Anda di halaman 1dari 10

I.

POST-TRAUMATIC STRESS DISORDER

A. DEFINISI PTSD

Post-Traumatic Stress Disorder atau yang biasa disingkat dengan PTSD


adalah sebuah gangguan psikologis yang termanifestasi sebagai rasa takut, cemas
berlebih, dan terkadang hysteria juga halusinasi yang terjadi akibat terus
teringatnya memori atau tidak dapat terjadi coping atas suatu kejadian
menakutkan, mengagetkan, atau juga kejadian yang terasa mengancam diri dalam
bentuk apapun. Selama ini PTSD banyak sekali ditemukan pada tentara, dokter,
paramedic, atauun orang-orang dengan profesi dengan peluang besar menerima
kejadian tiba-tiba yang akan menganggu ketenangan dalam diri mereka. Tapi
PTSD tidak hanya terjadi pada orang-orang tersebut saja, orang biasa yang
mengalami kejadian dengan dampak besar dihidupnya pula dapat merasakan
gangguan ini. seperti contohnya korban kecelakaan, penculikkan, korban
kekerasan seksual, serta orang yang mengalami kematian anggota keluarga secara
tiba-tiba. Menurut Ehlers et al (1998, dalam Bennet 2005) kebanyakan PTSD
terjadi pada kecelakaan domestic dengan angka 20% dari korban kecelakaan
mengalami PTSD dengan tingkatan berbeda-beda.

PTSD penyebab umumnya merupakan trauma yang membekas pada diri


individu yang mengalaminya, bisa karena terjadi gangguan pada diri atau kognitif.
Jika terjadi karena area kognitif hubungannya adalah langsung dengan bagian otak
yang mengontrol memori seperti hippocamus dan amigdala. Proses terekamnya
memori, kadar, dan juga unusur me-recall memory di atur oleh kedua organ ini,
dan hormone stress muncul yang secara langsung berimplikasi pada kinerja organ
tersebut, Hormone itu adalah kortisol dan juga norepinephrine. Meningkatnya
kedua hormone ini berperan mempertajam memori secara signifikan. Dengan
kadar yang berbeda kejadian stress yang bersifat traumatis ini memberikan
dampak buruk bagi sistem memory karena dapat merusaknya akibat dari
berulangnya memori yang disertai hormone stress tinggi dapat menghasilkan
kematian neuronal atau rusaknya jalur hippocampus ke amigdala, yaitu

1
memperkecil jalurnya ((Lindauer et al (2005 dalam Bennet 2005)).
Norepinephrine juga diketahui dapat meningkatkan stimulus dan ketakutan serta
memicu flashback dengan terus me-recall kembali memori mengenai kejadian
yang dialami tersebut.

B. DIAGNOSA PTSD

Menurut DSM V diagnosa PTSD dapat dilihat dari 2 hal yang pertama adalah
keterlibatan orang tersbut dengan kejaidan yang dialami dan juga efek dari
kejaidan tersebut, diagnosa diantaranya:

 Dari keterlibatan orang yang mengalami gangguan:

1. Secara langsung mengalami hal yang bersifat trauamtis

2. Melihat secara langsung kejadian traumatis depan mata

3. Mengetahui secara langsung dan detail tentang suatu kejadian


kematian yang menimpa teman atau anggota keluarga dan kejadiannya
menakutkan atau mengerikan

4. Terus-menerus terpapar cerita atau melihat dan mendengar tentang


detail dari sebuah kejadian menakutkan.

 Dari efek yang ditimbulkan pasca keterlibatan pertama kali seseorang


harus memiliki satu atau lebih ciri dibawah yang terlihat selama sebulan
berturut-turut:

1. Memori yang muncul secara tiba-tiba, tidak diinginkan muncul terus-


menerus. (pada anak dibawah umur 6 tahun memori bisa muncul
sebagai ekspresi yang berkaitan dengan hal yang dialami)

2. Mimpi yang muncul secara tiba-tiba, tidak diinginkan dan muncul


dengan isi yang menyerupai kejadian.

3. Reaksi yang bersifat disosiatif atau tidak sejalan dengan realita. Orang
dengan gangguan bisa saja menganggap saat itu detik itu juga ia
sedang mengalami hal menakutkan yang membuatnya trauma.

2
4. Stress atau tekanan psikologis berkepanjangan atau berlebihan yang
muncul dengan bentuk ekspresi efek emosi dari kejadian yang
berlangsung

5. Muncul perilaku atau aspek signifikan yang berkaitan dengan kejadian.

Orang dengan gejala PTSD juga dapat berperilaku menghindar. Menghindar yang
dialami melalui 2 perspektif, yang pertama adalah menghindar dari memikirkan
memori, juga menghindari hal-hal rasional yang berkaitan dengan kejadian seperti
memunculkan perasaan yang terkait dengan perasaan saat kejadian atau
sejenisnya. Yang kedua adalah meghindari hal-hal yang dapat mengingatkan
tentang kejadian seperti tidak mau mendekati tempat kejadian, tidak mau bertemu
dengan orang-orang yang bersangkutan saat tempat kejdian dan lainnya.

Orang dengan gangguan PTSD juga mempunyai kecenderungan berpikir


belebihan setelah kejadian seperti efek cepat yang bisa langsung terjadi setelah
kejadian yaitu tidak dapat mengingat detail atau melupakan aspek penting
kejadian, efek yang muncul steelah beberapa saat juga bisa menyalahkan diri
sendiri, berpikir negative atas diri sendiri karen kejadian, terus merasakan emosi
negative, merasa tidak memiliki minat melakuakn hal yang biasa dilakukan, juga
merasa disosiatif terhadap dunia luar.

Untuk perilaku fisik yang dapat terlihat pada orang dengan gangguan PTSD
sehari-hari adalah seperti perilaku yang sensitif terhadap orang lain dan mudah
marah karena ia menganggap orang tersebut terasosiasi dengan hal penyebab
trauma, ceroboh dan memilih cara menyakiti diri sendiri, sangat berhati-hati
bahkan sampai taraf berlebihan, kaget atau cenderung memberi respon berlebih
terhadap orang yang memanggil, menepuk, dan memberi kabar tiba-tiba. Ia juga
kan cenderung sulit berkonsentrasi dan susah tidur karena mengingat kejadian.

3
C. TERAPI PTSD

Adapun beberapa terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut


1. farmakoterapi yang berupa terapi menggunakan obat-obatan yang secara
medis dianjurkan untuk dikonsumsi oleh penderita. Obat yang diberikan
banyak jenisnya bisa berupa anti deperesan ringan untuk mengurangi
gejala anxiety yang ditimbulkan dan juga bisa obat-obat psikiatri lainnya.
2. Psikoterapi yang digunakan biasanya bertujuan untuk memperbaiki fungsi
sosial individu yang mengalami ptsd tersendiri dengan cara membantu
individu mengenali cara atau pola pikirnya yang menyebabkan
terhambatnya atau timbulnya trauma.
3. Konseling kelompok adalah suatu bentuk konflik yang dilakukan dalam
kelompok-kelompok kecil yang biasanya anggotanya berjumlah 6 sampai
10 orang interaksi antara anggota kelompok sangat mendorong dan
memberikan setiap anggota lainnya kesempatan untuk belajar tentang cara
berinteraksi dengan orang lain dan merupakan lingkungan yang aman
untuk membangun tingkat kepercayaan yang memungkinkan mereka
untuk berbicara tentang masalah pribadi dan jujur serta sebelumnya
kelompok telah berkomitmen ataupun wawancara dalam kelompok adalah
bersifat rahasia dan tidak diperkenankan untuk disebarluaskan.
4. Play Therapy, terapi ini menekankan pada kekuatan permainan sebagai alat
untuk membantu klien yang memerlukan bantuan walaupun aspek
perkembangan dalam kegiatan bermain merupakan cara Anda untuk
menentukan dan eksplorasi identitas diri mereka individu dapat melakukan
eksperimen dengan berbagai pilihan imajinatif dan terhindar dari
konsekuensi seperti pada kehidupan sehari-hari.

D. CONTOH KASUS

sindrom ptsd yang diderita Mel B dapat picu bunuh diri


Mel B mendapatkan perawatan di Inggris Setelah didiagnosis mengalami
post traumatic stress disorder. Hal tersebut diawali ketika Mel B saat
menyelesaikan kasus perceraiannya dengan sang suami Stephen belafonte,

4
hal ini juga menimbulkan kekacauan dalam kehidupan finansialnya dikutip
dari The Sun of Sunday, Mel B melampiaskan keterpurukannya dengan
mengkonsumsi alkohol sehingga menimbulkan kecanduan. Mel B secara
sadar sedang berada dititik krisis dalam hidupnya kemudian Ia
mendapatkan terapi EMDR Eye Movemwnt Desensitization and
Reprocessing yaitu terapi yang berfokus pada memori untuk menangani
situasi yang dianggap menyakitkan dan traumatis.

5
II. OBSESSIVE COMPULSIVE DISORDER

A. DEFINISI OCD

Obsessive Compulsive Disorder atau yang biasa disebut OCD adalah


sebuah gangguan yang berbentuk obsesi seseorang terhadap sesuatu yang
tercermin dalam peilaku komppulsif atau berulang. Obsesi/kompulsi yang
terlihat adalah saat seseorang tidak bisa berhenti memikirkan, melakukan rutin,
melihat, mencari atau melakukan suatu hal yang berkaitan dengan objek
obsesinya. OCD terdiri dari pikiran obsesif dan juga perilaku kompulsif yang
mengangu sheingga tak jarang pula orang dengan gangguan ini memiliki salah
satu saja diantara obsesi atau kompulsi.

OCD dapat terjadi pada anak, remaja, atau pun dewasa dapat terjadi pula pada
tahap dewasa akhir dan jika sudah muncul gejala hanya akan bertambah parah
jika tidak ditangani hampir mustahil jika orang dengan OCD akan sembuh
dengan sendirinya tanpa melakukan appaun. Penyebab gangguan ini banyak
factor namun belum ada hal pasti yang bisa dikatakan sebagai penyebab
munculnya OCD karena perilaku ini pun hanya kana bisa disadari menjadi
sebuah gangguan saat sudah dalam taraf intensif. Tapi beberapa studi yang
pernah dilakukan menunjukkan bisa karena perilaku yang memang ditekan
terus berulang hingga taraf yang tidak wajar atau pula secara genetis dan
biologis. OCD memberikan resiko lebih besar terjadi pada anak atau generasi
pertama dari pasangan yang salah satunya mengidap atau punya riwayat OCD,
dan juga terdapat perbedaan pada struktur otak di bagian frontal cortex pada
orang dengan OCD dengan orang biasa.

B. DIAGNOSA OCD

Diagnose OCD sebenarnya bisa dilihat secara umum karena perilakunya yang
sangat terlihat oleh orang lain, namun diagnosa OCD juga bisa dilihat dari
gejala-gejala yang ditimbulkan seperti diantaranya:

1. Munuclnya perilaku obsesif dan kompulsif yang ditunjukkan dalam 2


perspektif berbeda. Untuk perilaku obsesif bisa ditandai dengan munculnya

6
pikiran yang terus berulang atau pikiran yang bersifat sangat menonjol atau
ditandai dengan perilaku individu yang terus-menerus merepress atau
berusaha menekan pikrian mengenai objek yang dirasa.

2. Dari sisi perilaku kompulsif dapat ditunjukkan dengan 2 perspektif berbeda


pula seperti perilaku berulang dengan intensitas yang sangat sering bahkan
diluar nalar dengan tujuan yang dilakukan karena niat atau pemahaman atas
sebuah aturan yang mengikat dan jika tidak dilakukan suatu hal akan
terjadi. Yang kedua adalah perilaku berulang yang dilakukan guna
menghilangkan rasa cemas atau takut milik penderita gangguan disebabkan
oleh hal lain diluar bentuk perilaku yang dilakuakn berulang.

3. Obsesi atau perilaku memakan waktu penderita sangat banyak hingga


menimbulkan efek sosial

4. Perilaku yang terlihat bukan merupakan perilaku yang akan muncul akibat
intrfensi hal lain seperti konsumsi obat-obatan dan lainnya.

5. Perilaku yang muncul sulit dijelaskan oleh bentuk gangguan mental


lainnya.

OCD sendiri gejalanya berbeda-beda pasa setiap orangnya gangguan bisa


berbentuk variative tergantung atas obsesi individu yang memilikiya. Obsesi ini
diidentifikasi dalam beberapa kategori yang selama ini terlihat seperti:

1. Obsesi kebersihan (membersihkan berulang kali atau takut pada kotor)

2. Mengurutkan sesuatu secara intensif (meletakkan barang sesuai warna,


atau ukuran atau unsur lainnya)

3. Melakukan hal yang sama karena merasa belum melakukan / tidak benar
melakukannya (mengecek sesuatu berkali-kali, mengatakannya berulang
kali dll)

4. Menghitung atau menambahkan seusatu terus menerus

7
Tidak jarang pula orang yang megidap OCD mengidap TIC disorder atau reflex
otot yang menyebabkan ia kaan melakuakn Gerakan relfeks berulang dari salah
satu fungsi tubuh atau juga Tic yang bersifat verbal seperti pengulangan batuk,
menyeka tenggorokan dan sejenisnya.

C. TERAPI OCD

Dampak OCD pada rutinitas sehari-hari akan menentukan proses


pengobatan yang cocok untuk penderita. Proses pengobatan dilakukan secara
bertahap dan membutuhkan waktu sampai hasilnya benar-benar efektif.
Langkah pengobatan yang biasa dijalani meliputi terapi perilaku untuk
mengubah tingkah laku dan mengurangi kecemasan. Selain itu ada obat-obatan
untuk mengendalikan gejala yang dialami.
Farmakoterapi
Kemanjuran farmakoterapi dalam OCD telah dibuktikan dalam banyak uji
coba klinis. Manfaat tersebut ditiingkatkan oleh pengamatan bahwa penelitian
menemukan angka respons placebo adalah kira-kira 5 persen. Persentase
tersebut adalah rendah, dibandingkan dengan angka respons placebo 30 sampai
40 persen yang sering ditemukan pada penelitian obat antidepresan dan
ansiolitik.
Data yang tersedia menyatakan bahwa obat, semuanya digunakan untuk
mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan
dalam rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah empat
sampai enam minggu pengobatan untuk mendapatkan manfaat terapeutik yang
mkasimum. Walaupun pengobatan dengan obat antidepresan masih
kontroversial, sebagian bermakna pasien dengan OCD yang berespon terhadap
pengobatan antidepresan tampaknya mengalami relaps jika terapi obat
dihentikan.
Terapi perilaku
Terapi perilaku atau behavioural therapy adalah sama efektifnya dengan
farmakoterapi pada OCD. Banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku
sebagai terapi terpilih untuk OCD. Terapi perilaku dapat dilakukan pada situasi
rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama pada OCD adalah

8
pemaparan dan pencegahan respons. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-
benar menjalakannya untuk mendapatkan perbaikan.
Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang
obsesinya kemudian diatur sesuai hierarki mulai dari yang kurang membuat
cemas sampai yang paling membuat cemas. Dengan melakukan paparan
berulang terhadap stimulus diharapkan akan menghasilkan kecemasan yang
minimal karena adanya habituasi.

Contoh kasus
Ibu Linda, 34 tahun, ibu dari 2 anak, datang menemui psikolog dengan
keluhan perilaku yang menggangu. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan,
ditemukan bahwa Ibu Linda disarankan kepsikolog oleh suaminya, karena
bebrapa perilakunya cenderung berlebihan. Menurut Ibu Linda, ia adalah pecinta
kebersihan dan takut akan kuman yang ada diman-mana. Ibu Linda menceritakan,
bahwa setiap hari ia mandi hingga 6 kali, dan mencuci tangan lebih sering lagi.
Setiap kali mandi, Ibu Linda menyabuni badannya sebanyak 5 kali, jika tidak, ia
merasa belum bersih. Demikian juga jika sedang cuci tangan, ia berkali-kali
membersihkan tangan dengan sabun. Sebelum mandi Ibu Linda lalu berusaha
membersihkan dan menyikat lantai kamar mandi dan klosetter lebih dahulu.
Akibatnya waktu Ibu Linda banyak terbuang dalam kegiatan mandi dan maencuci
tangan. Ibu Linda memperkirakan kebiasaan itu berlangsung saat ia SMA, dan
makin lama makin parah. Ibu Linda merasa tergangu dengan kebiasaan ini, karena
membuang waktunya dan membuatnya tidak dapat melakukan aktifitas lainnya.
Namun demikian Ibu Linda tidak berdaya untuk menghentikannya dna ingin
mencari pertolongan untuk dapat mengontrol perilakunya tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

Bennet. 2005. Abnormal and Clinical Psychology: An Introductory Textbook


Second Edition. Open University Press. Berkshire, England.

National Institude of Mental Health. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). US


Department of Health and Human Services. Diakses pada tanggal 17 September
2019. https://www.nimh.nih.gov/health/publications/post-traumatic-stress-
disorder-ptsd/ptsd-508-05172017_38054.pdf

Nawangsih, Endah. 2018. Play Therapy untuk anak anak korban bencana alam
yang mengalami trauma (Post Traumatic Stress Dissorder / PTSD ). Hal 164 – 178

National Institude of Mental Health. 2016. Obsessive Compulsive Disorder. US


Department of Health and Human Services. Diakses pada tanggal 17 September
2019. https://www.nimh.nih.gov/health/topics/obsessive-compulsive-disorder-
ocd/index.shtml#targetText=Obsessive%2DCompulsive%20Disorder
%20(OCD),to%20repeat%20over%20and%20over.

PsikologiID. 2015. Obsesif Compulsif Disorder (OCD). Diakses pada tanggal 16


sept 2019. http://psikologiid.com/obesif-compulsif-disorder-ocd/
____. 2016. OBSESSIVE-COMPULSIVE DISORDER. Diakses pada tanggal 16
sept 2019. https://www.academia.edu/29384533/OBSESSIVE-
COMPULSIVE_DISORDER_Kel.3_.doc

10

Anda mungkin juga menyukai