Anda di halaman 1dari 5

Panduan pasien imunosupresan

Latar belakang
Sistem imun tubuh dapat membedakan antara antigen diri (self antigen) dengan
antigen asing (non-self antigen). Dalam keadaan normal sistem imun mempertahankan
fungsi fisiologis terhadap berbagai perubahan dari luar. Jika suatu antigen asing masuk ke
dalam tubuh akan timbul respons imun, tetapi pada keadaan tertentu dapat tidak timbul
respons imun. Suatu antigen disebut imunogen bila mampu membangkitkan respons
imun, jadi bersifat imunogenik. Sebaliknya kalau tidak menimbulkan respons imun
disebut bersifat tolerogenik dan menimbulkan imunotoleransi. Pada keadaan tertentu
respons imun dapat memberikan keadaan patologik misalnya pada keadaan
hipersensitivitas, atau dapat juga ditimbulkan oleh karena gangguan regulasi sistem imun,
autoimunitas, dan defisiensi imun. Imunomodulasi adalah usaha untuk mengembalikan
dan memperbaiki keadaan patologik tersebut menjadi normal kembali dengan cara
menekan fungsi imun yang berlebihan (imunosupresi), atau memperbaiki sistem imun
dengan merangsang sistem imun (imunopotensiasi).

Imunosupresi
Imunosupresi adalah usaha untuk menekan respons imun, jadi berfungsi sebagai
kontrol negatif atau regulasi reaktivitas imunologik. Dalam klinik kegunaannya adalah
untuk mencegah reaksi penolakan pada transplantasi organ tubuh, dan menekan serta
menghambat pembentukan antibodi pada penyakit autoimun. Imunosupresi dapat
dilakukan dengan obat imunosupresan, globulin antilimfosit, radiasi, dan tindakan
operasi.
Imunosupresan Imunosupresan yang biasa diberikan adalah kortikosteroid,
azatioprin, dan siklosporin A.
Kortikosteroid Mekanisme kortikosteroid sebagai imunosupresan adalah melalui
aktivitas anti peradangan, menghambat metabolisme asam arakidonat, menurunkan
populasi leukosit, menimbulkan limfopenia terutama sel Th, dan dalam dosis tinggi
menekan pengeluaran sitokin dari sel T.
Azathioprine dan siklosporin A Azatioprin adalah inhibitor mitosis, bekerja pada
fase S, menghambat sintesis asam inosinat, prekursor purin, asam adenilat dan guanilat.
Baik sel T maupun sel B akan terhambat proliferasinya oleh azatioprin. Azatioprin
menghambat sintesis purin sel dan mengakibatkan hambatan penggandaan sel. Azatioprin
berperan menekan fungsi sistem imun selular yaitu menurunkan jumlah monosit dan
fungsi sel K. Pada dosis 1-5 mg/kgBB tidak berpengaruh pada sistem imun humoral.

Dengan menurunkan fungsi sistem selular ini maka penerimaan transplan dipermudah
dan timbul anergi. Kerugiannya adalah meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan
kecenderungan timbul keganasan. Siklosporin menghambat aktifasi sel T dengan
menghambat transkripsi gen yang menyandi IL-2 dan IL-2R. Siklosporin A adalah suatu
heksa-dekapeptida berasal dari jamur yang mempunyai khasiat menghambat proliferasi
dan transformasi sel Th, menghambat sitotoksisitas sel Th, menghambat produksi
limfokin sel Th, dan meningkatkan aktivitas sel Ts. Pada transplantasi organ, obat ini
meningkatkan masa hidup transplan. Kerugiannya adalah meningkatnya kerentanan
terhadap infeksi dan kejadian penyakit limfoproliferatif.
Globulin antilimfosit Globulin antilimfosit merupakan antibodi terhadap limfosit
yang mempunyai aktivitas menghambat sel T dan sel B, serta menimbulkan
limfositopenia.
Radiasi Radiasi sinar X terutama digunakan karena sifatnya sebagai sitosida pada
sel neoplasma tertentu.
Lactoferrin Lactoferrin adalah kandungan air susu ibu, dapat menghambat
komplemen dan produksi granulosit dan makrofag melalui pengendalian GM-CSA.
Lysozyme, menghambat kemotaksis neutrofil dan pengeluaran oksigen radikal.
1,25-dihydroxy-vitamin D3 Zat ini adalah suatu analog vitamin D yang bersifat
sinergis dengan deksametason dalam menghambat Th-1 dalam produksi IFN-g.
Hidrolisat kasein dengan Lactobacillus menghambat proliferasi limfosit in vitro.
Linomide Pada percobaan binatang menghambat ekspresi gen sitokin Th-1 yaitu
IFN-g, IL-2 dan TNF-b.
Rekombinan CD58 (rCD58) Rekombinan CD58 menghambat aktivasi dan adhesi
sel T, serta menghambat sitotoksisitas sel NK.

Potential fifth-generation immunosuppressive strategies

Immunosuppressive agents could disrupt the antigen-presenting cell (APC) signal


by inhibition of uptake and presentation of antigen, activation and differentiation (a);
block co-stimulatory signals or agonize inhibitory molecules (b); antagonize antigen
signals or proximal activation mediators (c); interrupt cytokine binding to its receptor at
the cell surface (d); or inhibit cytokine-signal transduction (e). APC, antigen-presenting
cell; CTLA4, cytotoxic T lymphocyte antigen 4; JAK3, Janus kinase 3; L, ligand; MTOR,
mammalian target of rapamycin; NFAT, nuclear factor of activated T cells; NF-kappaB,
nuclear factor-kappaB; PKB, protein kinase B; R, receptor; STAT5, signal transducer and
activator of transcription 5; TCR, T-cell receptor; TLR4, Toll-like receptor 4; ZAP70,
zeta-chain-associated protein 70.

Penggunaan Imunosupresi

Terapi Imunosupresi Pada Penderita Anemia Aplastik Terapi imunosupresi (IST)


merupakan terapi alternatif utama pada pasien tanpa kesesuaian HLA. Kombinasi dengan
antithymocyte globulin (ATG) atau anti-lymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin
memberikan respon sekitar 75%. Keberhasilan jangka panjang terapi IST masih belum

diketahui pasti. Meningkatnya risiko menjadi myelodysplastic syndrome (MDS) dan


acute myeloid leukemia (AML) dapat ditemukan pada anak penderita anemia aplastik
dengan terapi IST.
Terapi Imunosupresi pada Transplanstasi Ginjal. Pemeliharaan dengan terapi
imunosupresif pada transplanstasi ginjal biasanya menggunakan tiga jenis obat, setiap
obat bekerja pada tahapan yang berbeda dalam respon imun.
Inhibitor calcineurin, cyclosporine dan tacrolimus, merupakan terapi utama
imunosupresif. Inhibitor calcineurin merupakan agen oral yang paling poten dan telah
secara luas dikembangkan untuk ketahanan singkat terhadap reaksi Graft. Efek samping
dari cyclosporine termasuk hipertensi, hiperkalemi, tremor, hirsutisme, hipertropi
gingival, hiperlipidemi, hiperurikemi, dan kehilangan fungsi renal secara perlahan dan
progresif dengan karakteristik pola histopatologik (juga terlihat pada resipien
transplantasi jantung dan hati). Efek samping tracolimus umumnya sama dengan
cyclosporine, tetapi memiliki resiko lebih tinggi akan terjadinya hiperglikemi dan resiko
lebih rendah terhadap hipertensi.
Prednisone seringkali digunakan bersama dengan cyclosporine, setidaknya pada
bulan-bulan pertama. Efek samping dari prednisone termasuk hipertensi, intoleransi
glukosa, tampilan Cushingoid, osteoporosis, hiperlipidemi, jerawat, dan depresi dan
gangguan mental lain.
Mycophenolate mofetil telah terbukti lebih efektif dibandingkan dengan
azathioprine pada terapi kombinasi dengan inhibitor calcineurin dan prednisone. Efek
samping utama dari mycophenolate mofetil adalah gastrointestinal (yang paling sering
adalah diare); leukopenia (dan kadang trombositopenia).
Sironimus adalah agen imunosupresif terbaru yang sering digunakan dengan
kombinasi bersama obat-obat lain, terutama saat inhibitor calcineurin tereduksi atau
tereliminasi. Efek samping termasuk hiperlipidemi dan ulserasi oral.

Anda mungkin juga menyukai