PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENYAKIT PARU OBTRUKSI KRONIK
2.1 Definisi
Penyakit obtruksi jalan nafas karana bronchitis kronis atau emfisema.
Obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktitas bronkus dan
sebagian bersifat reversible.
Bronchitis kronis adalah suatu definisi klinis yaitu ditandai dengan batukbatuk hamper setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan
berturut-turut dalam satu tahun dan paling sedikit selama 2 tahun.
Emfisema adalah suatu perubahan anatomi paru-paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal disertai
kerusakan diding alveolus.
2.2 Anatomi Paru
Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru terletak disamping
mediastinum. Oleh karena itu ,masing-masing paru-paru satu sama lain dipisahkan
oleh jantung dan pembuluh pembuluh besar serta struktur lain dalam mediastinum
Masing-masing paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viceralis. Paru-paru
terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri,hanya dilekatkan ke mediastinum
oleh radix pulmonis.
Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul, yang menjorok ke
atas,masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula, facies costalis yang
konveks,yang berhubungan dengan dinding dada, dan facies mediastinalis yang
konkaf,yang
membentuk
cetakan
pada
pericardium
dan
struktur-struktur
proses penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu lingkaran dengan akibat terjadi
hipersekres. Bila iritasi dan oksidasi di saluran napas terus berlangsung maka terjadi
erosi epitel serta pembentukan jaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi
skuamosa dan penebalan lapisan skuamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan
obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel.
napas. Pada jenis sentri-acinar kelainan terjadi pada bronkiolus dan daerah perifer
acinar, kelainan ini sangat erat hubungannya dengan asap rokok dan penyakit
saluran napas perifer.
dada meningkat).
2.
3.
Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih
pada
penyakit
paru
obstruksi
bertujuan
untuk
1.
penyakit.
2.
Mobilisasi dahak.
3.
Mengatasi bronkospasme.
4.
Memberantas infeksi.
5.
6.
Secara garis besar penatalaksanaan PPOK dapat dibagi atas 4 kelompok, yaitu :
2.6.1
Penatalaksanaan umum
1.
2.
3.
Menghindari infeksi.
4.
5.
6.
Imunoterapi.
2.6.2
Penggunaan obat-obatan
1.
0,5mg/hari
Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengatasi atau mengurangi obstruksi
saluran napas yang terdapat pada penyakit paru obstruksi. Ada 3 golongan
bronkodilator utama yaitu golongan simpatomimetik, golongan antikolinergik dan
golongan xanthin; ke tiga obat ini mempunyai cara kerja yang berbeda dalam
mengatasi obstruksi saluran napas.
Dalam otot saluran napas persarafan langsung simpatometik hanya sedikit;
meskipun banyak terdapat adenoreseptor beta dalam otot polos bronkus, reseptor ini
terutama adalah beta-2. Pemberian beta agonis menimbulkan bronkodilatasi.
Reseptor beta berhubungan erat dengan adenilsiklase, yaitu substansi penting yang
menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi.
Persarafan bronkus berasal dan sistem parasimpatis melalui nervus vagus Pada
asma aktifitas refleks vagal dianggap sebagai komponen utama bronkokonstriksi;
tetapi peranan vagus yang pasti tidak diketahui. Substansi penghantar saraf tersebut
adalah asetilkolin yang dapat menimbulkan bronkokonstniksi. Atropin adalah zat
antagonis kompetitif dan asetilkolin dan dapat menimbulkan relaksasi otot polos
bronkus sehingga timbul bronkodilatasi.
Obat golongan xanthin bekerja sebagai bronkodilator melalui mekanisme yang belum
diketahui dengan jelas. Beberapa mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya
bronkodilator, adalah:
Blokade reseptor adenosin
Rangsangan pelepasan katekolamin endogen
Meningkatkan jumlah dan efektivitas sel T supresor
Meningkatkan ambilan kalsium ke dalam sel otot polos dan penghambatan
penglepasan mediator dan sel mast.
Pada gambar 1 dapat dilihat skema cara kerja obat-obat bronkodilator untuk
menimbulkan bronkodilatasi. Obat golongan simpatomimetik seperti adrenalin dan
efedrin selain memberikan efek bronkodilatasi juga menimbulkan takikardi dan
palpitasi; pemakaian obat-obat yang selektif terhadap reseptor beta mengurangi efek
samping ini. Golongan agonis beta-2 yang dianggap selektif antara lain adalah
terbutalin, feneterol, salbutamol, orsiprenalin dan salmeterol. Di samping bersifat
sebagai bronkodilator, bila diberikan secara inhalasi dapat memobilisasi lendir.
Pemberian beta-2 dapat menimbulkan tremor tetapi bila terus diberikan maka gejala
akan berkurang(13-15). Pemberian salbutamol lepas lambat juga dapat diberikan.
Pada penderita asma obat ini mungkin bisa mengurangi timbulnya serangan asma
malam. Dosis salbutamol lepas lambat 2 x 4 mg mempunyai manfaat yang sama
dengan dosis 2 x 8 mg dengan efek samping yang lebih minima1(16). Antikolinergik
seperti ipratropium bromide merupakan bronkodilator utama pada PPOK, kanena
pada PPOK obstruksi saluran napas yang terjadi lebih dominan disebabkan oleh
dosis
dapat
di
turunkan
sehingga
efek
samping
juga
menjadi
sedikit(15,17,18).
Pada penderita asma akut pemberian antikolinergik tidak direkomendasikan
oleh karena efeknya lebih rendah dibandingkan golongan agonis beta-2; tetapi
penambahan obat antikolinergik dapat meningkatkan efek bronkodilatasi(19). Pada
asma kronik antikolinergik cukup aman,bronkodilatasi terjadi melalui blokade
reseptor muskaninik non spesifik. Meskipun efeknya kurang darigonis beta-2 tapi
penambahan obat ini memberikan efek tambahan terutama pada penderita asma
yang lebih tua(20).
Golongan xanthin mempunyai efek bronkodilator yang lebih rendah, selain
bersifat bronkodilator obat ini juga berperan dalam meningkatkan kekuatan otot
diafragma. Pada penderita emfisema dan bronkitis kronik metabolisme obat
golongan xanthin ini dipengaruhi oleh faktor uimur, merokok, gagal jantung, infeksi
bakteri dan penggunaan obat simetidin dan eitromisin.
Oleh karena itu penggunaan obat xanthin pada PPOK membutuhkan
pemantauan yang ketat(15).Pemberian bronkodilator secara inhalasi sangat dianjur
kan- oleh kanena cara ini memberikan berbagai keuntungan yaitu(21,22) :
Obat bekerja langsung pada saluran napas
Onset kerja yang cepat
Dosis obat yang kecil
Efek samping yang minimal karena kadar obat dalam
darah rendah.
Membantu mobilisasi lendir.
Ada berbagai cara pemberian obat inhalasi yaitu dengan inhalasi dosis
terukur, alat bantu spacer, nebuhaler, turbuhaler, dischaler, rotahaler dan nebuliser.
Hal yang perlu diperhatikan adalah cara pemakaian yang tepat dan benar sehingga
obat dapat mencapai saluran napas dengan dosis yang cukup.Pada orang tua dan
anak-anak serta pada suatu serangan akut yang berat mungkin obat tidak bisa
dihisap dengan baik sehingga sukar mendapatkan bronkodilatasi yang optimal pada
pemakaian inhalasi dosis terukur.
Pemberian inhalasi fenoterol 1 ml konsentrasi 0,1% dengan nebuliser pada
serangan asma memberikan perbaikan faal paru yang sangat bermakna pada 32
penderita asma yang berobat ke poli Asma RSUP Persahabatan; tetapi pada 19
orang penderita PPOK dengan eksaserbasi akut, inhalasi ini memberikan perbaikan
subjektif sedangkan peningkatan faal paru tidak bermakna.
Pada penderita PPOK pemberian bronkodilator harus selalu dicoba,
meskipun tidak terdapat perbaikan faal paru. Apabila selama 23 bulan pemberian
obat tidak terlihat perubahan secara objektif maupun secara subjektif maka tidaklah
Ekspektoran
Ekspektorans
dan
mukolitik
Pemberian
cairan
yang
cukup
dapat
mengencerkan sekret, tetapi pada beberapa keadaan seperti gagal jantung perlu
dilakukan pembatasan cairan. Obat yang menekan batuk seperti kodein tidak
dianjurkan karena dapat mengganggu pembersihan sekret dan menyebabkan
gangguan pertukaran udara; di samping itu obat ini dapat menekan pusat napas.
Tetapi bila batuk sangat mengganggu seperti batuk yang menetap, iritasi saluran
napas dan gangguan tidur obat ini dapat diberikan. Ekspektorans dan mukolitik lain
seperti bromheksin, dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi.
Asetil sistem selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang
melindungi saluran napas dan kerusakan yang disebabkan oleh oksidans
3.
Antibiotik
Antibiotika Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi,
Terapi respirasi.
Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
Rehabilitasi
Pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk
pasien PPOK adalah :
Fisioterapi
Rehabilitasi psikis
Rehabilitasi pekerjaan
napas, perkusi dinding dada, drainase postural dan program uji latih. Rehabilitasi
psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan mempunyai rasa
tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk
memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan
fisiknya. Secara umum rehabilitasi ini bertujuan agar penderita dapat mengurus diri
sendiri dan melakukan aktivitas yang bermanfaat sesuai dengan kemampuan
penderita
Pada asma dan PPOK, suatu serangan akut atau eksaserbasi akut
memerlukan penatalaksanaan yang tepat agar obstruksi yang terjadi dapat diatasi
seoptimal mungkin sehingga risiko komplikasi dan perburukan penyakit dapat
dihindari sedapat mungkin. Pada obstruksi kronik yang terdapat pada PPOK dan
SOPT penatalaksanaan bertujuan untuk memperlambat proses perburukan faal paru
dengan menghindari eksaserbasi akut dan faktor-faktor yang memperburuk
penyakit. Pada penderita PPOK penurunan faal paru lebih besar dibandingkan
orang normal. Penelitian di RSUP Persahabatan menunjukkan bahwa nilai volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada penderita PPOK menurun sebesar 52 ml
setiap tahunnya.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: Tn. Tubi
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tanggal lahir
: 22 Agustus 1941
Alamat
Pekerjaan
: -
Suku
: Jawa
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Status kawin
: Kawin
No MR
: 1123909
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Sesak
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengeluh sesak nafas kumat-kumatan sejak 1 tahun yang lalu.
Sesak muncul bila pasien melakukan aktivitas berat dan terkadang disertai
dengan mengi. Sesak memberat sejak 3 hari yang lalu.
Pasien juga mengeluh batuk kumat-kumatan sejak 1 tahun yang lalu,
biasanya tidak berdahak. Tetapi sejak 3 hari yang lalu batuk memberat
dengan dahak kental berwarna kuning. Batuk disertai panas sejak 3 hari yang
lalu. Tidak ada nyeri dada, penurunan berat badan dan batuk berdarah.
Tidak didapatkan riwayat hipertensi, diabetes mellitus, lung TB,
ataupun kontak dengan pasien TB. Riwayat merokok selama 50 tahun,
berhenti sejak 1 tahun yang lalu.
Review of system
Sesak +
Demam +
Batuk +
Mengi +
3.3 Pemeriksaan Fisik
GA look moderately ill
BP 140/90 mmHg
PR 110x/mnt
GCS 456
RR 30x/mnt
Tax 38oC
Head/neck
Tho
HS HS
HS HS
HS HS
Auskultasi :
V V
V V
Abdomen
V V Rh - +
- +
++
- -
++
Ekstremity
Wh + +
AP Position :
Asymetric, increased of lateral
diameter
Soft tissue thin
Bone costae D/S flattening
ICS D/C widening
Trachea in the middle
Hillus D/S normal
Cor : site normal, size < 50%, shape
normal, shape normal
Hemidiafragma D/S : decrease of
level, domeshape
Costofhrenicus D/S : sharp
Pulmo : D : hyperaerated lung,
infiltrate (-)
S : hyperaerated lung,
infiltrate paracardial S
Conclusion : emphisematous lung,
pneumoni
16/9/2011
19/9/2011
Hematokrit
36,5 %
LED 100mm/jam
Chlorida 96 mmol/l
Trombosit
610.000 /ml
Hematokrit 29,6 %
Leukosit
20.000 /ml
GDA
135 mg/dl
Trombosit 506.000
Ureum
31,8 mg/dl
Creatinin
0,90 U/dl
SGOT
16 U/dl
Chlorida 94 mmol/l
SGPT
15 U/dl
Natrium
132 mmol/l
Kalium
2,92 mmol/l
Chlorida
93 mmol/l
Albumin
3,15 g/dl
Bilirubin :
Total
1,04 mg/dl
Direk
0,37 mg/dl
Indirek
0,67 mg/dl
Urine Lengkap :
SG/BJ
1.020
pH
Protein
1+
Eristrosit
3+
10x epitel
pCO2 39,0
pO2 91,1
HCO3 25,6
O2 saturasi arterial 96,3 %
Base excess +0,6
3.5 Problem dan Diagnosis
Berdasarkan
anamnesa,
pemeriksaan
fisik,
serta
pemeriksaan
penunjang maka pasien ini didiagnosa dengan COPD, sesak nafas kumatkumatan sejak 1 tahun yang lalu. Sesak muncul bila pasien melakukan
aktivitas berat dan terkadang disertai dengan mengi. Sesak memberat sejak 3
hari yang lalu. Pasien juga mengeluh batuk kumat-kumatan sejak 1 tahun
yang lalu, biasanya tidak berdahak. Tetapi sejak 3 hari yang lalu batuk
memberat dengan dahak kental berwarna kuning. Batuk disertai panas sejak
3 hari yang lalu. Pada perkusi dada didapatkan hipersonor, batas paru hati
lebih rendah, tukak jantung berkurang. Suara nafas berkurang dengan
expirasi panjang. Foto thorak juga menunjukkan adanya gambaran
emphysematous lung sehingga COPD dapat ditegakkan.
3.6 Terapi
Selama MRS di RSSA mulai 16 September 2011 hingga 21 September
2011, penatalaksanaan yang telah dilakukan pada pasien berupa :
-
Ambroxole 3x30 mg
Inj. Captopril 3x 6,25mg
Diet TKTP
Chest fisioterapi
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari anamnesa didapatkan pasien dengan keluhan sesak nafas kumatkumatan sejak 1 tahun yang lalu. Sesak muncul bila pasien melakukan aktivitas
berat dan terkadang disertai dengan mengi. Sesak memberat sejak 3 hari yang lalu.
Pasien juga mengeluh batuk kumat-kumatan sejak 1 tahun yang lalu, biasanya tidak
berdahak. Tetapi sejak 3 hari yang lalu batuk memberat dengan dahak kental
berwarna kuning. Batuk disertai panas sejak 3 hari yang lalu. Riwayat merokok
selama 50 tahun, berhenti sejak 1 tahun yang lalu. Dari anamnesa sesuai dengan
tinjauan pustaka, bahwa pada COPD didapatkan sesak kumat-kumatan dengan atau
tanpa mengi, batuk berulang dengan atau tanpa dahak. Juga didapatkan riwayat
merokok selama 50 tahun. Hal ini memnunjukkan bahwa anamnesa pada pasien
sudah sesuai dengan tinjauan pustaka.
Pada pemeriksaan fisik pada oasien dan pada tinjauan pustaka sesuai. Pada
tinjauan pustaka pasien dengan COPD akan ditemukan pursed lips breathing, barrel
chest, penggunaan otot bantu nafas, hypertrophy otot banyu nafas, pelebaran sela
iga, dan bila telah terjadi gagal jantung kanan akan terlihat denyut vena jugulatris
leher dan edema tungkai. Pada pasien didapatkan pursed lip breathing, pelebaran
sela iga dan barrel chest pada inspeksi. Namun tidak didapatkan penggunanaan otot
bantu nafas, hipertrofi otot bantu nafas, dan belum terjadi gagal jantung kanan.
Pada pasien didapatkan perkusi dada hipersonor, batas paru hati lebih
rendah, batas jantung berkurang. Suara nafas berkurang dengan expirasi panjang,
suara vesikuler melemah, dan didapatkan ronki pada lapang paru kiri dan mengi
pada seluruh lapang paru. Sedangkan pada tinjauan pustaka didapatkan palpasi
pada pasien dengan COPD emfisema fremitus melemah dan sela iga melebar. Pada
perkusi didapatkan hipersonor, batas jantung mengecil letak diafragma rendah dan
letak hepar terdorong. Pada auskultasi suara nafas vesikuler melemah, terdapat
ronki atau mengi pada waktu bernafas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi
memanjang, dan bunyi jantung terdengar jauh. Sehingga dapat disimpulkan pada
pemeriksaan fisik pasien didapatkan tanda-tnada COPD yang disebabkan oleh
emfisema.
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dilakukan.
Pada pasien dilakukan foto rontgen thorax, didapatkan gambaran hyperaerated lung,
tulang iga kanan dan kiri flattening, sela iga melebar, dan hemidiafragma
memanjang.
thorax COPD emfisema pada tinjauan pustaka, yaitu hiperinflasi, hiperlusen, ruang
retrosternal melebar, diafragma mendatar dan jantung pendulum.
Sesuai anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu
spirometri dan foto thoraks maka pada pasien ini dapat diklasifikasikan sebagai
COPD AE type I karena sesuai dengan klasifikasi pada tinjauan pustaka bahwa
COPD AE type I adalah COPD eksaserbasi akut tipe 1 dimana didapatkan gejala
perburukan
dibandingkan
dengan
kondisi
sebelumnya.
Eksaserbasi
dapat
disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya
komplikasi. Gejala eksaserbasi adalah sesak bertambah, produksi sputum
meningkat, dan perubahan warna sputum. Timbulnya komplikasi pada pasien ini
adalah ada infeksi sekunder paru yaitu pneumonia. Sehingga pasien ini masuk
indikasi untuk rawat inap.
Penatalaksanaan COPD pada pasien ini yaitu dengan pemberian oksigen,
nebulizer, obat-obatan seperti bronkodilator, antiinflamasi, antibiotik, mukolitik,
antitussive dan krotikosteroid. Hal ini sudah sesuai dengan pentalaksanaan pada
tinjauan pustaka, namun beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu keseimbangan
asam basa, nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang, rehabilitasi awal dan
edukasi untuk pasca rawat.
BAB V
PENUTUP
Penyakit paru obstruksi saluran napas yang sering didapatkan adalah asma
bronkial, PPOK dan SOPT. Mekanisme terjadi obstruksi saluran napas berbeda pada
tiap penyakit.
Penatalaksanaan
bertujuan
mengatasi
dan
menghilangkan
obstruksi,
DAFTAR PUSTAKA
Adil .S,Ruth.M, Edward.E. 2007. Pulmonary hypertension and chronic corpulmonale
in COPD. International journal of COPD ,2 (3): 273-282