Anda di halaman 1dari 75

1

a. Skenario
SKENARIO 2
Kulit Berubah Warna

Seorang perempuan berusia 46 tahun datang ke puskesmas dengan


keluhan terdapat bercak kecoklatan diwajahnya sejak 1 tahun yang lalu.Awalnya
bercak coklat ini muncul tiba-tiba dibagian pipi. Bercak ini tidak gatal, tidak
terasa nyeri dan tidak diawali dengan peradangan. Pasien mengabaikannya karena
mengira hanya bercak biasa. Namun sejak sebulan lalu bercak semakin terlihat
jelas dan semakin meluas serta timbul pada hidung dan dahi.Riwayat pemakaian
pil KB (+) selama 2 tahun.Pada status dermatologis di regio frontalis, zigomatikus
bilateral dan nasalis didapatkan makula hiperpigmentasi berwarna coklat, berbatas
tegas, tapi ireguler, simetris, bilateral. Saat dilakukan pemeriksaan dengan lampu
Wood didapatkan bercak semakin terlihat jelas pada region-regio tersebut. Dokter
memberikan obat yang sesuai serta memberikan edukasi tentang penyakitnya.

b. Klarifikasi Istilah
STEP 1
1. Lampu Wood: lampu yang menghasilkan sinar UV 320-400 nm.
2. Makula Hiperpigmentasi: kelainan kulit disebabkan peningkatan melanin.

c. Rumusan Daftar Masalah


STEP 2

1. Bagaimana fisiologi pembentukan melanin?


2. Bagaimana timbulnya hiperpigmentasi?
3. Apa hubungan riwayat pil KB dan faktor resiko dengan penyakit yang
diderita pasien?
4. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus tersebut?
5. Bagaimana pemeriksaan lampu Wood?
2

6. Bagaimana tatalaksana dari kasus?


7. Bagaimana tatalaksana yang diberikan untuk pasien pada kasus?

d. Analisis Masalah
STEP 3
1. Epidermis di stratum basal→ sinar UV →produksi melanin

Melanin di transfer→keratinosit→ tiroksinase→DOPA

4 biokrom : Hb terudektase, oksihemoglobin, keratenoid, melanin.

2. a. Sinar UV

b. Pil KB

c. Alat kontrasepsi

d. Obat-obatan

e. Pasca operasi

f. Kongenital

3. Pil Kb dan hamil = meningkatkan hormone estrogen dan progesterone

Hormone estrogen → meningkatkan sel melanosit

Hormone progesteron→ meningkatkan penyebaran melanosit

4. Anamnesis : riwayat penggunaan kosmetik

Pemeriksaan fisik : makula, kulit kecoklatan

Pemeriksaan penunjang :

a. Lampu Wood

b. Histopatologi

c. Mikroskopis elektron
3

5. Mengevaluasi kelainan pigmen

Dipanaskan 6 menit

Pasien tidak menggunakan obat topikal

Jarak 10-15cm

Di ruangan yang gelap

6. a. Hindari sinar UV

b. Hindari pil kb

c. Penggunaan sunblock

d. Bedah laser

e. Asam askorbat

f. Hidroquinon

g. Asam retinoat

h. Azeleat acid

i. Asam glikoat

7. Hindari factor pencetus

Lindungi kulit

Diberi tahu akibat penggunaan pil KB

STEP 4

1. Tiroksin → tiroksinase→ melanosit→ DOPA→ dopaquinon → melanin


(bergantung dari jumlah dan ukuran) → dibawa ke keratin → letaknya di atas
keratenosit jadi mampu melindungi dari sinar UV
4

MSH→ berikatan dengan imunokeratin→ ↓ reseptor→ ↑ adenilat


siklose→resinduksi CAMP→ memulai sinyal melanogenesis→ menginduksi
preotein kinase A (PKA) untuk memulai pembentukan melanin dengan
meningkatkan tirokinase TRPα→ mengubah tiposin → L-DOPA→ dopaquin.

a. Stadium I : Granul bentuk sferis

b. Stadium II : Granul bentuk oval

c. Stadium III: Granul mulai produksi melanin

d. Stadium IV : melanosom, konsenterasi melanin meningkat pada granul

2. Kecepatan transfer : ↑ transfer melanosit → hiperpigmentasi

↓ transfer melanosit → hipopigmentasi

Timbul bercak karena melanin jumlahnya sedikit pada kulit

Tidak gatal dan nyeri karena tidak ada proses inflamasi

3. Genetik → dipengaruhi adanya gen SLC 24A5 → mutasi gen→


meningkatkan produksi melanosit dan defek keratinosit

Ras → golongan hispanik dan golongan kulit gelap

Hamil →meningkatkan hormon kehamilan→↑ ukuran melanin

4. Diagnosis banding : melasma, efelid.

5. Mengevaluasi kelainan pigmen

Dipanaskan 6 menit

Pasien tidak menggunakan obat topical

Jarak 10-15cm

Di ruangan yang gelap


5

6. Prinsip tatalaksana:

a. Penanggulangan faktor penyebab

b. Pemberian bleaching agent

c. Perlindungan terhadap sinar UV

d. Perbaikan kosmetik

7. Hindari faktor pencetus

Lindungi kulit

Diberi tahu akibat penggunaan pil KB

Mind Map
Faktor resiko Penegakan
diagnosis

Hiperpigmentasi Tatalaksana

Kelainan
pigmentasi
Diagnosis
Hipopigmentasi banding

Fisiologi
Patofisiologi pembentukan
melanin
6

e. Sasaran Belajar
STEP 5
1. Macam kelainan pigmentasi, hiperpigemntasi dan hipopigmentasi (dari etiologi
sampai tatalaksana).
a. Hiperpigmentasi
1) Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi
2) Riehl melanosis
3) Efelid
b. Hipopigmentasi
1) Pitiriasis Versikolor
2) Pitiriasis Alba
3) Albino
4) Psoriasis
5) Vitiligo
6) Lentigo

f. Belajar Mandiri
STEP 6
Belajar mandiri

g. Penjelasan
STEP 7
1. Macam kelainan pigmentasi, hiperpigemntasi dan hipopigmentasi (dari etiologi
sampai tatalaksana).
a. Hiperpigmentasi
1) Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi
a. Definisi
Hiperpigmentasi pascainflamasi (HPI) adalah suatu hipermelanosis
reaktif dan suatu keadaan akibat dari peradangan. HPI dapat menurunkan
kualitas hidup, khususnya pada pasien berkulit gelap. HPI bisa mengenai
7

semua tipe kulit, namun individu dengan kulit berwarna lebih rentan,
termasuk orang Asia, kulit hitam, orang Latin, dan India Amerika.
Diskromia merupakan keluhan HPI yang tersering pada seorang etnik
berkulit gelap yang berobat ke dokter spesialis kulit.
HPI yang terjadi pada daerah wajah, leher, atau tangan dapat
menyebabkan gangguan psikologik. Efek negatif HPI dapat
memengaruhi kesehatan emosional pasien (menyebabkan cemas dan
depresi), interaksi sosial, harga diri, kepercayaan diri, dan kesempatan
bekerja.
Etnik kulit berwarna dilaporkan lebih dari 30% populasi di Amerika
Serikat, oleh karena itu, pengenalan penyakit kulit yang sering mengenai
pasien dengan kulit berwarna dan pilihan pengobatannya penting
diketahui untuk praktik dokter spesialis kulit. Pada penelitian dari 1.412
pasien menunjukkan diskromia adalah diagnosis terbanyak kedua pada
pasien kulit hitam (19,9%). Temuan serupa juga dilaporkan diantara
pasien orang Hispanik (6-7,5%).1

b. Etiologi
HPI adalah penyakit yang membuat stres karena sulit untuk diobati.
Pengobatan penyebab peradangan dan penggunaan tabir surya
merupakan terapi yang efektif. HPI biasanya diberikan terapi topikal, tapi
tidak untuk HPI dermal. Hidrokuinon kombinasi dengan steroid topikal,
retinoid, asam glikolat, asam laktat, asam kojik, arbutin, asam askorbat,
soy, dan niasinamid merupakan beberapa terapi topikal. Chemical
peeling asam salisilat dan asam glikolat, begitu juga laser quality-
switched (QS) neodymium-doped yttrium aluminum garnet (Nd: YAG),
QS Ruby, 1550 nm erbium fiber fractional thermolysis, dan 1927 nm
fractional thulium fiber menunjukkan efikasi yang baik untuk
pengobatan hiperpigmentasi wajah.1
8

c. Epidemiologi

Kulit berwarna digambarkan sebagai individu dengan peningkatan


jumlah pigmen epidermal dan kulit yang lebih gelap. Kelompok pasien
ini memiliki perhatian yang unik dan prosedur yang khusus terhadap
kosmetik. Pengobatan kulit berwarna berbeda dengan kulit lainnya. Kulit
berwarna tampak pada orang Afrika, Hispanik, Asia, dan keturunan Asia
Tenggara.1

d. Patofisiologi

HPI dihasilkan dari produksi berlebih melanin atau penyebaran pigmen


yang tidak teratur setelah inflamasi kulit. Peningkatan produksi dan
transfer melanin ke keratinosit terdapat pada HPI di epidermis. Walaupun
mekanisme pasti belum diketahui, peningkatan aktivitas melanosit
distimulasi oleh prostanoid, sitokin, kemokin, dan mediator inflamasi
lainnya seperti spesies oksigen reaktif yang dikeluarkan selama proses
inflamasi. Beberapa penelitian menunjukan properti yang menstimulasi
melanosit dari leukotrien (LT), seperti LT-C4, LT-D4, prostaglandin E2,
prostaglandin D2, thromboxane-2, interleukin (IL)-I, IL-6, tumor
necrosis factor (TNF)-, epidermal growth factor, dan spesies oksigen
reaktif seperti nitric oxide. 1
HPI di dermis dihasilkan dari kerusakan yang diinduksi oleh inflamasi
pada keratinosit basal, sehingga menyebabkan produksi melanin dalam
jumlah besar. Pigmen bebas kemudian difagosit oleh makrofag yang
disebut melanofag pada dermis bagian atas dan menghasilkan tampilan
warna biru-abu pada lokasi yang terjadi memar. 1
HPI muncul sebagai makula atau bercak asimtomatik yang dapat simetris
atau asimetris, terbatas atau difus, tergantung dari distribusi dermatosis
inflamasi sebelumnya. Lokasi kelebihan pigmen dalam lapisan kulit akan
menentukan warna HPI. Kulit tampak berwarna kecokelatan, cokelat,
atau cokelat tua jika kelebihan pigmen di dalam epidermis.
9

Hipermelanosis dermal akan memiliki tampilan abu-abu tua atau biru-


keabuan. 1
HPI adalah hipermelanosis reaktif dapatan yang muncul setelah inflamasi
atau cedera kulit yang dapat terjadi pada semua tipe kulit, namun lebih
sering mengenai pasien kulit berwarna, termasuk orang Afrika Amerika,
Hispanik/ Latin, Asia, Amerika pribumi, Kepulauan Pasifik, dan
keturunan Timur Tengah. HPI dapat memiliki efek psikososial yang
signifikan pada pasien kulit berwarna (tipe kulit Fitzpatrick III-VI).
Perubahan pigmentasi juga dapat muncul lebih sering, lebih parah dan
lebih jelas pada kulit berwarna.1

Gambar 1.1 Hiperpigmentasi pasca inflamasi. 8

e. Gejala Klinis
Berbagai tipe dermatosis inflamasi atau kerusakan kulit dapat
menyebabkan perubahan pigmentasi. HPI bisa disebabkan oleh infeksi
seperti dermatofitosis atau eksantema virus, reaksi alergi seperti gigitan
serangga atau dermatitis kontak, penyakit papuloskuamous seperti
psoriasis atau liken planus, pengobatan yang menyebabkan reaksi
10

hipersensitivitas, atau kerusakan kulit dari bahan-bahan iritan, terbakar,


atau prosedur kosmetik radiasi non-ionisasi, reaksi fototoksik, prosedur
laser, dan chemical peeling. Penyebab HPI yang paling umum pada kulit
berwarna adalah akne vulgaris, dermatitis atopik, dan impetigo. HPI yang
paling sering adalah bekas akne pada pasien kulit berwarna. Inflamasi
jangka panjang, atau berulang, dan iradiasi UV dapat memperburuk HPI.
Pengobatan seperti minosiklin, agen infeksius, dan kerusakan kulit juga
dapat memperberat HPI. 1
Akne vulgaris adalah satu dari keadaan yang paling umum dari semua
pasien, termasuk dengan kulit berwarna (tipe kulit Fitzpatrick IV-VI).
Akne vulgaris yang terjadi pada kulit berwarna, yang paling mengganggu
bukan lesi aktifnya, namun HPI akibat dari akne itu sendiri atau karena
kerusakan kulit yang disebabkan oleh pengobatan yang terlalu agresif.
Awitan terjadinya HPI dapat beberapa hari setelah eritema membaik. 4
HPI diperparah oleh dermatitis iritan karena aplikasi topikal, manipulasi
lesi, paparan matahari, dan kosmetik.1

Gambar 1.2 Hiperpigmentasi pasca inflamasi. 8

f. Penegakan Diagnosis
Langkah awal yang paling penting untuk diagnosis dan merencanakan
rejimen pengobatan adalah melakukan anamnesis secara menyeluruh.
Apabila penyebab teridentifikasi secara jelas dan kemudian dijelaskan
11

kepada pasien, maka diharapkan kepatuhan pasien terhadap terapi akan


meningkat. Ketika didapatkan bercak atau makula hiperpigmentasi di
sekitar adanya inflamasi, maka diagnosais HPI dapat ditegakkan.
Pemeriksaan tambahan kadang diperlukan apabila faktor pencetus HPI
berhubungan dengan fitodermatitis dari buah atau pewangi, fixed drug
eruption, atau pengobatan dingin, atau panas, atau susah untuk
diidentifikasi. Hal yang menarik yaitu HPI dapat menjadi petunjuk untuk
diagnosis morfea ketika tidak ada eritema, namun hiperpigmentasi
berhubungan dengan atrofi kulit. Pemeriksaan klinis dimulai dengan
menentukan batas, uniformitas, kedalaman pigmentasi, difasilitasi
dengan penggunaan dermatoskopi, atau lampu Wood. Pemeriksaan
lampu Wood menunjukkan lesi epidermal memiliki batas tegas,
sedangkan lesi dermal kurang tegas. Lesi campuran yang memiliki kedua
lesi pigmentasi epidermal dan dermal menunjukkan batas tegas pada
sebagian lesi.1

Gambar 1.3 Manifestasi HPI. A. HPI sekunder dari akne vulgaris. B. HPI
sekunder dari dermatosis inflamasi, tinea korporis. C. Pasien yang
mengalami HPI setelah melakukan chemical peeling di dada. 1

g. Penatalaksanaan
12

HPI akan membaik dengan seiringnya waktu dan tidak membutuhkan


terapi. HPI epidermal akan menghilang dalam 6 hingga 12 bulan jika
tidak diobati. Pigmen yang lebih dalam akan menghilang dalam
tahunan.Lamanya penyembuhan dan perlunya kesabaran seharusnya
dimasukkan dalam konseling pasien saat penatalaksanaan HPI. 1
Identifikasi dan pengobatan dermatosis penyebab HPI adalah yang paling
penting. Pengobatan HPI lebih dini dapat membantu mempercepat
perbaikannya dan mencegah penggelapan lebih lanjut. Namun, penting
untuk selalu berhati-hati bahwa pengobatan itu sendiri dapat
menyebabkan dan mengeksaserbasi HPI melalui proses iritasi.1
Lokasi deposit pigmen penting untuk dipertimbangkan dalam pengobatan
HPI. Peningkatan melanin epidermal sering membaik dengan terapi
topikal yang mengurangi stimulasi melanogenetik, aktivitas tirosinase,
atau transfer melanin ke keratinosit, namun terapi topikal menghasilkan
perbaikan yang pelan dan halus. Ekspektasi pengobatan tersebut harus
didiskusikan dengan pasien terlebih dahulu. Pigmentasi dermal tertahan
di dalam melanofag dan sangat resisten terhadap semua modalitas
pengobatan. 1
Pasien harus menggunakan tabir surya, dipilih yang mengandung barier
fisik seperti titanium dioksida atau zink oksida, pada semua kulit yang
terpapar matahari sehari-hari. Tabir surya kimiawi, dianggap sangat
efektif, jarang menyebabkan dermatitis kontak iritan atau kontak alergi
pada pasien dengan kulit berwarna.13 Fotoproteksi sebaiknya jangan
diremehkan pada pengobatan dan pencegahan HPI, dan pasien juga
sebaiknya diedukasi untuk menghindari matahari dan menggunakan topi
atau pakaian protektif. 1
Vitamin D penting untuk individu berkulit gelap yang berisiko
kekurangan vitamin D dikarenakan konsentrasi melanin yang lebih tinggi
di kulit. The American Academy of Dermatology mengatakan bahwa
kelompok yang berisiko kekurangan vitamin D, termasuk individu
13

berkulit gelap, membutuhkan dosis total harian vitamin D 1000IU,


melalui diet dan suplementasi. Oleh karena itu, asupan makanan kaya
vitamin D, seperti salmon, minyak hati ikan, makanan yang kaya vitamin
D, dan suplementasi vitamin D dapat diberikan. 1
Hidrokuinon (HQ) adalah krim pemutih kulit yang merupakan baku emas
untuk pengobatan HPI, diindikasikan untuk pasien berumur 13 tahun atau
lebih.4 HQ biasanya digunakan pada konsentrasi 2 hingga 4%.2 HQ
bekerja dengan menghambat enzim tirosinase sehingga menghalangi
pengubahan dihydroxyphenylalanine ke melanin. Monoterapi HQ dapat
mengobati HPI secara efektif, namun yang terbaru HQ dapat
diformulasikan dengan agen lain, seperti retinoid, antioksidan, asam
glikolat, tabir surya, dan kortikosteroid untuk meningkatkan
efikasi.Pasien pada penelitian label terbuka yang diobati dua kali sehari
dengan mikroenkapsulisasi HQ 4%, retinol 0,15%, dan antioksidan
selama 12 minggu menunjukkan perbaikan diskromia.3 Penelitian yang
sama dengan mayoritas pasien kulit berwarna diobati dengan
mikroenkapsul HQ 4%/ retinol 0,15% dan tabir surya juga aman dan
efektif untuk HPI dan melasma. Reaksi iritan dapat disebabkan oleh
penggunaan jangka panjang HQ 4% atau HQ yang lebih tinggi, terutama
ketika dikombinasikan dengan agen lain yang dapat mengiritasi seperti
retinoid. Penggunaan konkomitan dengan kortikosteroid topikal dapat
mengurangi iritasi dan dapat menurunkan risiko hiperpigmentasi lebih
lanjut. Formula Kligman yang mengandung HQ 5%, tretinoin 0,1%, dan
deksametason 0,1% adalah salah satu kombinasi yang efektif, namun
problematik karena penggunaan tretinoin konsentrasi tinggi dan steroid
fluorinated poten.2 Efek samping HQ termasuk okronosis eksogen,
dermatitis kontak, perubahan warna kuku, leukoderma permanen, dan
efek halo. Retinoid, tazarotene, adapalene, azelaic acid, dan N-
acetylglucosamine atau kombinasi N-acetylglucosamine/ niasinamid juga
telah menunjukkan perbaikan HPI.1
14

Mequinol atau 4-hydroxyanisole adalah derivat dan alternatif HQ.


Mequinol 2% lebih tidak iritatif daripada HQ. Mequinol dapat
diformulasi dengan tretinoin 0,01% dan asam retinoid. Mekanisme kerja
mequinol menyebabkan depigmentasi dengan inhibisi kompetitif
tirosinase. Satu penelitian membandingkan mequinol 2%/ tretinoin
0,01% dan krim HQ 4% pada 61 pasien kulit berwarna dengan HPI
wajah ringan hingga sedang. Mequinol/ tretinoin topikal menunjukkan
lebih tidak inferior daripada HQ 4%. 1
Retinoid adalah analog struktural dan fungsional vitamin A. Pengobatan
yang efektif untuk HPI pada kulit berwarna baik digunakan sendiri atau
kombinasi dengan agen lain. Retinoid memiliki beberapa efek biologis
yang menghasilkan pencerahan kulit yaitu modulasi proliferasi,
diferensiasi, kekohesifan sel, induksi apoptosis, dan antiinflamasi.
Tretinoin topikal adalah metabolit retinol yang muncul secara alami dan
merupakan generasi pertama retinoid. Konsentrasi berkisar antara 0,01
hingga 0,1% dan dapat berupa krim, gel, dan gel mikrosfer. Tretinoin
secara signifikan efektif untuk pencerahan lesi HPI, efek samping dapat
berupa dermatitis retinoid. Penggunaan tretinoin dimulai dengan
konsentrasi lebih rendah dan menggunakan formulasi yang lebih dapat
ditoleransi seperti krim. 1
Generasi ketiga retinoid yaitu adapalene dan tazarotene adalah agen
topikal sintetik yang efektif untuk mengobati HPI. Adapalene
diformulasikan dalam bentuk krim atau gel pada konsentrasi 0,1 hingga
0,3%. Formulasi tazarotene adalah krim atau gel 0,05 dan 0,1%. Pada
penelitian klinis kedua agen tersebut telah menunjukkan keamanan dan
keefektifan untuk mengobati HPI, terutama HPI yang diinduksi akne
pada individu kulit berwarna.2 Efek samping yang dapat muncul adalah
eritema, rasa terbakar, terkelupas, atau kering ringan. 1
Azelaic acid (AA) muncul secara alami sebagai isolat dicarboxylic acid
dari organisme penyebab pitiriasis versikolor. AA juga efektif untuk
15

mengobati HPI. AA memiliki beberapa mekanisme depigmentasi kulit


yaitu inhibisi tirosinase, sitotoksik selektif, dan efek antiproliferatif
terhadap melanosit abnormal melalui inhibisi sintesis DNA dan enzim
mitokondrial. Formulasi yang digunakan adalah krim 20% untuk akne
vulgaris, melisma, dan juga HPI. Efek samping ringan dan sementara. 1
Asam kojik (AK) adalah metabolit spesies jamur Acetobacter,
Aspergillus, dan Penicillium. Kemampuan depigmentasinya berasal dari
inhibisi poten terhadap tirosinase oleh tembaga pengikat di daerah aktif
enzim. AK tersedia pada konsentrasi 1 hingga 4% dan dapat
diformulasikan dengan agen pencerah lain seperti asam glikolat dan HQ
untuk meningkatkan efikasi. Efek samping yang sering terjadi adalah
dermatitis kontak. 1
Arbutin diekstraksi dari daun kering tanaman bearberry atau pir,
kranberi, atau bluberi. Arbutin menyebabkan depigmentasi dengan
menginhibisi tidak hanya aktivitas tirosinase tapi juga maturasi
melanosom. Bentuk sintetik arbutin adalah alfa-arbutin dan deoksiarbutin
menunjukkan kemampuan menginhibisi tirosinase lebih besar daripada
bentuk alaminya. Penelitian klinis dilakukan oleh Boissy dan kawan-
kawan menunjukkan deoksiarbutin 3% efektif untuk mengobati solar
lentigines pada pasien kulit putih, namun tidak ada respons klinis yang
signifikan pada kelompok pasien berkulit gelap. 1
Niasinamid adalah derivat vitamin B3 yang secara fisiologis aktif.
Penelitian in vitro menunjukkan bahwa niasinamid secara signifikan
menurunkan transfer melanosom ke keratinosit tanpa menghambat
aktivitas tirosinase atau proliferasi sel, dan niasinamid juga dapat
mengganggu jalur pengiriman sinyal sel antara keratinosit dan melanosit.
Keamanan dan keefektifan niasinamid untuk HPI pada individu berkulit
gelap belum pernah diteliti, namun niasinamid topikal 2 hingga 5%
efektif ketika digunakan sendiri atau dikombinasi dengan N-acetyl
16

glucosamine untuk mengobati melasma dan hiperpigmentasi yang


diinduksi UV pada pasien berkulit putih dan orang Asia. 1
N-acetyl glucosamine (NAG) adalah gula amino yang merupakan
prekursor asam hialuronat dan ditemukan di alam dan jaringan manusia.
Kemampuan depigmentasinya berasal dari inhibisi glikosilasi tirosinase.
NAG biasanya digunakan pada konsentrasi 2% sebagai monoterapi atau
kombinasi dengan niasinamid. Beberapa penelitian klinis terkontrol
menunjukkan kemananan dan keefektifan NAG sendiri atau terapi
kombinasi NAG/ niasinamid untuk mencerahkan hiperpigmentasi
sekunder dari radiasi solar pada pasien Kaukasia dan Jepang. NAG
ditoleransi baik, hanya sedikit pasien mengalami iritasi kulit ringan
hingga sedang. 1
L-ascorbic acid (AA) atau vitamin C adalah antioksidan yang muncul
secara alami didapat dari beberapa buah dan sayur. AA menyebabkan
pencerahan kulit dengan cara berinteraksi dengan ion tembaga pada
daerah aktif tirosinase dan dengan mengurangi dopaquinone teroksidasi.
AA juga memiliki efek antiinflamasi dan properti fotoprotektif. AA
biasanya digunakan pada konsentrasi 5 hingga 10% dan dapat
diformulasikan dengan agen depigmentasi lain. AA dan derivatnya aman
dan efektif untuk pasien Latin dan Asia, namun beberapa penelitian
hanya melibatkan pengobatan untuk melasma, tidak untuk HPI. 1
Ekstrak akar licorice (Glycyrrhiza glabra, Glycyrrhiza uralensis) dapat
menghambat tirosinase, memiliki efek antiinflamasi, dan menyebabkan
depigmentasi dengan dispersi dan pemindahan pigmen. Penelitian
dilakukan pada 20 wanita Mesir menunjukkan bahwa krim ekstrak akar
licorice topikal (1 g/ hari) selama 4 minggu aman dan efektif untuk
pengobatan melasma dengan efek samping minimal. 1
Protein soy, seperti soybean trypsin inhibitor (STI) dan Bowman-Birk
inhibitor (BBI), menghambat aktivasi reseptor sel protease-activated
receptor 2 (PAR 2) yang ditemukan di keratinosit yang memediasi
17

transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit sekitar dan sebagai


hasilnya, fagositosis melanosom ke keratinosit berkurang mengakibatkan
depigmentasi menetap. Saat ini soy diformulasikan sendiri atau
kombinasi dengan agen lain seperti retinol dan tabir surya, utamanya
dengan pelembap, untuk membantu mengurangi tanda kerusakan kulit
karena cahaya dan HPI pada semua jenis kulit. Produk yang mengandung
soy ditoleransi dengan baik. 1
Chemical peels dan pengobatan topikal bekerja secara sinergis. Chemical
peels tidak hanya mencerahkan kulit, namun juga memungkinkan agen
topikal untuk berpenetrasi lebih baik. Pasien disarankan untuk
menggunakan tretinoin dan HQ sebelum melakukan chemical peeling.9
Fitur penting agen chemical peels ditentukan oleh aksinya pada
kedalaman dermis superfisial hingga medium. Profil inflamasi agen
chemical peels yang lebih sedikit, kekuatan agen chemical peels harus
kekuatan rendah ke sedang dan perlu dilakukan berulang rata-rata 3-5
sesi.11 Efek samping yang paling sering terjadi adalah eritema, rasa
terbakar, HPI, reaktivasi HSV, deskuamasi superfisial, dan vesikulasi.
Komplikasi lain yaitu hipopigmentasi, bekas luka hipertrofik, dan
pembentukan keloid. 1
Pilihan standar adalah asam glikolat (AG) 20-70%, asam salisilat (AS)
20-30%, asam trikloroasetat (TCA) 10-25%, atau solusio Jessner. HQ 4%
dapat diberikan sebelum pengobatan untuk memperbaiki hasil akhir.
Semua pasien yang menggunakan retinoid topikal sebaiknya
menghentikan penggunaannya tujuh hari sebelum melakukan peeling.
Pelembap dengan faktor proteksi matahari nonkomedogenik dapat terus
digunakan. 1
Asam glikolat yang terdapat di tebu, adalah alpha-hydroxy acid (AHA)
yang muncul secara alami yang menginduksi epidermolisis,
menghancurkan melanin lapisan basal, dan meningkatkan sintesis
kolagen dermal. Konsentrasi AG berkisar dari 20 hingga 70%, dan
18

dibutuhkan netralisasi dengan air atau sodium bikarbonat untuk


menghilangkan peel tersebut. Burns dan kawan-kawan melakukan
penelitian klinis selama 22 minggu pada pasien orang Afrika-Amerika
dengan tipe kulit Fitzpatrick IV-VI dan HPI wajah. Pasien dirandomisasi
ke kelompok kontrol yang menerima HQ 2%/ gel AG 10% dan tretinoin
0,05% atau kelompok peel yang menerima rejimen topikal yang sama
ditambah enam peels AG (50-68%) dengan interval tiga minggu. Tampak
perbaikan klinis yang signifikan pada kelompok peel. 1
Asam salisilat berasal dari kulit pohon willow, adalah beta-hydroxy acid
yang menginduksi keratolisis dengan mengganggu keterkaitan lipid
interseluler antara sel epiteloid. Peel AS superfisial digunakan dengan
konsentrasi berkisar dari 20 hingga 30% tanpa membutuhkan netralisasi.
Penelitian pada 24 pasien orang Korea dengan HPI diinduksi akne
dengan peels AS 30% setiap dua minggu untuk tiga bulan. Keamanan
dan keefektifan peels AS pada pengobatan HPI juga ditunjukkan pada
fototipe kulit lebih tinggi V dan VI. 1
Chemical peels superfisial juga dapat menggunakan asam trikloroasetat
(TCA) atau solusio Jessner, dan kedua agen tersebut telah menunjukkan
keefektifannya untuk mengobati melasma, namun bukti klinis yang
mendukung penggunaan agen ini untuk HPI pada kulit berwarna masih
kurang. 1
Agen pencerah kulit topikal masih menjadi pilihan terapi HPI, laser, dan
sumber cahaya dapat efektif membantu terapi atau alternatif dari
kegagalan pengobatan. Terapi fotodinamik, laser, dan fototermolisis
fraksional saat ini banyak digunakan untuk pengobatan HPI.Laporan
kasus HPI dengan terapi fotodinamik blue light, laser neodymium-doped
yttrium aluminium garnet (Nd: YAG), dan fototermolisis fraksional pada
tipe kulit berwarna didapatkan keberhasilan dalam pengobatan. Namun,
penelitian klinis yang lebih besar dibutuhkan untuk mengevaluasi peran
19

laser ini dan juga alat lain, seperti intense pulsed light untuk mengobati
HPI. 1
Laser quality-switched (QS) neodymium-doped yttrium aluminum garnet
(Nd: YAG) 1064 nm, QS Ruby, dan laser termolisis fraksional Erbium
fiber 1550 nm adalah yang paling sering diteliti. QS Ruby memiliki hasil
yang buruk pada HPI refrakter terhadap terapi topikal. Suatu laporan
kasus melaporkan berhasilnya pengobatan HPI dengan beberapa sesi
fototermolisis fraksional Erbium fiber. Serial kasus dari 3 pasien dengan
HPI diobati dengan laser QS Nd: YAG 1064 nm menunjukkan hasil yang
baik setelah 5 sesi dengan perbaikan memanjang selama 2 bulan. Laser
fraksional thulium fiber 1927 nm saat ini dilaporkan efektif untuk
pengobatan melasma dan satu kasus HPI juga sukses diobati. Panjang
gelombang yang panjang memungkinkan penetrasi lebih dalam saat
menargetkan melanin sebagai kromofor. Hal tersebut menurunkan
kemungkinan permukaan terbakar dan HPI. 1
Kosmetik kamuflase digunakan untuk menyembunyikan lesi yang tidak
mendapatkan pengobatan medikal atau surgikal. Riasan kamuflase yang
menyembunyikan area diskromia menunjukkan hasil yang signifikan
pada beberapa pasien, dan lebih murah dari pilihan lainnya.7 Penutup
kosmetik yang baik harus tampak natural, tidak berminyak, opak, tahan
air, tahan lama, 100% bebas pewangi, dan mudah diaplikasikan.
Kosmetik kamuflase tersebut dapat diaplikasikan ke semua tipe kulit,
tidak mengiritasi, tidak sensitisasi, tidak fotosensitisasi, dan tidak
komedogenik. 1

2) Riehl melanosis
a. Definisi

Selama Perang Dunia I, pada musim semi 1917, Riehl


mengidentifikasi sekitar 17 pasien yang memiliki pigmentasi wajah
20

gelap-coklat keabu-abuan-coklat yang paling menonjol pada aspek lateral


wajah dan leher dan terutama terkonsentrasi pada dahi, telinga, Candi,
dan daerah zigomatik. Pigmentasi juga dicatat pada toraks, tetapi kurang
menonjol dan terutama terdiri dari makula berpigmen kecil berbasis
folikel. Hiperpigmentasi halus juga diidentifikasi pada tangan, lengan
bawah, dan daerah intertriginosa. Semua pasien berkulit putih dan dari
Wina, dan semua tidak memiliki bukti penyakit yang mendasarinya. Para
pasien bervariasi dalam hal usia dan jenis kelamin. Selain
hiperpigmentasi, makula dan papula eritematosa juga diidentifikasi.
Secara histologi, lesi ditandai dengan infiltrasi sel inflamasi padat pada
dermis superfisial yang dicelupkan dengan melanophages. 10

Gambar 1.4 Riehl melanosis. 10

b. Patofisiologi

Hiperpigmentasi pada dermatitis kontak berpigmen


dipostulasikan untuk disebabkan oleh kontak yang sering dan berulang
dengan sejumlah kecil alergen pemekaan terutama dalam kosmetik dan
bahan tekstil. Nakayama berhipotesis bahwa alergen yang digunakan
dalam produk komersial terlalu rendah dalam konsentrasi untuk
21

menghasilkan dermatitis eczematous yang khas, tetapi akumulasi dari


alergen-alergen ini menghasilkan dermatitis kontak alergika, reaksi
sitolitik tipe IV. Reaksi selanjutnya ini ditandai oleh degenerasi vakuolar
dari lapisan basal epidermis yang berhubungan dengan inkontinensia
pigmen pada dermis superfisial. Pigmen melanin secara perlahan ditelan
oleh makrofag; Oleh karena itu, resolusi hiperpigmentasi adalah proses
yang berkepanjangan. Karena sebagian besar kasus dermatitis kontak
berpigmen terjadi pada pasien dengan penyelesaian yang lebih gelap,
satu hipotesis adalah bahwa berbagai interaksi pigmen-genetik
berkontribusi pada perkembangan kondisi ini. Selanjutnya, Imokawa dan
Kawai telah memberikan bukti klinis bahwa berbagai alergen yang
terlibat dalam dermatitis kontak alergi dapat menstimulasi
melanogenesis. 10

c. Epidemiologi

Frekuensi. Insiden ini tidak diketahui. Sebagian besar kasus


dilaporkan di luar Amerika Serikat, dengan sebagian besar kasus
dilaporkan di Jepang. Tidak ada statistik internasional yang tersedia,
tetapi kasus telah dilaporkan di Prancis, Denmark, Amerika Selatan,
Jepang, India, dan Afrika Selatan.
Ras. Secara umum, dermatitis kontak berpigmen paling menonjol
pada ras berpigmen gelap.
Jenis kelamin. Wanita tampaknya memiliki kecenderungan yang lebih
besar untuk dermatitis kontak berpigmen.
Usia. Meskipun telah dilaporkan pada berbagai pasien, sebagian besar
kasus tampaknya terjadi pada wanita muda hingga setengah baya.10

d. Etiologi
22

Berbagai alergen kontak telah terlibat dalam dermatitis kontak


berpigmen. Meskipun sebagian besar kasus terjadi karena kontak
langsung dengan alergen.

Alergen tekstil adalah sebagai berikut:

a. Tinopal CH3566 - Pemutih optik dalam bubuk cuci


b. Napthol AS - Coupling agent untuk pewarna azo
c. Biocheck 60 - Pestisida untuk tekstil
d. PPP-HB - Tekstil selesai
e. Senyawa merkuri - Bakterisida
f. Formaldehid - Pengawet
g. Azo dyes - Dye
h. Disperse Blue 106 - Dye
i. Disperse Blue 124 - Dye
j. CI Blue 19 (Brilliant Blue) - Dye
k. Komponen karet

Alergen kosmetik adalah sebagai berikut:

a. A & P Merah 31 - Pigmen


b. Brilliant Lake Red R - Pigment
c. A & P Kuning No. 11 dan 10 - Pigmen
d. PAN (phenyl-azo-2-napthol) - Pengotor dalam pigmen azo
e. Chromium hydroxide - Pigment
f. Carbanilides (trichlorocarbanilide dan Irgasan CF3) - Bakterisida
g. Pewarna anilin - Pigmen
h. Pewarna rambut
i. Asam Ricinoleic (asam minyak jarak) - Bakterisida (deodoran, lipstik,
kamuflase militer)
j. Kumkum (merah) - Bedak dan cairan kosmetik (wanita Hindu)
23

k. Wewangian

Alergen aroma adalah sebagai berikut:

a. Jasmine mutlak
b. Benzil salisilat
c. Hydroxycitronellal
d. Minyak Ylang-ylang
e. Minuman keras dari kayu manis
f. Musk ambrette
g. Minyak cananga
h. Minyak cendana
i. Cendana sintetis (mengandung bornyl methoxy cyclohexanol)
j. Minyak Geraniol
k. Eugenol
l. Isoeugenol
m. Balsam dari Peru
n. Minyak lavender
o. Minyak lemon
p. Methoxycitronellal
q. Benzil alkohol
r. Derivatif Cinnamic

Alergen Miscellaneous adalah sebagai berikut:

a. Chromate (K dichromate) - Kulit, sabun


b. Nikel / nikel sulfat - Komponen produk logam dan perhiasan
c. PTBPFR (resin formaldehid paratertiary butyl-phenol) - Neoprene
adhesive pada produk kulit
d. Plathymenia foliosa - Serbuk kayu
e. Minoxidil 5% - Vasodilator topikal untuk perawatan rambut rontok. 10
24

Kasus dermatitis kontak berpigmen telah dilaporkan dalam


literatur India, dan alergen yang paling umum yang terlibat adalah
kumkum, kosmetik berwarna yang digunakan oleh wanita Hindu yang
paling sering digunakan ke dahi pusat dan sepanjang garis rambut. Hanya
kumkum merah yang tersedia secara komersial yang dapat membuat peka
dan menyebabkan dermatitis kontak berpigmen. Komponen kumkum
termasuk pewarna azo, pewarna tar batubara, toludine merah,
erythrosine, garam kalsium merah lithal, wewangian, bubuk tumeric,
minyak kacang tanah, permen tragakan, minyak Cananga, dan parabens.
10

Selain kontak alergen, letusan melanosis seperti Riehl telah


dilaporkan pada wanita Jepang dengan sindrom Sjögren terkait dengan
pengembangan antibodi anti-SSA (Ro). Lesi paling menonjol pada
daerah yang terpapar sinar matahari, terutama pada wajah, dan
pigmentasi biasanya hilang dengan perlindungan ultraviolet. Satu
hipotesis adalah bahwa radiasi ultraviolet menginduksi ekspresi antigen
SSA pada keratinosit, yang kemudian menjadi target antibodi anti-SSA
yang bersirkulasi, menghasilkan dermatitis antarmuka dan inkontinensia
pigmen terkait. 10

e. Penegakan diagnosis

1) Manifestasi Klinis (Anamnesis)

Banyak kasus didahului oleh eritema ringan, edema, dan pruritus,


diikuti oleh pola hiperpigmentasi difus-ke-retikulasi. Pigmentasi
25

bervariasi tergantung pada agen penyebab dan dapat berwarna coklat,


abu-abu batu tulis, abu-abu coklat, merah-coklat, atau biru-coklat. 10

Gambar 1.5 Riehl melanosis. 10

2) Pemeriksaan fisik

Situs dermatitis kontak berpigmen juga tergantung pada alergen


yang bertanggung jawab. Dermatitis kosmetik berpigmen lebih sering
melibatkan wajah, sedangkan dermatitis kontak berpigmen karena tekstil
lebih sering melibatkan paha anterior atau aksila, dengan menyelamatkan
kubah aksila. Selain itu, hiperpigmentasi paling menonjol pada individu
dengan kulit yang lebih gelap. 10

Paparan sinar UV dapat berkontribusi pada hiperpigmentasi pada


kasus tertentu, yang didukung oleh fakta bahwa beberapa bahan kimia
yang terlibat adalah fotosensitizer yang diketahui, dan, dalam kasus ini,
pigmentasi tampaknya paling menonjol di daerah yang terpapar sinar
matahari.10
26

Gambar 1.6 Riehl melanosis. 10

3) Pemeriksaan penunjang

Temuan yang paling menonjol pada dermatoskopi dan confocal


microscopy adalah pseudonetworks, titik abu-abu / butiran, pencairan
lapisan basal, dan inkontinensia pigmen. 10
27

Histologis

Sebagian besar hasil biopsi menunjukkan dermatitis antarmuka


dengan degenerasi basal vakuola. Dermis superfisial sering mengandung
infiltrasi limfohistiositik ringan sampai sedang yang dicampur dengan
melanophage. Temuan sugestif spongiosis kurang. Beberapa spesimen
biopsi telah menunjukkan atrofi ringan dari dermis, tetapi ini adalah
temuan yang tidak konsisten. Hasil penelitian imunofluoresensi langsung
negatif membantu menghilangkan hiperpigmentasi lupus eritematosus
dari diagnosis banding.10

f. Penatalaksanaan

a. Penghindaran menyeluruh dari alergen yang dicurigai diperlukan, dan


pengangkatan agen-agen ini sering mengarah ke perbaikan bertahap.
b. Pertimbangkan untuk menggunakan pakaian bebas alergen, sabun, dan
kosmetik
c. Perlindungan matahari yang ketat sangat penting.
d. Perawatan topikal yang digunakan untuk melasma, hidrokuinon, retinoid,
dan asam azelaic atau peeling kimia ringan seperti asam glikolat juga
dapat dipertimbangkan.
e. Riasan kamuflase kosmetik mungkin disarankan jika ketidakmampuan
kosmetik menyusahkan pasien.
f. Dalam beberapa situasi, krim topikal yang mengandung 2-5%
hydroquinone dikombinasikan dengan tretinoin dapat mempercepat
resolusi hiperpigmentasi. Asam glikolat juga telah dilaporkan membantu.
10

3) Efelid
a. Definisi
28

Bercak hiperpigmentasi makuler, berukuran kecil (3-5 mm), berwarna


coklat mudasampai coklat tua, dan sering terlihat pada daerah yang
terkena sinar matahari, seperti: muka, leher, lengan.Suatu kelainan kulit
berupa bercak-bercak hitam atau coklat pada daerah-daerah yang terpajan
sinar matahari.A small brownish spot (of the pigment melanin) on the
skin.

b. Epidemiologi

Onset Usia (rata-rata usia) dan jenis kelamin umumnya timbul pada usia
antara 2-5 tahun, namun tidak menutup kemungkinan masa dewasa
sampai tua dapat juga terkena. Sedangkan frekuensi pada pria dan wanita
adalah sama.

c. Manifestasi Klinis (Anamnesis)

Timbul bercak-bercak hitam atau coklat di daerah tubuh yang terpapar


sinar matahari, terasa nyeri dan panas. Terjadi hiperpigmentasi, lokasinya
pada wajah, leher, bahu, lengan dan punggung tangan.

Gambar 1.7 Efelid. 8

d. Patofisiologi
29

Efelid lebih sering pada orang berkulit putih.-Efelid diturunkan secara


autosom dominan.-Efelid jumlahnya akan bertambah, lebih besar, dan
lebih gelappada musim panas.-Hiperpigmentasi adalah penimbunan
pigmen berlebihansehingga kulit tampak lebih gelap dari sekitarnya.-
Makuler adalah bersifat makula, artinya hanya ada perubahanwarna kulit
tanpa disertai perubahan bentuk kulit.Sangat banyak factor internal dan
eksternal yang bisa menyebabkan problem-problem yang umum terjadi
pada kulit. Berikut ini di antara problem umum kulit dan cara
merawatnya :FRECKLESF reckles adalah bintik-bintik hitam kecil yang
menyebar di seluruh wajah. Bintik-bintik kecil ini tampak lebih
mencolok di area seperti hidung, tulang pipi dan kening.Seperti
diketahui, kulit cenderung berubah jadi kecoklatan ketika terpapar
sinarmatahari terus-menerus. Pada kulit warna terang, ada akumulasi
pigmen di lapisan-lapisan kulit yang lebih bawah yang secara berangsur-
angsur menjadi rusak danmusnah selagi ditransfer ke lapisan-lapisan
yang lebih atas sehingga warna kulitpun jadi terang. Akibat paparan sinar
matahari yang terus-menerus, kulit yang terang itu mengalami bintik-
bintik yang merupakan akumulasi pigmen di area-area yang hanya sedikit
atau berpigmen sama sekali. Bintik-bintik itu secara berangsur semang
akan hilang sendiri tanpa pengobatan. Tapi, karena problem itu membuat
tampilan wajah jadi kurang menarik, sebagaiwanita memilih
menyamarkannya dengan bleaching (treatment untuk mencerahkan
warna kulit). Atau menghilangkannya dengan terapi pembekuan
(cryotherapy) atau terapi laser (treatment menggunakan sinar
cahaya energy tinggi). Dalam kasus-kasus langkah, munculnya bintik-
bintik itu bisa jugamerupakan perubahan dini yang bisa menyebabkan
melanoma, sesuatu bentuk kanker kulit yang sangat membahayakan dan
menular.

e. Pemeriksaan fisik
30

Ujud Kelainan Kulit berupa makula hiperpigmentasi dengan batas-batas


tidak jelas terutama pada daerah kulit yang sering terkena sinar matahari.
Predileksi (Lokasi) wajah, leher, bahu, lengan, dan punggung tangan.

Gambar 1.8 Efelid. 8

f. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Histopatologis dijumpai banyak pigmen melanin di stratum


basalis tanpa peningkatan jumlah sel melanosit. Ditemukan melanosom
panjang dan berbentuk bintang seperti yang didapatkan pada orang
berkulit hitam. Pada efelid tidak dijumpai penambahan jumlah
melanosit, hanya pada daerah tersebut ada jenis melanosit tertentu yang
setelah terkena sinar matahari mampu membentuk melanin lebih cepat
daripada kulit tanpa efelid.

g. Penatalaksanaan

Yang terpenting adalah pencegahan, yaitu dengan menghindariterpapar


sinar matahari (langsung dan tak langsung), misalnyadengan memakai
sunscreen. Peeling dengan karbon dioksida padat atau dengan
larutanfenol (40%), kemudian dicuci (dinetralkan) dengan
alkohol.Hidrokortison 2-5% dalam salep atau krim. Asam triklorasetat
50% untuk (mengobati) daerah yang hiperpigmentasi.
31

h. Diagnosis banding

Diagnosis Banding:

-Permanent freckle

-Lentigenes

-Melasma

-Fotodermatitis kontak

-Hiperpigmentasi paska inflamasi

-Wheel melanosis

-Xeroderma pigmentosum.

i. Penatalaksanaan

Perawatan :• Hindari paparan sinar matahari secara berlebihan.• Gunakan


tabir surya ber-SPF 15 atau lebih tinggi.• Konsultasikan ke dokter kulit
untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Bercak pigmen pada kulit
dapat timbul pada siapa saja. Gangguan pigmentasi kulitini disebut juga
hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi adalah masalah kulit akibat
peningkatan pigmen kulit, ditandai dengan warna kulit/ bercak cokelat
atau hitam.Hiperpigmentasi dapat disebabkan oleh banyak hal, antara
lain: paparan sinarmatahari yang berlebihan(>>), hormon(kontrasepsi),
kelainan genetic, gangguan metebolik, gangguan nutrisi, infeksi, alergi,
dan stress.

b. Hipopigmentasi
1) Pitiriasis Versikolor
a. Pendahuluan
32

Pitiriasis versikolor (PV) atau lebih dikenal dengan panu adalah infeksi
jamur superfisial yang ditandai perubahan pigmen kulit akibat kolonisasi
stratum korneum oleh jamur lipofilik dimorfik dari flora normal kulit,
Malassezia furfur, Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ovale dapat
menyebabkan penyakit jika bertransformasi menjadi fase miselium sebagai
Malassezia furfur. Dari semua jenis Malassezia, hanya M. pachydermatis
yang membutuhkan lingkungan kaya lipid, seperti kulit manusia atau
media kultur yang diperkaya lipid, karena tidak mampu mensintesis asam
lemak jenuh rantai menengah-panjang. Malassezia menghasilkan berbagai
senyawa yang mengganggu melanisasi menyebabkan perubahan
pigmentasi kulit. 2

Lesi khas pitiriasis versikolor berupa makula, plak, atau papul folikular
dalam berbagai warna, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, sampai
eritematosa, berskuama halus di atasnya, dikelilingi kulit normal. Skuama
sering sulit terlihat. Untuk membuktikan skuama yang tidak tampak, dapat
dilakukan peregangan atau penggoresan lesi dengan kuku jari tangan
sehingga skuama tampak lebih jelas, dikenal sebagai evoked scale sign,
Besnier’s sign, scratch sign, atau stroke of the nail sign. Peregangan atau
penggoresan lesi akan meningkatkan kerapuhan stratum korneum kulit
yang terinfeksi pitiriasis versikolor, sehingga akan muncul tanda klinis
yang berguna untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama jika
pemeriksaan mikologis tidak tersedia dan diagnosis klinis tidak pasti. 2

b. Etiologi

Infeksi jamur (mikosis) digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu mikosis


superfisialis, mikosis intermediate, dan mikosis profunda. Pitiriasis
versikolor merupakan salah satu infeksi jamur nondermatofitosis mikosis
superfisialis. 2
33

c. Epidemiologi

Pada tahun 1846, Eichstedt melaporkan penyakit jamur kulit ini untuk
pertama kalinya. Tahun 1853, Robin mengisolasi elemen jamur yang
diambil dari lesi kulit dan diberi nama Microsporum furfur. Hence
menyebutnya sebagai tinea versikolor. Malassez berhasil mengisolasi sel
ragi dari skuama ketombe manusia pada tahun 1874. Studi selanjutnya
dilakukan oleh Baillon tahun 1889 yang menggolongkan ragi ini ke dalam
genus Malassezia. Sabouraud membuktikan organisme penyebab ketombe
yang disebut Pityrosporum malassezii pada tahun 1904. Beberapa dekade
setelahnya, Castellani dan Chalmers (1913) mengidentifikasi
Pityrosporum ovale dan Gordon (1951) mengidentifikasi Pityrosporum
orbiculare. 2

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia (kosmopolit), terutama di daerah


tropis yang beriklim panas dan lembap, termasuk Indonesia. Prevalensinya
mencapai 5000 di negara tropis. Penyakit ini menyerang semua ras, angka
kejadian pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan mungkin
terkait pekerjaan dan aktivitas yang lebih tinggi. Pitiriasis versikolor lebih
sering menginfeksi dewasa muda usia 15-24 tahun, saat aktivitas kelenjar
lemak lebih tinggi. 2

Faktor predisposisi infeksi jamur ini terdiri dari faktor endogen seperti
malnutrisi, immunocompromised, penggunaan kontrasepsi oral, hamil,
luka bakar, terapi kortikosteroid, adrenalektomi, Cushing syndrome, atau
faktor eksogen seperti kelembapan udara, oklusi oleh pakaian, penggunaan
krim atau lotion, dan rawat inap. 2

d. Etiopatogenesis
34

Adanya faktor predisposisi menyebabkan ragi saprofit Pityrosporum


orbiculare dan Pityrosporum ovale berubah menjadi bentuk miselium
parasitik yang dapat menimbulkan gejala klinis. 2

Malassezia memproduksi berbagai metabolit yang dapat menyebabkan


perubahan warna pada lesi. Hipopigmentasi terjadi akibat: (1) pitiriasitrin
dan pitirialakton yang mampu menyerap sinar UV (2) asam azaleat, asam
dekarboksilat yang menurunkan produksi melanosit dengan menghambat
enzim tirosinase (3) malassezin yang menginduksi apoptosis melanosit (4)
malassezindole A, aktivitasnya menghambat kerja tirosinase dan
mengganggu sintesis tirosinase; (5) keto-malassezin sebagai inhibitor
tirosinase dengan menghambat reaksi DOPA (3,4-dihidroksifenilalanin)
melanosit; metabolit lain seperti indirubin, ICZ, pitiriarubin, dan
triptonthrin. Lesi hiperpigmentasi mungkin berhubungan dengan variasi
respons inflamasi terhadap infeksi. Tampak peningkatan ukuran
melanosom (makromelanosom) dan penebalan pada stratum korneum.
Walaupun in vitro membuktikan bahwa L-DOPA pada Malassezia mampu
menginduksi sintesis melanin, namun secara in vivo belum dapat
dibuktikan. 2

e. Diagnosis

Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran lesi yang sesuai


dengan karakteristik pitiriasis versikolor, pemeriksaan fluoresensi kulit
dengan lampu Wood, dan sediaan langsung kerokan kulit. Pasien pitiriasis
versikolor umumnya hanya mengeluh bercak-bercak putih, kecokelatan,
atau merah muda, tidak gatal atau sedikit gatal saat berkeringat.19 Pada
orang kulit putih atau terang, lesi berwarna lebih gelap dibandingkan kulit
normal, sedangkan pada orang berkulit hitam atau gelap, lesi cenderung
putih. Hal ini sesuai dengan pitiriasis yang berarti penyakit dengan skuama
35

halus seperti tepung dan versicolor yang berarti bermacam warna. Bentuk
dan ukuran lesi bervariasi, dapat berupa makula hingga patch atau papul
hingga plak hipo/ hiperpigmentasi, berbatas tegas atau difus, tertutup
skuama halus di sekitarnya. Bentuk folikular juga dapat ditemukan. Lesi
dapat meluas, berkonfluens, atau tersebar. Tempat predileksinya terutama
daerah yang ditutupi pakaian, seperti dada, punggung, perut, lengan atas,
paha, leher. 2

Gambar 1.9 Pitiriasis versikolor. 2

Fluoresensi lesi kulit pada pemeriksaan lampu Wood berwarna kuning


keemasan dan pada pemeriksaan KOH 20% tampak gambaran spora dan
miselium yang sering dilukiskan sebagai spaghetti and meatball
appearance. Pengambilan skuama dapat dilakukan dengan kerokan kulit
menggunakan skalpel atau selotip yang dilekatkan ke lesi. Biopsi kulit
jarang dilakukan. Pembiakan M. furfur pada media kultur tidak bernilai
diagnostik karena merupakan flora normal kulit. 2

Evoked Scale Sign

Tanda ini disebut coup d'ongle sign, pertama kali dicetuskan oleh Besnier
(1831-1909), seorang dermatologist asal Perancis. 2
36

Saat ini, tanda ini Iebih dikenal dengan evoked scale sign. Balzar
menyatakan bahwa coup d’ongle hanya ditemukan pada infeksi PV.
Terjadi perubahan struktural lapisan kulit akibat peningkatan kerapuhan
stratum korneum, mungkin disebabkan gangguan parsial fungsi sawar
kulit dan peningkatan transepidermal waterloss. Keratinase yang
diproduksi fase hifa dari spesies ini mampu menghidrolisis keratin dan
memfasilitasi pertumbuhan jamur di stratum korneum. Jika diregang,
stratum korneum akan mengendur, skuama akan terlihat. 2

Uji provokasi skuama sangat sederhana dan mudah. Pemeriksa


menggunakan ibu jari dan telunjuk atau kedua jari tangan meregangkan
kulit searah 180°, lesi kering dapat digores dengan ujung kuku untuk
memunculkan skuama yang melapisi daerah lesi. Sel-sel abnormal akan
terangsang untuk membentuk lapisan deskuamasi yang patognomonik
untuk infeksi pitiriasis versikolor, dalam hal ini evoked scale sign dinilai
positif. 2

Gambar 1.10 Pitiriasis versikolor. 2

Sukma's PV sign
37

Banyak pasien pitiriasis versikolor datang dengan keluhan hanya gatal


ringan dengan bercak warna gelap pada daerah tubuh. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan bercak lebih gelap dibandingkan kulit normal sekitarnya,
berbatas jelas, umumnya lebih dari satu lesi, ukuran dari milier sampai
numuler, kadang sampai plakat. Bila lesi diregang, akan muncul sisik
putih berbatas jelas. Skuama hanya sebatas lesi dengan susunan rapi,
teratur, sejajar dengan garis kulit. Penulis memberi nama ”Sukma's PV
sign”. Tanda ini dapat digunakan untuk membedakan lesi pitiriasis
versikolor dari pitiriasis alba dan skuama akibat kulit kering. Pada
pitiriasis alba, lesi berupa bercak hipopigmentasi dengan batas tidak jelas,
kadang terlihat kulit kering tanpa sisik. Demikian juga pada kulit kering,
skuama yang terlihat tanpa ada sisik yang tersusun rapi sejajar. Perbedaan
Sukma's PV sign dengan penemuan evoked scale sign hanya
menggambarkan skuama akibat regangan

tanpa memperhatikan sisik yang tersusun rapi, sejajar dengan kulit, dan
berbatas pada lesi, karena skuama halus juga kadang dapat ditemukan pada
pitiriasis alba dan kulit kering. Pemeriksaan ini mudah, sederhana, dan
dapat dilakukan saat praktik dokter umum sehari-hari. 2
38

Gambar 1.11 Pitiriasis versikolor. 2

f. Terapi

Pengobatan pitiriasis versikolor dapat topikal maupun sistemik. Lesi


minimal dapat diobati dengan preparat topikal, seperti shampo selenium
sulfida 2,5% digunakan 2-3 minggu sekali atau shampo ketokonazol 2%
selama 3 hari berturut-turut. Terbinafin topikal 1% dua kali per hari
selama seminggu cukup efektif. Preparat azol seperti mikonazol,
ketokonazol, klotrimazol, ekonazol juga dapat digunakan. Untuk lesi luas,
dapat diberi pengobatan oral seperti ketokonazol 200 mg/hari selama 7
hari. Itrakonazol dosis 200-400 mg/hari selama 3-7 hari dapat diberikan
untuk infeksi yang sulit sembuh atau sering kambuh. Flukonazol 400 mg
juga efektif diberikan dalam dosis tunggal. 2

g. Prognosis
39

Perjalanan penyakit berlangsung kronik, namun umumnya memiliki


prognosis baik. Lesi dapat meluas jika tidak diobati dengan benar dan
faktor predisposisi tidak dieliminasi. Masalah lain adalah menetapnya
hipopigmentasi, diperlukan waktu yang cukup lama untuk repigmentasi
kembali seperti kulit normal. Hal itu bukan kegagalan terapi, sehingga
penting untuk memberikan edukasi pada pasien bahwa bercak putih
tersebut akan menetap beberapa bulan setelah terapi dan akan menghilang
secara perlahan. 2

2) Pitiriasis Alba
a. Definisi

Bentuk dermatitiis yang tidak spesifik dan belum diketahui penyebabnya,


ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan skuama halus yang akan
menghilang serta meninggalkan area yang defigmentasi. 3

b. Etiologi

Menurut pendapat para ahli diduga adanya infeksi Streptococcus, tetapi


belum dapat dibuktikan. Atas adar riwayat penyakit dan distribusi lesi
diduga impetigo dapat merupakan faktor pencetus. Pitriasis alba juga
merupakan manifestasi dermatitis nonspesifik, yang belum diketahui
penyebabnya. Sabun dan sinar matahari bukan merupakan faktor
pencetus.3
40

Gambar 1.12 Pitiriasis Alba. 3

c. Gejala Klinis

Pitriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun (30-40%).
Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat, oval, atau plakat yang
teratur, warna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus
setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai, hanya defigmentasi
dengan skuama halus. Pada stadium ini penderita datang berobat terutama
pada orang dengan kulit berwama. Bercak biasanya multipel 4-20 dengan
diameter antara setengah sampai dua sentimeter. Pada anak-anak lokasi
kelainan pada muka (50-60%), paling sering disekitar mulut, dagu, pipi,
serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan, dapat simetris
pada bokong, paha atas, punggung, dan ekserior lengan, tanpa keluhan.
Lesi umumnya menetap, terlihat sebagai leukoderma setelah skuama
menghilang.3
41

Gambar 1.13 Pitiriasis Alba. 3

d. Histopatologi

Perubahan histopatologi hanya dijumpai adanya akantosis ringan,


spongiosis dengan hiperkeratosis sedang dan parakeratosis setempat.
Tidak adanya pigmen disebabkan karena efek penyaringan sinar oleh
stratum korneum yang menebal atau oelh kemampuan sel epidermal
mengangkut granula pigmen melanin berkurang. Pada pemeriksaan
mikroskop elektron terlihat penurunan jumlah serta berkurangnya ukuran
melanosom.3

e. Diagnosis

Berdasarkan umur, skuama halus, dan distribusi lesi. Diagnosis banding :


pitiligo, pada fase eritema sering diduga psoriasis.3
42

Gambar 1.14 Pitiriasis Alba. 3

f. Pengobatan

Umumnya mengecewakan. Skuama dapat dikurangi dengan krim


hemolien dapat dicoba dengan preparat ter, misalnya likuor karbones
detergen 3-5 % dalam krim atau salep, setelah dioleskan harus banyak
terkena sinar matahari. 3

g. Prognosis

Penyakit dapat sembuh spontan setelah beberapa bulan sampai beberapa


tahun. 3

3) Albino
a. Definisi
Albinisma atau albino adalah kelainan herediter ditandai dengan
abnormalitaspigmentasi kulit dan organ tubuh lainnya serta penglihatan
yang sangat peka terhadapcahaya. 4

b. Etiologi

Abnormalitas pigmentasi ini terjadi karena tubuh tidak mampu


mensintesisenzim yang diperlukan untuk mengubah asam amino tirosin
menjadi fenilalanin yangnantinya akan menjadi pigmen melanin.
Akibatnya warna rambut dan kulit berwarnaputih. 4

c. Gejala Klinis

a. Pigmentasi kulit dan organ tubuh lainnya tidak normal

b. Penglihatan peka terhadap cahaya berintensitas tinggi.

c. Dilahir dari pasangan berikut ini:

1) Suami istri normal tapi carier.

2) Suami atau istri salah satunya albino dan pasangannya carier.


43

3) Suami istri keduanya albino.4

Gambar 1.15 Albinisme. 8

d. Patomekanisme

Albino terdiri dari sekelompok kelainan bawaan sintesis melanin


dan biasanya ditandai oleh pengurangan kongenital atau tidak adanya
pigmen melanin. Albinisme dihasilkan dari produksi melanin yang cacat
dari tirosin melalui jalur reaksi metabolik yang kompleks.Beberapa jenis
albinisme diakui. Heterogenitas fenotipik albinisme disebabkan oleh
mutasi gen yang berbeda yang mempengaruhi berbagai titik di sepanjang
jalur melanin, menghasilkan berbagai tingkat penurunan produksi
melanin. Selain itu, perubahan perkembangan terkait terjadi pada sistem
optik sebagai akibat dari hipopigmentasi ini.4

Dokter mata memainkan peran penting dalam mendeteksi


albinisme karena sebagian besar bentuk albinisme hadir dengan fitur
okular sebagai morbiditas primer. Perubahan pada sistem optik yang
terkait dengan hipopigmentasi termasuk penurunan ketajaman visual
sekunder untuk foveal hypoplasia dan misrouting saraf optik di chiasm.
44

Fitur lain termasuk fotofobia, transiluminasi iris, nystagmus, dan


defisiensi pigmen di retina perifer. Perubahan okular ini umum terjadi
untuk semua jenis albinisme.4

e. Klasifikasi albinisme

Secara tradisional, albinisme telah diklasifikasikan menurut


fenotip klinis, dan 2 kategori utama adalah albinisme okulokutan (OCA)
dan albinisme okular (OA).Subtipe albinisme direklasifikasi pada tahun
2009. Dengan ketersediaan studi genetik molekuler baru, klasifikasi
albinisme telah menggeser penekanan pada genotipe sebagai lawan dari
fenotipe saja.

Oleh karena itu, ini telah menyebabkan mendefinisikan kembali


kategori fenotipik yang ada dan penambahan subtipe baru berdasarkan
mutasi genetik tertentu. Berikut ini adalah gambaran singkat dari
klasifikasi albinisme saat ini.

Gambar 1.16 Albinisme. 8

1. OCA

Oculocutan Albinisme ditandai dengan berkurangnya atau tidak


adanya melanin pada kulit, rambut, dan sistem optik (termasuk mata dan
45

saraf optik). Kurangnya pigmen kulit menghasilkan penampilan kulit


pucat dan peningkatan risiko kanker kulit. OCA dibagi lebih lanjut
menjadi beberapa subtipe berdasarkan mutasi genetik yang berbeda.4

Tabel 1.1Jenis Albinisme Oculocutaneous.4

Posisi gen Protein yang


Tipe OCA
yang terkena terkena
OCA 1
1. OCA 1A (OCA
tyrosinase-negatif)
2. OCA 1B (kuning-
mutan / Amish / 11q14-21 Tyrosinase
3. xanthous, suhu-
sensitif)
4. OCA 1A / 1B
heterozigot
OCA 2(OCA
15q11-13
tyrosinase-positif, Protein p
OCA coklat)
9p23 Protein
OCA 3
tirosinase

Albinisme Okulokutanea

1) Definisi
Albinisme okulokutanea adalah hipopigmentasi pada kulit, rambut,
danmata. Ada 4 kelainan autosomal resesif yang mencakup kelainan ini.
Kelainanyang diturunkan secara sex-linked resesif disebut albinisme
okular, hanyamengenai mata 4
2) Insiden
46

Terdapat pada semua ras dengan prevalensi berbeda


3) Gambaran klinis
Adanya pengurangan pigmen yang nyata pada kulit, rambut, dan mata
Penderita mengalami fotopobia dan mempunyai ekspresi muka yang khas
karenasilau. Dapat timbul kerusakan karena sinar matahari, misalnya
karsinoma selskuamosa, dan melanoma 4

Gambar 1.17 Albinisme Okulokutanea. 4

f. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang diberikan kecuali preparat pelindung
terhadapsinar. Pemeriksaan berkala untuk deteksi dini dan pengobatan
lesi premalignadianjurkan terutama untuk penderita yang tinggal di
daerah tropis.4

4) Psoriasis
a. Definisi

Psoriasis berasal dari bahasa Yunani “psora” yang berarti gatal,


ketombe atau ruam, meskipun sebagian besar pasien tidak mengeluhkan
rasa gatal. Psoriasis merupakan penyakit multifaktor dengan beberapa
47

predisposisi seperti faktor genetik, lingkungan, infl amasi (dimediasi


proses imunologis), serta beberapa faktor penyerta seperti obesitas,
trauma, infeksi, serta defisiensi bentuk aktif vitamin D3.5

b. Etiologi

Psoriasis merupakan penyakit kulit kronis inflamatorik dengan


faktor genetik yang kuat, dengan ciri gangguan perkembangan dan
diferensiasi epidermis, abnormalitas pembuluh darah, faktor imunologis
dan biokimiawi, serta fungsi neurologis. Penyebab dasarnya belum
diketahui pasti. Dahulu diduga berkaitan dengan gangguan primer
keratinosit, namun berbagai penelitian telah mengetahui adanya peran
imunologis.5

c. Patogenesis

Lesi kulit psoriasis melibatkan epidermis dan dermis. Terdapat


penebalan epidermis, disorganisasi stratum korneum akibat
hiperproliferasi epidermis dan peningkatan kecepatan mitosis, disertai
peningkatan ekspresi intercellular adhesion molecule 1(ICAM 1) serta
abnormalitas diferensiasi sel epidermis. 3,5 Gambaran histopatologisnya
antara lain elongasi rete ridges, parakeratosis, serta infiltrasi berbagai sel
radang. Sel T CD 3+ dan CD 8+ dapat ditemukan di sekitar kapiler
dermis dan epidermis. Sel dendritik CD 11c+ biasanya ditemukan di
dermis bagian atas.3,5 Invasi sel CD 8+ ke epidermis berkaitan dengan
munculnya lesi kulit.4Aktivasi sel T terutama dipengaruhi oleh sel
Langerhans. Sel T serta keratinosit yang teraktivasi akan melepaskan
sitokin dan kemokin, danmenstimulasi infl amasi lebih lanjut. Selain itu,
kedua komponen ini akan memproduksi tumor necrosis factor α (TNF α),
yang mempertahankan proses inflamasi. Oleh karena itu, psoriasis bukan
hanya disebabkan oleh autoimunitas terkait sel limfosit T seperti teori
48

terdahulu, tetapi melibatkan proses yang lebih kompleks termasuk


abnormalitas mikrovaskuler dan keratinosit. 5

Gambar 1.18 Patogenesis psoriasis. 5


49

d. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

Salah satu hal yang pertama kali penting ditanyakan adalah onset
penyakit dan riwayat keluarga, karena onset dini dan riwayat keluarga
berkaitan dengan tingginya ekstensi dan rekurensi penyakit. Selain itu,
tentukan apakah lesi merupakan bentuk akut atau kronis, serta keluhan
pada persendian, karena kemungkinan artritis psoriatika pada pasien
dengan riwayat pembengkakan sendi sebelum usia 40 tahun. Lesi kronis
cenderung stabil berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, sedangkan
dalam bentuk akut, lesi dapat muncul mendadak dalam beberapa hari.
4Kemungkinan relaps juga bervariasi antar individu. Pasien yang sering
relaps biasanya memiliki lesi yang lebih berat, cepat meluas, melibatkan
area tubuh yang lebih luas, sehingga terapi harus lebih agresif. 5

Gambar 1.19 Psoriasis. 5

b. Manifestasi Klinis
50

Psoriasis merupakan penyakit infl amatorik kronik dengan


manifestasi klinis pada kulit dan kuku. Lesi kulit biasanya merupakan
plak eritematosa oval, berbatas tegas, meninggi, dengan skuama
berwarna keperakan, hasil proliferasi epidermis maturasi prematur dan
kornifi kasi inkomplet keratinosit dengan retensi nuklei di stratum
korneum (parakeratosis).Meskipun terdapat beberapa Gambaran klinis
lain yang dapat menyertai adalah artritis psoriatika pada sendi interfalang
jari predileksi khas seperti pada siku, lutut, serta sakrum, lesi dapat
ditemukan di seluruh tubuh. 5

Gambar 1.20 Psoriasis. 5

e. Lesi Kulit

Lesi klasik psoriasis adalah plak eritematosa berbatas tegas,


meninggi, diselubungi oleh skuama putih. Lesi kulit cenderung simetris,
meskipun dapat unilateral.
51

Gambar 1.21 Psoriasis. 5

Klasifikasi Klinis Lesi Kulit Psoriasis. 5

1. Psoriasis Vulgaris/Tipe Plakat Kronis/Chronic Stationary Psoriasis

Merupakan bentuk tersering (90% pasien), dengan karakteristik


klinis plakat kemerahan, simetris, dan berskuama pada ekstensor
ekstremitas.

2. Psoriasis Guttata (Eruptif )

Guttata berasal dari bahasa Latin “Gutta” yang berarti “tetesan”,


dengan lesi berupa papul kecil (diameter 0,5-1,5 cm) di tubuh bagian atas
dan ekstremitas proksimal.

3. Psoriasis Plakat Berukuran Kecil

Pada tipe ini, lesi muncul pada usia yang lebih tua, kronis,
berukuran lebih besar (1-2 cm), dengan skuama lebih banyak dan tebal.
Biasanya muncul pada lanjut usia di beberapa negara Asia.

4. Psoriasis Inversa

Pada tipe ini muncul di lipatan-lipatan kulit seperti aksila,


genitokruris, serta leher. Lesi biasanya berbentuk eritema mengkilat
52

berbatas tegas dengan sedikit skuama, disertai gangguan perspirasi pada


area yang terkena.

5. Psoriasis Eritrodermik

Tipe ini mengenai hampir seluruh bagian tubuh, dengan efl


oresensi utama eritema. Skuama tipis, superfi sial, tidak tebal, serta
melekat kuat pada permukaan kulit di bawahnya seperti psoriasis pada
umumnya, dengan kulit yang hipohidrosis. Risiko hipotermia sangat
besar karena vasodilatasi luas pada kulit.

6. Psoriasis Pustular

Psoriasis pustular memiliki beberapa variasi secara klinis seperti


psoriasis pustular generalisata (Von Zumbuch), psoriasis pustular
annular, impetigo herpetiformis, dan psoriasis pustular lokalisata
(pustulosis palmaris et plantaris dan akrodermatitis kontinua).

7. Sebopsoriasis

Sebopsoriasis ditandai dengan adanya plak eritematosa dengan


skuama berminyak pada area kulit yang seboroik (kulit kepala, glabella,
lipatan nasolabialis, perioral, serta sternum).

8. Napkin Psoriasis

Bentuk ini biasanya muncul pada usia 3-6 bulan di area kulit yang
terkena popok (diaper area).

9. Psoriasis Linear

Bentuk yang jarang. Lesi kulit berupa lesi linear terutama di


tungkai, kadang muncul sesuai dermatom kulit tungkai. Kadang
merupakan bentuk dari nevus epidermal inflamatorik linear verukosa. 5

f. Manifestasi Klinis Psoriasis di Berbagai Organ


53

1. Kuku

Perubahan kuku muncul pada sekitar 40% pasien dengan psoriasis.


Lekukan kuku (nail pitting) merupakan gambaran yang paling sering
muncul, pada berbagai jari kecuali jempol. Deformitas kuku lainnya
akibat kerusakan matriks kuku adalah onikodistrofi (kerusakan lempeng
kuku), crumbling nail, serta titik kemerahan pada lunula.

2. Geographic Tongue Geographic tongue atau benign migratory glossitis

merupakan kelainan idiopatik yang berakibat hilangnya papil fi


liformis lidah. Lesi biasanya berupa bercak eritematosa berbatas tegas
menyerupai peta dan berpindah-pindah.

3. Artritis Psoriatika

Merupakan bentuk klinis psoriasis ekstrakutan yang paling sering


muncul, pada sekitar 40% pasien psoriasis. Terkait kuat dengan faktor
genetik. 5

g. Tatalaksana

Tatalaksana psoriasis adalah terapi supresif, tidak menyembuhkan


secara sempurna, bertujuan mengurangi tingkat keparahan dan ekstensi
lesi sehingga tidak terlalu mempengaruhi kualitas hidup pasien. Terapi
Topikal Sebagian besar kasus psoriasis dapat ditatalaksana dengan
pengobatan topikal meskipun memakan waktu lama dan juga secara
kosmetik tidak baik, sehingga kepatuhan sangat rendah.

1. Kortikosteroid Glukokortikoid dapat menstabilkan dan menyebabkan


translokasi reseptor glukokortikoid. Sediaan topikalnya diper gunakan
sebagai lini pertama pengobatan psoriasis ringan hingga sedang di area fl
eksural dan genitalia, karena obat topikal lain dapat mencetuskan iritasi.
54

2. Vitamin D3 dan Analog Setelah berikatan dengan reseptor vitamin D,


vitamin D3 akan meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel,
mempengaruhi fungsi imun, menghambat proliferasi keratinosit,
memodulasi diferensiasi epidermis, serta menghambat produksi beberapa
sitokin pro-infl amasi seperti interleukin 2 dan interferon gamma. Analog
vitamin D3 yang telah digunakan dalam tatalaksana penyakit kulit adalah
calcipotriol, calcipotriene, maxacalcitrol, dan tacalcitol.

3. Anthralin (Dithranol) Dithranol dapat digunakan untuk terapi psoriasis


plakat kronis, dengan efek antiproliferasi terhadap keratinosit dan antiinfl
amasi yang poten, terutama yang resisten terhadap terapi lain. Dapat
dikombinasikan dengan phototherapy UVB dengan hasil memuaskan
(regimen Ingram).

4. Tar Batubara Penggunaan tar batubara dan sinar UV untuk pengobatan


psoriasis telah diperkenalkan oleh Goeckerman sejak tahun 1925.
Efeknya antara lain mensupresi sintesis DNA dan mengurangi aktivitas
mitosis lapisan basal epidermis, serta beberapa komponen memiliki efek
antiinfl amasi.

5. Tazarotene Merupakan generasi ketiga retinoid yang dapat digunakan


secara topikal untuk mereduksi skuama dan plak, walaupun
efektivitasnya terhadap eritema sangat minim. Efi kasinya dapat
ditingkatkan bila dikombinasikan dengan glukokortikoid potensi tinggi
atau phototherapy.

6. Inhibitor Calcineurin Topikal Takrolimus (FK 506) merupakan


antibiotik golongan makrolid yang bila berikatan dengan immunophilin
(protein pengikat FK506), membentuk kompleks yang menghambat
transduksi sinyal limfosit T dan transkripsi interleukin 2. Meskipun
takrolimus tidak efektif dalam pengobatan plak kronis psoriasis.
55

7. Emolien Emolien seperti urea (hingga 10%) sebaiknya digunakan


selama terapi, segera setelah mandi, untuk mencegah kekeringan pada
kulit, mengurangi ketebalan skuama, mengurangi nyeri akibat fi sura, dan
mengurangi rasa gatal pada lesi tahap awal. 5

5) Vitiligo
a. Definisi

Vitiligo atau disebut juga belang putih, switra, kilasa ini merupakan
kelainan kulit kronis akibat gangguan pigmen melanin, ditandai bercak
putih berbatas tegas. Vitiligo dapat meluas, mengenai seluruh bagian tubuh
yang mengandung sel melanosit, misalnya: rambut dan mata. Vitiligo
merupakan acquireddepigmentary disorder yang paling umum dijumpai.6

b. Etiopatogenesis

Etiopatogenesis vitiligo multifaktorial. Misalnya: faktor defek genetik


(pola poligenetik, multifactorial inheritance), berbagai jenis stres (stres
emosional, stres oksidatif dengan akumulasi radikal bebas), kerusakan
melanosit karena mekanisme autoimmunity (kekebalan tubuh), self-
destructive, sitotoksik (keracunan tingkat seluler), ketidakseimbangan
kalsium, peningkatan ROS (reactive oxygen species), oksidan-antioksidan,
autotoksik/metabolik, penyakit autoimun, dan mekanisme biokimiawi yang
diperantarai saraf. Beragam jalur (pathways) yang dapat terjadi, berkaitan
dengan “hilang/berkurangnya” melanosit, misalnya: proses apoptosis,
ketidak - seimbangan antara kadar Bax dan Bcl2, kejadian nekrotik,
berkaitan dengan proses inflamasi, suatu melanocytorrhagy, atau
detachment, yang mengikuti trauma atau friksi, karena melemahnya fungsi
adhesion sel-sel atau sel–matriks.6

Vitiligo tidak hanya memengaruhi kulit, melainkan juga terkait


dengan beragam abnormalitas metabolik, termasuk intoleransi glukosa dan
56

abnormalitas lemak, yang memperkuat sifat sistemik vitiligo. Melanosit,


terutama yang dijumpai di jaringan adipose, karena mampu mengurangi
inflamasi dan kerusakan oksidatif, dapat juga mencegah sindrom
metabolik.6

Faktor genetik juga berperan penting pada perkembangan vitiligo.


MYG1 (Melanocyteproliferating gene 1) adalah gen (yang memiliki fungsi)
spesifik (pada) melanosit. MYG1 adalah gen kandidat vitiligo. Beberapa
perkembangan studi replikasi menyatakan keterlibatan gen PTPN22 (1p13),
kluster gen MHC (6p21.3), dan NALP (SLEV1; 17p13) berulang-ulang
berasosiasi dengan vitiligo. Beberapa gen ini secara langsung berkaitan
dengan regulasi respons imun. PTPN22 mengkode lymphoid protein
tyrosine phosphatase, yang penting di dalam kontrol negatif dari aktivasi
limfosit T.19 NALP1 menyandi NACHT leucine-richrepeat protein 1, suatu
regulator sistim imun bawaan. Major histocompatibility complex (MHC)
adalah daerah yang dipadati gen-gen imun dimana variasinya adalah kunci
penentu kerentanan dan ketahanan terhadap sejumlah penyakit infeksi,
autoimun, dan penyakit lainnya.6
57

Mitokondria yang berlokasi di Myg1 terlibat pada regulasi dari


perubahan metabolisme dan ketidakseimbangan antioksidan pada penderita
vitiligo. Bukti selanjutnya memperlihatkan perubahan fungsi mitokondria.6

Gambar 1.22 skema defek seluler dan biokimia yang mendasaari


perubahan pada vitiligo.6

Studi linkage berhasil menemukan beberapa loci antara lain: AIS1


(1p31), AIS2 (7q), dan SLEV1 terutama dari beberapa keluarga yang terkait
autoimun, dan efek linkage AIS3 lokus (8p) terutama dari keluarga yang
tidak memiliki penyakit autoimun.6

Untuk mengetahui kerentanan gen/lokus pada vitiligo, telah dilakukan


studi genom vitiligo berskala-luas yang disebut GWAS (a large-scale
vitiligo genome-wide association study) pada populasi Eropa (seperti
Rumania) dan China. Kajian genetika dan biomolekuler menyatakan
beberapa lintasan gen pembawa vitiligo pada keturunan Eropa merupakan
58

bagian dari kerentanan (diathesis) autoimun atau “isolasi”. Pada kelompok


autoimun, telah teridentifikasi gen pengkode NACHT leucine-rich-repeat
protein 1 (NALP1). Sejumlah faktor kerentanan genetik (genetic
susceptibility) telah teridentifi kasi melalui studi linkage dan asosiasi. Hanya
sedikit lokus (loci), seperti: NLRP1 (pengkode famili NLR, pyrin domain–
containing 1 dan juga dikenal sebagai NALP1) dan beberapa alel HLA
(Human Leukocyte Antigen), yang telah diujicoba berkali-kali pada berbagai
riset. Beberapa gen yang rentan vitiligo adalah 6q27 dan 10q22 (yang
berlokasi di intron 4 pada lokus ZMIZ1). Lokus 6q27 mengandung
RNASET2, FGFR1OP, dan CCR6. Di Rumania, juga telah teridentifi kasi
gen yang berhubungan dengan vitiligo, SMOC2 (encoding SPARC related
modular calcium binding 2), pada 6q27. Namun berdasarkan analisis
GWAS (genome-wide association study) terkini, lokus 6q27 teridentifikasi
bebas dari lokus SMOC2.6

MYG1 (Melanocyte proliferating gene 1, pada manusia disebut juga


C12orf10 merupakan protein nucleo-mitochondrial yang ada dimana-mana
(ubiquitous). Gen MYG1 tersusun dari 7 exons yang menjangkau (span) 7,5
kb DNA genomik pada daerah kromosom 12q13, juga tersusun dari 10
polimorfisme yang sudah dikenal sebagai single nucleotide polymorphisms
(SNPs). Ekspresi MYG1 pada jaringan orang dewasa sehat bersifat stabil
dan dapat berubah terutama sebagai respons terhadap stres atau saat sakit.
Ekspresi MYG1 mRNA ini meningkat pada kulit penderita vitiligo. MYG1
juga ditemukan up-regulated secara konsisten pada biopsi kulit penderita
dermatitis atopik (eksim). MYG1 berada di nukleus dan mitokondria,
terlibat di dalam cellular pathways yang berimplikasi pada stres seluler,
respons imun, perkembangan, dan metabolisme. Baik MYG1 promoter
polymorphism -119C/G dan Arg4Gln polymorphism di sinyal mitokondria
memiliki pengaruh pada fungsi gen dan protein MYG1. Studi analisis
aktivitas promoter in vivo dan in vitro bersama analisis asosiasi mengkonfi
59

rmasikan bahwa polimorfi sme -119C/G memengaruhi kadar MYG1


mRNA. -119C/G adalah risk-allele untuk perkembangan vitiligo dan risk-
allele yang lebih spesifik untuk perkembangan penyakit.6

Bukti eksperimen menunjukkan bahwa tumor necrosis factor (TNF)-


alpha berperan pada patogenesis vitiligo nonsegmental. Di masa depan,
pewarnaan TNF-alpha pada lesi penderita vitiligo berpotensi sebagai
biomarker untuk terapi potensial anti TNF alpha pada kasus vitiligo
nonsegmental yang refrakter terhadap terapi konvensional.6

Analisis statistik mengungkap hubungan signifikan antara konsentrasi


imunoglobulin (hanya IgG dan IgA) dengan indeks massa tubuh (BMI; body
mass index) dan sejumlah depigmented patches dengan konsentrasi IgG.
Konsentrasi IgG dan IgA berkurang secara signifi kan, namun perubahan
IgM tidak signifikan. Perubahan konsentrasi imunoglobulin serum pada
penderita vitiligo menunjukkan penyimpangan di dalam imunitas seluler.
Diperlukan studi lebih lanjut untuk mendukung penemuan ini.6

Penyebab lain antara lain: gangguan homeostasis melanosit (lemahnya


kalsium intraseluler dan ekstraseluler), rusaknya melanosit karena produk
metabolik sintesis melanin atau mediator neurokimiawi tertentu, akumulasi
prekursor melanin yang toksik di melanosit (seperti: DOPA dopachrome, 5,
6-dihydroxyindole). Stres oksidatif berperan penting pada proses degradasi
melanosit, juga paparan bahan kimia, seperti: monobenzileterhidrokinon
pada sarung-tangan atau detergen yang mengandung fenol.6

Hipotesis biokimiawi menyatakan terjadi peningkatan sintesis


hydrobiopterin, suatu kofaktor hidroksilase tirosin yang menghasilkan
peningkatan katekolamin dan reactive oxygen species (ROS) toksik untuk
melanosit. Penurunan kadar katalase dan peningkatan konsentrasi H2O2
pada kulit penderita vitiligo memperkuat hipotesis biokimiawi.6
60

Riset dasar biokimiawi menemukan bahwa pada penderita vitiligo


terjadi akumulasi H2O2, kadar catalase di seluruh epidermis menurun,
ekspresi catalase mRNA tetap tidak berubah. Uniknya, limfosit darah tepi
pada penderita vitiligo juga memiliki kadar catalase yang rendah dan sel-sel
ini rentan terhadap tekanan (stress) H2O2. H2O2 dapat memodulasi respons
sel-sel Langerhans epidermis padavitiligo. Didapatkan hubungan langsung
antara tekanan H2O2 dan kerusakan sel serta onset respons imun seluler
adaptif.6

Komponen fluorescent pada epidermis penderita vitiligo adalah


oxidized pterins. Defective sintesis 6BH4 (tetrahidrobiopterin) memicu
produksi H2O2 dan 7BH4 pada vitiligo. Defek sintesis pterin berpasangan
dengan oxidative stress dapat langsung memengaruhi integritas dan populasi
melanosit pada vitiligo terutama karena sitotoksisitas 6-biopterin dan
oxidized pterins lainnya. Selain itu, kadar noradrenaline di kulit dan plasma
pada penderita vitiligo aktif meningkat, kadar catecholamine metabolites di
urin juga tinggi; peningkatan sintesis ini menyebabkan induksi
catecholamine– degrading enzymes monoamine oxidaseA (MAO-A) dan
catecholamine-O-methyl transferase (COMT).6

Mayoritas eumelanin disintesis di melanosit dari konversi autocrine


L-phenylalanine menjadi L-tyrosine via PAH, gangguan (perturbation)
homeostasis kalsium di sel-sel penderita vitiligo ini amat berperan penting
pada hilangnya pigmen di vitiliginous melanocytes Dengan spektroskopi
FTRaman in vivo, 40% penderita vitiligo memiliki metabolisme fenilalanin
yang rendah dibandingkan orang sehat. Namun, 60% tidak memiliki
problem saat memproduksi L-tyrosine dari L-phenylalanine melalui
phenylalanine hydroxylase. L-phenylalanine secara aktif diangkutmenuju
sel oleh mekanisme calciumdependent ATPase antiporter.6

Beberapa virus, seperti cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr


virus (EBV), pernah terdeteksi di epidermis penderita vitiligo di California
61

tahun 1996 dan 1999, dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction).
Keberadaan DNA CMV pada specimen biopsi kulit penderita vitiligo
menunjukkan potensi kerusakan yang diinduksi virus pada melanosit.
Infeksi virus dapat memicu respons autoimun karena molecular mimicry
dari sekuens peptide virus mengaktivasi subset T-cells. Keterlibatan virus
lainnya, seperti: hepatitis C, HIV, dan virus Epstein-Barr juga pernah
dilaporkan.6

SPF (sun protection factor) untuk melanin berkisar 2 dan 5. Mereka


yang menderita vitiligo lebih dari 25 tahun tidak terbukti photodamage-nya
meningkat, sepertiactinic keratosis dan solar elastosis. Telah terdeteksi pula
peningkatan epidermal functioning p53. Menariknya, peningkatan ini tidak
berhubungan dengan meningkatnya apoptosis pada penderita vitiligo. Telah
diketahui bahwa aktivitas thioredoxin reductase dan kadar protein menurun
pada vitiligo. Menurunnya ekspresi enzim ini dapat disebabkan oleh
meningkatnya kadar p53 tipe-ganas/liar, mengingat thioredoxin reductase
merupakan target transcriptional yang ditentukan untuk p53.6

Menurut teori neurogenik, gangguan pelepasan katekolamin dari


ujung saraf otonom berperan penting dalam perkembangan vitiligo melalui
produksi partikel toksik di microenvironment melanosit area yang terkena;
melalui aksi sitotoksik langsung dari katekolamin; atau metabolite (produk–
metabolisme)-nya. Peningkatan konsentrasi katekolamin juga menjadi
fenomena sekunder karena stres yang berhubungan dengan vitiligo. Vitiligo
melibatkan interaksi kompleks berbagai faktor lingkungan dan genetik yang
pada akhirnya berkontribusi terhadap destruksi melanosit. Selain hilang nya
fungsi melanosit, keratinosit dan sel-sel Langerhans juga terganggu pada
penderita vitiligo. Peningkatan kadar neuropeptide Y juga dijumpai pada
kulit penderita vitiligo. Hilangnya epidermalmelanocytes memang
merupakan tanda khas (hallmark) vitiligo. Meskipun demikian, mekanisme
dasar kehilangan melanosit atau bagaimana melanosit kehilangan fungsi dan
62

viability pada vitiligo, serta terbatasnya repigmentasi folikuler atau marginal


masih belum jelas, sehingga peluang riset tetap terbuka dan menjanjikan.6

c. Gejala Klinis

Macula berwarna putih dengan diameter beberapa millimeter sampai


beberapa sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan
epidermis lain. Kadang-kadang terlihat macula hipomelanotik selain macula
apigmentasi.3

Gambar 1.23 Vitiligo pada muka.3

Di dalam macula vitiligo dapat ditemukan macula dengan pigmentasi


normal atau hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikular. Kadang-
63

kadang ditemukan tepi lesi yang meninggi, eritema dan gatal, disebut
inflamatoar.3

Daerah yang sering terkena adalh bagian ekstensor tulang terutama di atas
jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan
pergelangan tangan bagian fleksor.lesi bilateral dapat dsimetris atau
asimetris. Pada area yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Mukosa
jarang terkena, kadang-kadang mengenai genital eksterna, putting susu,
bibir, dan ginggiva.3

Adapun klasifikasi klinis vitiligo adalah sebagai berikut:6

1. Localized, terbagi tiga: fokal (satu macula atau lebih dengan distribusi
sederhana), unilateral (satu makula atau lebih di salah satu bagian tubuh,
dengan distribusi dermatomal; ciri khasnya adalah lesi berhenti mendadak di
garis tengah tubuh), mukosal (keterlibatan mukosa membran).6
2. Generalized, terbagi tiga: vulgaris (bercak putih tersebar atau berpencar),
acrofacialis (bagian putih atau patches terlokalisir atau terbatas pada
ekstrimitas distal dan wajah), mixed atau campuran (bentuk vulgaris dan
acrofacialis).6
3. Universalis (lesi sepenuhnya atau hamper di seluruh permukaan kulit).
Perubahan warna kulit pertama kali dijumpai di daerah terbuka, seperti di
wajah atau punggung tangan. Lalu pembentukan pigmen berlebih
(hiperpigmentasi) terdapat di: ketiak, lipat paha, sekitar puting-susu, dan
kelamin. Vitiligo juga banyak dijumpai di bagian yang sering terkena
gesekan, seperti: punggung tangan, kaki, siku, lutut, tumit. Pada kasus
tertentu, warna rambut di kulit kepala, bulu-alis mata, atau janggut memudar
menjadi agak putih atau keabu-abuan; warna retina berubah atau hilang.
Vitiligo juga dapat mengenai bagian tubuh yang menonjol dan terpajan sinar
surya, misalnya: di atas jari, di sekitar mata-mulut-hidung, tulang kering,
dan pergelangan tangan. Terkadang juga ditemukan di alat kelamin, puting
susu, bibir, dan gusi.6
64

Pada vitiligo juga dijumpai beragam varian klinis. Vitiligo trichrome


dengan karakteristik makula depigmented dan hypopigmented sebagai
tambahan kulit berpigmen normal. Vitiligo quadrichrome, bercirikan
hiperpigmentasi marginal atau perifollicular. Varian ini lebih sering pada
tipe kulit yang lebih gelap, terutama di area repigmentasi. Vitiligo
pentachrome, dengan makula hiperpigmentasi biru abu-abu, mewakili area
melanin incontinence. Adakalanya penderita vitiligo memiliki varian luar
biasa yang dinamakan tipe confetti, ciri khasnya adalah memiliki beberapa
makula hipomelanotik, discrete, dan amat kecil (tiny). Peradangan pada
vitiligo secara klinis ditandai erythema di tepi makula vitiligo.6

Gambar 1.24 Vitiligo. 8

d. Diagnosis banding

Beragam diagnosis banding untuk vitiligoantara lain: depigmentasi


diinduksi obatatau topikal, depigmentasi pasca-inflamasi(misalnya:
skleroderma, psoriasis, atopiceczema), depigmentasi pasca-trauma,
halonaevus, idiopathic guttate hypomelanosis,progressive macular
hypomelanosis, lepra,lichen sclerosus (untuk vitiligo genital),melanoma-
associated leucoderma, melasma,mycosis fungoides-associated
65

depigmentation, naevus anaemicus, naevus hipopigmentasi, naevus of Ito,


piebaldism, pityriasis alba, pityriasis versicolor, tuberous sclerosis.6

Penyakit/gangguan tersering yang dikira/mirip vitiligo adalah: tinea


(pityriasis) versicolor,piebaldism, dan guttate hypomelanosis.6

e. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan histopatologi
Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tampaknya normal kecuali
tidak ditemukan melanosit, kadang-kadang ditemukan limfosit pada tepi
makula. Reaksi dopa untuk melanosit negatif pada daerah apigmentasi,
tetapi meningkat pada tepi yang hiperpigmentasi.3
2. Pemeriksaan biokimia
Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubaasi dengan dopa
menunjukkan tidak adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit
normal.3
3. Pemeriksaan laboratorium
Tes laboratorium dilakukan untuk mendeteksi penykit-penyakit
sistemik yang menyertai, misalnya insufisiensi adrenal, diabetes melitus,
anemia pernisiosa, penyakit tiroid.7

Tes-tes yang mungkin dapat membantu antara lain biopsi dari batas lesi
(dengan teknik fontana-masson) untuk menbedakan vitiligo dari beberapa
keadaan yang disebut di atas. Penderita yang mempunyai kecenderungan
untuk mendapatkan foto-kemoterapi, perlu diperiksa ANA (antinuclear
antibody), tes faal hepar, dan faal ginjal, dsb.7

f. Penatalaksanaan

Obat golongan kortikosteroid, seperti:triamcinolone, hydrocortisone,


atau prednisone,dipakai untuk menghentikan penyebaranvitiligo dan
menyempurnakan pembentukankembali pigmen kulit. Jika merupakan
reaksi otoimun,maka dapat diberi kortikosteroid fluorinasi kuat.6
66

Secara topikal; psoralens 1-5% (liquidatau cream) methoxsalen,


trioxsalen,pimecrolimus atau tacrolimus ointment0,03-0,1%, calcipotriene,
atau derivat laktonmakrolid, digunakan bersamaan paparanultraviolet-A
(UVA). Contoh: larutan psoralen 1% dalam alkohol dioleskan, lalu dipajan
di bawah sinar matahari antara pukul 10-12, hingga kulit menjadi merah.
Secarasistemik, dipakai psoralen (10-60 mg/hari) selama 2-9 bulan. Terapi
topikal inovatif lainyaitu prostaglandin E (PGE2), berdasarkan bahwa sinar
ultravioletjuga menginduksi melanogenesis melaluiimpaired turnover
membran fosfolipid akibatmeningkatnya produksi prostaglandin,
yangberperan penting dalam mengaktivasi prosesrepigmentasi. Caranya: gel
berisi 166,6 μg/gPGE2 digunakan pada lesi vitiligo sekali sehariselama 6
bulan. 6

Kehadiran CD25+ T cells tampak di lesi vitiligo yang aktif.


Pimecrolimus menghambat aktivasi T-cell, sehingga secara teoretis lebih
efektif pada lesi yang aktif daripada di lesi yang stabil. Efek terapeutik
pimecrolimus mirip dengan glukokortikosteroid topikal potensi sedang dan
kuat. Repigmentasi awal dengan kortikosteroid topikal terlihat dari 2
minggu hingga 4 bulan setelah terapi dimulai. Untuk kasus vitiligo di wajah
yang diterapi dengan tacrolimus, diperlukan waktu 6 minggu untuk
repigmentasi. Namun dari segi efektivitas, pimecrolimus topikal 1% lebih
aman dibandingkan dengan clobetasol propionate 0,05%.6

Problem penggunaan kortikosteroid topikal yang umum adalah:


jerawat dan erupsi acneiform, rosacea, atrofi kulit, gatal, erythema,
teleangectasias, striae distensae, hypertrichosis, blistering dan berisi cairan
(vesciculation), bengkak, terbakar dan reaksi mirip terbakar sinar surya,
photoaging, meningkatnya risiko berkembang menjadi kanker kulit non
melanoma. 6

Psoralen plus UVA (PUVA) untuk localized vitiligo, dapat


menimbulkan mual, muntah, pusing atau sensasi berputar miripvertigo,
67

kejang, sakit kepala, katarak, danrisiko berkembang menjadi kanker


kulitnonmelanoma. 6

Terapi lain yakni dengan NB-UVB, yaitu: narrowband ultraviolet B


(NB-UVB) light (311 +/-2e), biasa digunakan untuk localized vitiligo. Ada
tiga pilihan NB-UVB: nonfocused NB-UVB, microphototherapy, NB
excimer light. Beberapa keuntungan NB-UVB: dapat mencegah efek
samping psoralen, mengurangi dosis kumulatif radiasi. Juga dapat
digunakan untuk wanita hamil dan anak-anak tanpa efek fototoksik atau
atrofi epidermis, dengan sedikit erythema dibandingkan dengan fototerapi
lain. Problem yang mungkin timbul adalah timbulnya kemerahan sementara
(transienterythema), dengan rare desquamation. Fototerapi NB-UVB
direkomendasikan untuk generalized vitiligo. Baru-baru ini, fototerapi NB-
UVB telah dikombinasikan dengan suatu antioxidant pool yang
mengandung alpha-lipoic acid, vitamin C, vitamin E, dan polyunsaturated
fatty acids, atau Polypodiumleucotomos, suatu ekstrak tumbuhan yang
berefek antioxidative dan immunomodulatory, dengan perbaikan respons
yang objektif. Selain itu, ekstrak tanaman, dari Cucumis melo, memiliki
properti antioksidan (menunjukkan aktivitas super-oxide dismutase dan
catalaselike) yang berhubungan dengan focused NBUVBtreatment. 6

Kombinasi topical calcipotriene (analog vitamin D3 atau analog


vitamin D topikal) dan terapi NB-UVB, juga antara analog vitaminD topikal
dan terapi PUVA sebaiknya tidak digunakan sebagai terapi vitiligo. Begitu
pula dexametason oral tidak direkomendasikan untuk menahan laju atau
progresivitas vitiligo. 6

Inhibitor calcineurin topikal umumnya lebih disukai untuk lesi wajah


dan leher karena tidak menyebabkan atrofi kulit dan dapat meningkatkan
repigmentasi tanpa penekanan respon/sistem kekebalan alamiah tubuh. 6

g. Terapi Pembedahan
68

Untuk kasus tertentu, dipertimbangkan transplantasi pada area vitiligo


yang kecil. Terapi pembedahan pada vitiligo merupakan suatu pilihan
menarik, namun dilakukan jika penyakit telah inactive selama 6-12 bulan.
Tekniknya dapat secara punchgraft,minigraft, suction-blister,
autologouscultures dan autologous-melanocytes-grafts,micropigmentation,
split thickness graft, minigraft menggunakan punch biopsies, epidermal
suction blisters sebagai preparation, donor dan transplantasi non-cultured
cellsuspension atau cultured melanocytes. Kini minigraft tidak lagi
direkomendasikan karena tingginya efek samping dan hasil kosmetik yang
jelek, termasuk cobblestone appearance dan polka dot appearance. Teknik
yang memiliki nilai rata-rata sukses tertinggi adalah split skin grafting dan
epidermal blister grafting. 6

Efek samping pembedahan pada vitiligo antara lain: infeksi (reaktivasi


herpes simpleks), hiperpigmentasi pasca-inflamasi, repigmentasi tak merata,
jaringan parut berupa skar hipertrofik, thick grafts, dan permukaan tak
teratur. 6

Pembedahan boleh dilakukan pada area yang sensitif secara kosmetik


jika tidak ada lesi baru, tidak ada fenomena Koebner, tidak ada perluasan
lesi dalam 12 bulan sebelumnya. Berbagai metode pembedahan (surgery)
seperti: transplantasi autologous epidermal cell suspensions, aplikasi
ultrathin epidermal grafts, dan kombinasi berbagai pendekatan ini,
digunakan pada beberapa kasus vitiligo segmental atau fokal jika
pendekatan medis gagal. Split-skin grafting masih merupakan pilihan yang
terbaik.6

h. Terapi Lesi Luas

Bila lesi vitiligo luas, direkomendasikan bleaching atau


depigmentation dengan krim hidrokuinon. Namun, terapi ini membuat kulit
menjadi sensitif terhadap sinar surya. Selama terapi, dianjurkan memakai
69

sunscreen (tabir surya) dengan sun protection factor (SPF) 30 atau lebih.
Rekomendasi FDA untuk penderita vitiligo dengan luas lebih dari 50% area
permukaan tubuhnya, adalah terapi depigmentasi topikal menggunakan 20%
monobenzyl ether of hydroquinone (MBEH) cream. Hasilnya terlihat setelah
4-12 bulan terapi. 6

i. Terapi (Alternatif) Lain

Obat umum topikal dapat digunakan untuk menutupi cacat atau


kerusakan kulit secara temporer, semipermanen, atau permanen. Misalnya:
berbagai agen self-tanning; pewarna; celupan (dyes); lotion pemutih; krim
penutup warna; dasar (foundations) bedak, cairan, dan stick; campuran
bedak dan semprotan, pembersih (cleansers); tato semipermanen dan
permanen; dan celupan (dyes) untuk rambut putih di wajah dan kepala. 6

Dihydroxyacetone (DHA) merupakan agen selftanning yang paling


sering digunakan. Makintinggi konsentrasi, makin baik respons
diamati,terutama pada penderita yang memiliki phototypes lebih gelap.
Intervensi self-tanning dapat memerbaiki dan meningkatkankualitas hidup. 6

Terapi topikal alternatif lainnya yaitu: khellin, melagenina I dan II,


minoxidil, dan L-phenylalanine oral diakitkan dengan paparan cahaya. 6

j. Pencegahan

Saat ini sedang dikembangkan vaksin DC (disebut juga CD34+


progenitor-deriveddendritic cell vaccine). DC (dendritic cells) merupakan
antigen-presenting cells yang bertugas khusus untuk memulai dan mengatur
respons imun. DC digunakansebagai kandidat vaksin melanoma pada
manusia dari hasil kultur monosit darah CD34+ hematopoietic progenitor
cells. Dua jenis vaksin trials telah berhasil diujicoba pada penderita
melanoma stadium IV. Mekanisme kerja vaksin ini berdasarkan antigen-
bearingCD34-derived DC pulsed dengan campuran dari MDA-derived
peptides (MelanA, gp100, tyrosinase) dan/atau dengan peptides dari
70

keluarga MAGE. MDA merupakan salah satu contoh/bagian dari


melanoma-associatedantigen-derived peptides. 8

Merokok sigaret (baik aktif maupun pasif) dilarang karena secara


dramatis mengurangi erythrocyte levels of glutathione (GSH). 8

6) Lentigo
a. Definisi

Lentigo adalah makula coklat atau coklat kehitaman berbentuk


bulat atau polisiklik. Lentiginosis adalah keadaan timbulnya lentigo
dalam jumlah yang banyak atau dengan distribusi tertentu.9

b. Gejala Klinis

Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan


berkembang pada masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai
selaput lendir mulut berbentuk bulat, oval, atau tidak teratur, berwarna
coklat kehitaman berukuran 1-5 mm. Letaknya pada mukosa bukal, gusi,
palatum dirumuskan, dan bibir. Bercak di muka tampak lebih kecil dan
lebih gelap terutama di sekitar hidung dan mukut, pada tangan dan kaki
bercak tampak lebih besar. Gejala lain adalah adanya polip di usus,
penderita biasanya mengalami melena. Polip dapat menjadi ganas dan
kematian disebabkan oleh adanya metastasis dari karsinoma tersebut. 9
71

Gambar 1.25 Lentigo. 8

c. Etiologi

Disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada Dermo


epidermal tanpa adanya proliferasi fokal. 9

d. Klasifikasi

a. Lentiginosis generelisata

Lesi lentigo umumnya multipel, timbul satu demi satu atau dalam
kelompok kecil sejak masa anak-anak. Patogenesis ya tidak diketahui dan
tidak dibuktikan adanya faktor genetik. Dibagi menjadi :

- Lentiginosis eruptif : lentigo timbul sangat banyak dan dalam waktu


singkat. Lesi mula-mula berupa telangiektasis yang dengan cepat
mengalami pigmentasi dan lambat lain berubah jadi melanositik selular.
- Sindrom lentiginosis multipel : merupakan sindrom lentiginosa yang
dihubungkan dengan berbagai kelainan perkembangan. Diturunkan
secara dominan autosomal.

b. Lentiginosis sentrofasial

Ditularkan secara dominan autosomal. Lesi berupa makula kecil


berwarna coklat atau hitam, timbul pada waktu tahun pertama kehidupan
dan bertambah jumlahnya pada umur 8-10 tahun.

Distribusi terbatas pada garis horisontal melalui sentral muka tanpa


mengenal membran mukosa. Tanda-tanda dedek lain adalah retradasi
mental dan epilepsi. Sindrom ini juga ditandai oleh arkus palatum yang
tinggi, bersatunya alis, gigi seri atas tidak ada, hipertrikosis sakral, spinal
budidaya, dan skoliosis. 9
72

Sindrom peutz jeghers

Sinonim, lentiginosis periorificial.

Insidens, lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Diturunkan secara


dominan autosomal.9

Gambar 1.26 Lentigo. 9

e. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan histopatologik dari makula hiperpigmentasi


didapatkan jumlah melanosit bertambah di lapisan sel basal dan
makrofag berisi pigmen di dermis bagian atas. Di seluruh epidermis
terhadap banyak granula melanin. Polip dapat ditemukan di seluruh
traktus intestinal, termasuk lambung, tetapi terutama pada usus kecil
yang merupakan hamartoma adenomatosa yang jinak.9

f. Diagnosis banding

Pigmentasi mukosa adalah khas untuk sindrom Peutz jeghers, hal


ini tidak didapatkan pada penyakit Addison. Freckles umumnya dijumpai
pada orang kulit putih, di pengaruhi oleh sinar matahari dan tidak
73

mengenai membran mukosa. Penelitian pada keluarga akan membantu


menegakkan diagnosis.9

g. Penatalaksanaan

Terapi dengan pembedahan untuk mengurangi gejala saja. Polip


yang meluas dan sifatnya jinak merupakan kontraindikasi untuk tindakan
radikal, kecuali kalau lambung, duodenum, atau kolon terkena, maka
reseksi profilaksis dapat dianjurkan.

Medikamentosa pemberian krim topikal non invasif merupakan


terapi medikamentosa pilihan. Pemberian secara bulanan krim tretinoin
dan krim hidrokuinon dapat meringankan lentigines. Efikasi dan
keamanan dari cryotherapy dan asam trikloroasetat (TCA) digunakan
untuk terapi lentiginosis. Cryotherapy adalah lebih efektif dari pada
solusi TCA 33% dalam pengobatan lentigo senilis pada bagian belakang
tangan, TCA 33% mungkin lebih disukai, meskipun hiperpigmentasi
posting lama tetap menjadi resiko untuk kedua modalitas.9

Administrasi bleaching solution yang mengandung mequinol 2%


( 4-hidroksianisol, 4HA) dan tretinoin 0,01% (solage) diterapkan dua kali
sehari selama 3 bulan pada lentigo senilis yang muncul pada bagian
belakang tangan menunjukkan efek perbaikan yang signifikan setelah 2
bulan pengobatan dan di pertahankan setidaknya 2 bulan setelah
menghentikan pengobatan. 9

Pemutih kulit yang tersedia secara komersial dapat memicu produksi


melanin secara alami, antara terapi yang di teliti untuk mengobati lentigo
yang dapat memberi perbaikan yang signifikan adalah :

- kombinasi terapi dengan cream imiquimod 5% dan cream tazarotene


0,1% untuk terapi lentigo maligna dan lentigo senilis.
- Efek samping dari Q-SWitched Ruby Laser untuk pengobatan lentigines
pada jenis kulit yang tidak terlalu putih atau hitam. Tujuan dari
74

farmakologi adalah untuk mengurangi mobilitas dan mencegah


komplikasi.9

Retinoid

Retinol mengurangi kekompakan keratinosit hiperpigmentasi


abnormal dan dapat mengurangi potensi degenerasi maligna. Agen ini
memodifikasi diferensiasi keratinosit. Golongan obat ini telah terbukti
mengurangi resiko kanker kulit pada pasien yang telah mengalami
transplantasi ginjal. ( Tretinoin 0,025-0,1%). 9

Bleachina creams

Mencerahkan kulit yang hiperpigmentasi dengan oksidasi


enzimatik menghambat tirosin dan dengan menekan proses metabolisme
lain dari melanosit terutama oksidasi enzimatik. Dihydroxyphenylamine,
sehingga semakin menghambat produksi melanin. Hydroquinone
(Eldopaque Forte, Solaquin Forte, lustra).

Tindakan bedah terapi dengan pembedahan untuk mengurangi


gejala saja. Polip yang meluas dan sifatnya jinak merupakan
kontraindikasi untuk tindakan radikal, kecuali kalau lambung, duodenum,
atau kolonterkena, maka reseksi profilaksis dapat dianjurkan.9

h. Prognosis

Prognosis pada lentigo bervariasi bergantung pada tipe lentigo


dan pengobatannya. Tetapi pada umumnya prognosisnya baik kecuali
pada tipe sindrom lentigo yang tidak terapi dengan baik. 9
75

DAFTAR PUSTAKA

1. Wardhani P.Pilihan Terapi Hiperpigmentasi Pascainflamasi pada Kulit


Berwarna.Vol 28 No3. Surabaya: FK UNAIR; 2016.
2. Tan ST, Reginata G. Uji Provokasi Skuama pada Pitiriasis Versikolor. Vol. 42
No.6. Jakarta: Jurnal Cermin Dunia Kedokteran; 2015.
3. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: FK UI;
2017.
4. Bashour M. Albinism. Medscape. Tersedia dari:
https://emedicine.medscape.com/article/1200472-overview; 2017.
5. Dwinidya Y. Psoriasis. CDK-235/ Vol. 42 No. 12.Depok: RS Meilia Cibubur;
2015.
6. Anurogo D, Taruna I. Vitiligo. Tangerang. CDK-220. Vol. 41(9); 666-75.
Jakarta: Kalbemed; 2014.
7. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2010.
8. Wofll K, et al. Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of Clinical
Dermatology Eighth Edition. Unites states: McGraw-Hill; 2017.
9. Schwartz R. Lentigo. Medscape. Tersedia dari:
https://emedicine.medscape.com/article/1068503-overview; 2018.
10. Satter E. Riehl Melanosis. Medscape. Tersedia dari:
https://emedicine.medscape.com/article/1119818-overview; 2017.

Anda mungkin juga menyukai