Anda di halaman 1dari 4

7.

Efek Samping Obat


Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO
1970) efek samping suatu obat adalah segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan
terapi yang dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan.
Pengertian efek samping adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikan atau
membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu pengobatan. Efek samping tidak mungkin
dihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan
menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui.
Macam-macam Efek Samping
1. Obat Tipe A
Efek Samping Tipe A adalah efek samping yang sudah terdeteksi saat uji klinik, berkaitan
dengan dosis (dose-related) dan timbul berkaitan dengan efek farmakologi (khasiat) dari obat
tersebut. Meningkatkan efek samping yang ditimbulkan, secara umum efek samping tipe A ini
tidaklah berat. Contohnya penggunaan fenotiasin dapat menimbulkan ekstrapiramidal karena
efek anti kolinergiknya, penurunan dosis berkemungkinan dapat menurunkan efek sampingnya.
Efek ini biasanya timbul pada penderita yang sangat sensitive terhadap efek farmakodinamik
obat.
Peningkatan efek farmakologi melebihi normal suatu obat pada dosis terapi yang
dianjurkan, seperti bradikardia pada pengguna antagonist beta-adrenoseptor dan perdarahan pada
pengguna antikoagulan. Mudah diduga (prediktabilitas tinggi) melalui pengenalan efek
farmakologi obat yang bersangkutan, biasanya tergantung pada dosis yang digunakan. Insiden
dan mordibitasnya tinggi tetapi umumnya memiliki angka mortalitas yang rendah. Sering timbul
akibat perubahan farmakokinetik obat oleh penyakit atau farmakoterapi yang bersamaan.
Efek Samping Tipe A bersifat intrinsik, bergantung dari konsentrasi, dosis, serta bahanbahan kimia yang dikandung oleh suatu jenis obat. Umumnya merupakan kelanjutan khasiat
terapetik. Kejadiannya dapat diprediksi sebelumnya. Insidens tipe ini paling tinggi. Reaksi-reaksi
ini dapat diprediksi dalam hal farmakologi obat dan biasanya tergantung kepada dosis. Contoh
jenis reaksi ini termasuk hipoglikemia dengan hipoglikemi oral dan hipotensi dengan antihipertensi. Reaksi ini harus diantisipasi, dan sering bisa dieliminasi dengan mengurangi dosis.
2.

Obat Tipe B
ESO type B (ESO dose Independent) ialah ESO yang merupakan suatu respon jarang
atau tidak umum terjadi dan tidak dapat diduga sebelumnya. Si ESO tipe B tidak berhubungan
dengan khasiat farmakologik obat, dan yang terjadi tidak bergantung pada dosis. Reaksi ini lebeh
jarang terjadi (dibanding dengan tipe A), tetapi lebih sering bersifat fatal.
Reaksi tipe B ini biasanya berat, bahkan sering menyebabkan kematian dan pengurangan
dosis tidak bermanfaat untuk mengurangi efek amping. Oleh karene itu, pemberian obat harus
segera dihentikan. Reaksi tipe B ini umumnya bersifat imunologik dan dapat timbul sebagai syok
anafilakti atau hiperfeleksi maligna.

Untuk menghindari dan untuk kewaspadaan kita terhadap reaksi tipe B ini.diperlukan
data-gata berisi informasi mengenai ESO yang telah dilaporkan dari pengalaman pemakaian
obat, atau dari evaluasi pemakaian obat.
ESO tipe A
ESO tipe B
- Sering terjadi
- Jarang terjadi
- Dapat diduga sebelumnya
- Reaksi yang aneh/tidak biasa
- Secara
kualitatif
merupakan
- Reaksi yang tidak terduga
- Tidak ada hubungan dengan efek
farmakologi normal, dan secara
farmakologi obat
kuantitatif berlebihan
- Tidak bergantung pada dosis
- Reaksi yang timbul tergantung pada
- Sering fatal
dosis
- Jarang yang fatal
3. Obat Tipe C (Chronic)
Reaksi yang terkait dengan penggunaan obat jangka lama, contohnya adalah
ketergantungan Benzodiazepine, chloroquine dan analgesik nefropati (kerusakan pada ginjal).
Reaksi-reaksi dapat dijelaskan dengan baik dan kronik tetapi dapat diantisipasi.
Benzodiazepine biasanya digunakan untuk gangguan kecemasan, insomnia, gangguan
kejang, gangguan suasana hati, gangguan gerakan, intoksikasi (keracunan) dan melepaskan
ketergantungan terhadap alcohol dan zat lainnya. Contoh obat jenis ini adalah alprazolam,
bromazepam, chloridazepoxide, clobazam, clonazepam, clorazepate, diazepam, dll.
Chloroquine biasanya digunakan untuk
pencegahan malaria dan sebagai
modifikasi obat anti rematik. Obat populer berdasarkan Chloroquine adalah
Klorokuin FNA, resochin dan Dawaquin.
4. Obat Tipe D
Efek samping obat tertunda/lambat yang terjadi beberapa tahun setelah terapi seperti
karsinogen (penyabab kanker) dan teratogen. Diperkirakan bahwa toksisitas tersebut dihalangi
oleh penelitian mutagenisitas praklinis. Penelitian karsinogen untuk senyawa kimia baru perlu
dilakukan secara menyeluruh sebelum lisensi produk diberikan. Contohnya efek samping obat
diethystilbesterol. Diethystilbesterol digunakan untuk indikasi vaginitis gonorrheal, vaginitis
atrofi, gejala menopause, dan postpartum menyusui penekanan untuk mencegah pembengkakan
payudara.
5. Tipe E (Ending)
Efek samping obat terjadi pada akhir terapi jika obat diberhentikan secara mendadak/tibatiba. Contohnya pada penggunaan steroid yang meng-induced cushing syndrome. Sindrom
Cushing menjelaskan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan kontak yang terlalu lama
dengan tingkat tinggi terhadap hormon kortisol. Kortisol adalah hormon steroid, lebih khusus
glukokortikoid yang diproduksi oleh fasciculata zona korteks adrenal.

6. Efek samping yang paling sering muncul, yaitu sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan
terasa tidak enak, selain itu ada beberapa efek samping lain yang lazim muncul, yaitu:
a.
Kelelehan
Obat dapat menyebabkan tubuh menjadi lemas sehingga badan menjadi terasa lelah.
b.
Anemia
Merupakan salah satu yang menyebabkan tubuh kita merasa lelah.
c.
Masalah pencernaan
Banyak obat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada perut. Obat dapat menyebabkan
mual, muntah, kembung, atau diare.
d.
Perut kembung
Dapat dikurangi dengan menghindari makanan seperti buncis, beberapa macam sayuran
mentah dan kulit sayuran
e.
Diare
Diare dapat berkisar antara ringan sampai berat. Jika berat segeralah periksa ke dokter.
Jangan lupa perbanyak minum air putih.
f.
Lipodistrofi
Yaitu kehilangan lemak pada lengan, kaki dan wajah, penambahan lemak pada perut atau
dibelakang leher dan peningkatan lemak (kolesterol) dan gula (glukosa) dalam darah. Perubahan
ini dapat meningkatkan resiko serangan jantung atau serangan otak.
g.
Tingkat lemak atau gula yang tinggi dalam darah
Termasuk kolesterol,trigliserida dan glukosa. Masalah ini dapat meningkatkan resiko
penyakit jantung.
h.
Masalah kulit
Beberapa obat menyebabkan ruam (gatal-gatal pada kulit), ada yang bersifat sementara ,
tetapi dapat menimbulkan reaksi berat. Periksalah ke dokter jika mengalami ruam. Selain itu obat
juga dapat menyebabkan kulit kering dan rambut rontok. Pelembab kulit dapat membantu
masalah kulit.
i.
Neuropati
Neuropati adalah penyakit yang sangat nyeri disebabkan oleh kerusakan saraf. Penyakit ini
biasanya dimulai dari kaki dan tangan.
j.
Toksisitas mitokondria
Toksisitas mitokondria merupakan kerusakan rangka dalam sel. Penyakit ini dapat
menyebabkan neuropati atau kerusakan pada ginjal dan dan dapat meningkatkan asam laktit
dalam tubuh.
k.
Osteoporosis
Pada penderita HIV obat dapat menyebabkan mineral tulang hilang dan tulang menjadi
rapuh.
7.

Efek teratogenik.
Tragedi talidomit di awal 1960-an meningkatkan minat terhadap pengetahuan,
pencegahan, dan pengobatan kelainan perkembangan manusia. Sekitar 3 % dari seluruh bayi
manusia baru lahir menunjukkan cacat bawaan yang berarti untuk klinis. Dari jumlah ini,sekitar
7% disebabkan oleh paparan terhadap zat kimia,fisika, biologi selama di dalam kandungan.
Sekitar 15%-25% berkaitan dengan mutasi gen atau penyimpangan kromosom, 20% karena

etiologi multifaktor dan lebih 50% karena penyebab yang tidak diketahui.
Tahap perkembangan embrio menentukan kerentanan terhadap teratogen. Beberapa paparan
teratogenik bertindak langsung terhadap embrio. Sementara, sebagian lagi bertindak melalui
penengah (intermediate)yang dihasilkan melalui metabolisme ibu. Tahap kehamilan sangat
mempengaruhi kemaknaan paparan obat.
Teratogen dapat bekerja melalui proses yaitu :
a. mengubah kecepatan poliferasi sel
b. menghalangi sel sehingga agregasi tak benar
c. mengubah matriks yang mengganggu perpindahan sel-sel
d. merusak bagian atau kemampuan sel berespon
Beberapa senyawa yang dapat menimbulkan efek teratogenik :
a. Teratogen : Androgen, etisteron, noretisteron, testosteron,
Cacat Bawaan : Maskulinisasi janin wanita dengan berbagai tingkatan. Genitalia eksternal
ambigu karena fusi labial dan hipertrofi klitoris
b. Teratogen : Alkohol, Cacat Bawaan : Fetal alcohol sydrome, retardasi pertumbuhan di dalam
kandungan(IUGR), keterlambatan mental, mikrosefali,kelainan okuler, kelainan sendi, dan Short
palpebral fissures.
c. Teratogen : Tetrasiklin, Cacat Bawaan : Gigi berwarna,hipoplasia email.
Obat-obatan ini telah dibuktikan dapat membuat cacat janin. Obat-obat yang tercantum dalam
daftar ini tidak mutlak dilarang penerapannya, dalam keadaan darurat masih dapat digunakan.
Misalnya, semua antiepileptika, kecuali dari kelompok benzodiazepin, termasuk obat terlarang
. Namun, bila perlu, obat ini dapat diberikan selama kehamilan, karena resiko timbulnya
penyimpangan pada janin lebih besar tanpa pengobatan. Manfaat obat bagi si ibu harus
diseimbangkan dengan resiko untuk janin. Bila manfaat bagi si ibu disangsikan, hendaknya obat
jangan diberikan.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008.


Kumpulan Kuliah Farmakologi ed 2. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai