a. Skenario
SKENARIO 2
Kulit Berubah Warna
b. Klarifikasi Istilah
STEP 1
1. Lampu Wood: lampu yang menghasilkan sinar UV 320-400 nm.
2. Makula Hiperpigmentasi: kelainan kulit disebabkan peningkatan melanin.
d. Analisis Masalah
STEP 3
1. Epidermis di stratum basal→ sinar UV →produksi melanin
2. a. Sinar UV
b. Pil KB
c. Alat kontrasepsi
d. Obat-obatan
e. Pasca operasi
f. Kongenital
Pemeriksaan penunjang :
a. Lampu Wood
b. Histopatologi
c. Mikroskopis elektron
3
Dipanaskan 6 menit
Jarak 10-15cm
6. a. Hindari sinar UV
b. Hindari pil kb
c. Penggunaan sunblock
d. Bedah laser
e. Asam askorbat
f. Hidroquinon
g. Asam retinoat
h. Azeleat acid
i. Asam glikoat
Lindungi kulit
STEP 4
Dipanaskan 6 menit
Jarak 10-15cm
6. Prinsip tatalaksana:
d. Perbaikan kosmetik
Lindungi kulit
Mind Map
Faktor resiko Penegakan
diagnosis
Hiperpigmentasi Tatalaksana
Kelainan
pigmentasi
Diagnosis
Hipopigmentasi banding
Fisiologi
Patofisiologi pembentukan
melanin
6
e. Sasaran Belajar
STEP 5
1. Macam kelainan pigmentasi, hiperpigemntasi dan hipopigmentasi (dari etiologi
sampai tatalaksana).
a. Hiperpigmentasi
1) Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi
2) Riehl melanosis
3) Efelid
b. Hipopigmentasi
1) Pitiriasis Versikolor
2) Pitiriasis Alba
3) Albino
4) Psoriasis
5) Vitiligo
6) Lentigo
f. Belajar Mandiri
STEP 6
Belajar mandiri
g. Penjelasan
STEP 7
1. Macam kelainan pigmentasi, hiperpigemntasi dan hipopigmentasi (dari etiologi
sampai tatalaksana).
a. Hiperpigmentasi
1) Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi
a. Definisi
Hiperpigmentasi pascainflamasi (HPI) adalah suatu hipermelanosis
reaktif dan suatu keadaan akibat dari peradangan. HPI dapat menurunkan
kualitas hidup, khususnya pada pasien berkulit gelap. HPI bisa mengenai
7
semua tipe kulit, namun individu dengan kulit berwarna lebih rentan,
termasuk orang Asia, kulit hitam, orang Latin, dan India Amerika.
Diskromia merupakan keluhan HPI yang tersering pada seorang etnik
berkulit gelap yang berobat ke dokter spesialis kulit.
HPI yang terjadi pada daerah wajah, leher, atau tangan dapat
menyebabkan gangguan psikologik. Efek negatif HPI dapat
memengaruhi kesehatan emosional pasien (menyebabkan cemas dan
depresi), interaksi sosial, harga diri, kepercayaan diri, dan kesempatan
bekerja.
Etnik kulit berwarna dilaporkan lebih dari 30% populasi di Amerika
Serikat, oleh karena itu, pengenalan penyakit kulit yang sering mengenai
pasien dengan kulit berwarna dan pilihan pengobatannya penting
diketahui untuk praktik dokter spesialis kulit. Pada penelitian dari 1.412
pasien menunjukkan diskromia adalah diagnosis terbanyak kedua pada
pasien kulit hitam (19,9%). Temuan serupa juga dilaporkan diantara
pasien orang Hispanik (6-7,5%).1
b. Etiologi
HPI adalah penyakit yang membuat stres karena sulit untuk diobati.
Pengobatan penyebab peradangan dan penggunaan tabir surya
merupakan terapi yang efektif. HPI biasanya diberikan terapi topikal, tapi
tidak untuk HPI dermal. Hidrokuinon kombinasi dengan steroid topikal,
retinoid, asam glikolat, asam laktat, asam kojik, arbutin, asam askorbat,
soy, dan niasinamid merupakan beberapa terapi topikal. Chemical
peeling asam salisilat dan asam glikolat, begitu juga laser quality-
switched (QS) neodymium-doped yttrium aluminum garnet (Nd: YAG),
QS Ruby, 1550 nm erbium fiber fractional thermolysis, dan 1927 nm
fractional thulium fiber menunjukkan efikasi yang baik untuk
pengobatan hiperpigmentasi wajah.1
8
c. Epidemiologi
d. Patofisiologi
e. Gejala Klinis
Berbagai tipe dermatosis inflamasi atau kerusakan kulit dapat
menyebabkan perubahan pigmentasi. HPI bisa disebabkan oleh infeksi
seperti dermatofitosis atau eksantema virus, reaksi alergi seperti gigitan
serangga atau dermatitis kontak, penyakit papuloskuamous seperti
psoriasis atau liken planus, pengobatan yang menyebabkan reaksi
10
f. Penegakan Diagnosis
Langkah awal yang paling penting untuk diagnosis dan merencanakan
rejimen pengobatan adalah melakukan anamnesis secara menyeluruh.
Apabila penyebab teridentifikasi secara jelas dan kemudian dijelaskan
11
Gambar 1.3 Manifestasi HPI. A. HPI sekunder dari akne vulgaris. B. HPI
sekunder dari dermatosis inflamasi, tinea korporis. C. Pasien yang
mengalami HPI setelah melakukan chemical peeling di dada. 1
g. Penatalaksanaan
12
laser ini dan juga alat lain, seperti intense pulsed light untuk mengobati
HPI. 1
Laser quality-switched (QS) neodymium-doped yttrium aluminum garnet
(Nd: YAG) 1064 nm, QS Ruby, dan laser termolisis fraksional Erbium
fiber 1550 nm adalah yang paling sering diteliti. QS Ruby memiliki hasil
yang buruk pada HPI refrakter terhadap terapi topikal. Suatu laporan
kasus melaporkan berhasilnya pengobatan HPI dengan beberapa sesi
fototermolisis fraksional Erbium fiber. Serial kasus dari 3 pasien dengan
HPI diobati dengan laser QS Nd: YAG 1064 nm menunjukkan hasil yang
baik setelah 5 sesi dengan perbaikan memanjang selama 2 bulan. Laser
fraksional thulium fiber 1927 nm saat ini dilaporkan efektif untuk
pengobatan melasma dan satu kasus HPI juga sukses diobati. Panjang
gelombang yang panjang memungkinkan penetrasi lebih dalam saat
menargetkan melanin sebagai kromofor. Hal tersebut menurunkan
kemungkinan permukaan terbakar dan HPI. 1
Kosmetik kamuflase digunakan untuk menyembunyikan lesi yang tidak
mendapatkan pengobatan medikal atau surgikal. Riasan kamuflase yang
menyembunyikan area diskromia menunjukkan hasil yang signifikan
pada beberapa pasien, dan lebih murah dari pilihan lainnya.7 Penutup
kosmetik yang baik harus tampak natural, tidak berminyak, opak, tahan
air, tahan lama, 100% bebas pewangi, dan mudah diaplikasikan.
Kosmetik kamuflase tersebut dapat diaplikasikan ke semua tipe kulit,
tidak mengiritasi, tidak sensitisasi, tidak fotosensitisasi, dan tidak
komedogenik. 1
2) Riehl melanosis
a. Definisi
b. Patofisiologi
c. Epidemiologi
d. Etiologi
22
k. Wewangian
a. Jasmine mutlak
b. Benzil salisilat
c. Hydroxycitronellal
d. Minyak Ylang-ylang
e. Minuman keras dari kayu manis
f. Musk ambrette
g. Minyak cananga
h. Minyak cendana
i. Cendana sintetis (mengandung bornyl methoxy cyclohexanol)
j. Minyak Geraniol
k. Eugenol
l. Isoeugenol
m. Balsam dari Peru
n. Minyak lavender
o. Minyak lemon
p. Methoxycitronellal
q. Benzil alkohol
r. Derivatif Cinnamic
e. Penegakan diagnosis
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan penunjang
Histologis
f. Penatalaksanaan
3) Efelid
a. Definisi
28
b. Epidemiologi
Onset Usia (rata-rata usia) dan jenis kelamin umumnya timbul pada usia
antara 2-5 tahun, namun tidak menutup kemungkinan masa dewasa
sampai tua dapat juga terkena. Sedangkan frekuensi pada pria dan wanita
adalah sama.
d. Patofisiologi
29
e. Pemeriksaan fisik
30
f. Pemeriksaan penunjang
g. Penatalaksanaan
h. Diagnosis banding
Diagnosis Banding:
-Permanent freckle
-Lentigenes
-Melasma
-Fotodermatitis kontak
-Wheel melanosis
-Xeroderma pigmentosum.
i. Penatalaksanaan
b. Hipopigmentasi
1) Pitiriasis Versikolor
a. Pendahuluan
32
Pitiriasis versikolor (PV) atau lebih dikenal dengan panu adalah infeksi
jamur superfisial yang ditandai perubahan pigmen kulit akibat kolonisasi
stratum korneum oleh jamur lipofilik dimorfik dari flora normal kulit,
Malassezia furfur, Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ovale dapat
menyebabkan penyakit jika bertransformasi menjadi fase miselium sebagai
Malassezia furfur. Dari semua jenis Malassezia, hanya M. pachydermatis
yang membutuhkan lingkungan kaya lipid, seperti kulit manusia atau
media kultur yang diperkaya lipid, karena tidak mampu mensintesis asam
lemak jenuh rantai menengah-panjang. Malassezia menghasilkan berbagai
senyawa yang mengganggu melanisasi menyebabkan perubahan
pigmentasi kulit. 2
Lesi khas pitiriasis versikolor berupa makula, plak, atau papul folikular
dalam berbagai warna, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, sampai
eritematosa, berskuama halus di atasnya, dikelilingi kulit normal. Skuama
sering sulit terlihat. Untuk membuktikan skuama yang tidak tampak, dapat
dilakukan peregangan atau penggoresan lesi dengan kuku jari tangan
sehingga skuama tampak lebih jelas, dikenal sebagai evoked scale sign,
Besnier’s sign, scratch sign, atau stroke of the nail sign. Peregangan atau
penggoresan lesi akan meningkatkan kerapuhan stratum korneum kulit
yang terinfeksi pitiriasis versikolor, sehingga akan muncul tanda klinis
yang berguna untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama jika
pemeriksaan mikologis tidak tersedia dan diagnosis klinis tidak pasti. 2
b. Etiologi
c. Epidemiologi
Pada tahun 1846, Eichstedt melaporkan penyakit jamur kulit ini untuk
pertama kalinya. Tahun 1853, Robin mengisolasi elemen jamur yang
diambil dari lesi kulit dan diberi nama Microsporum furfur. Hence
menyebutnya sebagai tinea versikolor. Malassez berhasil mengisolasi sel
ragi dari skuama ketombe manusia pada tahun 1874. Studi selanjutnya
dilakukan oleh Baillon tahun 1889 yang menggolongkan ragi ini ke dalam
genus Malassezia. Sabouraud membuktikan organisme penyebab ketombe
yang disebut Pityrosporum malassezii pada tahun 1904. Beberapa dekade
setelahnya, Castellani dan Chalmers (1913) mengidentifikasi
Pityrosporum ovale dan Gordon (1951) mengidentifikasi Pityrosporum
orbiculare. 2
Faktor predisposisi infeksi jamur ini terdiri dari faktor endogen seperti
malnutrisi, immunocompromised, penggunaan kontrasepsi oral, hamil,
luka bakar, terapi kortikosteroid, adrenalektomi, Cushing syndrome, atau
faktor eksogen seperti kelembapan udara, oklusi oleh pakaian, penggunaan
krim atau lotion, dan rawat inap. 2
d. Etiopatogenesis
34
e. Diagnosis
halus seperti tepung dan versicolor yang berarti bermacam warna. Bentuk
dan ukuran lesi bervariasi, dapat berupa makula hingga patch atau papul
hingga plak hipo/ hiperpigmentasi, berbatas tegas atau difus, tertutup
skuama halus di sekitarnya. Bentuk folikular juga dapat ditemukan. Lesi
dapat meluas, berkonfluens, atau tersebar. Tempat predileksinya terutama
daerah yang ditutupi pakaian, seperti dada, punggung, perut, lengan atas,
paha, leher. 2
Tanda ini disebut coup d'ongle sign, pertama kali dicetuskan oleh Besnier
(1831-1909), seorang dermatologist asal Perancis. 2
36
Saat ini, tanda ini Iebih dikenal dengan evoked scale sign. Balzar
menyatakan bahwa coup d’ongle hanya ditemukan pada infeksi PV.
Terjadi perubahan struktural lapisan kulit akibat peningkatan kerapuhan
stratum korneum, mungkin disebabkan gangguan parsial fungsi sawar
kulit dan peningkatan transepidermal waterloss. Keratinase yang
diproduksi fase hifa dari spesies ini mampu menghidrolisis keratin dan
memfasilitasi pertumbuhan jamur di stratum korneum. Jika diregang,
stratum korneum akan mengendur, skuama akan terlihat. 2
Sukma's PV sign
37
tanpa memperhatikan sisik yang tersusun rapi, sejajar dengan kulit, dan
berbatas pada lesi, karena skuama halus juga kadang dapat ditemukan pada
pitiriasis alba dan kulit kering. Pemeriksaan ini mudah, sederhana, dan
dapat dilakukan saat praktik dokter umum sehari-hari. 2
38
f. Terapi
g. Prognosis
39
2) Pitiriasis Alba
a. Definisi
b. Etiologi
c. Gejala Klinis
Pitriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun (30-40%).
Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat, oval, atau plakat yang
teratur, warna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus
setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai, hanya defigmentasi
dengan skuama halus. Pada stadium ini penderita datang berobat terutama
pada orang dengan kulit berwama. Bercak biasanya multipel 4-20 dengan
diameter antara setengah sampai dua sentimeter. Pada anak-anak lokasi
kelainan pada muka (50-60%), paling sering disekitar mulut, dagu, pipi,
serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan, dapat simetris
pada bokong, paha atas, punggung, dan ekserior lengan, tanpa keluhan.
Lesi umumnya menetap, terlihat sebagai leukoderma setelah skuama
menghilang.3
41
d. Histopatologi
e. Diagnosis
f. Pengobatan
g. Prognosis
3) Albino
a. Definisi
Albinisma atau albino adalah kelainan herediter ditandai dengan
abnormalitaspigmentasi kulit dan organ tubuh lainnya serta penglihatan
yang sangat peka terhadapcahaya. 4
b. Etiologi
c. Gejala Klinis
d. Patomekanisme
e. Klasifikasi albinisme
1. OCA
Albinisme Okulokutanea
1) Definisi
Albinisme okulokutanea adalah hipopigmentasi pada kulit, rambut,
danmata. Ada 4 kelainan autosomal resesif yang mencakup kelainan ini.
Kelainanyang diturunkan secara sex-linked resesif disebut albinisme
okular, hanyamengenai mata 4
2) Insiden
46
f. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang diberikan kecuali preparat pelindung
terhadapsinar. Pemeriksaan berkala untuk deteksi dini dan pengobatan
lesi premalignadianjurkan terutama untuk penderita yang tinggal di
daerah tropis.4
4) Psoriasis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patogenesis
d. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Salah satu hal yang pertama kali penting ditanyakan adalah onset
penyakit dan riwayat keluarga, karena onset dini dan riwayat keluarga
berkaitan dengan tingginya ekstensi dan rekurensi penyakit. Selain itu,
tentukan apakah lesi merupakan bentuk akut atau kronis, serta keluhan
pada persendian, karena kemungkinan artritis psoriatika pada pasien
dengan riwayat pembengkakan sendi sebelum usia 40 tahun. Lesi kronis
cenderung stabil berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, sedangkan
dalam bentuk akut, lesi dapat muncul mendadak dalam beberapa hari.
4Kemungkinan relaps juga bervariasi antar individu. Pasien yang sering
relaps biasanya memiliki lesi yang lebih berat, cepat meluas, melibatkan
area tubuh yang lebih luas, sehingga terapi harus lebih agresif. 5
b. Manifestasi Klinis
50
e. Lesi Kulit
Pada tipe ini, lesi muncul pada usia yang lebih tua, kronis,
berukuran lebih besar (1-2 cm), dengan skuama lebih banyak dan tebal.
Biasanya muncul pada lanjut usia di beberapa negara Asia.
4. Psoriasis Inversa
5. Psoriasis Eritrodermik
6. Psoriasis Pustular
7. Sebopsoriasis
8. Napkin Psoriasis
Bentuk ini biasanya muncul pada usia 3-6 bulan di area kulit yang
terkena popok (diaper area).
9. Psoriasis Linear
1. Kuku
3. Artritis Psoriatika
g. Tatalaksana
5) Vitiligo
a. Definisi
Vitiligo atau disebut juga belang putih, switra, kilasa ini merupakan
kelainan kulit kronis akibat gangguan pigmen melanin, ditandai bercak
putih berbatas tegas. Vitiligo dapat meluas, mengenai seluruh bagian tubuh
yang mengandung sel melanosit, misalnya: rambut dan mata. Vitiligo
merupakan acquireddepigmentary disorder yang paling umum dijumpai.6
b. Etiopatogenesis
tahun 1996 dan 1999, dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction).
Keberadaan DNA CMV pada specimen biopsi kulit penderita vitiligo
menunjukkan potensi kerusakan yang diinduksi virus pada melanosit.
Infeksi virus dapat memicu respons autoimun karena molecular mimicry
dari sekuens peptide virus mengaktivasi subset T-cells. Keterlibatan virus
lainnya, seperti: hepatitis C, HIV, dan virus Epstein-Barr juga pernah
dilaporkan.6
c. Gejala Klinis
kadang ditemukan tepi lesi yang meninggi, eritema dan gatal, disebut
inflamatoar.3
Daerah yang sering terkena adalh bagian ekstensor tulang terutama di atas
jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan
pergelangan tangan bagian fleksor.lesi bilateral dapat dsimetris atau
asimetris. Pada area yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Mukosa
jarang terkena, kadang-kadang mengenai genital eksterna, putting susu,
bibir, dan ginggiva.3
1. Localized, terbagi tiga: fokal (satu macula atau lebih dengan distribusi
sederhana), unilateral (satu makula atau lebih di salah satu bagian tubuh,
dengan distribusi dermatomal; ciri khasnya adalah lesi berhenti mendadak di
garis tengah tubuh), mukosal (keterlibatan mukosa membran).6
2. Generalized, terbagi tiga: vulgaris (bercak putih tersebar atau berpencar),
acrofacialis (bagian putih atau patches terlokalisir atau terbatas pada
ekstrimitas distal dan wajah), mixed atau campuran (bentuk vulgaris dan
acrofacialis).6
3. Universalis (lesi sepenuhnya atau hamper di seluruh permukaan kulit).
Perubahan warna kulit pertama kali dijumpai di daerah terbuka, seperti di
wajah atau punggung tangan. Lalu pembentukan pigmen berlebih
(hiperpigmentasi) terdapat di: ketiak, lipat paha, sekitar puting-susu, dan
kelamin. Vitiligo juga banyak dijumpai di bagian yang sering terkena
gesekan, seperti: punggung tangan, kaki, siku, lutut, tumit. Pada kasus
tertentu, warna rambut di kulit kepala, bulu-alis mata, atau janggut memudar
menjadi agak putih atau keabu-abuan; warna retina berubah atau hilang.
Vitiligo juga dapat mengenai bagian tubuh yang menonjol dan terpajan sinar
surya, misalnya: di atas jari, di sekitar mata-mulut-hidung, tulang kering,
dan pergelangan tangan. Terkadang juga ditemukan di alat kelamin, puting
susu, bibir, dan gusi.6
64
d. Diagnosis banding
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan histopatologi
Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tampaknya normal kecuali
tidak ditemukan melanosit, kadang-kadang ditemukan limfosit pada tepi
makula. Reaksi dopa untuk melanosit negatif pada daerah apigmentasi,
tetapi meningkat pada tepi yang hiperpigmentasi.3
2. Pemeriksaan biokimia
Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubaasi dengan dopa
menunjukkan tidak adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit
normal.3
3. Pemeriksaan laboratorium
Tes laboratorium dilakukan untuk mendeteksi penykit-penyakit
sistemik yang menyertai, misalnya insufisiensi adrenal, diabetes melitus,
anemia pernisiosa, penyakit tiroid.7
Tes-tes yang mungkin dapat membantu antara lain biopsi dari batas lesi
(dengan teknik fontana-masson) untuk menbedakan vitiligo dari beberapa
keadaan yang disebut di atas. Penderita yang mempunyai kecenderungan
untuk mendapatkan foto-kemoterapi, perlu diperiksa ANA (antinuclear
antibody), tes faal hepar, dan faal ginjal, dsb.7
f. Penatalaksanaan
g. Terapi Pembedahan
68
sunscreen (tabir surya) dengan sun protection factor (SPF) 30 atau lebih.
Rekomendasi FDA untuk penderita vitiligo dengan luas lebih dari 50% area
permukaan tubuhnya, adalah terapi depigmentasi topikal menggunakan 20%
monobenzyl ether of hydroquinone (MBEH) cream. Hasilnya terlihat setelah
4-12 bulan terapi. 6
j. Pencegahan
6) Lentigo
a. Definisi
b. Gejala Klinis
c. Etiologi
d. Klasifikasi
a. Lentiginosis generelisata
Lesi lentigo umumnya multipel, timbul satu demi satu atau dalam
kelompok kecil sejak masa anak-anak. Patogenesis ya tidak diketahui dan
tidak dibuktikan adanya faktor genetik. Dibagi menjadi :
b. Lentiginosis sentrofasial
e. Pemeriksaan penunjang
f. Diagnosis banding
g. Penatalaksanaan
Retinoid
Bleachina creams
h. Prognosis
DAFTAR PUSTAKA