Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi pada kulit menyebabkan gejala sisa berupa perubahan


pigmen kulit meliputi hiperpigmentasi dan hipopigmentasi. Perubahan pigmen
pada kulit akibat proses infeksi melalui invasi mikroorganisme dan kerusakan
jaringan sehingga terjadi respon protektif berupa proses inflamasi. Sebagai respon
inflamasi pada kulit, sel melanosit bereaksi normal, meningkatkan atau
menurunkan produksi melanin menyebabkan perubahan warna pada kulit.
Perubahan warna kulit terutama pada individu kulit berwarna berpengaruh negatif
terhadap kualitas hidup pasien1.

Hiperpigmentasi merupakan problem kulit yang sering dijumpai, yang


disebabkan oleh produksi pigmen melanin yang berlebihan. Prevalensi
hiperpigmentasi di Indonesia cukup tinggi, hal ini dikarenakan tipe kulit orang
indonesia termasuk kedadalam golongan tipe 4 dan 5 dalam Fitzpatrick skin
phototypes, selain itu keadaan iklim tropis di Indonesia serta pajanan sinar matahari
yang intens menambah insiden kejadian hiperpigmentasi meningkat. Melasma
merupakan salah satu kelainan hiperpigmentasi yang umumnya timbul pada wanita
usia reproduktif yaitu usia 20-45 tahun dan terjadi di populasi Negara tropis.
Hiperpigmentasi ini menimbulkan keluhan kosmetik yang dapat menurunkan, baik
penampilan maupun kualitas kehidupan2.

Hiperpigmentasi pascainflamasi (HPI) adalah suatu hipermelanosis reaktif dan


suatu keadaan akibat dari peradangan. HPI dapat menurunkan kualitas HPI yang
terjadi pada daerah wajah, leher, atau tangan dapat menyebabkan gangguan
psikologik. Efek negatif HPI dapat memengaruhi kesehatan emosional pasien
(menyebabkan cemas dan depresi), interaksi sosial, harga diri, kepercayaan diri,
dan kesempatan bekerja3.

1
Tujuan pengobatan adalah untuk menghilangkan pigmentasi yang sudah ada
dan untuk menghambat pigmentasi. Kesulitan dalam pengobatan sering rekalsitran
terhadap pengobatan, kecenderungan untuk kambuh yang tinggi, ketidakteraturan
pasien dalam berobat, dan kecenderungan mencari pengobatan sendiri.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi (HPI) merupakan kelainan
hipermelanosis reaktif yang terjadi setelah proses inflamasi dan trauma pada
kulit, yang lebih sering terjadi pada kulit berwarna. Ada berbagai penyebab
HPI meliputi penyakit infeksi (dermatofit, viral exanthema), penyakit
inflamasi, trauma atau tindakan/prosedur bedah2.
Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi (HPI) dapat menurunkan kualitas
hidup, khususnya pada pasien berkulit gelap. Hiperpigmentasi Pasca
Inflamasi bisa mengenai semua tipe kulit, namun individu dengan kulit
berwarna lebih rentan, termasuk orang Asia, kulit hitam, orang Latin, dan
India Amerika3.
Hiperpigmentasi pasca inflamasi seringkali menyebabkan ansietas
pada individu yang mengalaminya, yang terkadang tidak sebanding dengan
tingkat keparahan hiperpigmentasi pasca inflamasi yang dialami. Ansietas
yang dirasakan diperparah dengan kenyataan bahwa tidak ada tata laksana
yang efektif secara cepat selain dari menutupi dengan menggunakan
kosmetik. Seringkali pasien lebih mempedulikan perihal perubahan warna
kulit yang terjadi dan tidak sadar akan kondisi inflamasi yang menimbulkan
HPI. Nama lain untuk hiperpigmentasi pasca inflamasi antara lain
melanoderma pasca inflamasi. Hanya terdapat beberapa kondisi yang
menyerupai HPI4.

B. Epidemiologi
Semua ras rentan terhadap HPI tetapi insiden kelainan kulit ini lebih
tinggi pada orang berkulit hitam. Dalam sebuah survey diagnostic terhadap
2000 pasien Afrika-Amerika yang mencari perawatan dermatologi,
diagnosis ketiga yangpaling sering adalah gangguan pigmen dimana HPI
merupakan diagnosis paling banyak4.

3
Beberapa studi epidemiologis di Amerika Serikat memperkirakan
bahwa 5-6 juta wanita di Amerika Serikat. Gangguan pigmentasi adalah
kelompok ketika terbesar penyakit 8,8% yang terdeteksi dalam konsultasi
dermatologis pada wanita. Riwayat dalam keluarga tejadi pada sekitar 50%
pasien, khususnya yang berkulit gelap. Terdapat beberapa klasifikasi klinis
mengenai lokasi topografi lesi malasma, sentrafasial, malar, dan mandibular
merupakan paling sering5.
Kelainan yang didapatkan sejak lahir, dengan insidens pada bayi
afrika – amrika 90 – 96 %, Asia 81 – 86 %, Hispanik 46 – 70 %, Timur
Tengah 11 – 71% dan Kaukasia 10 %6. Hasil penelitian epidemiologi di
indonesia mempunyai prevelensi sebanyak 50-70%7.

C. Etiologi
Kebanyakan pigmen kulit manusia terdapat dalam keratinosit
setelah dibuat dalam melanosit dan ditransfer dalam melanosom. Ada
perbedaan antar ras tentang produksi, distribusi, dan degradasi melanosom,
tetapi tidak dalam jumlah melanosit. Penyebab hiperpigmentasi yang paling
sering adalah sebagai berikut :
1. Kongenital
Sebagai contoh diantaranya adalah : neurofibromatosis, sindrom Peutz
Jeghers, sindrom leopard, dan inkontinensi pigmen.
2. Didapat
Sebagai contoh diantaranya adalah : urtikaria pigmentosam penyakit
Addison, gagal ginjal, hemokromatosis, penyakit hati, karotenemia,
akantosis nigrikan, kloasma, hiperpigmentasi post inflamasi, infeksi
dermatofita, exantema virus, reaksi alergi (gigitan serangga atau
dermatitis kontak), penyakit papulosquamosa sepertipsoriasis, liken
planus, reaksi hipersensitivitas obat, iritasi, pasca trauma, luka bakar,
produk kosmetik dan biasanya disebabkan karena adanya riwayat acne
excoree, dermabrasi pada pasien dengan kulit gelap7.

4
Ada banyak jenis peradangan pada kulit yang dapat menyebabkan
perubahan pigmen Namun beberapa penyakit menunjukkan kecenderungan
untuk menyebabkan HPI daripada hipopigmentasi. Etiologi HPI adalah
infeksi seperti dermatofitosis atau eksema virus, reaksi alergi seperti gigitan
serangga atau dermatitis kontak, penyakit papuloskuamous seperti psoriasis
atau liken planus,akibat induksi obat seperti reaksi hipersensitivitas, cedera
kulit karena iritasi danluka bakar akibat prosedur kosmetik. Namun
penyebab umum HPI di kulit adalah akne vulgaris, dermatitis atopi, dan
impetigo. Bahkan HPI merupakan segala sisayang sering pada akne pasien
berkulit gelap4.

D. Patofisiologi
Pembentukan melanin terjadi di dalam melanosit, suatu sel
berdendrit yang terletak pada lapisan basal epidermis dan memproyeksikan
dendrit-dendritnya ke epidermis. Dendrit adalah semacam tangan yang
dapat mencapai keratinosit dalam jarak yang cukup jauh untuk mentransfer
melanosom, yaitu organel yang berisi melanin. Diperkirakan satu melanosit
dapat mencapai 36 keratinosit dan mengadakan kontak di dalam satu
kesatuan yang di sebut unit epidermal melanin. Sel tersebut terdapat di
seluruh jaringan kulit tubuh manusia kecuali telapak tangan dan telapak
kaki. Sel melanosit mempunya inti yang dikelilingi oleh mitokondria dan
retikulum endoplasmik sebagai pengisi sel di dalam sel terdapat pla badan
golgi dan melanosom yaitu organel yang dibentuk sel melanosit untuk
tempat dan membawa hasil sintesa melanogenesis yang terjadi melalui 4
tahap atau fase awal sampai akhir menjadi melanin yang padat yang
dihubungkan ke sel keratinosit di sekelilingnya melalui sel dendrit dimana
mereka berperan penting dalam fotoproeksi5.
Proses melanogenesis secara garis besar adalah pembentukan
melanin melalui sintesa dari protein intraseluler tinosit dengan banuan
enxim tirosinase dan tyrosinase related protein (TRP) 1 yang mengubah
tirosin menjadi DOPA, dan DOPA quinon dengan bantuan oksidase

5
oksigen, sinar ultraviolet dan melanin stimulation hormone (MSH). Melanin
yang dihasilkan dari proses melanogenesis mamalia adalah jenis Eumelanin
(coklat-hitam) atau feomelanin (kuning-merah). Perbedaan yang terjadi
pada orang kulit hitam, cokla dan kulit putik terletak pada ukuran
melanosum (soliter, jarang, berkelompok), jumlah melanosom (>200, ,200
dan <20). Susunan melanosum (soliter, jarang, berkelompok), aktifitas
melanosum (banyak sekitar inti, edikit, tidak ada) dan degredasi melanosom
(lambat, sedang, cepat)5.
Hiperpigmentasi pasca inflamasi diakibatkan oleh produksi melanin
yang berlebihan dan distribusi pigmen yang abnormal pada kulit setelah
proses inflamasi. Peningkatan aktifitas dari melanosit ini distimulasi oleh
prostanoid, sitokin, kemokin dan mediator inflamasi seperti IL1-a serta
reactive oxygen species. Beberapa penelitian melaporkan, melanosit
menjadi lebih besar dan dendritnya berproliferasi yang disebabkan oleh
leukotriene (LT-C4, LT-D4), prostaglandin E2 dan D2, thromboxane-2,
interleukin (IL-1, IL-6), tumor necrosis factor (TNF-a), epidermal growth
factor dan reactive oxygen species (NO dan superoxide yang berasal dari
kulit yang mengalami proses inflamasi). Leukotrien menyebabkan
peningkatan aktivitas dari enzim tirosinase1.
Kelainan HPI pada dermis disebabkan oleh kerusakan basal
keratinocyte yang melepaskan sejumlah besar melanin. Pigmen bebas ini
selanjutnya difagositosis oleh makrofag yang disebut dengan melanofag1.

E. Gambaran Klinis
Gambaran klinis HPI nampak sebagai makula atau bercak sismetris
atau asimetris, berbatas tegas atau difus berwarna coklat atau coklat gelap
bila terletak di epidermis dan berwarna biru keabuan jika terletak di dermis
dan distribusi sesuai dengan lokasi dermatosis inflamasi sebelumnya1.
Gejala dan tanda khas pada Hiperpigmentasi post inflamasi adalah
adanya makula dan patch yang terdistribusi di area kulit tempat dimana
proses inflamasi terjadi. Lokasi pigment dan distribusinya menentukan

6
determinan warna hiperpigmentasi yang terjadi. Hipermelanosis tipe
epidermal akan memperlihatkan warna kecoklatan, cokelat gelap dan
cokelat kehitaman dimana pemulihannya memerlukan waktu selama
berbulan-bulan hingga bertahun – tahun agar dapat kembali seperti
sediakala tanpa dilakukan pengobatan. Hipermelanosis tipe dermal dapat
terjadi secara permanen jika tidak dilakukan terapi penyembuhan. Intensitas
kejadian Hiperpigmentasi post inflammasi berkorelasi dengan pajanan sinar
UV dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya persisten inflamasi7

Gambar 1 Manifestasi klinis hiperpigmentasi post inflamasi pada: A.


pasien akne B. penggunaan es yang menyebabkan cold injury (trauma
dingin) C. Ekzemanummular (coin-shaped) pada punggung orang Asia

F. Pemeriksaan Penunjang
A. Histopatologi
Gambaran histopatologis pigmentasi yaitu epidermal, dermal, dan
campuran. Pada tipe epidermal, yang terlihat berwarna kecoklatan,
terdapat peningkatan melanin di lapisan basal dan suprabasal.
Peningkatan jumlah dan aktivitas melanosit masih diamati seiring
dengan meningkatnya transfer melanosom ke keratinosit. Tipe
epidermal lebih responsif terhadap pengobatan. Tipe dermal, terlihat
berwarna abu-abu kebiruan9

7
G. Diagnosis
Diagnosis HPI berdasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan
gambaran klinis yang akurat. Anamnesis yang cermat dapat membantu
menegakkan diagnosis. Anamnesis yang dapat mendukung penegakan
diagnosis HPI adalah riwayat penyakit sebelumnya yang mempengaruhi
kulit seperti infeksi, reaksi alergi, luka mekanis, reaksi obat, trauma
(misalnya luka bakar), dan penyakit inflamasi seperti akne vulgaris, liken
planus, dan dermatitis atopik4.
Pemeriksaan lampu Wood dapat digunakan untuk membedakan HPI
pada epidermis dan HPI pada dermis. Lesi pada epidermis cenderung
memberikan batas tegas di bawah pemeriksaan lampu Wood. Sedangkan
lesi pada dermis tidak menonjol pada pemeriksaan lampu Wood. Jika
sebelum inflamasi, dermatosis tidak jelas atau tidak ada, biopsy kulit dapat
dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain hiperpigmentasi. Pewarnaan
pada spesimen biopsy dengan menggunakan perak Fontana - Masson
memudahkan penentuan lokasi melanin pada epidermis atau dermis4
.
H. Diagnosis Banding
1. Malasma

Gambar : makula dibagian wajah sirkumskrip4

Melasma adalah hipermelanosis didapat yang umumnya


simetrisberupa macula yang tidak merata berwarna coklat muda

8
sampai coklat tua. Dapatmengenai area yang terpajan sinar
ultraviolet dengan tempat predileksi pada pipi,dahi, daerah atas
bibir, hidung dan dagu. Namun kadang-kadang dapat dijumpaipada
leher dan lengan atas4.

2. Lentiginosis

Gambar : makula pada daerah wajah sirkumskrip4

Lentigo adalah macula coklat atau coklat kehitaman berbentuk


bulatzatau polisiklik. Lentiginosis adalah keadaan timbunya lentigo
dalam jumlah yangbanyak atau dengan distribusi tertentu.
Lentiginosis disebabkan karena jumlahmelanosit pada hubungan
dermo-epidermal tanpa adanya proliferasi lokal.3. EfelidEfelid
berupa makula hiperpigmentasi berwarna coklat terang yang timbul
pada kulit yang sering terkena sinar matahari. Pada musim panas
jumlahnya akan bertambah lebih besar dan gelap4

9
3. Addison Disease

Gambar Addison Disease (Wahyuni,2012)


Orang dengan kulit gelap pun bisa mengalami pigmentasi
yang berlebihan, walaupun perubahan lebih sukar untuk diketahuii.
Bintik-bintik hitam mungkin berkembang di balik dahi, muka, dan
bahu, dan seorang kulit hitam kebiru-biruan pemudaran warna
mungkin terjadi di seputar puting susu, bibir, mulut, dubur, kantung
kemaluan, atau vagina7.

I. Penatalaksanaan
I. Non Medikamentosa
 Cuci muka dengan bersih
 Memakai krim pag hari. Krim yang mengandung bahan-
bahan untuk mencerahkan kulit seperti vitmin c, ekstrak
kedelai. Jika jenis kulit kering atau normal dapat memakai
pelembab
 Menghindari sinar matahari dan panas jika mungkin
 Konsumsi makanan atau suplement yang mengandung
antioksidan2.
 Pemakaian kosmetik yang aman dan tepat sesuai dengan
kondisi/jenis kulit dapat menghindari insiden alergi dan
radang yang bisa memicu maupun memperberat
hiperpigmentasi yang telah ada.

10
 Pemakaian obat atau kosmetik sesuai aturanya baik dari segi
waktu pemakain, jumlah dan frekuensinya. Pemakaian yang
berlebihan tidak akan memperoleh hasil yang lebih baik dan
lebih cepat, melainkan dapat terjadi iritasi, kemerahan atau
gangguan lainnya yang tidak perlu terjadi
 Bila dalam 24 jam setelah pemakaian kosmetik ataupun obat
terjadi kemerahan disertai rasa gatal yang hebat segeralah
konsultasi ke dokter/ahli kecantikan karena penanganan
yang dini dapat mengurangi resiko terjadinya
hiperpigmentasi2.
II. Medikamentosan
 Topikal
1. Hidrokuinon
Komponen fenol hidrokuinon dipakai secara luas untuk
melasma, hiperpigmentasi pasca inflamasi, dan kelainan
hiperpigmentasi lainnya.
Hidrokuinon didapatkan secara alamiah pada kopi, teh, bir,
dan anggur. Mekanisme kerja hidrokuinon adalah dengan
menghambat aktivitas tirosinase sehingga mengganggu
konversi tirosin menjadi melanin. Besarnya aktivitas
penghambatan tirosinase sampai 90%. Disamping itu
hidrokuinon ini juga menghambat sintesa DNA dan RNA
serta mempercepat degradasi melanosom8.
Secara umum hidrokuinon tergolong relatif aman, labil
mudah berubah warna terutama apabila terpapar UV dan
merupakan baku emas sebagai bahan pemutih kulit.
Beberapa efek samping yang sering terjadi adalah iritasi
kulit dan dermatitis kontak8.
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal potensi medium dikombinasikan
dengan preparat tar telah digunakan sebagai terapi pada

11
hipopigmentasi pasca inflamasi, meskipun demikian
mekanisme kerja belum diketahui secara jelas. Preparat
kortikosteroid berfungsi sebagai antiinflamasi dan tar
sebagai terapi fotodinamik yang menginduksi
melanogenesis1.
3. Pimekrolimus topikal
Penelitian menggunakan krim pimekrolimus % diberikan 2
kali perhari selama 16 minggu pada kasus dermatitis
seboroik dengan hipopigmentasi pasca inflamasi pada kulit
berwarna menunjukan hasil yang memuaskan1.
4. Retinoid
Retinoid antara lain tretinoin mempunyai kemampuan
keratolik. Cara kerja retinoid juga menghambat enzim
tirosidase, disprersi butir-butir pigmen di keratinosit, serta
mempercepat hilangnya pigmen akibat akselerasi
epidermal turnover. Asam retinoid 0,1% terutama
digunakan terapi tambahan atau terapi kombinasi. Asam
retinoid saat ini digunakan sebagai monoterapi yang
didaptkan perbaikan klinis secara bermakna meskipun
berlagsung cukup lambat. Efek samping berupa eritema,
deskuamasi, dan fotosensitasi5.
5. Ultraviolet atau sinar matahari
Penggunaan 8-methoxypsoralen 0,1%, coal tar 0,5-1 %,
antralin
diikuti dengan paparan sinar matahari membantu
mengembalikan
warna kulit. Berbagai regimen fotokemoterapi topikal
(psoralen
UVA topikal) telah digunakan dengan hasil terapi yang
cukup
Baik1.

12
6. Asam Azelaik
Asam azelaik adalah dicarboxyllin acid yang diisolasi dari
Pityrosporum ovale juga efektif digunakan untuk terapi
HPI. Pada penelitian menunjukkan penggunaan asam
azelaik 20 % signifikan menurunkan intensitas pigmen
dibandingkan vehikulum dan bila dikombinasikan dengan
asam glikolik 15-20% sama efektifnya dengan hidrokuinon
4% pada terapi hiperpigmentasi di wajah. Efek sampingnya
berupa pruritus, eritema ringan, iritasi dan bersisik akan
menghilang dalam beberapa minggu1.
7. Mequinol
Mequinol (4-hydroxyanisole) merupakan derivat dari
Hidrokuinon yang mempunyai efek kurang iritasi
dibandingkan Hq. Mequinol tersedia dalam konsentrasi 2%
dan dapat dikombinasikan dengan tretinoin untuk
meningkatkan penetrasi1.
8. Terapi Laser
Prinsip penggunaan laser untuk terapi hiperpigmentasi
sama dengan untuk indikasi lain yaitu berdasarkan prinsip
selektif fototermolisis. Laser yang dipilih adalah jenis Q
switched dengan panjang gelombang 500-1100 nm yang
sesuai dengan target kromofornya berupa melanin.
Beberapa contoh Q switched yang dipakai adalah QS Nd
YAG 532 nm, 1064nm, QS Ruby 694nm dan QS
Alexanderite 755 nm. Kelainan hiperpigmentasi yang dapat
diterapi dengan laser adalah lesi-lesi hiperpigmentasi di
epidermis dan dermis, seperti: lentigo, efelid, berbagai
nevus, dan tato. Seperti halnya modalitas terapi lain untuk
kelainan hiperpigmentasi, terapi laser ini akan efektif dan
sedikit menimbulkan efek samping apabila diawali dengan

13
peningkatan ketepatan diagnosis, pengetatan seleksi pasien,
perawatan pre laser dan post laser dengan benar7.

J. Pencegahan

1. Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab hiperpigmentasi


misalnya saja pil kontrasepsi, pemakaian kosmetik yang bewarna atau
mengandung parfum,obat-obat sitostatika, antimalaria dll, yang bisa
memacu hiperpigmentasi. Mencari penyebab timbulnya
hiperpigmentasi sangat penting karena selama faktor pemicu masih ada
pengobatan tidak akan sempurna dan melasma akan tetap muncul.

2. Pencegahan terhadap timbulnya atau bertambahnya berat serta


kambuhnya melasma adalah perlindungan terhadap sinar matahari.
Hindari pajanan langsung sinar ultra violet terutama antara pukul 09.00-
15.00. Sebaiknya jika keluar rumah mengunakan payung atau topi dan
memakai tabir surya. Pemakaian tabir surya dianjurkan 30 menit
sebelum terkena pajanan sinar matahari. Tabir surya yang digunakan
adalalah tabir surya yang spectrum luas yang dapat menghambat sinar
UVA dan UVB dengan Sun Protecting Faktor diatas 15. Bentuk sediaan
tabir surya dapat disesuaikan dengan kondisi dan keadaaan kulit
masing-masing2.

K. Prognosis
Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi cenderung memudar seiring waktu dan
terapi. Sisa-sisa hiperpigmentasi epidermal dapat bertahan untuk jangka
waktu yang lama,biasanya 6-12 bulan setelah penyembuhan proses awal
inflamasi4

14
BAB III
PENUTUP

Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi (HPI) merupakan kelainan hipermelanosis


reaktif yang terjadi setelah proses inflamasi dan trauma pada kulit, yang lebih sering
terjadi pada kulit berwarna. Ada berbagai penyebab HPI meliputi penyakit infeksi
(dermatofit, viral exanthema), penyakit inflamasi, trauma atau tindakan/prosedur
bedah.

Ras rentan terhadap HPI tetapi insiden kelainan kulit ini lebih tinggi pada
orang berkulit hitam. Dalam sebuah survey diagnostic terhadap 2000 pasien Afrika-
Amerika yang mencari perawatan dermatologi, diagnosis ketiga yangpaling sering
adalah gangguan pigmen dimana HPI merupakan diagnosis paling banyak

. Anamnesis yang dapat mendukung penegakan diagnosis HPI adalah


riwayat penyakit sebelumnya yang mempengaruhi kulit seperti infeksi, reaksi
alergi, luka mekanis, reaksi obat, trauma (misalnya luka bakar), dan penyakit
inflamasi seperti akne vulgaris, liken planus, dan dermatitis atopik.

Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi cenderung memudar seiring waktu dan


terapi. Sisa-sisa hiperpigmentasi epidermal dapat bertahan untuk jangka waktu
yang lama,biasanya 6-12 bulan setelah penyembuhan proses awal inflamas

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Praharsini I. Menegemen perubahan pigmen pasca inflamasi ada


kulit. Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Unad/
RSUP Sanglah. 2016

2. Minerva P. Hiperpigmentasi Kulit. 2017 ; 37(3)

3. Rihmadewi, Wardhani H P. Pilihan terapi hiperpigmentasi pasca


inflamasi pada kulit berwarna. Depertemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Airlangga. 2016 ;
38(3)

4. Rahmayunita G, Agustin T. Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi.


Erlangga Medical serial. Jakarta. 2017

5. Anwar I A, Zainuddin F. Malasma. 2015

6. Boediardjo A, Diana A I, Danarti R. Aplikasi praktis diagnosis dan


tatalaksana dermatologi anak. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit
Dan Kelamin Indinesia Kelompok Studi Dermatologi Anak
Indonesia. 2016

7. Wahyuni. Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi. Program Studi S1


Fisioterapi, Fakultas Ilmu Kesehatan,Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2012

8. Bandem W A. Analisis Pemilihan Terapi Kelainan Kulit


Hiperpigmentasi. RS Husada Utama/Surabaya Skin Center. 2013;
26(2)

16

Anda mungkin juga menyukai