Anda di halaman 1dari 21

KESEHATAN MATRA DI PELAYARAN

(Makalah disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Matra I)

Dosen Pengampu: Ns. Ronny Basirun Simatupang, M. Si (Han)

Disusun oleh:

Muhammad Panji Asmoro 1710711015


Yahya Syukria 1710711060
Aldin Aditya Fareza 1710711075
Triyono 1710711086
Muhamad Alfian 1710711103

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN’ JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah yang berjudul Kesehatan Matra di Pelayaran ini ditulis untuk


memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kesehatan Matra.

Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun makalah


menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang
dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi penyusunn kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu,dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Jakarta, 23 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1

A. Latar Belakang....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................. 1

C. Tujuan Penulisan.................................................................................... 1

BAB II Pembahasan...................................................................................... 2

A. Pengertian dan Tujuan……………………............................................2


B. Unsur-unsur yang Berhubungan dengan Keselamatan Pelayaran…….
C. Peran Tenaga Medis Dalam Kesehatan Pelayaran ……………………
D. Lembaga Kesehatan Pelayaran………………………………………...
E. Kasus yang Terjadi di Pelayaran….……………………………………
F. Jenis Kecelakaan………………………………………………………
G. Peralatan Keselamatan kerja…………………………………………..
H. Pencegahan Kecelakaan………………………..…………………….
I. Indikator Keselamatan Pelayaran……………………..………………
J. BST
K. Koordinasi di Pelayaran.........................................................................

BAB III
PENUTUP..............................................................................................................10

A. Kesimpulan.....................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1215/


Menkes/SK/XI/2001 tentang pedoman kesehatan matra pasal 1 menyebutkan
bahwa Kesehatan Matra adalah bentuk khusus upaya kesehatan diselenggarakan
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam lingkungan matra yang
serba berubah. Matra adalah berpindahnya/perubahan dari satu tempat ke tempat
lain yang tidak sama tempatnya dan berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan
manusia dalam lingkungan tersebut.
Kesehatan Matra dimaksudkan sebagai upaya terorganisasi untuk
penanganaan saat terjadi kecelakaan serta meningkatkan kemampuan fisik dan
mental guna mengatasi masalah kesehatan akibat lingkungan yang berubah
bermakna. Meliputi aspek lingkungan saat dilaut, darat dan udara. Upaya
Kesehatan meliputi Promosi, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi
sebagaimana upaya kesehatan pada umumnya.
Upaya kesehatan berguna untuk meningkatkan kemampuan fisik dan
mental terhadap lingkungan yang berubah baik di lingkungan darat, laut dan
udara. Ruang lingkup kesehatan matra adalah kesehatan lapangan, kesehatan
kelautan dan bawah air, kesehatan kedirgantaraan.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang di uraikan, banyak permasalahan
yang di dapatkan. Permasalahan tersebut antara lain :
1. Apa kaitan Kesehatan Matra di Pelayaran?
2. Apa saja peran tenaga medis dalam Kesehatan Pelayaran?
3. Bagaimana pencegahan kecelakaan?
4. Apa saja indikator Keselamatan Pelayaran
5. Kepada siapa tenaga medis berkoordinasi?

C. Tujuan Masalah

Penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :


 Untuk mengetahui kaitan Kesehatan Matra di Pelayaran
 Untuk mengetahui peran tenaga medis dalam Kesehatan Pelayaran
 Untuk mengetahui pencegahan kecelakaan
 Untuk mengetahui indikator Keselamatan Pelayaran
 Untuk mengetahui kepada siapa kita berkoordinasi

D. Manfaat
 Agar dapat mengetahui apa kaitan kesehatan matra di pelayaran, kasus
apa saja yang sering terjadi, dan bagaimana tenaga medis
menanganinya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tujuan

Kesehatan Matra dimaksudkan sebagai upaya terorganisasi untuk


penanganaan saat terjadi kecelakaan serta meningkatkan kemampuan fisik dan
mental guna mengatasi masalah kesehatan akibat lingkungan yang berubah
bermakna. Meliputi aspek lingkungan saat dilaut, darat dan udara. Upaya
Kesehatan meliputi Promosi, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi
sebagaimana upaya kesehatan pada umumnya. Peraturan Safety Of Life At
Sea (SOLAS) adalah peraturan yang mengatur keselamatan maritim paling
utama dengan tujuan untuk meningkatkan jaminan keselamatan hidup di laut
yang dimulai sejak 1914, mengingat, saat itu, di mana-mana banyak terjadi
kecelakaan kapal yang menelan banyak korban jiwa. Pada tahap permulaan,
dimulai dengan fokus pada peraturan kelengkapan navigasi, kekedapan
dinding penyekat kapal serta peralatan berkomunikasi, kemudian berkembang
pada konstruksi dan peralatan lainnya. Modernisasi peraturan SOLAS sejak
1960, adalah menggantikan Konvensi 1918 dengan SOLAS 1960. Sejak saat
itu, peraturan mengenai desain untuk meningkatkan faktor keselamatan kapal
mulai dimasukan seperti: Desain konstruksi kapal, Permesinan dan instalasi
listrik, Pencegah kebakaran, Alat-alat keselamatan, Alat komunikasi dan
keselamatan navigasi. Adapun, usaha penyempurnaan peraturan tersebut
dengan cara mengeluarkan peraturan tambahan (amandement) hasil konvensi
IMO, yang dilakukan secara berturut-turut pada 1966, 1967, 1971 dan 1973.
Namun, usaha untuk memberlakukan peraturan- peraturan tersebut secara
internasional kurang berjalan sesuai dengan yang diharapkan, terutama karena
hambatan prosedural, yaitu: diperlukannya persetujuan 2/3 dari jumlah negara
anggota untuk meratifikasi peratruran dimaksud, ternyata sulit dicapai pada
waktu yang diharapkan. Selanjutnya, pada rentang 1974, dibuakonvensi baru
SOLAS 1974, yakni pada setiap amandemen diberlakukan sesuai target waktu
yang sudah ditentukan, kecuali ada penolakan dari 1/3 jumlah negara anggota
atau 50 % dari pemilik tonnage yang ada di dunia. Hal tersebut selaras dengan
kecelakaan tanker yang terjadi secara beruntun pada 1976 dan 1977, sehingga,
atas prakarsa Presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter, diadakan konperensi
khusus yang menganjurkan aturan tambahan terhadap SOLAS 1974 agar
perlindungan terhadap keselamatan maritim dapat menjadi lebih efektif.
Selanjutnya, pada 1978, dikeluarkan konvensi baru khusus untuk tanker yang
dikenal dengan nama “Tanker Safety and Pollution Prevention (TSPP 1978)”
merupakan penyempurnaan dari SOLAS 1974, dengan lebih menekankan
pada perencanaan atau desain serta penambahan peralatan untuk tujuan
keselamatan operasi dan pencegahan pencemaran perairan. Kemudian diikuti
dengan tambahan peraturan pada 1981 dan 1983 yang diberlakukan
September 1984 dan Juli1986.
Adapun, peraturan baru Global Maritime Distress and Safety Sistem
(GMDSS) 1990 adalah merupakan perubahan mendasar yan dilakukan IMO
pada sistem komunikasi maritim dengan memanfaatkan kemajuan teknologi di
bidang komunikasi, seperti satelit dan akan diberlakukan secara bertahap dari
1995 s.d 1999. Sementara, konsep dasar Badan SAR di darat dan kapal-kapal
yang mendapatkan berita kecelakaan kapal (vessel in distress) akan segera
disiagakan agar dapat membantu melakukan koordinasi pelaksanaan operasi
SAR.(Lasse & Darunanto, 2016).
Kondisi lingkungan yang berubah dialami saat seseorang atau sekelompok
orang/pekerja berada dalam pelayaran atau lepas pantai (off shore) selama
berhari-hari tidak ketemu daratan. Bagi para penumpang kapal, ini akan
berisiko antara lain gangguan kesehatan karena perubahan iklim, kecelakaan
kapal, keracunan, stress maupun tertular penyakit dari penumpang lainnya.
Bagi para pekerja lepas pantai, gangguan kesehatan meskipun fasilitas sehari-
hari cukup memadai, namun kontak dengan orang banyak, iklim dan angin di
laut dapat menyebabkan penyakit infeksi maupun gangguan stress fisik dan
mental.
Oleh karena itu kesehatan matra saat pelayaran sangat dibutuhkan untuk
meminimalisir dampak dari bencana yang terjadi sehingga situasi terkendali.
Tujuan kesehatan matra pada pelayaran adalah Adanya pelayanan kesehatan
bagi penumpang pelabuhan dan kapal sesuai standar dan Mencegah kesakitan,
kecacatan, dan kematian di pelabuhan, di kapal saat berlayar dan lepas pantai
yang ditujukan untuk penumpang dan awak kapal

B. Unsur-unsur yang Berhubungan dengan Keselamatan Pelayaran

Unsur-unsur yang berhubungan dengan keselamatan pelayaran sesuai


dengan Undang undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran adalah
sebagai berikut:

a. Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di


perairan, kepelabuhan serta keamanan dan keselamatannya.
b. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang
digerakkan dengan tenaga mekanik tenaga angin atau ditunda, termasuk
dengan kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah-pindah.
c. Perairan adalah perairan yang meliputi laut wilayah, perairan kepulauan,
perairan pedalaman sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 4 Prp. 1960 tentang Perairan Indonesia Undang-undang Nomor 17
Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the law of
the sea (Konvensi Perserikatan Bangsabangsa tentang hukum laut), serta
perairan daratan.
d. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat
kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan atau bongkar muat
barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan
antar moda transportasi.
e. Alur pelayaran adalah bagian dari perairan yang alami maupun buatan
yang dari segi kedalaman, lebar dan hambatan pelayaran lainnya dianggap
aman untuk dilayari.
f. Sarana bantu navigasi pelayaran adalah sarana yang dibangun atau
terbentuk secara alami yang berada di luar kapal yang berfungsi membantu
navigator dalam menentukan posisi atau haluan kapal serta
memberitahukan bahaya atau rintangan pelayaran untuk kepentingan
keselamatan berlayar.
g. Telekomunikasi pelayaran adalah setiap pemancaran pengiriman atau
penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk
apapun melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik
lainnya dalam dinas bergerak pelayaran yang merupakan bagian dari
keselamatan pelayaran.
h. Pekerjaan bawah air adalah pekerjaan yang berhubungan dengan instalasi,
konstruksi atau kapal yang dilakukan di bawah air yang bersifat khusus
(JViana I R br Barus*, Paramita Prananingtyas, 2017; N, 2015).

C. Peran Tenaga Medis Dalam Kesehatan Pelayaran

1. Potential operations and casualties

Persiapan dan pendidikan yang lebih luas tentang pembangunan


termasuk diskusi tentang kemungkinan operasi kontingensi yang dapat
digunakan , potensi korban, kemampuan medis yang selama perjalanan
diperlukan dengan mengasumsikan korban lebih dari 2 orang.

2. Boarding operations

Setiap operasi naik yang ditentang membutuhkan dukungan dari


Tim medis . Transportasi utama untuk korban adalah dengan kapal, karena
dukungan helikopter mungkin akan diperlukan untuk perlindungan
kekuatan dan tidak akan menjadi bagian dari medis utama rencana
pengambilan. Operasi ini dapat diperpanjang, dan ketentuan harus dibuat
untuk korban dengan berbagai presentasi termasuk cedera ledakan, balistik
dan non-balistik luka tembus, tenggelam, cedera kepala, terbakar, jatuh
dari tinggi, dan penyakit panas. Karena itu, rencana medis untuk jenis
operasi ini melibatkan tim yang mampu mengambil pasien .

3. In support of amphibious landing operations

Pola cedera yang diantisipasi sama dengan pola untuk Operasi.


Evakuasi dengan kapal atau udara akan membutuhkan tim yang mampu
DCR (Damage Control Rescue) jika tingkat perawatan ini diperlukan ,
Situasi taktis akan mempengaruhi praktik klinis sebagai perawatan pasien
yang optimal harus seimbang terhadap risiko untuk semua personel yang
terlibat dalam pengambilan pasien yang sakit kritis atau cedera. Dalam
beberapa operasi mungkin dianggap lebih tepat untuk inisial ini oleh
BATLS (Battlefield Advanced Trauma Life Support) yang terlatih.
Prioritas di sini akan menjadi cepat melalui kapal cepat, atau winching ke
selanjutnya helikopter yang tersedia . Pengobatan akan terbatas dan
kontrol perdarahan eksternal melalui tourniquet dan panggul pengikat
sesuai kebutuhan, manuver jalan nafas sederhana, imobilisasi fraktur,
analgesia sederhana (via fentanyl lozenge), dan pemanasan pasien.

4. In support of humanitarian aid (force protection)

Baru-baru ini, tim R2A dikerahkan di Operation PATWIN sebagai


bagian
bantuan kemanusiaan Inggris ke Filipina setelah Topan
Haiyan. Dilengkapi oleh seorang dokter konsultan, memberikan
perlindungan pasukan untuk layanan personil. Rencana medis dianggap
penyakit panas, tropis dan penyakit menular, kecelakaan kendaraan
bermotor, cedera sebagai akibat jatuh dari gedung, dan medis rutin lainnya
dan kedaruratan bedah umum untuk pasukan yang memulai karena
ketidakmungkinan mentransfer ke rumah sakit setempat.

5. In support of humanitarian aid and Safety of Life at Sea (SOLAS)


Krisis kemanusiaan saat ini di Laut Mediterania telah
menyebabkan penugasan multi-nasional . Tim medis berpotensi akan
diminta untuk merawat korban yang menderita mulai dari tenggelam,
penyakit panas, dehidrasi, kelaparan dan hipotermia. Korban anak dan
wanita hamil bisa jadi di antara mereka yang membutuhkan perawatan
medis. Kemungkinan bahwa dalam suatu kecelakaan darurat akan diambil
dari air, dimuat ke kapal dan kemudian dipindahkan ke kapal.

6. Secondary transfer

Kemampuan penahanan medis yang terbatas, penting untuk


melakukan
pertimbangkan bagaimana korban akan dipindahkan ke tempat berikutnya.
perawatan melalui darat, laut atau udara. Pilihan alternatif adalah untuk
ekstraksi perawatan kritis taktis (TCCE) dari kapal ke pantai, Tim
Dukungan Udara Perawatan Kritis RAF (CCAST) untcuk pemindahan
langsung . Personel yang paling tepat
untuk TCCE akan menjadi konsultan dengan perawatan kritis atau
terakreditasi
pelatihan pengambilan dan perawat perawatan kritis.

D. Lembaga Kesehatan Pelayaran

1. Balai Kesehatan Kerja Pelayaran (BKKP)

Melaksanakan Pengujian  Penilaian , dan Pemeliharaan Kesehatan


bagi Tenaga Fungsional Pelayaran (TFP) dan Penilaian dan Penilikan
terhadap Lingkungan Kerja Pelayaran.

2. United States Navy Nurse Corps

Perawat Angkatan Laut menyediakan perawatan dan perawatan


untuk personel Angkatan Laut yang terluka, cedera dan sakit serta
keluarga mereka. Mereka melakukan tugas-tugas seperti mengganti
perban, memberikan obat-obatan, memantau tanda-tanda vital pasien dan
membuat bagan untuk mencatat informasi pasien. Terkadang, perawat
Angkatan Laut bergabung dengan profesional kesehatan lainnya untuk
memberikan bantuan darurat di negara-negara berkembang. Ketika bekerja
di lapangan, mereka dapat melakukan triase, yang berarti menilai pasien
untuk menentukan bagaimana dan kapan mereka harus dirawat. Perawat
Angkatan Laut bekerja sama dengan ahli bedah, dokter dan perawat
lainnya. Beberapa perawat Angkatan Laut juga menulis resep atau melatih
anggota rumah sakit Angkatan Laut.

E. Kasus yang Terjadi di Pelayaran


1. Keselamatan Pelayaran
Keselamatan Pelayaran didefinisikan sebagai suatu keadaan
terpenuhinya persyaratan Keselamatan dan keamanan yang menyangkut
angkutan di perairan dan Kepelabuhan.Indonesia sebagai Negara
kepulauan yang terbesar dengan 17 (tujuh belas) ribuan pulau hanya bisa
terhubungkan dengan baik dengan system transportasi multi moda.
Angkutan laut merupakan salah satu moda transportasi tersebut, selain
memiliki peran sebagai sarana pengangkutan yang secara Nasional dapat
menjangkau seluruh wilayah melalui perairan sehingga dapat menunjang,
mendorong, dan menggerakkan pertumbuhan daerah yang memiliki
potensi sumber daya alam yang besar dalam upaya meningkatkan dan
memeratakan pembangunan dan hasilnya.
Berdasarkan data dari Tahun 2011 - 2014 banyak terjadi musibah
atau kecelakaan kapal laut berbendera Indonesia. Hal ini terjadi karena
dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia yang secara
otomatis berdampak pada peningkatan kebutuhan ekonomi masyarakat,
termasuk pula semakin banyak kegiatan angkutan melalui darat, udara dan
laut(Thamrin, 2015)
2. Faktor Penyebab
Semua pengguna sarana transportasi laut di Indonesia khususnya
dan di dunia pada umumnya, senantiasa sangat mengutamakan persoalan
keselamatan dan keamanan.Terjadinya kecelakaan kapal seperti
tenggelam, terbakar, dll adalah permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan keselamatan dan keamanan transportasi laut. Ada
beberapa factor penyebab kecelakaan pelayaran:
1. Factor manusia, dimana factor ini menyumbang angka kecelakaan
paling banyak
 Kecerobohan di dalam menjalankan kapal,
 kekurang mampuan awak kapal dalam menguasai berbagai
permasalahan yang mungkin timbul dalam operasional kapal
 Secara sadar memuat kapal secara berlebihan
2. Faktor teknis
Faktor teknis biasanya terkait dengan kekurang cermatan di dalam
desain kapal, penelantaran perawatan kapal sehingga mengakibatkan
kerusakan kapal atau bagian-bagian kapal yang menyebabkan kapal
mengalami kecelakaan, terbakarnya kapal seperti yang dialami Kapal
Tampomas diperairan Masalembo, Kapal Livina.
3. Faktor alam
Faktor cuaca buruk merupakan permasalahan yang seringkali
dianggap sebagai penyebab utama dalam kecelakaan laut.
Permasalahan yang biasanya dialami adalah badai, gelombang yang
tinggi yang dipengaruhi oleh musim/badai, arus yang besar, kabut
yang mengakibatkan jarak pandang yang terbatas.

F. Jenis Kecelakaan
a. Bocor
b. Hanyut
c. Kandas
d. Kerusakan Konstruksi
e. Kerusakan Mesin
f. Meledak
g. Menabrak Dermaga
h. Menabrak Tiang Jembatan
i. Miring
j. Orang Jatuh ke Laut
k. Tenggelam
l. Terbakar
m. Terbalik
n. Tubrukan

G. Peralatan Keselamatan Kerja Utama Di Kapal


Keselamatan Kerja merupakan prioritas utama bagi seorang pelaut
profesional saat bekerja di atas Kapal. Semua perusahaan pelayaran
memastikan bahwa kru mereka mengikuti prosedur keamanan pribadi dan
aturan untuk semua operasi yang dibawa di atas kapal.
Untuk mencapai keamanan maksimal di kapal, langkah dasar
adalah memastikan bahwa semua crew Kapal memakai peralatan
pelindung pribadi mereka dibuat untuk berbagai jenis pekerjaan yang
dilakukan pada kapal. Berikut ini adalah peralatan dasar peralatan
pelindung diri yang harus ada di sebuah kapal untuk menjamin
keselamatan para pekerja:
1. Pakaian pelindung
Pakaian pelindung adalah COVERALL yang melindungi tubuh
anggota awak dari bahan berbahaya seperti minyak panas, air, percikan
pengelasan dll Hal ini dikenal sebagai, “dangri “or “boiler suit”.
2. Helmet
Bagian yang paling penting dari tubuh manusia adalah kepala.
Perlu perlindungan terbaik yang disediakan oleh helm plastik keras di
atas kapal. Sebuah tali dagu juga disediakan dengan helm yang
menjaga helm di tempat ketika ada perjalanan atau jatuh.
3. Safety Shoes
Maksimum dari ruang internal kapal digunakan oleh kargo dan
mesin, yang terbuat dari logam keras dan yang membuatnya canggung
untuk awak untuk berjalan di sekitar. Safety Shoes memastikan bahwa
tidak ada luka yang terjadi di kaki para pekerja atau crew di atas Kapal
4. Sarung tangan (Hand safety)
Berbagai jenis sarung tangan yang disediakan Di Kapal. sarung
tangan ini digunakan dalam operasi dimana hal ini menjadi keharusan
untuk melindungi tangan orang-orang. Beberapa sarung tangan yang
diberikan sarung tangan tahan panas untuk bekerja pada permukaan
yang panas, kapas sarung tangan untuk operasi normal, sarung tangan
las, sarung tangan bahan kimia dll
5. Goggles
Mata adalah bagian paling sensitif dari tubuh manusia dan dalam
operasi sehari-hari pada kemungkinan kapal sangat tinggi untuk
memiliki cedera mata. kaca pelindung atau kacamata yang digunakan
untuk perlindungan mata, sedangkan kacamata las digunakan untuk
operasi pengelasan yang melindungi mata dari percikan intensitas
tinggi.
6. Plug
Di Ruang Mesin kapal menghasilkan suara 110-120 db ini
merupakan frekuensi suara yang sangat tinggi untuk telinga manusia.
Bahkan beberapa menit paparan dapat menyebabkan sakit kepala,
iritasi dan gangguan pendengaran kadang-kadang sebagian atau penuh.
Sebuah penutup telinga atau steker telinga digunakan pada kapal yang
mengimbangi suara yang dapat di dengar oleh manusia dengan aman,
7. Safety harness
Operasi kapal rutin mencakup perbaikan dan pengecatan
permukaan yang tinggi yang memerlukan anggota kru untuk
menjangkau daerah-daerah yang tidak mudah diakses. Untuk
menghindari jatuh dari daerah tinggi seperti itu, maka menggunakan
Safety harness. Safety harness adalah di kenakan oleh operator di satu
ujung dan diikat pada titik kuat di ujung lainnya.
8. Face mask
Baik yang Bekerja di permukaan insulasi, pengecetan atau
membersihkan karbon yang melibatkan partikel berbahaya dan minor
yang berbahaya bagi tubuh manusia jika dihirup langsung. Untuk
menghindari hal ini, masker wajah diberikan hal ini di gunakan
sebagai perisai muka dari partikel berbahaya.
9. Chemical suit
Penggunaan bahan kimia di atas kapal sangat sering dan beberapa
bahan kimia yang sangat berbahaya bila berkontak langsung dengan
kulit manusia. Chemical suit dipakai untuk menghindari situasi seperti
itu.
10. Welding perisai
Welding adalah kegiatan yang sangat umum di atas kapal untuk
perbaikan struktural. Juru las yang dilengkapi dengan perisai las atau
topeng yang melindungi mata dari kontak langsung dengan sinar
ultraviolet dari percikan las, hal Ini Harus Di perhatikan dan sebaiknya
pemakaian Welding shield sangat di haruskan untuk keselamatan
Pekerja.

H. Pencegahan Kecelakaaan
Untuk dapat mencegah terjadinya kecelakaan, maka kita harus
mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.
1. Sebab-Sebab Kecelakaan
Dari hasil penelitian ternyata 80-85 % kecelakaan disebabkan oleh
faktor kesalahan dan kelalaian manusia yang lebih dominan.
Kecelakaan umumnya diakibatkan karena berhubungan dengan
sumber tenaga misalnya tenaga gerak mesin dan peralatan, kimia,
panas, listrik dan lain-lain di atas ambang dari tubuh atau struktur
bangunan. Kerugian-kerugian tersebut tidak sedikit menelan biaya
dan untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya usaha pencegahan
melalui usaha keselamatan kerja yang baik.
2. Penyebab Terjadinya Kecelakaan
Adapun penyebab yang dapat menimbulkan terjadinya
kecelakaan adalah faktor manusia. Kecelakaan yang disebabkan
oleh faktor manusia karena manusianya mempunyai sifat-sifat
antara lain :
a. Tidak tahu, dimana yang bersangkutan tidak mengetahui
bagaimana melakukan pekerjaan dengan aman , dan tidak tahu
bahaya-bahaya yang ditimbulkannya sehingga terjadi kecelakaan.
b. Tidak mau yang bersangkutan, walupun telah mengetahui dengan
jelas cara kerja/peraturan dan bahaya-bahaya yang ditimbulkan-
nya serta mampu atau dapat melakukannya, tetapi kemauannya
tidak ada yang berakibat terjadinya kesalahan sehingga terjadi
kecelakaan.
c. Tidak mampu / tidak bisa, yang bersangkutan telah mengetahui
cara yang aman dan bahaya -bahaya yang mungkin ditimbul-
kannya, namun belum mampu atau kurang terampil sehingga
melakukan suatu kesalahan yang fatal.

3. Pentingnya Pengetahuan Dasar Keselamatan Kerja Bagi Setiap Awak


Kapal
Setiap orang yang bekerja di atas kapal diwajibkan mempunyai
pengetahuan akan keselamatan dan kesehatan kerja yang cukup.
Bilamana terjadi suatu hal atau kejadian yang tidak diduga di kapal,
maka setiap awak kapal dapat dapat melakukan tindakan yang benar
sesuai prosedur keselamatan. Sesuai dengan peraturan Kementrian
Perhubungan setiap orang yang bekerja di kapal harus memiliki
sertifikasi tentang pengetahuan dasar keselamatan yang
dinamakan Basic Safety Training (BST).

I. Indikator Keselamatan Pelayaran


Beberapa fasilitas keselamatan yang terdapat diatas kapal meliputi:
1. Life Boy digunakan sebagai pelampung untuk penumpang apabila
tetjadi kecelakaan tersedia sebanyak 13 buah
2. Life Jacket merupakan jaket pelampung yang dikenakan oleh setiap
penumpang apabila dalam kondisi darurat kapal mengalami
kecelekaan. Alat tersebut disediakan pada tiap -tiap ruang
penumpang dengan jumlah sesuai dengan jumlah penumpang, untuk
penggunaan alat terse but terlebih dahulu dilakukan peragaan cara
penggunaan
3. Fire Plant merupakan peta denah evakuasi keadaan darurat alat
tersebut terdapat pada di dinding dan diletakan pada suatu tempat
yang mudah terjangkau .
4. Life raft - berfungsi seperti sekoci yang digunakan dengan
melempar kelaut dan akan mengembang, didalamnya terdapat
oxygen
5. Rakit- dengan kapasitas untuk 12 orang sebagai alat angkut
penumpang diatas air yang digunakan dalam kondisi darurat apabila
terjadi kecelakaan kapal, alat tersebut, tersedia sebanyak 14 buah
6. Sekoci - merupakan perahu kecil yang dilengkapi dengan mesin
motor, tersedia satu unit
7. Top Deck (Muster station) merupakan tempat berkumpul/ evakuasi
penumpang pada keadaan darurat, tempat ini terdapat dilantai atas
kapal dan merupakan ruang terbuka.
8. Alat pemadam kebakaran, berikut perlengkapannya
9. Disamping beberapa fasilitas keselamatan yang telah disebutkan
diatas, untuk mengamankan kendaraan diatas kapal , dipasang suatu
alat yang bemama Tali Lasing. yang berguna unuk mengikat
kendaraan terutama kendaraaan besar seperti truk agar tidak
bergerak bila terjadi guncangan.
10. Diatas kapal disediakan pula tabung alat pemadam kebakaran bila
diatas kapal terjadi kebakaran kecil, alat ini berjumlah 11 buah dan
diletakan di beberapa tempat yang mudah terjangkau.

J. BST (Basic Safety Training)


1. Pelatihan Keselamatan Dasar ( BST)

Basic Safety Training atau BST merupakan sebuah pelatihan dasar


untuk keselamatan dan cara untuk mencegah suatu musibah. Basic Safety
Training atau BTS merupakan sertifikat wajib yang harus dimiliki seorang
pelaut. Apapun departemen di kapal yang akan Anda lamar, Anda wajib
memiliki sertifikasi dasar ini untuk melancarkan proses perekrutan dan
termasuk syarat utama untuk mendapatkan buku pelaut.
Tujuan Pembuatan Basic Safety Training Pembuatan Basic Safety
Training bertujuan untuk memberikan wawasan pada semua pelaut terkait
keselamatan. Diharapkan, sertifikasi ini membuat pelaut semakin sadar
untuk menjaga dan mencegah terjadinya kecelakaan, memiliki rasa peduli
akan pentingnya keselamatan di lingkungan kerja, serta meminimalisir
resiko kerugian bagi perusahaan kapal.
Fungsi dan manfaat yang didapat dari pelatihan BST antara lain:
a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya
keselamatan,
b. Meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya tindak pencegahan
kecelakaan,
c. Menambah kepedulian akan pentingnya  penerapan dan nilai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada lingkungan kerjanya,
d. Meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya pencegahan
kecelakaan di lingkungan kerjanya

Konvensi Internasional tentang Standar Pelatihan, Sertifikasi dan


Watchkeeping untuk Seafarers (STCW), mensyaratkan bahwa pelaut
diberikan "pelatihan sosialisasi" dan "pelatihan keselamatan dasar" yang
meliputi pertempuran dasar api,  pertolongan pertama, teknik bertahan
hidup pribadi, dan keamanan pribadi dan tanggung jawab sosial. Pelatihan
ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa pelaut sadar akan bahaya dari
bekerja pada kapal dan dapat merespons dengan cepat dalam keadaan
darurat.
Menurut STCW, The STCW 95 mengharuskan Anda Bersekolah 5
hari dari instruksi. Tentu saja ini harus diperbaharui setiap 5 tahun, atau
dalam kondisi tertentu, Anda harus menunjukkan bahwa Anda memiliki
setidaknya 1 tahun pelayanan di kapal dari 200 grt atau lebih dalam 5
tahun terakhir.  Komponen umumnya mencakup Pencegahan kebakaran
dan Penanggulangan kebakaran (pemadam kebakaran Dasar) saja dari 2
hari, Teknik Personal Kelangsungan Hidup (PST) saja dari 1,5 hari,
Keselamatan Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial (PSSR) saja dari
setengah hari, dan, First Aid / CPR (Basic Pertolongan pertama) saja dari
1 hari.
Dasar Keselamatan Pelatihan atau BST merupakan titik awal bagi
orang-orang yang mencari pekerjaan di industri maritim. Dasar Lepas
Pantai Keselamatan Induksi dan Pelatihan Darurat atau BOSIET
dirancang untuk personil kelautan berniat untuk bekerja pada instalasi
lepas pantai di sektor maritim Inggris dan merupakan bagian dari proses
umum Lepas Pantai Keselamatan Induksi.
Dalam pelatihannya, Anda akan diberikan sejumlah materi sebagai
syarat untuk mendapatkan sertifikat Basic Safety Training seperti
pengetahuan dasar untuk menghadapi kebakaran, program pengenalan dan
latihan dasar keselamatan, trik melakukan pertolongan pertama tingkat
dasar, teknik dasar dalam mempertahankan hidup serta keselamatan
pribadi dan tanggung jawab sosial. Sama seperti dokumen lainnya,
sertifikat Basic Safety Training juga memiliki masa berlaku hingga 5
tahun. Jika masa berlaku habis, tak perlu membuatnya dari awal karena
bisa melakukan perpanjangan melalui tempat dilaksanakannya diklat.
Memiliki peran sangat penting, tentunya setiap pelaut wajib memiliki
sertifikat Basic Safety Training. Termasuk untuk perusahaan kapal,
pastikan bahwa seluruh karyawan sudah memiliki sertifikat ini dengan
masa berlaku yang sesuai.

K. Koordinasi di Pelayaran

Dalam pelayaran, semua koordinasi dipegang oleh Syahbandar.


Syahbandar (Harbour Master) memiliki kewenangan untuk mengkoordinasi
pengawasan dan penegakan hukum di bidang keselamatan dan keamanan
pelayaran. Syahbandar berkewajiban memberi pembinaan dan petunjuk-
petunjuk secara terperinci kepada nahkoda, perwira keamanan perusahaan,
dan perwira keamanan fasilitas pelabuhan agar mereka dapat bertindak sesuai
dengan tingkatan keamanan yang telah ditetapkan.

Masalah keselamatan dan keamanan dalam pelayaran adalah


merupakan tanggung jawab besar untuk syahbandar.Menurut Undang-
Undang Nomor 17 tahun 2008, untuk melakukan kegiatan pelayaran setiap
angkutan laut (kapal) memerlukan Surat Persetujuan Berlayar/Berlabuh
(SPB) yang di keluarkan oleh syahbandar agar dapat berlayar ataupun
berlabuh.Agar dapat memperoleh SPB, maka kapal yang akan berlayar
harus memenuhI beberapa persyaratan, seperti syarat kelaiklautan kapal.
Setiap Surat Persetujuan Berlayar dapat di berikan oleh seorang
syahbandar kepada pengguna atau pemilik kapal apabila kapal tersebut telah
memenuhi beberapa syarat penting.

1. Peran dan Fungsi Syahbadar


Berdasarkan Undang No.17 tahun 2008 pasal 207 ayat 1, maka
Syahbandar memiliki tugas sebagai berikut :
1. Mengawasi kelaiklautan kapal,keselamatan,keamanan,dan ketertiban
di pelabuhan.
2. Mengawasi tertib lalu lintas kapal di perairan pelabuhan dan alur-
alur pelayaran.
3. Mengawasi kegiatan alih muat di perairan pelabuhan.
4. Mengawasi pemanduan mengawasi kegiatan penundaan kapal.
5. Mengawasi kegiatan pekerjaan bawah air dan salvage.
6. Mengawasi bongkar muat barang berbahaya serta limbah bahan
berbahaya dan beracun.
7. Mengawasi pengisian bahan bakar dan mengawasi kegiatan
penundaan kapal.
8. Mengawasi ketertiban embarkasi dan debarkasi penumpang.
9. Mengawasi pengerukan dan reklamasi dan mengawasi kegiatan
pembangunan fasilitas pelabuhan.
10. Melaksanakan bantuan pencarian dan penyelamatan.
11. Memimpin penanggulangan pencemaran dan pemadam kebakaran di
pelabuhan,dan
12. Mengawasi pelaksanaan perlindungan lingkungan maritime

Dalam melakukan tugas yang dipercayakan sebagai pemimpin


tertinggi dipelabuhan maka Syahbandar memiliki fungsi, yaitu:
1. Melaksanakan koordinasi kegiatan Pemerintahan di Pelabuhan yang
terkait dengan pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum di
bidang keselamatan dan keamanan pelayaran.
2. Melaksanakan pengawasan dan pemenuhan kelaiklautan
kapal,sertifikasi keselamatan kapal,pencegahan pencemaran dari
kapal dan penetapan status hukum kapal.
3. Melaksanakan penyediaan,pengaturan,dan pengawasan lahan daratan
dan perairan pelabuhan,pemeliharaan penahanan gelombang,kolam
pelabuhan,alur pelayaran dan jaringan jalan serta Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran.
4. Syahbandar membantu tugas pencarian dan penyelamatan
dipelabuhan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan Matra dimaksudkan sebagai upaya terorganisasi untuk


penanganaan saat terjadi kecelakaan serta meningkatkan kemampuan fisik dan
mental guna mengatasi masalah kesehatan akibat lingkungan yang berubah
bermakna. Meliputi aspek lingkungan saat dilaut, darat dan udara. Upaya
Kesehatan meliputi Promosi, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi
sebagaimana upaya kesehatan pada umumnya. Peraturan Safety Of Life
At Sea (SOLAS) adalah peraturan yang mengatur keselamatan maritim
paling utama dengan tujuan untuk meningkatkan jaminan keselamatan hidup
di laut yang dimulai sejak 1914, mengingat, saat itu, di mana-mana banyak
terjadi kecelakaan kapal yang menelan banyak korban jiwa. Tujuan kesehatan
matra pada pelayaran adalah Adanya pelayanan kesehatan bagi penumpang
pelabuhan dan kapal sesuai standar dan Mencegah kesakitan, kecacatan, dan
kematian di pelabuhan, di kapal saat berlayar dan lepas pantai yang ditujukan
untuk penumpang dan awak kapal. Peran Tenaga Medis Dalam Kesehatan
Pelayaran adalah Potential operations and casualties, Boarding operations, In
support of amphibious landing operations, In support of humanitarian aid
(force protection), In support of humanitarian aid and Safety of Life at Sea
(SOLAS), Secondary transfer
Ada beberapa factor penyebab kecelakaan pelayaran:
1. Factor manusia, dimana factor ini menyumbang angka kecelakaan paling
banyak
a. Kecerobohan di dalam menjalankan kapal,
b. kekurang mampuan awak kapal dalam menguasai berbagai
permasalahan yang mungkin timbul dalam operasional kapal
c. Secara sadar memuat kapal secara berlebihan
2. Faktor teknis
Faktor teknis biasanya terkait dengan kekurang cermatan di dalam
desain kapal, penelantaran perawatan kapal sehingga mengakibatkan
kerusakan kapal atau bagian-bagian kapal yang menyebabkan kapal
mengalami kecelakaan, terbakarnya kapal seperti yang dialami Kapal
Tampomas diperairan Masalembo, Kapal Livina.
3. Faktor alam
Faktor cuaca buruk merupakan permasalahan yang seringkali
dianggap sebagai penyebab utama dalam kecelakaan laut. Permasalahan
yang biasanya dialami adalah badai, gelombang yang tinggi yang
dipengaruhi oleh musim/badai, arus yang besar, kabut yang
mengakibatkan jarak pandang yang terbatas.
Beberapa fasilitas keselamatan yang terdapat diatas kapal meliputi:
1. Life Boy digunakan sebagai pelampung untuk penumpang apabila tetjadi
kecelakaan tersedia sebanyak 13 buah
2. Life Jacket merupakan jaket pelampung yang dikenakan oleh setiap
penumpang apabila dalam kondisi darurat kapal mengalami kecelekaan.
Alat tersebut disediakan pada tiap -tiap ruang penumpang dengan
jumlah sesuai dengan jumlah penumpang, untuk penggunaan alat terse
but terlebih dahulu dilakukan peragaan cara penggunaan
3. Fire Plant merupakan peta denah evakuasi keadaan darurat alat tersebut
terdapat pada di dinding dan diletakan pada suatu tempat yang mudah
terjangkau .
4. Life raft - berfungsi seperti sekoci yang digunakan dengan melempar
kelaut dan akan mengembang, didalamnya terdapat oxygen
5. Rakit- dengan kapasitas untuk 12 orang sebagai alat angkut penumpang
diatas air yang digunakan dalam kondisi darurat apabila terjadi
kecelakaan kapal, alat tersebut, tersedia sebanyak 14 buah
6. Sekoci - merupakan perahu kecil yang dilengkapi dengan mesin motor,
tersedia satu unit
7. Top Deck (Muster station) merupakan tempat berkumpul/ evakuasi
penumpang pada keadaan darurat, tempat ini terdapat dilantai atas kapal
dan merupakan ruang terbuka.
8. Alat pemadam kebakaran, berikut perlengkapannya
9. Disamping beberapa fasilitas keselamatan yang telah disebutkan diatas,
untuk mengamankan kendaraan diatas kapal , dipasang suatu alat yang
bemama Tali Lasing. yang berguna unuk mengikat kendaraan terutama
kendaraaan besar seperti truk agar tidak bergerak bila terjadi guncangan.
DAFTAR PUSTAKA

Hendrawan, A. (2019). Analisa Indikator Keselamatan Pelayaran Pada


Kapal Niaga. Jurnal Saintara
Poolpol, P,. Sithisarankul, P., Rattananupong, T. (2019) Lung function
change in hyperbaric chamber inside attendants.
Mercer, S. J., Khan, M. A., Hillman, C. M., Robin, J., Matthews, J, J.,
(2019). The Maritime Medical Emergency Response Team: what do
we really need?
Cakir, E (2019) Fatal and serious injuries on board merchant cargo ship.
Burnby, J. Bierman, A. (2015) The Incidence of Scurvy at Sea and Its
Treatment.
Supit, H (2009) Pedoman Khusus Keselamatan dan Keamanan Pelayaran.
Badan Koordinasi Keamanan Laut
Andanasari, R (2017) Peran Balai Kesehatan Kerja Pelayaran Dalam
Menunjang Keselamatan Pelayaran Melalui Sertifikasi Kesehatan
Tenaga Kerja Pelayaran (Pelaut). Universitas Gadjah Mada
Setiawan, S (2014) Sertifikasi dan Monitoring Kesehatan Pelaut dalam
Menciptakan Keselamatan Pelayaran (Studi pada Balai Kesehatan Kerja
Pelayaran (BKKP) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Provinsi
DKI Jakarta). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - KEMENTERIAN
KESEHATAN. Kesehatan Matra. No 1203 (2013)

Anda mungkin juga menyukai