Anda di halaman 1dari 50

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

KESEIMBANGAN ASAM BASA

Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Disusun Oleh: Kelompok 9


Widia Jannatul Amani ( P07220117 1627)
Yanti Yuliana Purba ( P07220117 1628 )
Yopitasari ( P07220117 1629 )
Zia Amiera Az-Zahra ( P07220117 1630 )

3B Keperawatan

Dosen Pembimbing:
Indah Dwi Astuti, S.Kep., Ners., M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINANG
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya serta nikmat yang tidak terhingga seperti
nikmat iman dan islam, nikmat sehat wal’afiat sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Ketidakseimbangan
Asam Basa”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Kritis. Tujuan makalah ini dibuat agar kita tahu tentang Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan “Asuhan Keperawatan Ketidakseimbangan
Asam Basa ”.
Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, diantaranya:
1. Ibu Indah Dwi Astuti, S.Kep., Ners., M.Kep selaku pembimbing
dalam penyelesaian makalan ini.
2. Ibu Ns. Meisa Daniati, S.Kep., M.Kep dan Ibu Romalina, S.Kep.,
Ners., M.Kep selaku dosen pengajar mata kuliah keperawatan
kritis.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, untuk penyempurnaan makalah ini kami mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun. Kami juga berharap semogga penyusunan
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami selaku penyusun khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Tanjungpinang, 17 Agustus 2021

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3
1.3.1. Tujuan Umum .............................................................................................3
1.3.2. Tujuan Khusus ............................................................................................3
1.4. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4
2.1. Definisi Asam dan Basa .............................................................................. 4
2.2 Keseimbangan Asam dan Basa ..........................................................................5
2.3 Pengaturan Keseimbangan Asam dan Basa ......................................................6
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam dan Basa .........................7
2.5 Jenis Gangguan Keseimbangan Asam dan Basa ............................................10
2.6 Analisa Gas Darah .............................................................................................20
2.7 Penatalaksanaan .................................................................................................22
2.8 Asuhan Keperawatan Teoritis .................................................................... 23
2.8.1 Pengkajian .......................................................................................... 23
2.8.2 Diagnosa ............................................................................................. 25
2.8.3 Intervensi ............................................................................................ 26
BAB III KASUS................................................................................................... 33
3.1 Pengkajian .................................................................................................. 33
3.2 Diagnosa ..................................................................................................... 40
3.3 Intervensi .................................................................................................... 40
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 45
3.1. Kesimpulan ................................................................................................. 45
3.2. Saran ........................................................................................................... 45

iii
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan keseimbangan asam basa yang kompleks umum terjadi pada
pasien ICU. Suatu penelitian menunjukkan 64% pasien critically ill mengalami
asidosis metabolik (Jaghbeer & Kellum, 2014). Asidosis metabolik merupakan
penanda prognosis buruk (mortalitas) pada pasien critically ill dan diperlukan
deteksi dini sehingga dapat diberikan intervensi yang tepat serta
memperbaikioutcome (Gunnerson, 2005).
Laktat merupakan salah satu anion dari asam organik yang menyebabkan
asidosis. Asidosis laktat diperkirakan menjadi penyebab umum asidosis metabolik
di ICU. Kadar laktat darah terbukti menjadi indikator beratnya penyakit dan
berhubungan dengan outcome pada pasien critically ill. Peningkatan asam laktat
pada pasien critically ill berhubungan dengan hipoksia dan proses inflamasi
(Gunnerson 2005; Jaghbeer & Kellum, 2014).
Pengukuran asam laktat tidak selalu tersedia di setiap ICU, sehingga
sejumlah parameter keseimbangan asam basa digunakan untuk memprediksi kadar
laktat (Rocktaeschel et al., 2003a).
Penilaian gangguan keseimbangan asam basa dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu metode tradisional dan metode alternatif. Metode tradisional
berdasarkan persamaan Henderson-Hasselbach yang dilengkapi dengan
perhitungan BE dan AG. Metode alternatif yaitu Stewart dan modifikasinya
dengan perhitungan BDEgap dan SIG (Dubin et al., 2007).
Perbedaan metode yang digunakan dapat menyebabkan perbedaan
interpretasi serta penatalaksanaan untuk gangguan yang sama. Metode tradisional
dapat menilai adanya asidosis metabolik tetapi identifikasi penyebab hanya
dilakukan berdasarkan AG sehingga masih mencakup hal yang cukup luas.
Metode alternatif mampu menilai perubahan kecil kadar ion yang berperan dalam
keseimbangan asam basa, yang tidak mampu dinilai oleh metode tradisional
(Gunnerson, 2005).

1
Persamaan Henderson-Hasselbach menunjukkan peran sistem bufer asam
karbonat-bikarbonat dalam keseimbangan asam basa dengan menetapkan PaCO 2
dan HCO3- sebagai variabel independen untuk pH (Rastegar, 2009).
Metode tersebut memiliki keterbatasan yaitu ketergantungan kadar HCO3-
serum terhadap PaCO2 dan sulit mendeteksi gangguan asam basa pada kelainan
metabolik yang kompleks terutama pasien critically ill (Dubin et al., 2007;
Sinaga, 2007).
Siggaard-Anderson melengkapi persamaan Henderson-Hasselbach dengan
perhitungan BE. Base excess adalah jumlah asam atau alkali yang harus
ditambahkan ke dalam 1 L whole blood untuk mengembalikan pH darah menjadi
7,4 pada PaCO2 40 mmHg (Barthwal, 2004; Dubin et al., 2007).
Perhitungan BE memperlihatkan efek akhir semua gangguan
keseimbangan asam basa dan tidak menunjukkan etiologi. Asidosis dan alkalosis
yang terjadi bersamaan akan memberikan hasil tumpang tindih sehingga salah
interpretasi sebagai tidak ada gangguan keseimbangan asam basa (Fidkowski &
Helstrom, 2009).
Perhitungan AG/AGobserved ditambahkan pada asidosis metabolik. Anion
gap merupakan selisih antara jumlah anion dan kation di dalam tubuh serta
menunjukkan kadar anion lemah tidak terukur dalam plasma yang sebagian besar
merupakan albumin. Hipoalbuminemia menyebabkan nilai AG rendah palsu
sehingga diperlukan koreksi nilai AG (AGcalculated) terhadap kadar albumin pasien
(Dubin et al., 2007).
Anion gap masih memiliki kelemahan yaitu tidak mampu
mengidentifikasi gangguan keseimbangan asam basa yang disebabkan perubahan
plasma free water (Fidkowski & Helstrom, 2009).
Metode alternatif (Stewart) menyatakan konsentrasi H+ dalam suatu
larutan ditentukan oleh derajat disosiasi air menjadi H+ dan OH-. Tiga variabel
independen yang memengaruhi disosiasi air adalah strong ion difference
(SID),PaCO2, dan asam lemah total (Atot) (Story et al., 2001; Darwis et al., 2012).

2
Metode Stewart sulit diterapkan karena banyaknya variabel yang harus
diukur dan dihitung sehingga sejumlah ahli mengembangkan modifikasi metode
Stewart yang disederhanakan yaitu Fencl-Stewart dan Figge-Stewart
(Rocktaeschel et al., 2003b; Story et al, 2004; Sinaga, 2007).
Metode Fencl Stewart menghitung BDE gap berdasarkan konsentrasi Na+,
Cl-, dan albumin. Metode Figge-Stewart menghitung SIG (perbedaan antara SID
apparent/SIDa dan SID effective/SIDe) yang menunjukkan adanya ion kuat lain
tak terukur (Story et al., 2004; Darwis et al., 2012).

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan dalam masalah ini adalah bagaimana Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Gangguan Keseimbangan Asam Basa.

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan tentang
Gangguan Keseimbangan Asam dan Basa pada mata kuliah Keperawatan
Kritis.
1.3.2.Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian pada pasien dengan
pasien Gangguan Keseibangan Asam Basa.
2) Mahasiswa mampu merumuskan diagnose keperawatan.
3) Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan.
4) Mahasiswa mampu mengimplementasi rencana keperawatan yang
telah disusun.
5) Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan.

1.4. Manfaat Penulisan


Menjadi referensi dalam Asuhan Keperawatan Kritis dengan kasus
Gangguan Keseimbangan Asam Basa.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Asam dan Basa


Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat memberikan ion H+ ke zat lain
(disebut sebagai donor proton), sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima
ion H+ dari zat lain (disebut sebagai akseptor proton). Suatu asam baru dapat
melepaskan proton bila ada basa yang dapat menerima proton yang dilepaskan.
Satu contoh asam adalah asam hidroklorida (HCL), yang berionasi dalam air
membentuk ion- ion hidrogen (H+) dan ion klorida (CL-) demikian juga, asam
karbonat (H2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion bikarbonat
(HCO3-). (Ainun Mardiah dkk, 2019)
Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat dan terutama
melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan. Contohnya adalah HCL. Asam
lemah mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk mendisosiasikan ion-ionnya
dan oleh karena itu kurang kuat melepaskan H+. Contohnya H2CO3. (Ainun
Mardiah dkk, 2019)
Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen. Sebagai contoh,
ion bikarbonat (HCO3-), adalah suatu basa karena dia dapat bergabung dengan
satu ion hidrogen untuk membentuk asam karbonat (H2CO3). Demikian juga
(HPO4) adalah suatu basa karena dia dapat menerima satu ion hidrogen untuk
membentuk (H2PO4). Protein- protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa
karena beberapa asam amino yang membangun protein dengan muatan akhir
negatif siap menerima ion-ion hidrogen. Protein hemoglobin dalam sel darah
merah dan protein dalam sel-sel tubuh yang lain merupakan basa-basa tubuh yang
paling penting (Ainun Mardiah dkk, 2019).
Basa kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan H+. Oleh
karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh yang khas adalah
OH-, yang bereaksi dengan H+ untuk membentuk air ( H2O ). Basa lemah yang
khas adalah HCO3- karena HCO3- berikatan dengan H+ secara jauh lebih lemah
daripada OH-. Kebanyakan asam dan basa dalam cairan ekstraseluler yang

4
berhubungan dengan pengaturan asam basa normal adalah asam dan basa lemah
(Ainun Mardiah dkk, 2019).

2.2 Keseimbangan Asam dan Basa


Keseimbangan asam basa adalah suat keadaan dimana konsentrasi ion
hydrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hydrogen yang
dikeluarkan oleh sel. Pada proses kehidupan keseimbangan asam pada tingkat
molecular umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa lemah, begitu
pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OH- yang sangat rendah (Ainun
Mardiah dkk, 2019).
Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hydrogen. Walaupun
produksi akan terus menghasilkan ion hydrogen dalam jumlah sangat banyak,
ternyata konsentrasi ion hydrogen dipertahankan pada kadar rendah pH 7,4.
Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara 7.35 hingga
7.45. Tubuh manusia mampu mempertahan keseimbangan asam dan basa agar
proses metabolisme dan fungsi organ dapat berjalan optimal (Ainun Mardiah dkk,
2019).
Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem
organ yakni paru dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2) dan
ginjal berperan dalam pelepasan asam (Ainun Mardiah dkk, 2019).
Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah:
1) Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan alkalosis bila
pH > 7.45
2) CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan sebagai
komponen asam. CO2 juga merupakan komponen respiratorik. Nilai
normalnya adalah 40 mmHg.
3) HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan disebut juga
sebagai komponen metabolik. Nilai normalnya adalah 24 mEq/L.
4) Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam atau
berkurangnya jumlah komponen basa.

5
5) Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau
berkurangnya jumlah komponen asam.
(Ainun Mardiah dkk, 2019)

2.3 Pengaturan Keseimbangan Asam dan Basa


Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan
pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai
homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan atau produksi ion hidrogen
dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain, ginjal
memainkan peranan kunci dalam pengaturan-pengaturan ion hidrogen. Akan
tetapi, pengaturan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler yang tepat
melibatkan jauh lebih banyak daripada eliminasi sederhana ion-ion hidrogen oleh
ginjal. Terdapat juga banyak mekanisme penyangga asam basa yang melibatkan
darah, sel-sel, dan paru-paru yang perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion
hidrogen normal dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler (Ainun Mardiah dkk,
2019).
Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur
konsentrasi ion hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol sekresi ion
hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion – ion bikarbonat oleh
ginjal, yaitu salah satu komponen kunci sistem kontrol asam basa dalam berbagai
cairan tubuh (Ainun Mardiah dkk, 2019).
Konsentrasi ion hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta perubahan yang
terjadi pada asidosis dan alkalosis. Konsentrasi ion hidrogen darah secara normal
dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai normal sekitar 0,00004 mEq/liter ( 40
nEq/liter ). Variasi normal hanya sekitar 3 sampai 5 mEq/liter, tetapi dalam
kondisi yang ekstrim, konsentrasi ion hidrogen yang bervariasi dari serendah 10
nEq/liter sampai setinggi 160 nEq/liter tampa menyebabkan kematian (Ainun
Mardiah dkk, 2019).
Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan dalam
jumlah yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion hidrogen disebutkan
dalam skala logaritma, dengan menggunakan satuan pH. pH berhubungan dengan

6
konsentrasi ion hidrogen. pH normal darah arteri adalah 7,4 , sedangkan pH darah
vena dan cairan interstetial sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra karbondioksida
(CO2) yang dibebaskan dari jaringan untuk membentuk H2CO3. Karena pH
normal darah arteri 7,4 seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun
dibawah nilai ini dan mengalami alkolisis saat pH meningkat diatas 7,4. Batas
rendah pH dimana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam adalah sekitar
6,8 dan batas atas adalah sekitar 8,0. pH intraseluler biasanya sedikit lebih rendah
daripada pH plasma karena metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3.
Bergantung pada jenis sel, pH cairan intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0
dan 7,4. Hipoksia jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat
menyebabkan pengumpulan asam dan itu dapat menurunkan pH intraseluler. pH
urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status asam basa cairan
ekstraseluler. Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh yang bersifat asam adalah
HCL yang diekskresikan kedalam lambung oleh oksintik ( sel-sel parietal ) dari
mukosa lambung (Ainun Mardiah dkk, 2019).

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam dan Basa


Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi
dari 3 sistem:
1. Sistem Buffer
Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang
dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah
perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan.
Sistem buffer ini menetralisir kelebihan ion hydrogen, bersifat
temporer dan tidak melakukan eliminasi. Fungsi utama system buffer adalah
mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh asam fixed dan
asam organic pada cairan ekstraseluler. Sebagai buffer, system ini memiliki
keterbatasan yaitu:
a. Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang
disebabkan karena peningkatan CO2.

7
b. System ini hanya berfungsi bila system respirasi dan pusat pengendali
system pernafasan bekerja normal
c. Kemampuan menyelenggarakan system buffer tergantung pada
tersedianya ion bikarbonat.
Sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa
sementara. Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki
ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru
yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah
akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian
mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan
ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan
ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan
bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia
(Ainun Mardiah dkk, 2019).
Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan
ginjal dalam menunjang kinerja system buffer adalah dengan mengatur
sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion hydrogen dan bikarbonat serta
membentuk buffer tambahan (fosfat, ammonia). Untuk jangka panjang,
kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui ginjal dan paru sedangkan
untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH dengan system
buffer. Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH
darah antara 7,35- 7,45 (Ainun Mardiah dkk, 2019).

2. Sistem Paru
Paru-paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan
karbondioksida, dan karena itu juga mengendalikan kandungan asam
karbonik dari cairan ekstraseluler. Paru-paru melakukan hal ini dengan
menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap jumlah karbon dioksida
dalam darah. Kenaikan dari tekanan parsial karbondioksida dalam darah
arteri (PaCO2) merupakan stimulan yang kuat untuk respirasi. Tentu saja,
tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO 2) juga

8
mempengaruhi respirasi. Meskipun demikian, efeknya tidak sejelas efek
yang dihasilkan oleh PaCO2 (Ainun Mardiah dkk, 2019).
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat
sehingga menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang lebih besar (untuk
mengurangi kelebihan asam). Pada keadaan alkalosis metabolik , frekuensi
pernapasan diturunkan, dan menyebabkan penahanan karbondioksida untuk
meningkatkan beban asam (Ainun Mardiah dkk, 2019).

3. Sistem Ginjal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus
mengeluarkan anion asam non volatile dan mengganti HCO3-. Ginjal
mengatur keseimbangan asam basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion
hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pemgaturan oleh ginjal ini
berperan 3 sistem buffer asam karbonat, buffer fosfat dan pembentukan
ammonia. Ion hydrogen, CO2, dan NH3 diekskresi ke dalam lumen tubulus
dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh mekanisme pompa natrium di
basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam karbonat dan natrium dilepas
kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali. Tubulus proksimal
adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran asam (Ainun
Mardiah dkk, 2019).
Ion hidrogen sangat reaktif dan mudah bergabung dengan ion
bermuatan negative pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada kadar yang
sangat rendahpun, ion hydrogen mempunyai efek yang besar pada system
biologi. Ion hydrogen berinteraksi dengan berbagai molekul biologis
sehingga dapat mempengaruhi struktur protein, fungsi enzim dan
ekstabilitas membrane. Ion hydrogen sangat penting pada fungsi normal
tubuh misalnya sebagai pompa proton mitokondria pada proses fosforilasi
oksidatif yang menghasilkan ATP (Ainun Mardiah dkk, 2019).
Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan terus menerus
di dalam tubuh. Perolehan dan pengeluaran ion hydrogen sangat bervariasi
tergantung diet, aktivitas dan status kesehatan. Ion hydrogen di dalam tubuh

9
berasal dari makanan, minuman, dan proses metabolism tubuh. Di dalam
tubuh ion hidrogen terbentuk sebagai hasil metabolism karbohidrat, protein
dan lemak, glikolisis anaerobik atau ketogenesis (Ainun Mardiah dkk,
2019).

2.5 Jenis Gangguan Keseimbangan Asam dan Basa


1. Asidosis Respiratorik
a. Pengertian
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan
karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari
fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan
dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida
dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida,
pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar
karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur
pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam
(Ainun Mardiah dkk, 2019).
b. Penyebab
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat
mengeluarkan karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada
penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti:
emfisema, bronkitis kronis, pneumonia berat, edema pulmoner, dan
asma (Ainun Mardiah dkk, 2019).
Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat
narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan Asidosis
respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot
dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan (Ainun
Mardiah dkk, 2019)
1) Hambatan Pada Pusat Pernafasan Di Medula Oblongata
a) Obat-obatan : kelebihan dosis opiate, sedative, anestetik (akut).
b) Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik.

10
c) Henti jantung (akut)
d) Apnea saat tidur.
2) Gangguan Otot-Otot Pernafasan Dan Dinding Dada
a) Penyakit neuromuscular : Miastenia gravis, poliomyelitis,
sclerosis lateral amiotropik.
b) Deformitas rongga dada : Kifoskoliosis.
c) Obesitas yang berlebihan.
d) Cedera dinding dada seperti patah tulag-tulang iga.
3) Gangguan Pertukaran Gas
a) PPOM (emfisema dan bronchitis).
b) Tahap akhir penyakit paru intrinsic yang difus.
c) Pneumonia atau asma yang berat.
d) Edema paru akut.
e) Pneumotorak.
4) Obstruksi Saluran Nafas Atas Yang Akut
a) Aspirasi benda asing atau muntah.
b) Laringospasme atau edema laring, bronkopasme berat
5) Hipofentilasi dihubungkan dengan penurunan fungsi pusat
pernafasan seperti trauma kepala, sedasi berlebihan, anesthesia
umum, alkalosis metabolic.
(Ainun Mardiah dkk, 2019)
c. Manifestasi Klinis
Tanda-Tanda Klinis Berubah-Ubah Pada Asidosis Respiratorik
Akut Dan Kronis Yaitu:
a) Hiperkapnea mendadak (kenaikan PaCO2) dapat
menyebabkan peningkatan frekuensi nadi dan pernafasan,
peningkatan tekanan darah, kusust piker, dan perasaan penat pada
kepala.
b) Peningkatan akut pada PaCO2 hingga mencapai 60 mmHg atau
lebih mengakibatkan : somnolen, kekacauan mental, stupor, dan
akhirnya koma, juga menyebabkan sindrom metabolic otak, yang

11
dapat timbul asteriksis (flapping tremor) dan mioklonus (kedutan
otot).
c) Retensi O2 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak,
maka kongesti pembuluh darah otak yang terkena
menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial dan dapat
bermanifestasi sebagai papilladema (pembengkakan dikus optikus
yang terlihat pada pemeriksaan dengan optalmoskop).
d) Hiperkalemia dapat terjadi sebagai akibat konsentrasi
hydrogen memperburuk mekanisme kompensatori dan berpindah
kedalam sel, sehingga menyebabkan kalsium keluar dari sel.
Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika
keadaannya memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor
(penurunan kesadaran) dan koma. Stupor dan koma dapat terjadi dalam
beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika pernafasan sangat
terganggu; atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu
terganggu. Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan
menahan bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa
jam bahkan beberapa hari (Ainun Mardiah dkk, 2019)

d. Patofisiologi
E. PATOFISIOLOGI.

Normal 15.000 – 20.000 mmol Metabolisme


CO2 Ekskresi per Hari Keluar mml Paru-Paru

Sebagian Besar Dibawa


Ke Paru-Paru Dalam Bentuk
HCO8- Darah.

Seimbang Peningkatan Ventilasi Peningkatan Ion H+


PaCO2 – PH Alveolar Darah

Hipoksemia Obstruksi Hipoventilasi Peningkatan HCO3-


Keracunan Obat Peningkatan PaCO2 Darah

Penurunan Asedosis PH Menurun Kompensasi Ginjal


PaO2 Respiratori.

12
e. Klasifikasi Asidosis Respiratorik
a) Asidosis Respiratori Akut
Terjadi jika komponen ginjal belum berjalan dan HCO3-
masih dalam keadaan normal. Seperti pada edema pulmonal akut,
aspirasi benda asing, atelektasis, pneumutorak, syndrome tidur
apnea, pemberian oksigen pada pasien hiperkapnea kronis
(kelebihan CO2 dalam darah), ARSP (Ainun Mardiah dkk, 2019).
Dalam asidosis pernafasan akut, PaCO2 yang di tinggikan di
atas batas rentang referensi (lebih dari 6,3 kPa atau 47 mm Hg)
dengan acidemia atas(pH<7,35).Asidosis pernafasan akut tejadi
ketika kegagalan ventilasi tiba-tiba kegagalan ini dapat disebabkan
oleh depresi dari pusat pernafasan oleh penyakit otak atau obat,
kemampuan untuk ventilasi memadai karena penyakit
neuromuskuler (misalnya: gravis gravis, amyotrophic lateral
sclerosis, sindrom guillain barre, distrofi otot), atau obstruksi jalan
nafas terkait dengan asma atau penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) (Ainun Mardiah dkk, 2019)
b) Asidosis Respiratorik Kronis.
Jika kompensasi ginjal telah berjalan dan HCO3- telah
meningkat. Terjadi pada penyakit pulmunari seperti emfisema
kronis dan bronchitis, apnea tidur obstruktif. Dalam asidosis
pernafasan kronis, PaCO2 yang di tinggikan di atas batas kisaran
referensi, dengan pH darah normal (7,35-7,45) atau normal pH dekat
sekunder untuk kompensasi ginjal dan serum bikarbonat >30
mm Hg).Asidosis respiratorik kronik di sebabkan karena penyakit
paru jangka panjang terutama penyakit paru-paru yang menyebabkan
kelainan dalam pertukaran gas alveolar biasanya tidak menyebabkan
hypoventilation tetapi cenderung menyebabkan stimulasi ventilasi
dan hypocapnia sekunder untuk hypoksia. Hypercapnia terjadi hanya
terjadi jika penyakit berat atau kelelahan otot pernafasan terjadi
(Ainun Mardiah dkk, 2019).

13
2. Asidosis Metabolik
1) Pengertian
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan,
yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila
peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan
benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah,
pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh
untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga
berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan
lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut
bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak
asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan
koma (Ainun Mardiah dkk, 2019).
b. Penyebab
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3
kelompok utama adalah:
a) Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi
suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam.Sebagian
besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap
beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti
beku (etilen glikol).Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan
asidosis metabolik.
b) Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui
metabolisme. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan
sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu diantaranya
adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan
baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang
disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok
stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.

14
c) Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk
membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah
asam yang normal pun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak
berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai
asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal
ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan
ginjal untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidois metabolik:
a. Gagal ginjal
b. Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
c. Ketoasidosis diabetikum
d. Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
e. Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,
paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
f. Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran
pencernaan karena diare, leostomi atau kolostomi.
(Ainun Mardiah dkk, 2019)
c. Manifestasi Klinis
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala,
namun biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan.
Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun
kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan
memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar
biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila
asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan
syok, koma dan kematian. Asidosis metabolik ringan bisa tidak
menimbulkan gejala, namun biasanya penderita merasakan mual,
muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit
lebih cepat. Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai
merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual

15
dan mengalami kebingungan. Apabila asidosis semakin memburuk,
tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan kematian.
Penyakit asidosis jika dibiarkan bisa menimbulkan dampak
berikut:
a) Rendahnya kadar kalium dalam darah. Jika kadar kalium darah
rendah, maka terjadi kelainan neurologis seperti kelemahan otot,
penurunan refleks dan bahkan kelumpuhan.
b) Pengendapan kalsium di dalam ginjal yang dapat mengakibatkan
pembentukan batu ginjal. Jika itu terjadi maka bisa terjadi
kerusakan pada sel-sel ginjal dan gagal ginjal kronis.
c) Kecenderungan terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan).
d) Perlunakan dan pembengkokan tulang yang menimbulkan rasa
nyeri (osteomalasia atau rakhitis).
e) Gangguan motorik tungkai bawah merupakan keluhan utama yang
sering ditemukan, sehingga anak mengalami keterlambatan untuk
dapat duduk, merangkak, dan berjalan.
f) Kecenderungan gangguan pencernaan, karena kelebihan asam
dalam lambung dan usus, sehingga pasien mengalami gangguan
penyerapan zat gizi dari usus ke dalam darah. Akibat selanjutnya
pasien akan mengalami keterlambatan tumbuh kembang (delayed
development) dan berat badan kurang.
(Ainun Mardiah dkk, 2019)

d. Patofisiologi

16
3. Alkalosis Respiratorik
a. Pengertian
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi
basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan
kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah (Ainun Mardiah
dkk, 2019)
b. Penyebab
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang
menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang
dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling
sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis
respiratorik adalah:
a) rasa nyeri
b) sirosis hati
c) kadar oksigen darah yang rendah
d) demam
e) overdosis aspirin.
(Ainun Mardiah dkk, 2019)
c. Manifestasi Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas
dan dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika
keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan
kesadaran.
a) Pasien sering menguap
b) Nafas cepat dan dalam
c) Kepala terasa ringan
d) Parestesi (kesemutan) sekitar mulut
e) Kesemutan dan terasa kebas dijari tangan dan kaki
f) Apabila alkalosisnya sudah cukup parah dapat timbul kelelahan
kronis, berdebar debar, cemas, mulut terasa kering, tidak bisa tidur.
g) Telapak tangan dan kaki teraba dingin dan lembab

17
h) Ketegangan emosi
i) Gangguan konsentrasi, kekacauan mental, dan sinkop
(Ainun Mardiah dkk, 2019)
d. Patofisiologi

4. Alkalosis Metabolik
a. Pengertian
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam
keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat (Ainun Mardiah dkk,
2019).
b. Penyebab
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak
asam.Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama
periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot
dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di
rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut) (Ainun Mardiah dkk,
2019).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada
seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan

18
seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila
kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak
mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan
asam basa darah (Ainun Mardiah dkk, 2019)
Penyebab utama akalosis metabolik:
a) Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
b) Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
c) Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat
penggunaan kortikosteroid).
c. Manifestasi Klinis Alkalosis Metabolik
a) Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah
tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama
sekali.
b) Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi (pengerutan)
dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).
Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah
tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama
sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi
(pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).
(Ainun Mardiah dkk, 2019)
d. Patofisiologi

19
2.6 Analisa Gas Darah
1) pH
Rentang nilai normal : 7,35 – 7,45
Asidosis : <7,35
Alkalosis : >7,45
2) PaO2
Rentang nilai normal: 80 – 100 mmHg
Hipoksemia ringan : 70 – 80 mmHg
Hipoksemia sedang : 60 – 70 mmHg
Hipoksemia berat : <60 mmHg
3) SaO2
Rentang nilai normal: 93% – 98%
Bila nilai SaO2 >80% sudah dapat dipastikan bahwa darah diambil dari
arteri, kecuali pada gagal napas (Andryani Wiasa, 2019)
4) PaCO2
Rentang nilai normal : 35 – 45 mmHg
Asidosis respiratorik : >45 mmHg (pH turun)
Alkalosis respiratorik : <35 mmHg (pH naik)
a. HCO3
Rentang nilai normal : 22 – 26 mEq/L
Asidosis metabolik : <22 mEq/L (pH turun)
Alkalosis metabolik : >26 mEq/L (pH naik)
b. BE
Rentang nilai normal : -2 s/d +2 mEq/L
Nilai – (negative) : asidosis
Nilai + (positif) : alkalosis
BE dilihat saat pH normal.
(Andryani Wiasa, 2019)

20
Cara menentukan apakah suatu kondisi termasuk ke dalam salah satu dari 4
gangguan asam-basa dengan melihat diagram dibawah ini

Tabel ini menggambarkan gangguan keseimbangan asam-basa yang belum


terkompensasi, terkompensasi sebagian, dan terkompensasi penuh.

21
2.7 Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2009:755-763), penatalaksanaan ketidakseimbangan
asam basa adalah sebagai berikut:
a. Asidosis Respiratorik
Perbaikan ventilasi penting dilakukan. Mungkin diperlukan ventilasi
mekanis
b. Alkalosis Respiratorik
1) Menentukan dan mengatasi penyebab hiperventilasi adalah terapi yang
paling berhasil.
2) Meningkatkan tekanan parsial karbondioksida dengan bernapas melalui
suatu kantong dan menghirup kembali udara yang dikeluarkan dapat
mengatasi alkalosis pada situasi akut.
c. Asidosis Metabolik
1) Penatalaksanaan untuk asidosis metabolik secara spesifik didasarkan
pada pengobatan penyebab gangguan.
2) Pada pasien yang menderita penyakit ginjal, penatalaksanaan harus
mencakup pemberian basa yang berlebihan dalam makanan.
3) Mungkin diperlukan pemberian natrium bikarbonat untuk meningkatkan
pH secara cepat apabila pasien berisiko meninggal. Prosedur ini harus
dilakukan secara berhati-hati karena infus natrium bikarbonat dapat
menyebabkan pembengkakan otak.
d. Alkalosis Metabolik
1) Apabila penyebabnya adalah defisiensi klorida atau natrium, maka ion-
ion tersebut harus diganti.
2) Apabila penyebabnya adalah penurunan volume cairan ekstrasel, maka
diperlukan sulih dengan larutan salin.
(Diana Selfina dkk, 2012)

22
2.8 Asuhan Keperawatan Teoritis
2.8.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Asidosis dan alkalosis: respiratorik terjadi dua kali lebih sering
pada pria dari pada wanita. Namun angka kematian pada wanita
meningkat lebih cepat karena kebiasaan merokok.
b. Asidosis dan alkalosis: metabolik terjadi lebih tinggi sedikit pada
usia anak-anak, dibandingkan dewasa. Kemudian asma pada anak
akan hilang sebagian, dan akan muncul lagi setelah dewasa karena
perjalanan alamiah.

2. Keluhan Utama
a. Asidosis respiratorik: pernapasan lambat dan dalam (hipoventilasi),
dispnea, kelemahan.
b. Alkalosis respiratorik: pernapasan cepat dan dangkal
(hiperventilasi), dispnea, kelemahan.
c. Asidosis metabolik: mual, muntah, kelemahan, pernapasan
kussmaul.
d. Alkalosis metabolik: disritmia jantung, kejang.

3. Riwayat Penyakit Terdahulu


a. Asidosis respiratorik: penyakit paru obstuksi menahun, asma,
Penyakit neuromoskular: miastenia gravis, sindrom Guillain-Barre,
kifoskoliosis, Obesitas yang berlebihan: sindrom pickwickian,
Edema paru akut, Pneumotoraks, Cedera dinding dada seperti patah
tulang-tulang iga, Laringospasme atau edema naring,
bronkospasme berat.
b. Alkalosis respiratorik: demam, cedera kepala atau gangguan
pembuluh darah otak, tumor otak, pneumonia, asma, edema paru,
gagal jantung kongestif, fibrosis paru, sirosis hepatis.

23
c. Asidosis metabolik: diare, ileostomi, ureterosigmoidostomi,
ketoasidosis diabetik, kurang kalori protein (KKP), gagal ginjal aku
atau kronis, dan intoksikasi alkohol.
d. Alkalosis metabolik: disritmia jantung, diare, gagal jantung
kongestif, sirosis, dan sindrom nefrotik.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Asidosis respiratorik: asma, miastenia gravis, kifoskoliosis, dan
obesitas yang berlebihan.
b. Alkalosis respiratorik: tumor otak, pneumonia, asma, dan gagal
jantung kongestif.
c. Asidosis metabolik: diabetes melitus, gagal ginjal akut atau kronis.
d. Alkalosis metabolik: gagal jantung kongestif.

5. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath): RR Abnormal, sianosis, dispnea, hiperkapnia,
hipoksia, hipoksemia, takikardia, gelisah, bradipnea, perubahan
kedalaman pernapasan, fase ekspresi memanjang, pernapasan bibir
mencucu, penggunaan otot bantu pernapasan.
b. B2 (Blood): Sianosis, CRT > 3dtk, parestesia, penurunan nadi,
perubahan td, warna yang tidak kembali ke tungkai saat tungkai
diturunkan, aritmia, bradikadia, takikardia, kelitihan, distensi vena
jugularis, murmur, dispnea, penurunan nadi perifer, bunyi jantung
S3 dan S4, ansietas,gelisah, kelelahan pada saat aktivitas, takipnea,
bardipnea, TD dan nadi yang abnormal karena aktifitas. 27
c. B3 (Brain): perubahan prilaku, penurunan tingkat kesadaran,
perubahan pola napas, pusing, sakit kepala, mual, muntah, gelisah,
kejang.
d. B4 (Bladder): pembentukan HCO3, ginjal meningkat, ginjal
menurun, kadar elektrolit serum menurun.

24
e. B5 (Bowel): output cairan melalui anus menurun, perubahan kadar
elektrolit, membran mukosa kering, TD menurun, nadi cepat,
turgor kulit buruk, haus, kelemahan, mual, muntah, enggan untuk
makan, asupan makan tidak adekuat.
f. B6 (Bone): PH albumin menurun, albumin mudah berikatan
dengan Ca2+ , kejang, spasitas otot.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Analisis darah arteri
b. Pemeriksaan Darah Lengkap
(Diana Selfina dkk, 2012)

2.8.2 Diagnosa
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran darah arteri
2) Penurunan curah jantung b.d. penurunan isi sekuncup nyang disebabkan
oleh masalah elektrofisiologis
3) Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi (atau) sindrom
hipoventilasi
4) Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi-perfusi

25
2.8.3 Intervensi
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan perifer - Circulation status Manajemen sensasi perifer
- Tissue Perfusion : cerebral - Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
Kriteria Hasil : peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
- Tekanan systole dan diastole dalam rentang - Monitor adanya paretese
yang diharapkan - Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
- Tidak ada ortostatik hipertensi kulit jika ada isi atau laserasi
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan - Gunakan sarung tangan untuk proteksi
intracranial (tidak lebih dari 15 menit) - Batasi gerakan pada kepala, leher, dan
Mendemonstasikan kemampuan kognitif punggung
yang ditandai dengan : - Monitor kemampuan BAB
- Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan - Kolaborasi pemberian analgetik
kemampuan - Monitor adanya tromboplebitis
- Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan - Diskusikan mengenai penyebab perubahan
orientasi sensasi
- Memproses informasi
- Membuat keputusan dengan benar

26
Menunjukkan fungsi sensori motori cranial
yang utuh: tingkat kesadaran membaik, tidak
ada gerakan-gerakan involunter
2. Penurunan curah jantung NOC NIC
- Cardial pump effectiveness - Evaluasi adanya nyeri dada (intencitas,
- Circulation status lokasi, durasi)
Kriteria hasil - Catat adanya distrimia jantung
- Tanda – tanda vital dalam rentang normal - Catat adanya tanda dan gejala penurunan
- Dapat mentoleransi aktivitas, Tidak ada cardiac output
keleahan - Monitor status kardiovaskuler
- Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak - Monitor status pernafasan
asites - Monitor abdomen sebagai sebagai indikator
- Tidak ada penurunan kesadaran penurunan perfusi
- Monitor balance cairan
- Monitor adanya perubahan perubahan
tekanan darah
- Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritma

27
- Atur priode latihan dan istirahat
- Monitor toleransi aktifitas pasien
- Monitor adanya dyspneu, fantigue, tekipneu,
dan orto pneu
- Anjurkan untuk menurunkan stres vital dan
sign monitor
- Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR
- Catat adanya fruktuasi TD
- Monitor vs saat pasien, berbaring, duduk, dan
berdiri
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
- Monitor TD, Nadi, RR sebelum, selama dan
setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor adanya pulsus paradoksus
- Monitor adanya pulsus alterans
- Monitor jumlah dan irama jantung

28
- Monitor bunyi jantung
- Monitor frekuensi dan irama pernafasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernafasan abnormal
- Monitor Suhu, Warna, dan Kelembapan kulit
3. Ketidakefektifan pola Status pernapasan: ventilasi status Terapi oksigen:
napas 1. Frekuensi napas tidak ada deviasi dari 1. Pertahankan jalan napas yang paten
kisaran normal 2. Atur peralatanoksigenasi
2. Irama pernapasan tidak ada 3. Monitor aliranoksigen
deviasi darikisaran normal 4. Pertahankan posisipasien
3. Kadalaman inspirasi tidak ada deviasi 5. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
dari kisaran normal 6. Monitor adanya kecemasan pasien
4. Suara napasatambahan tidakada terhadap oksigenasi
5. Penggunaan otot bantu napas tidak ada Monitoring respirasi:
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
Keparahan respirasi asidosisakut kekuatanrespirasi
Kriteria hasil: 2. Perhatikan gerakan dan kesimetrisan,
1. Penurunan pHplasma darah tidak ada menggunakan otot bantu, dan adanya
2. Peningkatan ion serumhidrogen tidakada retraksi otot
3. Peningkatan tekanan parsial serum interkostal dan supraklavikular
karbondioksida arteritidak ada Auskultasi bunyi napas, catat adanya
4. Penurunan tekanan serum karbon dioksia suara tambahan
arteri parsialtidak ada 3. Monitor pola napas
5. Hipoksia tidakada 4. Monitor adanya dispnea dan hal yang
6. Peningkatan frekuensi pernapasan tidak meningkatkan atau memperburuk
adapenuruana level kesadarantidak ada

29
Monitoring tanda-tanda vital:
Keparahan respirasi alkalosis akut 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
Kriteria hasil: pernapasan
1. Peningkatan pH plasmadarah tidak ada 2. Monitor kualitas dari nadi
2. Penurunan ion serum hidrogentidak ada 3. Monitor frekuensidan irama pernapasan
3. Penurunan serum bikarbonat tidakada 4. Monitor pola pernapasan abnormal
4. Penururnan tekan parsial karbon 5. Monitor suhu, warna, dan
dioksida dalmarteri (PaCO3)tidak ada kelembaban kulit
5. Penurunan tekanan parsial oksigen dalam 6. Monitor sianosisperifer
darah arteri (PaO2) tidak ada 7. Identifikasi penyebab dari perubahan
tanda-tanda vital

4. Gangguan pertukaran Status pernapasan: pertukaran gas Terapi oksigen:


gas Kriteria hasil : 1. Pertahankan jalan napas yang paten
1. Saturasi oksigen tidak ada deviasi dari 2. Atur peralatanoksigenasi
kisaran normal 3. Monitor aliranoksigen
2. Tekanan parsial oksigen di darah arteri 4. Pertahankan posisipasien
(PaO2) tidakada deviasi dari kisaran normal 5. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
3. Tekanan parsial karbon dioksida di darah 6. Monitor adanya kecemasan pasien
arteri (PaCO2) tidak ada deviasi dari kisaran terhadap oksigenasi
normal
4. Keseimbangan ventilasi dan perfusi
tidak ada deviasi dari kisaran normal pH
arteri tidak ada deviasi dari kisaran normal
5. pH arteri tidak ada deviasi dari kisaran

30
normal
6. Dispnea saatistirahat tidakada
7. Dispnea saataktivitas tidakada
8. Sianosis tidakada

Perfusi jaringan:pulmonari
Kriteria hasil :
1. Pindaian perfusi ventilasi tidak ada deviasi
dari kisaran normal
2. Sesak napastidak ada
3. Suara napas abnormal pada pelura tidak
ada
4. Nyeri dadatidak ada
5. Irama pernapasan tidak ada deviasi dari
kisaran normal
Monitoring respirasi:
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
kekuatanrespirasi
2. Perhatikan gerakan dan kesimetrisan,
menggunakan otot bantu, dan adanya
retraksi otot interkostal
dansupraklavikular
3. Auskultasi bunyi napas, catat adanya
suara tambahan
4. Monitor pola napas
5. Monitor adanya dispnea dan hal yang
meningkatkan atau memperburuk
6. Monitor perubahanPaO2 dan SaO2

31
32
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan data

a. Identitas Pasien
Nama : An. F
Tempat/tanggal lahir : Padang, 28 Mei 2015
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak ke/jumlah saudara : 1/1
Agama : Islam
Pendidikan :-

Identitas keluarga
Nama : Ny. N
Umur : 29 Tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jln pasar karupuak, kuranji, Padang

Diagnosa medis : PJB dengan Bronkopneumonia


No. Rekam Medik : 9189847
Tanggal masuk RS : Jumat, 26 Mei 2017
Tanggal pengkajian : Sabtu, 27 Mei 2017

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 4 jam sebelum masuk
Rumah Sakit , muntah-muntah sejak 4 jam yang lalu sebelum masuk

33
rumah sakit frekuensi 2x jumlah 3-4 sendok makan. Demam sejak 1 hari
yang lalu,batuk-batuk sejak 8 hari yang lalu dan nafsu makan menurun.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan sekarang pada tanggal 27 Mei 2017 Pukul
10.30 WIB, Ny.N mengatakan nafas anak sesak, batuk-batuk berdahak,
nafsu makan menurun, badan teraba panas.
3) Riwayat kesehatan dahulu
a) Prenatal
Riwayat gestasi : G1P1A0H1
HPHT : 3 Juni 2014
Pemeriksaan kehamilan : Bidan
Masalah waktu hamil : Tidak ada
Obat-obat yang digunakan : Vit.C dan tablet Fe
Perokok, alkohol : Tidak
b) Intranatal
Tanggal persalinan : 28 Mei 2015
BBL/PBL : 3 kg / 47 cm
Usia gestasi saat lahir : 9 bulan 2 minggu
Tempat pesalinan : RS Bayangkara
Penolong persalinan : Dokter spesialis kandungan
Jenis persalinan : Cesar
Penyulit persalinan : tidak ada
c) Post natal (24 jam)
Apgar skor : Anak baru menangis 5 menit siap melahirkan
Inisiasi menyusui dini (IMD) : tidak ada
Kelainan kongenital : Ada kelainan pada kelamin
d) Penyakit yang pernah diderita anak
Penyakit yang pernah diderita anak pernah menderita penyakit
epilepsi, cerebral palcy, small PDA, dan Bronkopneumonia. Ny.N
mengatakan An.F sudah 7 kali dirawat di rumah sakit dengan
diagnosa yang sama. Sebelumnya pasien dirawat 7 bulan terakhir di

34
rumah sakit Rasidyn selama 1 minggu lalu pulang dengan
melanjutkan terapi antibiotik dirumah.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Ny. N berkata tidak ada riwayat kesehatan keluarga yang sama dengan
yang diderita An.F.
5) Riwayat Imunisasi
Imunisasi tidak lengkap, ibu mengatakan takut membawa anaknya
untukimunisasi karena anak demam.
6) Riwayat Perkembangan
Anak sampai umur saat ini tidak bisa melakukan aktifitas bermain, anak
hanya tidur dan berbaring.

c. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran : Compos mentis
GCS: E: 4 M : 6 V: 5
2) Tanda vital :
Suhu: 390 C
RR: 46 x/m
HR: 130 x/m
3) Posture :
BB: 7 Kg
PB/TB: 75 Cm
4) Kepala
Pemeriksaan pada kepala normal
5) Mata
Simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
reflek pupil isokor, reflek kedip ada
6) Hidung
Simetris, bersih, pernafasan cuping hidung negatif, sinosis negatif,
terpasang oksigen binasal 3L/i

35
7) Mulut
Bibir agak pucat, mukosa bibir kering, platum menghadap ke atas
8) Telinga
Tidak ditemukan adanya infeksi
9) Leher
Pembesaran kelenjar getah bening: negatif
Pembesaran vena junggularis: negatif
10) Thorax
Inspeksi : simetris, terdapat retraksi dindingdada.
Auskultasi : bunyi bronchovaskuler, terdapatsuara tambahan ronkhi
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor
11) Jantung
Inspeksi : simetris
Auskultasi : irama ireguler
Palpasi : teraba ictus cordis LMCS RIC 5
12) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada distensi abdomen
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : tidak terdapat nyeri
Perkusi : tympani
13) Kulit
Akral teraba hangat, tidak ada udem, tidak ada lesi.
14) Ekstremitas
Ekstremitas atas akral hangat, crt < 2 dtk,tidak ada lesi
Ekstremitas bawah akral teraba hangat, crt <2 dtk, tidak ada lesi
15) Genetalia dan anus : Ada kelainan

d. Kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi dan cairan
ASI dan susu pendamping selama umur 6 bulan, setelah umur 6 bulan

36
An. F diberikan makanpromina dan nasi tim
2) Istirahat dan tidur
Siang : siang An.F 3-4jam dengan kualitas nyenyak
Malam : tidur malam sedikit frekuensi tidur lebih kurang 4-6 jam/hari
dikarenakan anak sesekali sesak dan rewel
3) Eliminasi : Normal
4) Personal hygiene : Tidak masalah
5) Aktivitas bermain : Tidak ada
6) Rekreasi : Pola rekreasi keluarga: tidak ada

e. Data penunjang
No. Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
1. Leukosit 22.390 /𝑚𝑚3 6.000- Meningkat
18.000/𝑚𝑚3
2. Hematokrit 31% 40-48 % Menurun
3. Eosinofil 0% 1-4% Menurun
4. Natrium 125 Mmol/L 136-145 mmol/L Menurun
5. Klorida serum 72 Mmol/L 97-111 mmol/L Menurun
6. PH 7.55 7,38-7,42 Meningkat
7. HCO3- 22,7 mmol/L 22-28 mmol/L Normal
8. pCO2 26 mmHg 38-42 mmHg Menurun
9. pO2 117 mmHg 75-100 mmHg Meningkat

f. Hasil pemeriksaan
Radiologi : Pemeriksaan radiologi didapatkan trachea ditengah, jantung kesan
tidak memebesar, aorta dan mediastinum superior tidak melebar,
kedua hilius tidak menebal, tampak infiltrat di perihiler dan
perikardial kedua paru, kedua diafragma licin kedua sinus
costrofenicus lancip, tulang intak tak tampak destruksi.

37
g. Terapi dan pengobatan
- IVFD KA-EN 1B (8 tpm)
- Ampicillin (4 x 150 g) IV
- Gentamicin (2 x 14g) IV
- Luminal (2 x 15 g) IV
- Dexametason (3 x 1 g) IV
- Tiroksin (1 x 25 mg)
- Ambroxol (3 x 7,5 mg)

2. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
DS : Penumpukan sekret Ketidakefektifan
Ny.N mengatakan An.F dijalan nafas bersihanjalan nafas
masih batuk-batuk disertai
dahak.
DO :
An.F tampak batuk- batuk,
pasien tampak gelisah,
pasien tampak rewel.
terdapat retraksi
dinding dada, frekuensi
napas yaitu 46 x/i, bunyi
napas bronkovaskuler dan
terpasang oksigen nasal
canul 2 liter/menit. Tampak
bercak infiltrat di perihiler
dan perikardial kedua paru.

38
DS : adanya gangguan Ketidakefektifan
Ny.N mengatakan An.F ventilasi pola nafas
masih terlihat sesak dan
gelisah.
DO :
Pasien tampak sesak,
terdapat retraksi dinding
dada, frekuensi napas yaitu
46 x/i, bunyi napas
bronkovaskuler dan
terpasang oksigen nasal
canul 2 liter/menit
DO : Pasien tampak sesak, Ketidakseimbangan Gangguan
terdapat retraksi dinding perfusi ventilasi pertukaran gas
dada, frekuensi napas yaitu
46x/i, bunyi napas
bronkovaskuler dan
terpasang oksigen nasal
canul 2 liter/menit

DS : Ny. T mengatakan Gangguan Ketidakseimbangan


bahwa anaknya masih pertukaran gas perfusi ventilasi
terlihat sesak
DO : Pasien terpasang
oksigen dengan binasal 2
liter/i, pasien tampak sesak
napas, hasil AGD yaitu pH
7,55 (7,38-7,42), pCO2 117
mmHg (75-100 mmHg), SO2
99% (94-100%)

39
3.2 Diagnosa
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sekret di jalan nafas
2) Ketidakefektifan pola nafas b/d adanya gangguan oksigenasi
3) Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi

3.3 Intervensi
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Ketidak efektifan Status pernapasan: kepatenan jalan napas Fasilitasi kepatenan jalan napas :
bersihanjalan napas Kriteria hasil: manajemen jalan napas
1. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret 1. Posisikan pasienuntuk
memaksimalkan ventilasi
tidak adadeviasi darikisaran normal
danmengurangi dispnea
2. Suara napastambahan tidak ada 2. Auskultasi bunyinapas, catat adanya suara
3. Penggunaan ototbantu napastidak ada tambahan
4. Batuk tidak ada 3. Monitor pernapasandan status oksigenasi
5. Akumulasi sputum tidak ada yang sesuai
4. Instruksikan bagaimana agar bisaagar bisa
Tanda-tanda vital melakukanbatu efektif
1. Suhu tubuh tidak ada deviasi darikisaran
Terapi oksigen:
normal 1. Pertahankan jalan napas yang paten
2. Tingkat pernapasan tidak ada deviasi dari 2. Atur peralatanoksigenasi
kisaran normal 3. Monitor aliranoksigen
3. Irama pernapasan tidak ada deviasi dari 4. Pertahankan posisipasien
kisaran normal 5. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
6. Monitor adanya kecemasan pasien
4. Tekanan nadi tidak ada deviasi darikisaran
terhadap oksigenasi
normal

40
5. Tekanan sitilk dan diastol tidak Monitoring respirasi:
deviasi dari kisarannormal 1. Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan
kekuatanrespirasi.
2. Perhatikan gerakandan kesimetrisan,
menggunakan otot bantu, dan adanya
retraksi otot interkostal dan
supraklavikular
3. Auskultasi bunyinapas, catat adanyasuara
tambahan
4. Monitor pola napas
5. Monitor adanya dispnea dan hal yang
meningkatkan atau memperburuk

Monitoring tanda-tanda vital:


1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
pernapasan
2. Monitor kualitas dari nadi
3. Monitor frekuensidan irama pernapasan
4. Monitor polapernapasan abnormal
5. Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
6. Monitor sianosis perifer
7. Identifikasi penyebab dari perubahan
tanda-tanda vital.

41
2 Ketidakefektifan pola Status pernapasan: ventilasi status Terapi oksigen:
napas 1. Frekuensi napas tidak ada deviasi dari 1. Pertahankan jalan napas yang paten
kisaran normal 2. Atur peralatanoksigenasi
2. Irama pernapasan tidak ada 3. Monitor aliranoksigen
Deviasi darikisaran normal 4. Pertahankan posisipasien
3. Kadalaman inspirasi tidak ada deviasi 5. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
dari kisaran normal 6. Monitor adanya kecemasan pasien
4. Suara napasatambahan tidakada terhadap oksigenasi
5. Penggunaan otot bantu napas tidak ada
Monitoring respirasi:
Keparahan respirasi asidosisakut 1. Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan
Kriteria hasil: kekuatanrespirasi
1. Penurunan pHplasma darah tidak ada 2. Perhatikan gerakandan kesimetrisan,
2. Peningkatan ion serumhidrogen tidakada menggunakan otot bantu, dan adanya
3. Peningkatan tekanan parsialserum retraksi otot
karbondioksida arteritidak ada interkostal dan supraklavikular
4. Penurunan tekanan serumkarbon dioksia Auskultasi bunyi napas, catat adanya
arteri parsialtidak ada suara tambahan
5. Hipoksia tidakada 3. Monitor pola napas
6. Peningkatan frekuensi pernapasan tidak 4. Monitor adanya dispnea dan hal yang
adapenuruana level kesadarantidak ada meningkatkan atau memperburuk

Keparahan respirasi alkalosis akut Monitoring tanda-tanda vital:


Kriteria hasil: 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
1. Peningkatan pH plasmadarah tidak ada pernapasan
2. Penurunan ion serum hidrogentidak ada 2. Monitor kualitas dari nadi
3. Penurunan serum bikarbonat tidakada 3. Monitor frekuensidan irama pernapasan
4. Penururnan tekan parsial karbon dioksida 4. Monitor pola pernapasan abnormal

42
dalam arteri (PaCO3)tidak ada 5. Monitor suhu, warna, dan
5. Penurunan tekanan parsial oksigen dalam kelembaban kulit
darah arteri (PaO2) tidak ada 6. Monitor sianosisperifer
7. Identifikasi penyebab dari perubahan
tanda-tanda vital

3 Gangguan pertukaran Status pernapasan: pertukaran gas Terapi oksigen:


gas Kriteria hasil : 1. Pertahankan jalan napas yang paten
1. Saturasi oksigen tidakada deviasi dari 2. Atur peralatanoksigenasi
kisaran normal 3. Monitor aliranoksigen
2. Tekanan parsial oksigen di darah arteri 4. Pertahankan posisipasien
(PaO2) tidakada deviasi dari kisaran normal 5. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
3. Tekanan parsial karbondioksida didarah 6. Monitor adanya kecemasan pasien
arteri (PaCO2) tidakada deviasi darikisaran terhadap oksigenasi
normal
4. Keseimbangan ventilasi dan perfusi
Monitoring respirasi:
tidak ada deviasi darikisaran normal pH
1. Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan
arteri tidak ada deviasi dari kisaran normal
kekuatanrespirasi
5. pH arteri tidak ada deviasi dari kisaran
2. Perhatikan gerakandan kesimetrisan,
normal
menggunakan otot bantu, dan adanya
6. Dispnea saatistirahat tidakada
retraksi otot interkostal
7. Dispnea saataktivitas tidakada
dansupraklavikular
8. Sianosis tidakada
3. Auskultasi bunyinapas, catat adanya
suara tambahan
6. Monitor pola napas
Perfusi jaringan:pulmonari
7. Monitor adanya dispnea dan hal yang
Kriteria hasil :
meningkatkan atau memperburuk
6. Pindaian perfusi ventilasi tidak ada deviasi
6. Monitor perubahanPaO2 dan SaO2

43
dari kisaran normal
7. Sesak napastidak ada
8. Suara napas abnormal pada pelura tidak
ada
9. Nyeri dadatidak ada
10. Irama pernapasan tidak ada deviasi dari
kisaran normal

44
BAB IV

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
keseimbangan asam basa adalah suatu keadaan dimana konsentrasi
ion hidrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hidrogen yang
dikeluarkan oleh sel. Pada proses kehidupan keseimbangan asam pada
tingkat molecular umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa
lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion H- yang sangat
rendah.
Terdapat 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu
asidosis atau alkaliosis. Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah
terlalu banyak mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa)
dan sering menyebabkan menurunya pH darah. Alkalosis adalah suatu
keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung basa ( atau terlalu
sedikit mengandung asam). Dan kadang menyebabkan meningkatnya pH
darah. Asidosis dan alkaliosis dikelompokkan menjadi metabolik atau
respiratorik, tergantung kepada penyebab utamanya. Asidosis metabolik
dan alkalosis metabolik disebabkan oleh ketidak seimbangan dalam
pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh ginjal. Asidosis
respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit
paru-paru atau kelainan pernafasan.

3.2. Saran
Demikian makalah yang dapat penyusun paparkan mengenai
Askep Dengan gangguan keseimbangan asam basa. Semoga laporan ini
berguna bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa/I menjadi refrensi
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
keseimbangan asam dan basa.

45
DAFTAR PUSTAKA

Home, M.M & Swearingen, P.L. (2000). Keseimbangan cairan, elektrolit, &
asam basa. (ed.2). Jakarta : Peneerbit Buku Kedokteran ECG.
Mangku G, Senapathi TGA. Buku ajar ilmu anastesia dan reanimasi. Jakarta : PT.
Indeks 2010.
Abramowitz M. Acid-Base Balance and Physical Function. Clinical Journal of the
American Society of Nephrology. 2014;9 (12):2030-2032.
Seifter JL. Integration of acid-base and electrolyte disorders. N Engl J Med.
2014;371(19):1821-1831.
Hamm L, Nakhoul N, Hering-Smith K. Acid-Base Homeotasis. Clinical journal of
the American Society of Nephrology. 2015;10 (!2);22322-2242.

46

Anda mungkin juga menyukai