Anda di halaman 1dari 21

Efek Samping Obat

Pendahuluan
Obat tidak hanya memiliki efek yang menguntungkan tetapi juga dapat
menimbulkan reaksi yang merugikan. Masalah yang berhubungan
dengan terapi obat meliputi semua masalah yang berpotensi yang
mempengaruhi keberhasilan farmakoterapi pada pasien yang diberi
obat. Berikut merupakan masalah yang berhubungan dengan terapi
obat.
1. Kesalahan pengobatan (medication errors).
2. Kejadian efek samping obat yang merugikan (adverse drug events
ADEs) yang untuk selanjutnya kita sebut sebagai kejadian ESO.
3. Reaksi obat yang merugikan (Adverse Drugs Reactions ADRs) atau
disebut juga sebagai efek samping obat.
WHO mendefinisikan ADRs sebagai respons terhadap suatu obat
yang berbahaya, tidak sengaja, atau tidak diinginkan, dan terjadi
pada dosis yang umumnya digunakan untuk pencegahan, diagnosis,
atau pengobatan penyakit.
Kejadian ESO

Kejadian eso didefinisikan sebagai cedera akibat intervensi medis


yang berkaitan dengan penggunaan obat dan sering terjadi pada
orang dewasa tua.
Mereka yang paling sering dan paling parah jika mengalami eso
adalah neonatus (bayi), orang tua (> 60 tahun), wanita, pasien
dengan penyakit hati atau ginjal, dan mereka yang sebelumnya
memiliki riwayat terkena eso.
Faktor-faktor Pendorong Terjadinya ESO
Banyak reaksi yang terjadi pada awal pengobatan (seperti anafilaksis
setelah injeksi Penisilin). Reaksi lain dapat berkembang selama jangka
waktu pengobatan (seperti osteoporosis dengan steroid oral). Reaksi lain
mungkin muncul lama setelah obat dihentikan (seperti adenokarsinoma-
vagina sehubungan dietilstilbestrol yang diberikan kepada ibu).
Berikut adalah faktor yang memengaruhi timbulnya eso:
1. Terapi obat ganda (multiple drugs therapy)
2. Usia
3. Jenis kelamin
4. Penyakit
5. Perbedaan farmakokinetik
6. Perbedaan etnik
7. Faktor farmasi
8. Rekonsiliasi obat yang tidak lengkap
Terapi obat ganda (multiple drugs
therapy)
Kejadian eso dari interaksi obat meningkat sesuai dengan jumlah obat
yang diminum. Faktor resiko signifikan untuk kejadian eso adalah
jumlah total obat yang diresepkan atau diminum oleh orang dewasa
tua dan penggunaan obat dalam jumlah yang tidak tepat.
Polifarmasi atau penggunaan lebih dari satu jenis obat merupakan
faktor risiko yang dikenal sebagai penyebab timbulnya eso, terutama
pada orang tua.
Kecenderungan ini meningkat sejak pedoman terapi
mempromosikan pengunaan dua terapi atau lebih untuk
mengendalikan penyakit. Terutama bagi penyakit yang menyerang
orang tua, misalkan infark miokard, gagal jantung, dan DM.
Usia
Usia yang sangat muda dan sangat tua lebih rentan terkena eso. Usia
ini terkait dengan perbedaan dalam komposisi tubuh dan aktivitas alur
metabolisme.
Eso sering terjadi pada lansia karena polifarmasi, kurang patuh
dalam minum obat, penyakit medis yang timbul bersamaan, dan
perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik.
Perubahan farmakokinetik terjadi sesuai usia akibat dari perubahan
anatomi dan fisiologis dengan berjalannya waktu, seperti hilangnya
fungsional organ dan gangguan proses regulasi antara sel-sel dan
organ-organ yang mengakibatkan penurunan dalam fungsi tubuh.
Sebagai contoh, metabolisme tingkat pertama menurun karena
penurunan massa hati dan aliran darah sehingga meningkatkan
bioavaibilitas (ketersediaan hayati) obat yang melalui metabolisme
lintas pertama di hati, misalnya, propanolol.
Jenis Kelamin

Perempuan berisiko lebih besar terhadap eso dibandingkan pria.


Pertimbangan alasan mencakup perbedaan persepsi terhadap eso,
farmakologi eso, perbedaan kinetika, polifarmasis, dan perbedaan
hormonal antara pria dan wanita.
Risiko eso yang dapat menginduksi torsade de pointes dikaitkan
dengan jenis kelamin perempuan.
Pada umumnya para perempuan ditemukan mengalami peningkatan
fungsi seksual setelah pengobatan dengan SSRI sebagaimana mereka
mengalami disfungsi seksual yang lebih besar karena penyakit mereka.
Alasan perbedaan jenis kelamin ini dikaitkan dengan pengaturan
spesifik saluran ion oleh pengaruh hormon steroid.
Penyakit
Penangan obat dapat diubah pada pasien yang mengalami gangguan
metabolisme seperti gangguan kerusakan ginjal atau hati.
Penyakit yang membutuhkan terapi obat ganda/ polifarmasi
memiliki risiko terkena eso. Penyakit degeneratif dapat mengubah
penanganan farmakokinetik obat, sensitivitas jaringan, atau respons
terhadap obat.
Penyakit dapat mengubah penyerapan obat, metabolisme,
eliminasi, dan respons tubuh terhadap obat.
Perbedaan Farmakokinetik

Obat memiliki risiko es pada saat terjadi perbedaan farmakokinetik


dalam tubuh.
Perbedaan ini ada peningkatan toksisitas dari obat karena faktor
genetik (misalnya perbedaan dalam aktivitas enzim) dan adanya
pengaruh lingkungan (misalnya asupan alkohol tinggi).
Perbedaan Etnik

Perbedaan etnik genetik atau perbedaan diet dapat meningkatkan


risiko eso. Contohnya, kekurangan enzim glukosa 6-fosfat
dehidrogenase pada interaksi/ pola diet dan kelebihan zat besi yang
dihasilkan dari pemberiaan zat besi untuk sel sabit (sickle cell) ketika
pasien tidak membutuhkan pada penyebab anemia hemolitik. Contoh
ini sering terjadi pada rakyat di bangsa Afrika, Yahudi, Irak, Kurdi,
tetapi relatif jarang terjadi pada ras-ras lain.
Faktor Farmasi
Contohnya termasuk perbedaan farmakokinetik (proses melalui
ADME oleh tubuh) yang dihasilkan dari sistem pengiriman yang
berbeda dan reaksi terhadap eksipien obat (bahan tambahan).
Rekonsiliasi Obat yang Tidak Lengkap

Rekonsiliasi obat mengacu pada pemeriksaan terhadap obat-obat


yang dipakai pasien, baik obat yang diresepkan, tidak resmi, obat-
obat umum, maupun dari sumber lain (obat tradisional).
Rekonsiliasi obat merupakan masalah, termasuk persoalan akut
ketika penanganan catatan-catatan klinik terpisah (seperti layanan
terhadap HIV) sehingga rekonsiliasi obat menjadi tidak lengkap.
Klasifikasi Farmakologi ESO
1. Reaksi tipe A
Eso tipe A adalah reaksi berlawanan yang merupakan suatu
konsekuensi dari efek farmakologis normal obat sehingga
kemunculan bisa diprediksi.

2. Reaksi tipe B
Eso tipe B Adalah tidak bisa diprediksi dari aksi obat, tidak berkaitan
dengan dosis, dan memiliki angka mortalitas yang tinggi.
Reaksi Tipe A
Reaksi ini berhubungan dengan dosis dan angka kematian yang
rendah. Reaksi berlawanan ini biasanya disebabkan oleh dosis yang
tidak tepat (terlalu banyak dan lama) atau karena farmakokinetik
yang tidak teratur (karena kegagalan eliminasi obat).
Macam- macam reaksi tipe A :
1. ESO yang bukan efek utama obat
2. ESO akibat dosis tinggi
3. Respon akibat penghentian obat
4. ESO akibat interaksi obat
ESO yang bukan efek samping obat
Efek samping yang berbeda untuk sebagian besar obat pada umumnya
telah dapat diperkirakan berdasarkan penelitian-penelitian yang
dilakukan secara sistematis sebelum obat didistribusikan kepada
pasien. Efek-efek ini umumnya dalam derajat ringan tetapi angka
kejadiannya cukup tinggi.
Contoh:
a. Obat yang menyebakan pendarahan uterus (obat hormon,
kontrasepsi oral dosis rendah, AINS, Norplant, Tamoksifen, warfarin,
IUD mengandung nonprogestin.
b. Obat yang menyebabkan konstipasi (obat penghilang nyeri nekrotik
seperti amitriptilin dan imipramin, fenitoin, karbamazepin, suplemen
zat besi, diltiazem, nifedipin, serta antasida mengandung
alumunium seperti amfojel, basaljel).
Lajutan-ESO yang bukan efek
samping obat
c. Obat yang menyebabkan mimpi buruk/ terjadi karena
pemutusan obat yang dicurigai (sertralin, propanolol,
metoprolol, pindolol, nikotin, nitrazepam, paroksetin, atenolol,
simvastatin, kaptopril, metildopa, prazosin).
d. Obat yang menyebabkan dispepsia (akarbose, metformin,
kodein, aspirin, ibuprofen, kortikosteroid, estrogen, eritromisin,
zat besi, teofilin ).
e. Obat yang menyebabkan anemia hemolotik (penisilin,
ampisilin, tetrasiklin, insulin, isoniazid, asetaminofen,
streptomisin, asam mefenamat, ibuprofen).
Lajutan-ESO yang bukan efek samping
obat
f. Obat yang menyebabkan hiperpigmentasi (erupsi akneiformis
disebabkan oleh glukokortikoid, kontrasepsi oral, serta androgenik; erupsi
bula disebabkan oleh barbiturat, iodida, bromida, sulfonamid; erupsi
eksema disebabkan oleh streptomisin, neomisin, antihistamin;
hiperpigmentasi kuku disebabkan oleh amodiakuin; eritmia multiformis
disebabkan oleh tiazid, penisilin, griseofulvin; eritmia nodusum
disebabkan oleh sulfatiazola, penisilin, salisilat; fixed eruption disebabkan
oleh barbiturat, fenilbutazon, tetrasiklin, sulfonamida).
g. Obat yang menyebabkan impotensi (antidepresan, antihipertensi,
antihistamin, antiparkinson, obat lain seperti androgen, ketokonazol,
fentanil, metadon).
h. Obat yang menyebabkan edema (hormon, steroid, obat hipertensi, AINS,
kortikosteroid, obat kanker seperti anastrozol, bikalutamid, darbopoetin,
Lajutan-ESO yang bukan efek samping
obat
i.Obat yang menyebabkan Jaundis/Jaundice (eritomisin, captopril, karbamazepin,
diazepam, griseofulvin, sefalosporin).
j.Obat yang menyebabkan neutropenia (obat antitiroid, sulfasalazin, fenotiazin,
penisilin, AINS, aminoporin, BDZ, barbiturat, sulfonilamid).
k. Obat yang menyebabkan anemia makrositik (kontrasepsi oral, biguanida,
metotrexat, antikonvulsan, antibiotik, ARV untuk HIV seperti stavudin,
lamivudin, zidovudin).
l.Obat yang menyebabkan reaksi fototoksik (isoniazid, ketoprofen, alprazolam,
levofloksasin, amitriptilin).
ESO Akibat Dosis Tinggi
Terjadinya efek farmakologis yang berlebihan (disebut juga efek toksik) dapat
disebabkan karena dosis relatif terlalu besar bagi pasien yang bersangkutan.
Keadaan ini terjadi karena adanya perbedaan respon kinetik atau dinamik
pada kelompok-kelompok tertentu misalnya pada pasien dengan gangguan
faal ginjal, gangguan faal jantung, perubahan sirkulasi darah, usia, genetik,
dsb. Dosis yang diberikan pada takaran lazim dapat menjadi relatif terlalu
besar pada pasien-pasien tersebut.
Contoh
1.Obat yang menyebabkan efek toksik pada sumsum tulang belakang (AINS,
azethioprin).
2.Obat yang menyebabkan efek nefrotoksik (AINS, antidepresan, aspirin,
asiklovir, ACE inhibitor).
3.Obat yang menyebabkan efek ototoksik (aminoglikosida, vankomisin, asam
etakrinat, furosemid).
4.Obat yang menyebabkan hepatotoksik (isoniazid, rifampisin, pirazinamid,
AINS).
Respon akibat penghentian obat
Gejala putus obat adalah munculnya kembali gejala penyakit semula
atau reaksi pembalikan terhadap efek farmakologi obat karena
penghentian pengobatan. Beberapa obat berikut adalah yang sering
memberikan gejala putus obat.
1. Antidepresan
2. Benzodiazepin
3. Klonidin.
Efek samping obat akibat interaksi obat

Interaksi obat dengan obat adalah salah satu sebab efek samping obat.
Polifarmasi yang berkaitan dengan jumlah diagnosis pada seorang pasien
juga ditemukan sebagai penyebab faktor resiko utama untuk interaksi
obat. Contohnya adalah interaksi antara statin dan digoksin atau antara
klarotromisin dan digoksin. Interaksi dengan statin bisa menimbulkan
rhabdomiolisis (suatu efek samping yang bisa membahayakan jiwa).

Anda mungkin juga menyukai