Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

Interpretasi Analisis Gas Darah

Oleh:
Aliah Syahirah binti Zakaria 190070200011088
Gede Krisna Aditya Pranata 200070200011005
Niarti Ulan Sari Siarnu 200070200011034
Aryo Bimo Ramadhan 200070200011167

Periode 26 April – 9 Mei 2021

Pembimbing:
dr. Buyung Hartiyo Laksono, Sp.An, KNA

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SAIFUL ANWAR MALANG
MALANG
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................1

DAFTAR ISI.........................................................................................................2

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................3

DAFTAR TABEL..................................................................................................4

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................5

1.2 Tujuan.................................................................................................7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asam..................................................................................................8

2.2 Basa...................................................................................................8

2.3 Regulasi Keseimbangan Asam-Basa.................................................9

2.4 Gangguan Keseimbangan Asam-Basa.............................................12

2.4.1 Gangguan Metabolik...............................................................12

2.4.2 Gangguan Respiratorik...........................................................15

2.4.3 Ketidakseimbangan Asam Basa Campuran............................17

2.5 Analisa Gas Darah............................................................................18

2.6 Interpretasi Hasil Analisis Gas Darah................................................19

2.6.1 Penilaian Umum......................................................................19

2.6.2 Penilaian Khusus Asidosis Metabolik......................................20

2.7 Contoh Kasus dan Pembahasan.......................................................23

BAB 3 KESIMPULAN..........................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................27

2
DAFTAR GAMBAR

Algoritma untuk penilaian asidosis metabolik dari hasil Anion Gap (AG)............22

Algoritma penilaian etiologi asidosis metabolik...................................................22

3
DAFTAR TABEL

Etiologi Alkalosis Metabolik.............................................................................14

Etiologi Asidosis Respiratorik.........................................................................16

Etiologi Alkalosis Respiratorik.........................................................................17

Hasil Interpretasi Analisa Gas Darah..................................................................20

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Homeostasis asam-basa dan pengaturan pH sangat penting untuk
fisiologi normal dan metabolisme dan fungsi sel. Pentingnya pengaturan
ini dibuktikan dengan berbagai gangguan fisiologis yang terjadi ketika pH
plasma tinggi atau rendah (Hamm, et al, 2015). Untuk mempertahankan
homeostasis, tubuh manusia menggunakan banyak adaptasi fisiologis.
Salah satunya adalah menjaga keseimbangan asam-basa. Normalnya, pH
tubuh manusia berkisar antara 7,35 hingga 7,45 dengan rata-rata 7,40. pH
pada tingkat ini sangat ideal untuk proses biologis, salah satu yang paling
penting adalah oksigenasi darah. Banyak zat antara reaksi biokimia di
dalam tubuh menjadi terionisasi pada pH netral. Nilai pH di bawah 7,35
adalah asidosis, sementara nilai pH di atas 7,45 adalah alkalosis (Hopkins
E, et al, 2020). Keseimbangan asam basa merupakan hal yang penting
bagi tubuh karena dapat mempengaruhi fungsi organ vital. Gangguan
keseimbangan asam basa yang berat, dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup pasien (Mangku G. et al. 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 1144 pasien
menggunakan hasil analisis gas darah menunjukkan bahwa gangguan
asam basa sederhana diamati pada 332 pasien (46,24%) dan gangguan
asam basa campuran didapatkan pada 386 (53,76%) pasien. Alkalosis
respiratorik paling umum terjadi pada 134 pasien (40,36%) gangguan
asam basa sederhana, sedangkan asidosis metabolik dan alkalosis
pernapasan paling umum terjadi pada 204 pasien (52,85%) gangguan
asam basa campuran. Semua jenis gangguan diamati lebih banyak pada
orang tua (kelompok usia 41-60 dan >60) dibandingkan kelompok umur
lainnya. Gangguan asam basa ditemukan lebih umum pada pasien yang
sangat sakit di unit gawat darurat dan perawatan intensif. Gangguan asam
basa campuran adalah yang paling umum pada pasien pria dan manula
dalam predominansi (Shreewastav, et al, 2019).

5
Karena pentingnya mempertahankan tingkat pH dalam kisaran
yang dibutuhkan tersebut, tubuh manusia mengandung mekanisme
kompensasi. Fungsi dari status buffer yang tersedia dipengaruhi oleh pH
cairan ekstraseluler, molekul-molekul yang merespons perubahan pH
dengan mengikat atau melepaskan H + untuk menjaga pH mendekati
7,40. Dengan demikian, buffer mencegah perubahan pH yang ekstrem
dalam menghadapi kenaikan atau hilangnya asam atau basa.
Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur paling banyak
oleh 2 sistem organ dalam tubuh, yaitu paru (sistem respiratorik) dan
ginjal (sistem metabolic) (Hamm, et al, 2015).
Tubuh manusia mengalami empat jenis utama gangguan berbasis
asam: asidosis metabolik, alkalosis metabolik, asidosis respiratorik, dan
alkalosis respiratorik. Jika salah satu dari kondisi ini terjadi, tubuh manusia
harus menginduksi kompensasi untuk menjaga keseimbangan asam basa
dalam bentuk kondisi yang berlawanan. Sebagai contoh, jika seseorang
mengalami asidosis metabolik, tubuh mereka akan berusaha menginduksi
alkalosis respiratorik untuk mengimbanginya. Kompensasi yang membuat
pH benar-benar normal pada kisaran 7,35 – 7,45 jarang terjadi (Hopkins
E, et al, 2020).
Analisis gas darah arteri (ABG) adalah bagian penting dalam
menentukan diagnosis dan mengelola status oksigenasi pasien serta
keseimbangan asam-basa pada pasien. Namun, kegunaan alat ini
bergantung pada kemampuan untuk menafsirkan hasilnya dengan benar.
Gangguan keseimbangan asam-basa dapat menciptakan komplikasi pada
banyak kondisi penyakit, dan kadang-kadang kelainan itu sangat parah
sehingga menjadi faktor risiko yang mengancam jiwa (Sood et al., 2010).

6
1.2 Tujuan
1) Mengetahui pengertian asam dan basa
2) Mengetahui regulasi keseimbangan asam-basa dan gangguan
keseimbangan asam-basa
3) Mengetahui analisa gas darah dan prosedur pengambilan sampel
darah
4) Mengetahui cara interpretasi hasil analisa gas darah baik secara
umum maupun khusus

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asam
Asam didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan ion
H+ ke zat lain sehingga disebut sebagai donor proton, sedangkan basa
merupakan zat yang dapat menerima ion H+ dari zat lain dimana disebut
sebagai akseptor proton. Suatu asam baru dapat melepaskan proton bila
ada basa yang dapat menerima proton yang dilepaskan. Satu contoh
asam adalah asam hidroklorida (HCL), yang berionasi dalam air
membentuk ion- ion hidrogen (H+) dan ion klorida (CL-) demikian juga,
asam karbonat (H2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion
bikarbonat (HCO3 - ).
Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat dan
terutama melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan, contohnya
adalah HCL. Asam lemah mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk
mendisosiasikan ion-ionnya dan oleh karena itu kurang kuat melepaskan
H+ , contohnya adalah H2CO3 (Horne et al., 2000).

2.2 Basa
Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen.
Protein-protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa karena beberapa
asam amino yang membangun protein dengan muatan akhir negatif siap
menerima ion-ion hidrogen. Protein hemoglobin dalam sel darah merah
dan protein dalam sel-sel tubuh yang lain merupakan basa-basa tubuh
yang paling penting.
Basa kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat
dengan H+. Oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan.
Contoh yang khas adalah OH-, yang bereaksi dengan H+ untuk
membentuk air (H2O). Basa lemah yang khas adalah HCO3 - karena
HCO3 - berikatan dengan H+ secara jauh lebih lemah daripada OH- .
Kebanyakan asam dan basa dalam cairan ekstraseluler yang

8
berhubungan dengan pengaturan asam basa normal adalah asam dan
basa lemah (Horne et al., 2000).

2.3 Regulasi Keseimbangan Asam Basa


Keseimbangan asam basa adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi ion hidrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion
hidrogen yang dikeluarkan oleh sel (Abramowitz, 2010). Keseimbangan
asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem organ yaitu paru
dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2) dan ginjal
berperan dalam pelepasan asam (Seifter, 2014).
Secara garis besar pengaturan keseimbangan asam basa diatur
melalui koordinasi dari 3 sistem, yaitu (Seifter, 2014).

a. Sistem Buffer
Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang
dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah
perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan. Sistem buffer ini
menetralisir kelebihan ion hidrogen, bersifat temporer dan tidak
melakukan eliminasi. Fungsi utama sistem buffer adalah mencegah
perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh asam fixed dan asam
organic pada cairan ekstraseluler.
Sebagai buffer, sistem ini memiliki keterbatasan yaitu
 Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang
disebabkan karena peningkatan CO2.
 Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat
pengendali sistem pernafasan bekerja normal
 Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada
tersedianya ion bikarbonat
Ada 4 sistem buffer :

9
i. Buffer bikarbonat merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel
terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
ii. Buffer protein merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan
intrasel
iii. Buffer hemoglobin merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk
perubahan asam karbonat
iv. Buffer fosfat merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan
cairan intrasel
Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru
dan ginjal dalam menunjang kinerja sistem buffer adalah dengan
mengatur sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion hidrogen dan bikarbonat
serta membentuk buffer tambahan (fosfat, ammonia). Untuk jangka
panjang, kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui ginjal dan paru
sedangkan untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH
dengan sistem buffer. Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk
mempertahankan pH darah antara 7,35- 7,45 (Seifter, 2014).

b. Sistem Respirasi
Jika dengan penggunaan buffer kimia tidak mampu atau cukup
untuk mengatasi ketidakseimbangan asam-basa, maka pengontrolan pH
akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon cepat dalam perubahan
ion H dalam darah karena rangsangan kemoreseptor dan pusat nafas
(Seifter, 2014).
Paru-paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan karbon
dioksida, dan karena itu juga mengendalikan kandungan asam karbonik
dari cairan ekstraseluler. Paru-paru melakukan hal ini dengan
menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap jumlah karbon dioksida
dalam darah. Kenaikan dari tekanan parsial karbon dioksida dalam darah
arteri (PaCO2) merupakan stimulan yang kuat untuk respirasi
(Abramowitz, 2010). Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi
pernapasan meningkat sehingga menyebabkan eliminasi karbon dioksida
yang lebih besar untuk mengurangi kelebihan asam (Seifter, 2014). Pada

10
keadaan alkalosis metabolik, frekuensi pernapasan diturunkan, dan
menyebabkan penahanan karbon dioksida untuk meningkatkan beban
asam.

c. Sistem Ginjal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus
mengeluarkan anion asam non volatile dan mengganti HCO3 -. Ginjal
mengatur keseimbangan asam basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion
hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pemgaturan oleh ginjal ini
berperan 3 sistem buffer asam karbonat, buffer fosfat dan pembentukan
ammonia. Ion hidrogen, CO2, dan NH3 diekskresi ke dalam lumen tubulus
dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh mekanisme pompa natrium di
basolateral tubulus (Abramowitz, 2010). Pada proses tersebut, asam
karbonat dan natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi
kembali. Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat
dan pengeluaran asam.
Ion hidrogen sangat reaktif dan mudah bergabung dengan ion
bermuatan negative pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada kadar
yang sangat rendahpun, ion hidrogen mempunyai efek yang besar pada
sistem biologi. Ion hidrogen berinteraksi dengan berbagai molekul biologis
sehingga dapat mempengaruhi struktur protein, fungsi enzim dan
ekstabilitas membrane. Ion hidrogen sangat penting pada fungsi normal
tubuh misalnya sebagai pompa proton mitokondria pada proses fosforilasi
oksidatif yang menghasilkan ATP (Seifter, 2014).
Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan terus
meneru1s di dalam tubuh. Perolehan dan pengeluaran ion hidrogen
sangat bervariasi tergantung diet, aktivitas dan status kesehatan. Ion
hidrogen di dalam tubuh berasal dari makanan, minuman, dan proses
metabolism tubuh. Di dalam tubuh ion hidrogen terbentuk sebagai hasil
metabolism karbohidrat, protein dan lemak, glikolisis anaerobik atau
ketogenesis (Seifter, 2014).

11
2.4 Gangguan Keseimbangan Asam Basa dalam Tubuh
Gangguan Keseimbangan asam basa di klasifikasikan menjadi
asidosis atau alkalosis dan di bagi berdasarkan masalah utamanya
Metabolik atau Respiratori. Masalah metabolik utamanya disebabkan
perubahan kadar bicarbonate (HCO3) secara langsung sedangkan
masalah Respirasi di sebabkan perubahan kadar PaCO2. Dalam waktu
yang sama bisa terjadi 2 masalah yang bersamaan dan membuat tubuh
melakukan kompensasi karena kelainan tersebut.

2.4.1 Gangguan Metabolik

Gangguan Metabolik pada awalnya akan menyebabkan perubahan


kadar pH dan konsenstrasi HCO3. Kadar pH dan HCO3 berbanding lurus,
jika pH naik maka konstrasi HCO3 juga akan naik, begitu sebaliknya.
Seperti saat terjadi Metabolik Asidosis, maka kadar pH akan turun (<7.35)
begitu juga konsentrasi HCO3 akan turun (<22 meq/L).

a. Metabolik Asidosis
Metabolik asidosis terjadi baik karena retensi asam
nonvolatil( kecuali asam karbonat) atau karena penurunan kadar HCO3.
Kelainan khas pada hasil laboratorium pada kondisi asidosis adalah
penurunan kadar pH dan HCO3. Penyebab asidosis metabolic secara luas
dapat di bagi menjadi 2, melibatkan Anion Gap dan tidak melibatkan Anion
Gap.
Penyebab asidosis yang melibatkan Anion Gap disebabkan oleh
berbagai faktor, yaitu metanol, uremia, ketoasidosis diabetikum,
paraldehyde, isoniazid (INH) dan besi, asam laktat, etilen glikol dan
ketoasidosis akibat etanol, salisilat.
Asidosis yang terjadi akibat methanol dan etilen glikol disebabkan
oleh hasil dari metabolitnya yang bersifat toksik. Gagal ginjal kronis

12
menyebabkan penurunan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi asam
organic dan non-organik. Ketoasidosis diabetikum dan ketoasidosis
alcohol diakibatkan oleh pembentukan keton akibat kurangnya kadar
insulin atau hambatan pada produksi insulin. INH dapat menghambat
pembentukkan nicotinamide adenine dinucleotide, yang penting untuk
konversi laktat menjadi piruvat. Keracunan besi menyebabkan uncoupling
dari fosforilasi oksidatif mitokondria dan pembentukkan radikal bebas yang
menyebabkan pembentukkan asam laktat.
Asidosis metabolic disebabkan oleh hilangnya basa yang
mengakibatkan rendahnya kadar HCO3 dan pH, walaupun anion gap-nya
normal. Etiologi dari kondisi ini diantaranya adalah infus asam/inhibitor
aldosteron, kompensasi dari alkalosis respiratorik, carbonic anhydrase
inhibitor (asetazolamid), asidosis tubulus ginjal, diversi uretra,
hyperalimentation, diare atau kehilangan via traktus gastrointestinal lain
seperti fistula. Pada dasarnya, asidosis yang tidak melibatkan anion gap
dapat dibedakan menjadi kehilangan HCO3 melalui ginal atau tractus
gastrointestinal atau adanya penambahan Cl eksogen.
Pemberian natrium klorida (NaCl) adalah penyebab asidosis
metabolik non-anion gap iatrogenic, yang biasa disebut asidosis
hiperkloremik. Tubuh mempertahankan rasio HCO3 : Cl sekitar 0.25 atau
lebih untuk menjaga elektroneutralitas. NaCl yang berlebihan
menyebabkan asidosis akibat retensi klorida.
Tubuh akan berusaha untuk mempertahankan keseimbangan
asam-basa normal atau berkompensasi dengan cara mengeluarkan asam,
yang dilakukan melalui pembuangan asam karbonat melalui CO2.
Kompensasi yang diharapkan adalah reduksi PaCO2 yang ditandai
dengan peningkatan laju respirasi.
Natrium bikarbonat (NaHCO3) digunakan untuk mengatasi asidosis
metabolik berat. Namun, saat ini penggunaan natrium bikarbonat tidak
memiliki keuntungan kecuali untuk ekskresi toksin dan hiperkalemia berat.
Pemberian NaHCO3 diduga secara teoritis dapat memperburuk asidosis
intraseluler melalui pembentukkan CO2. Selain itu, komplikasi NaHCO3

13
lainnya adalah alkalosis overkoreksi, hipokalemia dan kelebihan cairan.
Tris-hydroxymethyl aminomethane (THAM), amin organik telah digunakan
sebagai alternatif NaHCO3, karena tidak menghasilkan CO2, namun data
klinisnya masih kurang. Penanganan pasien dengan asidosis metabolik
dilakukan secara spesifik terhadap proses penyebabnya.

b. Alkalosis Metabolik
Alkalosis Metabolik adalah kondisi patofisiologis yang diakibatkan
oleh peningkatan HCO3 atau hilangnya H dari cairan ekstraseluler. Pada
keadaan tidak adanya kelainan keseimbangan asam-basa lain, alkalosis
metabolic secara klinis ditandai dengan peningkatan kadar pH serum dan
HCO3 serum. Alkalosis metabolik dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu tipe
yang responsif dengan klorida dan yang todak responsive dengan klorida.

Alkalosis responsif dengan klorida Alkalosis yang tidak responsif


dengan klorida
Muntah Cushing’s syndrome
Nasogastric suction Steroid eksogen
Riwayat penggunaan loop Peningkatan renin/aldesteron
diuretic atau thiazide
Post hiperkapnia Ingesti licorice
Cystic fibrosis Gitelman’s syndrome
Bartter’s syndrome
Penggunaan loop atau thiazid
diuretics
Refeeding syndrome
Tabel 1. Etiologi Alkalosis Metabolik

Pada alkalosis yang responsif dengan klorida, kadar klorida rendah.


Alkalosis metabolik yang berkaitan dengan kehilangan traktus
gastrointestinal (muntah atau Nasogastric suction), klorida hilang dalam
bentuk hidrogen klorida. Penggunaan diuretic menyebabkan pembuangan
klorida melalui inhibisi pompa Na/K/2Cl dan pompa Na/Cl.
Patofisiologi alkalosis metabolik yang tidak responsif klorida
melibatkan rendahnya kadar Kalium bersamaan dengan aktivitas
mineralokortikoid yang berlebihan. Hipokalemia meningkatkan reabsorpsi

14
HCO3 pada tubulus proksimal. Pada kasus alkalosis metabolik berat,
pasien datang dalam keadaan letargis, bingung, aritmia jantung dan
spasme otot.
Penanganan alkalosis metabolic yang responsif klorida hanya
membutuhkan penggantian klorida dalam tubuh, yang dapat dilakukan
dengan pemberian NaCl atau KCl. Penanganan alkalosis metabolik yang
tidak responsif klorida termasuk dengan koreksi hipokalemia. Pada
keadaan kadar mineralokortikoid yang berlebihan, agen penyebab harus
dihilangkan. Penambahan spironolakton, antagonis aldosterone, dapat
dipertimbangkan pada kondisi kelebihan aldosterone seperti gagal jantung
kongestif dan disfungsi hati.

2.4.2 Gangguan Respiratorik


CO2 dari organ dan seluruh tubuh di transportasikan ke paru paru
melalui plasma untuk bentuk HCO3. Di dalam alveoli, HCO3 berkombinasi
dengan H menyebabkan terbentuknya CO2 lalu di eksresikan melalui
respirasi dan di pertahankan kadarnya dalam tekanan normal 40 mmHg.
Ketidaknormalan kadar PaCO2, akan menyebabkan perubahan pH. Jika
Pasien sedang mengalami masalah utama pernafasan maka PaCO2 dan
pH akan berbanding terbalik ( jika PaCO2 meningkat maka pH akan turun
dan begitu sebaliknya). Perubahan pH yang drastis akan membedakan
pasien yang menderita masalah pernafasan akut atau karena ada
penyebab lain yang menyebabkan kelainan ventilasi secara kronis.

a. Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik terjadi akibat hipoventilasi atau
ketidakmampuan paru untuk mengekskresikan CO2 disertai produksi yang
tetap, hal ini mengakibatkan peningkatan PaCO2 (hiperkapnia). Asidosis
respiratorik dapat terjadi akibat berbagai kondisi akut dan kronis termasuk
kerusakan pengaturan napas pusat, pertukaran gas yang berkurang,
obstruksi jalan napas, obat-obatan atau disfungsi neuromuskular. Pasien

15
dengan asidosis respiratorik akan mengalami peningkatan PaCO2 dan
penurunan pH yang akut.

Depresi respiratorik pusat Central sleep apnea, opium dan


sedative, trauma, stroke, status
epileptikus
Obstruksi jalan napas Obstructive sleep apnea, benda
asing, tumor, aspirasi,
bronkospasme
Gangguan respiratorik PPOK, acute respiratory distress
syndrome, hiperkapnia permisif,
pneumonia, edema pulmonal,
fibrosis
Disfungsi neuromuskular Guillain-Barre syndrome,
myasthenia gravis, cedera batang
otak atau medulla spinalis
Tabel 2. Etiologi Asidosis Respiratorik

Peningkatan CO2 akut dapat menimbulkan manisfestasi neurologis


seperti, nyeri kepala dan kebingunan, berpotensi jatuh pada kondisi stupor
dan koma apabila tidak ditangani.
Penanganan asidosis respiratorik akut berfokus pada perbaikan
kondisi penyakit yang mendasari, namun tujuan terapi akan berbeda
tergantung pada kronisitas penyakit respiratorik pasien.
Pasien yang datang dengan hipoksemia menganam nyawa ( PaO2
<40 mmHg) harus diberikan suplementasi oksigen untuk mempertahankan
perfusi jaringan. Pada kasus asidosis berat, bantuan ventilator. Apabila
ventilasi meningkat, maka PaCO2 akan menurun dan koreksi asidosis
dapat terjadi.

b. Alkalosis Respiratorik

16
Alkalosis respiratorik ditandai dengan hiperventilasi atau eliminasi
CO2 berlebihan melalui ekspirasi. Penyebab alkalosis respiratorik dapat
disebabkan oleh berbagai kondisi akut maupun kronis.

Stimulasi sentral Ansietas, sirosis, sepsi, kehamilan,


tumor, overdosis aspirin, nyeri
hebat
Hipoksia Pneumonia, gagal jantung
kongestif, ketinggian, fibrosis atau
edema paru
Iatrogenik Penggunaan ventilasi mekanik
yang berlebihan
Tabel 3. Etiologi Alkalosis Respiratorik

Secara terapeutik, alkalosis respiratorik digunakan untuk terapi pada


kondisi peningkatan tekanan intrakranial pada kasus trauma kepala atau
kelainan sistem saraf pusat lainnya.
Pasien dengan alkalosis respiratorik muncul gejala dispneu, nyeri dada,
palpitasi dan juga dapat muncul gejala mual dan muntah.
Penanganan alkalosis respiratorik berfokus pada penanganan penyakit
yang mendasarinya.

2.4.3 Ketidakseimbangan asam-basa campuran


Tubuh cenderung untuk melakukan mekanisme kompensasi pada
ketidakseimbangan asam-basa primer sebagai upaya untuk
mengembalikan pH normal tubuh. Namun, sering pula terjadi 2 kondisi
primer yang berlawanan. Ketidakseimbangan asam-basa campuran dapat
diartikan sebagai kondisi dimana terdapat 2 atau lebih ketidakseimbangan
asam-basa yang terjadi bersamaan.
Ketidakseimbangan asam-basa campuran dapat di kategorikan
menjadi 2. Yang pertama ketidakseimbangan campuran yang mempunyai
efek aditif pada perubahan pH (Metabolik asidosis +respiratori asidosis
dan Metabolik Alkalosis + Respiratori Alkalosis). Kejadian Campuran
Meteablok asidosis + Respiratory Asidosis biasanya terjadi pada pasien
dengan Cardiopulmonary Arrest dan pasien dengan COPD atau shock.

17
Yang kedua ketidakseimbangan yang akan mempunya efek
berlawan pada penambahan pH (Metabolik Asidosis + Respiratori
Alkalosis dan Metabolik Alkalosis + Respiratori Asidosis). Metabolik
Asidosis disertai Respiratori Alkalosis biasa di temukan pada pasien shock
Sepsis tahap awal dan pasien dengan intoksikasi asam salisilat.

2.5 Analisa Gas Darah


Analisa gas darah sering digunakan sebagai alat diagnosis untuk
mengukur tekanan parsial gas di dalam darah. Dari hasil Analisa gas
darah klinisi dapat menginterprestasikan kelainan respirasi, sirkulasi dan
metabolic.
Analisa Gas darah ada beberapa macam yaitu, pengambilan gas
darah arteri, gas darah vena dan gas darah kapiler. Pemeriksaan gas
darah vena dan gas darah kapiler sangat jarang di lakukan, dan
pemeriksaan gas darah arteri masih menjadi Gold Standard untuk
pemeriksaan Oksigenasi dan Ventilasi. (Castro, 2021)
Analisa Gas Darah arteri menilai tekanan parsial oksigen (PaO2)
dan tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2). PaO2 menilai status
oksigenasi dan PaCO2 menilai status ventilasi pada pasien. PaCO2 di
pengaruhi oleh hiperventilasi, hipoventilasi dan status asam basa dalam
darah. Selain itu hasil dari analisa gas darah juga dapat menentukan nilai
pH, serum bikarbonat (HCO3) dan saturasi oksigen (SpO2).
Pengambilan sampel darah dapat dilakukan pada pembuluh darah
arteri, kapiler maupun vena. Sampel darah arteri merupakan gold standar
yang digunakan hingga saat ini. Pengambilan sampel darah arteri dapat
dilakukan dengan melakukan pungsi arteri maupun dengan aspirasi dari
kateter arteri. Lokasi pengambilan darah arteri dapat dilakukan pada arteri
radialis, ulnaris, dorsalis pedis, brakhialis dan femoralis. (Sidemen, 2016).
Arteri radialis mempunyai fungsi kolateral yang baik.Prosedur
pengambilan sampel darah dimulai dengan meletakkan tangan pasien
pada permukaan datar dan diganjal menggunakan bantal atau handuk
serta telapak tangan menghadap atas, lalu di dorsifleksikan 45 derajat.

18
Periksa arteri kolateral, apakah masi berfungsi baik atau tidak
menggunakan modified allen test. Setelah itu desinfeksi lokasi yang akan
dijadikan tempat menusuk jarum menggunakan alcohol atau povidone
iodine. Setelah jarum sudah masuk pada arteri radialis, darah diambil dan
dimasukkan pada tabung yang sudah diberi heparin sebagai antikoagulan.
Jika ingin dilakukan prosedur pengambilan gas darah arteri berulang,
disarankan untuk mengambil lokasi injeksi lain. Sampel darah harus
segera dianalisa agar akurasi hasil sampel bisa terjamin. Bila
pemeriksaan ditunda, sampel bisa dimasukkan ke dalam es kurang lebih
30 menit. (Mohammed & Abdelatief, 2016)
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari prosedur ini adalah
perdarahan yang memanjang, infeksi, thrombosis, dan spasme arterial.
(Mohammed & Abdelatief, 2016).

2.6 Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah


2.6.1 Penilaian Umum
Urutan pembacaan analisa gas darah adalah sebagai berikut
(Hamm,et al, 2015) :
1. Lihatlah nilai Ph (N: 7,35 – 7,45).
2. Putuskan apakah asidosis (<7,35), alkalosis (>7,45), atau dalam
rentang fisiologis
3. Kadar PaCO2 menunjukkan efek respiratorik. PaCO2 yang tinggi
berarti sistem respiratorik menurunkan Ph (asidosis) dan
sebaliknya. (PaCO2 N: 35-45 mmHg)
4. Kadar HCO3– menunjukkan efek metabolik / ginjal. HCO3- yang
tinggi berarti sistem metabolik meningkatkan Ph (alkalosis) dan
sebaliknya. (HCO3- N: 22-26 mEq/L)
5. Jika Ph menunjukkan angka <7,35 (asidosis), cari angka yang
sesuai dengan Ph yang bersifat asam. Jika kadar PaCO 2 tinggi
(asidosis respiratorik), maka akan dikompensasi secara
metabolik dengan kadar HCO3- yang juga meningkat (alkalosis
metabolik). Sedangkan pada asidosis metabolik akan

19
digambarkan dengan kadar HCO 3- yang rendah, dan akan
dikompensasi dengan PaCO2 yang rendah (alkalosis
respiratorik).
6. Jika Ph menunjukkan angka >7,45 (alkalosis), tentukan nilai
mana yang menyebabkan pH bersifat basa. Jika kadar PaCO 2
rendah (alkalosis respiratorik), maka akan dikompensasi secara
metabolik dengan kadar HCO3- yang rendah (asisdosis
metabolik). Sedangkan pada alkalosis metabolik akan
digambarkan dengan kadar HCO3- yang tinggi, dan akan
dikompensasi dengan kadar PaCO2 yang tinggi (asidosis
respiratorik).
7. Jika tingkat Ph dalam kisaran fisiologis, tetapi kadar PaCO2 dan /
atau HCO3- tidak dalam batas normal, ada kemungkinan
gangguan campuran, serta kompensasi tidak selalu terjadi
(Terkadang sulit untuk memastikan apakah pasien memiliki
kelainan campuran).

No. Gangguan pH PaCO2 HCO3


1. Asidosis ↓ ↑ Normal
Respiratorik atau ↑
2. Alkalosis ↑ ↓ Normal
Respiratorik atau ↓
3. Asidosis ↓ Normal ↓
Metabolik atau ↓
4. Alkalosis ↑ Normal ↑
Metabolik atau ↑
Tabel 4. Hasil Interpretasi Analisa Gas Darah

2.6.2 Penilaian Khusus Asidosis Metabolik


Untuk mengetahui adanya penyebab asidosis metabolik,
pemeriksaan Anion Gap (AG) dapat dilakukan namun bisa juga
ditambahkan dengan pemeriksaan Base Excess Gap (BEG). Langkah
penilaiannya adalah sebagai berikut (Liamis, et al, 2010; Kellum, 2005) :

20
1. Lakukan poin penilaian umum pada hasil analisa gas darah
pasien. Jika hasilnya adalah asidosis metabolik, maka lanjut ke
Langkah 2.
2. Tentukan apakah Asidosis Metabolik disebabkan oleh anion
terukur atau tidak terukur (unmeasured anion).
a. Hitung Anion Gap
 Normal: Pemberian cairan yang mengandung klorin
berlebihan (Asidosis metaboik hiperkloremik), kehilangan
natrium lebih banyak dari klor (Diare, Ileostomi), dan
asidosis tubulus ginjal.
 Meningkat (>16 mEq/L): Anion metabolik lain sebagai
penyebab (Laktat, keton, dll)
b. Periksa Laktat, jika hasil >2mEq/L, maka asidosis laktat
 Gangguan Sirkulasi (Syok, Hipovolemia, keracunan karbon
monoksida (CO), dan kejang)
 Tidak ada Gangguan Sirkulasi (Keracunan Biguanid, etilen
glikol)
c. Periksa produksi urin dan kreatinin
 Gagal Ginjal Akut
d. Periksa gula darah dan keton urin
 Hiperglikemia dan ketosis  Ketoasidosis diabetikum
 Normoglikemia dan ketosis  Keracunan alkohol dan
kelaparan
3. Bila semua uji laboratorium normal, pertibangkan keracunan
sebagai penyebab
Penilaian pada kasus hipoalbuminemia berat lebih tepat diukur
dengan AGcorrected dan/atau BEG, karena pada perhitungan AG,
albumin termasuk komponen yang tidak dihitung (unmeasured). Rumus
untuk AGcorrected menurut Figge equation adalah sebagai berikut:

21
Gambar 1. Algoritma untuk penilaian asidosis metabolik dari
hasil Anion Gap (AG)

Gambar 2. Algoritma penilaian etiologi asidosis metabolik

22
2.7 Contoh Kasus dan Pembahasan
Kasus 1
Seorang laki-laki berusia 70 tahun datang dengan keluhan sesak
yang memberat sejak 4 jam yang lalu. Pasien diketahui memiliki penyakit
paru obstruktif kronis yang sedang kambuh dalam 2 hari terakhir. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 150/80, N 110, RR 39, wheezing +/+.
Pemriksaan laboratorium pH 7.15; PCO2 60; HCO3 30

Kata kunci :
- Laki-laki 70 tahun datang dengan keluhan sesak
- Riwayat penyakit paru obstruktif kronis eksaserbasi akut
- Wheezing +/+
- Lab : pH 7.15; PCO2 60; HCO3 30

Analisa :
1. pH turun
2. PaCO2 naik
3. HCO3 naik

Kesimpulan :
- Pasien mengalami kondisi asidosis respiratorik terkompensasi
parsial.
- Merupakan asidosis respiratorik terkompensasi sempurna jika pH
menjadi normal
- Merupakan asidosis respiratorik tidak terkompensasi jika HCO3
turun
- Merupakan asidosis metabolik jika penyebabnya metabolik

Kasus 2
Pasien laki-laki 56 tahun datang ke IGD dengan tubuh lemah.
Pasien diketahui memiliki riwayat DM sejak 10 tahun. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum lemah, TD 80/50, N 120x/m, Tax 39°C.

23
Terdapat luka di kaki yang bernanah dan tidak nyeri. GDS 450 mg/dL; pH
7.25; PaCO2 45; HCO3 19; Anion gap 20.

Kata kunci :
- Laki-laki 56 tahun datang dengan tubuh lemah
- Memiliki riwayat penyakit DM
- Lab : pH 7.25; PaCO2 45; HCO3 19; anion gap 20

Analisa :
1. pH turun
2. PaCO2 normal
3. HCO3 turun
4. Anion gap naik

Kesimpulan :
- Pasien mengalami kondisi asidosis metabolik tidak kompensasi
- Merupakan asidosis metabolik terkompensasi parsial jika PaCO2
turun
- Merupakan asidosis metabolik terkompensasi sempurna jika
PaCO2 turun dan pH normal

Kasus 3
Pasien Laki-laki 50 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak
yang dirasakan terus menerus. Pasien memiliki riwayat cuci darah rutin
sejak 2 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 150/90
mmHg, N 90 x/m, RR 26 x/m, Tax 37°C. Terdapat edema pada kedua
palpebra, ronkhi basah halus di basal kedua lapangan paru disertai pitting
edema di kedua tungkai bawah. Pada pemeriksaan kimia klinis :

Nilai Lab Nilai Rujukan


Ureum 125 mg/dl <50
Kreatinin 10 mg/dl 0.45 – 0.75
Na 140 mEq/L 132 – 144

24
K 4,8 mEq/L 3,2 – 4,8
Cl 109 mEq/L 98 – 108

Pada pemeriksaan BGA :


Nilai Lab Nilai Rujukan
pH 6.8 7,35 – 7,45
PaCO2 30 mmHg 35 – 45 mmHg
HCO3 19 mmol/L 22 – 26 mmol/L

Kata kunci :
- Datang dengan keluhan sesak
- Memiliki riwayat cuci darah rutin sejak 2 tahun
- Pemeriksaan BGA : pH 6.8; PaCO2 30; HCO3 19

Analisa :
1. pH turun
2. PaCO2 turun
3. HCO3 turun
4. Anion gap : Na + – (Cl + HCO3) = 140 – (109 – 19) = 54
Anion gap naik

Kesimpulan :
- Pasien mengalami kondisi asidosis metabolik terkompensasi
parsial dengan peningkatan anion gap
- Merupakan asidosis respiratorik jika penyebabnya respiratorik
- Merupakan asidosis metabolik tidak terkompensasi jika PaCO2
naik
- Merupakan asidosis metabolik terkompensasi sempurna jika
PaCO2 turun dan pH normal

25
BAB III
KESIMPULAN
Analisis gas darah adalah pemeriksaan yang bertujuan mengukur
fungsi primer paru dan keseimbangan asam basa darah. Parameter yag
diukur dalam analisis gas darah berupa pH, PaO2, SaO2, PaCO2, HCO3,
BE, dan Anion gap. Fungsi primer paru digambarkan dengan PaO2 dan
PaCO2 sedangkan keseimbangan asam basa digambarkan dengan pH
darah.
Keseimbangan asam basa merupakan suatu mekanisme
homeostatik yang penting untuk melihara pH konstan. Jika terjadi suatu
gangguan yang mempengaruhi suatu Ph maka akan berdampak pada
fungsi fisiologis dan metabolik. pH darah memiliki rentang normal antara
7,35 – 7,45. Apabila terjadi penurunan / peningkatan pada pH darah maka
akan berdampak pada terjadinya gangguan keseimbangan asam basa
berupa asidosis dan alkalosis.
Asidosis dan alkalosis bisa berupa respiratorik maupun metabolik
Hal ini ditentukan oleh penyakit yang mendasarinya. Asidosis dan
alkalosis respiratorik diregulasi oleh paru-paru. Asidosis respiratorik terjadi
ketika pH mengalami penurunan disertai dengan peningkatan kadar
PaCO2. Alkalosis respiratorik terjadi ketika pH mengalami peningkatan
disertai dengan penurunan kadar PaCO2. Asidosis dan alkalosis
metabolik diregulasi oleh ginjal. Asidosis metabolik terjadi ketika pH
mengalami penurunan disertai dengan penurunan kadar HCO3. Alkalosis
metabolik terjadi ketika pH mengalami peningkatan disertai dengan
peningkatan kadar HCO3.
Gangguan keseimbangan asam basa yang berkelanjutan akan
mendorong mekanisme kompensasi di mana tubuh akan berusaha
mengembalikan pH dalam rentang normal.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abramowitz M. Acid-Base Balance and Physical Function. Clinical Journal


of the American Society of Nephrology. 2014;9(12):2030-2032.
Castro D, Patil SM, Keenaghan M. 2021. Arterial Blood Gas. Diakses
tanggal 30 April 2021
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536919/
Dzierba, Amy. Abraham, Prasad. 2017. A Practical Approach to
Understanding Acid- Base Abnormalities in Critical Illness. Diakses
tanggal 1 Mei 2021. A Practical Approach to Understanding Acid–
Base Abnormalities in Critical Illness - Amy L. Dzierba, Prasad
Abraham, 2011 (sagepub.com)
Hamm, L. L., Nakhoul, N., & Hering-Smith, K. S. 2015. Acid-Base
Homeostasis. Clinical journal of the American Society of
Nephrology :CJASN, 10(12), 2232–2242.
https://doi.org/10.2215/CJN.07400715
Hopkins, Erin., Sharma, Sandeep. 2019. Physiology, Acid Base Balance.
National Center for Biotechnology Information USA. Diakses tanggal
30 April 2021 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507807/
Hopkins E, Sanvictores T, Sharma S. Physiology, Acid Base Balance.
[Updated 2020 Sep 14]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507807/
Horne, M. M & Swearingen,P. L. (2000). Keseimbangan cairan, elektrolit,
& Asam Basa. (ed. 2). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jung, B. et al. (2019) ‘Diagnosis and management of metabolic acidosis:
guidelines from a French expert panel’, Annals of Intensive Care.
Springer International Publishing, 9(1). doi: 10.1186/s13613-019-
0563-2.
Mangku G, Senapathi TGA. Buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi.
Jakarta: PT.Indeks 2010
Mohammed, H. M., & Abdelatief, D. A. 2016. Easy blood gas analysis:
Implications for nursing. Egyptian Journal of Chest Diseases and
Tuberculosis, 65(1), 369-376.
Seifter JL. Integration of acid–base and electrolyte disorders. N Engl J
Med. 2014;371(19):1821–1831
Shreewastav, R. K., Jaishi, K. P., Pandey, M. R., Singh, G. P., & Singh, A.
G. 2019. Study of Acid-Base Disorders and Biochemical Findings of
Patients in a Tertiary Care Hospital: A Descriptive Cross-sectional
Study. Journal of the Nepal Medical Association, 57(220).

27
Sidemen, Sukrana IGP. 2016. Analisa Gas Darah.Bagian SMF anesthesi
dan terapi intensif. Bali : Universitas Udayana.
Sood P, Paul G, Puri S. Interpretation of arterial blood gas. Indian J Crit
Care Med. 2010;14(2):57-64. doi:10.4103/0972-5229.68215

28

Anda mungkin juga menyukai