Anda di halaman 1dari 15

Gangguan Stres Pasca Trauma

Disusun oleh :
Kelompok 2

Pembimbing :
dr. Dewi Suriany, Sp.KJ
Definisi
◦ Gangguan stres pascatrauma berdasarkan DSM-IV-TR
(posttraumatic stress disorder-PTSD) adalah suatu sindrom yang
timbul setelah seseorang melihat, terlibat didalam, atau mendengar
stressor traumatik yang ekstrem. Seseorang bereaksi terhadap
pengalaman tersebut dengan rasa takut dan tidak berdaya, secara
menetap menghidupkan kembali peristiwa tersebut, dan mencoba
menghindari mengingat hal itu.
Epidemiologi
◦ Prevalensi seumur hidup PTSD diperkirakan sekitar 8% populasi umum walaupun tambahan
5-15% dapat mengalami bentuk subklinis gangguan ini, diantara kelompok risiko tinggi yang
anggotanya mengalami peristiwa traumatik.
◦ Angka prevalensi seumur hidupnya berkisar 5 - 75 %. Sekitar 30% veteran Vietnam
mengalami PTSD dan tambahan 25% mengalami bentuk subklinis gangguan tersebut.
◦ Prevalensi seumur hidup secara bermakna lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan
laki-laki. Pervalensi pada perempuan berkisar sekitar 10-12% sedangkan pada lakilaki berkisar
5-6%.
◦ Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan tipe trauma yang memajankan mereka dan
kecenderungan untuk mengalami PTSD. Berdasarkan sejarah, trauma laki-laki biasanya
berupa pengalaman berperang dan trauma perempuan paling lazim adalah kekerasan dan
pemerkosaan.
Etiologi
• Pegalaman perang, penyiksaan, bencana alam, penyerangan, dan

Stressor pemerkosaan
• Kecelakan serius (ex : didalam mobil dan gedung terbakar)

Faktor • Trauma mengaktifkan kembali konflik psikologis


• Pola asuh masa kanak-kanak
psikodinamik

Faktor • Gangguan neurotransmitter di otak


biologi
Gejala klinis dan diagnosa
◦ M. Klinis utama PTSD, yaitu mengalami kembali suatu peristiwa yang menyakitkan, suatu pola
menghindari, dan mematikan emosi, serta keadaan terus terjaga yang cukup konstan.
◦ Pada pemeriksaan status mental sering mengungkapkan rasa bersalah, penolakan, dan cemoohan. Pasien
juga dapat menggambarkan keadaan disosiatif dan serangan panik, serta ilusi dan halusinasi dapat
timbul. Uji kognitif dapat menunjukkan bahwa pasien pasien memiliki hendaya memori dan perhatian.
◦ Gejala terkait dapat mencakup agresi, kekerasan, kendali impuls yang buruk, depresi, dan gangguan
terkait zat.
◦ Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk PTSD merinci bahwa gejala mengalami, menghidari, dan terus
terjaga telah ada lebih dari 1 bulan
Kriteria diagnostik DSM-IV- TR Gangguan Stres
Pascatrauma
A. Orang tersebut telah terpajan dengan peristiwa traumatik dan kedua hal ini ada:
(1) orang tersebut mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan peristiwa atau sejumlah peristiwa yang melibatkan kematian
atau cedera serius yang sebenarnya atau mengancam, atau ancaman terhadap integritas fisik dirinya atau orang lain.
(2) Respon orang tersebut melibatkan rasa takut yang intens, rasa tidak berdaya, atau horor. Catatan : pada anak, hal ini dapat
ditunjukkan dengan perilaku agitasi atau kacau.
B. Peristiwa traumatik secara terus-menerus dialami kembali pada satu (atau lebih) cara berikut ini :
(3) Mengingat kembali peristiwa secara berulang dan mengganggu yang menimbulkan distres, termasuk bayangan, pikiran, atau
persepsi. Catatan : pada anak yang maha kecil, dapat terjadi permainan berulang yang mengekspresikan tema atau aspek
trauma
(4) mimpi berulang mengenai peristiwa tersebut yang menimbulkan penderitaan. Catatan : pada anak, bisa terdapat mimpi yang
menakutkan tanpa kandungan yang dapat dikenali.
(5) Bertindak atau merasakan seolah-olah peristiwa traumatik tersebut terjadi kembali (termasuk rasa membangkitkan kembali
pengalaman, ilusi, halusinasi, dan episode kilas balik disosiatif, termasuk yang terjadi saat bangun atau ketika mengalami
intoksikasi). Catatan : pada anak yag masih kecil, anak dapat melakukan kembali hal yang spesifik trauma
(6) Penderitaan psikologis yang intens pada pajanan terhadap sinyal internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai
aspek peristiwa traumatik
(7) Reaktivitas fisiologis pada pajanan sinyal internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai aspek peristiwa
traumatik.
Lanjutan
C. Penghindaran persisten stimulus yang berkaitan dengan trauma serta membuat kebas responsivitas umum (tidak
terjadi sebelum trauma), seperti yang ditunjukkan dengan tiga (atau lebih) hal berikut ini :
(1) Upaya menghindari pikiran, perasaan atau pembicaraaan yang berkaitan dengan trauma
(2) Upaya menghindari aktivitas, tempat atau orang yang membangkitkan ingatan akan trauma
(3) Ketidakmampuan mengingat kembali aspek penting trauma
(4) Minat atau partisipasi berkurang nyata pada aktivitas yang signifikan
(5) Perasaan lepas atau menjadi asing dari orang lain
(6) Kisaran afek yang terbatas (ex : tidak mampu memiliki rasa cinta)
(7) Rasa masa depan yang memendek (ex : tidak berharap memiliki karir, menikah, anak atau masa hidup normal)
D. Menetapnya peningkatan keadaan terjaga (tidak terjadi sebelum trauma), seperti yang ditunjukkan degan dua atau
lebih hal berikut :
(8) Sulit tidur atau sulit tetap tidur
(9) Iritabilitas atau ledakan kemarahan
(10) Sulit berkonsentrasi
(11) Hipervigilance
(12) Respon kaget yang berlebihan
Lanjutan
E. Durasi gangguan (gejala kriteria B,C, dan D) lebih dari satu bulan
F. Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
gangguan di dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain
Tentukan jika :
Akut : Jika durasi gejala kurang dari tiga bulan
Kronis : jika durasi gejala tiga bulan atau lebih
Tentukan jika:
Dengan awitan tertunda : jika awitan gejala sedikitnya 6 bulan setelah stressor.
Diagnosis banding
◦ Gangguan kepribadian ambang
◦ Gangguan disosiatif
◦ Gangguan buatan
◦ Dan gangguan malingering
Perjalanan dan prognosis
◦ PTSD biasanya timbul beberapa waktu setelah trauma. Penundaan dapat selama 1 minggu atau hingga 30
tahun. Gejala dapat berfluktuasi dari waktu ke waktu dan menjadi paling intens selama periode stres.
Jika tidak diobati sekitar 30% pasien akan pulih sempurna, 40% akan terus memiliki gejala ringan, 20 %
akan terus memiliki gejala sedang, dan 10% tetap tidak berubah atau bertambah buruk.
◦ Prognosis yang baik diperkirakan dengan adanya awitan gejala cepat, durasi gejala singkat (kurang dari 6
bulan), fungsi promorbid baik, dukungan sosial baik, dan tidak adanya gangguan psikiatri, medis, atau
gangguan terkait zat lain atau faktor risiko lain.
◦ Ketersediaan dukungan sosial juga dapat memengaruhi timbulnya, keparahan, dan durasi PTSD.
Umumnya pasien yang memiliki jaringan dukungan sosial yang baik lebih kecil kemungkinannya
memiliki gangguan ini dan lebih jarang mengalami PTSD dalam bentuk berat, serta lebih besar
kemungkinannya pulih dalam waktu yang lebih singkat.
Terapi

Farmakoterapi

psikoterapi
Farmakoterapi
◦ Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), seperti setralin (zoloft) dan paroksetin (Paxil)
dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama untuk PTSD karena efektivitas, tolerabilitas, dan tingkat
keamanannya. SSRI mengurangi gejala semua kelompok gejala PTSD dan efektif dalam memperbaiki
gejala semua kelompok PTSD dan efektif dalam memperbaiki gejala PTSD yang khas, tidak hanya
gejala yang serupa dengan depresi atau gangguan anxietas lain.
◦ Obat lain yang dapat berguna dalam terapi PTSD adalah monoamine oxidase inhibitors (MAOI).
Contoh : fenelzin (Nardil), trazodon (Desyrel), dan antikonvulsan (cth. Karbamazepine (tegretol) dan
valproat (depakene).
Psikoterapi
◦ Intervensi psikoterapeutik PTSD mencakup erapi perilaku, terapi kognitif, dan hipnosis.
◦ penelitian tentang penggunaan hipnosis dengan korban trauma menunjukkan sedikit perbaikan
dalam gejala trauma, konsensus klinis menunjukkan bahwa hal itu dapat membantu sebagai
ajuvan daripada pengobatan primer, terutama dengan disosiasi dan mimpi buruk.
Psikoterapi lanjutan
◦ Eye movement desensitization and reprocessing (EMDR) , disini pasien berfokus pada gerakan lateral
jari klinisi sambil mempertahankan bayangan terapi yang menggunakan gerakan bola mata bolak-balik
secara volunter untuk mengurangi kecemasan yang berhubungan dengan pikiran yang mengganggu
pasien PTSD (Bison JI. 2007). Terapi ini difokuskan pada gambaran trauma serta pikiran dan respon
afektif negatif yang ditimbulkan oleh trauma. EMDR menggunakan stimulasi bilateral berupa gerakan
mata saccadic atau rangsangan bolak balik mata lainnya, dilakukan saat keadaan terpapar (fokus
terhadap ingatan, emosi dan kognitif yang mengganggu) (Coetzee RH et al, 2005)
◦ Disamping teknik terapi individual, terapi kelompok dan terapi keluarga sering dilaporkan efektif pada
kasus PTSD. Terapi kelompok mencakup saling berbagi pengalaman traumatik dan dukungan dari
kelopok lain. Terai keluarga sering membantu mempertahankan perkawinan saat periode gejala
memberat.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai