DEKOMPRESI
Disusun Oleh:
Mentari Elisabeth Tinambunan 1710711002
Shafiyyah Al Atsariyah 1710711004
Mujahidatul Hasanah 1710711005
Arkianti Putri 1710711019
Ganis Eka Madani 1710711024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang membahas tentang “Dekompresi”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
Kelompok 4
iii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Decompression Sickness atau dalam Bahasa Indonesia disebut penyakit
dekompresi, ini merupakan suatu kecelakaan yang timbul akibat penurunan
tekanan lingkungan yang mendadak. Hal ini biasanya terjadi pada penyelam
yang naik ke permukaan secara cepat tanpa mempertimbangkan tekanan
disetiap meter ketika menuju ke permukaan. Penyakit ini memiliki gold period
yaitu 24 jam setelah kejadian.
RUBT (Ruang Udara Bertekanan Tinggi) atau juga disebut ruang
hyperbaric merupakan terapi di mana penderita harus ada di suatu ruangan
bertekanan tinggi dan bernafas dengan oksigen murni (100%) pada tekanan
udara lebih besar dari pada udara atmosfer normal. Terapi hyperbaric
merupakan salah satu terapi yang diberikan pada pasien penderita
decompression sickness, untuk mengurangi kandungan nitrogen dalam tubuh.
Tidak banyak juga pembahasan ataupun jurnal yang membahas mengenai
penyakit dekompresi. Terjadinya penyakit dekompresi (DCS) sangat jarang
terjadi dan jumlah penyelam aktif di seluruh dunia tidak diketahui. Menurut
South Pacific Underwater Medicine Society (SPUMS) dan European
Underwater and Baromedical Society dalam obat menyelam dan hiperbarik
yang baru dikeluarkan, tingkat perkiraan penyakit dekompresi sekitar 2,8 kasus
dari 10.000 kali penyelaman. Mereka melihat bahwa kejadian di penyelam gua
lebih rendah dari jumlah kasus yang diharapkan. Praktik dan pelatihan yang
tepat harus dipertimbangkan untuk pencegahan DCS. (Pulley. 2012 dalam
Christina L. Javier. Decompression of Sickness)
B. Rumusan Masalah
Dengan mengetahui latar belakang dari penulisan makalah ini, maka
kelompok mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa itu Pengertian Dekompresi?
2) Apa saja Klasifikasi Gejala Dekompresi?
3) Apa saja Faktor yang Berhubungan dengan Dekompresi?
2
C. Tujuan Penulisan
- Tujuan Umum
Pembaca dapat memahami penyakit Decompression of Sickness.
- Tujuan Khusus
a) Pembaca mengetahui pengertian Decompression of Sickness.
b) Pembaca mengetahui Klasifikasi Gejala Decompression of Sickness.
c) Pembaca mengetahui Faktor yang Berhubungan dengan Decompression
of Sickness.
d) Pembaca mengetahui Tanda dan Gejala dari Decompression of
Sickness.
e) Pembaca mengetahui Penatalaksanaan dari Decompression of Sickness.
f) Pembaca mengetahui Usaha Preventif dari Decompression of Sickness.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dekompresi
Penyakit dekompresi adalah penyakit yang terjadi akibat kesalahan prosedur
dekompresi. Kesalahan prosedur dekompresi akan menyebabkan terjadinya
gelembung udara. Jumlah gelembung gas dan lokasinya akan menentukan tipe-tipe
penyakit dekompresi. Penyakit dekompresi merupakan keadaan darurat yang harus
segera diterapi menggunakan hiperbarik oksigen dengan golden period selama 6-
24 jam. Kecepatan pemberian terapi sangat berperan dalam menentukan hasil terapi
(Perdokla, 2009).
Penyakit dekompresi (DCS) diakibatkan oleh gas yang keluar dari fase larut
dalam cairan tubuh dan jaringan saat penyelam naik terlalu cepat. Hal ini terjadi
karena penurunan tekanan, yang menurunkan kelarutan gas dalam cairan. Selain
itu, perluasan gas di paru-paru dapat menyebabkan pecahnya alveoli, yang dikenal
sebagai “Pulmonary Overinflation Syndrome” yang mungkin pada akhirnya
menghasilkan arterial gas embolism (AGE). DCS, AGE dan kesemuanya
diistilakan “penyakit dekompresi” (Campbell, 1997)
1) SSP
a) Otak
Penglihatan kabur
Lumpuh/lemah separuh badan
Tidak bisa bicara
Bingung, kejang, koma
b) Serebellum
Sempoyongan
Gemetar/tremor
Sulit berbicara
c) Medulla spinalis
Nyeri rujukan
Lumpuh / lemah kedua tungkai atau ke 4 anggota
gerak
Rasa kram, anastesi
Gangguan BAK dan BAB
d) Vestibuler
Pusing, muntah
Tinnitus
Gangguan pendengaran
2) Paru dan jantung
a) Sesak napas
b) Batuk
c) Nyeri dada
d) Payah jantung
3) Usus
a) Mual, muntah (darah)
b) Diare (darah)
c) Kejang usus
4) Kulit
a) Gatal-gatal
b) Bercak
8
dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang
diperlukan dalam proses metabolisme tubuh. Tanda dan gejala penyakit
dekompresi pada sistem kardiovaskuler yaitu :
1) Nyeri dada
2) Infark Miokardium
3) Henti jantung
4) Gangguan pembekuan darah
d. Sistem respirasi adalah peristiwa menghirup udara yang mengandung
(oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Tanda dan
gejala penyakit dekompresi pada sistem respirasi yaitu :
1) Dispneu
2) Nyeri dada
3) Batuk
e. Sistem intergumen terdiri dari kulit dengan kelenjar-kelenjarnya, rambut,
kuku, dan reseptor-reseptor khusus yang terdapat pada kulit. Tanda dan
gejala penyakit dekompresi pada sistem intergumen yaitu :
1) Pruritus
2) Rash (kulit seperti campak)
3) Bercak-bercak biru (blueish’ marbling) pada kulit
f. Sistem gastrointestinal merupakan saluran percernaan yang terdiri dari
mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus
besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga terletak diluar saluran
pencernaan yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Tanda dan gejala
penyakit dekompresi pada sistem gastrointestinal yaitu :
1) Anoreksia
2) Nausea dan vomitus
3) Hematomesis
4) Kejang abdominal
5) Diare berdarah
a. Kedalaman penyelaman
Makin dalam menyelam, makin tinggi tekanan, makin banyak pula gas N2
yang larut dalam jaringan tubuh. Sewaktu peselam naik, tekanan akan
berkurang dan terjadi pengeluaran gas N2. Bila peselam naik perlahan,
pengeluaran gas N2 akan melalui paru. Bila peselam naik terlalu cepat,
disamping pengeluaran gas N2 melalui paru, gas N2 juga keluar di dalam
jaringan atau cairan darah dalam bentuk gelembung, maka terjadilah
dekompresi. Ketika menyelam pada kedalaman yang lebih semakin besar
tekanan parsial gas, yang mengarah pada peningkatan pembentukan
gelem- bung/ekstraksi ke dalam jaringan. Jika tetap di kedalaman, maka
gelembung gas yang dikeluarkan juga akan berlebih. Meningkatnya
11
b. Lama penyelaman
c. Lemak tubuh
d. Aktivitas
e. Jenis kelamin
f. Usia
Secara umum, orang dengan usia tua memiliki risiko tinggi terkena
penyakit dekompresi. Batas umur yang ideal untuk melakukan kegiatan
penyelaman adalah 16-35 tahun, kurang dari 16 tahun dan lebih dari 35
tahun memiliki risiko penyelaman lebih tinggi. Umur saat menyelam
sangatlah berpengaruh pada kesehatan seorang peselam karena umur
merupa- kan gambaran kesehatan fisik yang dimiliki manusia. Umur yang
masih muda belum siap organ dan fungsi tubuhnya untuk menerima beban
kerja yang berat sehingga sangat berisiko jika melaku- kan pekerjaan yang
belum sesuai dengan porsinya. Makin tua umur seseorang maka proses
perkem- bangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur
tertentu, bertambahnya proses perkem- bangan mental ini tidak secepat
ketika berumur belasan tahun.
g. Frekuensi menyelam
riwayat penyakit kurangnya kebugaran fisik dan ISPA dan lainnya adalah
sakit kepala. Riwayat pe- nyakit merupakan faktor risiko terjadinya DCS.
Responden yang mempunyai riwayat penyakit berisiko berpeluang
mengalami DCS sebesar 15,9 kali dibandingkan responden yang tidak
mempu- nyai riwayat penyakit. Kejadian tak terduga saat menyelam,
cadangan fungsional berkurang, dan yang sudah ada penyakit medis
meningkatkan risiko kecelakaan menyelam.
2) Sistem Skelet
3) Sistem Kardiovaskuler
15
4) Sistem Pernapasan
5) Sistem Intergumen
16
6) Sistem Pencernaan
b) Sistem Skelet
Berdasarkan hasil penelitian tanda dan gejala penyakit dekompresi
berdasarkan keluhan pada sistem skelet dari 26 responden yang mengalami
nyeri sendi sebanyak 19 responden (73,08%) sedangkan yang tidak mengalami
nyeri sendi 7 responden (26,92%).
Berbagai penyakit dan kecelakaan dapat terjadi pada nelayan dan penyelam
tradisional, hasil penelitian Depkes RI tahun 2006 di Pulau Bungin, Nusa
Tenggara Barat ditemukan 57,5% nelayan penyelam menderita nyeri
persendian, 11,3% menderita gangguan pendengaran ringan sampai ketulian. Di
Kepulauan Seribu ditemukan 41,37% nelayan penyelam menderita barotrauma
atau pendarahan akibat tubuh mendapat tekanan yang berubah secara tiba-tiba
pada beberapa organ atau jaringan serta 6,91% penyelam menderita kelainan
dekompresi yang disebabkan tidak tercukupinya gas nitrogen akibat penurunan
tekanan yang mendadak, sehingga menimbulkan gejala sakit pada persendian,
susunan syaraf, saluran pencernaan, jantung, paru-paru dan kulit. (Sukbar, La
Dupai, Sabril Munandar. 2016)
c) Sistem Kardiovaskuler
Berdasarkan hasil penelitian tanda dan gejala penyakit dekompresi
berdasarkan keluhan pada sistem kardiovaskuler dari 26 responden yang
mengalami keluhan nyeri dada sebanyak 22 responden (84,62%), yang tidak
mengalami 4 responden (15,38%), sedangkan pada keluhan infark miokard,
henti jantung dan pembekuan darah tidak ada yang mengalami.
kompresor bisa digunakan 3-5 orang penyelam dimana pada selang kompresor
dibuatkan cabang sehingga membentuk sambungan-sambungan. Hal tersebut
juga didukung oleh waktu penyelaman, kedalaman penyelaman di Desa Bokori
rata-rata di atas 20meter dan waktu naik ke permukaan yang cepat atau secara
tiba-tiba. Dimana lama waktu penyelaman akan menyebabkan lamanya
penyelam terpapar tekanan yang tinggi dan nitrogen yang berdampak pada
penyakit dekompresi serta kedalaman penyelaman.
d) Sistem Pernapasan
Berdasarkan hasil penelitian tanda dan gejala penyakit dekompresi
berdasarkan keluhan pada sistem pernapasan dari 26 responden yang
mengalami sesak napas 12 responden (46,15%) dan yang tidak mengalami 14
responden (53,85%), yang mengalami batuk sebanyak 5 responden (19,23%)
dan 21 responden yang tidak mengalami (80,77%).
e) Sistem Intergumen
Berdasarkan hasil penelitian tanda dan gejala penyakit dekompresi
berdasarkan keluhan pada sistem intergumen dari 26 responden yang
mengalami pruritus atau gatal gatal sebanyak 24 respnden (92,31%) sedangkan
yang tidak mengalami 2 responden (7,69%). Yang mengalami rash atau kulit
seperti campak 8 responden (30,77%) sedangkan yang tidak mengalami
sebanyak 18 responden (69,23%). Dan yang mengalami bercak biru pada kulit
2 responden (7,69%) sedangkan yang tidak mengalami sebanyak 24 responden
(92,31%).
digunakan untuk memompa ban sebagai penyuplai udara ke penyelam. Satu alat
kompresor bisa digunakan 3-5 orang penyelam dimana pada selang kompresor
dibuatkan cabang sehingga membentuk sambungan-sambungan. Hal tersebut
juga didukung oleh waktu penyelaman, kedalaman penyelaman di Desa Bokori
rata-rata di atas 20 meter dan waktu naik ke permukaan yang cepat atau secara
tiba-tiba. Dimana lama waktu penyelaman akan menyebabkan lamanya
penyelam terpapar tekanan yang tinggi dan nitrogen yang berdampak pada
penyakit dekompresi serta kedalaman.
f) Sistem Pencernaan
Berdasarkan hasil penelitian tanda dan gejala penyakit dekompresi
berdasarkan keluhan pada sistem pencenaan dari 26 responden yang mengalami
mual sebanyak 25 responden (96,15%), 1 responden tidak mengalami (3,85%).
Yang mengalami penurunan nafsu makan sebanyak 24 responden (84,62%) 4
responden tidak mengalami (15,38%). Yang mengalami muntah sebanyak 23
responden (88,46%), 3 responden tidak mengalami (11,54%). Yang mengalami
kejang perut 12 responden (46,15%), yang tidak mengalami sebanyak 14
responden (53,85%). Yang mengalami diare berdarah 2 responden (7,69%)
sedangkan yang tidak mengalami sebanyak 24 responden (92,31%).
E. Penatalaksanaan Dekompresi
1. Selamatkan pasien dari air dan lakukan imobilisasi bila dicurigai ada
trauma
2. Berikan oksigen 100% ,intubasi bila perlu ,dan berikan larutan Ringer
Laktat secara intravena
3. Aspilet sebagai anti platelet dapat diberikan jika tidak mengalami
perdarahan,tetapi belum ada bukti tentang hal ini. Gelembung nitrogen
berinteraksi dengan platelet, dan menyebabkan adhesi dan aktivasi
,yang diduga berkontribusi pada obstruksi vena-vena mikro yang
menyebabkan iskemia pada penyakit dekompresi.
4. Juga tidak ada data yang mendukung pemberian terapi adjunctive,
seperti rekompresi dengan helium/oksigen dan OAINS.
5. Lakukan resusitasi kardiopulmonar jika perlu,atau needle torakosentesis
jika terdapat pneumotoraks tension.
6. Jangan memposisikan pasien pada posisi Trendelenburg. Menempatkan
pasien pada posisi kepala di bawah dulu dilakukan untuk mencgah
terjadinya embolisasi udara ke otak. Tetapi sekarang prosedur ini tidak
23
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit atau kelainan yang
disebabkan oleh pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas
dari fase terlarut dalam darah atau jaringan-jaringan akibat penurunan
tekanan disekitarnya. Manifestasi yang paling umum mencakup parestesia,
hypesthesia, nyeri sendi. Tanda dan gejala yang lebih serius meliputi
kelemahan motorik, ataksia, dispnea, disfungsi sfingter uretra dan dubur,
syok dan kematian. Penggunaan oksigen dengan tekanan untuk
mempercepat difusi gas dan resolusi gelembung, alasan untuk pengobatan
dengan oksigen hiperbarik (HBO2) mencakup pengurangan langsung
volume gelembung.
B. Saran
Kepada penyelam agar lebih memperhatikan hal-hal yang dapat
membahayakan diri, dan berlatih kepada penyelam profesional dan
berpengalaman.
Kepada instansi mengadakan seminar dan pelatihan dari persiapan
menyelam hingga teori-teori yang digunakan dalam menyelam dan
pertolongan pertama pada decompression sickness.
Kepada masyarakat awam agar segera dibawa ke Rumah sakit atau
pelayanan kesehatan terdekat apabila terjadi decompression sickness
pada rekannya agar mendapat pertolongan pertama.
25
DAFTAR PUSTAKA
Jalil, Abd Rasyid dkk. 2019. Pengantar Selam Ilmiah. Yogyakarta: DEEPUBLISH
La Nura, Farid. 2017. Karya Tulis Ilmiah: Identifikasi Tanda Dan Gejala
Penyakit Dekompresi Pada Penyelam Tradisional Di Desa Bokori
Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. Kemenkes RI, Poltekkes
Kendari.
Kwandou, Louis Dr. Sp. S (K). T. Nn. Penyakit Dekompresi. Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin: Makassar
Jusmawati, A. Arsunan Arsin, dan Furqaan Naiem. 2016. Faktor Risiko Kejadian
Decompression Sickness pada Masyarakat Nelayan Peselam Tradisional
Pulau Saponda. 12(2), 63-69.
from:
https://books.google.co.id/books?id=bzJzBhfvWIEC&pg=PA442&dq=co
mplication+of+decompression+of+sickness&hl=id&sa=X&ved=0ahUKE
wiWifexwIrUAhUERI8KHdudBn4Q6AEIJjAA#v=onepage&q=%20deco
mpression%20of%20sickness&f=false )