Anda di halaman 1dari 2

RANGKUMAN REFERAT CDC

MYASTENIA GRAVIS

Definisi Miastenia gravis (MG) merupakan penyakit autoimun yang dimediasi antibodi pada
Neuromuskular Junction. Antibodi mengikat motor end plate dan merusak molekul pasca
sinaptik sehingga terjadi kegagalan transduksi sinyal yang menyebabkan kelelahan dan
kelemahan otot fluktuatif. Gejala meliputi, kelemahan fluktuatif pada otot ekstraokular, bulbar,
dan paroksismal. Kelainan penyakit ini terletak pada gangguan autoimun terkait antibodi.
Epidemiologi Prevalensi pasien myastenia gravis sekitar 150 300 kasus per 1.000.000 individu
dengan insiden per tahun 10 kasus per 1.000.000 individu. Kasus ini meningkat seiring
bertambahnya usia puncak 60-80 tahun, terutama pada jenis kelamin laki -laki. Pada
perempuan sering terjadi pada usia <50 tahun. Mortalitas penyakit ini sekitar 0,06-0,89 per
1.000.000 populasi.
Etiologi MG disebabkan oleh reaksi autoimun yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara

respons imun efektor dan regulator, yang biasanya berkembang melalui tahap inisiasi
propagasi dan resolusi remisi klinis serta eksaserbasi atau flare simptomatik. Mekanisme dasar
terjadinya autoimunitas yakni, terjadi defek dalam eliminasi dan/ atau kontrol terhadap limfosit
yang bersifat self reactive. Normalnya, terdapat Tregs yang normalnya berfungsi untuk
menekan sel T autoreaktif, namun defek dalam perkembangan, stabilitas, dan fungsi sehingga
terjadi disfungsi. Defek Tregs menyebabkan ketidakmampuan mengontrol respons sel T.
Faktor tersebut berkontribusi dalam escape, aktivasi, dan proliferasi sel limfosit autoreaktif.
Kombinasi faktor genetik lingkungan menyebabkan polimorfisme berbagai gen yang berkaitan
dengan imun seperti HLA, sitokin reseptor sehingga terjadi defek regulasi berkurangnya
ambang batas aktivasi limfosit. Faktor lingkungan seperti infeksi mikrobioma dan cedera
jaringan yang menyebabkan terbentuknya lingkungan proinflamasi dan mencetuskan aktivasi
limfosit yang bersifat self reactive yang keluar dari mekanisme kontrol dan rentan bereaksi
terhadap self antigen.
Diagnosis Diagnosis dari pemeriksaan fisik dapat dilihat dari gejala khas MG, yakni kelemahan
dan kelelahan yang berfluktuasi, memberat setelah aktivitas fisik meningkat, dan berkurang
setelah istirahat. Gejala okular dapat menampakkan ptosis dan diplopia asimetris dengan 50 %
berprogresif menjadi generalisata dan 15 % menetap sebagai gejala okular. Selain itu, perlu
menanyakan komorbiditas autoimun, seperti Rheumatoid arthritis, SLE, tiroiditis. Pasien
dapat mengalami nyeri karena postur tubuh yang memburuk kelemahan otot hingga gangguan
tidur akibat pernafasan terganggu.
Pemeriksaan fisik dan penunjang dapat dilakukan: 1) Tes Wartenberg, 2) Single breath
counting test (SBCT), 3) Ice pack test, 4) Uji Tensilon 5) Uji Prostigmin Neostigmin, 6)
Serologi, 7) Elektrodiagnostik, 8) Radiologi
Penatalaksanaan Tujuan terapi MG adalah mengurangi gejala yang dialami pasien serta mencegah
progresivitas dan komplikasi. Tatalaksana bersifat individual tergantung kondisi klinis dan
kemampuan pasien.
1. Terapi farmakologis
a. Penghambat AchE
Asetilkolin esterase merupakan enzim untuk menghidrolisis AcH. Terapi ini
merupakan simptomatik berupa Piridostigmin bromida 30 120 mg/ 3-4
jam/oral. Umumnya digunakan untuk awal penyakit atau MG yang ringan. Efek
samping yaitu, gejala kolinergik stimulasi parasimpatis. Konstriksi pupil, kolik,
diare, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan hipersekresi bronkus
b. Timektomi
Timektomi dapat mengurangi gejala pada 70% pasien TAMG.
Direkomendasikan untuk pasien MG non timoma tipe generalisata usia 18-50
tahun untuk mengurangi imunosupresan. Tidak direkomendasikan untuk
SNMG, OMG, dan MUSK MG. Krisis miastenia sering terjadi
setelah timektomi (12 34%).
2. Terapi non farmakologis
a. Suportif
Kerjasama multidisiplin, edukasi terkait pencegahan faktor pencetus yaitu,
golongan obat fluorokuinolon, makrolid, aminoglikosida, magnesium, beta
blocker, calcium channel blocker, obat anestesi dan pelemas otot. Selain itu,
mengontrol berat badan dan melakukan pencegahan infeksi.
b. Rehabilitasi
Rehabilitasi dapat dilakukan dengan beraktivitas intensitas ringan sampai
sedang agar dapat mengembalikan kemampuan pasien.
Prognosis Mortalitas pada MG yang tidak diterapi yaitu sekitar 25-31%. Pasien dengan MG
okuler dengan hyperplasia timus memiliki angka kejadian relaps lebih tinggi daripada pasien
MG dengan gangguan timus lainnya. Pasien MG yang menderita kelainan autoimun lainnya
memiliki angka kejadian relaps yang cukup tinggi. Prognosis penderita MG juga dapat
dievaluasi berdasarkan manifestasi klinis menggunakan Myasthenia Gravis Composite Score
dimana perbaikan klinis pasca terapi lebih dari tiga poin menunjukan keluaran yang baik.

Anda mungkin juga menyukai