Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pernapasan adalah salah satu bagian utama yang memiliki peranan
penting bagi kelangsungan hidup setiap individu. Mekanisme yang bertujuan
memenuhi kebutuhan oksigen bagi tubuh merupakan fungsi sistem ini. Dalam
menjalankan peranannya sistem pernapasan disokong oleh kondisi anatomis dan
fisiologis dari masing-masing organ / bagiannya. Pada keadaan tertentu yang
menyebabkan perubahan negatif pada masing-masing bagian, secara otomatis
akan menyebabkan tergangunya fungsi utama yang vital dan menunjang
kelangsungan hidup individu tersebut. Dari berbagai jenis gangguan pada sistem
pernapasan tersebut, atelektasis merupakan salah satu gangguan yang menyerang
sistem pernafasan khususnya bagian bawah dan seringkali mengakibatkan kolaps
paru yang berakibat fatal dan mengancam kehidupan.
Pada tahun 1980, penderita atelektasis diketahui telah menyebar keseluruh
provinsi di Indonesia. Insiden terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence
Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR
menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung
meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan
23,87 (tahun 2003). Untuk itu penyakit ini sangatlah penting di pelajari dan di
pahami agar jumlah penderita atelektasis dapat di minimumkan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah kami antara lain :

1. Apa pengertian dari atelektasis?


2. Apa penyebab dan bagaimana proses patofisiologinya?
3. Bagaimana klasifikasinya?
4. Bagaimana komplikasinya?
5. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada pasien dengan kasus
atelektasis?
C. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui dan memahami apa pengertian dari atelektasis.


2. Untuk mengetahui dan memahami apa penyebab atelektasis dan
bagaimana proses patofisiologinya.
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana klasifikasinya.
4. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana komplikasinya.
5. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana penatalaksanaan
fisioterapi pada pasien dengan kasus atelektasis.

D. Manfaat

Adapun manfaat yang kami harapkan dapat dirasakan dari makalah ini yaitu :

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa pengertian dari


atelektasis.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa penyebab atelektasis
dan bagaimana proses patofisiologinya.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana
klasifikasinya.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana
komplikasinya.
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana
penatalaksanaan fisioterapi pada pasien dengan kasus atelektasis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit Atelektasis
1. Definisi

Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps


tidak mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas.
Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses
difusi dan kecepatan pernafasan berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)

Atelektasis didefinisikan sebagai ketidaksempurnaan ekspansi paru-paru


atau, dengan kata lain, kolaps parenkim paru. (Hal 802, Patofisiologi : Penyakit
Pernapasan Restriktif)

Jadi, atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang
tidak mengandung udara dan kolaps dengan kata lain berkurangnya volume paru
akibat tidak memadainya ekspansi rongga udara.

2. Etiologi

Atelektasis didefinisikan sebagai ketidaksempurnaan ekspansi paru-paru


atau, dengan kata lain, kolaps parenkim paru. Biasanya disebabkan oleh obstruksi
mekanis tiba-tiba, diikuti dengan kolaps paru-paru yang progresif. Bilamana
saluran pernapasan yang besar tersumbat, seperti cabang utama atau bronkus
lobaris, maka keseluruhan paru atau lobus menjadi atelektasis. Bilamana bronkus
yang lebih kecil tersumbat, keadaannya bisa benar-benar berbeda karena terdapat
saluran yang terbuka pada dinding alveolar (saluran kolateral) yang
memungkinkan jalannya udara dari satu segmen ke segmen lain.

Pada keadaan ini, pertukaran gas dapat sangat melemah tanpa kehilangan
volume paru-paru. Atelektasis dapat terjadi secara akut atau mungkin kronis, dan
yang menakjubkan bahwa lobus paru dapat berkembang kembali dan berfungsi
secara normal setelah masa kolaps selama dua tahun. Bronkiektasis dapat terjadi
setelah kolaps yang lama, tetapi tidak selalu merupakan akibatnya.

Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau


benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh
sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah
bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap
ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-
paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir, dan
kemudian akan mengalami infeksi.

3. Patofisiologi

Obstruksi bronkhial karena adanya benda asing atau sumbatan eksudat


kental yang menganggu saluran pernapasan dan menghambat udara masuk ke
zona alveolus dapat menyebabkan atelektasis. Udara yang berada dalam alveolus
menjadi sulit untuk keluar dari alveolus dan akan terabsorpsi sedikit demi sedikit
ke aliran darah yang menyebabkan alveolus kolaps ( untuk mengembangkan
alveolus yang kolaps total diperlukan tekanan udara yang lebih besar seperti
halnya seseorang harus meniup balon lebih keras pada waktu mulai
mengembangkan balon).
Mekanisme ini dikaitkan dengan atelektasis absorpsi dan dapat disebabkan
oleh obstruksi bronkhus atau ekstrinsik. Obstruksi bronkhus intrinsik paling sering
disebabkan oleh sekret atau eksudat yang tertahan sedangkan obstruksi ekstrinsik
pada bronkhus biasanya disebakan oleh neoplas, pembesaran kelenjar getah
bening, aneurisma, atau jaringan parut paru akibat dari hiperkavitas dari proses
tuberkulosis paru. Resiko atelektasis meningkat pada klien dengan penurunan
mekanisme ketika melakukan ventilasi seperti saat klien yang harus melakukan
posisi supinasi, membebat dada karena nyeri, depresi pernapasan, dan distensi
abdomen.
Atelektasis juga dapat terjadi akibat tekanan pada jaringan paru yang
menghambat ekspansi normal paru pada saat inspirasi. Mekanisme ini disebut
dengan atelektasis tekanan. Proses tekanan tersebut dapat diakibatkan oleh adanya
penumpukan cairan di dalam thoraks (efusi pleura), udara di dalam rongga pleura
(pneumotoraks), pembesaran jantung, distensi perikardium oleh cairan (efusi
perikardial), pertumbuhan tumor di dalam thoraks, atau kenaikan diafragma ke
arah atas akibat adanya tekanan abdominal yang dialami klien. Atelektasis yang
disebabkan oleh tekanan sering ditemukan pada klien dengan efusi pleura akibat
gagal jantung atau infeksi pleura. Atelektasis juga sering menjadi salah satu tanda
utama tumor bronkhi.
4. Jenis-jenis Atelektasis

Atelektasis Resorpsi

Atelektasis resorpsi terjadi jika


suatu obstruksi menghambat udara
mencapai jalan nafas sebelah distal.
Udara yang sudah ada secara
bertahap diserap sehingga
kemudian terjadi kolaps alveolus.
Kelainan ini dapat mengenai
seluruh paru, satu lobus, atau satu
atau lebih segmen, tergantung pada
tingkat obstruksi saluran nafas.
Penyebab tersering atelektasis
resorpsi adalah obstruksi sebuah
bronkus oleh sumbat mukopurulen
atau mukus. Hal tersebut sering
terjadi pasca operasi walaupun juga
dapat menjadi penyulit pada asma
bronkhialis, bronkhiektasis, atau
bronkitis kronis. Kadang-kadang
obstruksi disebabkan oleh aspirasi benda asing, terutama pada anak, atau bekuan
darah sewaktu pembedahan mulut atau anastesia. Jalan nafas juga dapat tersumbat
oleh tumor (terutama korsinoma bronkogenik), kelenjar getah bening yang besar
(seperti pada tuberkulosis), dan (jarak) aneurisma pembuluh darah.

Atelektasis Kompresi

Atelektasis Kompresi (kadang-kadang disebut atelektasis pasif atau relaksasi)


biasanya berkaitan dengan penimbunan cairan, darah atau udara di dalam rongga
pleura. Yang secara mekanis menyebabkan paru di dekatnya kolaps. Hal ini sering
terjadi pada efusi pleura, yang umumya disebabkan oleh gagal jantung kongestif.
Kebocoran udara ke dalam rongga pleura (pneumotoraks) juga menyebabkan
atelektasis kompresi. Atelektasis basal akibat posisi diafragma yang meninggi
sering terjadi pada pasien tirah baring, pasien dengan asites, serta selama dan
setelah pembedahan. Ateklektasis tekanan di akibatkan oleh tekanan ekstrinsik
pada semua bagan paru atau bagian dari paru, sehingga mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps sebab-sebab yang paling sering adalah pleura,
pneumotranks atau peregangan abdominal yang mendorong diagframa ke atas.
Ateklektasis tekanan lebih jarang terjadi dibandingkan dengan ateklektasis
absorpsi.

Mikroatelektasis

Mikroatelektasis (atau atelektasis non obstruktif) adalah berkurangnya


instansi paru secara generalisata akibat serangkaian proses dan yang terpenting
adalah hilangnya surfaktan. Mikroatelektasis terdapat pada sindrom gawat nafas
akut pada neonatus serta beberapa penyakit paru yang berkaitan dengan
peradangan interstitium. Mikroatelektasis juga terjadi pada atelektasis pasca
bedah.

Atelektasis Kontraksi

Atelektasis Kontraksi (atau sikatrisasi) terjadi jika fibrosis lokal atau


generalisata di paru atau pleura menghambat ekspansi dan meningkatkan recoil
elastik sewaktu ekspirasi.

5. Manifestasi Klinik Atelektasis

Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas
yang ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala
sama sekali, walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek.

 Nyeri dada
 Batuk
 Penurunan bunyi nafas
 Dyspnea ; sesak nafas
 Tachycardia ; frekuensi detak jantung diatas normal
 Peningkatan suhu tubuh
6. Komplikasi

Pada pasien yang mengalami penyakit atelektasis sering kali dapat menimbulkan
beberapa penyakit, diantaranya:
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura di mana
masukan udara ke dalam rongga pleura, dapat dibedakan menjadi pneumothorak
spontan, udara lingkungan keluar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka
tusuk, misalnya udara melalui mediastinum yang disebabkan oleh trauma.
b. Efusi pleura
Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis dan juga atelektasis dapat
menyebabkan pirau (jalan pengalihan) intrapulmonal (perfusi ventilasi) dan bila
meluas, dapat menyebabkan hipoksemia.

B. Pemeriksaan Fisioterapi Pada Kasus Atelektasis


a. Pemeriksaan Umum
1. Anamnesis
a. Anamnesis Umum
Nama : Tn R
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Paccerakkang, Daya
Pekerjaan : Buruh pabrik semen
Hobby : Main catur
Agama : Islam
b. Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Sesak nafas, batuk
Lokasi KU : Dada bagian kanan
Waktu serangan : tidak menentu, paling sering pada malam
hari
Faktor pencetus : debu, kelelahan
Kapan KU : 1 tahun yang lalu
RPP : setahun yang lalu tiba-tiba pasien mulai
merasakan sesak nafas ringan dengan frekuensi timbul nyeri dada
yang masih minimum, paling sering terasa saat pulang bekerja atau
saat shift malam. Namun pasien mengira hanya sesak biasa dan
mengabaikannya dan sempat hilang. Beberapa bulan kemudian
pasien mengeluh sesak nafas itu timbul lagi dengan frekuensi yang
semakin meningkat disertai nyeri dada bagian kanan dan batuk
ringan disertai dahak/sputum. Saat pasien memeriksakan diri ke
dokter, pasien didiagnosa terkena atelektasis dan pasien dirujuk ke
fisioterapi untuk mendapatkan penanganan lebih spesifik.

2. Pemeriksaan Vital Sign


 Pernapasan

Hasil : 30 kali/menit

 Denyut Nadi

Hasil : 92 kali/menit


 Tekanan Darah

Hasil : 130/80 mmHg

3. Inspeksi
Regio kepala dan leher
 Tingkat kesadaran pasien masih normal (merespon saat diajak berbicara
tapi terengah-engah)
 Ekspresi wajah menunjukkan kecemasan, serta tampak pucat dan lesu
 Bola mata tidak terdapat kekuningan
 Mulut pasien terbuka saat mengeluarkan napas
 Pada leher terlihat ada spasme pada otot-otot ascessori (M. Pectoralis
Mayor & Minor, M. Upper Trapezius dan M. Sternogleidomastoid)
Regio thoraks (analisis bentuk dada dan postur)
 Terdapat elevasi shoulder akibat spasme otot asesori saat bernafas
 Bentuk dada Barrel Chest
 Tidak dijumpai adanya kifosis atau scoliosis
b. Pemeriksaan Khusus
1. Palpasi
Pada palpasi dapat dikaji tentang kesimetrisan, ekspansi, nyeri tekan,
spasme otot dan taktil fremitus.
a. Kesimetrisan Chest
Palpasi dilakukan dengan menempatkan kedua telapak tantang pada
dinding dada untuk memeriksa setiap sisi pengembangan (ekspansi) thorax
selama inspirasi dan ekspirasi. Pada pemeriksaan ini akan di evaluasi
tentang pengembangan (ekspansi) thorax selama inspirasi dan ekspirasi.
Pada pemeriksaan ini akan di evaluasi tentang pengembangan ketiga area
lobus dengan cara :
o Cek ekspansi upper lobus : pasien dalam posisi duduk, therapist
dihadapannya lalu tempatkan kedua ujung thumb pada mid sterna
line di sternal notch, jari-jari diluruskan di atas clavicula lalu
anjurkan pasien ekspirasi maksimal lalu diikuti inspirasi maksimal
dan dalam.

Hasil : Pump handle movement (Upper) : hasil gerakan antero-


cranial (simetris)

o Cek ekspansi midle lobus : posisi pasien tetap seperti poin di atas.
Letakkan kedua ujung thumb di processus xyphoideus dan jari-jari
ke arah lateral costa lalu anjurkan pasien ekspirasi maksimal
kemudian inspirasi dalam

Hasil : Bucket handle movement (Middle) : hasil gerakan antero-


lateral-cranial (simetris)
o Cek ekspansi lower lobus : posisi pasien duduk, kemudian letakkan
kedua ujung thumb di belakang pada proccesus spinosus vertebra
setinggi lower costa, lalu anjurkan pasien ekspirasi maksimal
kemudian inspirasi dalam.

Hasil : Postero basal ekspansi (Lower) : hasil gerakan antero-lateral (simetris)

b. Pemeriksaan spasme otot


- Mempalpasi pada daerah-daerah otot pernapasan
Hasil : spasme pada M. Pectoralis major dan minor, M. Upper
trapezius, M. Sternogleidomastoid.
2. Taktil Fremitus
Palpasi dilakukan dengan melakukan uji fremitus pada dinding dada
pasien. Palpasi dilakukan dengan meletakkan kedua telapak tangan kita
menempel pada dinding thoraks. Misalnya melakukan palpasi pada dada
posterior atau punggung, pasien di suruh berucap kata-kata seperti "99"
dengan nada yang sedang, kemudian secara simetris dibandingkan getaran
yang timbulpada dinding thoraks yang dirasakan pada kedua telapak
tangan kita sebagai pemeriksa. Kata yang diucapkan menimbulkan getaran
yang dapat dirasakan pada kedua telapak tangan.
Fremitus taktil memberikan informasi yang berguna mengenai
kepadatan jaringan paru-paru dan rongga dada dibawahnya. Fremitus
meningkat pada keadaan dengan infiltrat paru, compressive atelektasis,
cavitas paru. Keadaan seperti ini kepadatan paru-paru meningkat seperti
konsolidasi, sehingga meningkatkan penghantaran fremitus taktil. Fremitus
menurun atau melemah pada keadaan penebalan pleura, efusi pleura,
pneumotoraks, emfisema paru dan obstruksi dari bronkus.
Keadaan klinis yang mengurangi penghantaran gelombang suara ini
akan mengurangi fremitus taktil. Jika ada jaringan lemak yang berlebihan
di dada, udara atau cairan di dalam rongga dada, atau paru-paru yang
mengembang secara berlebihan, fremitus taktil akan melemah.

Upper Lobus Middle Lobus Lower Lobus


Hasil : Getaran fremitus taktil terasa melemah pada upper lobus karena
ada cairan (mukus) dalam rongga dada. Pada middle dan lower lobus normal.

3. Nyeri dada
Diukur menggunakan Vas (Visual analog Scale)
Teknik :
1. Menjelaskan kepada pasien prosedur pemeriksaan dengan Vas
2. Lalu mengarahkan pasien untuk memilih nyerinya dinilai berapa
Hasil : Pasien merasakan nyeri pada dada sebelah kanan atas
bagian anterior pada saat ditekan ditekan. Tidak ada nyeri jika tidak
ditekan. Nyeri tekan nilai 3 (Nyeri ringan).

4. Auskultasi
Auskultasi paru dilaksanakan secara indirect yaitu dengan memakai
stetoskop. Posisi pasien sebaiknya duduk seperti melakukan perkusi, jika
pasien tidak bisa duduk, auskultasi dapat dilakukan dalam posisi tidur.
Pasien disuruh bernapas seperti biasa. Tempatkan stetoskop sesuai titik
pada gambar.

Yang diperiksa pada saat auskultasi adalah:


 Suara napas/ bunyi pernapasan
 Wheezing, ronkhi
 Pleura Friction (bunyi gesekan pleura)
 Voice sounds (bunyi bersuara)
Untuk mendengar suara napas, maka perhatikan intensitas, durasi dan
pitch (nada) dari inspirasi dibandingkan dengan ekspirasi. Pada orang
sehat, maka dapat didengar suara napas yaitu vesikuler, trakeal, bronkial
dan bronkovesikuler.
o Wheezing (Mengi), Merupakan suara yang terdengar pada saat
ekspirasi, disebabkan oleh penyumbatan jalan nafas yang
disebabkan oleh penyempitan pada bronchial lumen,
bronchospasme, dan oe-dem pada bronchial mukosa atau sekresi
yang berlebih. Wheezing sendiri terdiri dari beberapa derajat, yaitu:
(1) Ringan, wheezing terdengar pada saat akhir ekspirasi atau
bahkan saat ekspirasi paksa. (2) Sedang, wheezing terde-ngar pada
pertengahan sampai akhir ekspirasi. (3) Berat, whezzing terdengar
sepanjang eks-pirasi atau bahkan terdengar saat inspirasi.
o Cukup letakkan stetoskop pada setiap titik dari 6 titik auskultasi,
masing-masing instruksikan pasien untuk inspirasi.
o
Hasil : Terdengar bunyi wheezing pada segmen apical anterior paru
kanan saat ekspirasi.

5. Perkusi

Perkusi adalah jenis pemeriksaan fisik yang berdasarkan interpretasi dari


suara yang dihasilkan oleh ketukan pada dinding thoraks. Suara perkusi normal
dari thoraks pada lapangan paru adalah sonor. Hiperinflasi dari paru dimana udara
tertahan lebih banyak dalam alveoli menghasilkan perkusi yang hipersonor.
Perkusi pada infiltrat paru dimana parenkim lebih solid (padat/mengandung
sedikit udara) perkusi akan menghasilkan
redup (dullness). Perkusi pada efusi pleura
akan menghasilkan suara pekak (flatness),
pada keadaan ini rongga pleura berisi cairan
yang merupakan struktur yang solid. Adanya
udara di dalam rongga pleura
(pneumothoraks) akan menimbulkan suara
perkusi yang timpani atau hipersonor.

Tekniknya : Pasien dalam posisi tidur


dan bisa juga dalam posisi duduk. Pemeriksa
menggunakan jari tengah tangan kiri yang menempel pada permukaan dinding
thoraks, letakkan jari disela-sela iga. Sementara jari tengah tangan kanan
digunakan sebagai pemukul (pengetok) disebut fleksor pada fleksi meter tadi.

Hasil :
Terdengar bunyi redup (dullness) pada paru-paru kanan lobus atas segmen apikal
anterior paru kanan.

c. Pemeriksaan Tambahan
1. Pemeriksaan warna sputum/dahak
Sputum adalah zat mucousy (terdiri dari sel-sel dan materi lainnya)
yang disekresikan ke dalam saluran udara dari saluran pernapasan. Sputum
tidak sama dengan air liur, air liur merupakan suatu zat yang disekresi
dalam mulut untuk membantu pencernaan.
Hasil : sputum berwarna hijau, tidak berbau.
2. Foto x-ray

d. Problematik Fisioterapi
 Dyspnea ; sesak nafas
 Nyeri dada sebelah kanan atas
 Batuk yang tidak produktif
 Spasme otot ascessori
 Hypersekresi mukus pada lobus atas kanan segmen apikal anterior
 Gangguan postur
 Gangguan ekspansi thoraks

e. Diagnosa Fisioterapi

Setelah dilakukan pemeriksaan yang sistematis maka diperoleh diagnosa yaitu


pasien menderita “Atelektasis akibat penyempitan jalan nafas yang disebabkan
hypersekresi mukus pada lobus atas kanan segmen apikal anterior”.
f. Program Fisioterapi

Program Fisioterapi meliputi tujuan pengobatan dan pelaksanaan terapi. Adapun


tujuan pengobatan (tujuan jangka pendek) adalah :

a. Meminimalkan serangan sesak nafas dan memperbaiki kontrol pernapasan


b. Mobilisasi dan mengeluarkan sekresi setelah serangan sesak napas dengan
program batuk efektif
c. Koreksi postur untuk memperbaiki elevasi dan protraksi shoulder
d. Mengurangi spasme otot

Sedangkan tujuan pengobatan jangka panjang yaitu untuk mengembalikan


kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien sehingga ADL (Activity Daily
of Living) bisa kembali normal.

C. Penangan Fisioterapi (Pemberian Modalitas & Therapy)


1. Breathing Exercise :
 Diagfraghmatic breathing

Tujuan : Latihan ini meliputi latihan pernafasan dada dan perut.


Melakukan latihan yang benar adalah tarik nafas lewat hidung dan
hembuskan lewat mulut. Latihan ini bertujuan untuk memperbaiki
ventilasi udara, melatih pernafasan diafragma, memelihara elastisitas
jaringan paru-paru dan menjaga expansi thorax.
Prosedurnya :
1. Posisi hook-lying di bed dengan kepala dan trunk elevasi kira-kira 45°
2. Hip dan knee fleksi dan tungkai disanggah bantal sehingga abdomen
rileks
3. Posisi lain misalnya; Supine, Sitting atau Standing mungkin digunakan
jika ada peningkatan dalam terapi
4. Bernafas dengan perut
5. Dada dan bahu harus rileks
6. Saat inspirasi kembungkan perut, dan saat ekspirasi kempiskan perut
Posisi Fisioterapi :
1. Terapis berada di samping pasien sambil mengistruksikan kepada pasien
sambil mengontrol dengan memegang perut dan dada pasien. Yang harus
bergerak hanya perut, dada harus diam.

 Purse lips breathing.

Purse lips breathing diberikan adalah strategi pengontrolan pernafasan yang


melibatkan bibir yang mengerut ringan saat melakukan ekspirasi panjang. Pola
pernapasan ini diadopsi secara spontan oleh pasien penderita COPD untuk
mengatasi dyspnea yang dideritanya.
Prosedurnya yaitu sebagai berikut :
 Posisi pasien rileks, lebih baik
duduk.
 Pasien tarik nafas melalui
hidung dan tahan dengan hitungan 1,2
(Inspirasi) dan 1,2,3,4 (ekspirasi).
 Lalu pasien diminta hembuskan nafas lewat mulut secara
lembut/tidak boleh meniup ataupun melibatkan otot perut.

2. Postural Drainage
Tujuan : Postural drainage merupakan suatu teknik untuk mengalirkan
sekresi dari berbagai segmen menuju saluran nafas yang lebih besar, dengan
menggunakan pengaruh gravitasi dan pengaruh posisi pasien yang sesuai
dengan letak sputum atau mukus. Sebelum dilakukan PD memperbanyak minum
dahulu, ± 1 jam sebelum dilakukan PD.

Prosedurnya : Pasien diminta untuk tidur terlentang dengan rileks di atas bed
sesuai dengan area paru yang mana yang akan di drainage (segmen apikal
anterior), kemudian fisioterapis melakukan postural drainage dengan memberikan
tappotement yaitu teknik clapping dengan menepuk-nepuk telapak tangan secara
ritmik dan berirama di area tersebut. Kemudian, pasien diminta untuk inspirasi
dan fisioterapis memberi vibrating sambil memberi instruksi kepada pasien untuk
ekspirasi dan pada 1/3 akhir nafas, pasien diminta untuk batuk hingga sputum
pada lobus paru keluar pada saat batuk. Jika sputum belum keluar, ulangi postural
drainage seperti sebelumnya hingga sputum keluar.

Posisi Fisioterapis :
1. Fisioterapis berada disamping pasien, sambil memposisikan tangannya
pada daerah yang akan di lakukan tapotement
2. Fisioterapis memberi vibrating sambil memberi instruksi kepada pasien
untuk ekspirasi dan pada 1/3 akhir nafas,
Hasil : Setelah pemberian tappotemen atau clapping pasien menarik
nafas 3x dan batuk 3x dahak pasien keluar, berwarna hijau dan agak merah tua.

3. Latihan Batuk Efektif

Tujuan : Batuk merupakan suatu gerakan reflek untuk mengeluarkan


benda asing atau sputum dari dalam saluran pernafasan. Dalam latihan batuk
harus di lakukan dengan benar yaitu dengan pengembangan daerah perut dan
pinggang secara perlahan-lahan yang bertujuan untuk pengisian udara pada daerah
bronkiolus tanpa menyebabkan sekresi tersebut terbawa masuk lebih dalam pada
saluran bronkiolus.

Prosedur batuk dengan bantuan terapis :

 Posisi pasien : Berbaring terlentang di atas bed

 Posisi Fisioterapsi : terapis menempatkan telapak tangan saling menekan


diatas area epigastrik di bawah processus xyphodeus

 Pasien lalu melakukan inspirasi dalam maksimal dan terapis membantu


secara manual dengan menekan abdomen ke arah dalam dan keatas saat batuk
sehingga diaphragma terdorong keatas, menyebabkan batuk menjadi lebih
kuat dan efektif

 Teknik lain bisa diberikan dengan posisi duduk dikursi dan terapis atau
anggota keluarga berdiri dibelakang pasien lalu penekanan diberikan expirasi

 Perhatian : Hindari tekanan langsung pada Processus Xyphoideus


Prosedur batuk tanpa bantuan terapis :

 Posisi Pasien : Pasien posisi duduk dan Letakkan


kedua tangan bersilangan di atas abdomen dibawah
processus xyphoideus

 Posisi Fisioterapis : Berada di belakan pasien


sambil melingkarkan tangannya dan menempatkan di atas
tangan pasien.
 Setelah inspirasi dalam, anjurkan pasien
mendorong abdomen kedalam dan keatas bersama dengan
menahan saat batuk
Hasil : Setelah 3 kali batuk, sputum keluar
berwarna hijau kemerahan dengan konsistensi kental dan tidak berbau.

4. Mobilisasi sangkar thorax


Tujuan : Latihan ini meliputi gerakan-gerakan pada trunk dan anggota gerak
atas, dapat dilakukan bersamaan dengan breathing exercise. Sehingga otot-
otot pernafasan dan otot bantunya yang mengalami ketegangan akan menjadi
rilex
Posisi Fisioterapis : Berada disebelah pasien dan mengitruksikan pasien
untuk melakukan gerakan-gerakan seperti pada gambar.
Posisi Pasien : Duduk diatas kursi sambil melakukan gerakan-gerakan yang
diintruksikan Fisioterapis.
5. Stretching otot asessori pernapasan
Tujuan : untuk mengulur otot-otot yang mengalami spasme.
1. M. Pectoralis Mayor M. Pectoralis Minor

 Posisi Fisioterapis :
- M. Pectoralis mayor : Berada dibelakang pasien dan mengintruksikan
pasien untuk meletakkan kedua tangannya dibelakang kepala.
- M. Pectoralis minor : Berada di atas kepala pasien
 Posisi Pasien :
- M. Pectoralis mayor : pasien dalam posisi duduk
- M. Pectoralis minor : pasien dalam posisi tidur terlentang diatas bed
 Teknik :
- Setelah mengintruksikan pasien untuk memposisikan tangannya terapis
menarik tangan pasien untuk mengulur otot yang spasme.
2. M. Upper Trapesius

 Posisi Fisioterapi : Berada di atas kepala pasien


 Posisi Pasien : Pasien dalam posisi tidur terlentang diatas bed
 Teknik : Setelah mengintruksikan pasien untuk memposisikan
tangannya terapis menarik tangan pasien untuk mengulur otot
yang spasme.
3. M. Sternocledomastoideus

 Posisi Fisioterapi : Berada di depan pasien sambil


mengintruksikan gerakan yang akan dilakukan pasien
 Posisi Pasien : Pasien dalam posisi duduk
 Teknik : meminta pasien untuk melakukan gerakan rotasi lateral
lalu gerakan ekstensi untuk mengulur otot
sternogleidomastoideus. Dilakukan pada dua sisi secara
bergantian.
4. Evaluasi

Dari intervensi FT yang telah dilakukan, maka hasil evaluasi yang


diperoleh yaitu :

a. Sesak napas dan nyeri dada mulai berkurang


b. Otot-otot asesoris pernapasan tidak lagi mengalami spasme
dan hiperatropi
c. Tidak nampak lagi kelainan postur (elevasi dan protraksi pada
shoulder)
d. Sekresi mukus pada lobus atas kanan segmen apikal anterior
bekurang
e. Batuk menjadi efisien
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atelektasis didefinisikan sebagai ketidaksempurnaan ekspansi paru-paru
atau, dengan kata lain, kolaps parenkim paru. Biasanya disebabkan oleh obstruksi
mekanis tiba-tiba, diikuti dengan kolaps paru-paru yang progresif. Bilamana
saluran pernapasan yang besar tersumbat, seperti cabang utama atau bronkus
lobaris, maka keseluruhan paru atau lobus menjadi atelektasis. Bilamana bronkus
yang lebih kecil tersumbat, keadaannya bisa benar-benar berbeda karena terdapat
saluran yang terbuka pada dinding alveolar (saluran kolateral) yang
memungkinkan jalannya udara dari satu segmen ke segmen lain.

Penanganan fisioterapinya :

1. Breathing Exercise
- Diagfraghma breathing
- Purs lip breathing
2. Postural Drainage
3. Penginstruksian batuk efektif
4. Mobilisasi sangkar thoraks
5. Stretching otot pernafasan

B. Saran
Sebagai tim kesehatan dihimbau agar lebih bisa meningkatkan
pengetahuan tentang atelektasis dan problem solving yang efektif dan juga
sebaiknya kita memberikan informasi atau health education mengenai atelektasis
kepada para orangtua terhadap anak yang utama. Masyarakat sebaiknya
mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya atelektasis dan meningkatkan
pencegahan.
DAFTAR PUSTAKA

Kumar. dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC


Kisner, Carolyne dan Lynn Allen Colby.2007. Therapeutic Excercise 5th Edition.
USA: F.A Davis Company
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
http://nurseammar.blogspot.com/2012/02/makalah-teoritis-atelektasis.html
www.infokedokteran.com. Accessed 08 April 2011.

Anda mungkin juga menyukai