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan peralatan,
kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
21
3. Resiko barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli serebral b/d
perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
22
di telinga dan / atau sinus
(terutama setelah pengobatan
awal, dan setelah perawatan
berikutnya)
- Peningkatan kecepatan dan /
atau kedalaman pernafasan
- Tanda dan gejala dari
pneumotoraks, termasuk:
- tiba-tiba nyeri dada tajam
- Kesulitan, bernafas cepat
- Gerakan dada abnormal pada
sisi yang terkena, dan
- Takikardia dan / atau
kecemasan
Ikuti perintah dokter hiperbarik untuk
manajemen pasien
4. Resiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan atmosfir
meningkat.
23
Monitor kondisi pasien saat terapi
berlangsung dan dokumentasikan
tanda dan gejala dari keracunan
oksigen pada sistem saraf pusat :
o mati rasa dan berkedut
o Telinga berdenging atau
halusinasi pendengaran l
o Vertigo
o penglihatan kabur
o gelisah dan mudah tersinggung
dan
o mual
o (Catatan: SSP toksisitas oksigen
pada akhirnya dapat
mengakibatkan kejang)
ubah sumber oksigen 100% untuk
pasien jika tanda-tanda dan gejala
muncul, dan beritahukan kepada
dokter hiperbarik.
monitor pasien selama terapi oksigen
hiperbarik dan dokumentasikan tanda
dan gejala keracunan oksigen paru,
termasuk:
o Nyeri dan rasa terbakar di dada
o sesak di dada
o batuk kering (terhenti-henti)
o kesulitan menghirup napas
penuh, dan
o Dispneu saat bergerak
memberitahukan dokter hiperbarik
24
jika tanda-tanda dan gejala keracunan
oksigen paru muncul.
5. Kecemasan dan ketakutan b/d perasaan kecemasan kurungan terkait dengan ruang
oksigen hiperbarik (claustrofobia).
25
langkah-langkah dan kemampuan
untuk mentolerir kurungan
dokumentasikan hasil intervensi
BAB IV
PENUTUP
26
4.1 Kesimpulan
Luka bakar merupakan luka yang disebabkan oleh terpajannya kulit dengan api,
suhu tinggi, listrik, radiasi maupun bahan kimia sehingga membuat integritas kulit
menjadi terganggu atau rusak.(Suriadi&Rita 2006). Kurang lebih 2,5 juta 0rang
mengalami luka bakar di Amerika setiap tahunya . dari kelompok ini ,200.000 orang
memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 orang dirawat di rumah sakit. Sekitar
12.000 orang meninggal setiap tahunya akibat luka dan cedera inhalasi yang berhubungan
dengan luka bakar. Lebih separuh dari kasus luka bakar yang dirawat dirumah sakit
seharusnya dapat dicegah.(brunner &suddart ,2002).
Mekanisme kerja TOHB ialah dengan tekanan O2 yang melebihi dari satu
atmosfer akan menyebabkan peningkatan tekanan O2 pada jaringan sehingga gradien
difusi oksigen ke dalam jaringan akan meningkat. Selain itu oksigen dapat larut ke dalam
cairan darah secara fisika sehingga turut membantu membawa oksigen ke daerah yang
mengalami hipoksia. Oksigen yang larut tersebut akan keluar ke ekstra vaskuler dan
ruang intrasel dengan cara difusi dan kemudian digunakan oleh sel, meningkatkan
metabolisme enzimatik dalam sel sehingga aktifitas penyembuhan luka akan meningkat.
4.2 Saran
Bagi Perawat, dalam memberikan asuhan keperawatan harus memperhatikan setiap
keluhan pasien agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan dan dapat meningkatkan
27
kesehatan pasien. Perawat juga harus berkolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian
terapi HBO agar hasilnya maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Maedi.Asuhan keperawatan klien dengan terapi hiperbark oksigen ppt
28
https://id.scribd.com/presentation/373389653/ASKEP-HIPERBARIK (diakses 22 april
2021,pukul 21.00)
29