Anda di halaman 1dari 3

Tugas Farmakogenomik

Nama : Maria Regina Lusiana Kya


NIM : 228122118

Hubungan Polimorfi/variasi genetik gen dan farmakokinetik


1. Beberapa gen yang bertanggung jawab terhadap metabolisme obat adalah gen P450, yang
menyandi ekspresi dari enzim-enzim metabolisme obat yaitu CYP2C19, CYPIA1,
CYP206, CYP2C9, CYP2E1. Variasi struktur dan fungsi dari enzim-enzim tersebut dapat
menyebabkan meningkatnya efek samping dari berbagai jenis obat termasuk
antidepresan, amfetamin, dan beberapa obat golongan beta-adreno receptor. Contoh :
Perubahan bentuk enzim (Cytochrome P450 2C9 (CYP2C9) mengakibatkan
berkurangnya aktivitas enzim untuk berikatan dengan substrat. Aktivitas enzim yang
menurun akan menurunkan metabolism dari obat, sehingga akumulasi zat aktif di dalam
tubuh akan meningkat yang akan berdampak pada peningkatan peluang terjadinya efek
samping obat. Ada banyak golongan obat yang metabolismenya bergantung pada enzim
CYP2C9, misalnya OAINS (Celecoxib, Diklofenak, dan Ibuprofen). Beberapa OAINS
menunjukkan respon obat yang bervariasi berdasarkan berbagai polimorfisme genetik
yang terjadi pada enzim metabolismenya.
2. Variasi allele pada enzim metabolisme obat lainnya yaitu thiopurine methyl transferase
(TPMT), dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan. Polimorfisme pada
enzim sering kali juga dapat meningkatkan efek toksik dari obat dibandingkan dengan
individu normal.
3. Polimorfisme genetik yang berkaitan dengan transportasi obat
Sebagai contoh gen MDR1(ABCB1). Polimorfisme MDR1 terjadi dalam berbagai
kombinasi alelik. Frekuensi alel MDR1 berbeda, tergantung pada ras manusia. Sebagai
contoh, polimorfisme C3435T yang terletak pada ekson nomer 26 individu asal Afrika
memiliki frekuensi 73%-84% dan individu asal Eropa dan Asia memiliki frekuensi 34% -
59%. Gen MDR1 mengkode P-glikoprotein (PGP) yang merupakan transporter
ATPBinding Casset (ABC) (Lee et al., 2005). ATP-ABC merupakan suatu cluster protein
yang terdiri dari beberapa kelompok protein berbeda secara fungsional dan terlibat dalam
pengangkutanzat kimia lintas membran sel. PGP terlibat dalam pengangkutan berbagai
obat hidrofobik, termasuk agen kemoterapi sitotoksik (misalnya doxorubicin dan
paclitaxel), hormon, dan serangkaian obat yang berbeda secara struktural. PGP
ditemukan di jaringan normal, seperti kanalikuli dari hepatosit, tubulus proksimal ginjal,
perbatasan sikat usus kecil, usus besar, kelenjar adrenal, endotelium kapiler otak dan
testis (Lee et al., 2005).
4. Pengaruh Pemberian Steroid terhadap Tekanan Bola Mata
Pada beberapa individu pemakaian steroid topikal (misalnya deksametason 0,1%) seeara
berulang, dapat menyebabkan kenaikan tekanan bola mata. Hal ini dapat disebabkan
karena adanya keanekaragaman genetik yang ditentukan oleh suatu gen otosom resesif.
Fenotipe dalam populasi terbagi menjadi 3 kelompok, yakni:
- Kelompok yang tidak memberikan reaksi kenaikan tekanan bola mata atau hanya
memberikan reaksi kenaikan sedikit (kurang dari 5 mmHg) adalah individu-
individu dengan genotipe dominan homozigot LL;
- Kelompok yang memberikan reaksi kenaikan tekanan bola mata antara kurang
lebih 5-15 mmHg pada pemberian steroid topical pada mata adalah individu-
individu dengan genotype heterozigot LH; dan
- kelompok yang memberikan reaksi kenaikan tekanan bola mata di atas 15 mmHg
pada pemberian genotype resesif HH.
Individu – individu dengan genotype heterozigot LH tenyata juga menderita resiko
menderita glaucoma sudut sempit, 18 kali lebih besar dibanding individu – individu
dengan genotype homozigot LL. Artinya angka kejadian glaucoma sudut sempit pada
heterozigot LH, 18 kali lebih sering dibandingkan dengan kelompok homozigot LL.
Obat mata yang mengandung steroid pada orang – orang dengan genotype HH dapat
menyebabkan serangan akut glaucoma.
5. Ketidakmampuan mengecap Feniltiokarbamif (PTC), Propitiourasil (PTU) atau Tiopeton
Ada bebrapa individu secara genetic tidak mampi mengecap pahitnya feniltiokarbamid
(PTC). Bentuk keanekaragaman genetic ini ditentukan oleh gen otosom resesif. Pada
individu kaukasoid frekuensinya kurang lebih 1/3 dari populasi
6. Down’s Syndrome
Individu dengan sindrom ini ternyata mempunyai kepekaan yang berlebih terhadap obat
antikolinergik, sehingga perlu berhati-hati dalam pemakaiannya
Daftar Pustaka
Putri, Alfin., Wathon, Syubbanul, 2018. Aplikasi Single Nucleotida Polymorhism (SNP) dalam
Studi Farmakogenomik untuk Pengembangan obat. BioTrends. 9 (2).
Radji, Maksum., 2005, Pendekatan Farmakogenomik dalam Pengembangan Obat Baru. Majalah
Ilmu Kefarmasian. II (1).
Sismadi, Sukmiasi., Budiono, Uripno., 2009. Pengaruh Variasi Genetika CYP2C19 terhadap
Sedasi Midozolam Intravena. Jurnal Anestesiologi Indonesia. 1 (2).
Sudjarwo, Sri Agus., 2008. Peran Farmakogenetik dalam Pengobatan dan Penemuan Obat Baru.
Pidato. Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai