Anda di halaman 1dari 14

PITIRIASIS VERSIKOLOR

Oleh :
Khalisa Bakri
10119210037

Pembimbing :
dr. Rian Rinaldy Marsaoly, Sp.KK, M.Biomed

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2021
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. HA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 65 tahun
Alamat : Mangga Dua

B. ANAMNESIS
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Gatal dan Bercak putih di lengan kanan
Ananmnesis Terpimpin : Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin
RSUD Chasan Boesoirie pada tanggal 30 november 2021 dengan keluhan
bercak putih di lengan kanan sejak ± 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan
bercak putih dirasakan gatal terutama saat berkeringan. Pasien juga
mengeluhkan bercak putih menjadi bersisik jika digores dengan jari. Pasien
memiliki kebiasaan tidak segera mengganti baju sesampainya di rumah jika
bepergian.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluhan serupa sebelumnya : (-)
 Riwayat kontak dengan penderita yang mempunyai keluhan yang sama : (-)
 Riwayat alergi obat dan makanan : (-)

3. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang sama : (-)

4. Riwayat Pengobatan
 Pasien pernah membeli obat salep di apotek. (tetapi pasien lupa bentuk dan
dosis dari obat tersebut)

1
2

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 64 kg
Tanda – tanda vital :
- TD : 120/90
- Respirasi : 20 x/menit
- Nadi : 87 x/menit
- Suhu : 36,7oC

C. Status Dermatologi
1. Inspeksi
o Lokasi : Regio Brachii dan antebrachii dextra
o UKK : tampak makula hipopigmentasi multiple, berbatas tegas
disertai dengan skuama halus
o Distribusi : Regional
o Konfigurasi : tidak beraturan
2. Palpasi: -
D. Rencana Penunjang

Pemeriksaan lampu wood : tidak dilakukan

Pemeriksaan KOH 20% : tidak dilakukan

E. Diagnosis Banding
Vitiligo
F. Diagnosis Kerja
Pitiriasis Versicolor
G. Terapi
 Ketoconazole 1x200 mg selama 10 hari
 Ketoconazore krim 2% + asam salisilat 0,5% (2x1) selama 2 minggu
3

H. KIE
1. Menggunakan krim sesuai instruksi (krim dioleskan di lengan, kemudian
ditunggu selama 10-15 menit kemudian dibilas dengan air).
2. Segera mengganti pakaian sesampainya di rumah setelah bepergian.
3. Menghindari penggunaan pakaian yang ketat

I. Prognosis
 Quo Ad Vitam : Bonam
 Quo Ad Functionam : Bonam
 Quo Ad Sanationam : Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pitiriasis versicolor (PV) adalah infeksi kulit superfisial kronik,
disebabkan oleh ragi genus Malassezia, umumnya tidak memberikan
gejala subyektif, ditandai oleh area depigmentasi atau diskolorasi
berskuama halus, tersebar diskret atau konfluen, dan terutama terdapat
pada badan bagian atas.1
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Malasezia furfur. Malassezia
furfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum
ovale) merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit
dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu.
Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak
(lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo. Secara in vitro, asam
amino asparagin menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam
amino lainnya, glisin, menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa.2
Pada dua riset yang terpisah, tampak bahwa secara in vivo, kadar
asam amino meningkat pada kulit pasien yang tidak terkena panu. Jamur
ini juga ditemukan di kulit yang sehat, namun baru akan memberikan
gejala bila tumbuh berlebihan. Beberapa faktor dapat meningkatkan angka
terjadinya pityriasis versikolor, diantaranya adalah turunnya kekebalan
tubuh, faktor temperatur, kelembaban udara, hormonal dan keringat. 2

C. Patogenesis
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan
timbulnya pityriasis versicolor yaitu Pityrosporum orbiculare yang
berbentuk bulat atau Pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Malassezia
furfur merupakan fase spora dan miselium. Malassezia berubah dari
bentuk blastospore ke bentuk mycelial. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
predisposisi. Malassezia memiliki enzim oksidasi yang dapat merubah

4
5

asam lemak pada lipid yang terdapat pada permukaan kulit menjadi asam
dikarboksilat. Asam dikarboksilik ini menghambat tyrosinase pada
melanosit epidermis dan dapat mengakibatkan hipomelanosit. Tirosinase
adalah enzim yang memiliki peranan penting dalam pembentukan melanin.
Malassezia Furfur dapat menginfeksi pada individu yang sehat
sebagaimana ia dapat menginfeksi individu dengan immunocompromised,
misalnya pada pasien kanker atau AIDS.3
Malassezia furfur dapat dikultur dari kulit yang terinfeksi maupun
yang normal dan dianggap bagian dari flora normal, terutama di daerah
tubuh manusia yang kaya dengan sebum. Hasil peningkatan kelembaban,
suhu dan ketegangan CO2 tampaknya menjadi faktor penting yang
berkontribusi terhadap infeksi. Malassezia furfur adalah dimorfik,
organisme lipofilik yang tumbuh secara in vitro hanya dengan tambahan
asam lemak C12-C14 seperti minyak zaitun dan lanolin. Dalam kondisi
yang tepat, ia berubah dari jamur saprofit menjadi bentuk miselium yang
didominasi parasit, yang menyebabkan penyakit klinis. Faktor predisposisi
transisi miselium termasuk, lingkungan yang lembab, hiperhidrosis,
kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteroid sistemik, penyakit Cushing,
imunosupresi, serta keadaan malnutrisi.3
Organisme yang menginfeksi biasanya hadir di lapisan atas stratum
korneum, dan dengan penggunaan mikroskop elektron bisa dilihat bahawa
jamur ini menyerang tidak hanya antara tetapi dalam sel-sel berkeratin.
Jumlah korneosit jelas menunjukkan pergantian sel meningkat pada kulit
yang terinfeksi. Ada beberapa mekanisme yang dipostulasikan untuk
perubahan dalam pigmentasi, termasuk produksi asam dikarboksilat yang
dihasilkan oleh spesies Malassezia (asam azelaic misalnya) yang
menyebabkan penghambatan kompetitif tirosinase dan mungkin efek
sitotoksik langsung pada melanosit hiperaktif. Bercak hiperpigmentasi
kulit terjadi karena peningkatan berlebihan dalam ukuran melanosom dan
perubahan dalam distribusi mereka di epidermis, memberikan kawasan
yang terkena warna kulit yang lebih gelap dari normal. Lesi
6

hipopigmentasi pula dapat diakibatkan dari penghambatan enzim dopa-


tyrosinase oleh fraksilipid, karena jamur menghasilkan asam azelaic di
lokasi cedera yang terinfeksi, yang menghambat tirosinase, mengganggu
melanogenesis.3

D. Diagnosis
Diagnosis Potiriasis versicolor ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Pasien pada umumnya datang berobat karena tampak bercak
putih pada kulitnya. Keluhan gatal keluhan gatal ringan muncul
terutama saat berkeringat, namun sebagian besar pasien asimptomatik.4
2. Pemeriksaan Fisik
Lesi itiriasis versicolor terutama terdapat pada bagian atas,
leher dan perut, ekstremitas sisi proksimal. Kadang ditemukan pada
wajah dan scalp. Dapat juga ditemukan di aksila, lipat paha, genitalia.
Lesi berupa macula berbatas tegas, dapat hipopigmentasi,
hiperpigmentasi dan kadang eritematosa, terdiri atas berbagai ukuran,
dan berskuama halus (pitiriasiformis).1
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Lampu Wood
Pemeriksaan dengan lampu wood menunjukkan fluoresensi
kekuningan akibat metabolit asam dikarboksilat, yang digunakan
sebagai petunjuk lesi PV dan mendeteksi sebaran lokasi lesi. Perlu
diwaspadai hasil pemeriksaan pemeriksaan fluoresensi positif palsu
yang antara lain dapat karena penggunaan salap yang mengandung
asam salisilat, tatrasiklin. Hasil negative palsu dapat terjadi pada
orang yang rajin mandi.1
b) Pemeriksaan KOH 20%
Pemeriksaan ini memperlihatkan kelompok sel ragi bulat
berdinding tebal dengan miselium kasar, sering terputus-putus
7

(pendek-pendek), yang akan lebih mudah dilihat dengan


penambahan zat warna tinta parker blue-black atau biru laktofenol.
Gambaran ragi dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai
“meat ball and spageti” .
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok
bagian kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan
dengan kapas alcohol 70%, lalu dikerok dengan skapel steril dan
jatuhnya ditampung dalam lempeng-lempeng steril. Sebagian dari
bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 20% yang di beri
tinta parker biru hitam, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas
penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya
memang jamur, maka akan terlihat garis yang memiliki indeks bias
lain dari sekitarnya dan jarak- jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-
sekat atau seperti butir-butir yang bersambung seperti kalung. Pada
ptyriasis versicolor hifa tampak pendek-pendek, bercabang,
terpotong-potong, lurus atau bengkok dengan spora yang
berkelompok. 5

E. Diagnosis Banding
Beberapa kelainan dengan klinis yang mirip dan perlu dibedakan
dengan PV, antara lain :1
1. Pityriasis Alba
Pitiriasis alba adalah kelainan kulit yang umum yang terdiri dari lesi
hipopigmentasi bulat atau oval yang khas dengan sisik halus dan
terjadi terutama pada anak-anak dan remaja. Kebanyakan pasien
memiliki riwayat atopi, dan pityriasis alba mungkin merupakan
manifestasi minor dari dermatitis atopik. Lesi awalnya mungkin
eritematosa ringan, dan seiring waktu menjadi hipopigmentasi. Paling
sering terjadi di wajah, lengan, dan tubuh bagian atas dan akan terlihat
lebih jelas pada orang dengan jenis kulit yang lebih gelap. Paparan
sinar matahari memperlihatkan lesi.6
8

2. Eritrasma
Eritrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum
korneumyang disebabkan oleh Corynebacterium minutissimum.
Eritrasma terutama terjadi pada orang dewasa, penderita diabetes, dan
banyak ditemukan di daerah tropis. Sering pada lipat paha bagian
dalam, sampai skrotum, aksilla, dan intergluteal. Lesi berupa eritema
luas berbatas tegas, dengan skuama halus dan kadang erosif. Kadang
juga didapatkan likenifikasi dan hiperpigmentasi.7
3. Vitiligo
Vitiligo merupakan penyakit depigmentasi didapat pada kulit,
membran mukosa, dan rambut yang memiliki karakteristik lesi khas
berupa makula berwarna putih susu (depigmentasi) dengan batas jelas
dan bertambah besar secara progresif akibat hilangnya melanosit
fungsional.8
4. Pityriasis Rosea
Penyakit kulit ringan dan dapat sembuh sendiri. Lesi berupa macula,
papul eritema berbentuk oval tertutup skuama tipis, sumbu panjang
sejajar pelipatan kulit.9
5. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik (DS) adalah kelainan kulit papuloskuamosa kronis
yang umum dijumpai pada anak dan dewasa. Penyakit ini ditemukan
pada area kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea seperti wajah,
kulit kepala, telinga, tubuh bagian atas dan fleksura (inguinal,
inframammae, dan aksila).8
6. Morbus Hansen tipe tuberculoid.1
Penyakit kusta adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang
disebabkan oleh basil Mycobacterium leprae yang bersifat obligat
intraselular. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, kemudian
selanjutnya dapat menyerang kulit, lalu menyebar ke organ lain
9

(mukosa mulut, traktus respiratorius bagian atas, sistem retikulo-


endotelial, mata, otot, tulang, dan testis), kecuali susunan saraf pusat.
Pada tipe tuberculoid biasanya ditandai dengan bercak hipopigmentasi
pada kulit dan kelainan tersebut mati rasa (anestesi).8
7. Tinea Korporis9
Ruam yang gatal di badan, ekstremitas atau wajah.
Mengenai kulit berambut halus, keluhan gatal terutama bila
berkeringat, dan secara klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik,
tepi aktif karena tanda radang lebih jelas, dan polimorfi yang terdiri
atas eritema, skuama, dan kadang papul dan vesikel di tepi, normal di
tengah (central healing).8

F. Tatalaksana
Mengidentifikasi faktor predisposisi dan menyingkirkan yang
dapat dihindari merupakan hal yang penting dalam tatalaksana PV selain
terapi. Terapi dapat menggunakan terapi topikal atau sistemik, dengan
beberapa pertimbangan, antara lain luas lesi, biaya, kepatuhan pasien,
kontra indikasi, dan efek samping. Sebagai obat topikal dapat digunakan
antara lain selenium sulfide bentuk sampoo 1,8% atau bentuk losio 2,5%
yang dioleskan tiap hari selama 15-30 menit dan kemudian dibilas.
Aplikasi yang dibiarkan sepanjang malam dengan frekuensi 2 kali
seminggu juga dapat digunakan, dengan perhatian akan kemungkinan
reaksi iritasi. Pengolesan dianjurkan di seluruh badan selain kepala dan
genitalia. Ketokonazol 2% bentuk sampo juga dapat digunakan serupa
dengan sampo selenium sulfid. Alternatif lain adalah solusio natrium
hiposulfit 20%, solusio propilen glikol 50%. Untuk lesi terbatas, berbagai
krim derivat azol misalnya mikonazol, klotrimazol, isokonazol. ekonazol
dapat digunakan; demikian pula krim tolsiklat, tolnaftat,
siklopiroksolamin, dan haloprogin. Obat topikal sebaiknya diteruskan 2
minggu setelah hasil pemeriksaan dengan lampu Wood dan pemeriksaan
mikologis langsung kerokan kulit negatif.1
10

Obat sistemik dipertimbangkan pada lesi luas, kambuhan, dan


gagal dengan terapi topikal, antara lain dengan ketokonazol 200 mg/hari
selama 5 hari atau itrakonazol 200 mg/hari selama (5>7 hari. Pengobatan
rumatan (maintenance) dipertimbangkan untuk menghindari kambuhan
pada pasien yang sulit menghindari faktor predisposisi; antara lain dengan
sampo selenium sulfide secara periodis atau dengan obat sistemik
ketokonazol 400 mg sekali setiap bulan atau 200 mg sehari selama 3 hari
tiap bulan.1

G. Prognosis
Prognosis baik. Rekurensi dapat terjadi, dilaporkan 60% dalam 1 tahun
pertama.

 Quo ad vitam : Bonam


 Quo ad functionam : Bonam
 Quo ad sanactionam : Dubia
BAB III
PEMBAHASAN

Pitiriasis versicolor (PV) adalah infeksi kulit superfisial kronik,


disebabkan oleh ragi genus Malassezia, umumnya tidak memberikan gejala
subyektif, ditandai oleh area depigmentasi atau diskolorasi berskuama halus,
tersebar diskret atau konfluen, dan terutama terdapat pada badan bagian atas.

Berdasarkan anamnesis pasien berjenis kelamin laki-laki datang dengan


keluhan bercak putih di lengan kanan sejak ± 2 minggu yang lalu. Pasien
mengatakan bercak putih dirasakan gatal terutama saat berkeringan. Pasien juga
mengeluhkan bercak putih menjadi bersisik jika digores dengan jari. Pasien
memiliki kebiasaan tidak segera mengganti baju sesampainya di rumah jika
bepergian.

Pityriasis bersicolor pada pasien terjadi di usia 65 tahun. Hal ini sesuai
dengan teori dimana, pityriasis versicolor dapat ditemukan pada semua usia.
Pasien mengeluhkan bercak putih menjadi bersisik jika digores dengan jari. Hal
ini disebut dengan fenomena ini disebut dengan coup d’ongle of Besnier(scratch
sign). Fenomena ini dapat terjadi karena perubahan pada konsistensi lapisan
tanduk epidermis, yang telah diinfiltrasi oleh malassezia furfur. Infiltrasi ini
menyebabkan deskuamasi (pelepasan) lamela. Fenomena coup d’ongle of Besnier
biasanya diperiksa jika skuama tidak nampak secara kasat mata. Hasil negatif
palsu dapat terjadi jika pasien baru saja mandi atau lesi telah diobati, dimana
hanya lesi hipopigmentasi yang didapatkan.10
Pasien memiliki kebiasaan tidak segera mengganti pakaian setelah
bepergian. Gaya hidup seperti ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
perubahan malassezia furfur dari flora normal menjadi flora yang patogen. Tidak
diketahui pasti karakteristik pada inang apa saja yang menyebabkan pitiriasis
versikolor. Yang sejauh in diketahui adalah kondisi-kondisi yang memicu
perubahan sifat malassezia furfur. Faktor-faktor yang memicu perubahan
malassezia furfur antara lain adalah suhu tinggi, kelembapan udara, higiene,

11
12

kondisi hiperhidrosis, diabetes melitus, pemakaian steroid jangka panjang,


sindrom cushing, imunodefisiensi, serta keadaan malnutrisi. Pada kasus Tn. AF
kebiasaan yang tidak segera mengganti pakaian akan menciptakan keadaan
lembab serta ditambah dengan keadaan negara Indonesia yang beriklim tropis
akan memicu pertumbuhan malassezia furfur dan konversinya menjadi bentuk
patogenik. Faktor-faktor ini juga memegang peranan pada rekurensi pitiriasis
versikolor. Jika penderita tidak merubah gaya hidup sebelumnya yang mendukung
pertumbuhan malassezia furfur, maka walaupun diobati pitiriasis versikolor akan
tetap muncul.
13

DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SL, Bramono K IW. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi-7.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.

2. Johnson. R.A SD. Color Atlas And Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi
ke-5. New York: McGraw-Hill; 2007.

3. Kundu RV, Garg A. Yeast Infections: Candidiasis, Tinea (Pityriasis)


Versicolor, and Malassezia (Pityrosporum) Folliculitis, in Fitzpatrick’s
Dermatology In General Medicine. (M. Lowell A. Goldsmith, MPH et al.,
ed.). McGraw-Hill; 2012.

4. Buku Praktik Klinis Bagi Dokter Di Layanan Primer. Jakarta:


DUOMEDICOS; 2021.

5. Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan


Kelamin. 5th Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007.

6. Givler DN, Basit H, Givler A. Pityriasis Alba. StatPearls; 2021.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431061/.

7. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Primer. 2014:411-415.
https://webdokter.id/download-buku-panduan-praktik-klinis-ppk-2017/.

8. PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan


Kelamin Di Indonesia. Vol 74. (Widaty S, Soebono H, Nilasari H, et al.,
eds.). Jakarta; 2017. doi:10.1021/jo900140t

9. Kelamin DK kulit dan. Atlas Penyakit Kulit & Kelamin. Univ Airlangga.
2007:226-230.

10. Keddie F. Clinical Signs in Tinea Versicolor. Arch Dermatol. 1963;87(5).

Anda mungkin juga menyukai