Anda di halaman 1dari 27

`

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang
mengalami hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru
berkurang atau sama sekali tidak berisi udara.1 Atelektasis merupakan salah satu
dari berbagai abnormalitas pada radiologi thorax yang paling sering.2 Penyebab
tidak masuknya udara ke dalam paru disebabkan oleh sumbatan lumen saluran
pernafasan maupun terhimpit dari luar yang mengakibatkan tertutupnya saluran
pernafasan.3 
Atelektasis adalah istilah yang berarti “pengembangan paru-paru yang
tidak sempurna” dan menerangkan arti bahwa alveolus pada bagian paru-paru
yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Kolaps ini dapat meliputi
subsegmen paru atau seluruh paru. Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau pria
dan dapat terjadi pada semua ras.3
Stenosis dengan penyumbatan efektif dari suatu bronkus lobar
mengakibatkan atelektasis atau kolaps dari suatu lobus, dan radiograf akan
menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus.
Secara patologik, hampir selalu ada pula kelainan-kelainan lain di samping tidak
adanya udara daripada lobus dan posisi yang disebabkannya daripada dinding-
dinding alveolar dan bronkhiolar.4
Komplikasi pada paru relatif sering terjadi pascaoperasi dan dapat dikaitkan
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, yang paling umum terjadi adalah setelah
operasi thorakoabdominal, dan operasi jantung. Kejadian ini dilaporkan bahwa
komplikasi paru pascaoperasi berkisar 5 hingga 80%, diantaranya adalah: atelektasis,
bronkospasme, pneumonia, dan penyakit parueksarserbasi kronis. Komplikasi pada paru
merupakan resikopascaoperasi,dimana keadaan ini tergantung oleh faktor anastesia,
faktor bedah, dan pasien sendiri.5
Tanda dan gejala tergantung dari penyebab yang mendasari dan keterlibatan paru.
Atelektasis bisa serius karena mengganggu pertukaran O2 dan CO2 dalam paru.
Pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan khusus lainnya seperti bronkoskopi dan
bronkografi, dapat menentukan atau menegakkan diagnosis dari atelektasis.5
`

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi


Sistema Respiratoria terbagi menjadi Traktus Respiratorius (hidung luar, cavum
nasi, faring, laring, trachea) dan Pulmo. Perjalanan pada traktus respiratorius, yaitu udara
masuk melewati lubang hidung, ke dalam vestibulum nasi, melalui choana masuk ke
nasofaring, melalui isthmus pharingeus masuk dalam orofaring (antara cavum oris dan
faring), kemudian ke laringofaring, lalu melalui aditus laringeus masuk ke laring
(setinggi VC 3-5), hingga akhirnya sampai di trakea (setinggi VC 5-VTh 4 tau 5) .6
Pada ujung akhir dari trakea terdapat suatu percabangan yang disebut Bifucatio
Trakea, yang membagi trakea menjadi 2 cabang, yaitu bronkus principales/ primaries
dexter, yang lebih pendek, tegak, dan lebar, sehingga kuman mudah masuk pada bagian
ini dan menimbulkan infeksi di daerah tersebut dan bronkus principales/ primaries
sinister, yang lebih horizontal/ miring, panjang, dan sempit. Kemudian bronkus
principales ini akan bercabang lagi ke kanan menjadi 3 lobus dan ke kiri menjadi 2 lobus,
yang dinamai bronkus secundus/ lobaris, lalu tiap bronkus ini juga akan bercabang-
cabang lagi menjadi bronkus tertius/ segmentalis. Lalu bercabang menjadi bronkiolus,
bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus terminalis, dan akhirnya bercabang menjadi
bronkiolus repiratorius, ductus alveolaris, saccus alveolaris, serta alveolus yang
merupakan tempat terjadinya pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.6
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, yang terletak dalam
rongga dada atau thorak. Kedua paru-paru saling berpisah oleh mediastinum sentral yang
berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apek dan
basis. Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, saraf dan pembuluh darah limfe
memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Pulmo/ paru-
paru terbagi menjadi pulmo dexter dan sinister, dimana pulmo sinister volumenya lebih
kecil karena terdesak oleh jantung. Pulmo dekstra dibagi tiga lobus oleh fisura
interlobaris yaitu lobus superior, medial, dan inferior, sedangkan pulmo sinistra dibagi
dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Pada lobus paru kiri juga terdapat lingula,
lobus yang berfungsi sebagai pemisah, tetapi secara anatomis merupakan bagian dari
lobus superior. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan
segmen bronkusnya. 7
`

Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
bronkusnya (Gambar 2.3). Pada paru kanan, lobus superior dibagi menjadi 3 segmen,
yaitu apikal, posterior dan anterior. Lobus medial dibagi menjadi 2 segmen, yaitu lateral
dan medial, sedangkan lobus inferior dibagi menjadi 5 segmen, yaitu superior, medial
basal, anterior basal, lateral basal dan posterior basal. Pada paru kiri, lobus superior
dibagi menjadi 5 segmen, yaitu apical-posterior, anterior, superior, dan inferior.
Sedangkan lobus inferior dibagi menjadi 4 segmen, yaitu superior, anterior basal, lateral
basal, dan posterior basal.6
Paru-paru dibungkus oleh suatu selaput yang disebut pleura. Pleura memiliki dua
lapisan, yaitu pleura parietalis dan visceralis. Pleura parietalis menempel pada cavum
thorax, sedangkan pleura visceralis menempel pada paru-paru. Keduanya bersatu
membentuk refleksi yang memisahkan masing-masing lobus. Refleksi pleura ini disebut
fissura. Pada paru kanan terdapat fissura horizontalis dan obliqua. Lobus superior pulmo
dextra berada di atas fissura horizontalis dan lobus inferior pulmo dextra berada di bawah
fissura obliqua. Lobus medial berada di antara kedua fissura tersebut. Pada paru kiri,
fissura obliqua memisahkan lobus superior dan inferior. Ada bagian dari pulmo ini yang
tidak dibungkus oleh pleura, tetapi dibatasi oleh pelipatan dari pleura parietalis-visceralis,
yaitu hillus pulmonalis, dimana ke caudal akan menjadi ligamentum pulmonale. Diantara
kedua pleura tersebut terdapat suatu celah yang disebut cavum pleura, yang berisi cairan
syrus, untuk mencegah terjadinya gesekan pada paru, sehingga pergerakkan paru-paru
menjadi bebas. Namun cavum pleura ini akan menjadi patologis jika terisi oleh selain
cairan syrus, seperti air, darah, udara, nanah, lymphe. 6
Peredaran darah paru-paru berasal dari arteri bronkilais dan arteri pulmonalis.
Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan
berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri bronchial berasal
dari aortatorakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkialis
yang besar mengalirkan darahnya ke dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara pada
vena cava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang
lebih kecil akan mengalirkan darah vena pulmonalis. Karena sirkulasi bronchial tidak
berperan pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2
sampai 3% curah jantung. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan
mengalirkan darah vena campuran ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil
bagian dalam pertukaran gas. Kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi
alveolus, diperlukan untuk proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah yang
`

teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri, yang


selanjutnya membagikan kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik. 3

Gambar 2.1. Anatomi Paru-paru.8

Gambar 2.2. Pembagian lobus paru kiri dan kanan.8


`

Gambar 2.3. Segmen-segmen paru.4


`

Gambar 2.4. Segmen-segmen paru. 9


Lobes Right Upper Lobe (RUL), Right Middle Lobe (RML) Right Lower Lobe (RLL)

2.2 Definisi
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang
sangat dangkal.4
Pengkerutan paru terjadi karena saluran pernafasan tersumbat sehingga
udara dari bronkus tidak dapat masuk ke dalam alveolus, sedangkan udara yang
sebelumnya berada di alveolus diserap habis oleh dinding alveolus yang banyak
mengandung kapiler darah. Penyebab tidak masuknya udara ke dalam paru
disebabkan oleh sumbatan lumen saluran pernafasan maupun terhimpit dari luar
yang mengakibatkan tertutupnya saluran pernafasan. 1,
2.3 Etiologi
1. Obstruktif :
a. Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus.
Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.
`

Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda
asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh
sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah
bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan
terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat.
Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum,
lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.
b. Bronkus yang tersumbat, penyumbatan biasanya berasal di dalam bronkus
seperti tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan
penyumbatan bronkus akibat panekanan dari luar bronkus seperti tumor
sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.4
c. Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang
berupa mukus.
d. Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothoraks, cairan
pleura, peninggian diafragma, herniasi perut ke dalam rongga thorak, tumor
thorak seperti tumor mediastinum.4
e. Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan perkembangan
paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus poliomyelitis dan kelainan
neurologis lainnya. Gerak napas yang terganggu akan mempengaruhi
lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan ini akan menyebabkan
penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat keadaan
atelektasis.4
f. Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang
menahan rasa sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret
bronkus yang dapat memperberat terjadinya atelektasis.4
2. Non-obstruktif :
a. Pneumothoraks
b. Pembesaran kelenjar getah bening.
c. Pembiusan (anestesia)/pembedahan
d. Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi
e. Pernafasan dangkal
f. Penyakit paru-paru.4
2.4 Macam-Macam Atelektasis
Berdasarkan Faktor yang Menimbulkan
`

1. Atelektasis Neonatorum
Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam otak
tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas.Faktor pencetus termasuk
komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia intrauter.
Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non crepitant,
lembek dan alastis.Yang khas paru ini tidak mampu mengembang di dalam air.Secara
histologis, alveoli mempunyai paru bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam,
dilapisi dindingin septa yang tebal yang tampak kisut.Epitel kubis yang prominem
melaposi rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein granular bercampur
dengan debris amnion dan rongga udara.Atelektasi neonatorum pada sistem, gawat
napas, telah di bahas disebelumnya.
2. Atelektasis Acquired atau Didapat
a. Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang menyebabkan
kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah berkembang.Jadi terbagi atas
atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi dan bercak.Istilah ini banya
menyangkut mechanisme dasar yang menyebabkan paru kolaps atau pada
distribusi dari perubahan tersebut.
b. Atelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali tersumbat
sehingga udara tidak dapat memasuki bagian distal parenkim. Udara yang
telah tersedia secara lambat laun memasuki aliran darah, disertai dengan
kolapsnya alveoli. Tergantung dari tingkat obstruksi saluran udara, seluruh
paru, merupakan lobus yang lengkap, atau bercak segmen dapat terlibat.
Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah abstruksi bronchus oleh suatu
sumbatan mucus. Hal ini sering terjadi pasca operasi. Asma bronchial,
bronkiektasis dan bronchitis akut serta kronis, dapat pula menyebabkan
obstruksi akut serta kronis. Dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta
kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi karena sumbatan bahan
mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi disebabkan oleh aspirasi benda asing
atau bekuan darah, terutama pada anak atau selama operasi rongga mulut atau
anestesi. Saluran udara dapat juga tersumbat oleh tumor, terutama karsinoma
bronkogenik dengan pembesaran kelenjar getah bening (seperti pada
tuberculosis, contohnya) dan oleh aneurisma pembuluh darah.
c. Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan penimbunan cairan
darah atau udara dalam kavum pleura, yang secara mekanis menyebabkan
`

kolaps paru di sebelahnya. Ini adalah kejadian yang sering pada efusi pleura
dari penyebab apa pun, namun mungkin yang paling sering dihubungkan
dengan hidrotoraks pada payah jantung kongesti. Pneumotoraks dapat juga
menyebabkan atelektasis kompresi pada penderita dengan tirah baring dan
penderita denan asites, atelaktasis basal menyebabkan posisi diafragma yang
lebih tinggi.
d. Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan pleura yang
menghambat ekspensi dan meningkatkan daya pegas pada ekspirasi.
e. Atelektasis bercak bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps paru, sepeti
terjadi pada obstruksi bronkioli yang multiple karena sekresi atau eksudat pada
kedua sindrom gawat napas orang dewasa dan bayi. Pada sebagian kecil kasus,
atelektasis terjadi karena patogenesis tertentu yang menyertai jelas pada
dinding dada.
f. Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya timbul karena
sumbatan mucus yang relatif akut, yang menjadi manifest karena mendadak
timbul sesak napas. Memang peristiwa sesak napas akut dalam 48 jam setelah
satu prosedur pembedahan, hampir selalu didiagnosis sebagai atelektasis.
Yang penting adalah atelektasis dapat didiagnosis dini dan terjadi reekspensi
yang tepat dari paru yang terkena, karena perenkim yang kolaps amit peka
terhadap infeksi yang menunggagi.Atelektasis persisten segmen paru mungkin
merupakan bagian penting untuk terjadinya karsinoma bronkogenik.

Berdasarkan lokasi atelektasis:


1. Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka akan
tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorak PA hamya
memperlihatkan diafragma letak tinggi.
2. Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan peradangan
atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar.
3. Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas tinggi dengan
tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah atelektasis.
4. Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj PA, maka perlu
pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue), yang memperlihatkan
bagian uang terselubung dengan penarikan fissure interlobularis.
`

5. Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan terjadi pada


bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan horizontal
tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan dengan proses
fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya tidak ada keluhan.
6. Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi bagian
anterior, superior dan medial. Pada foto thorak PA tergambarkan dengan fisura minor
bagian superior dan mendial yang mengalami pergeseran. Pada foto lateral, fisura
mayor bergerak ke depan, sedangkan fisura minor dapat juga mengalamai pergeseran
ke arah superior.

Gambar 2.5 Distribusi dari atelektasis


2.5 Patofisiologi
`

Penyebab terjadinya atelektasis biasanya disebabkan akibat komplikasi


dari tertentu. Secara garis besar terjadinya atelektasis dapat dibagi berdasarkan
patomekanismenya yaitu Atelektasis obstruktif dan atelektasis nonobstruktif,
selain itu dapat pula dibagi berdasarkan waktu kejadiannya yaitu atelektasis akut dan
atelektasis kronik, yang pembagian berdasarkan kecepatan dari onset terjadinya
atelektasis. Atelektasis akut dan massive tidak jarang terjadi pada kasus pasca
bedah toraks maupun bedah rongga abdomen bagian atas. Pemberian obat
jenis narkotik dan sedative dalam dosis tinggi juga dapat menimbulkan
atelektasis akut massive. Contoh atelektasis kronik adalah sindrom lobus tengah
yang disebabkan oleh terhimpitnya  bronkus oleh nodus limfa yang membesar
atau tumor sehingga perlangsungannya perlahan-lahan memperberat
terja..dinya atelektasis seiring dengan membesarnya jaringan limfe atau tumor
tersebut.4 
1. Atelektasis Obstruktif
Berhubungan dengan obstruksi bronkus, kapiler darah akan mengabsorbsi
udaradi sekitar alveolus, dan menyebabkan retraksi paru dan akan
terjadi kolaps dalam  beberapa jam. Pada stadium awal, darah melakukan
perfusi paru tanpa udara, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi sehingga arterial mengalami hipoksemia. Jaringan
hipoksia hasil dari transudasi cairan ke dalam alveoli
menyebabkan edema paru, yang mencegah atelektasis komplit. Ketika
paru-paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan
mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan
fibrosis dan bronkiektasis.8,11 
2. Atelektasis Non-Obstruktif
Penyebab utama yaitu oleh karena tidak adanya hubungan antara pleura
viseralis dan pleura parietalis. Efusi pleura maupun pneumothorax
menyebabkan atelektasis pasif. Efusi pleura yang mengenai lobus
bawah lebih sering dibanding dengan pneumothorax yang sering
menyebabkan kolaps pada lobus atas. Atelektasis adhesive lebih sering
dihubungkan dengan kurangnya surfaktan. Surfaktan mengandung
phispolipid dipalmitoy phosphatidyicholine, yang mencegah kolaps
paru dengan mengurangi tegangan permukaan alveoli. Berkurang atau
tidaknya produksi surfaktan  biasanya terjadi pada ARDS, pneumonitis
`

radiasi, ataupun akibat trauma paru sehingga alveoli tidak stabil dan kolaps.
Kerusakan parenkim paru pun dapat menyebabkan atelektasis sikatrik
yang membuat tarikan tarikan yang bila terlalu banyak membuat paru
kolaps, sedangkan replacement atelektasis dapat disebabkan oleh tumor
seperti  bronchialveolar carcinoma. 8,11
3. Platlike atelektasis (Focal atelectasis)
Disebut juga discoid atau subsegmental atelektasis, tipe ini sering
ditemukan  pada penderita obstruksi bronkus dan didapatkan pada
keadaan hipoventilasi, emboli  paru, infeksi saluran pernafasan bagian
bawah dengan horizontal atau “platlike”. Atelektasis minimal dapat terjadi
karena ventilasi regional yang tidak adekuat dan abnormalitas formasi
surfaktan akibat hipoksia, iskemia, hiperoxia, dan ekspos berbagai toksin. 8,11
4. Postoperative atelektasis
Atelektasis merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien
yang melakukan anastesi ataupun bedah dapat mengakibatkan atelektasis
karena disfungsi dari diafragma dan berkurangnya aktivitas surfaktan.
Atelektasis ini biasanya pada bagian basal (bawah) paru ataupun segmen
tertentu
2.6 Manifestasi Klinis
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang
ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali,
walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek. Jika disertai infeksi, bisa terjadi
demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan
darah sangat rendah).3
Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan luasnya atelektasis. Pada
umumnya atelektasis yang terjadi pada penyakit tuberculosis, limfoma, neoplasma, asma
dan penyakit yang disebabkan infeksi misalnya bronchitis, bronkopmeumonia, dan lain-
lain jarang menimbulkan gejala klinis yang jelas, kecuali jika ada obstruksi pada bronkus
utama. Jika daerah atelektsis itu luas dan terjadi sangat cepat akan terjadi dipsneu dengan
pola pernapasan yang cepat dan dangkal, takikardi dan sering sianosis, temperatur yang
tinggi, dan jika berlanjut akan menyebabkan penurunan kesadaran atau syok. Pada
perkusi redup dan mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada
atelektasis yang luas, atelektasis yang melibatkan lebih dari satu lobus, bising nafas akan
melemah atau sama sekali tidak terdengar, biasanya didapatkan adanya perbedaan gerak
`

dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma. Pada perkusi mungkin batas jantung dan
mediastinum akan bergeser, letak diafragma mungkin meninggi (Harrison, 2008).
2.7 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik :
Pada tahap dini sulit diketahui.
a. Ronchi basah, kasar dan nyaring.
b. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi
suara umforik.
c. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
d. Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak).3
2.8 Pemeriksaan Radiologi
Secara dasar, Gambaran radiologi atelektasis menunjukan
gambaran  pengurangan volume pada bagian paru baik lobaris, segmental, atau
seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi sehingga bayangan opasifikasi
dengan penarikan mediastinum ke arah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik
ke atas dan sela iga menyempit. Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru
sekitarnya mengalami suatu emfisema kompensasi yang kadang-kadang begitu
hebatnya sehingga terjadi herniasi hemitoraks yang sehat ke arah hemitoraks
yang atelektasis. 1,3 
Pada foto thoraks dan CT-Scans menunjukkan tanda-tanda atelektasis
dapat bersifat langsung maupun tidak langsung, seperti tertera di bawah ini: 12
1. Direct Sign :
a. Vascular crowding
b. Peningkatan densitas (opasifikasi)
c. Berpindahnya posisi Fisura Paru
2. Indirect Sign :
a. Pergeseran hilus
b. Pergeseram mediastinum ke arah paru yang kollaps.
c. Perubahan Volume paru
d. Diagfragma terangkat secara ipsilateral pada hemitoraks
e. Penyempitan ICS
3. Tanda-tanda atelektasis pada foto thorax:9 
a. Elevasi diafragma karna pengurangan volume paru
b. Pergeseran celah horizontal kanan ke atas karena lobus atas kolaps
`

Gambar 2.5 Foto thorax PA pada pasien yang menunjukan pergeseran mediastinum
ke arah kiri akibat kolaps paru kiri.12
Atelektasis pada lobus medial kanan (RML) dan lobus inferior kiri
(LLL)nterletak di belakang jantung, dapat dilihat sebagai segitiga radio-opak yang
tebal di balik bayangan jantung (Gambar 3.3.2 dan 3.3.3). Hal ini terlewatkan
jika atelektasis diperiksa jika hanya melihat foto PA; foto lateral disarankan jika
RML atau LLL dicurigai atelektasis.
`

Gambar 2.6 (a) PA dan (B) lateral foto polos thorax, tanda panah menunjukkan
ateleksasis lobus medial kanan.12 

Gambar 2.7 (A) Atelektasis lobus media dextra menyebabkan opasitas pada
toraks inferior yang pada batas jantung kanan. Tanda ini mungkin tidak ada dalam
kasus yang terbatas pada segmen lateral. (B) Tampilan lateral menunjukkan opasitas
sinus anterior menyempit didefinisikan oleh celah horisontal dan miring.
`

Perpindahan celah mengonfirmasi hilangnya volume lobus tengah kanan. (C) CT-
Scan menunjukkan massa endobronkial, dan transbronkial dengan biopsi diagnosis

karsinoid.13
Gambar 2.8. Foto thorax PA dan lateral menunjukkan atelektasis pada lobus inferior
kiri paru.
Dapat diperhatikan vetebrae thorakal sebelah bawah densitasnya lebih daripada
vetebrae sebelah atas karena bayangan dari lobus yang mengalami atelektasis.12

Gambar 2.9 Atelektasis lobus superior kiri. Tampak densitas tinggi pada lapang paru
`

kiri.12
Atelektasis lobus kiri superior (LUL) umumnya terlihat sebagai peningkatan densitas
paru pada foto PA. Foto lateral tampak dengan jelas sebagai bayangan radio-opak
mediastinum anterior yang mewakili lobus yang kolaps
Gambar 2 . 1 0 . (A) atelektasis lobus superior kiri menyebabkan peningkatan

opasitas medial, (B) peningkatan arteri pulmonalis kiri, dan penurunan jumlah
dan kaliber  pembuluh darah perifer. Area lusen memisahkan opasitas dari
lengkungan aorta, yang merupakan tand Luftsichel. Kehilangan volume tidak mudah
terdeteksi pada foto thoraks posteroanterior. (B) atelektasis lobus superior kiri paling
baik dikenali pada tampilan lateral dengan mengamati perpindahan anterior celah
utama. (C) pemindaian CT Scan pada tingkat lengkung aorta menunjukkan lobus
bawah yang terlalu melebar menguraikan lengkungan aorta, yang menyumbang
tanda Luftsichel. Lobus atas  berlawanan dengan dinding dada anterior dan
diuraikan oleh fisura yang terlantar.13
Gambar 2 . 1 1 . Atelektasis lobus superior kanan berbatasan sebelah bawah d engan
fisura transversal.12
Gambar 2.12. (A) .Lobus kanan atas opasifikasi dengan elevasi celah,
menunjukkan atelektasis, dengan tambahan temuan mengaburkan hilus kanan dan
batas jantung kanan atas. (B) Tampilan lateral menunjukkan perpindahan anterior
dari seluruh fisura oblik. Paru-paru yang over inflasi ditunjukkan pada tampilan
`

posteroanterior adalah lobus inferior kanan. Pandangan lateral menegaskan diagnosis


atelektasis lobus kanan atas dan lobus tengah atelectasis.13

Gambar 2.13. Opasifikasi thorax kanan atas dikaitkan dengan peningkatan fisura
minor dan hemidiafragma kanan dengan puncak juxtaphrenicus. Puncak
juxtaphrenic adalah opasifikasi segitiga di kubah hemidiafragma yang
mengindikasikan hilangnya volume lobus atas. Ini adalah temuan tersering
atelektasis lobus kanan atas12

a. Trakea dan mediastinum tertarik ke bagian yang kolaps

b. Golden S sign: tanda ini tampak saat RUL kolaps akibat massa pada hilar
yang menghalangi bronkus utama kanan (e.g, pada Brock’s syndrome)

c. Plate-like atelectasis (garis Fleischner) tampak adanya garis-garis


horizontal linear radioopak dan tipis biasanya terletak pada 1-3 cm diatas
diafragma.
`

Gambar 2.14. Plate-like atelectasis tampak sebagai bayangan radioopak tebal pada
sudut kostofrenikus kanan.12

Gambar 2.15. Atelectasis. (A) Postoperative. Characteristic bibasilar platelike


atelectasis (arrows).10
`

Gambar 2.16. Gambaran atelektasi komplit pada paru kiri : Nampak pergeseran
mediastinum, opasifikasi, dan kehilangan volume pada hemitoraks kiri.

Gambar 2.17. Lobar collapse.


Perhatikan peningkatan densitas pada lobus kiri atas.10
`

CT Scan

Gambar 2.18. Pemeriksaan CT dada setelah pemberian media kontras (jendela pulmonal dan
mediastinal) pada pasien ditunjukkan pada gambar. Kepadatan jaringan lunak oval di
kedua lobus bawah. Lesi melekat pada pleura, membentuk sudut akut. Tanda "Comet tail"
lebih jelas terlihat di jendela sisi kanan (kepala panah). Volume kedua lobus bawah
berkurang, kedua celah miring dipindahkan (panah). Efusi pleura bilateral.12

Gambar 2.19. Atelektasis membulat di lobus inferior kiri, volume lobus berkurang dan fisura
mayor kiri tergeser (panah).12
`

Gambar 2.20. Gambaran CT-Scan diatas menunjukkan gambaran apex paru

sampai carina: Nampak opasifikasi fokal pada daerah paru yang didefinisikan
dengan baik sebagai batas karakteristik dari atelektasis pada paru kanan atas

(RUL).13

2.9 Diagnosis Banding

1. Efusi pleura masif dapat menyebabkan dyspneau, sianosis, kelemahan, pekak pada
perkusi hemitorak, dan tidak adanya bunyi nafas. Gambaran radiologisnya pun
mirip dengan atelektasis. Namun, pada efusi pleura jantung dan mediastinum
biasanya terdorong ke sisi kontralateral, sedangkan pada atelektasis biasanya
tertarik ke sisi yang sakit (ipsilateral).

Gambar 2.21. Efusi pleura. Tampak opasitas homogen pada hemithorax dextra
dengan jantung dan mediastinum yang terdorong ke sisi kontralateral.
`

2. Adanya konsolidasi pada lobus paru juga dapat menunjukkan tampilan radiologi

yang mirip dengan atelektasis. Pemeriksaan foto thorax lateral dan adanya volume

paru yang berkurang dapat digunakan sebagai diagnostik untuk membedakannya


Gambar 2.22. Konsolidasi homogen dari lobus kanan atas dan segmen medial dan
posterior dari lobus kanan bawah akibat pneumococcal pneumonia. Tampak
gambaran air bronchograms (panah). Jantung dan mediastinum tidak tertarik
maupun terdorong ke salah satu sisi

3. Adanya massa juga dapat menunjukkan tampilan radiologi yang mirip dengan
atelektasis. Tampak opasitas inhomogen padahemithorax yang letaknya dapat
berada dimana sja dan tidak membentuk suatu pola atau pattern dari segmen
maupun lobus paru. Sedangkan pada atelektasis biasanya menunjukkan suatu pola
atau pattern dari segmen maupun lobus paru

Gambar 2.23. Massa pada paru

Kiri : Massa paru pada parahiler dextra akibat suatu lipoid pneumonia yang
berbatas tegas dan dibatasi oleh suatu massa lipoid granulomatosa.
`

Kanan : Massa paru pada parahiler dextra akibat suatu karsinoma sel alveolar.
Tampak air bronchogram atau bronchiologram pada massa dan pleural tail sign
(garis linier yang memanjang dari lesi ke arah pleura). Tumor cenderung tumbuh
sangat lambat.

2.10 Tatalaksana

1. Terapi Konservatif:
Secara Umum, Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas
hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk
mengatasi, obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia.14,15
Secara Khusus, Pendekatan terapeutik mencakup:
a. Tindakan pengobatan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan
upaya  bernapas
b. Pencegahan dan pengobatan cepat terhadap infeksi
c. Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi
pulmonary
d. Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan
pernapasan
e. Dukungan psikologis
f. Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang berkesinambungan
2. Terapi Konserpatif
a. Bronkodilator
Bronkodilator berfungsi untuk mendilatasi jalan nafas karena
sediaan ini melawan edema mukosa maupun spasme muskular dan
membantu mengurangi obstruksi jalan nafas serta memperbaiki
pertukaran gas. Medikasi ini mencakup antagonis β-adrenergik
(metoproterenol, isoproterenol) dan metilxantin (teofilin,
aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial. Bronkodilator
mungkin diresepkan  per oral, subkutan, intravena, per rektal atau
inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol
bertekanan, nebuliser.Bronkodilator mungkin menyebabkan efek
samping yang tidak diinginkan termasuk takikardia, disritmia
jantung, dan perangsangan sisten saraf pusat. Metilxantin dapat
juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan
`

muntah.15
b. Pengobatan Infeksi
Pasien dengan atelektasis rentan dengan infeksi paru dan harus
diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi seperti sputum
purulen, batuk meningkat dan demam. Organisme yang paling
sering adalah S. pneumonia, H. influenzae, dan Branhamella
catarrhalis. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin,
amoksisilin atau trimetoprim-sulfametoxazol (Bactrim) mungkin
diresepkan.
c. Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada
pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan
konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan tekanan oksigen
hingga antara 65 dan 80 mmHg

2.11 Komplikasi
1. Atelektasis menghambat kemampuan paru untuk mendapatkan oksigen sehingga
dapat menyebabkan hipoksemia
2. Jaringan perut pada peru-paru. Beberapa kerusakan atau luka ini bisa menetap
setelah paru-paru mengalami reinflasi yang dapat menyebabkan bronkiektasis dan
abses paru
3. Pneumonia
4. Kegagalan pernafasan
`

BAB III
Kesimpulan
1. Atelektasis merupakan suatu keadaan paru atau sebagian paru yang
mengalami hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru
berkurang atau sama sekali tidak berisi udara
2. Atelektasis dibagi menjadi 2 yaitu berdasarkan faktor yang menimbulkannya
(atelectasis neonatorum dan atelectasis acquired/ didapat), dan berdasarkan lokasinya
3. Tanda atelectasis pada gambaran radiologi dapat dilihat dari pemeriksaan foto thorax
dan CT scan.
`

Daftar Pustaka

1. Rasad S. Radiologi Diagnostik. 2005. 109 – 110 p.


2. Woodring J, Reed J. Types and mechanisms of pulmonary atelectasis. J Thorac
Imaging. 1996;11(2):92 – 1  08.
3. Djojodibroto, Darmanto., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
4. Price, Sylvia A. Gangguan Sistem Pernapasan : Penyakit paru restriktif. In:
Patofisiologi dan Konsep klinis penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 802 – 
4.
5. Madappa T. Atelectasis [Internet]. 2018. Available from:
emedicine.medscape.com/article/296468-overview#a6
6. Alsagaff, Hood dan Mukty, Abdul. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press
7. Andrew P, Mangerira CU, Rakesh RM. 2007. Collapsed Lung, in: A–Z of Chest
Radiology. Cambridge: Cambridge University Press.
8. Eisenberg RL.2003. Clinical Imaging: An Atlas of Differential Diagnosis, 4th Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
9. John TH dan David RL. 2005. Hansen & Lambert: Netter’s Clinical Anatomy, 1st
edition. New York: Elsevier.
10. J T, Betty. Athelectasis. In: Chest Radiography. Lexington: University of
Kentucky; 2008. p. 1 – 5.
11. J A, Et.al. Disease of pleura. In: Pulmonary pathophysiologi. New York:
12. Al-Tubaikh JA. Atelectasis ( Lung Collapse ). In: Internal Medicine (An
Illustrated Radiological Guide). 2010. p. 119 – 22.
13. Miller, Wallace T. Acute Focal Opacitie and Atelectasis. In: Diagnostic Thoracic
Imaging. USA: The McGraw-Hill Companies; p. 217.
14. Gunawan, S. “Saluran Napas:Bronkodilator”. Dalam Farmakologi dan terapi FKUI
Edisi V. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.2009.hal 92
15. Sudoyo, Aru W. “Pulmonologi : Tumor Paru”. Dalam  Buku Ajar Ilmu Penyakit
dalam FKUI Edisi V Jilid III. Jakarta:Interna Publishing. Hal. 2254

Anda mungkin juga menyukai