PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru. Kolaps ini dapat
meliputi subsegmen paru atau seluruh paru. Atelektasis dapat terjadi pada wanita
atau pria dan dapat terjadi pada semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada
anak yang lebih muda daripada anak yang lebih tua dan remaja.
Stenosis
dengan
penyumbatan
efektif
dari
suatu
bronkus
lobar
mengakibatkan atelektasis (atau kolaps) dari suatu lobus, dan radiograf akan
menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus.
Secara patologik, hampir selalu ada pula kelainan-kelainan lain di samping tidak
adanya udara daripada lobus dan posisi yang disebabkannya daripada dindingdinding alveolar dan bronkhiolar.
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Inggris sekitar 2,1 juta
penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis yang perlu pengobatan dan
pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5 juta
penduduk menderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Jerman 6 juta
penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian
dari perawat di dalam merawat klien dengan penyakit paru yang mengalami
atelektasis secara komprehensif bio psiko sosial dan spiritual.
Penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis pertama kali di Indonesia
ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai
daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama
kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam
jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998,
dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada
tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR
cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun
2002); dan 23,87 (tahun 2003).
1.2.
Rumusan Masalah
1.
2.
1.3.
Tujuan Penulisan
1. Agar mengetahui bagaimana konsep teori dari atelektasis.
2. Agar mengetahui dan memahami bagaimana pembutan askep pada pasien
yang terkena atelektasis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KONSEP TEORI ATELEKTASIS
2.1.1 Definisi Atelektasis
Atelektasis mengacu pada keadaan terjadinya kolaps alveolus, lobus, atau unit
paru yang lebih besar. Atelektasis mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
Sumbatan menggangu lewatnya udara ke dan dari alveoli yang normalnya
menerima udara melalui bronkus.
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
Atelektasis disebut kolapsnya paru atau alveolus, alveolus yang kolaps tidak
mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas.
Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses
difusi dan kecepatan pernafasan berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)
atau
paresis
gerakan
pernapasan,
akan
menyebabkan
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung,
kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).
Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan luasnya atelektasis.
Pada umumnya atelektasis yang terjadi pada penyakit tuberculosis, limfoma,
neoplasma, asma dan penyakit yang disebabkan infeksi misalnya bronchitis,
bronkopmeumonia, dan lain-lain jarang menimbulkan gejala klinis yang jelas,
kecuali jika ada obstruksi pada bronkus utama. Jika daerah atelektsis itu luas dan
terjadi sangat cepat akan terjadi dipsneu dengan pola pernapasan yang cepat dan
dangkal, takikardi dan sering sianosis, temperatur yang tinggi, dan jika berlanjut
akan menyebabkan penurunan kesadaran atau syok. Pada perkusi redup dan
mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada atelektasis yang
luas, atelektasis yang melibatkan lebih dari satu lobus, bising nafas akan melemah
atau sama sekali tidak terdengar, biasanya didapatkan adanya perbedaan gerak
dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma. Pada perkusi mungkin batas jantung
dan mediastinum akan bergeser, letak diafragma mungkin meninggi.
2.1.4 Patofisiologi
Setelah penyumbatan bronchial yang terjadi secara mendadak,sirkulasi darah
perifer akan menyerap udara dari alveoli, yang akan menyebabkan terjadinya
kegagalan pernapasan dan penarikan kembali paru-paru dalam beberapa menit.
Paru-paru akan menyusut secara komplek. Dalam tingkat awal, perfusi darah
paru-paru akan kekurangan udara yang menyebabkan hipoksemi arterial. Jika
kapiler dan jaringan hipoksia mengakibatkan perubahan membran alveolar
kapiler. Bagaimanapun juga pada kasus kolaps yang luas diafragma mengalami
peninggian, dinding dada nyeri dan hal ini akan mempengaruhi perubahan letak
hati dan mediastinum.
Sesak yang disebabkan merupakan variasi perubahan stimulus pusat respirasi
dan kortek serebral. Stimulus berasal dari kemoreseptor di mana terdapat daerah
atelektasis yang luas yang menyebabkan tekanan O2 kurang atau berasal dari paru-
paru dan otot pernapasan, dimana paru-paru kekurangan oksigen tidak terpenuhi
dan penambahan kerja pernapasan. Kiranya aliran darah pada daerah yang
mengalami atelektasis berkurang.
Sumbatan pada
bronkus (jaringan
neoplasma, jaringan
granulomatous pada TB,
abses paru, bronkiektasis,
mukus)
Kelemahan otot2
pernafasan
(akibat
pembiusan/anestesia)
Mendesak
paru
Penekanan
langsung
terhadap paru
Udara terjebak
Gangguan
perkembangan toraks
Terserap
aliran darah
bayi
prematur
ATELEKTA
SIS
Kolaps paru
meluas
pusat
pernapasa
n dalam
otak tidak
matur
gerakan
pernapas
an masih
terbatas
Hipoksemia arterial
paru
Daya
ekspansi
peru
Ketidak
efektifan
pola nafas
Merubah struktur
membran alveolarkapiler
Gangguan
pertukaran gas
Ke organ GIT
Mual,munta
h
Gangguan nutrisi
kurang dari
kenutuhan tubuh
Ke jaringan
ekstremitas
Kelemahan &
keletihan umum
Intolerans
i aktivitas
Suplai O2 ke jaringan
menurun
Ke otak
Hipoksia
jaringan
Merangsang
reseptor
nyeri
Gangguan
rasa nyaman
nyeri
Gangguan
perfusi
cerebral
lainnya
Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
Untuk mengatasi sumbatan berupa mukus bisa dilakukan perkusi
b. Keluhan Utama
Keluhan utama pada atelektasis keluhan utama yang dirasakan adalah
sesak nafas
melakukan aktivitas
Pola istirahat : tidur pasien menjadi berkurang atau tidak teratur
Pola nutrisi : Pemasukan nutrisi dan cairan berkurang
g. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Fisik IPPA
Inspeksi :
Adanya PCH,adanya sesak napas(pola pernapasan yang cepat dan
dangkal), adanya otot bantu pernafasan dyspnea, tachipnoe, sianosis,
distensi abdomen, Batuk non produktif sampai produktif, dan
kelemahan/keletihan.
Palpasi :
Luas diafragma mengalami paninggian, biasanya didapatkan adanya
perbedaan gerak dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma, tachikardi.
Perkusi :
Batas jantung dan mediastinum akan bergeser.
Suara paru pekak yang diakibatkan karena kolabsya paru
Redup karena terjadi penurunan aliran udara
Auskultasi :
Bisa terdapat wheezing karena terjadi spasme bronkus, ronchi pada
lapang paru yang mengalami atelektasis.
Sistem Integumen
1. Subyektif : 2. Obyektif
: Kulit pucat, cyanosis, banyak keringat , suhu kulit
meningkat.
Sistem Pulmonal
1. Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan.
2. Obyektif
: Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/ nonproduktif), penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, ronchii pada lapang paru yang mengalami kolaps.
Sistem Cardiovaskuler
1. Subyektif : Sakit kepala
2. Obyektif
: Denyut nadi meningkat, pembuluh darah
h. Pemeriksaan TTV
RR : > 24x/menit
TD: > 120 /90 mmHg
N : > 100X/menit
T: > 37,5 0 C
i. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Menunjukan adanya daerah bebas udara di paru-paru
b. CT scan
Menentukan penyebab terjadinya penyumbatan
c. GDA
Untuk menunjukan derajat hipoksemia dan keadekuatan ventilasi alveolar.
Biasanya acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
Ph : < 7,35
PCO2 : > 45 mmHg
HCO2 : >26
PO2 : < 80 %
DATA
DS:
ETIOLOGI
MASALAH
Perubahan
membran Gangguan
pertukaran gas
dalam benafas
DO:
--TTV :
TD= 130/90mmHg
T=38C
N=110 x/mnt
RR=35 x/mnt
-klien tampak gelisah
-sianosis
-GDA tidak dalam batas
normal
Ph : 7
PCO2 : 49 mmHg
HCO2 : 28
2
PO2 : 70 %
DS:Klien mengungkapkan Penurunan
sesak saat bernafas dan paru
dada terasa berat
DO:
-TTV
TD= 130/90mmHg
T=38C
N=110 x/mnt
RR=35 x/mnt
ekspansi
Ketidakfektifan
pola nafas
- pernafasan dangkal
-Adanya PCH dan
otot
bantu pernafasan
- terdapat ronchi
pada
lapang
yang
paru
kolaps,misal
paru
kiri
kolaps:
DS:
-Klien
lelah
Kelemahan,kelelaha
mengaku
dan
letih
mudah
ketika
beraktivitas.
-kien mengaku sesak nafas
ketika
digunakan
untuk
n ketidak
Intoleransi
aktifitas
seimbangan antara
suplai dan
kebutuhan O2.
beraktivitas
DO:
--TTV :
TD= 130/90mmHg
T=38C
N=110 x/mnt
RR=35x/mnt
- Pasien tampak lemah
- Klien tampak pucat
Dari analisa data diatas dapat diperoleh diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler.
2. Ketidakfektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru.
3. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan,kelelahan tubuh, ketidak seimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
2.2.3 Perencanaan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler.
Tidak sesak
Tidak sianosis
Tidak gelisah
Intervensi:
1.
2.
Observasi warna kulit, membran mukosa, catat adanya sianosis perifer atau
sentral.
R/ ) Sianosis menunujukkan hipoksemia pada jaringan.
3.
Observasi status mental klien
R/ Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat menunjukkan
hipoksemia atau penurunan oksigenasi serebral.
4.
6.
Kriteria Hasil:
-
Intervensi:
1. Observasi toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
peningkatan frekwensi nadi, peningkatan TD, dipsnea, atau nyeri dada,
kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsan.
R/
Parameter
tersebut
menunjukan
respon
fisiologis
pasien
2.2.4. Implementasi
Tanggal
No
dx
11-11-2011
Implementasi
08.00 WIB
Kaji
08.05 WIB
kemudahan bernafas.
Awasi tanda tanda vital dan irama jantung.
Kaji warna kulit, membran mukosa, catat adanya
frekuensi
kedalaman
pernafasan
dan
GDA.
Kolaborasi
09.05 WIB
09.30 WIB
10.00 WIB
12.00WIB
dalam
pemberian
atau sedatif.
10.15 WIB
09.00 WIB
dokter
oksigen tambahan
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian opoid
08.30 WIB
08.45 WIB
dengan
bantu
nafas
dan
adanya
10.10 WIB
11.00 WIB
2.2.5 Evaluasi
Tanggal
11-11-2011
No Dx
1
13.00 WIB
Evaluasi
S: Klien mengaku sesak agak berkurang
O:
TTV:
TD: 120/90 mmHg.
RR: 27 x/menit.
N: 95 x/menit.
T: 37,6 C.
GDA :
Ph : 7,37
PCO2 : 35 mmHg
HCO2 : 22
PO2 : 89 %
A: Masalah teratasi sebagian
13.00 WIB
P: intervensi dilanjutkan
S: Klien mengaku sesak agak berkurang,
dan
tidak
merasa
tersengal-sengal
lagi
saat
bernafas.
O: gerakan dada belum simetris sempurna
Tidak ada PCH,masih terdengar ronki,dan tidak ada
otot bantu nafas tambahan.,
P:intervensi dilanjutkan
S: pasien mengatakan lebih rileks
O: klien bedrest di tempat tidur dan
keluarga kooperatif dalam memberikan bantuan
kepada pasien
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
pengembangan
thorak
dan
mendesak
paru,
akhirnya
gangguan pernafasan
nyeri dada
batuk
Sedangkan untuk menentukan penyebab terjadinya penyumbatan mungkin
3.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurang-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam pembuatan makalah
selanjutnya akan lebih baik dari sekarang, dan kami juga berharap, setelah
membaca makalah ini kita menjadi lebih mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan terhadap klien dengan kasus atelektasis, sehingga kita sebagai
mahasiswa bisa menerapkannya ketika menjalani parktik klinik.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik
Klinis Edisi 9. Jakarta : EGC