Anda di halaman 1dari 14

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Melasma merupakan suatu penyakit kulit hipermelanosis, didapat, dan letaknya


simetris pada daerah yang sering terpapar sinar matahari, terutama wajah. Melasma
sering ditemukan pada wanita. Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui pasti,
tetapi ada beberapa faktor risiko yang dianggap berperan pada patogenesisnya antara
lain : sinar matahari, hormon, obat-obatan, genetik, kosmetik, riwayat penyakit lain,
usia, dan pekerjaan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi melasma?


2. Bagaimana etiopatogenesis terjadinya melasma?
3. Bagaimana epidemiologi melasma?
4. Bagaimana prognosis melasma?
5. Bagaimana cara mendiagnosa melasma?
6. Bagaimana tatalaksana melasma?

1.3 Maksud Dan Tujuan Penulisan Makalah

1. Untuk memahami definisi melasma.


2. Untuk memahami etiopatogenesis terjadinya melasma.
3. Untuk memahami epidemiologi melasma.
4. Untuk memahami prognosis melasma.
5. Untuk memahami cara mendiagnosa melasma.
6. Untuk memahami tatalaksana melasma.
Bab II

Pembahasan

2.1 Definisi

Proses penunaan pada kulit dapat berupa berbagai macam permasalahan, seperti warna
kulit yang berlebih, kondisi kulit yang mengering dan menipis, kerutan, bahkan atrofi
kulit. Proses penuaan kulit yang paling banyak terdapat di Indonesia adalah
penimbunan warna kulit yang berlebih atau melasma. Sekarang ini makin banyak orang
yang semakin perduli terhadap masalah penuaan kulit ini terutama melasma, sehingga
harus diatasi dengan cara yang paling efektif.

Melasma merupakan kelainan hipermelanosis yang sangat sering dijumpai, bersifat


didapat, dengan distribusi simetris pada daerah yang sering terpapar sinar matahari dan
biasanya dijumpai pada wanita usia reproduksi. Melasma muncul dalam bentuk makula
berwarna coklat terang sampai gelap dengan pinggir yang iregular, biasanya
melibatkan daerah dahi, pelipis, pipi, hidung, di atas bibir, dagu, dan kadang-kadang
leher. Meskipun melasma dapat mengenai semua orang, akan tetapi lebih sering pada
wanita Asia dan Hispanik berkulit gelap. Pasien yang mempunyai melasma dapat
mengalami perubahan kehitaman kulit selama paparan UV (Ultra violet) dari satu
waktu ke waktu lain . Di luar negeri, melasma biasanya lebih terlihat saat musim panas
dan menurun saat bulan-bulan musim dingin dengan paparan sinar UV yang lebih
sedikit. Hal ini disebabkan oleh UVA dan UVB yang memacu aktivitas melanosit dan
melanogenesis.

2.2 Etiopatogenesis

Patogenesis melasma selalu digunakan dalam pelaksanaan proses diagnosis maupun


proses pengobatan. Pengetahuan tentang patogenesis melasma banyak berkaitan
dengan biologi, biokimia, patofisiologi dan patologi dari proses pigmentasi kulit, baik
di tingkat selular, biomolekular dan jaringan kulit. Juga berhubungan langsung dengan
faktor penyebab melalui beberapa mekanisme yang bersifat spesifik.

2.2.1 Sistem Pigmentasi Kulit

Sistem pigmentasi manusia terdiri dari 2 (dua) tipe sel, yaitu melanosit dan
keratinosit beserta komponen selular yang berinteraksi membentuk hasil akhir yaitu
pigmen melanin (Jimbow, 2001). Melanosit yaitu suatu sel eksokrin, yang berada di
lapisan basal epidermis dan matriks bulbus rambut. Setiap melanosit lapisan basal
dihubungkan melalui dendrit-dendrit melanosit dengan 36 keratinosit yang berada pada
lapisan malphigi epidermis, ini yang disebut dengan unit melanin lapisan epidermal.
Melanosit memproduksi tirosinase dan melanosom. Di dalam melanosit di produksi
dua subtipe melanin, eumelanin dan feomelanin. Tirosinase berperan dalam
pembentukan dua subtipe melanin tersebut .

Melanin merupakan pigmen yang dihasilkan oleh melanosit dari polimerisasi


dan oksidasi pada proses melanogenesis. Terdapat 2 pigmen melanin yaitu, eumelanin
(coklat-hitam) dan feomelanin (kuning-merah). Eumelanin bersifat lebih dominan
(koesoema, 2005). Melanin ditransfer dari melanosit ke epidermis melalui keratinosit.
Degradasi melanosom dilakukan oleh asam hidrolase lisosom selama keratinosit naik
menuju permukaan epidermis, dan akhirnya melanin hilang bersama lepasnya stratum
korneum. Jika terdapat inflamasi kulit dan kemudian kerusakan selular, beberapa
melanosom masuk ke dalam dermis dan ditangkap oleh makrofag, maka sel- sel ini
yang kemudian dikatakan sebagai melanofag.

Karakteristik keadaan untuk melasma yaitu terjadi kelainan proses pigmentasi


berupa hipermelanosis epidermal, yang disebabkan oleh peningkatan produksi melanin
tanpa perubahan jumlah melanosit, dengan mekanisme peningkatan produksi
melanosom, peningkatan melanisasi dari melanosom, pembentukan melanosom yang
lebih besar, peningkatan pemindahan melanosom ke dalam keratinosit, dan
peningkatan ketahanan melanosom dalam keratinosit.

2.2.2 Patogenesis faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya melasma

2.2.2.1 Faktor endokrin

Hormon yang dikenal dapat meningkatkan melanogenesis antara lain : Melanin


Stimulating Hormone (MSH), ACTH, lipotropin, estrogen, dan progesteron.

Melanin Stimulating Hormon (MSH) merangsang melanogenesis melalui


interaksi dengan reseptor membran untuk menstimulasi aktivitas adenylcyclase untuk
membentuk c-AMP dan akan meningkatkan pembentukan tirosinase melanin dan
penyebaran melanin. Hipermelanosis yang difus berhubungan dengan insufisiensi
korteks adrenal. Peningkatan MSH dan ACTH yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari
akan terjadi bila kortisol mengalami defisiensi sebagai akibat dari kegagalan
mekanisme inhibisi umpan balik.

Estrogen dan progesteron baik natural maupun sintetis diduga sebagai


penyebab terjadinya melasma oleh karena sering berhubungannya dengan kehamilan,
penggunaan obat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesteron, penggunaan
estrogen konjugasi pada wanita postmenopause dan pengobatan kanker prostat dengan
dietilbestrol. Meskipun peran estrogen dalam menginduksi melasma belum diketahui,
namun dilaporkan bahwa melanosit yang mengandung reseptor estrogen menstimulasi
sel-sel tersebut menjadi hiperaktif.

Peranan hormon estrogen dan progesteron pada kehamilan yang disertai


melasma juga belum diketahui dengan pasti. Pathak (2006) berpendapat bahwa
melasma tidak akan hilang setelah proses kelahiran atau penghentian penggunaan obat
kontrasepsi. Kelainan ini dapat memudar akan tetapi lebih sering persisten untuk
jangka waktu yang lama, dan timbul kembali pada kehamilan berikutnya. Dari
penelitian ternyata 77% wanita yang menderita melasma karena pemakaian pil
kontrasepsi, juga menderita melasma gravidarum. Pada penelitian Iraji di Iran
menunjukkan dari 230 wanita hamil, 27,6% menderita melasma. Penelitian di Pakistan
menyatakan dari 140 wanita hamil, 46,4% menderita melasma dan pada satu penelitian
di Perancis oleh pada 60 wanita hamil, di laporkan prevalensi sebanyak 5% (n=3).
Prevalensi melasma pada penelitian lainnya dilaporkan sebanyak 50-70%. Pada
mamalia, hormon pituitari dan ovarium merangsang terjadinya melanogenesis.

Walaupun estrogen disangka memegang peranan penting dalam etiologi


melasma, terdapat insiden yang rendah diantara para wanita postmenopause yang
mendapat terapi pengganti.

Profil endokrinologik pada wanita dengan melasma idiopatik dan menemukan


adanya peningkatan level leutinizing hormon (LH) dan level estradiol serum yang
rendah, abnormalitas diduga akibat adanya disfungsi ovarium ringan. Pada 15 pasien
pria dengan melasma idiopatik juga menunjukkan profil hormon yang abnormal,
dengan peningkatan level sirkulasi LH dan level testosteron serum yang rendah
dibanding kontrol, mungkin oleh karena testicular resistance.

Di samping itu juga terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit


autoimun tiroid dengan melasma. Tahun 2004, pada 108 wanita yang tidak hamil dan
menemukan hubungan yang bermakna antara penyakit tiroid autoimun dan melasma,
terutama pada wanita yang penyakit tersebut didapat pada saat hamil atau setelah
menggunakan obat kontrasepsi oral. Pada penelitian ini penderita penyakit tiroid empat
kali lebih besar menderita melasma dibanding kontrol.

2.2.2.2 Faktor paparan sinar matahari

Paparan sinar matahari adalah faktor yang sangat berpengaruh, dan ini berlaku
untuk semua pasien yang mengalami perbaikan atau bertambah parah apabila terpapar
sinar matahari. Eksaserbasi melasma hampir pasti di jumpai setelah terpapar sinar
matahari yang berlebihan, mengingat kondisi melasma akan memudar selama musim
dingin. Lipid dan jaringan tubuh (kulit) yang terpapar dengan sinar, terutama UV dapat
menyebabkan terbentuknya singlet oxygen dan radikal bebas yang merusak lipid dan
jaringan tersebut. Radikal bebas ini akan menstimulasi melanosit untuk memproduksi
melanin yang berlebihan.

Panjang gelombang dari radiasi sinar matahari yang paling berisiko dalam
pencapaiannya ke bumi adalah UVB 290-320 nm dan UVA 320-400 nm. Semakin kuat
UVB maka akan semakin menimbulkan reaksi di epidermis, dengan perkiraan 10%
dapat mencapai dermis, sementara 50% UVA akan mencapai dermis. Sinar UV akan
merusak gugus sulfhidril yang merupakan penghambat tirosinase sehingga dengan
adanya sinar UV, enzim tirosinase bekerja secara maksimal dan memicu proses
melanogenesis (Jimbow, 2001). Pada mekanisme perlindungan alami terjadi
peningkatan melanosit dan perubahan fungsi melanosit sehingga timbul proses tanning
cepat dan lambat sebagai respon terhadap radiasi UV. Ultraviolet A menimbulkan
reaksi pigmentasi cepat. Reaksi cepat ini merupakan fotooksidasi dari melanin yang
telah ada, dan melanin hasil radiasi UVA hanya tersebar pada stratum basalis. Pada
reaksi pigmentasi lambat yang disebabkan oleh UVB, melanosit mengalami proliferasi,
terjadi sintesis dan redistribusi melanin pada keratinosit disekitarnya. Melasma
merupakan proses adaptasi melanosit terhadap paparan sinar matahari yang kronis

Terjadinya melasma pada daerah wajah karena memiliki jumlah melanosit


epidermal yang lebih banyak dibanding bagian tubuh lainnya dan merupakan daerah
yang paling sering terpapar sinar matahari. Interaksi antara faktor sinar matahari dan
berbagai hormon terjadi di perifer, kemudian bersama-sama mempengaruhi
metabolisme melanin di dalam melanoepidermal unit.

2.2.2.3 Faktor kosmetika

Berbagai zat yang terkandung didalam kosmetika dapat memberikan faktor


positif dan negatif bagi kulit. Perbedaan ras, warna dan jenis kulit seseorang dapat
menimbulkan efek kosmetik. Penelitian Tranggono pada bulan Januari sampai
Desember 1978 terhadap 244 pasien di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta yang
menderita noda-noda hitam, 18,3% diantaranya disebabkan oleh kosmetik. Bahan
kosmetika yang menimbulkan hiperpigmentasi/melasma yaitu yang berasal dari bahan
iritan atau photosensitizer misalnya minyak bergamot, tar, beberapa asam lemak,
minyak mineral, petrolatum, lilin tawon, bahan pewarna seperti Sudan III, para-fenilen
diamin, pewangi, dan pengawet kosmetik. Melasma yang terjadi biasanya difus dengan
batas tidak jelas dan akan lebih jelas bila terkena sinar matahari.

Patogenesis diduga akibat reaksi fotosensitisasi setelah terkena pajanan sinar


matahari. Absorbsi sinar oleh bahan fotosensitizer, kemudian terbentuk hapten yang
akan bergabung dengan protein karier dan memicu terjadinya respon imun. Mediator
inflamasi yang mempunyai kemampuan merangsang prolifersi melanosit yaitu
leukotrien C dan D . Sedangkansitokin dan interleukin (IL)-1 , IL6, Tumor
4 4
Necrosing Factor (TNF) menghambat proliferasi melanosit.

Selain hipermelanosis epidermal, juga terdapat hipermelanosis dermal dan


edema kutis. Terdapat peningkatan jumlah makrofag dermis bagian atas dan
multiplikasi lamina basalis. Terjadinya respon edema kutis terhadap pemberian bahan-
bahan kimia ini menunjukkan adanya degenerasi dan regenerasi sel basal. Dalam
proses ini melanosom dalam keratinosit yang mengalami degenerasi berpindah ke
dermis dan terjadilah inkontinensia pigmenti, dan hiperpigmentasi dermal.

2.2.2.4 Faktor Obat-obatan

Pigmentasi yang ditimbulkan oleh obat mencapai 10-20% dari keseluruhan


kasus hiperpigmentasi yang didapat. Patogenesis pigmentasi yang diinduksi oleh obat
ini bermacam-macam, berdasarkan pada penyebab pengobatan dan melibatkan
akumulasi melanin, diikuti dengan peradangan kutaneus yang non spesifik dan sering
diperparah dengan paparan sinar matahari. Biasanya obat-obat ini akan tertimbun pada
lapisan atas dermis bagian atas secara kumulatif, dan juga dapat merangsang
melanogenesis.

Beberapa obat yang dapat merangsang aktivitas melanosit dan meningkatkan


pigmentasi kulit terutama pada daerah wajah yang sering terpapar sinar matahari yaitu,
obat-obat psikotropik seperti fenotiazin (klorpromazin), amiodaron, tetrasiklin,
minosiklin, klorokuin, sitostatika, logam berat, arsen inorganik, dan obat antikonvulsan
seperti hidantoin, dilantin, fenitoin dan barbiturat.

2.3 Epidemiologi

2.3.1 Frekuensi AS
Melasma pada umunya mempengaruhi lebih dari 5 juta orang di Amerika
Serikat. Tingkat prevalensi berkisar antara 8,8% di antara wanita keturunan Latino
yang tinggal di Amerika Serikat bagian selatan hingga 40% pada beberapa wanita di
populasi Asia Tenggara
2.3.2 Ras
Orang dari ras manapun bisa terkena melasma. Namun, melasma jauh lebih
umum terjadi pada jenis kulit yang secara konstitusional lebih gelap daripada jenis kulit
yang lebih ringan, dan mungkin lebih sering terjadi pada jenis kulit coklat muda,
terutama orang Latin dan Asia, dari daerah-daerah di dunia dengan paparan sinar
matahari yang intens.
2.3.3 Jenis Kelamin
Melasma jauh lebih umum terjadi pada wanita daripada pria. Wanita terkena
dampak pada 90% kasus. Saat pria terpengaruh, gambaran klinis dan histologisnya
identik.
2.3.4 Usia
Melasma jarang terjadi sebelum pubertas dan paling sering terjadi pada
wanita selama masa reproduksi mereka. Melasma hadir pada 15-50% pasien hamil.
2.4 Prognosis
Melasma tidak menyebab mortalitas atau morbiditas. Tidak ada laporan
transformasi dari melasma menjadi keganasan, juga tidak ada kaitannya dengan
peningkatan risiko melanoma atau keganasan lainnya. Pasien dengan melasma
dianggap berisiko mengalami penurunan melanoma. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh tingkat keganasan kulit yang lebih rendah pada pasien dengan warna kulit gelap.
Pigmen dermal membutuhkan waktu lebih lama untuk diatasi daripada pigmen
epidermal karena tidak ada terapi yang efektif yang mampu menghilangkan pigmen
dermal. Namun, pengobatan tidak boleh ditahan hanya karena pigmen dermal yang
lebih besar. Sumber pigmen dermal adalah epidermis, dan jika melanogenesis
epidermal dapat dihambat dalam waktu lama, pigmen dermal tidak akan mengisi dan
perlahan akan sembuh. Kasus resistansi atau kekambuhan melasma sering terjadi jika
tetap terlalu sering terpapar sinar matahari.

2.5 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis melasma didasarkan pada anamnesis yang seksama
dan pengamatan gambaran klinis yang akurat.

2.5.1 Anamnesis

Dari anamnesis yang seksama dapat membantu menegakkan diagnosis secara tepat
terutama untuk mengetahu segala hal terkait dengan pasien. Anamnesis yang dapat
mendukung menegakkan diagnosis melasma, sehingga perlu ditanyakan :

a. Pasien wanita dengan kisaran umur 30-40 tahun

b. Pasien dengan riwayat kehamilan berulang

c. Pasien dengan penggunaan oral kontrasepsi

d. Pasien yang memiliki aktivitas yang sering berpaparan dengan sinar


matahari secara langsung

e. Lesi timbul setelah berminggu-minggu dan semakin terlihat saat kontak dengan
sinar matahari

f. Pasien dengan riwayat penggunaan kosmetik

g. Pasien wanita menopause yang sedang menjalani terapi hormon

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pengamatan gambaran klinis yang akurat dilakukan dengan pemeriksaan fisik


pasien. Pada melasma ditemukan lesi yang khas yaitu makula hiperpigmentasi pada
wajah yang berhubungan dengan luas, warna dan intensitas tergantung pada fototipe
kulit mana yang terkena. Biasanya simetris. Daerah yang paling sering terkena seperti
pipi, hidung, bibir bagian bawah, dan dagu. Namun juga ditemukan dalam persentase
lebih kecil di daerah malar dan mandibular.

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu : Pemeriksaan

histopatologi dan Pemeriksaan lampu Wood. Pemeriksaan histopatologi diperlukan

pemeriksaan secara patologi anatomi dengan sampel biopsi kulit. Pemeriksaan

dengan lampu Wood bertujuan menspesifikkan suatu keadaan melasma yang akan
menentukan seperti apa bentuk penatalaksanaannya. Hasil pemeriksaan akan dibagi
menjadi 3 tipe yaitu tipe Epidermal, tipe Dermal, dan tipe Campuran.

2.6 Tatalaksana

Pengobatan melasma memiliki respon yang cukup lama dan pada mereka yang
mendapatkan hasil yang baik dari pengobatan, pigmentasi mungkin muncul kembali
pada paparan sinar matahari musim panas dan atau karena faktor hormonal, kontrol
yang teratur serta kerjasama yang baik antara penderita dan dokter yang menanganinya
akan mengurangi nilai kekambuhan.

Penatalaksanaan melasma meliputi Pengobatan dan Pencegahan, yang akan


dibahas masing-masing berikut ini :

2.6.1 Pengobatan

Prinsip pengobatan melasma adalah menghambat melanogenesis, dapat


dilakukan dengan beberapa cara yaitu Mengurangi jumlah sinar UV yang mengenai
kulit, Mengurangi aktivitas enzim tirosinase, Mengurangi aktivitas melanosit seperti
hidroquinon - asam azaleat dan Menggunakan antioksidan reaktif seperti asam
askorbat.

Pengobatan bisa dilakukan melalui 3 cara yaitu :

1) Pengobatan secara Topikal

Hidroquinon Hidroquinon dipakai dengan konsentrasi 2-5% untuk terapi

melasma.Hidroquinon menghambat konversi dari DOPA (Dihidroksi Phenil


Alanin) terhadap melanin dengan menghambat aktivitas dari enzim tirosinase.
Cara pemakaian yang dianjurkan adalah pengolesan 1 kali sehari pada malam
hari selama bebrapa jam pada minggu pertama, kemudian ditingkatkan dan
digunakan sepanjang malam. Pada pagi dan siang hari dianjurkan
menggunakan tabir surya. Agar efektif, hidroquinon harus digunakan
setidaknya selama 2 bulan, karena biasanya respon awal berupa depigmentasi
nampak dalam waktu 6-8 minggu dan dapat diteruskan sampai 4 bulan. Efek
sampingnya adalah dermatitis kontak iritan atau alergik. Penggunaan yang
lebih lama dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, terutama
pada konsentrasi tinggi, berupa Okronosis yaitu pigmentasi berbentuk jala
pada wajah, yang biasanya mengenai pipi, dahi dan daerah periorbita.
Asam Retinoat
Mekanisme kerjanya belum jelas, namun diduga menghambat induksi
tirosinase. Asam retinoat 0,1% terutama digunakan sebagai terapi tambahan
atau terapi kombinasi. Krim tersebut juga dipakai pada malam hari karena pada
siang hari dapat terjadi fotodegradasi.
Asam Azeleat
Pengobatan dengan asam azeleat 20% selama 6 bulan memberikan hasil yang
baik. Efek sampingnya berupa rasa panas, gatal dan eritema ringan.
Asam Kojik (Kojic Acid)
Asam kojik diproduksi oleh jamur Aspergiline oryzae dan berperan sebagai
inhibitor tirosinase. Double-blind study membandingkan penggunaan Asam
Glikolik 5% dan Hidroquinon 4% dengan penggunaan Asam Kojik 4% selama
3 bulan. Baik kedua kombinasi membuktikan efektifitas yang hampir sama
dalam mengurangi sebanyak 51% pigmentasi dari pasien. Penelitian lain,
membuktikan bahwa perbaikan pada melasma mulai tampak setelah 1 bulan
pengobatan berdasarkan skor MASI (Melasma Area Severity Index) dan efek
samping yang terjadi relatif ringan berupa kemerahan pada kelompok Asam
kojik 4% Pada kelompok HIdroquinon 4% dilaporkan timbulnya rasa panas dan
kemerahan pada hari ke 14 dan kulit kering yang disertai sedikit pengelupasan
kulit, yang kesemuanya menghilang dalam waktu 1-14 minggu.

2) Pengobatan secara Sistemik

Asam Askorbat / Vitamin C


Vitamin C memiliki efek mengubah melanin bentuk oksidasi menjadi melanin
bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan mencegah pembentukan melanin
dengan mengubah DOPA kinon menjadi DOPA.
3) Tindakan Khusus

Pengelupasan Kimiawi (Chemical Peels) Pengelupasan kimiawi dapat

membantu pengobatan kelainan hiperpigmentasi. Pengelupasan kimiawi


dilakukan dengan mengoleskan topical asam glikolat dan krim asam salisilik.
Bedah Laser
Bedah laser dengan menggunakan laser Q-switched pigment-spesific lasers dan
Laser ablasi, akan tetapi penggunaan terapi ini masih menjadi perdebatan para
ahli.
Mikrodermabrasi
Merupakan prosedur yang aman dan efektif dalam mencerahkan melasma pada
tipe kulit orang Asia, dapat selesai dalam 6 kali perawatan dengan interval 1-2
minggu. Akan tetapi harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat merusak
melanosit yang dimana dapat meningkatkan produksi pigmen dan
menggelapkan melasma.

2.6.2 Pencegahan

1) Meminimalisir paparan sinar UV

Lokasi geografis sering menempatkan pasien dalam risiko untuk terpapar UV saat
kegiatan sehari-hari. Penderita diharuskan menghindari pajanan langsung sinar
ultraviolet terutama antara pukul 09.00-15.00. Menggunakan pakaian dan topi yang
melindungi dari sinar matahari dan menggunakan sunblock yang mengandung SPF (
Sun protection Factor) 30 atau lebih yang melindungi dari UVA dan UVB saat
melakukan kegiatan di luar yang terpapar sinar matahari. Ulangi pemakaian setiap 2-3
jam.

2) Meminimalisir efek hormonal


Baik pil oral kontrasepsi dan Hormone Replacing Therapy mempunyai peran dalam
perkembangan melasma. Sebagai tambahannya, riwayat medikasi diperlukan untuk
mengidentifikasi substansi-substansi yang memiliki hormone-like activity seperti
suplemen-suplemen antiaging dan krim pharmacy-compounded yang digunakan untuk
mengurangi gejala-gejala dari menopause.

Anda mungkin juga menyukai