Anda di halaman 1dari 13

KELAINAN KULIT HIPERPIGMENTASI

Citra Indah Sari, S.Ked


Pembimbing dr. Fitriani, Sp.KK, FINSDV
Bagian/ Departemen Ilmu Kesehatan Dermatologi dan Venerologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang

PENDAHULUAN
Hiperpigmentasi adalah kondisi kulit menjadi lebih gelap disebabkan oleh
peningkatan melanin yang bertanggung jawab untuk pewarnaan kulit (pigmen).1
Faktor penentu utama warna kulit adalah variasi pigmen melanin dalam jumlah,
distribusi, dan jenis melanin (eumelanin dan pheomelanin). 1 Eumelanin adalah
pigmen utama penghasil warna coklat dari kulit.1 Pheomelanin berwarna kuning
atau merah juga diproduksi dalam melanosit.1
Etiologi hiperpigmentasi, antara lain: faktor genetik, hormonal dan pajanan
sinar Ultraviolet (UV).2 Pada referat ini akan dibahas dua kondisi terbanyak pada
hiperpigmentasi yaitu: melasma dan Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi (HPI).3
Hiperpigmentasi banyak ditemukan pada wanita paruh baya, usia reproduktif dan
individu yang tergolongkan tipe kulit IV, V dan VI menurut Fitzpatrick seperti
kelompok Hispanik, Asia Timur dan Asia Tenggara.4 Kisaran 10% kasus
hiperpigmentasi ditemukan pada laki-laki.4 Penegakkan diagnosis hiperpigmentasi
didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis dikeluhkan
adanya perubahan warna kulit pada bagian tubuh tertentu dan dapat dilihat
langsung oleh pemeriksa perubahan warna kulit pada pemeriksaan fisik.5
Penatalaksanaan hiperpigmentasi dibagi menjadi umum dan khusus,
penatalaksanaan umum berupa edukasi kepada pasien untuk menghindari pajanan
sinar matahari dengan menggunakan alat pelindung diri dan penggunaan tabir
surya.6 Untuk pengobatan topikal digunakan bleeching agents, chemical peeling
dan laser.3 Hidrokuinon 2-5% adalah bleeching agent yang paling sering
digunakan.3
Pemahaman yang baik mengenai kelainan hiperpigmentasi dibutuhkan
untuk penegakkan diagnosis serta penatalaksanaan tepat. Penulis akan mencoba
menguraikan beberapa kelainan hiperpigmentasi berdasarkan etiologi,

1
patofisiologi, gambaran klinis, penegakan diagnosis serta tatalaksana. Tujuan dari
pembuatan referat ini adalah mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan
menambah pengetahuan mengenai kelainan hiperpigmentasi, terutama bagi dokter
umum agar dapat mengenali, membedakan, dan memberikan terapi awal tepat
bagi penderita kelainan hiperpigmentasi.

DEFINISI HIPERPIGMENTASI
Hiperpigmentasi adalah keadaan kulit menjadi lebih gelap akibat
peningkatan pigmen melanin (hipermelanosis).1,2

ETIOLOGI
Peningkatan pigmen melanin disebabkan oleh dua mekanisme, yaitu:
penambahan jumlah melanosit (melanositik) atau meningkatnya produksi melanin
tanpa penambahan jumlah melanosit (melanotik hipermelanosis).2

EPIDEMIOLOGI
Hiperpigmentasi banyak ditemukan pada wanita paruh baya, pada usia
reproduktif dan individu yang tergolongkan tipe kulit IV, V dan VI menurut
Fitzpatrick seperti kelompok Hispanik, Asia Timur dan Asia Tenggara. 4 Kisaran
10% kasus hiperpigmentasi ditemukan pada laki-laki.4

MELANOGENESIS
Kulit merupakan perlindungan utama tubuh terhadap lingkungan, fungsi
fotoprotektor dan memberikan warna kulit adalah pigmen melanin yang
diproduksi oleh melanosit.7 Biosintesis melanin terjadi didalam melanosit yang
terletak pada lapisan basal epidermis.7 Enzim yang berperan dalam regulasi
melanin, yaitu: tirosinase, tyrosinase-related protein 1 (TRP 1), dopachrome
tautemerase (TRP-2).7 Tirosinase memainkan peranan penting, mengubah tiroksin
menjadi menjadi L-DOPA dan kemudian dioksidasi menjadi DOPA-kuinon yang
selanjutnya dikonversi ke DOPAchrome.8 Kemudian DOPAchrome dikonversi ke
5,6-dihidroksiindol (DHI) atau 5,6-dihidroksiindol-2- asam karboksilat (DHICA).8
Reaksi selanjutnya dikatalisis oleh enzim DOPAchrome tautomeras atau TRP2.8
Kadar eumelanin coklat dan hitam berkolerasi dengan DHI/DHICA, rasio yang

2
lebih tinggi mengakibatkan pembentukan eumelanin hitam.8 DOPAkuinon dapat
bergabung dengan glutathione atau sistein membentuk sisteinilDOPA yang
kemudian menjadi pheomelanin yang berwarna kuning/merah, larut dan memiliki
berat molekul rendah (Gambar 1).8 Melanin ditransfer dari melanosit ke
epidermis melalui keratinosit (Gambar 2).8,9

Gambar 1. Melanogenesis.8

Gambar 2. Distribusi melanin.9

Sinar UV meningkatkan aktivitas tirosinase melalui pembentukan sejumlah


sitokin, termasuk interleukin-1, endothelin-1, hormon -melanocytestimulating

3
(MSH) dan hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang menstimulasi tyrosinase-
related protein 1 (TRP 1) dan tirosinase.10

MELASMA
Definisi
Melasma juga dikenal sebagai chloasma atau topeng kehamilan berasal dari
bahasa Yunani, melas yang berarti hitam.2,9 Melasma adalah hipermelanosis yang
didapat ditandai oleh makula hiperpigmentasi simetris pada daerah yang sering
terpajan sinar matahari, terutama wajah.2,11,12

Epidemiologi
Melasma merupakan penyebab tersering pigmentasi wajah. Kelainan ini
paling banyak mengenai perempuan usia produktif dan dapat dijumpai pada
semua ras, terutama ras kulit gelap (tipe kulit Fitzpatrick IV-VI), dan mereka yang
tinggal di daerah dengan radiasi UV tinggi.4 Melasma dapat dijumpai pada 2.5-4%
pasien yang berkunjung ke klinik dermatologi di Asia Tenggara. 13 Di Indonesia
penderita melasma berjumlah 0.2-4% penderita penyakit kulit.4 Meskipun
melasma banyak pada perempuan, namun dijumpai kisaran 10% penderita
melasma adalah pria.2,12 Prevalensi melasma pada kulit Asia Tenggara sangat
tinggi diperkirakan berkisar 40% terjadi pada perempuan dan 20% pada pria. 13
Berdasarkan kunjungan poliklinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Divisi Kosmetik periode 2012-2017, pasien dengan diagnosis melasma berjumlah
192 orang (8,64%) dari total kunjungan 2.222 pasien.

Etiopatogenesis
Patogenesis melasma tidak sepenuhnya dimengerti, namun diperkirakan
stimulus endogen dan eksogen dapat menginisiasi pelepasan berbagai mediator
yang akan mengaktifkan melanosit. Faktor paparan sinar UV dan hormon seksual
merupakan penyebab terbanyak.2,14
Saat terpajan sinar UV, sinar UV merusak fragmen DNA melanosit seperti
thymidine denucleotides dan gugus sulfhidril (tirosinase inhibitor) sehingga terjadi
peningkatan melanogenesis, proliferasi melanosit dam peningkatan distribusi
melanin ke keratinosit.10,11,14,16

4
Selain pajanan sinar UV, hormon seks perempuan juga berpanan penting
dalam perkembangan penyakit melasma.2 Melasma timbul berkisar usia 2040
tahun.12 Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh kehamilan dan penggunaan
kontrasepsi oral.1 Penelitian menunjukkan, estrogen dan progesteron
meningkatkan aktivitas tirosin.12,14 Remisi parsial mungkin terjadi, terutama
setelah pasien melahirkan atau menghentikan penggunaan kontrasepsi oral.
Melasma yang timbul selama kehamilan biasanya menghilang beberapa bulan
setelah melahirkan.1

Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis melasma didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa
perubahan warna kulit pada daerah yang sering terpajan sinar UV terumata pada
wajah, pada pemeriksaan fisik didapatkan makula-patch simetris serta memiliki
tepi ireguler.15
Lesi melasma dapat sentrofasial, malar (Gambar 2) dan mandibular.11 Pola
sentrofasial paling banyak ditemukan ditandai dengan lesi pada dahi, pipi, hidung,
bibir bagian atas, atau dagu.9,11 Pola malar mendeskripisikan lesi pada pipi dan
hidung. Sedangkan pola mandibular berupa lesi pada ramus mandibula.9,11

Gambar 2. Melasma pola malar.2


Untuk menentukan tipe melasma dilakukan pemeriksaan lesi dengan sinar
Wood.11 Pemeriksaan histopatologik hanya dilakukan pada kasus tertentu.
Pemeriksaan pembantu diagnosis pada melasma, yaitu:11
a. Pemeriksaan histopatologik

5
Terdapat dua tipe hipermelanosis, yaitu :
1. Tipe epidermal : melanin terutama terdapat di lapisan basal
dan suprabasal, dapat juga di seluruh stratum spinosum sampai stratum
korneum; sel-sel yang padat mengandung melanin adalah melanosit, sel-
sel lapisan basal, dan suprabasal, juga terdapat pada keratinosit dan sel-
sel stratum korneum.
2. Tipe dermal : terdapat makrofag bermelanin di sekitar
pembuluh darah dalam dermis bagian atas dan bawah; pada dermis
bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat.
b. Pemeriksaan mikroskop elektron
Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi kesan
aktivitas melanosit meningkat.
c. Pemeriksaan dengan sinar Wood
Pemeriksaan sinar Wood (340 sampai 400 nm) membedakan jenis
pigmentasi.15
1. Tipe epidermal : warna lesi tampak lebih kontras (Gambar
3).
2. Tipe dermal : warna lesi tidak bertambah kontras
3. Tipe campuran : lesi ada yang bertambah kontras ada
yang tidak
4. Tipe tidak jelas : dengan sinar Wood lesi menjadi tidak
jelas, sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat.

Gambar 3. Melasma tipe epidermal15

d. Dermoskopi
Dermoskopi melasma (kenaikan variabel dari 6 sampai 400x) menunjukkan

6
perubahan yang khas. Gambaran dermoskopi melasma berupa komponen
vaskular (Gambar 4).15 Intensitas warna melanin dan keteraturan jaringan
pigmen mengungkapkan kepadatan dan lokasi melanin. Dermoskopi
menunjukkan warna coklat di stratum korneum; berwarna coklat muda di
lapisan basal epidermis; dan warna biru atau kebiruan-abu-abu pada
dermis.15

Gambar 4. Dermoskopi15

HIPERPIGMENTASI PASCA INFLAMASI


Definisi
Hiperpigmentasi post inflamasi (HPI) adalah akumulasi pigmen yang terjadi
setelah peradangan akut ataupun kronik disebabkan oleh peningkatan sintesis
melanin sebagai respon peradangan dan inkontinensia pigmen.16

Epidemiologi
Insiden HPI sama pada perempuan maupun laki-laki, HPI dapat terjadi pada
semua usia dan lebih sering mengenai manusia yang berkulit gelap.1,17
Berdasarkan kunjungan poliklinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Divisi Kosmetik periode 2012-2017, pasien dengan diagnosis HPI berjumlah 192
orang (8,64%) dari total kunjungan 2.222 pasien.

Etiologi
HPI merupakan disebabkan oleh peningkatan sintesis melanin sebagai
respon peradangan pada kulit.16

7
Patogenesis
Hipermelanosis dibagi menjadi hipermelanosis epidermal dan dermal.
Hipermelanosis epidermal (cokelat) akibat peningkatan melanin di epidermis. 17
Hipermelanosis dermal (biru) terjadi akibat penimbunan melanin di dermis. 17
Hipermelanosis disebabkan oleh peningkatan jumlah sel melanosit sehingga
jumlah melanin meningkat (melanositik) atau akibat peningkatan jumlah melanin
tanpa perubahan jumlah melanosit (melanotik/nonmelanosistik).1,18
HPI terjadi akibat kelebihan produksi melanin atau tidak teraturnya produksi
melanin setelah proses inflamasi.1 Jika HPI terbatas pada epidermis, terjadi
peningkatan produksi dan transfer melanin ke keratinosit sekitarnya. Meskipun
mekanisme yang tepat belum diketahui, peningkatan produksi dan transfer
melanin dirangsang oleh prostanoids, sitokin, kemokin, dan mediator inflamasi
serta spesi oksigen reaktif yang dilepaskan selama inflamasi. HPI pada dermis
terjadi akibat inflamasi yang disebabkan kerusakan keratinosit basal yang
melepaskan sejumlah besar melanin. Melanin tersebut ditangkap oleh makrofag
sehingga dinamakan melanofag. Melanofag pada dermis bagian atas pada kulit
yang cedera memberikan gambaran biru abu-abu.18

Penegakan Diagnosis
Penegakkan diagnosis melasma didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa
perubahan warna kulit Anamnesis yang dapat mendukung penegakan diagnosis
HPI adalah riwayat penyakit sebelumnya yang mempengaruhi kulit seperti
infeksi, reaksi alergi, luka mekanis, reaksi obat dan trauma (misalnya luka
bakar).18 Pemeriksaan fisik didapatkan makula-patch hiperpigmentasi, simetris
atau asimetris, terbatas atau difus, tergantung distribusi inflamasi sebelumnya
(Gambar 5).8,18

8
Gambar 5. Hiperpigmentasi pasca inflamasi.8
Pemeriksaan penunjang dapat digunakan sinar Wood untuk membedakan
HPI pada epidermis dan HPI pada dermis. 1 Lesi pada epidermis berwarna coklat
dan cenderung memberikan batas tegas di bawah pemeriksaan lampu Wood. 1
Sedangkan lesi pada dermis menunjukkan warna abu-abu dan biru serta tidak
menonjol pada pemeriksaan lampu Wood.1
PENATALAKSANAAN
Modalitas terapi hiperpigmentasi dapat dikelompokkan menjadi umum dan
khusus. Penatalaksanaan umum berupa edukasi yang diberikan sebelum terapi,
yaitu dengan menginformasikan kepada pasien untuk memproteksi diri dari sinar
UV dengan pemakaian tabir surya spektrum luas proteksi terhadap UVA dan
UVB. Pasien juga disarankan untuk memakai alat pelindung diri seperti topi,
payung dan pakaian tertutup untuk mengurangi pajanan sinar UV.1,2
Saat ini modalitas terapi melasma dapat dikelompokkan ke dalam dua
kategori berdasarkan mekanisme kerja: mengganggu alur normal ekspresi melanin
kulit (topikal dan sistemik), dan merusak lapisan kulit (chemical peeling dan
laser).159
Kelompok pertama berupa bleching agent topical menghambat formasi
biokimiawi melanin seperti hidrokuinon merupakan gold standard pada terapi
melasa dan HPI.3 Hidrokuinon bekerja dengan menghambat enzim tirosinase pada

9
melanosit, memberikan efek sitotoksik selektif, meningkatkan degradasi
melanosom dan menurunkan produksi melanosom. Tripel kombinasi (TC) terdiri
dari kombinasi 0.1% tretinoin, 5.0% hidrokuinon, 0.1% deksametason (Kligmans
formula) sekali sehari memberikan hasil yang sangat baik dan merupakan terapi
lini pertama.1,3 Untuk lini kedua TC dapat dikombinasikan dengan chemical
peeling dan laser.3
Chemichal peeling salah satu prosedur pengolesan bahan kimia yang
mengakibatkan perubahan struktur epidermis maupun dermis, mempercepat
turnover epidermis dan menghilangkan keratinosit berpigmen, sehingga dapat
dipakai untuk kelainan hiperpigmentasi.6 Dikenal berbagai bahan pengelupas
kimiawi seperti asam glikolat (GA), trichloracetic acid (TCA) 50% dan asam
salisilat 20%-30%.6 Chemical peeling lebih efektif dilakukan pada kelompok kulit
gelap, terutama yang superfisial.3 Penggunaan deep peeling sebisa mungkin
dihindari karenadapat menyebabkan HPI.3 Regimen asam glikolik dan asam
salisilat menunjukkan hasil yang signifikan untuk terapi melasma dan HPI. 3
Penelitian oleh Grimes, dkk. (2003) melaporkan bahwa penggunaan selama 2
minggu untuk terapi HPI dengan lima asam salisilat mengurangi 20-30% lesi.3
Pemakaian terapi laser merupakan pilihan terakhir untuk kasus melasma dan HPI.3
Terapi laser tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. 3 Jenis terapi laser yang
sering digunakan adalah Q switched dengan panjang gelombang 500-1100 nm
yang sesuai dengan target kromofornya berupa melanin. 20 Beberapa contoh Q
switched yang dipakai adalah QS Nd YAG 532 nm, 1064nm, QS Ruby 694nm dan
QS Alexanderite 755 nm.20

Prognosis
Prognosis melasma tergantung faktor risiko yang dimiliki penderita.
Melasma yang timbul pada kehamilan dapat mengalami remisi beberapa bulan
setelah kelahiran.12 Namun pada 9-30% kasus lesi menetap. Prognosis juga
ditentukan oleh tipe melasa secara histologis. Tipe epidermal memiliki prognosis
yang baik jika diterapi dengan agen hipopigmentasi topikal. Sedangkan tipe
dermal sangat resisten terhadap terapi topikal.14,15

10
HPI cenderung memudar seiring waktu dan terapi. Pada hiperpigmentasi
dermal membutuhkan waktu 6-12 bulan untuk memudar, sedangkan
hiperpigmentasi epidermal mungkin butuh waktu bertahun-tahun.21

KESIMPULAN
Warna kulit manusia ditentukan oleh pigmen melanin. Faktor penentu utama
warna kulit adalah variasi pigmen melanin dalam jumlah, distribusi, dan jenis
melanin. Dua kondisi hiperpigmentasi tersering yaitu melasma dan
hiperpigmentasi pasca inflamasi.
Melasma adalah hipermelanosis yang didapat ditandai oleh makula
hiperpigmentasi simetris pada daerah yang sering terpajan sinar matahari,
terutama wajah. Hiperpigmentasi post inflamasi (HPI) adalah akumulasi pigmen
yang terjadi setelah peradangan akut ataupun kronik disebabkan oleh
meningkatnya sintesis melanin sebagai respon peradangan. Dasar pemilihan terapi
adalah ketepatan dalam diagnosis mengetahui indikasi, kontra indikasi dan efek
samping.

DAFTAR PUSTAKA

11
1. James WD, Timothy GB, Dirk ME dan Issac MN. Disturbance of
Pigmentation. In: Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology. 12th
ed. Philadelphia: Elsevier. 2016. p. 856-858.
2. Wolff K, Richard AJ dan Arturo PS . Pigmentary Disordres. In: Fitzpatrick
Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.7 th ed. United States: The
McGraw-Hill Education. 2013. p. 284; 293-295.
3. Yayli S. Treatment of Hyperpigmentation in Darker Skins. Pigmentary
Disorders 2. New York: Weill Cornell Medical College. 2015;2(1): 1-3.
4. Sadick NS, Diana P. Novel Synthetic Oligopeptide Formulation Offers
Nonirritating Cosmetic Alternative for the Treatment of Melasma. Cosmetic
Dermatology. 2010;23(4): p. 175-176.
5. Stulberg DL, Nicole C, Daniel T. Common Hyperpigmentatioin Disorders in
Adults: Part 1. Provo: American Family Physician. 2003;68(10): 1955.
6. Bandem AW. Analisis Pemelihan Terapi Kelainan kulit Hiperpigmentasi.
Medicinus. Surabaya: RS Husada Utama. 2013;26(2): 47-52.
7. Kumar R, Parsad D. Melanocyte. In Lahiri K, Chatterjee CM, Sarkar R,
editors. Pigmentary Disorders, A Comprehensive Compendium. New York:
Jaypee Brothers Medical Publishers. 2014. p. 13-19.
8. Park HY, Yaar M. Disorder of Melanocytes. In: Goldsmith LA, etc. editors.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 8th ed. New York. Mc Graw
Hill Medical. 2012. p: 773-4.
9. Baumann L, Sogol S. Skin pigmentation and Pigmentation Disorders. In:
Baumann L, Sogol S, Edwund W, editor. Cosmetic Dermatology, Principles
and Practice. 2nd ed. New York. Mc Graw Hill Medical. 2009. p. 98-104.
10. Guarneri F. Ethipathogenesis of Melasma. Pigmentary Disorders. 2014;
S1(003): 1-5.
11. Soepardiman L. Kelainan Pigmen. Dalam: Djuanda A, editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin 6th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2011. p. 289-292.

12
12. Geel NV, Speeckaert R. Acquired Pigmentary Disorders. In Griffiths CEM,
Barker J, Bleiker T, Chalmers R, Creamer D, editors. Rooks Textbook of
Dermatology 9th ed Volume 3. 2016. p 88.10-88.12.
13. Rathi SK, Paschal DS. Epidemiology of Melasma. In Lahiri K, Chatterjee
CM, Sarkar R, editors. Pigmentary Disorders, A Comprehensive
Compendium. New York: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2014. p. 280-
281.
14. Cestari TF, Andrade CB. Hyperpigmentation and Melasma: A
Physiopathologic Review for thhe Clinical Dermatologist. In Hexsel D, editor.
Cosmetic Dermatology. 2005;18(10): 703-706.
15. Handel AC, Miot LDB, Miot HA. Melasma: A Clinical and Epidemiological
Review. An Bras Dermatol. 2014;89(5): 771-782.
16. Baumann L, Sogol S. Skin pigmentation and Pigmentation Disorders. In:
Baumann L, Sogol S, Edwund W, editor. Cosmetic Dermatology, Principles
and Practice. 2nd ed. New York. Mc Graw Hill Medical. 2009. p. 106.
17. Nieuweboer L, Krobotova. Hyperpigmentation: Types, Diagnostics and
Targeted Ttreatment Options. Netherlands: JEADV. 2013;27(2-4): 2-3.
18. Davis EC, Callender VD. Postinflammatory Hyperpigmentation: A Riview of
the Epidemiology, Clinical Features, and Treatment Options in Skin of Color
The Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology. 2010;3(7): 20-31
19. Paek SY, Pandya AG. Disorders of Hyperpigmentation. In Alexis AF, Barbosa
VH, editors. Skin of Color: A Practical Guide to Dermatologic Diagnosis and
Treatment. New York: Springer. 2013. p.71-80.
20. Rohrer TE, Ort RJ, Arndt KA and Dover JS. Laser in the Treatment of
Pigmented Lesions. In: Kaminer MS, Arndt KA, Dover JS RohreTE, Zachary
CB, editor. Atlas of Cosmetic Surgery 2nd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
2009. p: 155-177.
21. Wardhani PH, Rahmadewi. Treatment Options for Postinflammatory in Color
Skin. Periodical of Dermatology and Venerology. 2016;28(3).

13

Anda mungkin juga menyukai