Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

RADICULOPATY
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Saraf

Disusun Oleh :
Hesti Dwi Ningrum T 119810067

Pembimbing :
dr. Hendry Gunawan Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU SARAF


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2021

1
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Tn. D
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Cikulak, Kab.Cirebon
Pekerjaan : Pedagang pasar
Status perkawinan : Menikah
B. Anamesis
Keluhan Utama :
Nyeri pinggang kanan
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang ke Poli RSUD Waled dengan keluhan utama nyeri pinggang
kanan. Keluhan tersebut dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan nyeri
seperti tertusuk-tusuk dirasakan menjalar dari pinggang hingga ke kaki bagian
bawah sehingga mengganggu aktivitas sampai tidak bisa tidur. Nyeri
dirasakan terus-menerus dan terasa makin lama makin memberat. Nyeri
timbul terutama bila digunakan beraktivitas seperti bekerja, berjalan lama,
dan jongkok lama. Pasien mengaku masih dalam masa pengobatan TB 6
bulan, namun obatnya tidak diminum lagi. Pasien mengeluhkan sering keluar
keringat dingin pada malam hari, dan demam serta batuk lebih dari 2 minggu.
BAB dan BAK tidak ada gangguan.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat stroke disangkal
 Riwayat trauma disangkal
 Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
 Riwayat DM disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal

2
 Riwayat pengobatan TB 1 tahun yll

Riwayat Keluarga :
Riwayat keluhan serupa dalam keluarga disangkal.
Riwayat keluarga yang menderita TB disangkal.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien bekerja sebagai pedagang dipasar dimana kesehariannya lebih banyak
duduk dalam waktu yang lama.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Status Generalis :
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 76 x/menit reguler
 Suhu : 36,4 C
 Pernafasan : 18 x/menit
 SpO2 : 98%

3. Status Interna
Kepala
 Mata : Sklera ikterik -/-, Konjungtiva anemis -/-,
 Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax
 Inspeksi : Pernapasan simetris, tidak ada yang tertinggal,
retraksi dinding dada (-/-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-)
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
S1 = S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen

3
 Inspeksi : Bentuk perut datar, rata
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Hangat, CRT<2, edema (-)

4. Status Neurologis
Kesadaran : Tampak sakit sedang
GCS : Composmentis
a. Rangsang Meningeal
 Kaku kuduk (-)
 Brudzinski I (-)
 Brudzinski II (-)
 Lasegue Sign +/-
 Kernig Sign +/-

b. Pemeriksaan Nervus Cranialis


Nervus cranialis Dextra Sinistra
Nervus I
Daya penghidu Tidak dilakukan
(N. Olfaktorius)
Nervus. II Daya penglihatan Tidak Tidak
(N. Optikus) dilakukan dilakukan
Lapang pandang Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan
Nervus. III Ptosis Tidak Tidak
(N.Okulomotorius) dilakukan dilakukan
Gerakan bola Tidak Tidak
Nervus IV
mata dilakukan dilakukan
(N. troclearis)
Ukuran pupil Tidak Tidak
Nervus VI
dilakukan dilakukan
(N. Abducens) Bentuk pupil Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Refleks cahaya Tidak Tidak

4
dilakukan dilakukan
Gerakan mata ke Tidak Tidak
lateral dilakukan dilakukan

Nervus. V Mengigit Tidak Tidak


(N. Trigeminus) dilakukan dilakukan
Membuka mulut Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Sensibilitas muka Tidak dilakukan
Refleks kornea Tidak dilakukan
Trismus Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Nervus VII Kedipan mata Tidak Tidak
(N. Facialis) dilakukan dilakukan
Lipatan
Tidak dilakukan
Nasolabial
Sudut mulut Tidak dilakukan
Mengerutkan dahi Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Menaikan alis Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Menutup mata Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Nervus VIII Mendengar suara Tidak Tidak
(N. Auditorius) berbisik dilakukan dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan
N. IX Arcus Faring Tidak dilakukan
Uvula Tidak dilakukan
(N.
Daya kecap 1/3 Tidak dilakukan
Glosopharingeus)
lidah
Nervus X Refleks muntah Tidak dilakukan
Menelan Tidak dilakukan
(N. Vagus)
Nervus XI Memalingkan Tidak Tidak
(N. Asesorius) kepala dilakukan dilakukan
Sikap bahu Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Mengangkat bahu Tidak Tidak
dilakukan dilakukan

5
N. XII Sikap lidah Tidak dilakukan
Tremor lidah Tidak dilakukan
(N. Hypoglosus)

c. Pemeriksaan Motorik
Kekuatan
5 5
Sulit
5
dinilai
Atrofi otot (-/-)
Tonus otot (Normotonus)

d. Pemeriksaan sensorik
Sensasi taktil dan nyeri superfisial
N N
↓ N

e. Refleks Fisiologis
 Bisep (N / N)
 Trisep (N / N)
 Brachioradialis (N / N)
 Patella (N / N)
 Achilles (N / N)

f. Refleks Patologis
 Hoffman (-/-)
 Trommner (-/-)
 Babinski (-/-)
 Chaddock (-/-)
 Oppenheim (-/-)
 Gordon (-/-)

6
 Schaeffer (-/-)
 Gonda (-/-)

g. Status Lokalis et regio thoracolumbal :


 Inspeksi : gibbus (-), kyphosis (-), scoliosis (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-)

D. Resume
Seorang laki-laki datang ke Poli RSUD Waled dengan keluhan utama
nyeri pinggang kanan. Keluhan tersebut dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.
Keluhan nyeri seperti tertusuk-tusuk dirasakan menjalar dari pinggang hingga
ke kaki bagian bawah sehingga mengganggu aktivitas sampai tidak bisa tidur.
Nyeri dirasakan terus-menerus dan terasa makin lama makin memberat. Nyeri
timbul terutama bila digunakan beraktivitas seperti bekerja, berjalan lama,
dan jongkok lama. Pasien mengaku masih dalam masa pengobatan TB 6
bulan, namun obatnya tidak diminum lagi. Pasien mengeluhkan sering keluar
keringat dingin pada malam hari, dan demam serta batuk lebih dari 2 minggu.
BAB dan BAK tidak ada gangguan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak sakit sedang (Skala nyeri 6), kesadaran compos
mentis, Suhu Badan : 36.4 º C, Tekanan Darah : 130/80 mmHg, Nadi: 76
x/menit, Pernapasan : 18x/menit, Spo2 : 98%. Pada pemeriksaan neurologis
didapatkan motorik kaki sulit dinilai dikarenakan pasien merasakan nyeri,
pemeriksaan sensorik ditemukan adanya defisit pada kaki sebelah kanan.
Lasegue sign : +/- Kernig sign : +/- Bragard sign : +/-
E. Diagnosis Banding
 Radiculopaty lumbal e.c lumbal setinggi Lumbal III-Lumbal IV et
cause Spondilitis TB
 Herniated Nucleus Pulposus

 Spondilolitesis

 Arthrosis

7
 Fraktur kompresi

F. Usulan Pemeriksaan penunjang


 Laboratorium (darah lengkap), LED, Sputum SPS
 Rongten Thorax AP/PA, Rongten Lumbosacro AP/Lateral
 MRI
G. Diagnosis Kerja
 Radiculopaty lumbal e.c lumbal setinggi Lumbal III-Lumbal IV et
cause Spondilitis TB
H. Penatalaksanaan awal
 Meloxicam 1 x 15 mg
 Captopril x 25 mg
I. Tatalaksana lanjut
 Rujuk ke dokter Spesialis Saraf
J. Prognosis
Quo ad vitam : Ad Bonam
Quo ad fungsionam : Ad Bonam
Quo ad sanationam : Ad Bonam

8
BAB II
PEMBAHASAN RADIKULOPATI
A. Definisi
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
fungsi dan struktur radiks atau kerusakan pada akar saraf di sekitar area
tulang belakang.

Hal ini berguna untuk mengingat bahwa :


- struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf
trigeminal
- belakang kepala, servikal ke-2
- leher, servikal ke-3
- area diatas pundak, servikal ke-4
- area deltoid, servikal ke-5
- lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke-6
- telunjuk dan jari tengah , servikal ke-7
- jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke-8
dan torakik ke-1
- puting, torakik ke-5
- umbilicus, torakik ke-10
- selangkangan, lumbal ke-1
- sisi medial lutut, lumbal ke-3

9
- jari kaki besar, lumbal ke-5
- jari kaki kecil (kelingking), sakrum ke-1
- belakang paha, sakrum ke-2
- area genitor-anal, sakrum ke-3, 4, dan 5
B. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu
proses kompresif, proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan
struktur dan lokasi terjadinya proses patologis.
1. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan
radikulopati adalah :
a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
b. Dislokasi traumatik
c. Fraktur kompresif
d. Skoliosis
e. Tumor medulla spinalis
f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis
h. Spondilolistesis dan Spondilolisis
i. Stenosis spinal
j. Spondilitis tuberkulosis
k. Spondilosis servikal
2. Proses Inflamasi
Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah :
a. Guillain–Barré syndrome
b. Herpes Zoster
3. Proses Degeneratif
Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan
radikulopati adalah diabetes mellitus.
C. Tipe-tipe Radikulopati
1. Radikulopati Lumbar

10
Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah
lumbar yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf
lumbal. Radikulopati lumbar sering juga disebut siatika. Pada radikulopati
lumbar, keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) sering didapatkan.
2. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit”
merupakan kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala
pada radikulopati servikal seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.
3. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari
kompresi saraf pada punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak
membengkok seperti pada daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu,
area toraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus
yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes
zoster.
D. Patofisiologi
Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis
 Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa
sehingga lebih sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban
yang besar untuk menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi,
nukleus, dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus,
proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada masa remaja
dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi
diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior,
medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus
fibrosus.
 Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi
dari radiks. Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan
berhubungan dengan riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini
berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit. Permukaan sendi
menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi penebalan
dari ligamentum flavum.

11
 Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi
sepanjang vertebra lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak
bulat dan membentuk “trefoil axial shape”. Pada tahap ini prosesnya
berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis kanalis vertebra lumbalis
sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.
 Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami
perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.
A. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
Herniated nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured,
prolapsed atau protruded disc, diketahui sebagai penyebab terbanyak back
pain dan nyeri tungkai berulang. Herniasi nukleus merupakan tonjolan
yang lunak, tetapi suatu waktu mengalami perubahan menjadi
fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan kalsifikasi. HNP kebanyakan
terjadi diantara vertebra L5-S1, jarang terjadi pada L4-L5, L3-L4, L2-L3,
L1-L2, dan vertebra torakal. Frekuensi yang sering juga terjadi pada
vertebra C5-C6 dan C6-C7. Penyebabnya biasanya ialah trauma fleksi,
tetapi pada beberapa kasus bias juga tanpa adanya trauma.
Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi diskus intervertebralis,
yang mana meningkat sesuai dengan peningkatan umur, dapat mengenai
daerah servikal dan lumbal pada penderita yang sama.
Kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 20-64 tahun dan kejadian
tersering ialah pada usia 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun, frekuensinya
menurun. Laki-laki memiliki dua kali lipat kemungkinan untuk menderita
HNP dibandingkan wanita. Nukleus pulposus yang menonjol melalui
annulus fibrosus yang robek biasanya terjadi pada satu sisi dorsolateral
atau sisi lainnya (terkadang pada bagian dorsomedial) akan menyebabkan
penekanan pada satu atau lebih radiks saraf.
B. Dislokasi Traumatik
Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan
menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan
penyempitan foramen intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang

12
berdekatan mengalami iritasi dan kompresi di dalam kanalnya dengan
gejala-gejala radikuler.
C. Fraktur Kompresif
Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks
atau penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu
atau lebih radiks saraf akan menimbulkan defisit neurologi.
D. Skoliosis
Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama
nyeri punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan
lumbal dan torakolumbal. Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses
degeneratif pada sendi faset lengkungan itu sendiri.
E. Tumor Medulla Spinalis
Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan
kauda ekuina. Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal
dari sel-sel ependim yang terdapat pada konus medularis dan filum
terminale. Tumor ini timbulnya lambat, hanya sebagian kecil yang berasal
dari konus, sebagian besarnya ialah berasal dari filum terminale yang
kemudian mengenai radiks saraf.
Selain ependioma, terdapat tumor primer intraspinal yang sering
ditemukan yang terdiri dari sel-sel Schwann atau disebut dengan
schwannoma. Schwannoma merupakan tumor ekstramedular intradural
dan dapat muncul dari saraf spinal pada setiap level. Tersering muncul dari
radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri radikuler. Pertumbuhannya
lambat sebelum diagnosis diketahui dengan benar.
F. Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun
sekunder hasil metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-
paru, prostat, tiroid, ginjal, lambung, dan uterus.
Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma
yang menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua
berusia 40 tahun. Dapat menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan
pertama ialah nyeri punggung.

13
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat
merupakan tumor osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau
osteolitik yang dapat berasal dari kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan
tiroid. Tumor tersebut menyebabkan destruksi tulang dengan akibat
“wedge shape” atau kolaps pada vertebra yang terkena, satu atau beberapa
radiks akan ikut terlibat.
G. Spondilosis
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila
usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang
belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta
penonjolan ke semua arah dari annulus fibrosus. Annulus mengalami
kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus
vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan penyempitan
rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami subluksasi dan
menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh
osteofit.
Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa
nyeri dapat timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat
disertai kelumpuhan otot dan gangguan refleks. Terjadi pembentukan
osteofit pada bagian yang lebih sentral dari korpus vertebra yang menekan
medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada daerah
lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom
kauda ekuina dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai,
serta hilangnya kontrol sfingter. Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi
neurologik) dapat terjadi dimana pasien mengeluh nyeri pinggang dan
tungkai saat berdiri atau berjalan, dan akan menghilang bila berbaring.
H. Spondilolitesis dan Spondilolisis
Spondilolistesis adalah pergeseran ke arah depan dari satu korpus
vertebra terhadap korpus vertebra dibawahnya. Hal ini paling sering terjadi
pada spondilolisis, yaitu suatu kondisi dimana bagian posterior unit
vertebra menjadi terpisah, menyebabkan hilangnya kontinuitas antara
prosesus artikularis superior dan inferior. Spondilolistesis diduga

14
disebabkan oleh fraktur arkus neural segera setelah lahir, walaupun ini
jarang simtomatis sampai dewasa; usia rata-rata pasien yang mencari
pengobatan adalah 35 tahun. Lokasi yang paling sering dari keterlibatan
adalah L5, yang mengalami subluksasi terhadap sakrum. Yang lebih jarang
ialah terjadi akibat penyakit degeneratif tulang belakang, ini biasanya
meliputi L5 atau L4.
Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai
pada usia yang lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat
oleh gerakan ekstensi. Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada
cedera. Nyeri tungkai akibat kompresi radiks saraf kurang sering
ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda ekuina dapat terkena
kompresi.
I. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang
mungkin terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan
annulus, hipertrofi sendi faset, atau ligamen longitudinal posterior yang
tebal atau mengeras, sehingga menekan saraf yang mengandung beberapa
radiks.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang
pendek karena kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva
skoliosis, dan lordotik. Kebanyakan kasus merupakan idiopatik dan sering
terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.
E. Manifestasi Klinik Radikulopati
Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :
a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah
parasentral dekat vertebra hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini
mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh
gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan
kulit sepanjang distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.

15
e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang
bersangkutan menurun atau bahkan menghilang
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena
(yaitu pada servikal, torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul
akibat lesi iritatif di radiks posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia,
karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan. Demikian juga nyeri
radikular yang dirasakan sepanjang tungkai, dinamakan iskialgia, karena
nyerinya menjalar sepanjang perjalanan nervus iskiadikus dan lanjutannya
ke perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi, karena
segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal maupun lumbar. Jika
terjadi radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri pada
lengan, dada, abdomen, dan panggul.
1. Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Lumbal
a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke
bokong, paha, betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava
Maneuvers (seperti : batuk, bersin, atau mengedan saat defekasi).
b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila
penderita sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan
menjaga lututnya dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya
pada bokong yang berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita menopang
dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan tangannya di punggung, menekuk
tungkai yang terkena (Minor’s Sign). Nyeri mereda ketika pasien
berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman dengan berbaring
terlentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, serta bahu disangga dengan
bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri
tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme
involunter otot-otot punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan
mungkin juga terjadi skoliosis torakal sebagai kompensasi. Umumnya
tubuh akan condong menjauhi area yang sakit, dan panggung akan
bungkuk ke depan dan kearah yang sakit untung menghindari stretching

16
pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat, pasien akan
menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada jari
kaki (karena dorsofleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga
memperburuk nyeri). Pasien membungkuk ke depan, berjalan dengan
langkah kecil dan semifleksi sendi lutut, disebut Neri’s Sign.
d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang
menggantung dan tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang
lemah. Hal ini merupakan bukti keterlibatan radiks S1.
e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang
nervus iskiadikus.
f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan
sensasi, paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon.
Fasikulasi jarang terjadi.
g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala
yang unilateral. Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat
menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai
gangguan berkemih dan buang air besar.

17
F. Anamnesis Riwayat Penyakit
Radikulopati Lumbal
1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radikulopati lumbosakral
sering tiba-tiba dan berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien
menyatakan nyeri punggung yang sudah ada sebelumnya menghilang
ketika sakit pada kaki mulai terasa.
2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang
berjalan dari bokong turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral
menuju pergelangan kaki atau kaki.
3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya
perubahan postur tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri
setelah duduk atau berbaring, dan perubahan dalam posisi berjalan.
4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal,
dan rasa terbakar) dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi.

18
5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags
(yaitu, indikator kondisi medis yang biasanya tidak hilang dengan
sendirinya tanpa manajemen). Red flags tersebut dapat menyiratkan
kondisi yang lebih rumit yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut
(misalnya, tumor, infeksi). Adanya demam, penurunan berat badan, atau
menggigil memerlukan evaluasi menyeluruh. Usia pasien juga merupakan
faktor ketika mencari kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala
pasien. Individu dengan usia kurang dari 20 tahun dan yang lebih dari 50
tahun memiliki risiko keganasan lebih tinggi yang dapat menyebabkan
nyeri (misalnya, tumor, infeksi).
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting
memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme
otot. Pada pemeriksaan neurologis harus diperhatikan :
 Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu
dibedakan gangguan saraf perifer dan segmental.
 Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi,
dan spasme otot).
 Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan
adanya neoplasma dan infeksi di luar vertebra.
Pemeriksaan Fisik Radikulopati Lumbar
1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua
tungkainya.
b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu
dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggulnya (sendi coxae),
sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi.
c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus
(ekstensi).

19
d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan
menyebabkan stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).
e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau
lebih sebelum timbul rasa sakit dan tahanan.
f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus
iskiadikus sebelum tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda
Lasegue positif (pada radikulopati lumbal).
2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s Sign,
dan Spurling’s Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes
Lasuge disertai dengan dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign) atau dengan
dorsofleksi ibu jari kaki (Sicard’s Sign). Dengan modifikasi ini, stretching
nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi meningkat, sehingga
memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan Sicard’s sign disebut
Spurling’s sign.

20
Lasegue’s Sign (SLR’s Test)

21
a) Bragard’s sign
b) b) Spurling’s sign
3. Tes Lasegue Silang atau O’Conell Test
Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang
sehat. Tes positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit
(biasanya perlu sudut yang lebih besar untuk menimbulkan nyeri radikuler
dari tungkai yang sakit).
4. Nerve Pressure Sign
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan
adanya nyeri) kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20
derajat.
b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada
fossa poplitea hingga pasien mengeluh adanya nyeri.
c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal,
bokong sesisi, atau sepanjang nervus iskiadikus.

5. Naffziger Tests

22
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2
menit. Tekanan harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa
penuh di kepalanya. Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan
sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit.
Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan intrakranial
meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat
menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space occupying lesion
yang menekan radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan
didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang bersangkutan.Pasien
dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri.
H. Pemeriksaan Penunjang Radikulopati
1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya
kelainan structural.
2. MRI dan CT-Scan
 MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk
mendeteksi kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat
mengidentifikasi kompresi medulla spinalis dan radiks saraf, juga dapat
digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degenerative pada diskus
intervertebra. MRI memiliki keunggulan dibandingkan dengan CT-Scan,
yaitu adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran hubungan
diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI merupakan
prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnose banding
gangguan structural pada medulla spinalis dan radiks saraf.
 CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang
vertebra dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk
herniasi diskus intervertebra. Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa
myelography dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila dibandingkan
dengan MRI.
3. Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama
elemen osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif,

23
karena melibatkan penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum
myelogram dilakukan sebagai tes preoperative dan seringkali dilakukan
bersamaan dengan CT-Scan.
4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau
untuk menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf,
atau saraf tunggal. Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan
lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah
pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak
dianjurkan.
5. Laboratorium
 Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor
rematoid, fosfatase alkali/asam, dan kalsium.
 Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
I. Diagnosis Banding
1. Radikulopati Lumbar
- Cedera Diskus Lumbosakral
- Cedera Diskus Torakik
J. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
- Latihan kondisi otot

24
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
- NSAIDs
 Contoh : Ibuprofen
 Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan
cara menurunkan sintesis prostaglandin
 Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 – 800
mg IV setiap 6 jam jika dibutuhkan
- Tricyclic Antidepressants
 Contoh : Amitriptyline
 Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau
norepinefrin oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan
konsentrasi sinaptik dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri
kronis dan neuropatik tertentu.
 Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari
- Muscle Relaxants
 Contoh : Cyclobenzaprine
 Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral
dan menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang
mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.
 Dosis :
Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
- Analgesik
 Contoh : Tramadol (Ultram)
 Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah
persepsi serta respon terhadap nyeri, menghambat reuptake norepinefrin
dan serotonin
 Dosis :

25
 Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari) jika
diperlukan
- Antikonvulsan
 Contoh : Gabapentin (Neurontin)
 Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari
penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA), yang
mana tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.
 Dosis :
 Dewasa : Neurontin
 Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
 Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)
 Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
3. Invasif Non Bedah
- Blok saraf dengan anestetik local
- Injeksi steroid (metilprednisolone) pada epidural untuk mengurangi
pembengkakan sehingga menurunkan kompresi radiks saraf
4. Bedah (pada HNP)
Indikasi :
 skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat,
menetap, dan progresif
 defisit neurologis memburuk
 sindroma kauda
 stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)
 terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan
neurofisiologis dan radiologi
K. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

26
BAB III

KESIMPULAN

Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah


lumbar yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf
lumbal. Radikulopati lumbar sering juga disebut siatika. Pada radikulopati
lumbar, keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) sering didapatkan.

Radikulopati lumbal dapat dinilai dari anamnesis dan pemeriksaan


neurologis, didapatkan gejala-gelaja seperti nyeri atau sakit pada bokong,
paha dan juga tungkai kaki serta adanya rasa baal atau kesemutan.
Pemeriksaan penunjangnya adalah Foto Rontgen vertebrae lumbosacral
AP/Lat untuk melihat kelainan strukturalnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11th Edition


2. Adams and Victor’s. Principle of Neurology 8th Edition
3. Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6th Edition
4. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga
5. http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical.Cervical
Radiculopathy Clinical Presentation. Diakses 12 september 2019
6. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview.
Lumbosacral Radiculopathy. Diakses 12 september 2019

28

Anda mungkin juga menyukai