Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru. Kolaps ini dapat

meliputi subsegmen paru atau seluruh paru. Atelektasis dapat terjadi pada wanita
atau pria dan dapat terjadi pada semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada
anak yang lebih muda daripada anak yang lebih tua dan remaja.
Stenosis

dengan

penyumbatan

efektif

dari

suatu

bronkus

lobar

mengakibatkan atelektasis (atau kolaps) dari suatu lobus, dan radiograf akan
menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus.
Secara patologik, hampir selalu ada pula kelainan-kelainan lain di samping tidak
adanya udara daripada lobus dan posisi yang disebabkannya daripada dindingdinding alveolar dan bronkhiolar.
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Inggris sekitar 2,1 juta
penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis yang perlu pengobatan dan
pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5 juta
penduduk menderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Jerman 6 juta
penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian
dari perawat di dalam merawat klien dengan penyakit paru yang mengalami
atelektasis secara komprehensif bio psiko sosial dan spiritual.
Penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis pertama kali di Indonesia
ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai
daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama
kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam
jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998,
dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada
tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR

cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun
2002); dan 23,87 (tahun 2003).

1.2.

Rumusan Masalah

1.
2.

1.3.

Bagaimana konsep teori dari Atelektasis ?


Bgaimanakah askep atelektasiss?

Tujuan Penulisan
1. Agar mengetahui bagaimana konsep teori dari atelektasis.
2. Agar mengetahui dan memahami bagaimana pembutan askep pada pasien
yang terkena atelektasis.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KONSEP TEORI ATELEKTASIS
2.1.1 Definisi Atelektasis

Atelektasis mengacu pada keadaan terjadinya kolaps alveolus, lobus, atau unit
paru yang lebih besar. Atelektasis mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
Sumbatan menggangu lewatnya udara ke dan dari alveoli yang normalnya
menerima udara melalui bronkus.
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
Atelektasis disebut kolapsnya paru atau alveolus, alveolus yang kolaps tidak
mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas.
Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses
difusi dan kecepatan pernafasan berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)

2.1.2 Etiologi Atelektasis


1. Atelektasis Neonatorum
Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam otak
tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas. Faktor pencetus termasuk
komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia intrauter.
Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non crepitant,
lembek dan elastis. Yang khas paru ini tidak mampu mengembang di dalam air.
Secara histologis, paru bayi dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi
dindingin septa yang tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang prominem
melapisi rongga alveoli dan sering terdapat endapan protein granular bercampur
dengan debris amnion dan rongga udara. Atelektasis neonatorum pada sistem,
gawat napas.
2.

Atelektasis Karena Gangguan Internal Paru


a. Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bisa berasal di dalam bronkus
seperti dari jaringan neoplasma, jaringan granulomatous pada TB, abses
paru, bronkiektasis, dll

b. Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang


berupa mukus, misalnya pada bronkitis kronis.
c. Paralisis

atau

paresis

gerakan

pernapasan,

akan

menyebabkan

perkembangan paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus


poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas yang
terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan
ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan
memperberat keadaan atelektasis.
3.

Atelektasis Karena Gangguan Ekstenal paru

Gangguan dari luar yang dapat mengakibatkan atelektasis antara lain:


a. Pembiusan (anestesia)/pembedahan
b. Pernafasan dangkal
c. Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorak,
herniasi organ perut ke dalam rongga thorak, tumor thorak seperti tumor
mediastinum.
d. Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura (effusi pleura) atau
trauma thorak,ganguan gerakan diafragma dll.
e. Gangguan bentuk dan gerakan paru/deformitas costa/vertebre.

2.1.3 Manifestasi Klinis


Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas
yang ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala
sama sekali, walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek. Jadi gejalanya
bisa berupa gangguan pernafasan, batuk, dll.

Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung,
kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).
Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan luasnya atelektasis.
Pada umumnya atelektasis yang terjadi pada penyakit tuberculosis, limfoma,
neoplasma, asma dan penyakit yang disebabkan infeksi misalnya bronchitis,
bronkopmeumonia, dan lain-lain jarang menimbulkan gejala klinis yang jelas,
kecuali jika ada obstruksi pada bronkus utama. Jika daerah atelektsis itu luas dan
terjadi sangat cepat akan terjadi dipsneu dengan pola pernapasan yang cepat dan
dangkal, takikardi dan sering sianosis, temperatur yang tinggi, dan jika berlanjut
akan menyebabkan penurunan kesadaran atau syok. Pada perkusi redup dan
mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada atelektasis yang
luas, atelektasis yang melibatkan lebih dari satu lobus, bising nafas akan melemah
atau sama sekali tidak terdengar, biasanya didapatkan adanya perbedaan gerak
dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma. Pada perkusi mungkin batas jantung
dan mediastinum akan bergeser, letak diafragma mungkin meninggi.

2.1.4 Patofisiologi
Setelah penyumbatan bronchial yang terjadi secara mendadak,sirkulasi darah
perifer akan menyerap udara dari alveoli, yang akan menyebabkan terjadinya
kegagalan pernapasan dan penarikan kembali paru-paru dalam beberapa menit.
Paru-paru akan menyusut secara komplek. Dalam tingkat awal, perfusi darah
paru-paru akan kekurangan udara yang menyebabkan hipoksemi arterial. Jika
kapiler dan jaringan hipoksia mengakibatkan perubahan membran alveolar
kapiler. Bagaimanapun juga pada kasus kolaps yang luas diafragma mengalami
peninggian, dinding dada nyeri dan hal ini akan mempengaruhi perubahan letak
hati dan mediastinum.
Sesak yang disebabkan merupakan variasi perubahan stimulus pusat respirasi
dan kortek serebral. Stimulus berasal dari kemoreseptor di mana terdapat daerah
atelektasis yang luas yang menyebabkan tekanan O2 kurang atau berasal dari paru-

paru dan otot pernapasan, dimana paru-paru kekurangan oksigen tidak terpenuhi
dan penambahan kerja pernapasan. Kiranya aliran darah pada daerah yang
mengalami atelektasis berkurang.

Sumbatan pada
bronkus (jaringan
neoplasma, jaringan
granulomatous pada TB,
abses paru, bronkiektasis,
mukus)

Massa intra thorak


(tumor thorak seperti
tumor mediastinum
pneumo thorak)

Tekanan intra plura


(effusi pleura)
meningkat

Kelemahan otot2
pernafasan
(akibat
pembiusan/anestesia)

Mendesak
paru

Penekanan
langsung
terhadap paru

Udara terjebak

Gangguan
perkembangan toraks

Terserap
aliran darah

bayi
prematur

ATELEKTA
SIS
Kolaps paru
meluas

Perfusi darah paru <


O2

pusat
pernapasa
n dalam
otak tidak
matur

gerakan
pernapas
an masih
terbatas

Hipoksemia arterial
paru

Daya
ekspansi
peru
Ketidak
efektifan
pola nafas

Merubah struktur
membran alveolarkapiler
Gangguan
pertukaran gas

Ke organ GIT
Mual,munta
h
Gangguan nutrisi
kurang dari
kenutuhan tubuh

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

Ke jaringan
ekstremitas
Kelemahan &
keletihan umum

Intolerans
i aktivitas

Suplai O2 ke jaringan
menurun
Ke otak

Hipoksia
jaringan
Merangsang
reseptor
nyeri
Gangguan
rasa nyaman
nyeri

Gangguan
perfusi
cerebral

Pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan Rontgen dada yang mana


akan menunjukkan adanya daerah bebas udara di paru-paru. Sedangkan untuk
menentukan penyebab terjadinya penyumbatan mungkin perlu dilakukan
pemeriksaan CT - scan atau bronkoskopi serat optik.
Kolaps dapat didiagnosa dengan adanya :
a. Peningkatan densitas dan menggerombolnya pembuluh darah paru
b. Perubahan letak hilus atau fisura ( keatas atau ke bawah ). Pada keadaan
normal
c. Letak hilus kanan lebih rendah dari hilus kiri
d. Pergeseran trakea, mediastinum atau fisura interlobaris ke arah bagian
paru yang kolaps
Sisa paru bisa amat berkembang ( over-expanded ) dan demikian menjadi
hipertranslusen.

2.1.6 Penatalaksaanaan Medis


Tujuan pengobatan adalah membebaskan paru-paru dari sumbatan dan
kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena.
Tindakan yang biasa dilakukan :

Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur

lainnya
Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
Untuk mengatasi sumbatan berupa mukus bisa dilakukan perkusi

(menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak, Postural drainage.


Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang,
menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paruparu yang terkena mungkin perlu diangkat.

Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang


mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan
parut ataupun kerusakan lainnya.

2.2. ASUHAN KEPERWATAN ATELEKTASIS


2.2.1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber
biaya, dan sumber informasi,pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien

b. Keluhan Utama
Keluhan utama pada atelektasis keluhan utama yang dirasakan adalah
sesak nafas

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merasakan sesak nafas setelah beraktivitas,dan mudah lelah.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada saat lahir pasien pernah mengalami kelainan yaitu setelah lahir belum
sempat terjadi tangisan yang pertama.

e. Riwayat Psiko Social


-

Pasien merasakan cemas karena mengalami sesak nafas.


Pasien jarang berkomunikasi dengan lingkungan sekitar

f. Pola Aktivitas Sehari-Hari


-

Mobilisasi berkurang karena pasien sesak nafas jika pasien banyak

melakukan aktivitas
Pola istirahat : tidur pasien menjadi berkurang atau tidak teratur
Pola nutrisi : Pemasukan nutrisi dan cairan berkurang

g. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Fisik IPPA

Inspeksi :
Adanya PCH,adanya sesak napas(pola pernapasan yang cepat dan
dangkal), adanya otot bantu pernafasan dyspnea, tachipnoe, sianosis,
distensi abdomen, Batuk non produktif sampai produktif, dan
kelemahan/keletihan.
Palpasi :
Luas diafragma mengalami paninggian, biasanya didapatkan adanya
perbedaan gerak dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma, tachikardi.

Perkusi :
Batas jantung dan mediastinum akan bergeser.
Suara paru pekak yang diakibatkan karena kolabsya paru
Redup karena terjadi penurunan aliran udara

Auskultasi :
Bisa terdapat wheezing karena terjadi spasme bronkus, ronchi pada
lapang paru yang mengalami atelektasis.

b) Pemeriksaan Fisik ROS

Sistem Integumen
1. Subyektif : 2. Obyektif
: Kulit pucat, cyanosis, banyak keringat , suhu kulit

meningkat.
Sistem Pulmonal
1. Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan.
2. Obyektif
: Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/ nonproduktif), penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, ronchii pada lapang paru yang mengalami kolaps.
Sistem Cardiovaskuler
1. Subyektif : Sakit kepala
2. Obyektif
: Denyut nadi meningkat, pembuluh darah

vasokontriksi, kualitas darah menurun, TD meningkat,


Sistem Neurosensori

1. Subyektif : Gelisah, penurunan kesadaran, kejang


2. Obyektif
: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
Sistem Musculoskeletal
1. Subyektif : Lemah, cepat lelah
2. Obyektif
: nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan
Sistem genitourinaria
1. Subyektif : 2. Obyektif
: Produksi urine menurun/normal,
Sistem digestif
1. Subyektif : Mual, kadang muntah
2. Obyektif
: Konsistensi feses normal.

h. Pemeriksaan TTV

RR : > 24x/menit
TD: > 120 /90 mmHg
N : > 100X/menit
T: > 37,5 0 C

i. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Menunjukan adanya daerah bebas udara di paru-paru
b. CT scan
Menentukan penyebab terjadinya penyumbatan
c. GDA
Untuk menunjukan derajat hipoksemia dan keadekuatan ventilasi alveolar.
Biasanya acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
Ph : < 7,35
PCO2 : > 45 mmHg
HCO2 : >26

PO2 : < 80 %

2.2.2 Analisa Data dan Diagnosa


NO
1

DATA
DS:

ETIOLOGI
MASALAH
Perubahan
membran Gangguan

- Klien menyatakan sesak alveolar kapiler

pertukaran gas

dalam benafas
DO:
--TTV :
TD= 130/90mmHg
T=38C
N=110 x/mnt
RR=35 x/mnt
-klien tampak gelisah
-sianosis
-GDA tidak dalam batas
normal
Ph : 7
PCO2 : 49 mmHg
HCO2 : 28
2

PO2 : 70 %
DS:Klien mengungkapkan Penurunan
sesak saat bernafas dan paru
dada terasa berat
DO:
-TTV
TD= 130/90mmHg
T=38C
N=110 x/mnt
RR=35 x/mnt

ekspansi

Ketidakfektifan
pola nafas

- pernafasan dangkal
-Adanya PCH dan

otot

bantu pernafasan
- terdapat ronchi

pada

lapang

yang

paru

kolaps,misal

paru

kiri

kolaps:

DS:
-Klien
lelah

Kelemahan,kelelaha
mengaku
dan

letih

mudah
ketika

beraktivitas.
-kien mengaku sesak nafas
ketika

digunakan

untuk

n ketidak

Intoleransi
aktifitas

seimbangan antara
suplai dan
kebutuhan O2.

beraktivitas
DO:
--TTV :
TD= 130/90mmHg
T=38C
N=110 x/mnt
RR=35x/mnt
- Pasien tampak lemah
- Klien tampak pucat
Dari analisa data diatas dapat diperoleh diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler.
2. Ketidakfektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru.
3. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan,kelelahan tubuh, ketidak seimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.

2.2.3 Perencanaan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 124 jam pasien


menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan.
Kriteria hasil:
-

Tidak sesak

Tidak sianosis

TTV dalam batas normal: TD: 110/90 mmHg-120/100 mmHg,


RR: 16-24X/menit,T:36,5-37,5 C,N: 60-100 x/menit

Tidak gelisah

GDA dalam batas normal :


Ph : 7,35 7,45
PCO2 : 35 45 mmHg
HCO2 : 21-26
PO2 : 80- 100 %

Intervensi:
1.

Observasi frekuensi kedalaman pernafasan dan kemudahan bernafas.


R/ Manifestasi distres pernafasan tergantung pada atau indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum

2.

Observasi warna kulit, membran mukosa, catat adanya sianosis perifer atau

sentral.
R/ ) Sianosis menunujukkan hipoksemia pada jaringan.
3.
Observasi status mental klien
R/ Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat menunjukkan
hipoksemia atau penurunan oksigenasi serebral.
4.

Awasi tanda tanda vital dan irama jantung.


R/ takikardia dan perubahan tekanan darah yang dapat menunjukan adanya

hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.


5.
Kolaborasi dengan petugas lab dalam pemeriksaan GDA
R/ PaO2 secara umum menurun ,sehingga terjadi hipoksia.

6.

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen.


R/memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.

2. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jan di harapkan pola


nafas klien kembali efektif

Kriteria Hasil:
-

Sesak klien berkurang/ tidak sesak.

Tidak ada otot bantu pernafasan dan PCH.

Tidak ada bunyi nafas tambahan

TTV dalam batas normal: TD: 110/90 mmHg-120/100 mmHg,

RR: 16-24X/menit,T:36,5-37,5 C,N: 60-100 x/menit


Intervensi :
1. Observasi TTV klien
R/untuk memantau perkembangan vital pasien
2. Observasi perubahan ekspansi dada.
R/ gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena proses kolapsnya paru
3. Auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas tambahan.
R/ Perubahan bunyi nafas menunjukan obstruksi sekunder
4. Dorong pasien untuk penafasan dalam atau nafas bibir.
R/ latihan nafas untuk menurunkan kolaps paru
5. Observasi adanya otot bantu nafas dan adanya pernafasan cuping hidung
R/ adanya otot bantu nafas dan PCH menaaaandakan adanya distres
pernafasan
6. Lakukan postural drainase dan perkusi dada

R/ berguna untuk mengeluarkan sumbatan berupa mukus atau sekret,sehingga


mengembalikan pengembangan paru
7. Berikan pada klien posisi semi fowler.
R/ Posisi semi fowler membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan.
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen tambahan.
R/ Pemberian oksigen memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja
nafas.
3. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan,kelelahan tubuh ketidak seimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan kepetawatan selama 3x 24 jam
diharapkan klien bisa beraktifitas kembali
Kriteria Hasil :
-

TTV dalam batas normal: 110/90 mmHg-120/100 mmHg,


RR: 16-24X/menit,T:36,5-37,5 C,N: 60-100 x/menit

Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan.


Klien tidak sesak ketika beraktifitas
Klien tampak lebih segar
Adanya penurunan intoleransi aktivitas

Intervensi:
1. Observasi toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
peningkatan frekwensi nadi, peningkatan TD, dipsnea, atau nyeri dada,
kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsan.
R/
Parameter
tersebut
menunjukan
respon
fisiologis

pasien

terhadap stress,aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja


jantung.
2. Observasi kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan
kelemahan / kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi stabil, peningkatan
perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual.
3. Sarankan klien untuk beristirahat / toleransi perawatan diri selama masih
sesak.

R/ Konsumsi oksigen miokardia selama aktivitas dapat meningkat pada


keadaan sesak.
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi
mandi,menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/ teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga
membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
5. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih latihan aktivitas
R/ Meningkatkan kooperatif pasien dan untuk meningkatkan toleransi
terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.

2.2.4. Implementasi
Tanggal

No
dx

11-11-2011

Implementasi

08.00 WIB

Kaji

08.05 WIB

kemudahan bernafas.
Awasi tanda tanda vital dan irama jantung.
Kaji warna kulit, membran mukosa, catat adanya

frekuensi

kedalaman

pernafasan

dan

sianosis perifer atau sentral.


Kolaborasi dengan petugas lab dalam pemeriksaan
0 8.10 WIB

GDA.
Kolaborasi

09.05 WIB
09.30 WIB
10.00 WIB
12.00WIB

dalam

pemberian

atau sedatif.

10.15 WIB
09.00 WIB

dokter

oksigen tambahan
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian opoid

08.30 WIB

08.45 WIB

dengan

Kaji perubahan ekspansi dada.


Auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi
nafas tambahan.
Kaji adanya otot

bantu

nafas

dan

pernafasan cuping hidung.


Lakukan postural drainase dan perkusi dada.
Berikan pada klien posisi semi fowler.
Mengobservasi TTV pasien

adanya

10.10 WIB

Menyarankan pasien untuk beristirahat / toleransi


perawatan diri
Menyarankan kepada keluarga dalam memberikan

11.00 WIB

bantuan kepada pasien ketika beraktivitas.

2.2.5 Evaluasi
Tanggal
11-11-2011

No Dx
1

13.00 WIB

Evaluasi
S: Klien mengaku sesak agak berkurang
O:
TTV:
TD: 120/90 mmHg.
RR: 27 x/menit.
N: 95 x/menit.
T: 37,6 C.
GDA :
Ph : 7,37
PCO2 : 35 mmHg
HCO2 : 22
PO2 : 89 %
A: Masalah teratasi sebagian

13.00 WIB

P: intervensi dilanjutkan
S: Klien mengaku sesak agak berkurang,
dan

tidak

merasa

tersengal-sengal

lagi

saat

bernafas.
O: gerakan dada belum simetris sempurna
Tidak ada PCH,masih terdengar ronki,dan tidak ada
otot bantu nafas tambahan.,

Setelah dilakukan posturnal drainase didapatkan


sputum sebanyak 150 cc.
A: masalah teratasi sebagian
13.00 WIB

P:intervensi dilanjutkan
S: pasien mengatakan lebih rileks
O: klien bedrest di tempat tidur dan
keluarga kooperatif dalam memberikan bantuan
kepada pasien
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan

Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps


tidak mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas.
Atelektasis bisa terjadi karena beberapa sebab antara lain karena tidak
adanya tangisan pertama saat lahir,adanya gangguan internal paru dan gangguan
eksternal paru yang mana dari ketiga sebab tersebut bisa menyebabkan obstruksi
bronkus,gangguan

pengembangan

thorak

dan

mendesak

paru,

akhirnya

mendorong terjadinya atelektasis. Gejalanya bisa berupa:

gangguan pernafasan

nyeri dada

batuk
Sedangkan untuk menentukan penyebab terjadinya penyumbatan mungkin

perlu dilakukan pemeriksaan CT - scan atau bronkoskopi serat optik.


Tujuan pengobatan adalah membebaskan paru-paru dari sumbatan dan
kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena.
Dari asuhan keperawatan atelektasis itu sendiri terdiri dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

3.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurang-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam pembuatan makalah
selanjutnya akan lebih baik dari sekarang, dan kami juga berharap, setelah
membaca makalah ini kita menjadi lebih mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan terhadap klien dengan kasus atelektasis, sehingga kita sebagai
mahasiswa bisa menerapkannya ketika menjalani parktik klinik.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik
Klinis Edisi 9. Jakarta : EGC

Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC


Smelter,suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai