Anda di halaman 1dari 35

SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2019


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

GANGGUAN ASAM BASA

Oleh :

Petronela Rani Mawo, S.Ked(1508010021)

Pembimbing :
dr. Angela Merici, Sp.PD

SMF/ BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD TC HILLERS MAUMERE
2019 i
HALAMAN PENGESAHAN

Referat ini diajukan oleh

Nama : Petronela Rani Mawo, S.Ked (1508010021)

Fakultas : Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

SMF/Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSUD T.C. Hillers Maumere

Referat ini telah disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

Kepaniteraan Klinik di SMF/Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD TC. Hillers

Maumere

PEMBIMBING KLINIK

Pembimbing Klinik

dr. Angela Merici, Sp.PD …………………….

Ditetapkan di : Maumere

Tanggal : 07 Agustus 2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan kasih karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul

Gangguan Asam Basa dan Elektrolit dengan baik. Penulisannya dalam rangka

memenuhi salah satu tugas sebagai ko-asisten yang sedang menjalani kepaniteraan

klinik pada bagian Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum T.C. Hillers

Maumere.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Angela Merici, Sp. PD,

selaku pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan serta

pengarahan pada saya dalam menyelesaikan referat ini.

Dalam referat ini membahas seputar Gangguan Asam Basa dan Elektrolit.

Saya menyadari dalam penulisan referat ini, masih banyak kekurangan dan

keterbatasan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pembaca guna untuk

penyempurnaan pasien ini.

Maumere, 07 Agustus 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1 Asam Basa...................................................................................... 3
2.2 Mekanisme Kompensasi................................................................. 5
2.2.1 Body Buffer........................................................................... 5
2.2.2 Kompensasi Respiratorik....................................................... 6
2.2.3 Kompensasi Ginjal................................................................. 8
2.3 Gangguan Keseimbangan Asam Basa ........................................... 9
2.3.1 Asidosis................................................................................. 12
2.3.1.1 Asidosis Metabolik............................................................ 13
2.3.1.2 Asidosis Respiratorik......................................................... 19
2.3.2 Alkalosis............................................................................... 23
2.3.2.1 Alkalosis Respiratorik....................................................... 24
2.3.2.2 Alkalosis Metabolik........................................................... 26
BAB 3. PENUTUP ......................................................................................... 27
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam keadaan normal tubuh manusia memproduksi asam dari hasil

metabolisme sel (protein, karbohidrat, lemak) dalam bentuk asam volatile (asam

karbonat) dan nonvolatile (metabolic acids, laktat, keton, sulfat, fosfat, dll). Untuk

mempertahankan keseimbangan asambasa (homeostasis), kelebihan asam

karbonat akan dikeluarkan melalui paru-paru dalam bentuk karbondioksida, dan

kelebihan asam nonvolatile akan dinetralisasikan oleh sistem dapar (buffer).

Fungsi sel manusia akan berlangsung dengan baik di lingkungan pH normal (pH

7,35 – 7,45) atau kadar ion hidrogen (H+ ) sekitar 40 nmol/L, suatu kadar yang

sangat kecil sekali. Oleh karena itu tubuh mengaturnya dengan sangat ketat

melalui proses yang sangat kompleks. Untuk mempertahankan pH (ion hidrogen),

tubuh mempunyai tiga sistem utama pengatur keseimbangan asam-basa, yaitu

sistem dapar (buffer), paru, dan ginjal (difasilitasi oleh hati). Sistem dapar hanya

untuk meminimalisir perubahan pH, sedangkan paru dan ginjal yang mempunyai

peran penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa. Pengaturan

keseimbangan asam basa oleh paru dilakukan dengat sangat cepat (menit) melalui

pengaturan PaCO2, dan ginjal bekerja lebih lambat (jam) untuk mengatur

kelebihan asam/basa melalui sekresi/reabsorbsi klor dalam bentuk amonium

1
klorida dengan bantuan ion NH4 + yang difasilitasi oleh hati melalui

sekresi/produksi glutamine (Stewart approach) dan atau sekresi/reabsorbsi


bikarbonat (traditional approach). Bila mekanisme homeostasis ini tidak bekerja

dengan sempurna maka akan terjadi gangguan keseimbangan asam-basa.1,3

Pengaturan keseimbangan ion hydrogen dalam beberapa hal sama dengan

pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai

homeostasis, harus ada keseimbangan antara asupan dan produksi ion hydrogen

dan pembuangan ion hydrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain, ginjal

memainkan peranan kunci dalam pengaturan konsentrasi ion hydrogen. Terdapat

juga mekanisme penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-

paru yang perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hydrogen normal dalam

cairan ekstraseluler dan intraseluler1,3.

Gangguan keseimbangan asam basa disebut dengan istilah asidosis bila pH

darah bersifat asam dan alkalosis jika pH darah bersifat basa. Tergantung proses

primernya dapat dibagi menjadi asidosis atau alkalosis respiratorik (proses

primernya pada pernapasan) dan asidosis atau alkalosis metabolic (proses

primernya adalah gangguan metabolic). Akhiran osis pada asidosis ataupun

alkalosis menunjukkan proses primer yang menghasilkan asam atau basa tanpa

melihat nilai pH darah. Pada asidosis atau alkalosis ringan yang terkompensasi

sempurna, pH darah dapat tetap normal. Pada setiap gangguan keseimbangan

asam basa, selalu akan diikuti kompensasi untuk mempertahankan pH normal.

Kompensasi dari asidosis respiratorik adalah alkalosis metabolic, sedangkan

kompensasi dari alkalosis respiratorik adalah asidosis metabolic dan demikian

juga sebaliknya. 4,5 2


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asam dan Basa

Asam adalah setiap senyawa kimia yang melepaskan ion hidrogen ke suatu

larutan atau ke senyawa biasa. Sedangkan basa adalah senyawa kimia yang

menerima ion hidrogen. Adapun beberapa definisi oleh para pakar dimana

menurut Bronsted-Lowry, Asam didefinisikan sebagai senyawa kima yang dapat

bertindak sebagai proton donor (H+), sedangkan basa adalah senyawa kimia yang

dapat bertindak sebagai akseptor proton. Dalam solusi fisiologis, mungkin lebih

baik menggunakan definisi dari Arrhenius, dimana dia mendefinisikan asam

sebagai senyawa yang mengandung hidrogen dan bereaksi dengan air untuk

membentuk ion hidrogen dan basa adalah senyawa yang menghasilkan ion

hiroksida dalam air. 1,2

Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat terutama

melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan, contohnya HCl. Asam lemah

mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk berdisosiasikan ion-ionnya dan

oleh karena itu kurang melepaskan H+, contohnya adalah H2CO3. 1

Basa kuat adalah suatu basa yang secara cepat dan kuat dengan H + dan

oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contohnya adalah

ion hirdoksil (OH-) yang bereaksi dengan cepat membentuk air (H2O). Basa lemah

adalah basa yang secara lemah bereaksi dengan ion H+, contohnya adalah HCO3-.1

Keseimbangan asam-basa terkait dengan 3pengaturan konsentrasi ion H +

bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah
vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah >7,45 dikatakan

alkalosis. Ion H+ terutama diperoleh dari aktivitas metabolik tubuh. H + secara

normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:

1. Pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi H +

dan bikarbonat.

2. Katabolisme zat organik

3. Disosiasi asam organik pada metabolismme intermedia, misalnya pada

metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan laktat, sebagian asam ini

akan berdisosiasi melepaskan ion H+. 1,2

Fluktuasi konsentrasi ion H+ dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel,

antara lain :

1. Perubahan eksitabilitas saraf dan otot. Pada asidosis terjadi depresi

susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hiperekstabilitas.

2. Mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.

3. Mempengaruhi konsentrasi ion K+

Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H+ maka tubuh berusaha mempertahankan

ion H+ seperti semula dengan cara:

1. Mengaktifkan sistem buffer

2. Mekanisme pengontrolan pH (kompensasi) oleh sistem pernapasan.

3. Mekanisme pengontrolan pH (kompensasi) oleh sistem ginjal. 1,2

4
2.2 Mekanisme Kompensasi

Respon fisiologis untuk mengubah H+ dikarakteristikan oleh 3 fase, yaitu;


1. Body buffer

Fisiologis dari buffer penting pada manusia termasuk bikarbonat

(H2CO3/HCO3-), hemoglobin (HbH/Hb-), protein intraseluler lainnya

(PrH/Pr), fosfat (H2PO4-/HPO42-) dan ammonia (NH3/NH4+). Efektivitas

dari buffer ini pada berbagai kompertemen cairan berhubungan dengan

konsentrasi cairannya. Bikarbonat merupakan buffer yang paling penting

dalam kompartemen cairan ekstraseluler. Hemoglobin, meskipun dibatasi

oleh sel darah merah, juga berfungsi sebagai buffer yang penting dalam

darah. Protein lain mungkin memainkan peran utama dalam buffer pada

kompartemen cairan intraseluler. Ion fosfat dan ammonium merupakan

buffer yang penting pada urine. 3,4

 Bikarbonat

Meskipun dalam arti yang ketat, buffer bikarbonat terdiri dari

H2CO3 dan HCO3-, tekanan CO2 dapat menggantikan H2CO3

karena:

H2O + CO2 ↔ H2CO3 ↔ H+ +HCO3-

Hidrasi CO2 dikatalis oleh karbonat anhidrase, jika penyesuaian-

penyesuaian yang dibuat untuk buffer bikarbonat dan jika koefisien

kelarutan untuk CO2 dipertimbangkan, persamaan Henderson-

Hasselbach untuk bikarbionat dapat ditulis sebagai berikut:

pH = Pk´+ (¿ ¿)

dimana pK´= 6,1 5


Dicatat bahwa Pk yang baik dihapus dari pH arteri normal

7,40 yang berarti bahwa bikarbonat tidak akan diharapkan untuk

menjadi buffer ekstraseluler yang efesien. Sistem bikarbonat

bagaimanapun penting karena dua alasan:

1. Bikarbonat hadir dalam konsentrasi tinggi yang relatif pada

cairan ekstreseluler.

2. Lebih penting lagi, PaCO2 dan plasma [HCO3-] diatur secara

ketat oleh paru-paru dan ginjal.

Kemampuan dua organ ini untuk mengubah rasio

[HCO3-/PaCO2 memungkinkan mereka untuk mengerahkan

pengaruh penting teradap pH arteri.

Derivasi sederhana dan lebih praktis dari persamaan

Henderson-hasselbach untuk buffer bikarbonat adalah sebagai

berikut :

[H+] = 24 x PaCO2

(HCO3-)

Harus ditekankan bahwa buffer bikarbonat efektif terhadap metabolisme

tetapi tidak pada gangguan asam basa pernapasan. 1,3,4,5

2. Kompensasi Respiratorik

Perubahan pada ventilasi alveolar berespon terhadap kompensasi

respiratorik dari PaCO2 pada brainstem. Respon reseptor ini untuk mengubah pH

dari cairan CSF. Minute ventilation meningkat 1-46 L/menit untuk setiap (akut) 1

mmHg peningkatan PaCo2. Kenyataannya, paru-paru berespon untuk eliminasi


dari 15 mEq produksi CO2 setiap harinya sebagai hasil sampingan karbohidrat dan

metabolisme lemak. Respon kompensasi respiratorik juga penting dalam

melindungi penanda perubahan pH selama gangguan metabolik.

Disamping itu kemoreseptor pada arkus aorta dan sinus carotid yang

mengatur frekuensi dan dalamnya nafas juga dipengaruhi oleh perubahan O2, pH

dan CO2 dalam darah. Kompensasi respiratori dalam mempertahankan

keseimbangan asam basa adalah dengan pengaturan konsentrasi CO2 cairan

ekstraseluler oleh paru. Dengan menyesuaikan PCO 2 meningkat atau menurun,

paru secara efektif akan mengatur konsentrasi ion hydrogen cairan ekstraseluler.

Peningkatan ventilasi akan mengurangi CO2 dan mengurangi konsentrasi ion

hidrogen demikian juga sebaliknya.

Pengaturan konsentrasi ion hidrogen dengan ventilasi paru ini diatur oleh

sistem sirkulasi darah. Bila terjadi kenaikan pCO 2, CO2 akan bereaksi dengan H2O

dan menghasilkan ion H+. Ion H+ ini akan merangsang kemoreseptor diarkus aorta

dan sinus carotid, kemudian N.IX dan X akan mengirimkan sinyal ke pusat

pernapasan untuk meningkatkan ventilasi. Akibatnya, kadar CO2 berkurang dan

pH bertambah.

Selain CO2, penurunan kadar oksigen (hipoksemia) yaitu bila pO2 < 60

mmHg juga menstimulasi reseptor sinus carotid. Dan ion H+ dari produksi asam

(misalnya asam laktat) selain hasil disosiasi CO2 juga bisa merangsang

kemoreseptor perifer

7
 Kompensasi respiratorik selama asidosis metabolik

Penurunan ph darah arteri menstimulasi pusat pernapasan pada

brainsterm. Hasil peningkatan ventilasi alveolar menurunkan PaCO 2 dan

cenderung untuk mengembalikan pH arteri ke nilai normal.

 Kompensasi respiratorik dalam alkalosis metabolik

Peningkatan pH arteri menekan pusat pernapasan. Hasil dari

hipoventilasialveolarcenderung meningkatkan PaCO2 dan mengembailkan

pH arteri kenilai normal. 6,7

3. Kompensasi Ginjal

Regulasi ginjal untuk mengatur keseimbangan asam basa dilakukan dengan

mengeluarkan urine yang asam atau basa. Pengeluaran urine asam akan

mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH.

Sedangkan pengeluran urine basa akan menghilangkan basa dari cairan


6,7
ekstraseluler dan menurunkan pH.

Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui tiga

mekanisme, yaitu sekresi ion hdrogen dan reabsorbsi ion bikarbonat, asidifikasi

buffer dan eksresi ammonia. 6,7

 Kompensasi Ginjal selama Asidosis

Respon ginjal terhadap keadaan asam terdiri dari 3 langkah:

- Peningkatan reabsorbsi HCO3- yang difiltrasi

- Peningkatan eksresi titrable acids 8

- Peningkatan produksi ammonia


 Kompensasi ginjal selama alkalosis

Jumlah HCO3- yang banyak secara normal difiltrasi dan kadang-

kadang direabsorbsi karena ginjal butuh eksresi bikarbonat dalam

jumlah yang banyak jika dibutuhkan. Sebagai hasilnya, ginjal sangat

efektif dalam proteksi terhadap keadaan metabolic alkalosis yang secara

umum terjadi karena defisiensi sodium atau mineral kortikoid berlebih.

Deplesi dari sodium akan menurunkan volume cairan ekstraseluler dan

meningkatkan reabsorbsi Na+ dari tubulus proksimal ginjal. 6,7

2.3 Gangguan Keseimbangan Asam-Basa

Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena

perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap
6
beberapa organ.

Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan

asam-basa darah: . 7

1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk

amonia. Ginjal memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa yang

dibuang,yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.

2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung

terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu

penyangga ph bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu

larutan. Penyangga pH yang paling penting dalam


9 darah adalah bikarbonat.

Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan


karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke

dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih

sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah,

maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.

3. Pembuangan karbondioksida. Karbondioksida adalah hasil tambahan penting

dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah

membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru karbondioksida tersebut

dikeluarkan (dihembuskan). 6,7

Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang

dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika

pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah menurun dan darah menjadi

lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan

darah menjadi lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman

pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah

menit demi menit. 6,7

Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian pH

tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan

asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis. 6,7

10
Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung

asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan

menurunnya pH darah.

Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak

mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang

menyebabkan meningkatnya pH darah.

Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih

merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis

merupakan petunjuk penting dari adanya masalah metabolisme yang serius.

Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik,

tergantung kepada penyebab utamanya. 3

Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh

ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh


11
ginjal. Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh

penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan. 3,4


2.3.1 Asidosis

a. Definisi

Asidos adalah suatu keadaan dimana adanya peningkatan asam didalam

darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu yang mana

tubuh tidak bisa mengeluarkan asam dalam mengatur keseimbangan asam basa.

Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan fungsi sistem organ tubuh manusia.

Gangguan keseimbangan ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar

yaitu metabolik dan respiratorik. Ginjal dan paru merupakan dua organ yang

berperan penting dalam pengaturan keseimbangan ini. 5

b. Patogenesis

Pada keadaan asidosis yang berperan adalah sistem buffer (penyangga)

pada referensi ini akan dibahas tentang sistem buffer bikarbonat. Sistem

penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung bikarbonat yang

terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat yaitu asam lemah (H 2CO3) dan

garam bikarbonat seperti NaHCO3. H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi

CO2 dengan H2O.

CO2 + H2O <—-> H2CO3

Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H 2CO3 yang dibentuk kecuali

bila ada enzim karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding

alveoli paru dimana CO2 dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel

epitel tubulus ginjal dimana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3

H2CO3 berionisasi secara lemah untuk membentuk 12


sejumlah kecil H+ dan HCO3-

H2CO3<—-> H+ + HCO3-
Komponen kedua dari sistem yaitu garam bikarbonat terbentuk secara

dominan sebagai Natrium Bicarbonat (NaHO3) dalam cairan ekstraseluler.

NaHCO3 berionisasi hampir secara lengkap untuk membentuk ion-ion bicarbonat

(HCO3-) dan ion-ion natrium (Na+) sebagai berikut :

NaHCO3<—-> Na+ + HCO3-

Sekarang dengan semua sistem bersama-sama, kita akan mendapatkan sebagai

berikut :

CO2 + H2O <—-> H2CO3<—-> H+ + HCO3- + Na+

Akibat disosiasi H2CO3 yang lemah, konsentrasi H+ menjadi sangat kuat

bila asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam larutan penyangga bicarbonat,

peningkatan ion hidrogen yang dilepaskan oleh asam disangga oleh HCO3 :

H + + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O

Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk. Meningkatkan

produksi CO2 dan H2O. Dari reaksi ini kita dapat melihat bahwa ion hidrogen dari

asam kuat HCl, bereaksi dengan HCO3- untuk membentuk asam yang sangat

lemah yaitu H2CO3 yang kemudian membentuk CO2 dan H2O. CO2 yang

berlebihan sangat merangsang pernapasan yang mengeluarkan CO 2 dari cairan

ekstraseluler. Ini berpengaruh terjadinya asidosis pada tubuh. 3,5

1. Asidosis Metabolik . 8

Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai

dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman

melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar


13 menjadi asam. Seiring

dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat
sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara

menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha

mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam

dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh

terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat

dan berakhir dengan keadaan koma. 8


7
a. Etiologi

Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok

utama:

1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau

suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan

asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol

kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan

asidosis metabolik.

2.Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.

Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari

beberapa penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika

diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan

menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan

pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.

3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam

dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah14asam yang normal pun bisa

menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi
ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita

gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk

membuang asam.

Secara umum, Penyebab utama dari asidois metabolik:

- Gagal ginjal

- Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)

- Ketoasidosis diabetikum

- Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)

- Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,

paraldehid, asetazolamiatau amonium klorida

- Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena

diare, ileostomi atau kolostomi.

Beberapa penyebab yang sering terjadi pada keadaan asidosis metabolik :

 Asidosis di Tubulus Ginjal. 8

Asidosis tubulus renalis (ATR) atau Renal tubular acidosis (RTA) adalah

suatu penyakit ginjal (renal) khususnya pada bagian tubulus renalis-nya. Menurut

sejumlah literature ilmiah bidang kesehatan, penyakit ATR ini memang tergolong

penyakit langka, dengan manifestasi klinis yang tidak spesifik sehingga diagnosis

sering terlambat. Akibat dari gangguan ekresi ion Hidrogen atau reabsorbsi

bikarbonat oleh ginjal atau kedua-duanya. Gangguan reabsorbsi bikarbonat

tubulus ginjal menyebabkan hilangnya bicarbonat dalam urine atau

ketidakmampuan mekanisme sekresi Hidrogen di 15


tubulus ginjal untuk mencapai

keasaman urin yang normal menyebabkan ekresi urin yang alkalis. Dalam
keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme dari darah dan

membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang

bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga

hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan

asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat

keasamannya menjadi di atas ambang normal. Diduga penyakit ini disebabkan

faktor keturunan atau bisa timbul akibat obat-obatan, keracunan logam berat atau

penyakit autoimun (misalnya lupus eritematosus sistemik atau sindroma Sjogren).

Sejauh ini dunia kedokteran belum menemukan obat atau terapi untuk

menyembuhkannya, karena penyakit ini tergolong sebagai kerusakan organ tubuh,

sepertipenyakit diabetes mellitus (akibat kerusakan kelenjar insulin).

Sementara ini penanganan ATR baru sebatas terapi untuk mengontrol

tingkat keasaman darah, yaitu dengan memberikan obat yang mengandung zat

bersifat basa (alkalin) secara berkala (periodik), sehingga tercapai tingkat

keasaman netral, seperti pada orang normal. Zat basa ini mengandung bahan aktif

natrium bikarbonat (bicnat).

 Diare .2

Diare berat mungkin merupakan penyebab asidosis yang paling sering.

Penyebabnya adalah hilangnya sejumlah besar natrium bicarbonat ke dalam feses,

sekresi gastrointestinal secara normal mengandung sejumlah besar bicarbonat dan

diare ini menyebabkan hilangnya ion bicarbonat dari tubuh. Bentuk asidosis

metabolik ini berlangsung berat dan dapat menyebabkan


16 kematian terutama pada

anak-anak.
 Diabetes Melitus 2

Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas

yang menghambat penggunaan glukosa dalam metabolisme.Ini terjadi karena

adanya pemecahan lemak menjadi asam asetoasetat dan asam ini di metabolisme

oleh jaringan untuk menghasilkan energi, menggantikan glukosa. Pada DM yang

berat kadar Asetoasetat dalam darah meningkat sangat tinggi sehingga

menyebabkan asidosis metabolik yang berat.

 Penyerapan Asam 2

Jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan normal akan

tetapi asidosis metabolik yang berat kadang-kadang dapat disebabkan oleh

keracuan asam tertentu antara lain aspirin dan metil alkohol.

 Gagal Ginjal Kronis 2

Saat fungsi ginjal sangat menurun terdapat pembentukan anion dari asam

lemak dalam cairan tubuh yang tidak eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan

laju filtrasi glomerulus mengurangi eksresi fosfat dan NH4 + yang mengurangi

jumlah bikarbonat.

b. Gejala Klinis 4

Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya

penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam

atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal

ini. Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan

yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan17mengalami kebingungan. Bila
asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok,

koma dan kematian.

c. Diagnosa 4

Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH

darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan). Darah

arteri digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur

pH darah. Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon

dioksida dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan

untuk membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang

tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang

tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis

metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang

dilakukan pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air

kemih.

d. Penatalaksanaan 4

Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya. Sebagai

contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi

denganmembuang bahan racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu

dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan yang berat. Asidosis

metabolik juga bisa diobati secara langsung. Bila terjadi asidosis ringan, yang

diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya.

Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin


18 secara intravena; tetapi

bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.


Koreksi asidosis metabolik dapat dilakukan dengan rumus yaltu:

1. (Ki - Ku) x BB x 0.6 = mEq NaHCO3.

Ki = kadar bikarbonat yang ingin dicapai

Ku = kadar bikarbonat terukur saat itu.

1. Asidosis Respiratorik . 10

Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena

penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru

yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan

mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika

terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam.

Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur

pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam. Keadaan ini

timbul akibat ketidakmampuan paru untuk mengeluarkan CO2 hasil metabolisme

(keadaan hipoventilasi). Hal ini menyebabkan peningkatan H2CO3 dan

konsentrasi ion hidrogen sehingga menghasilkan asidosis.

a. Etiologi

 Penurunan pernapasan. 10

Penurunan pernapasan melibatkan perubahan fungsi neuron dalam

menstimulus inhalasi dan ekhalasi. Neuron mengurangi pada tingkat sel tubuh

melalui zat/agen kimia dan kerusakan fisik. Penurunan kimia pada neuron dapat

terjadi sebagai hasil agen anastesi, obatobatan (narkotik) dan racun dimana

merintangi darah menuju ke otak dan langsung


19 menghalangi depolarisasi.

Disamping itu ketidakseimbangan elektrolit (hiponatrium, hiperkalsemia dan


hiperkalemi) juga secara lambat menghalangi depolarisasi neural. Akibat neuron

respiratorik juga akan mengurangi keadaan fisik. Trauma sebagai hasil langsung

kerusakan fisik untuk neuron respirasi atau menimbulkan hypoksia sampai

iskemik yang dapat mengganggu atau menghancurkan kemampuan neuron untuk

membangkitkan dan mengirimkan impuls ke otot skeletal yang membantu dalam

respirasi. Neuron respirasi dapat rusak atau hancur secara tidak langsung apabila

terdapat masalah di area otak karena meningkatnya tekanan intrakranial.

Meningkatnya tekanan intrakranial ini karena adanya edema jaringan,dimana

menekan pusat pernapasan (batang otak). Trauma spinal cord, penyakit tertentu

seperti polio adalah sebab yang aktual bagi kerusakan diaxon dan penyakit lain

seperti mistenia gravis, dan syndrom Guillain-Barre yang mengganggu tranmisi

impuls nervous ke otot skele.

 Inadequatnya Ekspansi Dada10

Karena ekspansi ini penting untuk mengurangi tekanan di dalam rongga

dada sehingga terjadi pernapasan. Beberapa kondisi membatasi ekspansi dada

sehingga menghasilkan inadequatnya pertukaran gas walaupun jaringan paru sehat

dan pusat pesan sudah dimulai dan transmisi yang tepat. Beberapa orang

mengalami masalah dalam ekspansi dada dapat mencukupi pertukaran gas selama

periode istirahat sehingga retensi CO2 tidak terjadi pada waktu itu. Bagaimanapun

meningkatnya aktivitas atau kerusakan pada jaringan paru menghasilkan

permintaan untuk pertukaran gas dimana seseorang tidak dapat memenuhinya,

hasilnya acidemia. Tidak adekuatnya ekspansi dada


20 dapat dihasilkan dari trauma

skeletal atau deformitas, kelemahan otot respirasi. Masalah skeletal yang


membatasi perpindahan pernapasan dalam dinding dada jika terdapat kerusakan

tulang atau malformasi tulang yang menyebabkan distorsi dalam fungsi dada.

Struktur tulang dada yang tidak berbentuk serasi dapat membentuk deformasi

pada rongga dada dan mencegah penuhnya ekspansi pada satu atau kedua paru.

Deformitas skeletal mungkin congenital: hasil dari kesalahan pertumbuhan tulang

( seperti skoliosis, osteogenesis imperfecta dan syndrome Hurler’s) atau hasil

yang tidak seimbang dari degenerasi jaringan tulang (osteoporosis, metastase sel

kanker). Kondisi kelemahan otot respirasi berhubungan dengan

ketidakseimbangan elektrolit dan kelelahan.

 Obstruksi jalan napas10

Pencegahan perpindahan masuk dan keluarnya udara pada paru melalui

bagian atas dan bawah pada obstruksi jalan napas dapat menimbulkan pertukaran

gas yang tidak efektif, retensi CO2 dan acidemia. Jalan napas bagian atas dan

bawah dapat terobstruksi secara internal dan eksternal. Kondisi eksterna yang

menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk tekanan yang kuat pada daerah

leher, pembesaran nodus lympa regional. Sedangkan kondisi internal yang

menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk masuknya benda asing pada

saat bernapas, konstriksi otot halus bronkial dan pembentukan edema pada

jaringan luminal. Obstruksi jalan napas bagian bawah terjadi melalui kontriksi

otot halus, pembentukan jaringan luminal, pembentukan lendir yang berlebihan.

Kondisi umum yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas bagian bawah

yaitu karena terlalu lama menderita penyakit inflamasi


21 (bronchitis, emphysema
dan asma) dan dan masuknya bahan-bahan iritan seperti asap rokok, debu batu

bara, serat asbes, serat kapas, debu silikon dan beberapa partikel yang

mencapai jalan napas bagian bawah.

 Gangguan difusi alveolar-kapiler10

Pertukaran gas pulmonal terjadi oleh difusi di persimpangan alveolar dan

membrane kapiler. Beberapa kondisi dimana mencegah atau mengurangi proses

difusi karena dapat meretensi CO2 dan terjadi asidemia. Masalah difusi dapat

terjadi pada membran alveolar, membran kapiler atau area diantara keduanya.

Asidosis respiratorik sering terjadi akibat kondisi patologis yang merusak pusat

pernapasan atau yang menurunkan kemampuan paru untuk mengeliminasikan

CO2.

b. Manifestasi Klinik

 Meningkatnya nadi dan tingkat pernapasan

 Pernapasan dangkal

 Dyspnea

 Pusing

 Convulsi

 Letargi

 Kelemahan

 sakit kepala

c. Penatalaksanaan 5
22
Asidosis respiratorik biasanya juga disertai asidosis metabolik ringan,

karena hipoksia akan menyebabkan terjadinya penimbunan asam laktat dan asam
organik lainnya dalam cairan ektraselular. Koreksi cairan perlu disertai

pemeriksaan pH dan analisis gas darah. Pengobatan yang tepat adalah

memperbaiki ventilasi dengan respirator. Pengobatan dengan natrium bikarbonat

kurang tepat, karena tindakan ini malahan akan menyebabkan hiperosmolalitas

dan gagal jantung. Pengobatan ditujukan terhadap etiologi, disamping usaha untuk

meningkatkan pCO2 dalam darah. Pemberian amonium kiorida tidak dianjurkan.

Bernapas dalam sungkup yang dipasang di wajah (rebreathing,) dapat mengurangi

gejala dan kehilangan CO2 pada hiperventilasi akut.

2.3.2 Alkalosis

a. Definisi

Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak

mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang

menyebabkan peningkatan pH darah.

b. Etiologi

1. Alkalosis respiratori yang disebabkan rendahnya tingkat karbon.

Berada dalam tekanan tinggi atau memiliki penyakit yang

menyebabkan bekurangnya kadar oksigen dalam darah dapat

mengakibatkan jantung bernafas lebih cepat (hiperventilate), yang

menurunkan kadar karbondioksida.

2. Metabolik alklosis yang disebabkan oleh terlalu banyak bicarbonat di

darah.

23
3. Hypokelemik alkalosis disebabkan oleh respon ginjal terhadap

kurangnya atau hilangnya potassium, yangg dapat muncul ketika

seseorang mengambil pengobatan diuretik.

4. Hipochloremik alkalosis disebabkan oleh kurangnya atau hilangnya

klorit, yang muncul disertai dengan muntah berkepanjangan.

1. Alkalosis Respiratorik 4

a. Definisi

Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi

basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan

kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.

b. Etiologi

Penyebab :Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi,

yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang

dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering

ditemukan adalah kecemasan.

Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:

- rasa nyeri

- kadar oksigen darah yang rendah

- demam

- overdosis aspirin

24
c. Manifestasi Klinis 8

Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan

dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. keadaannya

makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.

d. Diagnosa 6

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar

karbondioksida dalam darah arteri. pH darah juga sering meningkat.

e. Penatalaksanaan

Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah

memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan,

memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini.Jika penyebabnya

adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri. Menghembuskan nafas

dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu

meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali

karbondioksida yang dihembuskannya.

Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan

nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan

kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu

rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat,

gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan

penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.

25
2. Alkalosis Metabolik 6

a. Definisi :

Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan

basa karena tingginya kadar bikarbonat.

b. Etiologi

Penyebab Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak

asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode

muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang

lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah

pembedahan perut).

Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang

mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.

Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium

dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam

mengendalikan keseimbangan asam basa darah.

c. Penatalaksanaan

Pengobatan alkalosis metabolik adalah dengan pemberian ainonium

kiorida dengan dosis dihitung menurut rumus:

Amonium kiorida yang diperlukan (mEq) = (Ki - Ku) x BB x fd

Keterangan:

Ki = konsentrasi bikarbonat natrikus yang diinginkan

Ku = konsentrasi bikarbonat natrikus yang diukur


26
BB = berat badan dalam kg

Fd = faktor distribusi dalam tubuh, untuk ainonium kiorida adalah 0.2 -0.3
BAB 3

KESIMPULAN

Pengaturan keseimbangan ion hydrogen dalam beberapa hal sama dengan

pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai

homeostasis, harus ada keseimbangan antara asupan dan produksi ion hydrogen

dan pembuangan ion hydrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain, ginjal

memainkan peranan kunci dalam pengaturan konsentrasi ion hydrogen. Terdapat

juga mekanisme penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-

paru yang perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hydrogen normal dalam

cairan ekstraseluler dan intraseluler

Gangguan keseimbangan asam-basa bukanlah penyakit, tetapi proses

patofisiologis dari suatu penyakit, merupakan akibat gangguan homeostasis tubuh.

Asam diproduksi oleh tubuh dalam bentuk asam volatile dan nonvolatile. Untuk

menjaga keseimbangan asam-basa tubuh mempunyai tiga sistem pengatur yaitu

sitem dapar, paru-paru, dan ginjal. Sistem dapar menetralisir kelebihan asam

dengan segera, paru-paru mengeluarkan kelebihan asam dalam bentuk

karbondioksida, dan ginjal mengatur dengan sekresi Cluntuk mengatur SID dan

atau pengaturan bikarbonat. Gangguan yang disebabkan oleh asam volatile

disebut respiratorik, asam nonvolatile disebut metabolik. Menurut Stewart,

PaCO2, SID, dan asam lemah (ATOT) merupakan faktor determinan terhadap

perubahan kadar ion H+ (pH) cairan tubuh. Penilaian klinis gangguan asam-basa

dinilai dengan menilai pH, PaCO2, HCO3 - , base


27 excess, standardized base

excess, anion gap, strong


ion difference, dan base excess gap. Gangguan keseimbangan asam-basa

secara mudah dapat dianalisis dengan cara Grogono, khusus asidosis metabolik

dibantu dengan pemeriksaan anion gap dan analisis Stewart-Fencl. Pengobatan

gangguan keseimbangan asam basa ditujukan pada pengobatan penyakit primer,

pemberian natrium bikarbonat terutama pada asidosis metabolik berat karena

anion nonorganik (nonorganik acids) dan natrium bikarbonat diberikan setelah

ventilasi baik (terkendali), secara perlahan dengan kecepatan 1 mEq/menit.

Tabel 3.1 Algoritma Asidosis-Alkalosis

28
29
DAFTAR PUSTAKA

1. Boyce JA. (2012). "acidosis and alcalosis". Current Molecular Medicine


(5): 335–4

2. Heinz E.(2010). Acidosis and alcalosis and hipocalemia, pp. 211–332

3. Sacher R.A. dan Mcpherson R.A,M‘Pengaturan Asam-Basa dan


Elektrolit’ pada: Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi
kedua, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2015, hh.320-340.

4. D, Munajat Y, Nur MB, Madjid SA, Siregar P, Aniwidyaningsih, W, dkk.


Gangguan Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa. Edisi 2. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI; 2014

5. Wang X. (2014). "Alkalosis". Current Opinions in Plant Biology 7 (3):


329–36

6. Cumming SR, Black D, Nevitt M, Browner W, Cauley J, Ensrud K, et


acidosis. Lancet 2010;341:72-75.

7. Eyster KM. (2007). " Acidosis and alcalosis and hipocalemia". Advances
inPhysiology Education 31: 5–16.

8. Behrman, kliegman, Arvin. ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15,


Volume 3. Jakarta. EGC, 2017.

9. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga,Jilid kedua. Penerbit Media


Aesculapius fakultas kedokteran Universitas Indonesia,2015.

10. http://www.mayoclinic.com/health/asidosis/ DS00346/DSECTION


Accessed on October 28th 2010

11. Sherwood, Lauralee. (2015). Human physiology: From cells to systems.


5th ed. California: Brooks/ Cole-Thomson Learning, Inc.

12. Wilson L.M, ‘Keseimbangan Cairan dan Elektrolit serta Penilaiannya’


dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi ke-4,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2012, hh. 283-301.
30
13. Sacher R.A. dan Mcpherson R.A, ‘Pengaturan Asam-Basa dan Elektrolit’
pada: Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi kedua, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2015, hh.320-340.

14. Darwis D, Moenajat Y, Nur B.M, Madjid A.S,Siregar P, Aniwidyaningsih W,


dkk, ’FisiologiKeseimbangan Air dan Elektrolit’ dalamGangguan
Keseimbangan Air-Elektrolit danAsam-Basa, Fisiologi, Patofisiologi,
Diagnosisdan Tatalaksana, ed. ke-2, FK-UI, Jakarta,2018, hh. 29-114

15. Scott M.G., LeGrys, V.A. and Klutts J,‘Electrochemistry and Chemical
Sensors andElectrolytes and Blood Gases’’ In: Tietz TextBook of Clinical
Chemistry and MolecularDiagnostics, 4th Ed. Vol.1, Elsevier SaundersInc.,
Philadelphia, 2016, pp. 93-1014.

16. Guyton A.C and Hall J.E, dalam: Buku AjarFisiologi Kedokteran Edisi ke-
11, PenerbitBuku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008, hh.307-400.
17. Siregar P, ‘Gangguan Keseimbangan Cairandan Elektrolit’ dalam: Buku Ajar
Ilmu PenyakitDalam, Edisi ke-5, Interna publishing,Jakarta, 2017, hh. 175-
189.

18. O’Callaghan C, ’Sains Dasar Ginjal danGangguan Fungsi Metabolik Ginjal’


At aGlance Sistem Ginjal, Edisi Kedua, PenerbitErlangga, Jakarta, 2009, hh.
22-68.http://jurnal.fk.unand.ac.id 85Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1

19. Stefan Silbernagl and Florian Lang, Teks danAtlas Berwarna Patofisiologi,
Penerbit BukuKedokteran EGC, 2017, hh. 92-125.

20. Ganong W.F, ’Fungsi Ginjal dan Miksi’ pada Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, edisi ke-22, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,2015, hh.
725-756.

31

Anda mungkin juga menyukai