Anda di halaman 1dari 10

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 6 BLOK 11
“Aktivitas yang Terasa Berat”

DISUSUN OLEH:

NAMA : JUNITRIA EKA ESTER FORTUNA

STAMBUK : N10119035

KELOMPOK : 3 (TIGA)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
1. Kekuatan motorik 5.5.5.5?
Jawab :
Kekuatan otot normal, seluruh gerakan dapat dilakukan dengan tahanan maksimal
Sumber :
Veer, D, V, G. 2021. Assessing Motor Performance in Preschool Children: The Zurich
Neuromotor Assessment-2 and the Movement Assessment Battery for Children-2.
Perceptual and Motor Skills. Vol 128(5). Viewed on 20 April 2022. From:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8414808/.

2. Patofisiologi dari diagnosis sementara?


Jawab :
Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun
yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun
tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain.
Sehingga mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada
patofisiologi miastenia gravis. Hal inilah yang memegang peranan penting pada
melemahnya otot penderita dengan miastenia gravis. Sejak tahun 1960, telah
didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum penderita miastenia gravis
secara langsung melawan konstituen pada otot. Tidak diragukan lagi, bahwa
antibodi pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan
otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor
(anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired
myasthenia gravis generalisata. Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit
terkait sel B”, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan
reseptor asetilkolin. Peranan sel T pada patogenesis miastenia gravis mulai semakin
menonjol. Walaupun mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik
terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya
dapat dimengerti. Timus merupakan organ sentral terhadap imunitas yang terkait
dengan sel T, dimana abnormalitas pada timus seperti hiperplasiatimus atau timoma,
biasanya muncul lebih awal pada pasien dengan gejala miastenik. Sub-unit alfa juga
merupakan binding site dari asetilkolin. Sehingga pada pasien miastenia gravis,
antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda, dimana satu
antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama pada sub-unit alfa. Ikatan
antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan
terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain : ikatan
silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi
jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction dengan cara menghancurkan
sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan
yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang baru disintesis
Sumber :
W, A, A, A, G, A, A., Adnyana, O, M., Widyadharma, E, P, 1. 2013. Myasthenia Gravis,
Diagnosis And Treatment. E-jurnal Medika Udayana. Vol 2(6). Viewed on 20 April
2022. From: https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5622.

3. Tatalaksana farmakologi dan non-farmakologi (clinical pathway)!


Jawab :
Tata laksana yang diberikan berupa simtomatik, imunosupresan, suportif, dan timektomi.
Terapi suportif berupa aktivitas fisik, latihan fisik intensitas ringan dan sedang untuk
melatih kekuatan otot, menjaga berat badan, mencegah dan mengatasi infeksi secara
agresif, menghindari obat-obat tertentu saat penyakit sedang memburuk, misalnya
florokuinolon, makrolid, aminoglikosida, sedatif, dan obat-obat penghambat
neuromuskular. Timektomi disarankan segera dilakukan pada EOMG. Pada LOMG,
timektomi tidak direkomendasikan pada pasien lebih dari usia 60-65 tahun.

Obat Dosis Efek samping Kontraindikasi


Piridostigmin Dosis tunggal: 10- Mual, muntah, nyeri Krisis kolinergik
120 mg abdomen, diare,
Dosis harian : 40- peningkatan
600 mg/hari produksi saliva,
berkeringat
Prednison atau Dosis induksi: 40- Dependensi Perdarahan
Prednisolon 80 mg/hari glukokortikoid gastrointestinal
Dosis stabil: 5-20
mg/hari
Azatioprin 50-250 mg/hari Mual, muntah, rasa Leukopenia,
lelah, infeksi, toksisitas hati
keringat malam
Metotreksat Peningkatan Mual, infeksi, Leukopenia,
perlahan hingga 20 penyakit paru toksisitas hati,
mg/minggu kehamilan
Intravenous 2 g/kg, pemberian Mual, nyeri kepala, Defisiensi igA,
immunoglobulin selama 2-5 hari demam, hipotensi reaksi alergi
atau hipertensi

Mastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat


diobati. Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi
merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase biasanya
digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien dengan miastenia
gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin. Penatalaksanaan
miastenia gravis dapat dilakukan dengan obat-obatan, timomektomi ataupun
dengan imunomodulasi dan imunosupresif terapi yang dapat memberikan
prognosis yang baik pada kesembuhan miastenia gravis.
Terapi pemberian antibiotik yang dikombainasikan dengan imunosupresif dan
imunomodulasi yang ditunjang dengan penunjang ventilasi, mampu menghambat
terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas. Pengobatan ini dapat digolongkan
menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan tepat yang
memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga
dapat mencegah terjadinya kekambuhan
Kortikosteroid adalah terapi yang paling lama digunakan dan paling murah
untuk pengobatan miastenia gravis. Kortikosteroid memiliki efek yang kompleks
terhadap sistem imun dan efek terapi yang pasti terhadap miastenia gravis masih
belum diketahui. Durasi kerja kortikosteroid dapat berlangsung hingga 18 bulan,
dengan rata-rata selama 3 bulan. Dimana respon terhadap pengobatan kortikosteroid
akan mulai tampak dalam waktu 2-3 minggu setelah inisiasi terapi. Pasien yang
berespon terhadap kortikosteroid akan mengalami penurunan dari titer
antibodinya. Karena kortikosteroid diperkirakan memiliki efek pada aktivasi sel T
helper dan pada fase proliferasi dari sel B. Sel t serta antigen-presenting cell yang
teraktivasi diperkirakan memiliki peran yang menguntungkan dalam memposisikan
kortikosteroid ditempat kelainan imun pada miastenia gravis. Kortikosteroid
diindikasikan pada penderita dengan gejala klinis yang sangat menggangu, yang
tidak dapat di kontrol dengan antikolinesterase. Dosis maksimal penggunaan
kortikosteroid adalah 60 mg/hari kemudian dilakukan tapering pada
pemberiannya.Pada penggunaan dengan dosis diatas 30 mg setiap harinya, aka
timbul efek samping berupa osteoporosis, diabetes, dan komplikasi obesitas serta
hipertensi.
Sumber :
Liwang, F. 2020. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Jawa Barat: Media Aesculapius.
W, A, A, A, G, A, A., Adnyana, O, M., Widyadharma, E, P, 1. 2013. Myasthenia Gravis,
Diagnosis And Treatment. E-jurnal Medika Udayana. Vol 2(6). Viewed on 20 April
2022. From: https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5622.

4. Epidemiologi kasus skenario?


Jawab :
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui.Angka kejadiannya 20
dalam100.000 populasi. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada umur
diatas 50 tahun.Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria dan dapat
terjadi pada berbagai usia. Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda,
yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 60 tahun
Sumber :
W, A, A, A, G, A, A., Adnyana, O, M., Widyadharma, E, P, 1. 2013. Myasthenia Gravis,
Diagnosis And Treatment. E-jurnal Medika Udayana. Vol 2(6). Viewed on 20 April
2022. From: https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5622.

5. Etiologi kasus skenario?


Jawab :
Miastenia gravis, mirip dengan gangguan autoimun lainnya, terjadi pada individu yang
rentan secara genetik. Faktor pencetus termasuk kondisi seperti infeksi, imunisasi,
operasi, dan obat-obatan. Protein yang umumnya terlibat dalam NMJ terhadap mana
autoantibodi diproduksi termasuk reseptor asetilkolin nikotinat (n-AChR), otot-spesifik
kinase (MuSK), dan protein terkait lipoprotein 4 (LPR4). Kompleks protein Agrin-
LRP4-MuSK sangat penting untuk pembentukan dan pemeliharaan NMJ, termasuk
distribusi dan pengelompokan AChR. Sekitar 10% pasien dengan MG memiliki
thymoma, dan itu terlibat dalam produksi autoantibodi.
Sumber :
Suresh, B, A. 2021. Myasthenia Gravis. Treasure Island (FL): Penerbitan StatPearls

6. Faktor predisposisi myesthania gravis?


Jawab :
ISPA (40%), tekanan emosional, microaspirations (10 %), perubahan rejimen pengobatan
(8%), operasi, atau trauma merupakan faktor predisposisi yang paling umum. Banyak
obat memperburuk MG dan dapat menyebabkan Krisis Miastenik. Mereka harus
dihindari atau digunakan dengan hati-hati. Beberapa contoh telah tercantum dalam. Hal
ini penting untuk dicatat bahwa telitromisin, makrolida, apakah benar-benar kontra
indikasi pada MG. Faktor presisposisi lain yang sering mencetuskan terjadinya MG
termasuk penggunaan obat obatan (8%), operasi, trauma, injeksi botoks, dan thimoma.
Beberapa obat dapat menyebabkan eksasrbasi pada MG dan menyebabkan krisis
myastenik. Beberapa obat yang dapat mencetuskan krisis myastenik antara lain
telitromicin, macrolida, merupakan kontraindikasi pada pasien MG. Obat-obatan
quinidine, procainamide, ß-adrenergic antagonists, calcium channel antagonists
(verapamil, nifedipine, felodipine), magnesium, antibiotics (ampicillin, gentamicin,
streptomycin, polymyxin, ciprofloxacin, rythromycin), phenytoin, gabapentin,
methimazole, alfa interferon, dan media kontras dapat menyebabkan eksaseerbasi pada
MG. Terapi inisial prednisolon dapat menyebabkan dapat mencetuskan krisis myastenik
pada 9-18% kasus, hal ini dapat terjadi pada usia tua atau skoring derajat beratnya
myastenia.
Sumber :
Liwang, F. 2020. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Jawa Barat: Media Aesculapius.

7. Tanda bahaya myesthania gravis (Red Flag)!


Jawab :
• Gejala miastenia primer yang memburuk dengan cepat
• Perkembangan gejala bulbar yang cepat
• Meningkatkan dosis piridostigmin
• Takipnea
• Takikardia
• Penurunan kapasitas vital paksa
• Infeksi pernafasan
Sumber :
Spillane, J. 2013. Myasthenia Gravis. BMJ. Vol 346. Viewed on 20 April 2022. From:
https://www.bmj.com/bmj/section-pdf/187724?path=/bmj/346/7891/Practice.full.pdf.

8. Penegakan dx sementara dan DD!


Jawab :
a. Miastenia gravis
1. Anamnesis
a) Riwayat penyakit sekarang
1. Lokasi : otot wajah, mata dan anggota gerak
2. Onset : 5 bulan terakhir
3. Kuantitas keluhan : tidak ada
4. Kualitas keluhan : sulit membuka kelopak mata dan mengunyah
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan : setelah pasien beraktivitas
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan : setiap bangun tidur atau
beristirahat cukup lama pasien merasa segar
7. Keluhan lainnya : penglihatan ganda, tengkuk dan seluruh anggota gerak
juga ikut terasa berat setelah beraktivitas
b) Riwayat penyakit dahulu : tidak ada
c) Riwayat kesehatan keluarga : tidak ada
d) Riwayat pribadi/sosial : mahasiswi pascasarjana yang saat ini dalam tahap
penyusunan tesis
2. Pemeriksaan fisik
Tekanan darah 120/80mmHg, respirasi 20x/m, nadi 80x/m dan suhu 36,7°C. Pada
pemeriksaan neurologi didapatkan refleks fisiolologis menurun, tidak ditemukan
refleks patologis, dan kekuatan motorik 5,5,5,5 dikatakan normal, tes wartenberg
didapatkan ptosis bilateral (Ptosis adalah kondisi kelopak mata turun yang
disebabkan karena berbagai faktor, termasuk trauma, usia, atau berbagai
gangguan medis. Kondisi ini disebut ptosis unilateral jika kelopak mata turun
sebelah dan ptosis bilateral bila terjadi pada kedua kelopak mata).
3. Pemeriksaan penunjang
• Uji Tensilon: edrofonium 1 mg (1ml) IV diinjeksikan dahulu, jika bisa
ditoleransi dan tidak berefek dalam 45 detik, maka dapat ditambah hingga total
dosis 4-9 mg; hasil positif jika ada perbaikan gejala motorik dengan cepat.
• Uji neostigmin: atropin sulfat IM diinjeksikan 0,8 mg dahulu untuk mengurangi
efek samping neostigmin, lalu neostigmin 1,5 mg IM diinjeksikan; positif jika ada
perbaikan gejala motorik dengan cepat.
• Serologi: anti-AChR, anti-MuSK.
• Elektromiografi: Repetitive Nerve Stimulation (sensitivitas untuk MG
generalisata 92-99%).
• CT scan atau MRI toraks dengan kontras: mencari timoma yang sering berkaitan
dengan MG
b. Diagnosis Banding
Sumber :

Liwang, F. 2020. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Jawa Barat: Media Aesculapius.

9. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang myesthania gravis!


Jawab :
a. Pemeriksaan Fisik :
• Tes Wartenberg: pasien diminta untuk melirik 30° ke atas bidang datar mata selama
60 detik, positif jika terjadi ptosis.
• Tes hitung: pasien diminta untuk berbicara menghitung 1-100, positif jika suara
menjadi sengau atau suara menghilang.
• Ice pack test: jarak antara kedua kelopak mata diukur dengan penggaris dahulu, lalu
dikompreskan es yang terbalut kain atau plastik ke mata pasien selama 3-5 menit,
positif jika ptosis berkurang ditandai dengan peningkatan jarak antarkedua kelopak
mata 2 mm (prinsip tes ini adalah suhu dingin menghambat kerja asetilkolinesterase)

b. Pemeriksaan Penunjang
• Uji Tensilon: edrofonium 1 mg (1ml) IV diinjeksikan dahulu, jika bisa ditoleransi
dan tidak berefek dalam 45 detik, maka dapat ditambah hingga total dosis 4-9 mg;
hasil positif jika ada perbaikan gejala motorik dengan cepat.
• Uji neostigmin: atropin sulfat IM diinjeksikan 0,8 mg dahulu untuk mengurangi
efek samping neostigmin, lalu neostigmin 1,5 mg IM diinjeksikan; positif jika ada
perbaikan gejala motorik dengan cepat.
• Serologi: anti-AChR, anti-MuSK.
• Elektromiografi: Repetitive Nerve Stimulation (sensitivitas untuk MG generalisata
92-99%).
• CT scan atau MRI toraks dengan kontras: mencari timoma yang sering berkaitan
dengan MG

Sumber :

Liwang, F. 2020. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Jawa Barat: Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai