Anda di halaman 1dari 26

2010

PENUNTUN PRAKTIKUM
IMUNOLOGI
Bagian Ilmu Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar

Disusun oleh:
Dr. Uleng Bahrun, SpPK(K)., PhD.

Untuk digunakan di kalangan sendiri


2010
PENUNTUN PRAKTIKUM
IMUNOLOGI

Bagian Ilmu Patologi Klinik


Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar

Disusun oleh:

dr. Uleng Bahrun, SpPK(K)., PhD.

Untuk digunakan di kalangan sendiri


Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas berhasilnya


penyelesaian buku Penuntun Praktikum Imunologi ini. Buku ini merupakan pedoman
bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar untuk
mengenal dan melakukan beberapa macam metode tes imunologi yang sering digunakan
sebagai pemeriksaan/tes penunjang.
Kami harapkan buku penuntun ini dapat menjadi pegangan dan dapat memberi
manfaat, bukan hanya pada saat praktikum di laboratorium saat perkuliahan, tetapi juga
ketika nanti bertugas di tempat masing-masing. Semoga buku ini dapat memberi manfaat,
baik pada saat ini maupun di waktu yang akan datang. Tak lupa terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Buku Penuntun ini.

Makassar, Maret 2010


Penyusun,

Dr. Uleng Bahrun, PhD., SpPK.(K)

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 2


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………..…….…………………………...……………… 1


Metode Aglutinasi
Direct Coomb’s Test ………………....…………………..………..…….. 4
Tes Widal ……………….……………....…………..………...…….…….7
Metode Immunochromatography (Tes hCG) ………………………………... 9
Metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay/ELISA (Tes anti-TPO)….......11

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 3


METODE AGLUTINASI

NAMA TES : Direct Coomb’s Test, Direct Antiglobulin Test


INDIKASI : pasien dengan dugaan Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA).

 AIHA adalah kelainan yang ditandai oleh pemendekan

umur eritrosit yang disebabkan oleh adanya antibodi

dalam serum penderita yang bereaksi dengan eritrosit

penderita itu sendiri. Autoantibodi tersebut dapat berupa

immunoglobulin G (IgG) atau immunoglobulin M (IgM).

 Tes Coomb’s terdiri dari dua macam tes: Direct Coomb’s Test

(Direct Antiglobulin Test / DAT) & Indirect Coomb’s Test

(Indirect Antiglobulin Test)

TES LAIN YANG MENGGUNAKAN METODE AGLUTINASI:


1. Tes Widal
2. Tes ASTO (Anti Steptolisin Titer O)  Direct Latex
3. Tes Rheumatoid Factor (RF)  Direct Latex

A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: catat daftar obat yang sedang dikonsumsi pasien. Obat
yang dapat mempengaruhi tes ini adalah: penisilin, sefalosporin, obat
antihipertensi, dll
2. Persiapan sampel: hindari sampel hemolisis, sampel darah dengan
antikoagulan natrium sitrat 3.8%. Tes sebaiknya dilakukan paling lambat 2
jam setelah pengambilan sampel.

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 4


3. Alat dan bahan:
 Alat: Tabung reaksi 75 x 10 mm
Pipet tetes
Sentrifus
Inkubator
Kaca objek

 Bahan: Darah sitrat (1:9)


Larutan NaCl fisiologis (0.9%)
Reagen Coomb’s,
Kontrol positif dan kontrol negatif

B. Analitik
Prinsip: Penambahan serum Coomb’s (serum hewan yang mengandung
antibodi spesifik terhadap globulin manusia) pada eritrosit yang
tersensitisasi/eritrosit yang terbungkus dengan immunoglobulin atau komplemen
akan menimbulkan suatu aglutinasi.

Gambar 1. Prinsip Tes Coomb’s

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 5


Cara Kerja
1. Masukkan 0,5 ml darah yang akan diperiksa ke dalam tabung reaksi.
2. Lakukan pencucian eritrosit empat kali berturut-turut dengan setiap kali
dilakukan sentrifus kemudian plasma dibuang.
3. Buatlah suspensi eritrosit yang tertinggal dalam tabung setelah sentrifus
terakhir dengan menambah sekian banyak NaCl fisiologis sampai suspensi
eritrosit mempunyai nilai hematokrit 2%.
4. Ke dalam tabung 75x10 mm, masukkan 1 tetes suspensi tadi kemudian
tambahkan dengan 2 tetes reagen Coomb’s.
5. Campur kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 30-50 menit.
6. Kocok dengan hati-hati tabung tersebut, lihat adanya aglutinasi,
konfirmasikan dengan menggunakan mikroskop pembesaran 10x atau 40x
(buat sediaan dengan cara meneteskan satu tetes suspensi di atas kaca
objek).
7. Jika hasilnya negatif, lakukan sentrifus ulang dengan kecepatan 1000 rpm
selama 1 menit.
8. Periksa kembali adanya aglutinasi seperti langkah 6 di atas.
9. Bandingkan hasil tes dengan kontrol positif dan kontrol negatif.

C. Pasca Analitik
Nilai Rujukan: negatif (tidak terbentuk aglutinasi)
Terbentuknya aglutinasi membuktikan adanya antibodi yang
melapisi eritrosit.
Tes Coomb’s positif pada:
 Panyakit hemolitik pada bayi baru lahir (Autoimmune Hemolytic of the
Newborn)
 Anemia hemolitik autoimun (Autoimmune Hemolytic Anemia)
 Anemia hemolitik karena obat-obatan
 Reaksi transfusi hemolitik

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 6


METODE AGLUTINASI

NAMA TES : TES WIDAL


INDIKASI :

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B dan C menyebabkan demam


enterik pada manusia. Sebagai respon terhadap stimulus antigen Salmonella (O
dan H), tubuh memproduksi antibodi terhadap antigen O dan H. Titer antibodi-
antibodi ini meningkat pelan-pelan dalam fase awal/dini penyakit, mencapai
maksimumnya, kemudian pelan-pelan menurun sampai tidak lagi terdeteksi.
Pada pasien typhoid, antibodi terhadap Salmonella dapat dideteksi dalam serum
pada minggu kedua setelah infeksi.
Tes Widal dapat dilakukan dengan metode slide atau metode tabung. Metode
slide merupakan cara yang cepat tetapi tidak/ kurang tepat untuk menunjukkan
titer antibodi. Oleh sebab itu, untuk menentukan titer antibodi dianjurkan
melakukan metode tabung karena lebih teliti menunjukkan besaran titer.

A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: Tidak ada persiapan khusus
2. Persiapan sampel:
- Darah vena diambil sesuai prosedur baku, dibiarkan membeku;
kemudian disentrifus untuk memperoleh serum segar.
- Bila tes akan ditunda, simpanlah serum dalam lemari pendingin pada
suhu 2-8C; serum ini bisa bertahan sampai 48 jam. Bila menunda
lebih dari 48 jam, serum harus disimpan dalam keadaan beku (di
bawah 0C).
- Serum yang lipemik, hematik (mengandung darah) atau tercemar
tidak boleh dipakai untuk tes.

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 7


3. Alat dan bahan:
Kit Plasmatec berisi:
Suspensi antigen Salmonela Typhi H
Suspensi antigen Salmonella H paratyphi A
Suspensi antigen Salmonella H paratyphi B
Suspensi antigen Salmonella H paratyphi C
Suspensi antigen Salmonella Typhi O
Suspensi antigen Salmonella O paratyphi A
Suspensi antigen Salmonella O paratyphi B
Suspensi antigen Salmonella O paratyphi C
Lempeng pereaksi (tile / slide)
Tabung reaksi & Rak tabung
Pipet 0,08 ml; 0,04 ml; 0,02 ml; 0,01 ml; 0,005 ml 1,0 ml dan 1,9 ml
Larutan NaCl fisiologis (0.85 %)
Sentrifus
Inkubator

B. Analitik
Metode Slide:
1. Siapkan serum yang akan dites, jika menggunakan serum-simpan, biarkan
serum beberapa saat untuk menyesuaikan suhu ruangan (18-30C).
2. Siapkan lempeng-reaksi, buatkan lima buah lingkaran dengan  3 cm.
Pipetkan serum sesuai pola di bawah ini:
Lingkaran Serum
1 0,08 mL
2 0,04 mL
3 0,02 mL
4 0,01 mL
5 0,005 mL

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 8


3. Kocok dengan baik isi botol suspensi antigen kemudian pipet 1 tetes pada
setiap lingkaran.
4. Serum dan antigen dalam setiap lingkaran dicampur baik kemudian goyang
memutar lempeng pereaksi agar campuran reaksi merata.
5. Setelah satu menit baca hasil reaksi (agglutinasi).

Metode tabung
1. Siapkan 8 tabung reaksi kecil, beri nomor , , , , , , , dan .
2. Pipetkan NaCl 0,85% sebanyak 1.9 mL ke tabung , dan 1 ml masing-
masing ke tabung  s/d 
3. Tambahkankan 0,1 ml serum ke tabung  dan campur baik isi tabung
4. Pindahkan 1,0 ml isi tabung  ke tabung  dan campur baik isi tabung 
dan seterus nya ke tabung  sampai tabung . Dari tabung , buang 1,0
ml.. Tabung  hanya akan berisi NaCl 0,85% dan akan dipakai sebagai
control.
5. Botol reagen dikocok baik kemudian pipetkan 1,0 ml ke setiap tabung.
Campur baik isi setiap tabung.
6. Inkubasikan pada suhu 50C selama 4 jam atau pada 37C semalam.
7. Baca hasil reaksi dan laporkan tabung terakhir yang masih menunjukkan
agglutinasi.

Tabung 1 2 3 4 5 6 7 8
Pengenceran 1:20 1:40 1:80 1:160 1:320 1:640 1:1280 Control

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 9


IMMUNO CHROMATOGRAPHY (ICT)
NAMA TES : human Chorionic Gonadotropin (hCG)
INDIKASI : deteksi awal kehamilan

Human Chorionic Gonadotropin adalah hormon glikoprotein yang

disekresi selama perkembangan plasenta segera setelah implantasi. hCG

dapat dideteksi pada urin dan serum wanita hamil pada 6-15 hari

setelah konsepsi. Konsentrasi hCG meningkat sampai 5-50mL/U

1 minggu setelah implantasi, dan mencapai puncaknya (100.000-

200.000 mL U/ml) pada akhir trimester pertama.

Timbulnya hCG segera setelah konsepsi dan peningkatan konsentrasi

selama masa kehamilan awal menjadikan hCG sebagai marker/petanda

yang baik sebagai deteksi awal kehamilan.

TES LAIN YANG MENGGUNAKAN METODE ICT:


 Rapid HBsAg
 Rapid anti HIV
 Rapid IgG-IgM Dengue
 Rapid anti HCV
 Tes Urin narkoba

A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel:
 Semua spesimen urin dapat digunakan untuk tes ini, tetapi untuk hasil
yang optimal dianjurkan urin pertama di pagi hari karena mengandung
konsentrasi hCG tertinggi.
 Spesimen urin dikumpulkan pada wadah yang kering, bersih dan
wadah terbuat dari plastik/kaca.

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 10


 Jika spesimen tidak dapat diperiksa segera, simpan dilemari pendingin
pada suhu 2-80C (sampai 72 jam sebelum pemeriksaan). Tidak
dianjurkan menggunakan pengawet. Pada saat akan digunakan,
spesimen dibiarkan beberapa saat untuk menyesuaikan dengan suhu
ruangan (20-300C).
 Perhatikan tanggal kadaluarsa dari strip tes yang akan digunakan.
 Hindari strip tes dari sinar matahari langsung, kelembaban dan panas
 Strip tes dapat disimpan di lemari pendingin atau suhu ruangan
(2-300C).
3. Alat dan bahan:
 Wadah penampung urin
 Urin pertama pagi hari
 Strip tes

B. Analitik
Prinsip: merupakan tes kualitatif menggunakan two site sandwich immunoassay.
Membran dilapisi dengan rabit anti hCG pada bagian tes dan rabit anti-mouse
pada bagian kontrol. Selama tes urin pasien bereaksi dengan konyugat colloidal
gold monoklonal anti-hCG.

1. Keluarkan strip tes dari pembungkus, strip dilabel dengan identitas pasien.
2. Masukan strip ke dalam sampel urin minimum 3 detik, perhatikan arah panah,
disentuhkan ke urin jangan melewati batas maximal.
3. Strip dikeluarkan dari sampel urin lalu diletakkan di atas wadah penampung
urin/wadah yang rata.
4. Tunggu sampai timbul garis warna (tergantung konsentrasi hCG pada
spesimen).
5. Untuk lebih akurat disarankan membaca hasil reaksi sampai 5 menit, baru
baca reaksi warna yang terjadi (Jangan interpretasi setelah melebihi 10
menit).

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 11


C. Pasca Analitik
Interpretasi:
 Negatif: hanya timbul satu garis berwarna merah pada kontrol
 Positif: timbul 2 garis merah (satu pada kontrol dan satu pada tes)
 Invalid: tidak ada garis merah pada kontrol maupun tes atau ada garis
merah pada tes tetapi tidak ada pada kontrol  ulangi tes dengan strip
tes yang baru

Kontrol
Test
MAX

MAX
MAX
MAX

POSITIF NEGATIF INVALID

Gambar 2. Hasil interpretasi tes strip hCG

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 12


ENZYME LINKED-IMMUNOSORBENT ASSAY
(ELISA)

NAMA TES : Tes anti-Thyroid Peroxidase (anti-TPO)


(Orgentec Diagnostika GmbH kit)
INDIKASI :

 Penyakit tiroid autoimun ditandai oleh adanya antibodi terhadap

tiroglobulin (anti-Tg), mikrosom dengan target utama tiroid

peroksidase (anti TPO) dan reseptor Thyroid stimulating hormon

(TRAb) didalam sirkulasi darah. Penyakit tiroid autoimun dapat

bermanifestasi hipertiroid seperti penyakit Grave’s atau hipotiroid

seperti tiroiditis hashimoto.


 Thyroid peroxidase (TPO) adalah enzim glikoprotein yang terikat

membran dengan berat molekul 107kD, ditemukan pada permukaan

sel-sel follikular. TPO diperlukan untuk mengkatalisis iodide menjadi

intermediate aktif dan merupakan tahapan penting pada sintesis

hormon tiroid (T3 dan T4). Autoantibodi terhadap TPO secara

potensial merusak dan dapat memiliki peran patogenik dalam

penyakit tiroid autoimun (destruktif).2 Inhibisi aktivitas peroksidase

yang terus menerus oleh autoantibodi-autoantibodi spesifik (Ab anti-

TPO) menyebabkan penurunan sintesis hormon tiroid dan

hipotiroidisme.

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 13


A. Pra Analitik
1. Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus

2. Persiapan Reagen
a. Sampel buffer
Encerkan tiap vial konsentrat buffer (5x) dengan air mineral sampai
volume 100 ml sebelum digunakan. Sampel ini stabil pada suhu 2-8 oC
selama 30 hari.
b. Larutan pencuci
Encerkan tiap vial konsentrat larutan pencuci (50x) dengan air mineral
sampai volume 1000 ml sebelum digunakan. Sampel ini stabil pada suhu
2-8 oC selama 30 hari.

3. Persiapan Sampel
Sampel berupa serum atau plasma (Li/Na-heparin, EDTA). Serum uji
sebaiknya jernih dan tidak mengalami hemolisis. Kontaminasi oleh hemolisis
atau lipemia paling baik dihindari, tetapi tidak mengganggu untuk uji ini.
Sampel bisa disimpan pada suhu 2-8oC sampai maksimal lima hari atau
disimpan pada -20oC hingga sampai enam bulan. Hindari pembekuan dan
pencairan sampel berulang karena bisa menyebabkan kehilangan aktivitas
autoantibodi.
Encerkan sampel pasien 1:100 dengan sampel buffer sebelum pemeriksaan
dengan mencampurkan 10 μl sampel pasin dengan 990 μl sampel buffer
dalam tabung polystyrene. Campur dengan baik. Kontrol siap digunakan dan
tidak perlu diencerkan.

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 14


4. Alat dan Bahan
Alat:
a. microplate reader yang dapat mengukur pada 450 nm
b. multi-channel dispenser
c. vortex mixer
d. pipet 10 μl, 100 μl, dan 100 μl
e. software pengolah data
Bahan:
Anti-TPO kit dari Orgentec Diagnostika GmbH (kode ORG 503):
a. microplate yang dilapisi tiroid peroksidase (TPO) manusia yang
murni
b. kalibrator yang dikombinasikan dengan anti-TPO antibodi kelas
IgG (A-F) dalam serum / buffer matrix (PBS, BSA, NaN3 < 0,1%)
yang masing-masing mengandung IgG: 0, 33, 100, 330, 1000,
3000 IU/ml.
c. Kontrol anti-TPO positif dan negatif
d. Sampel buffer (Tris, NaN3 <0,1 %)
e. Larutan enzim terkonyugasi (PBS, PROCLIN 300 < 0,5%)
mengandung poliklonal kelinci anti IgG manusia, dilabel dengan
horseradish peroksidase.
f. Larutan TMB (3,3’,5,5’-Tertramethyl-benzidine) substrat
g. Asam hidroklorik 1 M (stop solution)
h. Larutan pencuci (PBS, NaN3 <0,1%)

B. Analitik
1. Prinsip
Tiroid peroksidase (TPO) yang sangat murni dilekatkan ke microwell.
Antibodi-antibodi terhadap antigen ini, jika terdapat dalam serum atau
plasma, dilekatkan ke antigen tiroid peroksidase. Pencucian microwell
menghilangkan komponen serum dan plasma yang tidak spesifik. IgG anti-
manusia yang terkonyugasi HRP (horseradish peroksidase) secara imunologi

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 15


mendeteksi antibodi-antibodi pasien yang terikat yang membentuk sebuah
kompleks konyugat/antibodi/antigen. Pencucian microwell menghilangkan
konyugat yang tidak terikat. Substrat enzim dengan adanya konyugat terikat
mengalami hidrolisis untuk membentuk warna biru. Penambahan sebuah
asam menghentikan reaksi yang membentuk sebuah produk akhir berwarna
kuning. Intensitas warna kuning ini diukur secara fotometri pada panjang
gelombang 450 nm. Intensitas warna berbanding lurus dengan konsentrasi
antibodi IgG yang terdapat dalam sampel awal.

TPO dilekatkan masukkan masukkan


ke microwell serum pasien HRP anti-IgG

wash wash
► ► ►

Ket: = TPO = Anti TPO = HRP anti-IgG

Gambar 3. Prinsip tes Anti TPO

2. Prosedur tes
a. Persiapkan microplate wells yang cukup untuk mengakomodasi kontrol
dan sampel pasien yang telah diencerkan dalam duplikat.
b. Pipet 100 μl larutan pengkalibrasi, kontrol, dan sampel pasien yang telah
diencerkan ke dalam wadah.

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 16


1 2 3 4 5 6
A SA SE P1 P5
B SA SE P1 P5
C SB SF P2 P..
D SB SF P2 P.. SA-SF : Standar A-F
P1,P2,..: Sampel Pasien 1,2,..
E SC C1 P3 C1 : Kontrol Positif
C2 : Kontrol Negatif
F SC C1 P3
G SD C2 P4
H SD C2 P4

Gambar 2. Contoh posisi standar kalibrator A-F, kontrol dan sampel pasien
dalam microplate wells.

c. Inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar (20-28oC).


d. Buang kandungan wadah dan cuci 3 kali dengan 300 μl larutan pencuci.
e. Tuangkan 100 μl konyugat enzim ke dalam masing-masing wadah.
f. Inkubasi selama 15 menit pada suhu kamar.
g. Buang kandungan wadah dan cuci 3 kali dengan 300 μl larutan bilas.
h. Masukkan 100 μl larutan substrat TMB ke dalam masing-masing wadah.
i. Inkubasi selama 15 menit pada suhu kamar.
j. Tambahkan 100 μl stop solution ke dalam masing-masing wadah modul
dan inkubasi selama 5 menit pada suhu kamar.
k. Baca kepadatan optik pada 450 nm dan hitung hasilnya. Pengukuran Bi-
kromatis dengan referensi 600-690 nm direkomendasikan. Warna yang
terbentuk stabil selama sekurang-kurangnya 30 menit. Baca kepadatan
optik selama masa ini.
3. Quality control (QC)
Test ini valid bila kepadatan optik yang diukur pada 450 nm untuk kontrol
positif, kontrol negatif, kalibrator A dan F sesuai dengan range yang terlampir
pada sertifikat QC yang terdapat pada kemasan. Bila ada yang tidak sesuai,
hasil tersebut dinyatakan tidak valid dan pemeriksaan harus diulangi.

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 17


C. Pasca Analitik
1. Nilai Rujukan:
Nilai normal : <50 IU/ml
Nilai batas (borderline) : 50-75 IU/ml
Meningkat : >75 IU/ml

2. Interpretasi:
a. Kadar yang meningkat ditemukan pada hampir semua kasus tiroiditis
Hashimoto dan sekitar 85 persen kasus penyakit Graves
b. Pada peningkatan kadar TSH tetapi kadar FT4 normal, tes anti-TPO yang
positif menjadi bukti kuat untuk diagnosa dini penyakit autoimun subklinik
c. Pasien dengan hipotiroidisme primer dengan titer antibodi ringan sampai
sedang (borderline) mengisyaratkan bahwa mungkin terjadi destruksi
jaringan yang diperantarai oleh proses imun sehingga terjadi atrofi
kelenjar.
d. Peningkatan kadar anti-TPO bersama dengan autoantibodi tiroid lainnya
dapat ditemukan pada:
1) karsinoma tiroid
2) miksidema idiopatik
3) anemia pernisiosa
4) SLE, RA, sindroma Sjorgen
5) Nontoxic nodular goiter

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 18


DETEKSI HIV DENGAN METODE WESTERN BLOT

INDIKASI : Diagnosis HIV-AIDS ditegakkan berdasarkan manifestasi

klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti ditegakkan dengan

melakukan pemeriksaan laboratorium mulai dari uji penapisan dengan

penentuan adanya antibodi anti-HIV kemudian dilanjutkan dengan uji

pemastian dengan pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu Western Blot Assay.

Western Blot lebih spesifik karena mampu mendeteksi komponen-komponen


yang terkandung pada HIV antara lain gp120 dan gp41.

Metode Western Blot menggabungkan selektivitas elektroforesis gel

dengan spesifisitas immunoassay, sehingga setiap jenis protein dapat dideteksi

dan dianalisis dengan menggunakan antibodi yang sesuai. Protein-protein

dalam campuran itu sebelumnya dipisahkan satu dengan yang lain dengan

cara elektroforesis gel, khususnya cara Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide

Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). Posisi akhir setiap jenis protein dalam gel
poliakrilamida setelah elektroforesis dihentikan sesuai dengan berat molekul

masing-masing. Protein-protein yang telah dipisahkan satu dengan yang lain

itu kemudian dipindahkan dari gel ke suatu membran pendukung melalui

proses kapiler (blotting) sehingga membran tersebut mendapatkan replika dari

susunan makromolekul seperti yang terdapat dalam gel. Posisi antigen yang

dicari dapat diidentifikasi pada membran dengan mereaksikannya dengan

antibodi spesifik yang bertanda atau dilabel dengan radioisotop atau enzim.

Berbagai jenis membran sintetik dapat mengikat protein secara kuat sehingga

dapat dimanfaatkan sebagai media transpor/membran pendukung untuk

immunoassay pada media padat. Protein yang diikat pada membran dapat
mempertahankan antigenitasnya dan dengan mudah direaksikan dengan

antibodi.

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 19


METODE

A. Pra Analitik
a. Alat
1. Elektroforetor
2. Immunoblotter
3. Membran Nitroselulosa
4. Pipet

b. Bahan
1. Virus HIV
2. Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel.
3. Sampel pasien 20-25 μL (Antibodi Pertama) meskipun tidak ada referensi yang
menjelaskan tentang persiapan sampel tetapi sebaiknya sampel pasien harus
dikerjakan secepatnya .
4. Antihuman IgG berlabel enzim (Antibodi Kedua)
5. Bovine Serum Albumine atau Non-Fat Dry Milk (Blocking Buffer)
6. Substrat Kromogen (Chloronaphtol)
7. Buffer Saline Solution (Washing Buffer)

B. Analitik
a. Prinsip
Bagian dari virus HIV dielektroforesis pada polyacrilamide gel untuk memisahkan
beberapa bagian protein virus lalu dipindahkan ke atas membran nitroselulosa.
Selanjutnya ditambahkan sampel penderita kemudian ditambah antihuman IgG berlabel
enzim setelah tahap pencucian. Bila dalam sampel penderita ada antibodi terhadap
beberapa protein HIV, maka akan terjadi ikatan antigen-antibodi pada membran
nitroselulosa yang selanjutnya akan mengikat antihuman IgG berlabel enzim. Adanya
ikatan ini dapat dilihat dengan penambahan substrat berkromogen yang akan
memberikan pita berwarna.

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 20


Gambar 1. Skema Prinsip Kerja Western Blot
(Sumber : Maldarelli, F. Diagnosis of Human Immunodeficiency Virus Infection in
Principle and Practice of Infectious Diseases. 2005 )

b. Cara Kerja
1. Virus HIV dielektroforesis pada Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel
Electrophoresis (SDS-PAGE). Pada tahap ini hasil elektroforesis belum dapat
dilihat (Gambar 4)
2. Hasil elektroforesis pada gel kemudian ditransfer ke membran nitroselulosa
yang ditempatkan di atas gel. Protein yang berada pada kutub positif (SDS
PAGE) pindah ke kutub negatif (membran nitroselulosa) menggunakan
elektroda (Gambar 5)

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 21


virus
wells ssss

Gambar 2. Electrophoresis Tank


(Sumber : Western Blot accessed at www.sciencefauedu.com)

Gambar 3. Proses Elektroforesis dan Blotting Protein


(Sumber : Abbas, AK and Lichtman, AH. Laboratory Techniques Commonly Used in
Immunology in Cellular and Molecular Immunology2005)

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 22


3. Membran dicuci, dipotong-potong dalam bentuk strip-strip, kemudian diinkubasi
selama 2 jam di dalam larutan Bovine Serum Albumine atau non-fat dry milk
sebagai blocking buffer
4. Membran diinkubasi selama 2 jam di dalam sampel yang kemungkinan
mengandung antibodi pertama yang akan berikatan dengan protein virus
5. Membran dicuci di dalam washing buffer, antibodi yang tidak berikatan dengan
protein akan terlepas
6. Membran diinkubasi selama 2 jam di dalam buffer solution yang mengandung
antibodi kedua yaitu antihuman IgG yang telah dilabel enzim
7. Membran dicuci kembali di dalam washing buffer, antibodi yang tidak berikatan
akan terlepas.
8. Membran kemudian diinkubasi di dalam substrat berkromogen (chloronaphtol).
Pada tahap ini ikatan antigen-antibodi pada membran sudah dapat terlihat
berupa pita berwarna biru violet.
C.Pasca Analitik
a. Interpretasi Hasil
Uji Western Blot ini walaupun merupakan tes yang sensitif dan spesifik, namun cara
interpretasinya masih menjadi perdebatan.
a. Positif, bila pita yang terdeteksi meliputi p24, p31, gp41, gp120 atau gp160
b. Negatif, bila tidak terlihat adanya pita HIV spesifik
c. Indeterminate, bila terlihat pola lain
Cara interpretasi hasil Western Blot yang diusulkan oleh United States Association of
State and Territorial Laboratory Directors and The United States Centers for Disease
Control yaitu :
a. Positif, bila terdeteksi 2 pita dari p24, gp41, gp120 atau gp160
b. Negatif, bila tidak ada pita HIV spesifik yang terdeteksi
c. Indeterminate, bila satu pita saja yang positif, yaitu p24, gp41, gp120 atau
gp160, p66, p51, p31 atau p17
Bila dipakai sebagai kriteria positif adanya pita GAG atau pita POL pada penderita AIDS
yang kadar antibodinya telah sangat menurun bahkan menghilang, maka sensitivitas
diagnostik dari uji Western Blot akan menurun cukup bermakna, sehingga lebih tepat

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 23


bila hasil uji Western Blot yang positif ditentukan dengan adanya minimal dua atau tiga
pita selubung bebas, yaitu p24, gp41 dan gp120 atau gp160.

Gambar 4. Pita Hasil Tes Western Blot


(Sumber : Western Blot Procedure accessed at www.sciencefauedu.com)

b. Hasil Negatif Palsu


Hasil negatif palsu disebabkan oleh :
 Masa jendela (window period)
 Seroreversi
 Atypical host response
 Agammaglobulinemia
 Strain tipe N atau O atau HIV-2

c. Hasil Positif Palsu


Hasil positif palsu disebabkan oleh :
 Autoantibodi : keadaan ini dapat terjadi pada penderita SLE dan gagal ginjal
terminal
 Vaksin HIV
 Factitious HIV infection : perlu dilakukan pemeriksaan ulang tes konfirmasi
anonymous melalui pemeriksaan serologi dan beban virus
 Technical atau clerical error

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 24


d. Hasil Indeterminate
Hasil Indeterminate disebabkan oleh :
 Tes dilakukan saat proses serokonversi. Anti p24 biasanya yang pertama muncul
 Infeksi HIV stadium lanjut
 Reaksi silang antibodi nonspesifik, seperti penyakit vaskuler-kolagen, penyakit
autoimun, limfoma, penyakit liver, pengguna narkotika suntik, sklerosis multiple,
parity, baru saja imunisasi
 Infeksi strain O dan HIV-2
 HIV vaccine recipients
 Technical atau clerical error

ALGORITME

ELISA
antibody test

+ -

Repeat ELISA on
separate sample

Restest
+ - If Result
Is unexpected
Western blot confirmation

+ Indeterninate -

HIV infection Repeat Western


diagnosis blot within 3
months

Gambar 7 : Algoritme Diagnosis Infeksi HIV


(Sumber : Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan
Pengobatan Bagi ODHA. Dirjen P2MPL. DepKes RI. Jakarta. 2003)

Penuntun Praktikum Imunologi/UB/PK-FKUH/2010 Page 25

Anda mungkin juga menyukai