Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

ATELEKTASIS

Penyusun:
Krisna Yoga Erlangga
20710103

Pembimbing:
dr. F. H. Manalu, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK SMF RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SURABAYA
RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK
2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Atelektasis
Jenis : Referat
Penyusun : Krisna Yoga Erlangga

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

dr. F. H. Manalu, Sp.Rad

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia, bimbingan dan penyertaanNYA saya dapat menyelesaikan tugas
referat yang berjudul “Atelektasis” dengan baik dan sebagai salah satu syarat
untuk mengikuti ujian di bidang ilmu radiologi dalam menyelesaikan Pendidikan
dokter muda di Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya.
Referat ini dibuat untuk tugas dan bermanfaat bagi teman sejawat yang
ingin belajar tentang “Atelektasis” dan untuk membantu saya dalam memperlajari
lebih dalam tentang “Atelektasis”.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, maka dari
itu saya menerima dengan hati yang terbuka semua kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak agar referat ini menjadi lebih baik. Akhir kata saya
berharap referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Gresik, 21 Februari 2022

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….
…...2
KATA PENGANTAR……………………………………………………….…...3
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...4
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..….……5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………..……………..6
2.1 Anatomi Paru. …………………………………………………………….
….6
2.2 Patofisiologi……………………………………………………………………
8
2.3 Gejala Klinis……………………...…………………………………..………10
2.4 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………
10
2.5 Diagnosa Banding ………………….
………………………………………...13
2.6 Tatalaksana…………………………………………………………………...16
2.7 Prognosis……………………………………………………………………..17
BAB III PENUTUP…………………………………………...…………………
18
DAFTAR PUSTAKA………………………………………..………………….19

4
BAB I
PENDAHULUAN

Atelektasis merupakan suatu kondisi dimana Sebagian atau seluruh paru


tidak dapat mengembang secara sempurna, Atau alveolus dari paru menjadi
kolaps yang menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran carbon dioksida dan
oksigen. Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan luas
permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan
berkurang.9
Prevalensi tertinggi atelektasis terjadi di dasar paru dan tidak di
pengaruhi terhadapt kedua jenis kelamin. Ada rasio 30% untuk pengaruh usia
untuk individu di <36 tahun, dan 45% untuk >36 tahun. Atelektasis juga sering
terjadi pada anak <10 tahun hal tersebut dikarenakan saluran napasnya lebih
sempit sehingga lebih mudah terjadinya sumbatan oleh sekret dan inflamasi
saluran nafas, atau mngkin keduanya bisa terjadi.6
Penyebab atelektasis bervariasi salah satu penyebab yang paling sering
terjadi yaitu karena adanya penyumbatan di bronkus, penyumbatan bisa terjadi
karena adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang masuk kedalam
bronkus. Keluhan utama yang sering timbul pada pasien dengan atelektasis yaitu
dyspnea berat, sianosis, nyeri dada dan takikardi. Untuk mendiagnosis adanya
atelektasis dapat menggunakan pemeriksaan X-ray atau CT untuk menyingkirkan
penyebab lain dari atelektasis selain sumbatan seperti adanya tumor.1
Akibat dari Tindakan pembedahan juga dapat menyebabkan terjadinya
atelektasis dan lebih menonjol pada setelah operasi jantung dengan bypass kardio-
paru dibandingkan dengan jenis operasi lainnya termasuk torakotomi. Pasien
trauma yang menjalani operasi juga memiliki risiko terjadi atelektasis dan 11 -
37% kejadian atelektasis paru telah dilaporkan pada pasien trauma yang menjalani
operasi toraks, dan menjalani prosedur abdomen. Atelektasis yang tidak ditangani
akan menyebabkan komplikasi pernapasan serius yang dapat mengancam jiwa
seperti Acute Lung Injury dan Acute Respiratory Distress Syndrome.6

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru

11

Gambar 2.1 Anatomi Paru-paru normal

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri
akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya
semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu
bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai
diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran
udara sampai pada tingkat ini disebut dengan penghantar udara karena
barefungsi untuk menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi.11
Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari
paru- paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan
sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer
memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai
dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari

6
alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-
pori Kohn yang memungkinkan komunikasi antara sakkus.11
Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh
kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu
tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi
dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan
sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi
resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi.11
Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh
kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin,
kecepatan regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus.
Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang
berjung pada pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru menjadi
dasar patogenesis emphysema, dan penyakit lainnya.Bronkus merupakan
percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra dan bronchus sinistra.11
Bronkus Dextra mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan
letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh
desakan dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga
benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-
kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thoracalis
VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya. Ateria pulmonalis pada
mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya.
Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder). Masing-masing menuju ke lobus
superior, lobus medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke
lobus superior letaknya disebelah cranial a.pulmonalis . Cabang bronkus yang
menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal
a.pulmonalis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan
bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.11
Bronkus Sinistra mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya
lebih panjang daripada bronkus dextra.Berada disebelah caudal arcus aortae,
menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta
thoracalis. Pada mulanya berada disebelah superior arteri pulmonalis, lalu di

7
sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum
bronkus bercabang menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak
bronkus hyparterialis .Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus terdapat
lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di
sebelah caudal) terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior.11

2.2 Patofisiologi
Penyebab terjadinya atelektasis biasanya disebabkan akibat komplikasi dari
penyakit tertentu. Secara garis besar terjadinya atelektasis dapat dibagi
berdasarkan patomekanismenya yaitu Atelektasis obstruktif dan atelektasis
nonobstruktif, selain itu dapat pula dibagi berdasarkan waktu kejadiannya
yaitu atelektasis akut dan atelektasis kronik, yang pembagian berdasarkan
kecepatan dari onset terjadinya atelektasis. Atelektasis akut dan massive tidak
jarang terjadi pada kasus pasca bedah toraks maupun bedah rongga abdomen
bagian atas. Pemberian obat jenis narkotik dan sedative dalam dosis tinggi
juga dapat menimbulkan atelektasis akut massive. Contoh atelektasis kronik
adalah sindrom lobus tengah yang disebabkan oleh terhimpitnya bronkus
oleh nodus limfa yang membesar atau tumor sehingga perlangsungannya
perlahan-lahan memperberat terjadinya atelektasis seiring dengan
membesarnya jaringan limfe atau tumor tersebut.
Patofisiologi atelektasis berkaitan dengan penurunan compliance paru
dimana menyebabkan terganggunya oksigenasi dan peningkatan resistensi
vascular paru. penyebab atelektasis bisa terjadi karena adanya adanya
obstruksi maupun nonobstruksi pada jaringan paru.9
a. Atelektasis Obstruktif (resorbsi)
Merupakan atelektasis yang terjadi akibat adanya obstruksi pada saluran
napas sehingga udara tidak dapat masuk ke parenkim distal, akibatnya oksigen
yang terjerat akan diabsorbsi di dalam alveoli. Jaringan paru yang terkena
atelektasis akan kolaps, tetapi aliran darah melalui jaringan ini tidak
terganggu. Kemudian semenjak volume paru mengecil, maka mediastinum
akan tertarik ke arah jaringan paru yang mengalami atelektasis. Atelektasis
resorpsi disebabkan oleh adanya sekresi yang berlebihan misalnya gumpalan

8
lender, atau eksudat yang terdapat dalam bronkioli dan sering ditemukan pada
penyakit asma bronkial, bronchitis kronik, broniektasis, dan keadaan-keadaan
post oeperasi, aspirasi benda-benda asing, dan neoplasma yang terdapat di
saluran bronkial sehingga menekan dan menyebabkan obstruksi.9
Pada anak anak sangat rentan terhadap atelektasisi akibat adanya benda
asing yang disedot karena mereka mempunyai kebiasaan meletakkan dan
menggigit benda di mulut sambal bermail atau berlari dan pada saat tertentu
anak kurang di awasi oleh orng tua. pada saat aspirasi terjadi benda asing
masuk rima glottis yang sedang terbuka sehingga masuk ke trakea dan
bronkus yang meneybabkan terjadinya penyumbatan. pada orang dewasa
cenderung tersangkut pada bronkus utama karena lebih segaris lurus dengan
trakea dan posisi karina lebih besar.9,4
b. Atelektasis Nonobstruktif
Atelektasis nonobstruktif di klasifikasikan menjadi atelektasis kompresi,
adesif, dan atelektasis replacement.Atelektasis kompresi merupakan
atelektasis yang terjadi akibat adanya penekanan terhadap substansi paru.
Dapat terjadi akibat sebagian atau seluruh rongga pleura terisi oleh eksudat,
cairan, darah, tumor, udara. bentuk atelektasis kompresi biasanya di jumpai
pada penyakit jantung dengan efusi pleura dan pada penderita yang
mengalami efusi pleura akibat adanya penyakit neoplasma (tumor). Peritonitis
dan abses subdiafragma dapat menyebabkan diafragma terdorong keatas dan
mencetuskan terjadinya atelektasis di basal paru.9
Atelektasis adesif merupakan atelektasis yang sering terjadi akibat dari
kekurangan atau terjadi disfungsi pada surfaktan seperti pada pasien ARDS
pada neonates prematur. Dimana surfaktan berfungsi untuk menurunkan
tegangan permukaan alveolar dan mencegah kolapsnya alveolar, oleh karena
itu setiap perubahan pada produksi dan fungsi surfaktan sering bermanifestasi
sebagai peningkatan tegangan permukaan alveolar yang menyebabkan
ketidakstabilan dan menjadi kolaps.9
c. Atelektasis replacement
Merupakan bentuk salah satu bentuk Atelektasis yang paling parah dan
terjadi pada semua alveoli di seluruh lobus paru yang digantikan dengan

9
tumor. hal ini biasa terjadi pada karsinoma bronchioalveolar dan
menyebabkan terjadinya kolaps paru total.9
d. Postoperative atelektasis
Merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien yang melakukan
anastesi ataupun bedah yang dapat mengakibatkan atelektasis karena disfungsi
dari diafragma dan berkurangnya aktivitas surfaktan. Atelektasis ini biasanya
pada bagian basal (bawah) paru ataupun segmen tertentu9
2.3 Gejala Klinis
Gejala dan tanda atelektasis berdasarkan kecepatan dengan tempat bagian
bronkus yang mengalami oklusi, luas area yang terdampak, dan ada atau
tidaknya komplikasi infeksi. Oklusi bronkus yang cepat dengan area kolaps
paru yang luas menyebabkan rasa sakit pada bagian yang terdampak, dapat
terjadi onset segera dispnea, sianosis. Hipotensi, takikardi, demam dan syok
juga dapat terjadi.8
Pasien dengan atelektasis sering muncul dengan dispneu, takipneu, batuk,
dan nyeri dada pleural saat inspirasi. Hipoksemia dapat disebabkan karena
atelektasis karena penurunan perfusi ventilasi ekuilibrium.
Atelektasis dapat terjadi pasca operasi mengikuti prosedur perut, toraks.
Kebanyakan gejala dan tanda-tanda yang ditemukan berdasarkan dengan
terjadi oklusi bronkial, ukuran daerah yang terkena paru-paru, dan ada
tidaknya komplikasi infeksi. Oklusi bronkial yang cepat dengan area besar
kolaps paru menyebabkan nyeri pada sisi yang terkena, tiba-tiba mengalami
dyspnea, dan sianosis. Hipotensi, takikardia, demam, dan syok juga dapat
terjadi. Perlahan-lahan berkembang atelektasis mungkin asimtomatik atau
mungkin hanya menyebabkan gejala ringan. Sindrom lobus tengah sering
asimptomatik.3

2.4 Pemeriksaan penunjang


Secara umum tanda-tanda atelektasis dapat dibagi menjadi 2 yaitu tanda
langsung dan tanda tidak langsung. tanda langsung di tandai dengan hilangnya
volume paru termasuk hilangnya corakan pulmo dan perpindahan posisi fisura
paru. Hilangnya fisura dari lobus merupakan tanda yang paling spesifik

10
menunjukkan adanya kehilangan volume pada paru. Tanda tidak langsung
meliputi pergeseran mediastinum kearah paru yang kolaps, penyempian ICS,
peningkatan diafragma iplilateral pada hemitoraks, dan adanya kompensasi
hiperpentilasi pada paru yang tidak mengalami atelektasis, Peningkatan
opasitas dari paru, pergeseran dari hilus paru.3,4
a. Foto Thorax
Gambaran atelektasis pada foto thorax

Gambar 2.2. Atelektasis pada lobus kanan atas. opasitas pada triangular
dengan apex yang terletak di hilus, dan adanya Elevasi diafragma.3

11
Gambar 2.3 Jika lobus atas kolaps akan menunjukkan “Golden S” sign.3
Dinamakan Golden S sign karena tanda ini menyerupai bentuk S, dan oleh karena
itu kadang-kadang disebut sebagai tanda S terbalik dari Emas.
Ini disebabkan oleh massa sentral yang menghalangi bronkus lobus atas dan harus
meningkatkan kecurigaan karsinoma bronkogenik primer. Hal ini juga dapat
disebabkan oleh massa sentral lainnya, seperti metastasis, tumor mediastinum
primer, atau pembesaran kelenjar getah bening.

12
Gambar 2.4 Atelektasis pada lobus medius kanan3

13
Gambar 2.5 Plate Like Atelektasis. 3
Plate like adalah temuan umum pada rontgen dada dan terdeteksi hampir setiap
hari. Digambarkan seperti bayangan linier dari peningkatan kepadatan di dasar
paru-paru. Biasanya horizontal, dengan ketebalan 1-3 mm dan panjangnya hanya
beberapa cm.

Gambar 2.6. Atelektasis Lobus superior kiri, dan tampak adanya


juxtaphrenic sign pada diafragma3,8

14
Gambar 2.7 Atelektasis lobus superior kiri3

Gambar 2.8 Atelektasis lobus inferior kiri, opasitas meningkat di permukaan


jantung, triangular retrocardiac density.3
b. CT-Scan

15
Gambar 2.9 Gambaran CT sacn dengan kontras pada atelektasis karena
obstruktsi.2
CT scan dengan kontras menunjukkan tumor (panah melengkung) menghalangi
bronkus lobus kiri atas dengan atelektasis lobus atas kiri lengkap yang terkait
(panah lurus). Perhatikan pergeseran anterior dan medial dari fisura mayor kiri
(panah lurus).

Gambar 2.10 Gambaran Rounded atelektasis yang berbentuk seperti ekor comet
dan selalu berbasis di Pleura. pemeriksaan CT-Scan bersifat diagnostik pada
rounded atelektasis.3

2.5 Diagnosis Banding


Terdapat beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan
Atelektasis, yaitu :

16
1. Efusi pleura
2. Tumor paru
3. Pneumonia
4. TB Lama.10

2.6 Tatalaksana
a. Terapi Konservatif
Secara Umum, Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas
hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi,
obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia.
Secara Khusus, Pendekatan terapeutik mencakup:
1. Tindakan pengobatan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan
upaya bernapas
2. Pencegahan dan pengobatan cepat terhadap infeksi
3. Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi
pulmonari
4. Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan
pernapasan
5. Dukungan psikologis
6. Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang berkesinambungan
7. Bronkodilator
b. Terapi Simptomatik
1. Bronkodilator
Bronkodilator berfungsi untuk mendilatasi jalan nafas karena sediaan
ini melawan edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu
mengurangi obstruksi jalan nafas serta memperbaiki pertukaran gas.
Medikasi ini mencakup antagonis β-adrenergik (metoproterenol,
isoproterenol) dan metilxantin (teofilin, aminofilin), yang
menghasilkan dilatasi bronkial. Bronkodilator mungkin diresepkan
per oral, subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi. Medikasi
inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan,
nebuliser.Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang

17
tidak diinginkan termasuk takikardia, disritmia jantung, dan
perangsangan sisten saraf pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan
gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah.8,10
2. Pengobatan terkait Infeksi
Pengobatan Infeksi Pasien dengan atelektasis rentan dengan infeksi
paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi
seperti sputum purulen, batuk meningkat dan demam. Organisme
yang paling sering adalah S. pneumonia, H. influenzae, dan
Branhamella catarrhalis. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin,
ampisilin, amoksisilin atau trimetoprim-sulfametoxazol (Bactrim)
mungkin diresepkan.10
3. Oksigenasi
Oksigenasi Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup
pada pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan
konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan tekanan oksigen
hingga antara 65 dan 80 mmHg.10
2.7 Prognosis
Faktor penting yang dapat mempengaruhi hasil pada pasien dengan
Atelektasis yaitu tergantung pada penyebab yang mendasari terjadinya atelektasis,
pada pasien atelektasis pasca operasi, kondisi umumnya membaik. namun pada
pasien dengan atelektasis lobar sekunder akibat dari obstruksi endobronkial akan
bergantung pada pengobatannya.9

18
BAB III
PENUTUP

Atelektasis merupakan suatu kondisi dimana Sebagian atau seluruh paru


tidak dapat mengembang secara sempurna, Atau alveolus dari paru menjadi
kolaps yang menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran karbon dioksida dan
oksigen. Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan luas
permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan berkurang.
Patofisiologi atelektasis berkaitan dengan penurunan compliance paru dimana
menyebabkan terganggunya oksigenasi dan peningkatan resistensi vascular paru.
penyebab atelektasis bisa terjadi karena adanya adanya obstruksi maupun
nonobstruksi pada jaringan paru. Atelektasis yang tidak ditangani akan
menyebabkan komplikasi pernapasan serius yang dapat mengancam jiwa seperti
Acute Lung Injury dan Acute Respiratory Distress Syndrome.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Baltieri, L., Peixoto-Souza, F. S., Rasera-junior, I., Montebelo, M.I. de L.,


Costa, D., & Pazzianotto-Forti, E. M. (2016). Analysis of the prevalence of
atelectasis in patients undergoing bariatric surgery. Brazilian Journal of
Anasteshesiology (English Edition), 666(6), 577-582.
2. Riley, J.Y., & Naidoo, P. (2018). Imaging assessment of rounded atelectasis:
A pictorial essay. Journal of Medical Imaging and Radiation Oncology, 62(2),
211-216.
3. Larson, et al. (2013). Imaging of Atelectasis. Contemporary Diagnostic
Radiology, 36(25), 8.
4. Soetikno, D. (2014). Radiologi Emergensi. Rafika Aditama . 83-92.
5. Al-Tubaikh JA. Atelectasis (Lung Collapse). In : Internal Medicine (An
Illustrated Radiological Guide). 2010. p. 119-22.
6. Hongrattana, G., reungjui, P., Tumsatan, P., & Ubolsakka-Jones, C. (2019).
Incidence and risk Factors of Pulmonary atelectasis in medhanically ventilated
trauma patients in ICU. International Journal Of Evidence-Based Healthcare,
17(1), 44-52.
7. J T, Betty. Atelectasis. In: Chest Radiography. Lexington: University of
Kentucky: 2008. p. 1-5.
8. Miller, Wallace T. Acute Focal Opacitie and Atelectasis. In: Diagnostic
Thoracic Imaging. USA: The McGraw-Hill Companies: p. 217.
9. Kelly, G. Atelectasis: Practice Essentials, Background, Pathophysiology..
(2020). From https://emedicine.medscape.com/article/296468-overview#a2
10. Gunawan S. Saluran Nafas: Bronkodilator. In: Farmakologi dan Terapi FKUI.
V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2009. p. 92.
11. Price, Sylvia A. Gangguan Sistem Pernafasan: Penyakit paru restriktif. In:
Patofisiologi dan Konsep Klinik Penyakit. 6 th ed. Jakarta: ECG; 2006. p. 802-
4.

20

Anda mungkin juga menyukai