SKENARIO 5
SAKIT KANKER
MIND MAP
Macam-
Gangguan non macam Gangguan
Terapi
psikotik neurotik
Anamnesis
PF dan PP Pemeriksaan
status mental
STEP 5
1. Etiologi sampai patofisiologi gangguan jiwa non psikotik
2. Diagnosis banding dan kriteria gangguan jiwa non psikotik
3. Penatalaksanaan gangguan jiwa non psikotik
REFLEKSI DIRI
Alhamdulillah PBL lancar.
STEP 6
Belajar mandiri.
5
STEP 7
1. Etiologi sampai patofisiologi gangguan jiwa non psikotik
A. Gangguan Stres Pascatrauma dan Gangguan Stres Akut Stresor
Stresor yang menyebabkan stress akut dan PTSD (Post Traumatic
Stress Disorder) cukup hebat untuk mempengaruhi hamper setiap
orang. Stresor dapat timbul dari pengalaman perang, penyiksaan,
bencana alam, penyerangan, perkosaan, dan kecelakaan serius
(contohnya di dalam mobil dan gedung terbakar). 1
Menurut definisi, stresor adalah faktor penyebab utama dalam
pengembangan PTSD. Tidak semua orang mengalami gangguan ini
Namun, setelah peristiwa traumatis. Stresor saja tidak cukup untuk
menyebabkan gangguan. Responnya terhadap yang traumatis Peristiwa
harus melibatkan ketakutan atau kengerian yang intens. Dokter juga
harus pertimbangkan individu yang sudah ada secara biologis dan
psikososial faktor dan peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah
trauma. Misalnya, seorang anggota kelompok yang hidup melalui
bencana kadang-kadang bisa lebih baik menghadapi trauma karena
orang lain juga berbagi pengalaman. Arti subjektif stresor untuk
seseorang juga penting. Misalnya, selamat dari bencana mungkin
mengalami perasaan bersalah (survivor guilt) yang bisa predisposisi,
atau memperburuk, PTSD. 2
a) Faktor risiko
Bahkan ketika dihadapkan dengan trauma luar
biasa, kebanyakan orang melakukannya tidak
mengalami gejala PTSD. Komorbiditas Nasional Studi
menemukan bahwa 60 persen pria dan 50 persen wanita
telah mengalami beberapa trauma yang signifikan,
sedangkan yang dilaporkan prevalensi PTSD seumur
hidup, seperti yang disebutkan sebelumnya, hanya
6
e) Sistem Opioid.
Abnormalitas dalam sistem opioid disarankan
oleh konsentrasi plasma rendah / 3-endorphin dalam
PTSD. PTSD menunjukkan nalokson (Narcan)
reversible respons analgesik terhadap rangsangan
terkait pertempuran, peningkatan kemungkinan
hiperregulasi sistem opioid mirip dengan itu pada
poros HPA. Satu studi menunjukkan bahwa
nalmefene (Revex), sebuah antagonis reseptor
opioid, bermanfaat dalam mengurangi gejala PTSD. 2
B. Gangguan Somatisasi
a) Faktor Psikososial
Formulasi psikososial melibatkan manifestasi
gejala sebagai komunikasi sosial, akibatnya adalah
menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi, atau
menyimbolkan suatu perasaan atau keyakinan.
Interpretasi gejala psikoanalitik yang kaku bertumpu
pada hipotesis bahwa gejala-gejala tersebut
menggantikan impuls berdasarkan insting yang
ditekan. 2
b) Faktor Biologis dan Genetik
Sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien
memiliki perhatian yang khas dan hendaya kognitif
yang menghasilkan persepsi dan penilaian input
somatosensorik yang salah. Hendaya ini mencakup
perhatian mudah teralih, ketidakmampuan
menghabituasi stimulus berulang, pengelompokan
konstruksi kognitif dengan dasar impresionistik,
hubungan parsial dan sirkumstansial, serta kurangnya
selektivitas. Adanya penurunan metabolism lobus
frontalis dan hemisfer nondominan.
Penelitian sitokin, suatu area baru studi ilmu
neurologi dasar dapat relevan dengan gangguan
somatisasi dan gangguan somatoform lain. Sitokin
adalah molekul pembawa pesan yang digunakan
sistem imun untuk berkomunikasi di dalam dirinya
dan dengan sistem saraf, termasuk otak. Pengaturan
abnormal sistem sitokin dapat mengakibatkan
12
c) Faktor Pribadi
Nyeri yang tak tergantikan telah
dikonseptualisasikan sebagai sarana untuk manipulasi
dan mendapatkan keuntungan dalam hubungan
interpersonal, untuk misalnya, untuk memastikan
pengabdian anggota keluarga atau untuk menstabilkan
pernikahan yang rapuh. Keuntungan sekunder seperti
itu adalah yang paling penting untuk pasien dengan
gangguan nyeri. 2
d) Faktor Biologis
Korteks serebral dapat menghambat
pembakaran serat nyeri aferen. Serotonin mungkin
merupakan neurotransmitter utama dalam penurunan
jalur penghambatan, dan endorfin juga memainkan
peran di pusat modulasi sistem saraf nyeri.
Kekurangan endorfin tampaknya untuk berkorelasi
dengan augmentasi rangsangan sensorik yang masuk.
Beberapa pasien mungkin memiliki gangguan rasa
sakit, daripada mental lainnya gangguan, karena
struktur sensorik dan limbik atau kimia kelainan yang
membuat mereka cenderung mengalami rasa sakit. 2
G. Gangguan Disosiatif
Dalam banyak kasus amnesia disosiatif akut, psikososial
lingkungan di mana amnesia berkembang secara massif bertentangan,
dengan pasien mengalami emosi yang tak tertahankan karena malu,
bersalah, putus asa, marah, dan putus asa. Ini biasanya hasil dari
konflik atas dorongan atau impuls yang tidak dapat diterima, seperti
dorongan seksual, bunuh diri, atau kekerasan yang hebat. Traumatis
pengalaman seperti pelecehan fisik atau seksual dapat terjadi
17
Panik(2)
25
I. Obsessive-kompulsif disorder(3)
Daerah otak yang mengalami gangguan pada OCD termasuk
dorsolateral prefrontal cortex (DLPC), anterior cingulate cortex
(ACC), ganglia basal, orbito-frontal cortex (OFC), striatum, amygdala,
thalamus dan batang otak.
a) Korteks prefrontal dorsolateral (DLPC) ini adalah
bagian korteks yang paling penting untuk fungsi kognitif pada
manusia. Keterlibatannya dari DLPC dalam memori kerja
awalnya ditunjukkan dalam studi primata. DLPC juga berperan
dalam adaptasi terhadap perubahan lingkungan. DLPC
memainkan peran penting dalam memfokuskan perhatian pada
rangsangan tertentu dan dalam pengambilan keputusan. Lesi
DLPC mengganggu kemampuan subjek untuk memproses
informasi sementara dan mengganggu kesuksesan kinerja
perilaku yang diarahkan pada tujuan. Data neuroimaging
fungsional telah menunjukkan berkurang aktivitas di DLPC
pasien yang menderita gangguan kejiwaan seperti besar depresi
dan OCD, yang dapat menjelaskan kesulitan dalam mengatasi
kompulsif perilaku.5
b) Anterior cingulate cortex (ACC) studi neuroimaging
menunjukkan bahwa ACC terlibat dalam berbagai proses
kognitif seperti perhatian, motivasi, hadiah, deteksi kesalahan,
memori yang bekerja, pemecahan masalah dan rencana aksi.
Ada dua wilayah utama dalam ACC yaitu. daerah punggung,
dikenal sebagai wilayah kognitif, dan daerah ventral atau
26
Pedoman diagnosis
Semua kriteria dbawah ini harus dipenuhi untuk diagnosa pasti :
a) Gejala psikologik perilaku atau otonomik yang timbul harus
merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan
sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau
pikiran obsesif.
b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutamaterjadi
dalam hubungan dengan) setidaknya dua dari situasi berikut :
banyak orang/keramaian, tempat umum, bepergian keluar
rumah, bepergian sendiri. dan
c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala
yang menonjol (penderita menjadi “house bound”.7
Pedoman diagnostic
a) Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnostik
pasti :
i. Gejala psikologis perilaku atau otonomik yang timbul
harus merupakan manifestasi primer dari anxietasnya
dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti
misalnya waham dan pikiran obsesif.
ii. Anxietas harus mendominasi atas terbatas pada situasi
social tertentu (outside the family circle) dan
iii. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan
gejala yang menonjol.
b) Bila terlalu sulit membedakan anxietas sosial dengan
agoraphobia, hendaknya diutamakan diagnosis agoraphobia
(F40.0).7
C. F40.2 Fobia khas (terisolasi)
adalah kecemasan yang signifikan terhadap objek atau situasi yang
menakutkan, dan sering menampilkan perilaku menghindar terhadap
objek atau situasi tertentu. Etologi penyebabnya yaitu :
a. Traumatic event Kebanyakan orang yang mengalami specific
phobia disebabkan oleh kejadian trauma.
b. Information transmition Seseorang dapat mengalami specific
phobia karena sering mengingat sesuatu yang berbahaya.6
Kriteria diagnostic
Kriteria diagnostik
a) Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila
tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F 40.-)
b) Untuk diagnosis pasti harus ditemukan adanya beberapa kali
serangan anxietas berat (severe attack of autonomic anxiety)
dalam masa kira-kira satu bulan :
i. Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak
ada bahaya
ii. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau
yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable
situations).
iii. Dengan keadaan yang relatif bebas dari dari gejala-
gejala anxietas pada periode diantara serangan anxietas
pada periode diantara serangan-serangan panik
(meskipun demikian umumnya dapat terjadi juga
“anxietas andapat terjadi juga “anxietas antisipatoric”
yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan
sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi.7
Kriteria diagnostic
a) Penderita harus menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer
yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu
sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjolpada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
“free floating” atau “mengambang”.
b) Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur
berikut :
i. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti
di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb).
ii. Ketegangan motoric (gelisah, sakit kepala, gemetaran,
tidak dapat santai); dan
iii. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan,
berkeringat, janOveraktivitas otonomik (kepala terasa
39
Kriteria diagnostik
a) Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-
masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat
untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa
gejala otonomik, harus ditemukan walaupun hasus tidak terus
menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
40
Pedoman diagnostic
a) Diagnosis tergantung pada evaluasi terhadap hubungan antara :
i. Bentuk, isi dan beratnya gejala;
ii. Riwayat, sebelumnya dan corak kepribadian; dan
iii. Kejadian, situasi yang “stresful” atau krisis kehidupan.
b) Adanya faktor ketiga diatas (c) harus jelas dan bukti yang kuat
bahwa gangguan tersebut tidak akan terjadi seandainya tidak
mengalami hal tersebut.
c) Manifestasi dari gangguan bervariasi, dan mencakup afek
depresi, anxietas-depresif, gangguan tingkah laku, disertai
adanya disabilitas dalam kegiatan rutin sehari-hari. Tidak ada
satupun dari gejala tersebut yang spesifik untuk mendukung
diagnosis.
d) Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan setelah terjadinya
kejadian yang “stressful” dan gejala-gejala biasanya tidak
bertahan melebihi 6 bulan, kecuali dalam hal reaksi depresif
berkepanjangan (F43.21)7
3. Tatalaksana
51
A. Penatalaksanaan Fobia
Secara umum terapi Fobia meliputi:
a) Terapi Psikologik.
i. Terapi perilaku: merupakan terapi yang paling efektif
dan sering diteliti. Seperti desensitisasi sistematik yang
sering dilakukan; terapi pemaparan (exposure),
imaginal exposure, participent modelling, guided
mastery, imaginal flooding.
ii. Psikoterapi berorientasi tilikan.
iii. Terapi lain: hypnotherapy, psikoterapi suportif, terapi
keluarga bila diperlukan.
b) Farmakoterapi
Terapi agorafobia sama seperti gangguan panik, terdiri
dari obat anti anxietas, antidepresan, dan psikoterapi khususnya
terapi kognitif perilaku.
Terapi terhadap fobia spesifik yang terutama adalah
terapi perilaku yaitu terapi pemaparan (Exposure therapy).
Juga diajarkan menghadapi kecemasan dengan teknik relaksasi,
mengontrol pernapasan, dan pendekatan kognitif. Penggunaan
anti anxietas yaitu untuk terapi jangka pendek.
Terapi terhadap fobia sosial terbatas, dapat
menggunakan obat β-bloker ,anti anxietas, anti depresan serta
terapi kognitif perilaku secara individual dan kelompok.
Beberapa penelitian yang terkontrol dengan baik telah
menemukan bahwa inhibitor monoamine oksidase, khususnya
phenelzine (Nardil), adalah efektif dalam mengobati fobia
sosial tipe umum. Obat lain yang telah dilaporkan efektif,
walaupun tidak banyak uji coba terkontrol baik adalah
52
ii. Buspiron
Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala
kognitif dibanding dengan gejala somatik. Tidak
menyebabkan withdrawal. Kekurangannya adalah efek
klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat
bukti bahwa penderita yang sudah menggunakan
benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang
baik dengan buspiron.8
iii. SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih
baik daripada fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat
meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif terutama
pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan
riwayat depresi.8
b) Psikoterapi
i. Terapi Kognitif PerilakuPendekatan kognitif mengajak
pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif dan
pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara
langsung. Teknik utama yang digunakan adalah pada
pendekatan behavioral adalah relaksasi dan
biofeedback.8
ii. Terapi Suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali
potensi-potensi yang ada dan belum tampak, didukung
egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam
fungsi sosial dan pekerjaannya.8
iii. Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai
penyingkapan konflik bawah sadar, menilik
56
b) Hipokondriasis
1) Psikoterapi
a.Psikoterapi psikoanalitik umumnya tidak
bermanfaat
b. Terapi Suportif bermanfaat bila
didukung hal-hal berikut :
i. Ada informasi akurat mengenai gejala
ii. Edukasi mengenai mispersepsi dan
misinterpretasi gejala dan sensasi
somatic
iii. Kunjungan dan pemeriksaan fisik secara
berkala
iv. Reassurance
v. Penggunaan anxiolytic singkat selama
periode stress tinggi
c.Terapi Kognitif-Perilaku (CBT) merupakan
bentuk psikoterapi pilihan
59
2) Farmakoterapi
Obat golongan SSRI bermanfaat pada pasien dengan
hipokondriasis terisolasi (tanpa ko-morbid psikiatris
seperti gangguan cemas atau panik). Fluoxetine atau
paroxetine dengan dosis max 60 mg/h dan dapat juga
sertraline dosis minimal 150 mg/h.8
F. Terapi Gangguan penyesuaian
a) Psikoterapi
Psikoterapi tetap merupakan terapi pilihan untuk
gangguan penyesuaian. Terapi kelompok terutama dapat
berguna untuk pasien yang mengalami stres yang sama.
Psikoterapi individual dapat menawarkan kesempatan untuk
menggali arti stresor bagi pasien sehingga trauma yang lebih
dini dapat diatasi. Setelah terapi yang berhasil, pasien
seringkali muncul dari gangguan penyesuaian secara lebih kuat
dari periode pramorbid, walaupun tidak ada patologi yang
ditemukan pada periode tersebut.8
b) Farmakoterapi
Pemakaian medikasi yang bijaksana dapat membantu
pasien dengan gangguan penyesuaian, tetapi harus diberikan
untuk periode yang singkat. Pasien mungkin berespons
terhadap obat antiansietas atau terhadap suatu antidepresan,
tergantung pada jenis gangguan penyesuaian.8
Pasien dengan kecemasan berat yang hampir menjadi
panic atau dekompensasi mungkin mendapatkan manfaat dari
dosis kecil medikasi antipsikotik. Pasien dalam keadaan
menarik diri atau terinhibisi mungkin mendapatkan manfaat
dari medikasi psikostimulan singkat. Beberapa kasus gangguan
penyesuaian jika ada, dapat diobati secara adekuat oleh
60
No.
Golongan Obat Sediaan Dosis Anjuran
75-150
Amitriptilin Tablet 25 mg
Trisiklik mg/hari
1.
(TCA) 75-150
Imipramin Tablet 25 mg
mg/hari
50-150
Sentralin Tablet 50 mg mg/hari
50-100
Fluvoxamin Tablet 50 mg mg/hari
2. SSRI
300-600 mg/
3. MAOI Moclobemide Tab 150 mg
hari
4. Atypical Mianserin Tablet 10, 30 mg 30-60 mg/hari
Trazodon Tab 50 mg, 100 75-150
61
mg/hari dosis
mg terbagi
75-150
Tab 10, 25, 50, 75
Maprotilin mg/hari dosis
mg
terbagi
a) Mekanisme Kerja
Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari
noradrenalin dan serotonin yang menuju neuron
presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari
serotonin. MAOI menghambat pengrusakan serotonin
pada sinaps. Mianserin dan mirtazapin memblokade
reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja dari
antidepresan melibatkan modulasi pre atau post sinaps
atau disebut respon elektrofisiologis.8
b) Cara Penggunaan
Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa
diberikan sekali sehari dan mengalami proses first-pass
metabolism di hepar. Respon anti-depresan jarang
timbul dalam waktu kurang dari 2-6 minggu
Untuk sindroma depresi ringan dan sedang,
pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:
i. Langkah 1 : golongan SSRI (Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor)
ii. Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)
iii. Langkah 3 :golongan tetrasiklik, atypical,
MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor)
reversibel.8
62
c) Indikasi
Obat antidepresan ditujukan kepada penderita
depresi dan kadang berguna juga pada penderita
ansietas fobia, obsesif-3,18
d) Efek Samping
i. Trisklik dan MAOI : antikolinergik (mulut
kering, retensi urin, penglihatan kabur,
konstipasi, sinus takikardi) dan antiadrenergik
(perubahan EKG, hipotensi)
ii. SSRI : nausea, sakit kepala
iii. MAOI : interaksi tiramin
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik
timbul atropine toxic syndrome dengan gejala eksitasi
SSP, hiperpireksia, hipertensi, konvulsi, delirium,
confusion dan disorientasi. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengatasinya:
i. Gastric lavage
ii. Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi
konvulsi
iii. Postigmin 0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek
antikolinergik, dapat diulangi setiap 30-40
menit hingga gejala mereda.
iv. Monitoring EKG.8
e) Kontraindikasi
i. Penyakit jantung coroner
63
Tab 5 mg
15-30 mg/hari
2. Klordiazepoksoid Benzodiazepin Kap 5 mg
2-3 x/sehari
Tab 0,5-2
3. Lorazepam Benzodiazepin 2-3 x 1 mg/hr
mg
4. Clobazam Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hr
Tab 1,5-3-6
5. Brumazepin Benzodiazepin 3 x 1,5 mg/hr
mg
6. Oksazolom Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hr
Cap 5-
7. Klorazepat Benzodiazepin 2-3 x 5 mg / hr
10mg
Tab 0,25- 3 x 0,25-0,5
8. Alprazolam Benzodiazepin
0,51 mg mg/hr
9. Prazepam Benzodiazepin Tab 5 mg 2-3 x 5 mg/hr
64
a) Mekanisme kerja
Sindrom ansietas disebabkan hiperaktivitasndari
system limbic yang terdiri dari dopaminergic,
nonadrenergic, seretonnergic yang dikendalikan oleh
GABA ergic yang merupakan suatu inhibitory
neurotransmitter. Obat antiansietas benzodiazepine
yang bereaksi dengan reseptornya yang akan meng-
inforce the inhibitory action of GABA neuron, sehingga
hiperaktivitas tersebut mereda.8
b) Cara Penggunaan
i. Klobazam untuk pasien dewasa dan pada usia
lanjut yang ingin tetap aktif
ii. Lorazepam untuk pasien-pasien dengan
kelainan fungsi hati atau ginjal
iii. Alprazolam efektif untuk ansietas antosipatorik,
mula kerja lebih cepat dan mempunyai
komponen efek antidepresan.
iv. Sulpirid 50 efektif meredakan gejala somatic
dari sindroma ansietas dan paling kecil resiko
ketergantungan obat.
Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran)
kemudian dinaikkan dosis setiap 3-5 hari sampai
mencapai dosis optimal. Dosis ini dipertahankan 2-3
minggu. Kemudian diturunkan 1/8 x dosis awal setiap
65
a) Mekanisme kerja
Menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin
sehingga gejala mereda.8
b) Cara penggunaan
Sampai sekarang obat pilihan untuk gangguan
obsesi kompulsi adalah klomipramin. Terhadap meraka
yang peka dapat dialihkan ke golongan SSRI dimana
67
d) Mekanisme kerja
Sindrom panik berkaitan dengan
hipersensitivitas dari serotonic reseptor di SSP.
Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat
reuptake serotonin pada celah sinaptik antar neuron.8
e) Cara Penggunaan Obat
i. Golongan SSRI mempunyai efek samping yang
lebih ringan
ii. lprozolam merupakan obat yang paling kurang
toksiknya dan onset kerjanya lebih cepat.8
f) Efek samping obat
i. Mengantuk, sedasi, kewaspadaan berkurang
ii. Neurotoksik8
g) Lama Pemberian Obat
i. Lamanya pemberian obat tergantung dari
individual, umunya selama 6-12 bulan,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 3
bulan bila kondisi penderita sudah
memungkinkan
ii. Dalam waktu 3 bulan bebas obat 75% penderita
menunjukkan gejala kambuh. Dalam keadaan
ini maka pemberian obat dengan dosis semula
diulangi selama 2 tahun. Setelah itu dihentikan
secara bertahap selama 3 bulan.8
69
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock B, Sadock V. Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi ke-
2. Jakarta: EGC; 2010.
2. Sadock B, et. al. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. 11th Edition.
Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015.
3. Geracioti, et. al. Neuropeptide Y and Posttraumatic Stress Disorder. USA:
Molecular Psychiatry; 2012.
4. Davis L. Neuropsychopharmacology: The Fifth Generation of Progress.
USA. American College of Neuropsychopharmacology; 2002.
5. Gaikwad U. Pathophysiology of Obsessive–Compulsive Disorder: Affected
Brain Regions and Challenge Towards Discovery of Novel Drug Treatment.
India. INTECH; 2014
6. Benjamin J sadock. Buku ajar psikiatri. Edisi 2. Jakarta:EGC.2010
7. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Cetakan 2. Jakarta : Ilmu
Kedokteran Jiwa Unika Atmaja Jaya ; 2013
8. Departemen Kesehatan R.I., 1995. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III Cetakan Pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI