Anda di halaman 1dari 25

REFERAT RADIOLOGI

ATELEKTASIS

Disusun oleh:

Faujia M Gorotomole 1102017088

Reza Amanda Idris 1102017193

Pembimbing:

Dr. Ryan Indra, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI

2021/2022
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................ i
Daftar isi ...................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan .................................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka ........................................................................... 2
2.1 Epidemiologi ........................................................................................ 2
2.2 Anatomi ............................................................................................... 2
2.3 Etiologi ................................................................................................. 6
2.4 Patofisiologi ......................................................................................... 7
2.5 Diagnosis .............................................................................................. 8
2.5.1. Gejala Klinis........................................................................... 8
2.5.2. Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 8
2.6. Pemeriksaan Radiologi ..........................................................................9
2.7. Diagnosis Banding ............................................................................... 18
2.8. Tatalaksana ......................................................................................... 20
2.9. Prognosis ............................................................................................. 21
BAB III Kesimpulan ................................................................................... 22
Daftar Pustaka ............................................................................................ 23

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atelektasis merupakan gabungan dari Bahasa yunani ateles dan ektasis, yang
artinya ekspansi tidak lengkap (Madappa, 2018). Atelektasis adalah hilangnya
volume di sebagian atau seluruh paru-paru yang menyebabkan gangguan
pertukaran CO2 dan O2, biasanya mengarah ke peningkatan densitas paru-paru
yang terlibat (O’donnel, 2012).
Sebagai dasar gambaran radiologis pada atelektasis adalah pengurangan
volume bagian paru baik lobaris, segmental atau seluruh paru, dengan akibat
kurangnya udara sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan
penarikan mediastinum kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan
sela iga menyempit. (Herring, 2016). Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau pria
dan dapat terjadi pada semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang
lebih muda dari pada anak yang lebih tua dan remaja (Madappa, 2018).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Atelektasis tidak memiliki predileksi pada jenis kelamin atau etnis tertentu.
Pada anak-anak yang mendapat ventilasi mekanik, insidensi atelektasis berkisar 8-
15%, dan lebih umum pada anak-anak berusia <10 tahun. Atelektasis lebih banyak
ditemukan pada pasien yang baru menjalani anestesia umum, dengan insidensi
mencapai 90%. Risiko ini terutama meningkat pada pasien yang menjalani cardio-
pulmonary bypass (Grott, 2020).

Atelektasis dapat mengenai semua gender. Tidak ada peningkatan insiden


pada pasien COPD, asma atau peningkatan umur. Biasanya terjadi pada pasien yang
baru saja menjalani prosedur anastesi umum, dengan insiden sebanyak 90% dari
populasi pasien. (Dunlap, 2019)

2.2 Anatomi
Saluran napas berawal dari saluran nasal/ hidung. Saluran hidung
membuka ke dalam faring yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem
pernapasan dan pencernaan. Setelah faring, terdapat dua saluran yaitu trakea yang
dilalui oleh udara menuju paru-paru, dan esophagus yang dilalui makanan untuk
sampai ke lambung. Kemudian dari faring berlanjut ke laring. Laring atau kotak
suara terletak di pintu masuk trakea. Tonjolan anterior laring membentuk jakun
(Adam's Apple). Lipatan vocal, dua pita jaringan elastik yang melintang dipintu
masuk laring dapat direnggangkan dan diposisikan sebagai otot laring. Udara
melewati laring melalui celah lipatan vokal. Pembukaan laring ini disebut sebagai
glottis. Sewaktu udara bergerak melalui glottis, lipatan tersebut bergetar untuk
menghasilkan suara. Apabila tidak digunakan untuk bernapas, otot-otot laring
membawa lipatan vocal menuju posisi yang ketat untuk menutup sehingga makanan
tidak masuk ke pernapasan. Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang
utama, bronkus kanan dan kiri yang masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri.
Kemudian bronkus terus bercabang menjadi saluran napas yang semakin sempit,
pendek dan banyak yaitu bronkiolus. Diujung bronkiolus terminal terdapat

2
kelompokan alveolus, yaitu kantung udara tempat pertukaran udara dan darah.
(Sherwood, 2013)

Agar aliran udara dapat masuk dan keluar dari paru, saluran napas yang terus
bersambungan dari pintu masuk ke bronkiolus terminal hingga alveolus harus tetap
terbuka. Trakea dan bronkus besar adalah tabung kaku tak berotot yang dikelilingi
oleh serangkaian cincin tulang rawan yang mencegah saluran ini menyempit.
Bronkiolus lebih kecil sehingga tidak memiliki tulang rawan, namun dinding
saluran ini mengandung otot polos yang dipersarafi oleh sistem saraf otonom
sehingga peka terhadap hormon dan bahan kimia lokal tertentu. (Sherwood, 2013)

Gambar 2.2.1 Anatomi Sistem Saluran Pernapasan (Sherwood, 2013)

3
Gambar 2.2.2 Drainase saluran limfatik (Netter, 2014)

Anatomi paru- paru


Paru-paru terletak di kedua sisi mediastinum, di dalam rongga toraks. Masing-
masing paru diselubungi oleh rongga pleura, yang dibentuk oleh pleura visceral dan
parietal.

Struktur
Paru-paru berbentuk kerucut, dengan bagian puncak (apex), dasar, tiga permukaan
dan tiga batas. Paru-paru kiri sedikit lebih kecil dibandingkan dengan paru kanan,
hal ini disebabkan adanya jantung. Setiap paru terdiri dari:
 Apex: Ujung superior tumpul dari paru-paru.
 Dasar/ Base: Permukaan inferior paru, terletak di atas diafragma.

4
 Lobus: Lobus antara paru kanan dan kiri tidak sama. Paru kanan
mempunyai tiga lobus; superior, medial, inferior. Sedangkan paru
kiri hanya mempunyai dua; superior dan inferior. Lobus dipisahkan
oleh 2 jenis fisura yaitu fisura oblique dan fisura horizontal.
 Permukaan: Sesuai dengan ke arah mana permukaan tersebut
menghadap; kosta, mediastinal dan diafragma. Pada paru kanan,
permukaan diafragma lebih cekung disebabkan posisi kubah
diafragma lebih tinggi karena adanya hepar.
 Batas: dibagi menjadi batas anterior, inferior dan posterior.
a) Batas anterior: Di paru-paru kiri, batas anterior ditandai lekukan
yang dalam karena puncak jantung
b) Batas inferior: Memisahkan pangkal paru dari permukaan kosta dan
mediastinum
c) Batas posterior: halus dan bulat (tidak tajam seperti batas anterior
dan inferior)

Gambar 2.2.2. Lobus dan fisura pada paru (Walker, 2019)

Gambar 2.2.3. Permukaan dan batasan pada paru (Walker, 2019)

5
2.3 Etiologi

Penyebab terjadinya atelektasis dibagi menjadi dua yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
Penyebab instrinsik adalah adanya sumbatan dalam lumen bronkus sedangkan
penyebab ekstrinsik adalah penekanan bronkus dari luar lumen, tekanan
ekstrapulmonal, paralisis gerakan pernafasan dan hambatan gerakan pernafasan.

1. Penyebab Intrinsik Atelektasis obstruktif disebabkan oleh sumbatan dalam


bronkus. Penyumbatan biasanya disebabkan oleh sumbat lendir (mucus plug)
terutama pada individu yang terbaring di tempat tidur, pasien pasca operasi,
mereka dengan asma atau fibrosis kistik, tumor termasuk karsinoma
bronkogenik (terutama sel skuamosa), metastasis endobronkial serta aspirasi
benda asing. Jika saluran pernafasan tersumbat maka udara didalam alveoli akan
diserap kedalam darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat.
2. Penyebab Ekstrinsik
 Penekanan bronkus dari luar lumen, disebabkan penekanan oleh tumor diluar
bronkus atau kelenjar sekitar bronkus yang membesar.
 Tekanan ekstrapulmonal, diakibatkan hilangnya kontak antara pleura parietal
dan visceral seperti pada pneumotoraks, efusi pleura, tumor thorak seperti
tumor mediastinum dan herniasi organ abdomen ke dalam rongga toraks.
 Paralisis atau parase gerakan pernapasan, pada poliomyelitis akan
menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna. Gerak napas yang
terganggu akan mempengaruhi pengeluaran sekret bronkus dan akan
menyebabkan sumbatan pada bronkus.
 Hambatan gerak pernapasan, karena trauma thorak yang menahan rasa sakit,
keadaan ini juga menghambat pengeluar sekret bronkus.
 Anastesi umum, pembedahan.

6
2.4 Patofisiologi

Penyebab terjadinya atelektasis biasanya disebabkan akibat komplikasi dari


penyakit tertentu. Secara garis besar terjadinya atelektasis dapat dibagi berdasarkan
patomekanismenya yaitu Atelektasis obstruktif dan atelektasis nonobstruktif (Price,
2006).

 Atelektasis Obstruktif

Berhubungan dengan obstruksi bronkus, kapiler darah akan mengabsorbsi udara


di sekitar alveolus, dan menyebabkan retraksi paru dan akan terjadi kolaps dalam
beberapa jam. Pada stadium awal, darah melakukan perfusi paru tanpa udara, hal
ini mengakibatkan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi sehingga arterial
mengalami hipoksemia. Jaringan hipoksia hasil dari transudasi cairan ke dalam
alveoli menyebabkan edema paru, yang mencegah atelektasis komplit. Ketika
paru-paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan mengakibatkan
dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis.

 Atelektasis Non-Obstruktif

Penyebab utama yaitu oleh karena tidak adanya hubungan antara pleura viseralis
dan pleura parietalis. Efusi pleura maupun pneumothorax menyebabkan
atelektasis pasif. Efusi pleura yang mengenai lobus bawah lebih sering dibanding
dengan pneumothorax yang sering menyebabkan kolaps pada lobus atas.
Atelektasis adhesive lebih sering dihubungkan dengan kurangnya surfaktan.
Surfaktan mengandung phispolipid dipalmitoy phosphatidyicholine, yang
mencegah kolaps paru dengan mengurangi tegangan permukaan alveoli.
Berkurang atau tidaknya produksi surfaktan biasanya terjadi pada ARDS,
pneumonitis radiasi, ataupun akibat trauma paru sehingga alveoli tidak stabil dan
kolaps. Kerusakan parenkim paru pun dapat menyebabkan atelektasis sikatrik
yang membuat tarikan tarikan yang bila terlalu banyak membuat paru kolaps,
sedangkan replacement atelektasis dapat disebabkan oleh tumor seperti
bronchialveolar carcinoma.

Atelektasis dapat menyebabkan penurunan compliance paru, terganggunya oksigenasi,


dan peningkatan resistensi vaskular paru (Ray et al., 2014).

 Terganggunya oksigen : Atelektasis dapat secara signifikan mempengaruhi


oksigenasi sistemik dengan hilangnya ventilasi yang memadai pada unit paru (Ray
et al., 2014).
 Peningkatan resistensi vaskular paru
Hipoksia pada unit paru yang mengalami atelektasis menyebabkan penurunan
tekanan oksigen vena dan alveolar, sehingga mengakibatkan vasokonstriksi

7
pulmonal. Jika fenomena tersebut berlangsung secara luas, dapat terjadi disfungsi
ventrikel kanan dan kebocoran cairan mikrovaskular (Ray et al., 2014).
 Penurunan compliance paru : Hilangnya volume paru akibat atelektasis
menyebabkan siklus inspirasi-ekspirasi dimulai dari FRC (Functional Residual
Capacity) yang lebih rendah, hal ini terjadi pada bagian kurva tekanan-volume yang
kurang efisien. Akibatnya, untuk mencapai volume tidal tertentu diperlukan
peningkatan

2.5 Diagnosis

2.5.1. Gejala Klinis

 Sesak
 Batuk
 Hemoptosis
 Asimptomatis
 Gejala yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari (penurunan berat
badan, kaheksia, anoreksia dan keringat malam. (Soetikno, 2011)

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis atelektasis dapat ditegakkan dengan bantuan berbagai modalitas pencitraan,


termasuk di dalamnya rontgen thorax, CT scan dada, dan USG dada.
1. Rontgen Thorax
Umumnya atelektasis dapat terlihat di rontgen thorax jika ukurannya signifikan.
Rontgen thorax akan menunjukkan garis horizontal atau platelike di area paru yang
mengalami atelektasis, juga hilangnya volume paru dan pergeseran fisura lobus,
mediastinum, atau diafragma ke arah unit paru yang terkena. Jaringan paru yang
terkena umumnya tampak lebih opak (Grott & Dunlap, 2021; O’Donnell, 2012).
2. CT Scan Dada
CT scan dada merupakan baku emas untuk menilai atelektasis perioperatif. CT scan
dada umumnya menunjukkan peningkatan densitas dan berkurangnya volume pada sisi
paru yang terkena (Grott & Dunlap, 2021; O’Donnell, 2012; Monastesse et al., 2017).
3. Ultrasonografi
Meskipun baku emas pemeriksaan atelektasis perioperatif adalah CT scan,
ultrasonografi lebih mudah dilakukan pada pasien perioperatif. USG memungkinkan
untuk memeriksa kondisi paru-paru pasien beberapa kali di dalam ruang operasi,

8
bahkan selama pembedahan berlangsung. Hasil pemeriksaan bisa menunjukkan air
bronchogram dan konsolidasi (O’Donnell, 2012; Monastesse et al., 2017).
4. Bronkoskopi Fiberoptic
Bronkoskopi digunakan untuk menentukan letak kompresi pada atelektasis kompresi.
Pada atelektasis obstruksi, bronkoskopi dapat digunakan untuk menentukan penyebab
obstruksi, serta mengambil benda asing yang menyebabkan obstruksi (Grott & Dunlap,
2021; O’Donnell, 2012).
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk menentukan etiologi atelektasis,
misal dengan melakukan analisis sputum pada pasien yang dicurigai tuberkulosis paru.
Analisis gas darah (AGD) juga dapat dilakukan, serta akan menunjukkan hipoksemia
dan alkalosis respiratorik (Grott & Dunlap, 2021).

2.6 Pemeriksaan Radiologi


Pada pemeriksaan radiologi terdapat tanda dari kolaps paru yang terbagi menjadi
dua tipe, yaitu tanda langsung dan tidak langsung. Tanda langsung yaitu fissura
interlobus yang deviasi atau berpindah dan corakan bronkovaskular meningkat.
Sedangkan tanda tidak langsung yaitu densitas meningkat pada paru yang kolaps,
terdapat hiperinflasi kompensasi dari lobus yang berdekatan, deviasi hilus ke arah
lobus yang kolaps, elevasi diafragma, hiperinflasi kontralateral, pergeseran
mediastinum atau trakea, pergeseran granuloma di lobus yang berdekatan, dan
kadang tidak ada bronkogram udara di lobus yang terlibat. Pada setiap pasien, satu
atau semua tanda-tanda ini biasanya ada. (Daffner, et al. 2014) (Mandell, 2013)

Gambar 2.6.1 Tanda radiografik pada lobus atelektasis (Garcia, et al. 2011)

9
Gambar 2.6.2 Skema pola pergerakkan atelektasis pada lobus A.Arah frontal, B.Arah
lateral (Mandell, 2013)

2.6.1 Foto Thorax dan CT Scan

Gambar 2.6.2 Bronchiectasis. Penebalan dinding bronchial menghasilkan pola tubular


pada pasien dengan bronkiektasis (panah).

10
Gambar 2.6.3 Atelektasis Obstruktif pada Paru kiri. Terdapat kolaps paru kiri komplit yang
disebabkan oleh lesi obstruksi sentral pada cabang utama bronkus kiri. Jantung dan mediastinum
bergeser ke kiri (Daffner, et al. 2014)

Gambar 2.6.4 Atelektasis compresif pada dua pasien dengan emfisema bulosa. Terdapat bula-
bula besar disetiap paru-paru dan menekan paru yang tersisa (Daffner, et al. 2014)

11
Gambar 2.6.5 Adhesive atelectasiss in a premature newborn with hyaline membrane disease.
Terdapat opasitas “ground glass” pada kedua paru dengan bronkogram udara (panah).

2.6.6 Cicatrization atelectasis. Jaringan parut disebelah kiri telah menghasilkan perubahan
atelektasis di lobus kiri atas. Lusensi paru kiri bawah menandakan hiperinflasi lobus kiri
bawah sebagai kompensasi untuk lobus kiri atas yang kolaps.

12
Gambar 2.6.7 Passive atelectasis. Terdapat kolaps sebagian dari paru-paru kanan pasien
dengan pneumotoraks kanan yang besar.

Berdasarkan letak atelektasis dibagi menjadi :


1. Lobus Kanan Atas
a. Lobus kanan atas cenderung kolaps secara medial dan superior dengan
pergeseran superomedial pada fissura minor dan pergeseran anteromedial
fissura major.
b. Jika terjadi karena massa sentral, fissura minor akan tertarik kearah kranial
dengan cembung ke superolateral dan cembung inferomedial (tanda Golden
S)
c. Trakea menyimpang ke kanan. Elevasi hilum dan diafragma kanan
d. Terdapat “juxtaphrenic peak sign” yaitu gambaran peak atau tented
hemidiafragma
Berikut ilustrasi gambar dengan tipe obstruktif causa karsinoma sel skuamosa

Gambar 2.6.8 atelektasis pada lobus kanan atas dengan opasitas apikal berbentuk

13
segitiga. Fissura kanan bawah retraksi kearah kranial dan memiliki konfigurasi huruf
S terbalik (Goden S sign) dari atelektasis lobus superior-melengkung kebawah sampai
hilus. CT: terdapat masa pada hilus (M) menghilangkan bronkus superior dextra. Lobus
yang atelektasis (A) didefinisikan secara lateral oleh fissura minor dan secara posterior
oleh fissura major dextra. (Garcia, et al. 2011)

2. Lobus tengah kanan


a. Lobus tengah kanan merupakan 10% dari total volume paru
a. Memiliki kecenderungan untuk kolaps dari pada lobus lainnya
b. Temuan radiografi berupa
 Densitas samar pada bagian kanan bawah paru
 Perbatasan jantung kanan tertutup
 Pada gambar lateral berorientasi miring (oblique), terdapat opasitas bentuk
segitiga dengan puncak menuju ke hilum (pergeseran anteroposterior dari
fisura mayor dan pergeseran posteroinferior dari fisura minor).

Berikut ilustrasi gambar dengan tipe sikatrik causa middle lobe syndrome

Gambar 2.6.9 PA: batas jantung kanan tertutup, penurunan volume paru
kanan dibandingkan dengan paru kiri. Terdapat elevasi hemidiafragma kanan.
Lateral: lobus atelektasis terlihat lebih opak diantara fisura minor dan mayor
dengan proyeksi diatas siluet jantung. (Garcia, et al. 2011)

3. Lobus kanan bawah


a. Atelektasis pada lobus kanan bawah menyebabkan retraksi kearah
posteromedial dan inferior

14
b. Fisura mayor bergeser kebawah dan terlihat jelas
c. Saat lobus kanan bawah kolaps, akan terbentuk gambaran segitiga opak
yang mengaburkan arteri pulmonaris dan diafragma, sehingga
membentuk massa paraspinal yang berproyeksi ke belakang atrium
kanan
d. Pada tampilan lateral, sepertiga posterior diafragma tidak terlihat oleh
lobus kanan bawah yang kolaps. Gambaran samar segitiga radioopak
dengan puncak di hilus dan diafragma kanan juga sudut costofrenikus
posterior dapat terlihat.

Berikut ilustrasi gambar dengan tipe obstruktif causa mucous plug

Gambar 2.6.10 PA: gambaran segitiga opak pada lobus kanan bawah regio
paramediastinal, mengaburkan garis besar diafragma bagian jantung. Fisura mayor
terlihat (normalnya tidak terlihat), merupakan tanda lobus kanan bawah kolaps.
Lateral: gambaran samar segitiga opak dengan puncak di hilus dan dasar di atas
diafragma posterior. CT: atelektasis lobus kanan bawah dapat terlihat pada regio
paramediastinal bawah kanan sebagai gambaran segitiga opak dengan mukus
bronkogram. (Garcia, et al. 2011)

4. Lobus kiri atas


a. Gambaran atelektasis pada lobus kiri atas dengan lobus kanan atas berbeda
karena kurangnya fisura minor
b. Terdapat gambaran samar-samar pada hemithorax kiri atas. Trakea bergeser
ke kiri, hilus kanan dan elevasi diafragma.
c. Pada tampilan frontal, lobus kolaps secara medial, tetapi sering pada berada
diantara lobus bawah dengan lobus yang kolaps dan mediastinum (Luftsichel
sign)
d. Pada tampilan lateral, fisura mayor bergeser ke anterior dan terlihat
peningkatan opasitas yang sejajar dengan anterior dinding dada

15
Berikut ilustrasi gambar dengan tipe sikatrik causa tuberculosis

Gambar 2.6.11 PA: lobus kiri atas fibrosis dengan pergeseran ipsilateral
mediastinum, elevasi hilum kiri dan diafragma. Volume paru kiri berkurang
dibandingkan yang kanan. Jika ada kompensasi hiperinflasi paru kanan, maka
hal itu merupakan indikasi atelektasis kronik. Lateral: paru kanan
hiperekspansi sehingga melewati garis medial mediastinum ke lapangan paru
kiri. Garis kontur anterior menandakan aorta asecende. (Garcia, et al. 2011)

5. Lobus kiri bawah


a. Umum terjadi setelah operasi jantung
b. Temuan radiologi:
 Terdapat peningkatan opasitas retrocardiac
 Mengaburkan lobus kiri bawah dan diafragma kiri
 Pemindahan hilum kiri ke arah kaudal
 Levorotasi siluet jantung dengan pinggang jantung
 Pergeseran mediastinum sehingga menyebabkan obliterasi parsial dari
lengkung aorta
 Fisura mayor kiri dapat sejajar dengan perbatasan jantung kiri dan lobus
yang atelektasis penuh akan mirip dengan massa paraspinal

Berikut ilustrasi gambar dengan tipe kompresif causa microcytic carcinoma

16
Gambar 2.6.12 PA: meningkatnya opasitas retrocardiac akibat massa
sekunder. Lateral: terdapat massa lobus kiri bawah dan elevasi diafragma.
(Garcia, et al. 2011)

Gambar 2.6.13 A. Atelektasis komplit paru kiri. B. Atelektasis komplit


paru kanan (Madappa, 2018)

Gambar 2.6.14 Atelektasis subsegmental. PA&Lateral: menunjukkan opasitas

17
seperti pita yang berdekatan dengan fisura minor dan tegak lurus terhadap costae.
Terdapat hiperinflasi diskrit pada lobus kanan bawah. CT: mengkonfirmasi lokasi
atelektasis laminar dalam lobus kanan atas. (Garcia, et al. 2011)

2.7 Diagnosis Banding

a. Pneumotoraks

Pneumotoraks terjadi saat udara memasuki ruang pleura. Pleura viseral dan
parietal biasanya tidak terlihat namun pada pneumotoraks, pleura viseral menarik
kembali ke hilus bersama dengan paru-paru yang kolaps dan menjadi terlihat sebagai
garis putih yang sangat tipis. Perbedaan pneumotoraks dan atelektasis adalah pada
pneumotoraks udara di ruang pleura memisahkan viseral dari pleura parietal
sedangkan pada atelektasis pleura visceral dan parietal tidak terpisah satu sama lain.
Densitas pneumotoraks akan tampak “hitam” hemitoraks mungkin tampak lebih
berkilau sedangkan atelektasis hemitoraks akan tampak lebih buram (lebih putih) dari
biasanya. Shift atau pergeseran, tidak pernah ada pergeseran jantung atau trakea ke
sisi pneumotoraks sedangkan atelektasis hampir selalu ada pergeseran jantung dan
trakea ke arah sisi atelektasis.

Gambar2.9.1 Pneumotoraks
Sumber : Learning Radiology Recognizing The Basic 3rd Edition. William
Herring USA, Elsevier, 2016

18
b. Efusi Pleura

Efusi pleura merupakan kondisi ketika cairan seperti darah, eksudat, atau
transudat memenuhi rongga pleura sehingga mengeruhkan hampir seluruh
hemitoraks, maka cairan tersebut dapat bertindak seperti massa yang menekan
jaringan paru di bawahnya. Shift atau pergeseran pada efusi pleura, apabila terjadi
efusi pleura kanan maka jantung, trakea akan bergeser kesisi sebelahnya yaitu ke kiri
dan hemidiafragma kanan menghilang pada radiografi dada. Maka gambaran
radiologis efusi pleura massif dapat terjadi shift kearah yang berlawanan dari sisi
yang sakit (Herring, 2016).

Gambar 2.9.2 Efusi Pleura


Sumber : Learning Radiology Recognizing The Basic 3rd Edition. William Herring
USA, Elsevier, 2016

c. Karsinoma Paru

Kanker paru primer mengacu pada keganasan yang berasal dari parenkim paru atau
saluran udara. Nodul paru didefinisikan sebagai lesi dengan diameter kurang dari 3
cm yang di dalam dan dikelilingi oleh parenkim paru. Jika lebih dari 3 cm, lesi
tersebut disebut massa. Ciri nodul yang sangat dicurigai untuk kanker paru yaitu
ukuran> 8 mm, kurangnya kalsifikasi, penampilan spikulasi, dan lokasi yang lebih
sentral. Pada gambaran radiologis karsinoma paru menyebabkan penekanan dan
shifting kearah pembesaran tumor.

19
Gambar 2.9.3 Adenocarcinoma
Sumber : Learning Radiology Recognizing The Basic 3rd Edition. William Herring
USA, Elsevier, 2016

2.6 Tatalaksana
Terapi nonfarmakologis untuk meningkatkan batuk dan pembersihan sekresi dari
saluran udara termasuk fisioterapi dada, termasuk drainase postural, perkusi dan
getaran dinding dada, dan teknik ekspirasi paksa (disebut huffing). Peningkatan
clearance jalan napas sebagaimana dinilai oleh karakteristik dahak (yaitu, volume,
berat, viskositas) dan pembersihan radioaerosol dari paru-paru menunjukkan bahwa
kemanjuran jangka panjang dari teknik ini dibandingkan dengan batuk tanpa bantuan
saja tidak diketahui. (Madappa, 2018)
Pengobatan atelektasis tergantung pada etiologi yang mendasarinya. Pengobatan
atelektasis akut, termasuk kolapsnya paru pasca operasi, membutuhkan
pengangkatan penyebab yang mendasarinya. (Madappa, 2018)
Sebagian besar atelektasis yang muncul selama anestesi umum menyebabkan
disfungsi paru sementara yang sembuh dalam waktu 24 jam setelah operasi. Namun,
beberapa pasien mengalami komplikasi pernapasan perioperatif yang signifikan
yang dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas jika tidak diobati.
Atelektasis dapat dicegah melalui penghindaran anestesi umum, mobilisasi dini,
kontrol nyeri yang adekuat, dan meminimalkan pemberian opioid parenteral. Ketika
penggunaan anestesi umum tidak dapat dihindari, penggunaan tekanan jalan nafas
positif terus menerus, FiO2 serendah mungkin selama induksi dan pemeliharaan,
PEEP (positive end- expiratory pressure), lung recruitment manuver, dan volume
tidal rendah akan membantu mencegah perkembangan atelektasis. (Dunlap, 2019)

20
Posisi menggantung dari terlentang ke tegak meningkatkan FRC (function
residual capacity) dan menurunkan atelektasis. Mendorong pasien untuk mengambil
napas dalam-dalam, ambulasi dini, spirometri insentif, penggunaan perangkat
acapella, fisioterapi dada, pengisapan trakea (pada pasien yang diintubasi), dan / atau
ventilasi tekanan positif telah terbukti mengurangi atelektasis. Mekanisme di balik
semua tindakan ini adalah peningkatan sementara dalam tekanan transmural yang
memungkinkan untuk ekspansi kembali dari segmen paru yang kolaps. (Dunlap,
2019)
Bronkoskopi fiberoptik juga memiliki peran dalam pengelolaan atelektasis.
Dalam satu penelitian hisap tunggal, bronkoskopi fiberoptik menyebabkan
peningkatan fungsi paru dan pembalikan atelektasis pada 76% kasus. Bronkoskopi
harus selalu menjadi intervensi ketika ada kecurigaan tinggi untuk bronkus yang
terhambat secara mekanis dan batuk / penyedotan belum berhasil. Bronkoskopi juga
diindikasikan ketika upaya yang kurang invasif, seperti ambulasi dini, spirometri
insentif, bronkodilator, dan kelembaban, belum berhasil dalam waktu 24 jam setelah
inisiasi. (Dunlap, 2019)
Menggunakan strategi pencegahan dini dan menilai pengakuan / diagnosis yang
cepat tidak hanya akan meningkatkan hasil pasien, tetapi juga akan secara signifikan
mengurangi biaya. (Dunlap, 2019)

2.7 Prognosis
Prognosis pasien tergantung pada penyebab atelektasis dan penyakit penyerta yang
dialami. Pada atelektasis pasca operasi, kondisi umumnya membaik. Prognosis
atelektasis lobar akibat obstruksi endobronkial tergantung pada pengobatan
keganasan yang mendasarinya (Madappa, 2018).

21
BAB III
KESIMPULAN

Atelektasis adalah hilangnya volume di sebagian atau seluruh paru-paru. Paru-paru


normalnya terlihat “hitam” pada radiograf dada karena mengandung udara. Saat cairan atau
kepadatan jaringan lunak mensubstitusi udara tersebut atau saat udara pada paru-paru diserap
kembali (seperti pada atelektasis), bagian dari paru-paru tersebut menjadi lebih putih (lebih
padat atau lebih opaque). Penyebab terjadinya atelektasis adalah sumbatan jalan nafas dan
tekanan ekstrapulmonal. Pada atelektasis apat ditemukan gejala berupa sesak nafas, nyeri dada
pada saat bernapas ataupun batuk, takipnea, takikardi hingga sianosis.
Tanda radiografi atelektasis ada dua jenis: langsung dan tidak langsung. Satu-satunya
tanda langsung adalah perubahan letak atau deviasi dari fissura interlobaris. Ada beberapa
tanda-tanda tidak langsung, termasuk peningkatan densitas lobus yang kolaps, deviasi hilus ke
arah lobus yang kolaps, elevasi diafragma, pergeseran trakea dan terkadang tidak terdapat air
bronchogram di lobus yang terlibat. Penatalaksanaan atelektasis meliputi pemberian antibiotik,
fisioterapi dinding dada, humidifikasi dan hidrasi. Untuk pasien dengan atelektasis,
prognosisnya sangat bervariasi, dan penentuan utamanya adalah etiologi yang mendasari dan
komorbiditas pasien.

22
DAFTAR PUSTAKA

Daffner, RH., Matthew, SH. 2014. Clinical Radiology: The Essentials 4th Edition.
Baltimore: Lippincott William & Wilkins.
Dunlap, JD. Grott, K. 2019. Atelectasis. Indiana University
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545316/ (Diakses 26 Oktober 2021)
Garcia, EB., C. Alvarez, AM Garcia, P. Quantina V, C. Amengual A., C. Izquierdo
S. 2011. Radiological Signs of Lobar Collapse. Chest Radiographic findings and
CT Imaging Correlation. Madrid: European Society Radiology
Grott K, Dunlap JD. Atelectasis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545316/
Herring, W. 2016. Learning Radiology Recognizing The Basics. 3rd Edition.
Philadelphia: Elsevier Inc.
Madappa, T. Sharma, S. 2018. Atelectasis: Background, Patophisiology, Etiology.
https://emedicine.medscape.com/article/296468-overview#a4 (Diakses 27
Oktober 2021)
Mandell, J. 2013. Core Radiology: A Visual Approach to Diagnostic Imaging. 1st
Edition. Cambrige University Press: United Kingdom
Netter, FH. 2014. ATLAS OF HUMAN ANATOMY 6th Edition. Philadelphia:
Elsevier

O’Donnell, A. E. (2012). Bronchiectasis, Atelectasis, Cysts, and Localized Lung


Disorders, in: Goldman’s Cecil Medicine, 24th ed. Available from:
https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/atelectasis

Sherwood, L. 2013. Fisiologi Manusia. 8th Edition. Jakarta: ECG Soetikno,


RD. 2011. Radiologi Emergensi. Bandung: PT Refika Aditama
Walker, D. 2019. The Lungs. TeachMeSeries Ltd.

23

Anda mungkin juga menyukai