Anda di halaman 1dari 21

Case Report Session

Pitiriasis Versikolor

Oleh :

Elza Hidayati Ajusbar

1210311025

Preseptor :

dr. Gardenia Akhyar Sp.KK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL

PADANG

2017
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pitiriasis versikolor atau sering disebut sebagai panu merupakan infeksi kulit
superficial kronik yang disebabkan oleh ragi genus Malassezia1 yang dianggap sebagai flora
normal tubuh dan biasanya banyak pada daerah kulit yang kaya akan sebum.2 Penyakit
Pitiriasis versicolor adalah infeksi Malassezia yang paling umum didistribusikan diseluruh
dunia. Spesies yang paling sering ditemukan pada Pitiriasis versicolor adalah Malassezia
furfur dan Malassezia sympodialis.1 Kharakteristik klinis penyakit ini ditandai dengan lesi
yang berbatas tegas berwarna hipopigmentasi atau hiperpigmentasi sehingga disebut
versikolor.3

Penyakit ini biasa didapatkan di daerah beriklim sedang dan lebih sering lagi pada
daerah beriklim tropis.1,3 Tidak terdapat perbedaan prevalensi antara pria dan wanita, namun
terdapat kerentanan terkait usia.1 Usia 13-24 tahun paling sering ditemukan penyakit ini.4
Penyakit ini merupakan infeksi jamur superficial yang paling sering ditemukan dengan
prevalensi mencapai 50% di daerah panas dan lembab.4 Penyakit ini berhubungan dengan
keadaan sosial ekonomi penduduk yang rendah, kurangnya kebersihan perseorangan, dan
keadaan lain seperti iklim tropis yang panas, berkeringat banyak, dan lembab.4
Pengobatan penyakit ini dapat dilakukan dengan medikamentosa yang sederhana
seperti dengan sampo selenium sulfide3 atau dengan pemberian antijamur topikal.1,3 Namun,
pengobatan penyakit ini juga membutuhkan kepatuhan pasien untuk menghindari faktor-
faktor predisposisi munculnya infeksi jamur.1 Selain itu, pitiriasis versikolor cenderung untuk
kambuh sehingga memerlukan pengobatan berulang. Pasien juga harus memahami bahwa lesi
hipopigmentasi membutuhkan waktu yang lama untuk repigmentasi sehingga kondisi yang
bertahan lama tersebut diharapkan tidak dianggap sebagai sebuah kegagalan terapi.3
Banyaknya kasus pitiriasis versikolor dan besarnya peranan dokter layanan primer
dalam penanganan kasus ini membuat penulis tertarik mengangkatkan topik pitiriasis
versikolor sebagai bahan makalah laporan kasus kali ini.
1.2 Tujuan Penulisan
Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
mengenai penegakkan diagnosis kasus pitiriasis versikolor beserta penatalaksanaannya.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pitiriasis versikolor adalah infeksi kulit superfisial kronik, disebabkan oleh ragi genus
Malassezia, umumnya tidak memberikan gejala subjektif, ditandai oleh area atau
depigmentasi atau diskolorasi berskuama halus, tersebar diskret atau konfluen terutama pada
badan bagian atas.1

Pitiriasis versikolor sering disebut panu/panau, pitiriasis versikolor. Jarang disebut


dermatomycoses furfuracea, pitiriasis flava, liver spots, chromophytosis.1

2.2 Epidemiologi

Prevalensi pitiriasis versikolor di United States diperkirakan sebanyak 2% - 8% dari


populasi. Infeksi sering terjadi pada daerah panas dan lembap.2 Prevalensi pitiriasis
versikolor di dunia mencapai 50% pada daerah panas dan lembap, tetapi hanya 1,1% pada
daerah dengan iklim dingin.2 Di Indonesia laporan jumlah penderita dermatomikosis
superfisial khususnya penyakit Pityriasis versicolor belum diketahui, namun dari beberapa
rumah sakit menunjukkan bahwa jumlah penderita dermatomikosis superfisial non
dermatofitosis Pityrisasis versicolor cukup tinggi. Penyakit ini terutama banyak ditemukan
pada penduduk sosial ekonomi yang rendah dan berhubungan dengan tinggi rendahnya
kebersihan perseorangan.4

Insiden pitiriasis versikolor sama pada semua ras, tetapi erupsi lebih sering muncul
pada individu kulit hitam akibat perubahan yang dihasilkan oleh pigmentasi kulit.2 Tidak ada
perbedaan pada jenis kelamin.2 Pitiriasis versikolor lebih banyak pada orang dewasa dan
dewasa muda, karena kelenjar sebasea, produksi lipid, lebih aktif.1,2

2.3 Etiologi

Genus Malassezia, dikenal sebagai Pityrosporum, terdapat 12 spesies ragi lipofilik


basidiomycetous: Malassezia furfur, Malassezia pachydermatis, Malassezia restricta,
Malassezia slooffiae, Malassezia obtusa, Malassezia dermatitis, Malassezia nana,
Malassezia yamatoensis, Malassezia japonica dan Malassezia equi.2

Spesies Malassezia dibedakan dari cara memenuhi kebutuhan nutrisinya, morfologi


dan biologi molekuler.2 Semua spesies Malassezia membutuhkan lemak untuk
pertumbuhannya, kecuali Malassezia pachydermatis yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan phospolipase.2 Spesies ini tidak mensintesis asam lemak C14 - C16 tersaturasi.
M. pachydermatis diidentifikasikan sebagai kuman patogen.2 Spesies lain dari Malassezia ,
termasuk M. Sympodialis dan M. Sloofiae merupakan flora normal.2M. Furfur adalah
organisme dimorfik, lipofilik yang tumbuh secara in vitro hanya dengan penambahan asam
lemak C12-C14 seperti minyak zaitun dan lanolin.2M. Furfur dapat dikultur dari kulit yang
terkena dan normal dianggap sebagai bagian dari flora normal, terutama di daerah yang kaya
dengan sebum tubuh.2

Terdapat dua bentuk infeksi kutan yang disebabkan oleh Malassezia, yaitu: (1)
pityriasis versicolor dan (2) pityrosporum folliculitis.2 Selain itu, Malassezia juga berperan
pada penyakit kulit lainnya, seperti dermatitis seboroik, dermatitis atopik dan psoriasis.2

2.4 Patogenesis

Malassezia yang semula berbentuk ragi saprofit akan berubah menjadi bentuk miselia
yang menyebabkan kelainan kulit pitiriasis versikolor.2 Faktor predisposisi yang diduga dapat
menyebabkan perubahan tersebut berupa suhu, kelembapan lingkungan yang tinggi, tekanan
CO2 tinggi permukaan kulit akibat oklusi, faktor genetik, hiperhidrosis, kondisi imunosupresif
dan malnutrisi.1,2 Jamur ini hanya dapat berkembang pada daerah kulit yang mempunyai
kelenjar sebasea dan tidak pernah didapatkan pada telapak kaki atau telapak tangan karena
tidak mempunyai kelenjar tersebut.7

Enzim lipase berperan dalam metabolisme asam lemak seperti arakidonat atau asam
vasenic.2 Hasil metabolismenya berupa asam azeleat dan pityriacitrin.1,2 Asam azeleat
merupakan asam dikarboksilat yang menghambat aksi tirosinase pada jalur pembentukan
melanin.1,2Pityriacitrin merupakan senyawa kuning yang mengabsorbsi sinar ultraviolet.2 Hal
ini mengakibatkan terjadinya hipopigmentasi pada kulit yang terkena.2 Hipopigmentasi dapat
terjadi selama berbulan-bulan, kadang-kadang bertahun-tahun.1,2
2.5 Gambaran Klinis

Gambaran khas pitiriasis versikolor adalah makula berbatas tegas (berbentuk oval
atau lonjong), terdiri dari berbagai ukuran, berskuama halus (pitiriasiformis) dan menyebar
pada badan, terutama badan bagian atas, leher, perut dan ekstremitas sisi proksimal.1,2
Kadang ditemukan pada wajah dan kulit kepala, dapat juga ditemukan pada aksila, lipat paha
dan genitalia.1,2 Warna makula bervariasi dari putih, merah muda, coklat kemerahan atau
coklat kekuningan. Variasi warna lesi pada penyakit ini tergantung pada pigmen normal kulit
penderita, paparan sinar matahari, dan lamanya penyakit. Kadang-kadang warna lesi sulit
dilihat, tetapi skuamanya dapat dilihat dengan pemeriksaan goresan pada permukaan lesi
dengan kuret atau kuku jari tangan (coup dangle of besnier). 1,2
Umumnya tidak disertai
gejala subjektif, hanya berupa keluhan kosmetik, meskipun kadang ada pruritus ringan.1,2

2.6 Diagnosis

Dugaan diagnosis pitiriasis versikolor jika ditemukan gambaran klinis adanya lesi di
daerah predileksi berupa makula berbatas tegas berwarna putih, kemerahan, sampai dengan
hitam yang berskuama halus.1,2

Pemeriksaan dengan lampu Wood untuk melihat fluoresensi kuning keemasan akan
membantu diagnosis klinis.1,2 Konfirmasi diagnosis dengan didapatkannya hasil positif pada
pemeriksaan mikologis kerokan kulit.1,2

Pemeriksaan dengan lampu Wood dapat memperlihatkan fluorosensi kekuningan


akibat metabolit asam dikarboksilat, yang digunakan sebagai petunjuk lesi pitiriasis
versikolor dan mendeteksi sebaran lokasi lesi.2 Perlu diwaspadai hasil pemeriksaan
fluorosensi positif palsu yang antara lain dapat terjadi karena penggunaan salap yang
mengandung asam salisilat tetrasiklin. Hasil negatif palsu dapat terjadi pada orang yang rajin
mandi.1,2

Pemeriksaan mikologis langsung sediaan kerokan kulit akan menunjukkan kumpulan


hifa pendek dan sel ragi bulat, kadang oval.1,2 Gambaran demikian menyebabkan sebutan
serupa spaghetti and meatballs atau bananas and grapes. Sediaan diambil dengan kerokan
ringan kulit menggunakan skalpel atau dengan merekatkan selotip.1,2 Pemeriksaan dengan
menggunakan larutan KOH 20% dan dapat ditambahkan sedikit tinta biru hitam untuk
memperjelas gambaran elemen jamur.1,2

2.7 Diagnosis Banding

Beberapa kelainan dengan klinis yang mirip dan perlu dibedakan dari pitiriasis
versikolor antara lain pitiriasis alba, pitiriasis rosea, dermatitis seboroik, eritrasma, vitiligo,
morbus Hansen tipe tuberkuloid dan tinea. Perbedaan karakteristik perlu dicermai dan
pemeriksaan penunjang yang sesuai dapat membantu untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis lainnya.1

2.8 Tata Laksana

Identifikasi faktor predisposisi dan menyingkirkan yang dapat dihindari merupakan


hal yang penting dalam tata laksana pitiriasis versikolor.5 Terapi dapat menggunakan terapi
topikal atau sistemik, dengan beberapa pertimbangan, antara lain luas lesi, biaya, kepatuhan
pasien, kontra indikasi dan efek samping. Pengobatan merupakan faktor penting dalam terapi,
terutama pada dermatopitosis yang memerlukan pengobatan jangka panjang.1

Sebagai obat topikal dapat digunakan antara lain selenium sulfida bentuk sampo 1,8%
atau bentuk losio 2,5% yang dioleskan tiap hari selama 15-30 menit dan kemudian dibilas.1
Aplikasi yang dibiarkan sepanjang malam dengan frekuensi dua kali seminggu juga dapat
digunakan, namun ada kemungkinan terjadi reaksi iritasi.1 Pengolesan dianjurkan di seluruh
badan kecuali kepala dan genitalia.1 Ketokonazol 2% bentuk sampo juga dapat digunakan
serupa dengan sampo selenium sulfid.1 Alternatif lain adalah solusio natrium hiposulfit 20%,
solusio propilen glikol 50%.1 Untuk lesi terbatas, berbagai krim derivat seperti mikonazol,
klotrimazol, isokonazol, ekonazol dapat digunakan; demikian pula krim tolsiklat tolnaftat,
siklopiroksolamin dan haloprogin.1 Obat topikal sebaiknya diteruskan 2 minggu setelah hasil
pemeriksaan dengan lampu Wood dan pemeriksaan mikologis langsung kerokan negatif.1

Obat sistemik diperlukan pada lesi luas, kekambuhan dan gagal dengan terapi topikal,
antara lain dengan ketokonazol 200 mg/hari selama 5-10 hari atau trakonazol 200 mg/hari
selama 5-7 hari.1

Ketokonazol telah digunakan sebagai obat antijamur selama lebih dari 30 tahun,
Resistensi in vitro ketokonazol pada M. furfur baru-baru ini dilaporkan sebanyak 25%.5
Penelitian yang dilakukan oleh Gobbato (2015) menunjukkan keunggulan dapaconazol
daripada ketokonazol. Dengan demikian, penggunaan dapaconazol tosylate dapat dijadikan
pengobatan potensial yang baru untuk pitiriasis versikolor.5

Pengobatan rumatan (maintenance) dipertimbangkan untuk menghindari kekambuhan


pada pasien yang sulit menghindari faktor predisposisi; antara lain dengan sampo selenium
sulfide secara periodis atau dengan obat sistemik ketokonazol 400 mg sekali setiap bulan atau
200 mg sehari selama 3 hari tiap bulan.1

Penyakit pitiriasis versikolor tidak menimbulkan jaringan parut permanen atau


perubahan pigmen, tetapi perubahan warna kulit menjadi normal membutuhkan waktu
berbulan-bulan. Pemberian tablet ketokonazol, flukonazol, itrakonazol dalam sebulan
mencegah kejadian berulang.2

2.9 Prognosis

Prognosis baik jika pengobatan dilakukan secara tekun dan konsisten, serta faktor
predisposisi dapat dihindari.1 Lesi hipopigmentasi dapat bertahan sampai beberapa bulan
setelah jamur negatif.1
BAB 3

ILUSTRASI KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. RA

Umur : 23 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa (Jurusan Teknik Mesin)

Alamat : Komplek Unand Limau Manis Padang

Status Perkawinan : Belum Menikah

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Suku : Minang

No. Telp : 0823-9135-3183

Tanggal pemeriksaan : 12 Juli 2017

3.2 Anamnesis

Seorang pasien laki-laki usia 23 tahun datang ke poliklinik kulit kelamin RSUP Dr. M.Djamil
Padang pada tanggal 12 Juli 2017, dengan:

3.2.1 Keluhan Utama

Bercak-bercak putih dengan sisik putih halus yang semakin meluas pada kedua lengan, dada
dan perut sejak 3 bulan yang lalu tanpa disertai gatal
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Bercak-bercak putih dengan sisik putih halus pada kedua lengan, dada dan perut sejak 3
bulan yang lalu. Bercak pertama kali muncul di kedua lengan bawah sejak 2 tahun yang
lalu berukuran sebesar uang koin yang kemudian bertambah besar dan banyak. Bercak
semakin meluas ke kedua lengan atas, dada dan perut.
Bercak terasa sedikit gatal ketika pasien berkeringat
Pasien memiliki kebiasaan olahraga futsal sebanyak 2 kali seminggu, tidak segera
mengganti pakaian setelah berolahraga dan menunggu pakaian kering di badan, memakai
kaos dalam (dua lapis pakaian) dan pakaian yang bersifat tidak menyerap keringat, serta
mandi seringkali hanya sekali sehari
Pasien tinggal di rumah dengan ukuran kamar 3 x 4 dan memiliki ventilasi yang cukup
Pasien mengatakan bahwa pasien makan teratur, tetapi sering bergadang, dan kurang tidur
karena memikirkan dan menyelesaikan skripsi
Riwayat hilangnya sensasi raba, sentuh, dan nyeri pada bercak tidak ada.

3.2.3 Riwayat Pengobatan

Pasien sudah pernah mengobati keluhan bercak putih dengan obat Kalpanax cair dan
cream yang dibeli sendiri di apotek. Pasien pernah menggunakan obat tersebut selama
sebulan tetapi dengan waktu pemakaian yang tidak teratur, hanya ketika pasien ingat.
Obat dioleskan sendiri dengan tangan pasien ke tempat lesi. Terakhir obat digunakan
ketika 2 bulan lalu. pasien tidak merasakan adanya perbaikan pada bercak putihnya.

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah menderita penyakit dengan bercak putih seperti ini sebelumnya.

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit dengan bercak putih seperti ini.

3.2.6 Riwayat Atopi/Alergi


Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan.
Pasien tidak memiliki riwayat atopi.

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Generalis

Keadaan umum : Tidak tampak sakit

Kesadaran : Komposmentis

Tekanan darah : 110 / 80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Nafas : 19x/menit

Suhu :36,7C

Status gizi : Underweight TB : 172 cm BB : 56 kg IMT : 19,3

Pemeriksaan Toraks : Tidak diperlukan

Pemeriksaan Abdomen: Tidak diperlukan

3.3.2 Status Dermatologikus

Lokasi : Kedua lengan, dada dan perut sisi lateral

Distribusi : Regional

Bentuk : Tidak khas

Susunan : diskret, konfluen

Batas : Tegas tidak tegas

Ukuran : Lentikular-plakat

Efloresensi : Makula hipopigmentasi dengan skuama putih halus diatasnya


Makula hipopigmentasi di

lengan kanan atas

Makula hipopigmentasi di

lengan kanan bawah


Makula hipopigmentasi di

lengan kiri atas

Makula hipopigmentasi di sisi

kanan dada
Makula hipopigmentasi di

bagian lateral dada dan perut

3.3.3 Status Venerologikus

Dalam batas normal

3.3.4 Kelainan Selaput, Kuku, Rambut, Kelenjar Limfe

Tidak ditemukan kelainan

3.4 Resume

Pasien laki-laki usia 23 tahun, datang dengan keluhan bercak putih yang semakin
meluas sejak tiga bulan yang lalu. Bercak pertama kali terlihat di daerah kedua lengan bawah
dan terus meluas sampai ke kedua lengan atas, dada dan perut sisi lateral. Keluhan pertama
kali muncul pada dua tahun yang lalu. Pasien memiliki kebiasaan tidak segera mengganti
pakaian setelah berolahraga futsal dan membiarkan pakaian tersebut kering di badan,
memakai pakaian berlapis (kaos dalam) dan tidak menyerap keringat, serta seringkali mandi
hanya sekali sehari. Pasien pernah mencoba mengobati penyakitnya 2 bulan lalu dengan
membeli sendiri obat Kalpanax cair dan cream ke apotik, menggunakannya selama kurang
lebih satu bulan tetapi dengan waktu pemakaian seingatnya saja. Pasien tidak merasakan ada
perbaikan pada penyakitnya kemudian menghentikan pengobatan.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tidak tampak sakit, tanda vital dalam batas
normal, status generalisata dalam batas normal. Pada pemeriksaan dermatologi ditemukan
lesi pada kedua lengan, dada dan perut sisi lateral dengan bentuk tidak khas,susunan diskret
dan konfluens, ukuran lentikular-plakat, batas tegas tidak tegas, berupa makula
hipopigmentasi dengan skuama putih halus diatasnya.

3.5 Diagnosis

Diagnosis Kerja : pitiriasis versikolor

Diagnosis Banding : - pitiriasis alba

- vitiligo

3.6 Pemeriksaan Penunjang

3.6.1 Mikologi

Woods lamp : terlihat fluoresensi kekuningan pada lesi

Kerokan kulit dengan KOH : gambaran kumpulan hifa pendek dengan sel ragi

bulat (spaghetti and meatball appearance)

Gambaran kekuningan pada

lengan atas kanan


Gambaran kekuningan

dada kanan lateral

Gambaran kekuningan

perut kanan lateral

Gambaran kumpulan hifa

pendek dan spora bulat/

spaghetti and meatballs


3.7 Diagnosis

Pitiriasis Versikolor

3.8 Penatalaksanaan

3.8.1 Terapi Umum

- Edukasi kepada pasien bahwa penyakit ini bukan penyakit menular melainkan disebabkan
oleh jamur yang tumbuh akibat faktor-faktor tertentu seperti kelembaban yang tinggi,
imunosupresi, faktor genetik, dan malnutrisi.

- Anjuran kepada pasien untuk menghindari kebiasaan-kebiasaan yang akan mencetuskan


timbulnya penyakit, seperti memakai pakaian yang tidak menyerap keringat, membiarkan
kondisi tubuh lembab akibat keringat yang banyak setelah berolahraga, anjurkan untuk mandi
dua kali sehari.

- Anjurkan untuk patuh dan teratur dalam menggunakan obat dan berobat sampai tuntas

3.8.2 Terapi Khusus

Sistemik : Ketokonazol 200 mg/hari, selama 5-10 hari

Lokal : Ketokonazol scalp solution 2%

3.9 Prognosis

Quo ad sanam : bonam

Quo ad vitam : bonam

Quo ad kosmetikum : bonam

Quo ad functionam : bonam


3.10 Penulisan Resep

R/ Ketoconazol tab 200 mg No.X

S1dd tab 1

Ketokonazol scalp solution 2% No.I

S uc
BAB IV

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki usia 23 tahun datang dengan keluhan bercak putih dengan
sisik putih halus yang semakin bertambah sejak tiga bulan yang lalu. Bercak awalnya terlihat
di kedua lengan bawah dan terus meluas sampai ke kedua lengan atas, dada dan perut sisi
lateral. Keluhan pertama kali muncul pada dua tahun yang lalu. Pasien memiliki kebiasaan
tidak segera mengganti pakaian setelah berolahraga futsal dan membiarkan pakaian tersebut
kering di badan, memakai pakaian berlapis (kaos dalam) dan tidak menyerap keringat, serta
seringkali mandi hanya sekali sehari. Selain itu, pasien juga sesekali mengeluhkan gatal
terutama saat berkeringat.

Keluhan dan kebiasaan pasien mengarahkan kepada penyakit-penyakit yang mungkin


disebabkan oleh infeksi dan dipengaruhi oleh hiegene pribadi. Oleh karena itu dilakukanlah
pemeriksaan fisik pada pasien dan ditemukanlah lesi pada kedua lengan, dada dan perut sisi
lateral, yang berbatas tegas tidak tegas dengan susunan diskret dan konfluens berupa
makula hipopigmentasi dengan skuama putih halus diatasnya. Pemeriksaan penunjang
diperlukan untuk memastikan diagnosis kearah infeksi jamur terutama sebagai pitiriasis
versikolor.

Pemeriksaan mikologi yang dilakukan berupa pemeriksaan woods lamp dan kerokan
KOH 20%. Hasil yang didapatkan sesuai dengan pitiriasis versikolor yakni fluoresensi
kekuningan pada pemeriksaan woods lamp dan gambaran hifa pendek dan sel ragi bulat
pada pemeriksaan KOH. Setelah dipastikan bahwa pasien menderita pitiriasis versikolor
maka diberikanlah tata laksana yang tepat pada pasien.

Penatalaksanaan pitiriasis versikolor meliputi tata laksana non medikamentosa dan


medikamentosa. Tata laksana non medikamentosa mencakup edukasi pada pasien mengenai
penyakit serta anjuran untuk merubah kebiasaan buruk yang dapat menyebabkan
pertumbuhan jamur di tubuh.1,6 Selain itu, pasien juga harus di edukasi untuk terus
menggunakan obat-obatan sampai satu minggu setelah hasil pemeriksaan woods lamp
negatif.1 Selain itu, pasien juga harus diberitahu bahwa daerah hipopigmentasi membutuhkan
waktu untuk repigmentasi sehingga belum hilangnya lesi tidak berarti pengobatan gagal.3
Medikamentosa yang diberikan dapat berupa anti jamur sistemik atau oral, yakni golongan
azol seperti ketokonazol.1,6 Pada pasien ini diberikan obat sistemik yaitu ketoconazol per oral
dikarenakan lesi yang sudah luas, ditambahkan dengan ketoconazol topikal dalam bentuk
shampo yang dioleskan tiap hari selama 15-30 menit kemudian dibilas. Penyakit yang
diderita oleh pasien ini tidak bersifat menular dan memiliki prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bramono K, Budimulja U. Nondermatofitosis. Dalam: Menaldi SL, Bramono K,


Indriatmi W, editor (penyunting). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7.Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2015.p.103-5.
2. Janik MP, Hefferman MP. Yeast Infection: Candidiasis and Tinea (Pityriasis) Versicolor
and Malassezia (Pityrosporum) Folliculitis. Dalam: Goldsmith AL et al, editor.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.Edisi ke-8. New York: McGraw Hill;
2012. p.2298-311. .
3. Brown RG, Burns T. Lecture Notes On Dermatologi Ed.8. Diterjemahkan oleh: Zakaria
MA. Jakarta: Erlangga. 2005.
4. Mustofa A. Prevalensi dan Faktor Risiko Terjadinya Pityriasis Versicolor pada Polisi
Lalu Lintas Kota Semarang. Semarang: Jurnal Media Medika Muda, Universitas
Diponegoro. 2014.
5. Gobbato AA et al. A randomized double-blind, non-inferiority Phase II trial, comparing
dapaconazole tosylate 2% cream with ketoconazole 2% cream in the treatment of
Pityriasis versicolor. University of California. 2015;24(11):1399-407.
6. Anum Q, Asri E, Gustia R, Lestari S, Yenny SW, Isramiharti, Akhyar G. Panduan
Praktek Klinik SMF Kulit dan Kelamin RS.Dr.M.Djamil Padang. Padang: Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RS.Dr.M. Djamil. 2013.
7. Fitzpatrick TB, Freedberg, Eisen, Wolf K, eds Dermatology in General Medicine, edisi 8,
New York: McGraw-Hill 2012 : 3281-3280.

Anda mungkin juga menyukai