Anda di halaman 1dari 6

Era poitivism

1.Auguste Comte

Nama lengkap Aguste Comte adalah Isidore Marie Auguste Francois Xavier
Comte, dia dilahirkan di Montpellier, Prancis Selatan 17 januari 1798. Keluarganya
beragam Katholik yang berdara bangsawan. Meskipun demikian, Aguste Comte tidak
terlalu peduli dengan kebangsawanannya. Dia memulai meniti pendidikan di Lycee
Joffre dan Montpellier, setelah ia menyelesaikan pendidikan itu, di melanjutkan
pendidikannya di Ecole Polytechnigue di paris Selatan selama 2 tahun antara 1814-
1816. Positivisme diperkenalkan oleh Aguste Comte (1798-1857) yang tertuang dalam
karya utama Aguste Comte adalah Cours de Philosophic Positive. Untuk memahami
fisafat positivisme Auguste Comte dalam pandangan umum dan khususnya dalam
pengertian pengembangan, Perlu sekiranya memahami lebih dulu apa yang dimaksud
dengan “positif”menurutAuguste Comte:1 Sebagai lawan atau kebalikan atas sesuatu
yang bersifat khayal, maka pengertian “posiitif” pertama diartikan sebagai sesuatu
yang nyata.

2.Sebagai lawan atau kebalikan atas sesuatu yang tidak bermafaat, maka
pengertian “positif” diartikan sebagai pensidatan sesuatu yang bermanfaat.

3.Sebagai lawan atau kebalikan sesuatu yang meragukan, makapengertian


“positif” diartikan sebagai pensifatan sesuatu yang sudah pasti.

Meskipun Comte yang memberikan istilah "positivisme", gagasan yang


terkandung dalam kata itu bukan berasal dari dia. Kaum positivis percaya bahwa
masyarakat merupakan bagian dari alam dan bahwa metode-metode penelitian empiris
dapat dipergunakan untuk menemukan hukum--hukumnya sudah tersebar luas
lingkungan intelektual pada masa Comte.

2. John Stuart Mill


John Stuart Mill dilahirkan di Pentonville, London. Sang ayah berasal dari
Skotlandia bernama James Mill dan ibu Harriet Barrow. John Stuart Mill adalah salah
satu filusuf berpengaruh abad ke-19. Pandangan-pandangannya dikenal membela
empirisisme dan pandangan politik, sosial dan kultural yang berbasis liberatif.
Pemikiran-pemikirannya banyak dipengaruh oleh godfather-nya, yaitu Jeremy Bentham,
John Locke, David Hume, dan George Berkeley.Reputasinya menanjak setelah System
of Logic terbit pada tahun 1843, dilanjutkan dengan The Principles of Political
Economy (1848), Examination of Sir William Hamilton’s Philosophy (1861), On
Liberty (1859), Utilitarianism (1861), dan Subjection of Women (1869).

On Liberty dengan konsep utilitarianismenya diakui sebagai teks liberalisme


klasik yang penting. Mill menyatakan bahwa ada dua sumber pemikiran utilitarianisme.
Pertama, dasar normatif artinya suatu tindakan dianggap benar kalau bermaksud
mengusahakan kebahagiaan atau menghindari hal yang menyakitkan. Kedua, dasar
Psikologi artinya dalam hakikat manusia berasal dari keyakinannya bahwa mayoritas
orang punya keinginan dasar untuk bersatu dan hidup harmonis dengan sesama manusia
John Stuart Mill memberikan landasan psikologis terhadap filsafat positivisme. Karena
psikologi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum
positif, Mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber pengetahuan ialah
pengalaman. Karena itu induksi merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu
pengetahuan. Buku ini membahas pentingnya prinsip “do no harm to others”, bahwa
seseorang berhak melakukan apapun sepanjang tidak bersinggungan dan mengakibatkan
kerugian orang lain. Pada awalnya, konsep utilitarianisme digagas oleh Aristoteles dan
kemudian Mill-lah yang mempopulerkannya sebagai konsep kebahagiaan tertinggi (the
ultimate happiness principle). Menurut ajaran utilitarisme keutamaan secara alami, pada
awalnya bukan bagian dari tujuan. Orang yang mencintai keutamaan tanpa pamrih,
maka keutamaan menjadi tujuan. Diinginkan dan dihargai bukan sebagai sarana untuk
menjadi bahagia, melainkan sebagai bagian dari kebahagiaan mereka. Dari
pertimbangan tersebut, dapat dijelaskan bahwa sebenarnya tidak ada sesuatu yang
diinginkan, kecuali kebahagiaan. Segala apa yang tidak diinginkan sebagai sarana demi
suatu tujuan dan akhirnya sebagai sarana untuk menjadi bahagia sendiri, merupakan
bagian kebahagiaan itu.
Era Rasionalism

1.Rene Descartes

Descartes lahir di kota La Haye Totiraine, Perancis pada tanggal 31 Maret tahun
1596 M. Dalam literatur berbahasa latin dia dikenal dengan Renatus Cartesius. Rene
Descartes selain merupakan seorang filosof, dia juga seorang matematikawan Perancis.
Rene Descartes dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertnand Russel,
memang benar. Gelar itu diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada
zaman modern yang membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang
dihasilkan oleh pengetahuan rasional. Dialah orang pertama pada akhir abad
pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat yang dictinct, yang menyimpulkan
bahwa dasar filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat, serta bukan
yang lainnya.

Corak pemikiran yang rasional merupakan sebuah kontribusi pemikiran yang ia


berikan kepada dunia. Selain itu, ada beberapa kontribusi berupa karya-karya buku.
Karya-karyanya yang terpenting dalam bidang filsafat murni dintaranya Dicours de la
Methode (1637) yang menguraikan tentang metode. Selain itu juga ada Meditations de
Prima Philosophia (1642), sebuah buku yang menguraikan tentang meditasi-meditasi
tentang filsafat pertama. Di dalam kedua buku inilah Descartes menuangan metodenya
yang terknal itu, metode Cogito ero sum, metode keraguan Descartes. Untuk
menemukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan (lebih dahulu segala
sesuatu yang dapat diragukan. Didalam mimpi seolah olah seorang mengalami sesuatu
yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi (juga) begitu pula pada
pengalaman halusinasi, ilusi dan kenyataan gaib. Tidak ada batas yang tegas antara
mimpi dan jaga. Tatkala bermimpi, rasa-rasanya seperti bukan mimpi.

2. Baruch de Spinoza
Baruch de Spinoza lahir di kota Amsterdam pada tanggal 24 November 1632.
Dia adalah anak keluarga moderat dalam komunitas Portugis-Yahudi Amsterdam.
Sebagai anak laki-laki, dia pasti adalah salah satu murid bintang di sekolah Talmud
Torah. Dia berbakat secara intelektual, Dalam kehidupannya, ia tidak hanya belajar
matematika dan ilmu-ilmu alam, ia juga mempelajari bahasa Latin, Yunani, Belanda,
Spanyol, Perancis, Yahudi, Jerman, dan Italia dan ini tidak mungkin tidak dibuka oleh
para rabi kongregasi. Ada kemungkinan Spinoza, saat ia maju melalui studinya,
dipersiapkan untuk karir sebagai rabi. Tapi dia tidak pernah berhasil masuk ke tingkat
atas kurikulum, termasuk studi lanjutan Talmud. Pada usia tujuh belas tahun, dia
terpaksa memotong pendek studinya untuk membantu menjalankan bisnis pengimporan
keluarga.

Dan kemudian, pada tanggal 27 Juli 1656, Spinoza mengeluarkan tulisan


paling keras tentang herem, larangan atau ekskomunikasi, yang pernah diucapkan oleh
komunitas Sephardic di Amsterdam. Tidak diragukan lagi dia memberi ucapan hanya
gagasan-gagasan yang akan segera muncul dalam risalah filosofisnya. Dalam karya
tersebut, Spinoza menyangkal keabadian jiwa, sangat menolak gagasan tentang Allah
yang transenden dan saleh, dan mengklaim bahwa Hukum Taurat tidak secara harfiah
diberikan oleh Tuhan dan juga tidak lagi mengikat orang Yahudi. Untuk semua
penampilan, Spinoza akhirnya merasa memiliki alasan untuk meninggalkan komunitas
dan meninggalkan agama Yahudi; Keyakinan dan komitmen agamanya, pada saat ini,
hilang. Pada saat korespondensinya yang masih ada dimulai, pada tahun 1661, dia
tinggal di Rijnsburg, tidak jauh dari Leiden. Sementara di Rijnsburg, dia mengerjakan
Risalah tentang Emendasi Akal, sebuah esai mengenai metode filosofis, dan Risalah
Pendek tentang Tuhan, Manusia dan Kekayaannya, sebuah upaya awal namun gagal
untuk menyusun metafisik, epistemologis dan moralnya. Eksposisi kritisnya tentang
Prinsip Filosofi Descartes, satu-satunya karya yang dia terbitkan dengan namanya
sendiri selama hidupnya, selesai pada tahun 1663, setelah dia pindah ke Voorburg, di
luar Den Haag. Pada saat ini, dia juga sedang mengerjakan apa yang pada akhirnya akan
disebut Etika, karya filosofisnya. Namun, ketika dia melihat prinsip-prinsip toleransi di
Belanda terancam oleh kekuatan reaksioner, dia menyisihkannya untuk menyelesaikan
Risalah Risalah Politik Teologisnya yang "skandal", yang diterbitkan secara anonim dan
sangat membingungkan pada tahun 1670. Ketika Spinoza meninggal pada tahun 1677,
di Den Haag, dia masih bekerja dalam Risalah Politiknya; ini segera diterbitkan oleh
teman-temannya bersama dengan tulisan-tulisannya yang tidak diterbitkan lainnya,
termasuk Compendium to Hebrew Grammar.
.

Daftar pustaka
 http://www.univpgri-palembang.ac.id/perpus-
fkip/Perpustakaan/Libertarian/Pemikiran%20Auguste%20Comte.pdf
 http://www.jenniexue.com/john-stuart-mill-utilitarianisme-kebahagiaan-dan-
feminisme/
 https://plato.stanford.edu/entries/spinoza/

Anda mungkin juga menyukai